2.5.1. Dampak Negatif Gas CO2 terhadapManusia
Udara mengandung 20,95% oksigen. Ketika paru menghirupnya, oksigen akan diserap masuk ke dalam darah dan membentuk oksi-hemoglobin sebanyak 98,5% dan sebanyak 1,5 % larut dalam plasma darah. Selain oksigen udara juga mengandung gas CO2. Ketika udara dihirup gas CO2 akan larut ke dalam plasma
darah dan sebagian lagi diikat oleh hemoglobin membentuk Hb-CO2 (karbamino-
hemoglobin). Gas CO2 di dalam darah terdapat dalam tiga bentuk
(Http://www.niehs.nih.gov/oc/factsheets/ozone/ithurts. htm 2005):
• CO2 terlarut (10% dari seluruh gas CO2 yang masuk dalam sel darah).
• CO2 + Hb Æ Hb-CO2 : karbamino-hemoglobin yang merupakan ikatan
hemoglobin dengan molekul CO2 (30%).
• CO2 + H2O Æ HCO3- : larut dalam plasma darah yang membentuk asam
bikarbonat, atas bantuan enzim karbonik anhidrase (60%).
Pada lingkungan yang konsentrasi gas CO2-nya tinggi gas ini dapat
mengancam kesehatan manusia (http://people.eku.edu/ritchisong/301notes6.htm dan http://www.cdli.ca/~dpower/resp/exchange.htm#Cellular 2005 dan Aerias 2005). Lebih lanjut Aerias (2005) menyatakan bahwa kadar gas CO2 yang dapat
mengancam kesehatan manusia lebih dari 1,5%. Jika kadar gas ini melebihi 3% dapat mengakibatkan gejala sakit kepala dan kelelahan yang disertai dengan napas cepat, hilang kesadaran, bahkan kematian (http://www.health.state.mn.us/divs/eh/ air 2004) dan http://www.ccohs.ca/oshanwers/chemicals/chem_profiles/carbon- dioxide/health_cd.html 2004). Oleh sebab itu, konsentrasinya di udara ambien diusahakan tidak lebih dari 0,5%.
Dengan adanya kontaminan gas CO2, maka jumlah yang terlarut yang
dibawa oleh plasma darah menjadi semakin tinggi yang akan menggeser gas oksigen, karena kelarutan gas ini 20 kali lebih kuat dari pada kelarutan gas oksigen (Http://www.niehs.nih.gov/oc/factsheets/ozone/ithurts.htm 2005).
2.5.2. Dampak Negatif Gas CO2 terhadap Lingkungan Hidup
Selain gas ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia, meningkatnya kandungan gas ini beserta gas rumah kaca lainnya seperti: CH4,
CFC, N2O dan O3 yang terdapat di udara ambien akan menahan radiasi balik
(reradiation) dalam bentuk gelombang panjang yang memiliki energi termis, sehingga mengakibatkan naiknya suhu udara bumi melalui efek rumah kaca. Gas CO2 dapat menahan sinar inframerah jauh dengan panjang gelombang 13 - 19 μm
(http://www.able2know.com/forums/about44061-0-asc-1980.html 2006), sedang- kan menurut Sunu (2001) panjang gelombang yang diserap 12,5 - 17 μm.
Gas CO2 merupakan gas penyusun atmosfer yang konsentrasi di ling-
kungan yang tidak tercemar sebesar 0,03%. Oleh karena gas ini di lingkungan yang tidak tercemar sekalipun ada namun konsentrasinya rendah, maka sebagian ahli menyatakan gas ini bukan sebagai pencemar udara. Keberadaan gas ini di alam selain untuk bahan baku fotosintesis juga gas ini dapat menahan radiasi balik dalam bentuk gelombang panjang yang kemudian akan mengakibatkan suhu udara bumi menjadi lebih hangat. Suhu rerata udara bumi sekitar 15oC (Stuart dan Costa 1998). Lain halnya jika di atmosfer bumi tidak ada gas CO2, maka suhu udara
bumi -18oC (Sinclair dan Gardner 1998). Keberadaan gas ini di atmosfer sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Masalah ini akan dibahas kemudian pada Bab 2.6.
Walaupun kadar gas ini semula sangat rendah, namun konsentrasinya dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1860 konsentrasinya 280 ppm, kemudian pada tahun 1950 menjadi 306 ppm, tahun 1960 sebesar 313 ppm, tahun 1971 menjadi 321 ppm, tahun 1999 sebesar 345 ppm dan tahun 2004 menjadi 378 ppm. Lebih jauh Stuart dan Costa (1998) menyatakan bahwa 75% pertambahan berasal dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas (Gambar 2).
Gambar 2. Emisi gas CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_dioxide.
Diperkirakan nanti pada tahun 2100 konsentrasinya akan menjadi dua kali lipat dari yang ada sekarang ini. Jika prediksi itu benar-benar terjadi, maka suhu udara akan meningkat sebesar 1,0 – 5,5oC (Sinclair dan Gardner 1998). Pengaruh dari pemanasan global antara lain: cuaca menjadi lebih ekstrim, evapotranspirasi meningkat, suhu udara meningkat, permukaan air laut meningkat, kebakaran
Emisi Karbon Global Juta
hutan bertambah, migrasi satwa dan kelangkaan air (http://en.wikipedia. org/wiki/Effects of global warming 2006).
Suhu udara memang berfluktuasi, namun mempunyai kecenderungan terus meningkat, apalagi pada dua dasawarsa belakangan ini, seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 . Fluktuasi suhu udara dari tahun 1860 – 2000. Sumber: Http://data.giss.nasa.gov/gistemp/2005.
Dengan memperhatikan Gambar tersebut di atas para ahli lingkungan dan iklim sepakat telah terjadi peningkatan suhu udara yang mengkhawatirkan, namun tidak semua sepakat bahwa penyebabnya hanya karena gas-gas rumah kaca. Jika dikaji secara menyeluruh naiknya suhu udara bumi selain akibat efek rumah kaca, juga dapat diakibatkan karena bahang (heat, kalor) yang dihasilkan oleh beberapa macam kegiatan manusia yang dapat mengakibatkan semakin hangatnya udara. Beberapa kegiatan manusia modern yang menghasilkan kalor antara lain: penggunaan AC di daerah tropika dan penghangat ruangan di daerah dingin (heater dan tungku pemanas ruangan), kebakaran hutan, gas yang sengaja dibakar (flare), kegiatan masak memasak di rumah, restoran dan hotel, pesawat udara dan kapal laut serta industri dan kendaraan bermotor. Kesemuanya itu menghasilkan bahang yang akan menghangatkan udara. AC misalnya, udara yang dihembuskan ke dalam ruangan adalah udara dingin, sedangkan udara yang dihembuskan ke luar ruangan adalah udara panas. Pesawat udara bermesin jet akan memanaskan
Rerata tahunan Rerata 5 tahunan
udara yang sangat dingin sampai dengan ketinggian 3.000 m. Kapal laut akan memanaskan udara yang ada di permukaan laut. Kegiatan masak-memasak juga akan menghasilkan bahang. Jadi kesemuanya itu menghasilkan bahang (kalor) yang dapat memanaskan udara yang ada di permukaan bumi. Bahang (heat) yang dihasilkan itu tidak dapat menembus ke luar atmosfer, karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi. Maka suhu udara bumi akan semakin hangat.
Akibat dari menghangatnya suhu udara bumi, es di kedua kutub akan mencair sehingga banyak kota yang terletak di pesisir akan tenggelam. Akibatnya, ekosistem mangrove dapat terganggu, demikian juga dengan kota-kota yang terletak di tepi pantai dapat terendam air laut. Dampak negatif lainnya berupa bergesernya satwa liar yang sensitif terhadap pemanasan global. Meningkatnya suhu udara mengakibatkan habitat satwa liar yang semula nyaman menjadi lebih panas, sehingga mereka akan berpindah mencari tempat baru yang lebih nyaman. Peningkatan suhu udara sebesar 1 oC akan mengakibatkan satwa akan berpindah sejauh 100-150 km mendekati kutub atau ke tempat 150 m lebih tinggi dari tempat hidupnya semula (http://www.cook.utgers.edu/~humeco/courses/gm class- es/global/classnotes/possible_consequences_of_global_.htm 2006 dan http:// mason.gmu.edu/~klargen/111lectclimatechange.htm 2006).