ANALISIS KEBUTUHAN LUASAN HUTAN KOTA SEBAGAI SINK GAS CO2 ANTROPOGENIK
DARI BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS DI KOTA BOGOR
DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK
ENDES N. DAHLAN
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:
N a m a : Ir. Endes N. Dahlan, MS
N R P : E 061 03 0011
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Dengan ini menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul: Analisis
Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO2 Antropogenik dari
Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik merupakan karya penelitian dan hasil penulisan saya yang belum pernah dipublikasikan.
Tulisan ini tidak boleh diperbanyak dan tidak juga dipublikasikan serta tidak
boleh ditayangkan di internet tanpa ijin tertulis dari penulis. Perlakuan tersebut
tanpa ijin tertulis dapat dituntut secara hukum.
Surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya yang dapat dipergunakan
sebagai bahan pelengkap disertasi ini.
Bogor, 27 November 2007
RINGKASAN
Kota merupakan pusat berbagai kegiatan. Penggunaan bahan bakar yang terus meningkat akan mengakibatkan konsentrasi ambien gas CO2 meningkat pula
yang kemudian dapat mengakibatkan pemanasan global melalui efek rumah kaca. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk mengurangi laju peningkatannya. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan memperluas lahan hutan kota. Luasan hutan kota di Kota Bogor saat ini 144,75 ha (1,22 %) yang terdiri dari Kebun Raya Bogor (87,00 ha) dan hutan penelitian Dramaga (57,75 ha). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kebutuhan luasan hutan kota sebagai rosot gas CO2 antropogenik yang berasal dari bensin, solar, minyak tanah, minyak
diesel dan LPG di Kota Bogor secara dinamik. Penelitian ini terdiri dari: (1) analisis jumlah emisi dan konsentrasi gas CO2 dengan melakukan prediksi jumlah
kebutuhan bahan bakar dan pengukuran konsentrasi ambien gas CO2 di lokasi
yang padat kendaraan dan lokasi yang tidak padat kendaraan, dan (2). analisis daya rosot gas CO2 oleh ruang terbuka hijau dan daya rosot hutan kota melalui
penelitian pengukuran daya rosot gas CO2 oleh pohon yang terdapat di Kebun
Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2005 sampai Juni 2007.
Hasil penelitian menyatakan bahwa emisi gas CO2 antropogenik di Kota
Bogor meningkat. Emisi gas ini pada tahun 2010 sebesar 600.216 ton, sedangkan tahun 2100 menjadi 848.175 ton. Konsentrasi gas di lokasi yang tercemar pada musim kemarau tahun 2006 sebesar 397,27 ppmv dan musim penghujan tahun 2007 sebesar 395,11 ppmv. Rerata konsentrasi ambien gas CO2 di lokasi yang
padat dan tidak padat kendaraan di Kota Bogor tahun 2006/2007 sebesar 389,8900 ppmv.
Daya rosot gas CO2 bervariasi menurut jenis tanaman. Kelompok jenis
pohon yang berdaya rosot sangat rendah nilai reratanya 3,90 kg/pohon/tahun, kelompok jenis pohon dengan rosot rendah nilai reratanya sebesar 28,00 kg/pohon/tahun, kelompok jenis pohon dengan rosot sedang nilai reratanya 102,07 kg/pohon/tahun, kelompok dengan nilai rosot yang agak tinggi memiliki nilai rerata 305,91 kg/pohon/tahun, tinggi 835,65 kg/pohon/tahun dan sangat tinggi sebesar 16.891,93 kg/pohon/tahun.
Berdasarkan kajian jumlah emisi gas CO2 yang terus bertambah sementara
luasan ruang terbuka hijau terus menurun, maka luasan hutan kota sebagai rosot gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak di Kota Bogor perlu ditambah.
Tanpa penambahan luasan hutan kota konsentrasi gas CO2 ambien akan
meningkat menjadi 389,8964 ppmv, sedangkan dengan penambahan luasan hutan kota dengan jenis pohon berdaya rosot sangat tinggi akan menjadi 389,8752 ppmv.
pada program penambahan luasan hutan kota yang baru. Oleh sebab itu, pemilihan jenis tanaman harus betul-betul diperhatikan. Jenis pohon yang harus digunakan dalam program penambahan luasan hutan kota adalah jenis berdaya sink sangat tinggi.
Jumlah penduduk yang dapat ditampung sampai tahun 2100 sebanyak 1,3 juta orang dengan bangunan 1 lantai. Kebutuhan luasan hutan kota sekitar 300 ha. Jika dengan bangunan dua lantai, maka jumlah penduduk yang dapat ditampung sebanyak 2,5 juta orang. Luasan hutan kota yang dibutuhkan dari tahun 2017 sampai 2100 bervariasi sekitar 1.400 ha. Lahan terbangun yang dibutuhkan seluas 8.032,11 ha (67,78%) dengan bangunan dua lantai. Jenis pohon yang harus ditanam pada penambahan lahan hutan kota yang baru adalah jenis berdaya sink
sangat tinggi. Berdasarkan simulasi luasan hutan kota yang dibutuhkan sebagai
sink gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas pada tahun 2100
seluas 1.278,81 ha (10,79%), sementara luasan ruang terbuka hijau yang tersisa seluas 200,77 ha (1,69%).
Kata kunci: hutan kota, ruang terbuka hijau, emisi gas CO2 dan konsentrasi
ABSTRACT
Activities in towns and cities require energy which is obtained from fossil fuel and gas. The combustions cause increasing concentration of ambient CO2
which induce global warming through green house effect. One of the efforts to minimize the increasing of CO2 concentration in the atmosphere, particularly in
the urban area, is to develop urban forest. Wide of urban forest in Bogor city is 144.75 ha (1.20 %) consist of Bogor Botanical Garden (87.00 ha) and Research Forest Station at Dramaga (57.75 ha). The objective of the research is to estimate wide of urban forest required for absorbing CO2 gas emitted from petrol, diesel,
kerosene and LPG combustion in Bogor, dynamically. The researches consist of: (1). Analysis of CO2 emission and the concentration based on fossil fuel and gas
requirement and measurement of ambient CO2 in dense and rare automobile and
(2) Analysis of CO2 sequestration by green open spaces and urban forest plant
sequestration through researches conducted in Bogor Botanical Garden and Forest Research Station at Dramaga. The researches were conducted from March 2005 until June 2007.
The result of the study revealed that the amount of the gas emission is increase. The emission prediction in 2010 is 600,216 ton and in 2100 will be 848,175 ton. The average concentration of CO2 ambient in 2005 in polluted road
in the morning in dry and wet season was 397.27 ppmv and 395.11 ppmv, respectively. The average concentration of ambient CO2 at rare and dense
automobile in 2006/2007 was 389.8900 ppmv. The researches also noticed that CO2 sequestration was varied depend on plant species. The average of CO2
sequestration class of very low, low, moderate, slightly high, high and very high absorption capacity were 3.90 kg/tree/year, 28.00 kg/tree/year, 102.07 kg/tree/year, 305.91 kg/tree/year, 643.77 kg/tree/year, and 16,891.93 kg/tree/year, respectively. Without urban forest wide addition, CO2 concentration will be
increase to 389.8964 ppmv, while with urban forest wide addition with very high sequestration the concentration will be 389.8752 ppmv.
Based on increasing CO2 emission while decreasing sequestration by
urban green open space, it is considered that wide of urban forest should be added. Urban forest wide required for CO2 sequestrating is urgently needed and varied
depend on plants species, fossil fuel used, enrichment with very high sequestration plants in rare density vegetation area and time. Using scenario green open space should be available around 32% and built up area 68%, from simulation showed that urban forest requirement with high sequestration plants varied from 6,517 – 5,505 ha. The high sequestration plants and the lower sequestration plants are not recommended for new additional urban forest.
Plants selection should also be considered to increase carrying capacity population. Carrying capacity population in 2100 with 1 floor is 1.3 million people. If very high sequestration plants species used in the program, the carrying capacity is also 1.3 million people, but the urban forest wide only 300 ha. Using 2 floor building, carrying capacity of people in 2100 will be 2.5 million in 8,032.11 ha built up area, while the wide of urban forest needed from 2017 to 2100 around 1,400 ha.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
ANALISIS KEBUTUHAN LUASAN HUTAN KOTA SEBAGAI SINK GAS CO2 ANTROPOGENIK
DARI BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS DI KOTA BOGOR
DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK
ENDES N. DAHLAN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tertutup:
Dr.Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.
Penguji Luar Komisi pada Sidang Terbuka:
Dr. Ir. Ning S. Purnomohadi, MS.
PRAKATA Assalamu’alaikum wr. wb.
Pada kesempatan ini penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah
karena atas ijin, barokah dan nikmat dari-Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian sampai penulisan disertasi dan ujian tertutup dan terbuka. Penulis
mencoba menggunakan Ilmu sistem dan permodelan yang sangat sulit dan baru
dipelajari ketika kuliah S3 yang telah membuat jatuh bangun, namun membuat
penulis seolah dibakar, ditempa dan digosok insya Allah menjadi barang yang
berharga, semuanya itu hanya atas ijin dan kuasa Allah semata.
Ucapan terima kasih yang tulus sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
alm. Dasuki M. Dachlan dan almh. Murati Juinah atas do’a dan ketulusan mereka
selama mereka hidup; semoga mereka adanya di alam kubur diampuni semua
dosanya diterima iman-Islamnya, diberikan nikmat oleh Allah dan diberikan
tempat yang indah, sejuk dan nyaman dan kelak mendapatkan surga. Aamiin.
Demikian pula halnya untuk bapak mertua Asim (alm.). Tidak lupa juga kepada
ibu mertua Siti Aisyah atas bantuan do’a dan kesabarannya selama ini. Penulis
juga sampaikan ucapan terima kasih, karena tanpa adanya dorongan semangat,
kesabaran dan bantuan segalanya dari istri Iyah R. Yusliani dan anak-anakku: Eru
N. Dahlan, S.Hut., Tria N. Dahlan, STP dan Dewi N. Dahlan, AMd. Demikian
juga untuk ananda Rina Wulandari, S.Hut. atas bantuannya.
Pertama-tama penulis panjatkan do'a untuk alm. Dr.Ir. H.M. Yahya
Fakuara M.Sc. serta alm. Dr.Ir. Muljarno Djojomartono M.Sa. semoga amal
ibadah mereka diterima dan diberi naungan, perlindungan dan hidayah Allah.
Awalnya penulis memohon pada Pak Mul, ketika masih kuliah dan beliau masih
sehat bahwa saya ingin dibimbing oleh beliau dan beliau menyetujui permintaan
saya. Sampai-sampai beliau masih menyempatkan diri mengajari lagi saya Ilmu
Sistem, bahkan memberikan wawasan materi yang lebih luas daripada bahan
ketika kuliah. Namun karena sakit, maka keinginan saya untuk beliau bimbing
menjadi tidak terkabul. Terima kasih Pak Yahya dan Pak Mul, semoga surga
Allah merupakan pahalanya.
Penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
penulis dapat menyelesaikan program doktor ini; tidak lupa untuk semua guru dan
dosen yang telah memberikan ilmunya, serta Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.
penguji sidang tertutup, demikian juga kepada Dr.Ir. Ning S. Purnomohadi, MS.
dan Dr.Ir. Tania June, MSc. sebagai penguji sidang terbuka yang telah
membe-rikan masukan yang sangat berharga, penulis ucapkan terima kasih, seraya berdoa
semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan pahala yang berlipat ganda.
Aamiin.
Untuk Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. yang ketika itu sebagai
Dekan Fakultas Kehutanan IPB dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc, tidak lupa
juga kepada Dr. Ir. Rinekso Sukmadi, M.Agr., Ketua Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Agr., Ir. Rachmad
Hermawan, M.ScF. dan semua teman di Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, penulis sampaikan terima kasih
atas sumbang-saran, bantuan dan pengertiannya selama ini. Tidak lupa kepada
semua yang pernah penulis bimbing baik program S2 (Riswandi Tinambunan
S.Hut., MS, Diana Septriana, S.Hut., Msi.); program S1 (Herdiansyah, S.Hut.,
Hadinata, S.Hut., Tommy P. Sinambela, S.Hut., Sri Purwaningsih, S.Hut., Vivi
Indriani Harris, S.Hut. dan Yofi Mayalanda, S.Hut.) penulis ucapkan terima kasih
atas bantuannya.
Akhirnya penulis sampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Priyono
Kartono, M.Si atas bantuannya dalam pengolahan data, khusus kepada Ir Yadi
Suryadi, M.Si, Ir. Erna Hernawati, MM dan Arif Wicaksono, SP dari Dinas Tata
Kota dan Pertamanan serta Kamal Yusuf, ST dari Bapeda Kota Bogor dan PT
Pertamina Unit III atas bantuannya dalam memberikan data yang penulis
butuhkan. Kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr. dan Dr. Ir. Alinda M. Zain, M.Si
dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, penulis sampaikan terima kasih
untuk bantuan dan kesediaannya, sehingga penulis mendapat bantuan data yang
sangat penulis perlukan. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada
BPPS atas bantuan dana perkuliahan dan tidak lupa kepada Yayasan Toyota-Astra
dan WWF Indonesia atas bantuan dana untuk penelitian.
Bogor, 1 Desember 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan 26 Desember 1950, anak ketiga dari tiga
bersaudara dari alm. Dasuki M. Dahlan dan almh. Murati Juinah. Sekolah tingkat
dasar, menengah dan lanjutan atas diselesaikan di Kuningan. Pada bulan
Desember 1977 penulis mendapat gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada Bulan Januari 1978 penulis bekerja
sebagai Asisten Peneliti di Seameo Regional Center for Tropical Biology
(BIOTROP), Bogor pada Tropical Pest Biology Program dengan bidang kajian kompetisi dan alelopati gulma. Pada Tahun 1979 pindah ke Tropical Aquatic Biology Program pada bidang pencemaran insektisida, uji bioassay dispersan, minyak bumi dan pestisida serta analisis dampak lingkungan. Tahun 1981 penulis
menjadi dosen pengasuh mata kuliah Ekologi Perairan di Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tahun 1978
Menikah dengan Iyah R. Yusliani dan dikaruniai 4 anak: Eru N. Dahlan S.Hut.,
alm. Ernu N. Dahlan , Tria N. Dahlan, STP dan Dewi N. Dahlan, AMd.
Penulis juga banyak melakukan penelitian AMDAL antara lain: S.
Bengawan Solo pra konstruksi Bendungan Gajah Mungkur, Kawasan Kawah G.
Dieng untuk eksplorasi panas bumi, pipa minyak Muara Gembong-Marunda,
industri kertas, ban dan tekstil di beberapa tempat di P. Jawa. Pada kurun waktu
1982 – 1990 banyak terlibat dalam proyek AMDAL HPH dan HTI di P.
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Tahun 1994 – 1997 membantu
APHI dalam perawatan tanaman pasca Puncak Penghijauan dan Konservasi Alam
Nasional di Ambon, Banda Aceh dan Balikpapan. Kegiatan lainnya yang pernah
dilakukan adalah pembangunan hutan kota di Kabupaten Cianjur, DKI Jakarta
serta beberapa tempat lainnya. Penulis juga pernah menjadi staf akhli Dinas
Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Akhir-akhir ini penulis banyak terlibat
dalam membantu Kantor Asdep Lingkungan Hidup Sumatera dalam memberikan
penyuluhan dan bantuan teknis program “Clean and Green City” di beberapa kota
di P. Sumatera dan belakangan ini banyak terlibat dalam berbagai kegiatan Pusat
Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian dan
Tahun 1989 meraih gelar Magister Sains (MS) dari Program Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pascasarjana, IPB. Sejak saat itu
penulis menjadi pengajar mata kuliah Ilmu Hutan Kota. Tahun 1990-2003
menjadi Kepala Laboratorium Analisis Lingkungan. Kini menjadi anggota
penelaah Buletin Media Konservasi yang diterbitkan oleh Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.
Buku yang pernah diterbitkan: (1). Hutan Kota untuk Pengelolaan dan
Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup dan (2). Membangun Kota Kebun
Bernuansa Hutan Kota. Buku yang sedang disusun: (1). Isyarah Sains dalam Al
Qur’an dan (2). Teknik Pembangunan dan Pemeliharaan Tanaman Hutan Kota.
Mata Kuliah yang pernah diberikannya adalah: Pengantar Ilmu Kehutanan,
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati, Ekologi Perairan, Pencemaran Lingkungan
dan Pengantar Ilmu Lingkungan. Kini dengan gelar Lektor Kepala menjadi
pengajar: mata kuliah Ilmu Hutan Kota (S1) dan mata kuliah Ilmu Hutan Kota
Terapan (S0). Dengan dikembangkannya sistem mayor-minor, maka mata kuliah
tambahan yang akan diasuhnya adalah: Manajemen Jasa Lingkungan Sumberdaya
Hutan (S1), Ilmu Hutan Kota Lanjutan untuk S2 dan S3, serta Permodelan Sistem
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 10
1.3. Manfaat Penelitian ... 10
1.4. Kebaharuan Penelitian ... 11
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Permodelan dan Simulasi ... 12
2.2. Bahan Bakar Minyak dan Gas ... 15
2.2.1. Bahan Bakar Konvensional ... 15
2.2.2. Bahan Bakar Nir-konvensional ... 17
2.3. Emisi Gas CO2 ... 17
2.4. Karakteristik Gas CO2 ... 18
2.5. Dampak Negatif Gas CO2 ... 19
2.5.1. Dampak Negatif Gas CO2 terhadap Manusia . ... 19
2.5.2. Dampak Negatif Gas CO2terhadap Lingkungan Hidup ... 20
2.6. Fotosintesis dan Respirasi ... 23
2.7. Tumbuhan sebagai Penyerap gas CO2 ... 25
2.8. Respons Tumbuhan terhadap Peningkatan Konsentrasi Gas CO2 ... 28
2.9. Hutan Kota ... 29
2.10. Studi Kebutuhan Luasan Hutan Kota ... 30
3. METODOLOGI PENELITIAN ... 32
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
3.2. Bahan dan Alat ... 33
3.3. Komponen Penelitian dan Parameter yang Diamati ... 33
3.4. Asumsi dan Batasan Penelitian ... 35
ii 3.6. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas serta
Prediksi Kebutuhannya di Masa yang Akan Datang ... 40
3.7. Perhitungan Emisi Gas CO2 ... 40
3.8. Penghitungan Kepadatan Kendaraan ... 41
3.9. Pengukuran Kandungan Gas CO2 Ambien ... 41
3.10. Luasan Ruang Terbuka Hijau dan Perhitungan Perubahannya ... 42
3.11. Pengukuran Daya Rosot Gas CO2 ... 43
3.11.1. Penelitian di Rumah Kaca dengan Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis ... 43
3.11.2. Penelitian Pendahuluan dengan Metode Karbohidrat ... 45
3.11.3. Penelitian di Kebun Raya Bogor ... 48
3.11.4. Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga ... 50
3.11.5. Jumlah dan Ukuran Stomata ... 50
3.12. Simulasi Konsentrasi Gas CO2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota ... 51
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1. Hasil Penelitian ... 53
4.1.1. Keadaan Umum Kota Bogor ... 53
4.1.2. Kependudukan ... 53
4.1.3. Transportasi ... 55
4.1.4. Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas ... 58
4.1.5. Emisi Gas CO2 Antropogenik ... 62
4.1.6 . Konsentrasi Gas CO2 Ambien Tahun 2006/2007 ... 63
4.1.7. Penggunaan Lahan ... 67
4.1.8. Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota ... 68
4.1.9. Daya Rosot Gas CO2 ... 75
4.1.9.1. Penelitian di Rumah Kaca Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis ... 75
4.1.9.3. Penelitian di Kebun Raya Bogor ... 81
4.1.9.4. Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga ... 82
4.1.9.5. Ukuran dan Kerapatan Stomata ... 84
4.1.10. Simulasi Konsentrasi Gas CO2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas ... 87
4.2. Pembahasan ... .. 88
4.2.1. Analisis Emisi Gas CO2 dan Konsentrasi Gas CO2 ... 88
4.2.2. Daya Rosot dan Klasifikasi Daya Rosot Tanaman Hutan Kota ... 91
4.2.3. Pengujian Model ... 95
4.2.4. Pengaruh Hujan ... 96
4.2.5. Analisis Kecukupan Luasan Hutan Kota Menggunakan Tanaman Berdaya Rosot Gas CO2 Sangat Tinggi dengan Model Tidak Dipengaruhi Hujan. ... 97
4.2.5.1. Skenario Variasi Jenis Daya Rosot Gas CO2 ... 99
4.2.5.2. Skenario Variasi Laju Pertambahan Jumlah Penduduk ... 101
4.2.5.3. Skenario Variasi Penghematan Bahan Bakar Minyak dan Gas... 102
4.2.5.4.Skenario Pengkayaan pada Areal Bervegetasi Jarang dan Upaya Gabungan ... 104
4.2.6. Daya Dukung Kependudukan ... 105
4.2.7. Implikasi Kebijakan ... 106
4.2.8. Strategi Pembangunan Hutan Kota ... 108
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110
5.1. Kesimpulan ... 110
5.2. Saran-saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA ... 112
iv DAFTAR TABEL
Halaman
1. Konsentrasi pencemar udara di Kota Bogor tahun 2001 – 2003 ... 5
2. Konsentrasi polutan udara di Kota Bogor tahun 2003 dan 2004 ... 6
3. Luasan taman dan jalur hijau di Kota Bogor tahun 1999 – 2002 ... 8
4. Luasan beberapa bentuk ruang terbuka hijau di dalam Kota Bogor tahun 2006 ... 8
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji verifikasi dan validasi model ... 14
6. Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi ... 15
7. Kandungan kimia dalam solar dan bensin ... 16
8. Emisi gas CO2 dari kegiatan transportasi dan proyeksi perkiraannya di Kabupaten Bogor (x 106 ton) ... 17
9. Karakteristik fisik-kimiawi gas CO2 ... 18
10. Emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar ... 19
11. Komposisi gas CO2 dan uap air pada hirupan dan hembusan napas (%) . 19 12. Daya rosot gas CO2 di beberapa tipe penutupan lahan ... 27
13. Matriks tabulasi penelitian ... 34
14. Perhitungan jumlah emisi gas CO2 ... 40
15. Jumlah dan laju pertambahan penduduk Kota Bogor ... 54
16. Perkiraan jumlah penduduk Kota Bogor sampai tahun 2100 ... 55
17. Route dan jumlah angkutan kota di wilayah Kota Bogor ... 57
18. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor Tahun 2008 – 2014 ... 57
19. Panjang jalan di Kota Bogor pada tahun 2004 ... 58
20. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor tahun 2006 – 2014 ... 59
21. Pemakaian bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor tahun 2003-2004 ... 59
22. Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas untuk tahun 2010– 2100... 60
23. Jumlah pelanggan PT. Gas Negara Tahun 1999-2003 ... 61
24. Banyaknya gas yang terjual melalui pipa Kota Bogor ... 61
25. Jumlah emisi gas CO2 di Kota Bogor tahun 2010 – 2100 ... 62
27. Konsentrasi gas CO2 di 5 lokasi pengukuran siang dan malam
hari di bulan Februari 2006 ... 65
28. Konsentrasi gas CO2 ambien pada lokasi padat dan Kurang padat kendaraan bermotor ... 66
29. Luas lahan Kota Bogor berdasarkan keterbangunan tahun 2003 ... 67
30. Pemanfaatan lahan tahun 1996 dan rencana pemanfaatan lahan pada tahun 1999 – 2009 ... 68
31. Luas dan persentase tipe penutupan lahan pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor ... 69
32. Penggunaan lahan dan laju perubahannya tahun 2003-2005 ... 73
33. Lokasi dan luasan hutan kota di Kota Bogor ... 74
34. Parameter-parameter turunan: efisiensi kuantum, laju fotosintesis maksimum dan respirasi ... 77
35. Kemampuan rosot gas CO2 per m2 daun ... 79
36. Hasil pengukuran massa karbohidrat 5 jenis tanaman ... 79
37. Kemampuan rosot gas CO2 dengan metode karbohidrat ... 80
38. Uji beda nilai tengah dengan menggunakan uji-t ... 80
39. Massa karbohidrat pada ranting dan daun yang diambil pada pukul 05.00 dan 10.00 ... 81
40. Daya rosot gas CO2 oleh tanaman di Kebun Raya Bogor ... 82
41. Daya rosot gas CO2 oleh tanaman di Hutan Penelitian Dramaga ... 83
42. Panjang, lebar dan kerapatan stomata tumbuhan di Kebun Raya Bogor ... 84
43. Panjang dan lebar serta kerapatan stomata pada daun tumbuhan di areal Hutan Penelitian Dramaga ... 85
44. Hubungan antara nilai rosot gas CO2 dengan stomata ... 86
45. Beberapa jenis bahan radioaktif dan efek yang ditimbulkan ... 91
46. Daya rosot gas CO2 dan klasifikasi daya rosot tanaman di Kebun Raya Bogor dan di Hutan Penelitian Dramaga ... 92
vi DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peningkatan konsentrasi gas CO2 tahun 1960 – 2005... 7
2. Emisi gas CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen 21
3. Fluktuasi suhu udara dari tahun 1860 – 2000 ... 22
4. Pengaruh peningkatan konsentrasi gas CO2 pada laju asimilasi
tanaman kedelai... 28
5. Hubungan antara suhu daun dengan laju asimilasi tanaman
kedelai ... 28
6. Diagram simpal yang menggambarkan hubungan keterkaitan
antara jumlah penduduk, penggunaan bahan bakar minyak dan
gas, ruang terbuka hijau dan kebutuhan hutan kota ... 37
7. Analisis input-output pembangunan dan pengembangan hutan
kota di Kota Bogor ... 38
8. Rancang bangun penelitian ... 39
9. Proses serapan gas CO2, pembentukan karbohidrat di
dalam daun dan beberapa proses metabolisme lainnya ... 46
10. Perkembangan jumlah kendaraan angkutan kota,
angkutan perkotaan, angkutan kota dalam propinsi dan
angkutan kota antar propinsi tahun 1999 – 2003 ... 56
11. Emisi gas CO2 di Kota Bogor tahun 2006 ... 62
12. Rerata jumlah mobil yang melewati 5 jalur lokasi penelitian
selama 1 minggu pada (a) musim kemarau tahun 2006 dan
(b) musim penghujan tahun 2007... 64
13. Foto vegetasi hutan kota di (a) Hutan Penelitian Dramaga
dan (b) Kebun Raya Bogor ... 70
14. Foto vegetasi non hutan kota di (a) Jalur hijau di Jalan
Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur (b) Jalur hijau
di Jalan Heulang, Kecamatan Tanah Sareal ... 70
15. Foto vegetasi non hutan kota di (a) pemakaman di Dreded,
Kecamatan Bogor Selatan (b) Kebun Pembibitan di Sempur,
16. Foto sawah di (a) dan (b) Balumbangjaya, Kecamatan Bogor Barat
(c) Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat... 71
17. Foto semak dan rumput di (a) Halaman Istana Bogor di Kebun Raya Bogor, Kecamatan Bogor Tengah (b) Jalan Malabar, Kecamatan Bogor Tengah (c) Semak di Menteng, Kecamatan Bogor Barat ... 72
18. Perubahan perimbangan persentase ruang terbuka hijau dan ruang terbangun ... 73
19. Kurva respon cahaya pada Jati (T. grandis) ... 75
20. Kurva respon cahaya pada Kenari (C. commune) ... 75
21. Kurva respon cahaya pada Mangga (M. indica) ... 76
22. Kurva respon cahaya pada Sawo duren (C. cainito) ... 76
23. Kurva respon cahaya pada Tanjung (M. elengi) ... 77
24. Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO2, dan (b). Luasan RTH ... 87
25. Fluktuasi konsentrasi gas CO2 yang diukur pada menara dengan ketinggian 496 m di Kota Carolina Utara ... 89
26. Konsentrasi gas CO2 yang terus bertambah, walau sebagian telah dibersihkan oleh air hujan ... 96
27. Kebutuhan luasan hutan kota dengan tanaman berdaya rosot sangat tinggi (ha) ... 97
28. Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO2, (b). Luas RTH dan (c). Daya RTH ... 98
29. Konsentrasi CO2 ambien hasil simulasi dari tahun 2005 – 2095. (a) Tanpa penambahan luasan HK, (b) Dengan penambahan luasan HK ... 99
30. Hasil Simulasi. (a). Kebutuhan jumlah bibit dan perkembangannya (b). Kebutuhan luasan HK dengan jenis berdaya rosot sangat tinggi.. ... 100
31. (a). Jumlah bibit dan perkembangannya. (b). Luasan hutan kota yang diperlukan dengan penggunaan tanaman berdaya rosot tinggi ... 101
viii 33. Kebutuhan luasan HK pada berbagai upaya penghematan
bahan bakar. (a). Penghematan 10%, (b). Penghematan 20%
dan (c). Penghematan 30% ... 103
34. Kebutuhan luasan hutan kota pada skenario:
(a) Pengkayaan pada areal bervegetasi jarang
(b). Upaya gabungan ... 104
35. Skenario bangunan 2 lantai : (a). Perkembangan jumlah
penduduk, (b). Kebutuhan luasan hutan kota ... 106
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lokasi pengambilan sampel gas CO2 ambien ... 121
2. Rincian data Power Analyst dari Powerdesigner 6.0 ... 122
3. Diagram alir Powersim ... 132
4. Data masukan yang digunakan dalam model ... 135
5. Hasil simulasi grafik pertambahan jumlah penduduk dan luasan lahan terbangun ... 139
6. Jumlah emisi gas CO2 ... 140
7. Foto stomata dan daun tanaman di Kebun Raya Bogor ... 141
8. Foto stomata dan daun tanaman di Hutan Penelitian Dramaga ... 153
9. Ukuran panjang, lebar dan kerapatan stomata hasil penelitian Agustini (1994) ... 157
10. Hasil perhitungan hubungan antara rosot dengan panjang, lebar dan kerapatan stomata tanaman di Kebun Raya Bogor dengan menggunakan program Datafit 8.2.79 ... 161
11. Hasil perhitungan hubungan antara rosot dengan panjang, lebar dan kerapatan stomata tanaman di Hutan Penelitian Dramaga dengan menggunakan program Datafit 8.2.79 ... 163
12. Perangkat ADC LCA-4 yang digunakan untuk mengukur daya serap CO2 ... 167
13. Foto alat kromatografi gas ... 169
14. Foto pengambilan sampel CO2 ambien di beberapa lokasi yang padat kendaraan bermotor ... 170
15. Keadaan ruang terbuka hijau kota di setiap kecamatan di Kota Bogor pada tahun 2005 ... 172
16. Jenis-jenis tanaman pada beberapa bentuk ruang terbuka hijau di Kota Bogor ... 188
17. Jenis taman, lokasi dan fungsinya ... 204
18. Sebaran dan luas taman di Kota Bogor berdasarkan hasil pengolahan citra Iconos Januari tahun 2004 ... 216
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota merupakan pusat berbagai kegiatan yakni: pemerintahan, perdagangan,
pendidikan, permukiman dan kegiatan lainnya dengan intensitas dan jumlah
kegiatan yang sangat tinggi dengan mata pencaharian penduduknya tidak lagi
bertumpu pada sektor pertanian, melainkan pada sektor perdagangan dan jasa.
Dalam Imendagri No. 14 Tahun 1983, kota didefinisikan sebagai suatu pusat
permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan, wilayah
administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta permukiman yang
telah memperlihatkan watak dan ciri perkotaan, sedangkan kawasan perkotaan
adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi
(PerMendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan).
Peningkatan jumlah penduduk kota yang disertai dengan meningkatnya
berbagai kegiatan di kota, mengakibatkan kualitas lingkungan kota menjadi
semakin menurun. Oleh karena kota merupakan tempat terakumulasinya
sumberdaya manusia dengan berbagai aktivitasnya yang sangat penting dalam
menentukan kekuatan dan masa depan bangsa, maka kualitas lingkungan kota
harus mendapat perhatian yang utama.
Kota dan kabupaten jumlahnya di Indonesia sebanyak 416 (Malarangeng
2006). Jika kota dan kabupaten kualitas lingkungannya rusak, maka kesehatan dan
produktivitasnya pun akan menurun, sehingga kekuatan bangsa dapat menurun
dan masa depan bangsa pun akan menjadi suram. Hal ini harus dicegah agar
kota-kota yang saat ini ada dapat tetap lestari keberadaannya, bahkan dapat berfungsi
dengan maksimal sebagai pusat berbagai kegiatan. Namun pada kenyataannya
saat ini, manusia modern di kota secara sadar atau pun tidak telah menyisihkan
hutan dan pepohonan. Lingkungan hidup manusia yang hidup di kota yang semula
berhutan atau berpepohonan kini sudah menjadi berkurang luasan dan jumlah
dari tahun ke tahun yang mengakibatkan kualitas lingkungan kota menjadi
semakin menurun. Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya kadar
gas CO2 di udara akan menjadikan lingkungan kota menjadi lingkungan yang
tidak sehat.
Pada lingkungan yang tidak tercemar, konsentrasi oksigen dan
karbon-dioksida masing-masing sekitar 20,95% dan 0,03% (300 ppmv). Konsentrasi gas
CO2 pada masa sebelum maraknya industri sebesar 275 ppmv sedangkan pada
masa sekarang konsentrasinya sebesar 350 ppmv. Jika laju penambahan
penggunaan bahan bakar minyak dan gas tidak berubah, maka dalam kurun waktu
60 tahun mendatang konsentrasi gas CO2 akan meningkat menjadi 550 ppmv.
Perubahan konsentrasi gas ini dari 275 menjadi 550 ppmv akan mengakibatkan
peningkatan suhu udara sebesar 5oF (2,78oC) (Http://www.physics.uci.edu/ ~silverma/resourxces.ppt. 2007). Sementara Keeling dan Whorf (2005)
menya-takan dari pantauan yang dilakukan pada 4 buah menara dengan ketinggian 7
meter dan 1 buah menara dengan ketinggian 27 meter di Mauna Loa, Hawaii
menunjukkan bahwa konsentrasi gas ini pada tahun 1959 sebesar 315,98 ppmv
dan pada tahun 2004 menjadi 377,38 ppmv (http://en.wikipedia.org/ wiki/Carbon
dioxide 2006). Oleh sebab itu konsentrasi gas ini di atmosfer harus diturunkan ke
tingkat yang aman yakni 300 - 350 ppm.
Saat ini banyak dibicarakan masalah sequestration dan sink. Sequestration
didefinisikan sebagai removing carbon dioxide from the air atau process of
increasing carbon content of a carbon pool other than atmosphere, sedangkan
sink didefinisikan sebagai any process or mechanism which removes a greenhouse
gas from the atmosphere (Wikipedia 2005).
Telah dijelaskan bahwa konsentrasi gas CO2 di atmosfer terus meningkat.
Peningkatan kadar gas CO2 di udara sebagian besar berasal dari pembakaran
bahan bakar minyak dan gas. Penambahan gas ini sebesar 7,81 Gt (7,81x109 ton) CO2 setara dengan 2,13 Gt Karbon akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1
ppmv CO2 (Trenbeth 1981) dalam (CDIAC 2005).
Gas CO2 memiliki berat jenis 1,5 kali lebih besar daripada udara, merupakan
salah satu gas rumah kaca yang kemudian mengakibatkan pemanasan global.
3 sekitar 1oC. Hal ini disebabkan karena gas ini mampu menyerap gelombang panjang yang panjangnya 4.26 µm (asymmetric stretching vibrational mode)
(http://www. wikipedia-mirror.co.za/wiki/Infrared_spectroscopy 2006).
Akibat adanya pemanasan global, flora dan fauna yang sensitif terhadap
perubahan suhu udara akan bergerak ke arah kutub atau ke tempat yang lebih
tinggi. Peningkatan suhu sebesar 1oC akan mengakibatkan satwa liar pindah sejauh 100-150 km mendekati kutub atau 150 m ke tempat yang lebih tinggi
(http://mason.gmu.edu/~klargen/111lectclimatechange.htm 2006).
Pengaruh buruk lainnya akibat dari pemanasan global adalah cuaca menjadi
lebih ekstrim, meningkatnya evapotranspirasi, meningkatnya suhu udara dan
permukaan air laut serta mudah terjadinya kebakaran hutan dan kelangkaan air
(http://en.wikipedia.org/wiki/Effects_of_global_warming 2006). Selain dari
baha-ya baha-yang telah disebutkan di atas, pemanasan global juga akan mengakibatkan
mencairnya es di kutub, sehingga mengakibatkan naiknya permukaan air laut dan
tenggelamnya kota-kota pantai. Dampak ini akan sangat dirasakan pada daratan
dan pulau kecil yang terletak pada 40o - 70o LU (Landsberg dan Gower 1997). Metro TV pada tanggal 18 Agustus menyiarkan bahwa kutub Selatan mengalami
penyusutan permukaan es yang terparah. Jika hal ini dibiarkan, maka diperkirakan
es yang menyelimuti kutub Selatan akan hilang pada tahun 2030.
Dampak negatif lainnya akibat dari tingginya kadar CO2 di udara ambien
adalah menurunnya tingkat kesehatan manusia. Gas ini bersifat asfiksian dan
iritan (http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_dioxide 2006). Asfiksian artinya gas
ini mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen, seolah-olah kadar oksigen di udara
sangat rendah, padahal konsentrasi gas oksigen di udara masih tetap sekitar
20,95%. Jika gas CO2 dihirup oleh manusia dalam jangka waktu yang sangat
lama, maka akan mengakibatkan rendahnya kadar oksi-hemoglobin (Hb-O2) dan
sebaliknya kadar asam karbonat (H2CO3) dan karbamino-hemoglobin (Hb-CO2)
di dalam darah akan meningkat. Hal ini karena daya ikat (afinitas) gas CO2
dengan hemoglobin lebih kuat 20 kali daripada afinitas gas O2 dengan
hemoglobin (http://people.eku.edu/ritchisong/301notes6.htm 2005, http://www/
msnencarta/respiratorysystem.mh1 2005 dan http://www.cdli.ca/~dpower/resp/
oleh terhirupnya gas ini pada konsentrasi yang tinggi adalah timbulnya rasa asam
di dalam mulut dan rasa sakit pada rongga hidung dan saluran tenggorokan
(Http://www.indopedia.org/carbon_dioxide.html 2006), sebagai akibat dari
larut-nya gas ini dalam cairan yang melapisi permukaan kedua organ itu yang
kemu-dian membentuk asam karbonat (H2CO3) yang dapat mengiritasi lapisan
permuka-an pada salurpermuka-an hidung dpermuka-an tenggorokpermuka-an. Oleh sebab itu, Aerias (2005)
menyata-kan batas aman konsentrasi ambien gas ini di udara luar adalah 700 ppmv dan di
dalam ruangan antara 300 – 500 ppmv. Sedangkan OSHA dalam Indopedia
(2006) menyatakan konsentrasi gas ini di dalam lingkungan kerja sebaiknya
kurang dari 5.000 ppmv. Lebih lanjut OHSA (2006) menyatakan bahwa pada
konsentrasi 30.000 ppmv (3%), para pekerja diperbolehkan mendapat paparan
kurang dari 10 menit saja.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa gas CO2 dapat menyebabkan
pemanasan global dan rusaknya ekosistem darat dan laut serta dapat menurunkan
kesehatan manusia yang dianggap sangat merugikan, maka konsentrasi gas CO2 di
udara ambien harus diupayakan tidak terus bertambah naik. Salah satu upaya yang
dapat ditempuh di lingkungan kota dan perkotaan adalah program hutan kota dan
penghijauan. Hutan kota, taman kota, peneduh jalan, sawah, kebun dan beberapa
bentuk ruang terbuka hijau lainnya dapat menyerap gas ini melalui proses
fotosintesis. Namun pada kenyataannya dalam dekade belakangan ini, luasan
ruang terbuka hijau dalam bentuk sawah, ladang dan kebun terus berkurang,
karena berubah menjadi permukiman dan areal terbangun lainnya sedangkan di
lain pihak penggunaan bahan bakar minyak dan gas sebagai pengemisi gas CO2
pun terus bertambah. Oleh sebab itu, perlu penambahan luasan hutan kota sebagai
5 Kota Bogor mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena:
1. Merupakan pendukung ibu kota negara,
2. Merupakan pusat pendidikan dan juga pusat penelitian pertanian,
3. Tempat rekreasi dan jasa perdagangan,
4. Selain merupakan daerah permukiman untuk warga Kota Bogor sendiri,
juga untuk penglaju (commutter) yang bekerja di DKI Jakarta, dan
5. Merupakan salah satu daerah tangkapan air untuk DKI Jakarta.
Walaupun Kota Bogor mempunyai kedudukan yang penting sebagai
pe-nyangga ibu kota negara, namun pada kenyataannya belakangan ini, Kota Bogor
merupakan pengemisi polutan udara yang semakin penting. Kota ini dijuluki
dengan "Kota sejuta angkot". Konsentrasi polutan udara yang terukur pada tahun
2001-2003 terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi pencemar udara di Kota Bogor tahun 2001 - 2003
Polutan SO2 CO NO2 03 HK Pb TSP NH3 H2S
Satuan µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3
Baku
Mutu 365 10.000 150 235 160 2 230 2000 24
Pertigaan Pancasan
2001 15,29 tt 2231 tt tt tt 175 0,09 7,28
2002 22,68 514,5 68,68 132 10,75 0,11 483,76 0 9,06
2003 29,66 772,4 92,81 127,4 11,12 1,98 276,7 0,04 tt
Pertigaan Jembatan Merah
2001 6,11 tt 15,21 tt tt tt 225 0,09 7,28
2002 15,75 429,52 51,98 26,4 6,22 0,06 203,11 0 tt
2003 28,92 854,79 157,78 103,2 12,28 0,92 269,73 0,07 4,23
Pertigaan Jalan Mawar
2001 11,1 tt 15,2 tt tt tt 150 0,05 3,21
2002 19,21 487,11 53,83 4,41 7,82 0,1 273,5 0 2,28
2003 2932 758,96 92,81 9,88 13,01 0,71 229 0,05 2,04
Pertigaan Jambu Dua
2001 9,11 tt 16,25 tt tt tt 281 0,04 5,11
2002 45,75 512,42 167,06 6,62 7,65 0,08 189,78 0 339
2003 30,73 612,25 51,05 153,2 13,26 0,79 207,69 0,08 4,23
Pertigaan Tugu Kujang
2001 3,21 tt 15,22 tt tt tt 200 0,01 3,17
2002 22,28 511,39 74,25 22,1 1138 0,09 139,11 0 433
2003 31,62 645,34 64,97 144,2 10,24 0,96 11534 0,12 236
Keterangan: tt = tidak terukur
Sedangkan Santosa telah meneliti kandungan polutan udara di beberapa
tempat di Kota Bogor tahun 2003 dan 2004. Hasil dari penelitiannya dapat
disimpulkan bahwa kandungan polutan udara masih berada di bawah baku mutu,
namun di Baranang Siang sudah hampir mendekati baku mutu udara. Sebagian
data dari hasil penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi polutan udara di Kota Bogor tahun 2003 dan 2004
No. Lokasi
Musim Hujan Tahun 2003
Musim Kemarau Tahun 2004
SO2 NO2 CO SO2 NO2 CO
1. Jl. Jend. Sudirman 21,49 59,01 7,50 22,24 62,94 7,24
2. Jl. Merdeka 5,63 25,08 3,25 5,87 26,36 3,10
3. Jl. Kapten Muslihat 7,90 23,51 4,00 8,52 25,39 4,89
4. Babakan 23,12 67,35 8,13 23,40 71,62 8,47
5. Cimahpar 14,76 34,82 5,00 16,92 37,12 3,82
6. Baranangsiang 24,35 72,42 9,75 24,81 73,96 8,98
7. Pasar Bogor 18,63 49,16 8,13 19,06 50,74 8,74
8. Empang 12,76 45,52 5,63 12,20 48,57 6,04
9. Lawang gintung 20,51 54,64 8,13 22,16 53,90 9,06
Sumber: Santosa (2004).
Dari data yang terdapat pada kedua tabel di atas dapat dinyatakan bahwa
kualitas lingkungan udara di Kota Bogor semakin terancam dan semakin
meng-khawatirkan. Oleh sebab itu, perlu penanganan masalah lingkungan sejak dini,
agar masalah lingkungan Kota Bogor dapat diatasi dan diantisipasi dengan baik.
Sesungguhnya, pembakaran bahan bakar minyak dan gas selain menghasilkan
pencemar udara juga menghasilkan gas CO2. Konsentrasi gas ini semakin
meningkat dengan semakin meningkatnya populasi dan macam ragam kegiatan
manusia yang banyak membutuhkan bahan bakar minyak dan gas. Pada tahun
2000 konsentrasi gas ini yang terukur di Mauna Loa, Hawaii sebesar 370 ppmv
Tabel 3. Luasan taman dan jalur hijau di Kota Bogor tahun 1999 - 2002
No Kecamatan Luasan (m
2
)
1999 2002
1 Bogor Selatan 9.228 4.634
2 Bogor Timur 46.791 6.559
3 Bogor Utara 7.383 23.232
4 Bogor Tengah 57.198 44.716
5 Bogor Barat 6.987 9.614
6 Tanah Sareal 29.101 13.091
Jumlah 156.689 101.848
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor (2004)
Kondisi ruang terbuka hijau di luar sawah dan kebun di dalam Kota Bogor
pada tahun 2006 yang tidak berbeda keadaannya dengan tahun 2004 dapat dilihat
pada Tabel 4 di bawah ini. Berbagai bentuk ruang terbuka hijau dan
karakteristik-nya pernah diteliti tahun 2004. Hasil penelitiankarakteristik-nya dapat dilihat pada lampiran 15,
16, 17, 18 dan 19.
Tabel 4. Luasan beberapa bentuk ruang terbuka hijau di dalam Kota Bogor tahun 2004
No Lokasi Luas (m2)
1 Kebun Raya Bogor 870.000
2 Hutan Penelitian Dramaga/CIFOR 577.500
3 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 446.300
4 Istana Presiden 240.000
5 Lembaga Penelitian Kehutanan Gunung Batu 50.000
6 Taman kota 19.352
7 Taman Jalur 17.183
8 Jalur Hijau 81.432
9 Pohon Peneduh Jalan
a. Kec. Bogor Tengah b. Kec. Bogor Utara c. Kec. Bogor Selatan
d. Kec. Bogor Timur
e. Kec. Bogor Barat f. Kec. Tanah Sareal
3.534 pohon 132 pohon 968 pohon 4.023 pohon 1.142 pohon 659 pohon
9 Permasalahan yang muncul adalah konsentrasi gas CO2 yang terus meningkat,
sejalan dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak dan gas,
sedang-kan di lain pihak kemampuan sink gas ini terus berkurang, karena menurunnya
luasan ruang terbuka hijau. Salah satu upaya untuk menekan laju pertambahan
konsentrasi gas ini di udara ambien adalah dengan menambah kapasitas sink-nya
dengan menambah luasan ruang terbuka hijau hutan kota.
Ruang terbuka hijau hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau
kota. Ruang terbuka hijau kota terdiri dari ruang terbuka hijau hutan kota dan
ruang terbuka hijau non hutan kota. Ruang terbuka hijau non hutan kota terdiri
dari: hutan, kebun, sawah serta semak dan rumput, sedangkan ruang terbuka hijau
hutan kota adalah areal bervegetasi pohon yang sudah dikukuhkan sebagai
kawasan hutan kota, untuk selanjutnya disebut hutan kota, sedangkan ruang terbuka hijau non hutan kota disebut ruang terbuka hijau saja. Pembahasan khusus tentang definisi hutan kota dapat dilihat pada Bab 2.9.
Alasan pemilihan hutan kota antara lain karena: (1). Mengingat sudah
dikukuhkan, maka alih fungsi lahan menjadi agak sulit. (2). Pembangunan hutan
kota mempunyai tujuan yang jelas dalam pengelolaan lingkungan. (3). Biomassa
daun yang banyak dapat meningkatkan kesejukan dan kenyamanan (Grey dan
Deneke 1978, Robinette 1983). (4). Hutan Kota tidak membutuhkan perawatan
yang intensif dibandingkan taman kota. Oleh sebab itu, dana yang diperlukan
untuk perawatan dan pemeliharaannya relatif murah. (5). Merupakan habitat yang
baik untuk burung dan satwa liar lainnya. (6). Mikroorganisme pada humus di
lantai hutan dapat menyerap gas CO (karbon monoksida) yang sangat beracun
bagi manusia dan hewan (Smith 1981) dan (6). Dapat mengurangi intensitas
bahaya hujan asam (Smith 1985 dan Koto 1991).
Luasan hutan kota di Kota Bogor saat ini 144,75 ha (1,22%), terdiri dari
Kebun Raya Bogor (87 ha) dan hutan penelitian Dramaga (57,75 ha). Dengan
semakin meningkatnya jumlah emisi gas CO2 sementara luasan ruang terbuka
hijau semakin menurun, maka dibutuhkan hutan kota. Hal ini dimaksudkan agar
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menentukan jumlah kebutuhan luasan
hutan kota sebagai sink gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas
dengan simulasi model sistem dinamik serta menentukan daya dukung
kepen-dudukan Kota Bogor berdasarkan analisis emisi dan sink gas CO2. Tujuan umum
ini dapat dicapai dengan melakukan beberapa sub-penelitian dengan tujuan
khusus:
(1). Menganalisis emisi gas CO2. Penelitian ini terdiri dari: estimasi
kebutuhan bahan bakar minyak dan gas, estimasi emisi gas CO2 dan
estimasi konsentrasi gas CO2 di masa yang akan datang.
(2). Menganalisis daya sink gas CO2 oleh pohon dan ruang terbuka hijau.
Penelitian ini terdiri dari: daya sink gas CO2 per pohon di Kebun Raya
Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga dan penghitungan daya sink oleh
berbagai bentuk ruang terbuka hijau yang terdiri dari: areal bervegetasi
rapat, areal bervegetasi jarang, sawah, semak dan rumput.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah memberikan masukan baru bahwa kebutuhan luasan hutan kota
tidak statik tapi dapat secara dinamik sesuai dengan kuantitas permasalahan yang
diperkirakan akan muncul di masa yang akan datang. Beberapa keputusan
pemerintah tidak tegas menyatakan luasan hutan kota dapat berubah secara
dinamik. InMendagri No. 14 tahun 1988 menyatakan bahwa luasan ruang terbuka
hijau kota seluas 40%. Demikian juga dengan PP No. 63 tahun 2002 pasal 9 ayat
1 yang menyatakan bahwa luasan hutan kota minimal 10% dari luasan kota.
Sementara PP Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pasal 9 ayat 1
menyatakan luas ideal ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan minimal 20%.
Demikian pula dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang pada pasal 29 ayat 2 yang menyatakan ruang terbuka
hijau kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Selanjutnya pada ayat 3
dinyatakan ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.
Manfaat lainnya dari penelitian ini adalah merupakan bahan masukan untuk
11 2009 – 2014 dalam menunjang visi Kota Bogor: ”Sebagai kota jasa yang nyaman
dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah”. Visi sebelumnya adalah
”Kota Bogor sebagai kota dalam taman yang berwawasan lingkungan menuju
kota internasional dan kota jasa”.
Oleh karena hutan kota dapat bertindak sebagai sink gas CO2, maka program
hutan kota dapat diusulkan untuk dipertimbangkan sebagai salah satu upaya
mitigasi meningkatnya konsentrasi gas CO2 dalam mekanisme pembangunan
bersih. Dengan dikembangkannya program hutan kota di Kota Bogor yang
mempunyai peluang bisnis perdagangan karbon, maka pengembangan program
hutan kota di Kota Bogor ke depan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan
pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bogor melalui bisnis perdagangan karbon.
1.4. Kebaharuan Penelitian
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan selama ini yaitu penentuan
luasan hutan kota menggunakan pendekatan nilai daya sink tanaman hutan kota
yang tetap yaitu daya sink tanaman tidak dipengaruhi oleh umur tanaman. Nilai
sink yang dipergunakan adalah nilai maksimum sink tanaman yang sudah dewasa.
Selain dari itu peranan ruang terbuka hijau masih belum dimasukkan dalam
perhitungan. Padahal hutan, kebun, sawah serta semak dan rumput semuanya itu
dapat berperan sebagai sink gas CO2.
Kebaharuan (novelty) dari penelitian ini adalah penentuan kebutuhan luasan
hutan kota dengan model sistem dinamik berdasarkan peubah: daya sink gas CO2
yang berubah-ubah sesuai umur pohon, jumlah populasi manusia yang terus
bertambah, terjadi persaingan kebutuhan antara lahan kota untuk lahan terbangun
dan lahan untuk hutan kota, emisi gas CO2 dari bahan bakar minyak dan gas dan
konsentrasi gas CO2 ambien yang terus meningkat, sementara luasan ruang
terbuka hijau dalam bentuk: areal bervegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah serta
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permodelan dan Simulasi
Dunia terdiri dari sistem yang sangat kompleks, dengan komponen sistem
yang sangat banyak, saling mempengaruhi dan saling bergantung antara satu
komponen sistem dengan komponen lainnya, sehingga manusia harus menghadapi
dan menanggulangi banyak masalah yang sangat rumit yang memerlukan
penanganan yang segera dan antisipatif. Untuk memecahkan masalah ini
dikembangkan Ilmu Sistem yang berkembang pesat belakangan ini. Ilmu Sistem
sering menggunakan model. Model dibuat menjadi lebih sederhana daripada dunia
nyata, sehingga manusia dapat lebih mudah untuk menanganinya (Saaty 1993).
Menurut Tamin (2000), model dalam ilmu sistem dapat dikategorikan menjadi 2
yakni: (1). Model dinamik, yakni model yang memiliki peubah waktu di
dalamnya, sehingga respons akan berubah dengan terjadinya perubahan waktu,
dan (2). Model statik, yakni model yang tidak memiliki peubah waktu.
Ilmu sistem dapat dipergunakan untuk membantu dalam membuat keputusan
yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur serta sulit diprediksi (Marimin 2005,
Saaty 1993 dan Tamin 2000). Masalah yang muncul saat ini tidak dapat
dipecah-kan dengan satu disiplin ilmu saja (Marimin 2005). Ilmu sistem dapat digunadipecah-kan
untuk memecahkan masalah yang saling berkait dan saling mempengaruhi. Selain
dari itu, ilmu sistem juga dapat digunakan untuk menganalisis kejadian
pertum-buhan eksponensial, pencapaian target (goal seeking), kurva Sigmoid dan Osilasi
berdasarkan simulasi dan permodelan yang didasarkan pada analisis pemecahan
masalah secara menyeluruh (Powersim Software 2003).
Menurut Kakiay (2004) penggunaan model dan simulasi mempunyai
keuntungan: (1). Menghemat waktu, (2). Dapat merentang-luaskan waktu, (3).
Dapat mengawasi sumber-sumber yang bervariasi, (4). Mengoreksi
kesalahan-kesalahan perhitungan, (5). Dapat dihentikan dan dijalankan kembali, (6). Besaran
konstanta sistem dapat diubah-ubah untuk melihat pengaruhnya. Sedangkan
kelebihan penggunaan model dan simulasi menurut Levin, Rubin, Stinson dan
Gardner (2002) adalah: (1). Satu-satunya metode uji-coba yang tersedia karena
pada lingkungan yang sesungguhnya sulit dilakukan uji-coba dan sulit diamati.
13 dibandingkan dengan uji coba sesungguhnya, (2). Percobaan dan pengamatan
pada sistem yang sebenarnya sangat mahal. Sebagai contoh pengoperasian pusat
komputer yang besar di bawah sejumlah alternatif operasi yang berbeda akan
sangat mahal untuk dijadikan uji coba, (3). Penggunaan model dan simulasi dapat
lebih cepat dilihat hasilnya, misalnya ketika mempelajari respons yang akan
terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang untuk melihat kecenderungan
populasi dunia ataupun hasil suatu metode silvikultur pada tanaman kehutanan
dengan skala waktu lebih dari 100 tahun, (4). Operasi dan pengamatan pada
sistem yang sesungguhnya mungkin akan sangat mengganggu komponen sistem
yang sangat ringkih, misalnya ketika membandingkan perubahan metode
pelayan-an di sejumlah rumah sakit boleh jadi akpelayan-an spelayan-angat menggpelayan-anggu kondisi pasien di
rumah sakit tersebut jika dilakukan uji coba sebenarnya.
Walaupun demikian, model dan simulasi menurut Levin et al. (2002)
memiliki kelemahan antara lain : (1). Hasil simulasi boleh jadi tidak persis sama
dengan dunia nyata, karena model mengandung sedikit atau banyak distorsi, (2).
Simulasi bukan merupakan proses optimasi dan tidak menghasilkan jawaban,
tetapi hanya memberikan suatu kumpulan tanggapan sistem atas berbagai kondisi
operasi dan kelemahan yang sulit diukur, (3). Model simulasi yang sangat bagus
mungkin sangat mahal dan mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk
mengembangkan model canggih yang sangat kompleks dengan hasil yang sangat
ideal.
Model yang dibangun harus mirip dengan sistem nyata. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan uji verifikasi dan validasi model. Uji verifikasi adalah proses
peme-riksaan apakah logika operasional model sudah sesuai dengan logika. Melalui uji
verifikasi dapat dilakukan pemeriksaan apakah program komputer yang sudah
disusun menghasilkan simulasi data yang sesuai dengan yang diinginkan.
Sedangkan uji validasi merupakan uji dari model yang telah dibuat yang bersifat
konseptual apakah merupakan representasi dari dunia nyata (http://library.
gunadarma.ac.id/files/disk1/9/jbptgunadarma-gdl-course-2005-timpengaja-427-ve
rifika-i.doc). Berikut ini disajikan matriks perbandingan verifikasi dan validasi
Tabel 5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji verifikasi dan validasi model
Model Verifikasi Validasi
Konseptual
-
Apakah model mengandung semua elemen, kejadian dan relasi yang sudah sesuai ?
Apakah model dapat menjawab pertanyaan pemodelan ?
Logika
Apakah kejadian sudah dapat direpresentasikan dengan benar ?
Apakah model memuat semua kejadian yang ada pada model konseptual ?
Apakah rumus matematika dan relasinya sudah benar ? Apakah ukuran statistik dapat dirumuskan dengan benar ?
Apakah model memuat semua relasi yang ada dalam model konseptual ?
Komputer atau simulasi
Apakah kode komputer memuat semua aspek logika ?
Apakah model komputer merupakan representasi dan miniatur dari sistem nyata ? Apakah statistik dan rumus
dihitung dengan benar ? Apakah model
mengandung kesalahan pengkodean ?
Dapatkah model komputer menduplikasi kinerja sistem dalam dunia nyata ?
Apakah output model komputer mempunyai kredibilitas dengan ahli sistem dan pembuat
keputusan ?
Sumber: (http://library.gunadarma.ac.id/files/disk1/9/jbptgunadarma-gdl-course-2005-timpengaja-427-verifika-i.doc)
Sushil (1993) mengatakan bahwa sebelum hasil simulasi model dapat
dipergunakan untuk membantu dalam menentukan kebijakan, terlebih dahulu
perlu dilakukan validasi struktur model dan validasi perilaku tanggap (respon)
yang dihasilkan dari struktur model yang telah dibuat. Lebih lanjut Sushil (1993)
menyatakan dalam kasus-kasus tertentu validasi model secara kuantitatif bukan
satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk menguji apakah model yang dibuat
sudah baik. Sushil (1993) kemudian menjelaskan bahwa validasi struktur model
meliputi:
1. Uji kelayakan (suitability test). Uji ini untuk menjawab apakah struktur
15 2. Uji konsistensi dimensi (ukuran). Uji ini dimaksudkan untuk menelaah
apakah satuan dimensi yang dipergunakan dalam persamaan di sebelah
kiri sudah sama dengan dimensi yang ada di sebelah kanan.
3. Uji kondisi ektrim. Uji ini untuk menelaah jika masukannya bernilai nol,
maka hasil simulasinya juga harus nol.
2.2. Bahan Bakar Minyak dan Gas
Peradaban manusia membutuhkan bahan bakar minyak yang diperoleh
dari minyak bumi. Fraksi minyak bumi setelah didestilasi berdasarkan titik
didihnya dapat dibedakan menjadi bahan bakar minyak dan gas seperti terlihat
pada Tabel 6. Bahan bakar khususnya untuk transportasi di Kota Bogor adalah
bensin dan solar. Pada awalnya, komponen utama bensin adalah iso-oktana
(C8H18) dan heptana (C7H16), sedangkan komponen utama solar adalah setana
(C16H34) dan α-metil naftalena (C10H7-CH3).
Tabel 6. Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi
Titik Didih Jumlah Atom Karbon Jenis Bahan Bakar
< 20 C1 - C4 Gas alam
20 – 60 C5 – C6 Petroleum eter
60 – 100 C6 – C7 Nafta ringan
40 – 200 C5 – C10 Bensin
175 – 325 C12 – C18 Minyak tanah dan solar
250 – 400 C > 12 Minyak diesel
Sumber: Holum 1975 (dalam Holum 1977)
2.2.1. Bahan Bakar Konvensional
Bahan bakar konvensional yang banyak dipergunakan saat ini adalah
bensin, solar, minyak tanah dan LPG. Khusus untuk keperluan transportasi di
Kota Bogor bahan bakar minyak yang umum dipergunakan adalah bensin dan
solar. Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam bensin dan solar selengkapnya
Tabel 7. Kandungan kimia dalam solar dan bensin
Komponen Rumus Kimia Kelas Hidrokarbon Persentase
Bensin
Alifatik-rantai lurus C7H16 Heptana 30 %
Alifatik-bercabang C8H18 Iso oktana 30 %
Alifatik-siklik C5H12 Siklo pentana 20 %
Aromatik C6H6 – CH5 Etil bensena 20 %
Solar
Antrasen C14H10 Aromatik 3 %
1-Pentilnaptalen C15H18 Aromatik 15 %
n-nonilsikloheksan C15H30 Naftalen 32 %
n-desilsikloheksan C15H30 Naftalen 11 %
n-Pentadekan C15H32 n-Parafin 23 %
2-Metiltetradekan C15H32 Iso parafin 16 %
Sumber : Yuliani (2004).
Selain solar juga digunakan minyak diesel. Solar biasa digunakan untuk
mesin dengan putaran tinggi, sedangkan minyak diesel digunakan untuk mesin
dengan putaran rendah (Karyanto 2000 dan PT Pertamina 2006a). Lebih lanjut
Karyanto (2000) menyatakan bahwa solar digunakan untuk motor putaran tinggi
(di atas 1000 rpm), sedangkan minyak diesel digunakan untuk mesin stasioner
yang bekerja dengan putaran rendah sampai sedang antara 300 – 1.000 rpm (PT
Pertamina 2006b).
Minyak tanah banyak dipergunakan untuk masak di dapur, khususnya
pada golongan masyarakat menengah ke bawah. Bahan bakar ini mempunyai titik
didih antara 150 °C - 300 °C (PT Pertamina 2006c). Pada saat ini untuk keperluan
masak-memasak selain minyak tanah banyak juga dipergunakan LPG (liquid
petroleum gas). Di Indonesia bahan bakar ini lebih dikenal dengan nama Elpiji.
Bahan bakar ini terdiri dari propana (C3H8) dan butana (C4H10). Komposisi
propana dan butana dalam LPG di Indonesia adalah sekitar 30 : 70 yang dikemas
dalam tabung dengan tekanan 5 bar (Kompas Cyber Medya 2004 dan PT
17
2.2.2. Bahan Bakar Nir-konvensional
Bahan bakar minyak nir-konvensional yang kini mulai marak mendapat
perhatian adalah gasohol dan biodisel. Gasohol merupakan campuran bensin
dengan alkohol. Gasohol 10 adalah campuran 90% bensin dan 10% etanol,
sedangkan gasohol 3 adalah campuran 97% bensin dengan 3% metanol.
Bahan bakar lainnya yang prospektif adalah biodiesel. Biodiesel di
Amerika umumnya berasal dari minyak kedelai dan minyak jelantah (used frying
oil), sedangkan biodisel di Indonesia berasal dari minyak sawit yang diubah
melalui proses esterifikasi dan trans-esterifikasi. Esterifikasi adalah proses
pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis asam sulfat.
Sedangkan trans-esterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ketil atau
etil ester dengan mereaksikan ester karboksilat yang berupa trigliserida dengan
metanol dengan katalis KOH (Mariana 2005 dan Hambali et al., 2007).
2.3. Emisi Gas CO2
Emisi gas CO2 di kota sebagian besar berasal dari kegiatan transportasi.
Kota Bogor yang terkenal dengan ”Kota Sejuta Angkot” terancam oleh polutan
udara dan gas CO2. Syakuroh (2004) telah melakukan penelitian di Kabupaten
Bogor. Ternyata emisi gas CO2 di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun terus
meningkat. Data selengkapnya dari penelitian yang dilakukan oleh Syakuroh
(2004) dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Emisi gas CO2 dari kegiatan transportasi dan proyeksi perkiraannya di
Kabupaten Bogor (x 106 ton)
No Tahun Emisi Gas CO2
1. 2000 4,35
2. 2001 4,60
3. 2002 5,29
4. 2003 6,42
5. 2004 7,99
6. 2005 10,01
7. 2006 12,46
8. 2007 15,36
Kota Bogor yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten
Bogor, kondisi lingkungannya sama-sama terancam seperti halnya Kabupaten
Bogor. Penggunaan bahan bakar berupa bensin dan solar serta LPG menghasilkan
gas CO2 yang akan meningkat terus sejalan dengan meningkatnya penggunaan
bahan bakar minyak dan gas. Jika terjadi penambahan 2,13 GT C setara dengan
7,81 GT CO2 akan mengakibatkan kandungan CO2 ambien meningkat sebesar 1
ppm (Trenbeth 1981 dalam CDIAC 2005). Perhitungan ini diperoleh dengan
menghitung nilai massa udara sebesar 5,137 x 106 Gt.
2.4. Karakteristik Gas CO2
Gas CO2 adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa
(Holum 1977). Karakteristik fisik-kimiawi gas ini adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Karakteristik fisik-kimiawi gas CO2
Karakteristik Fisik-kimiawi
Nama Karbon dioksida
Rumus Kimia CO2
Berat molekul 44
Kenampakan Tak berwarna dan tidak berasa
Titik cair 216 oK(-570C)
Titik Sublimasi 195 oK (-780C)
Densitas 1,98 kg/m3 (gas pada 298 oK)
Kelarutan 1,45 mg per kg air
Sumber: CDIAC (2005)
Secara alami gas ini dihasilkan dari letusan gunung berapi, perombakan
bahan organik dan respirasi tumbuhan serta hasil pernapasan manusia. Selain dari
itu, gas ini juga dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar minyak dan gas
yang banyak dipergunakan di kota. Setiap jenis bahan bakar yang dipergunakan
menghasilkan jumlah emisi gas CO2 yang berbeda-beda. Rincian emisi gas yang
19 Tabel 10. Emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar
No Jenis Bahan Bakar Jumlah Emisi Satuan
1 Bensin 2,31 kg/lt
2 Solar 2,68 kg/lt
3 Minyak tanah 2,52 kg/lt
4 LPG 1,51 kg/kg
5 LNG 1,78 kg/m3
6 Minyak Diesel 3,09 kg/lt *)
7 Gas pipa 1,89 kg/m3 *)
Sumber: DEFRA (2005) dan The National Energy Foundation (2005) *) Jaques (1992).
Walaupun tidak dimasukkan dalam sistem, sesungguhnya manusia yang
hidup juga menghasilkan gas CO2. Komposisi gas yang dihirup maupun yang
dihembuskan dari pernapasan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Komposisi gas CO2 dan uap air pada hirupan dan hembusan napas (%)
No Jenis Gas Hirupan Hembusan
1 O2 20,71 14,6
2 CO2 0,04 4,0
3 H2O 1,25 5,9
Sumber: http://www.sirinet.net/~jgjohnso/respiratory.html, 2005.
Rerata manusia bernapas dalam keadaan sehat dan tidak banyak bergerak
sebanyak 12 - 18 kali per menit yang banyaknya sekitar 500 ml udara pada setiap
tarikan napas (Http://www/msnencarta/respiratorysystem.mh1 2005). Jadi
manu-sia membutuhkan sebanyak 6 – 9 liter udara dalam waktu 1 menit atau 360 - 540
liter dalam waktu 1 jam. Jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari pernapasan
manusia dalam satu jam sebanyak 39,6 g CO2 (Goth 2005).
2.5. Dampak Negatif Gas CO2
2.5.1. Dampak Negatif Gas CO2 terhadapManusia
Udara mengandung 20,95% oksigen. Ketika paru menghirupnya, oksigen
akan diserap masuk ke dalam darah dan membentuk oksi-hemoglobin sebanyak
98,5% dan sebanyak 1,5 % larut dalam plasma darah. Selain oksigen udara juga
darah dan sebagian lagi diikat oleh hemoglobin membentuk Hb-CO2
(karbamino-hemoglobin). Gas CO2 di dalam darah terdapat dalam tiga bentuk
(Http://www.niehs.nih.gov/oc/factsheets/ozone/ithurts. htm 2005):
• CO2 terlarut (10% dari seluruh gas CO2 yang masuk dalam sel darah). • CO2 + Hb Æ Hb-CO2 : karbamino-hemoglobin yang merupakan ikatan
hemoglobin dengan molekul CO2 (30%).
• CO2 + H2O Æ HCO3- : larut dalam plasma darah yang membentuk asam
bikarbonat, atas bantuan enzim karbonik anhidrase (60%).
Pada lingkungan yang konsentrasi gas CO2-nya tinggi gas ini dapat
mengancam kesehatan manusia (http://people.eku.edu/ritchisong/301notes6.htm
dan http://www.cdli.ca/~dpower/resp/exchange.htm#Cellular 2005 dan Aerias
2005). Lebih lanjut Aerias (2005) menyatakan bahwa kadar gas CO2 yang dapat
mengancam kesehatan manusia lebih dari 1,5%. Jika kadar gas ini melebihi 3%
dapat mengakibatkan gejala sakit kepala dan kelelahan yang disertai dengan napas
cepat, hilang kesadaran, bahkan kematian (http://www.health.state.mn.us/divs/eh/
air 2004) dan
http://www.ccohs.ca/oshanwers/chemicals/chem_profiles/carbon-dioxide/health_cd.html 2004). Oleh sebab itu, konsentrasinya di udara ambien
diusahakan tidak lebih dari 0,5%.
Dengan adanya kontaminan gas CO2, maka jumlah yang terlarut yang
dibawa oleh plasma darah menjadi semakin tinggi yang akan menggeser gas
oksigen, karena kelarutan gas ini 20 kali lebih kuat dari pada kelarutan gas
oksigen (Http://www.niehs.nih.gov/oc/factsheets/ozone/ithurts.htm 2005).
2.5.2. Dampak Negatif Gas CO2 terhadap Lingkungan Hidup
Selain gas ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia,
meningkatnya kandungan gas ini beserta gas rumah kaca lainnya seperti: CH4,
CFC, N2O dan O3 yang terdapat di udara ambien akan menahan radiasi balik
(reradiation) dalam bentuk gelombang panjang yang memiliki energi termis,
sehingga mengakibatkan naiknya suhu udara bumi melalui efek rumah kaca. Gas
CO2 dapat menahan sinar inframerah jauh dengan panjang gelombang 13 - 19 μm
(http://www.able2know.com/forums/about44061-0-asc-1980.html 2006),
21 Gas CO2 merupakan gas penyusun atmosfer yang konsentrasi di
ling-kungan yang tidak tercemar sebesar 0,03%. Oleh karena gas ini di lingling-kungan
yang tidak tercemar sekalipun ada namun konsentrasinya rendah, maka sebagian
ahli menyatakan gas ini bukan sebagai pencemar udara. Keberadaan gas ini di
alam selain untuk bahan baku fotosintesis juga gas ini dapat menahan radiasi balik
dalam bentuk gelombang panjang yang kemudian akan mengakibatkan suhu udara
bumi menjadi lebih hangat. Suhu rerata udara bumi sekitar 15oC (Stuart dan Costa 1998). Lain halnya jika di atmosfer bumi tidak ada gas CO2, maka suhu udara
bumi -18oC (Sinclair dan Gardner 1998). Keberadaan gas ini di atmosfer sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Masalah ini akan dibahas
kemudian pada Bab 2.6.
Walaupun kadar gas ini semula sangat rendah, namun konsentrasinya dari
tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1860 konsentrasinya 280 ppm, kemudian
pada tahun 1950 menjadi 306 ppm, tahun 1960 sebesar 313 ppm, tahun 1971
menjadi 321 ppm, tahun 1999 sebesar 345 ppm dan tahun 2004 menjadi 378 ppm.
Lebih jauh Stuart dan Costa (1998) menyatakan bahwa 75% pertambahan berasal
dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas (Gambar 2).
Gambar 2. Emisi gas CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_dioxide.
Diperkirakan nanti pada tahun 2100 konsentrasinya akan menjadi dua kali
lipat dari yang ada sekarang ini. Jika prediksi itu benar-benar terjadi, maka suhu
udara akan meningkat sebesar 1,0 – 5,5oC (Sinclair dan Gardner 1998). Pengaruh dari pemanasan global antara lain: cuaca menjadi lebih ekstrim, evapotranspirasi
meningkat, suhu udara meningkat, permukaan air laut meningkat, kebakaran
Emisi Karbon Global Juta