HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA
DENGAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI
KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN
SKRIPSI
EFITRI NOVALINA SIBORO
081101038
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan” untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik. 3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, M.NS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan juga kepada seluruh staf pengajar beserta staf administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS yang telah bersedia memvalidasi instrumen penelitian.
7. Bapak Frans Siahaan, SSTP, MSP selaku lurah Padang Bulan Medan yang telah memberikan izin penelitian dan juga seluruh responden lansia di kelurahan Padang Bulan Medan yang telah bersedia berpartisipasi menjadi responden selama proses penelitian berlangsung.
8. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua tercinta Bapak J. Siboro (alm) dan Ibu R. Simanjuntak, serta kepada kakakku Bernike Siboro dan Junita Siboro juga adikku Ricardo Siboro dan Heryanto Siboro yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, senantiasa berdoa, memberikan perhatian, semangat dan segala yang terbaik untuk penulis.
10.Dek Adianto, Kak Amel, Kak Mei, Dek Delfitra dan Dek Hery yang telah memberikan waktu dan bantuan selama proses penelitian.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, 18 Juli 2012
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang... 1
2. Tujuan Penelitian... 6
3. Pertanyaan Penelitian... 6
4. Manfaat Penelitian... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi... 8
1.1Defenisi Komunikasi... 8
1.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi... 8
1.3Fungsi Komunikasi... 11
2. Keluarga... ... 11
2.1Defenisi Keluarga... 11
2.2Pola Komunikasi Keluarga... 12
2.2.1 Pola Komunikasi Keluarga Fungsional... 12
2.2.2 Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional... 15
3. Depresi... 17
3.1Defenisi Depresi... 17
3.2Penyebab Depresi... 17
3.3Gejala Depresi... 18
3.4Faktor Resiko Depresi... 19
3.5Tingkat Depresi Lansia... 19
4. Lansia... 19
4.1Defenisi Lansia... 19
4.2Tahapan Lansia... 20
4.3Perubahan yang Terjadi pada Lansia... 20
4.3.1 Perubahan Fisik... 20
4.3.2 Perubahan Mental... 21
4.3.3 Perubahan Psikologis... 21
4.3.4 Perkembangan Spiritual... 21
4.4Permasalahan yang Terjadi pada Lansia... 22
4.4.1 Permasalahan Umum... 22
4.4.2 Permasalahan Khusus... 23
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konseptual... 24
2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian... 26
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian... 27
2. Populasi dan Sampel... 27
3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 28
4. Pertimbangan Etik... 29
5. Instrumen Penelitian... 29
6. Uji Validitas dan Reliabilitas... 31
7. Teknik Pengumpulan Data... 32
8. Analisa Data... 33
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian... 35
1.1Karakteristik Responden... 35
1.2Hubungan Pola Komunikasi keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan... 36
1.3Pola Komunikasi Keluarga... 37
1.4Tingkat Depresi Lansia... 39
2. Pembahasan... 41
2.1Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan... 41
2.2Pola Komunikasi keluarga... 45
2.3Tingkat Depresi Lansia... 47
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 49
2. Saran... 49
2.1Saran Terhadap Keterbatasan Penelitian... 49
2.2Praktek Keperawatan... 50
2.3Penelitian Keperawatan... 50
Daftar Pustaka... 51
Lampiran
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Jadwal Penelitian
3. Taksasi Dana
4. Instrumen Penelitian 5. Surat Izin Survei Awal 6. Surat Izin Penelitian 7. Hasil penelitian
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Kerangka konsep penelitian hubungan pola komunikasi keluarga dengan
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Tabel. 2 Hasil Analisa Hubungan antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Tabel. 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Fungsional di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Tabel. 4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Tabel. 5 Gambaran Pola Komunikasi Keluarga Responden di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Tabel. 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Judul :Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Nama Mahasiswa : Efitri Novalina Siboro NIM : 081101038
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012
Abstrak
Dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi sistem pendukung pada keluarga dalam menghadapi depresi. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah serta akan lebih sulit mengalami depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Populasi dalam penelitian ini lansia usia 60 tahun atau lebih , baik pria maupun wanita yang tinggal bersama keluarga dan mengalami depresi. Sampel penelitian ini berjumlah 35 responden ditentukan dengan metode Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret dan April 2012 melalui penyebaran kuesioner berisi pernyataan dan pertanyaan tentang data demografi, pola komunikasi keluarga, dan tingkat depresi lansia. Hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dari hasil analisa pada hubungan antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai α=0,00 yang menunjukkan bahwa korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna. Nilai koefisien korelasi Pearson atau r=─0,597. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi komunikasi keluarga maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan keluarga dapat menerapkan pola komunikasi keluarga yang fungsional agar lansia tidak mengalami depresi.
Judul :Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Nama Mahasiswa : Efitri Novalina Siboro NIM : 081101038
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012
Abstrak
Dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi sistem pendukung pada keluarga dalam menghadapi depresi. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah serta akan lebih sulit mengalami depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Populasi dalam penelitian ini lansia usia 60 tahun atau lebih , baik pria maupun wanita yang tinggal bersama keluarga dan mengalami depresi. Sampel penelitian ini berjumlah 35 responden ditentukan dengan metode Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret dan April 2012 melalui penyebaran kuesioner berisi pernyataan dan pertanyaan tentang data demografi, pola komunikasi keluarga, dan tingkat depresi lansia. Hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dari hasil analisa pada hubungan antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai α=0,00 yang menunjukkan bahwa korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna. Nilai koefisien korelasi Pearson atau r=─0,597. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi komunikasi keluarga maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan keluarga dapat menerapkan pola komunikasi keluarga yang fungsional agar lansia tidak mengalami depresi.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah penduduk lansia di dunia berkembang pesat. Pada
tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu
sekitar 19,3 juta jiwa (9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025,
Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah
penduduk lanjut usia setelah RRC, India dan Amerika Serikat dengan umur
harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008).
Struktur demografi Indonesia selama kurun waktu terakhir ini dan
seterusnya ditandai antara lain dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk
berusia lanjut. Bila mengacu pada batasan usia 65 tahun yang banyak diterapkan
secara internasional, maka di Indonesia, kelompok penduduk berusia 65 tahun ke
atas yang pada tahun 1980 sebesar 3,2 % dari total populasi telah meningkat
menjadi 3,8% pada tahun 1987 dan 4,6% pada tahun 1994 (Depkes RI, 1997
dalam Tamher & Noorkasiani, 2009).
Proyeksi penduduk berusia 65 tahun ke atas di Indonesia pada tahun 2010
nanti akan menjadi 11 juta jiwa, padahal pada tahun 1994 baru sebesar 7,5 juta.
Proyeksi pada tahun 2020 akan sebesar 7,2 % yang hampir sepadan dengan
proporsi negara-negara maju saat ini (Aris Ananta, 1997 dalam Tamher &
Lanjut usia merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan baik itu
perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental dan perubahan psikososial.
Memasuki usia tua juga berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional. Kemunduran mempunyai
dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut usia.
Selain berbagai macam kemunduran, ada sesuatu yang dapat meningkat dalam
proses menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang. Akibat kemunduran
tersebut, lansia kehilangan kemandirian baik secara fisik maupun secara
psikologis. Hal ini dapat dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan
kepada orang lain (Nugroho, 2008).
Pada usia lanjut banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia. Akibat
dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi karena lansia
sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga/sebatang kara,
merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak bicara,
merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir
dan berbicara, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan
merasa tidak berdaya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada
lansia (Tamher & Noorkasiani, 2009).
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan
hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas dan perilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Depresi merupakan gangguan alam
perasaan yang dapat disertai gejala-gejala psikologis, gangguan somatik maupun
gangguan psikomotor dalam waku tertentu (Hawari, 2001).
Hasil penelitian Surya, 2010 terhadap sindroma depresif pada lanjut usia di
Puskesmas Padang Bulan Kota Medan dengan sampel 90 orang lanjut usia yang
datang untuk memeriksakan kesehatannya di Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia
(Posyandu Lansia) Puskesmas Padang Bulan Kota Medan dari bulan September
2009 sampai dengan November 2009 diperoleh hasil penelitian: pada 90 orang
lansia di Puskesmas Padang Bulan yang menjadi sampel penelitian didapati 26
orang (28,9%) yang mengalami sindroma depresif. Sampel didominasi oleh
kelompok umur 65-74 tahun (50,0%), jenis kelamin perempuan (65,6%), tingkat
pendidikan tamat SD (40,0%), status perkawinan kawin (52,2%), suku Karo
(33,3%), pekerjaan tidak bekerja (56,7%), dan penyakit medis penyerta yang
tanpa ada riwayat penyakit (30,0%). Hasil penelitian di atas proporsi sindroma
depresif pada lanjut usia di Puskesmas Padang Bulan sebesar 28,9%.
Depresi dapat diatasi dengan adanya koping pada lansia. Koping merupakan
cara berpikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi
yang menyakitkan. Salah satu koping tersebut adalah komunikasi dengan keluarga
(Maryam,dkk, 2008).
Hasil penelitian Sarwito Rachmad Barmawi, 2009 terhadapHubungan Pola
Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Desa Pabelan
pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lanjut usia. Mengambil
sampel sebanyak 35 responden. Diperoleh hasil penelitian tidak ada hubungan
yang bermakna atau tidak signifikan antara pola komunikasi keluarga dengan
tingkat depresi pada lanjut usia .
Idealnya, dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi koping
lansia dalam menghadapi depresi. Komunikasi keluarga sangat diperlukan sebagai
dukungan dan sebagai tempat berlindung. Menurut Stuart dan Sudeen, 1995
dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu
menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah
dan motivasi menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat (Tamher &
Noorkasiani, 2009).
Dukungan keluarga berupa komunikasi sangat diperlukan sebagai salah satu
sistem pendukung pada lansia dalam menghadapi depresi. Komunikasi itu sendiri
merupakan suatu proses sosial yang mengakibatkan terjadinya hubungan antara
manusia atau interaksi yang dapat menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain
serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Komunikasi sangat penting bagi
kedekatan keluarga, mengenal masalah, memberi respon terhadap peran-peran
non-verbal dan mengenal masalah pada tiap individu. Proses komunikasi yang
baik di harapkan dapat membentuk suatu pola komunikasi yang baik dalam
keluarga. Di harapkan penerapan pola komunikasi yang baik nantinya akan
memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan
Dari berbagai tekanan dan masalah yang harus dilalui oleh lansia, idealnya
dapat diantisipasi oleh keluarga sesuai dengan fungsi keluarga sebagai tempat
dimana anggotanya dapat saling berbagi perhatian dan kasih sayang. Salah satu
indikator terlaksananya fungsi keluarga tersebut adalah adanya pola komunikasi
yang baik dan efektif di antara anggota keluarga, yang dikenal dengan pola
komunikasi fungsional (Friedman, 1998).
Di sisi lain, pola komunikasi yang tidak sehat dan tidak berjalan dengan
baik dinamakan pola komunikasi disfungsional, dimana salah satu cirinya adalah
tidak efektifnya fungsi komunikasi dan adanya pemusatan pada diri sendiri,
mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif orang lain (Friedman,
1998). Lansia yang berasal dari keluarga yang memiliki support system yang baik
dalam hal mempertahankan dan meningkatkan status mental serta memberikan
motivasi berupa komunikasi yang baik akan lebih sulit untuk terkena depresi
dibandingkan dengan lansia dengan keluarga yang tidak memiliki support system
yang baik dan tidak peduli terhadap urusan masing-masing anggota keluarganya
(Maryam,dkk, 2008).
Dari gambaran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pola komunikasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkat depresi lansia. Namun demikian penelitian
tentang hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia masih
menimbulkan pertanyaan mendasar bahwa benarkah kedua pola komunikasi
keluarga tersebut dapat berhubungan dengan tingkat depresi lansia di kelurahan
Berdasarkan data dan hasil penelitian sebelumnya yang tercantum di atas,
peneliti berminat untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga
dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.
2. Pertanyaan Penelitian
2.1 Bagaimana hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan?
2.2 Bagaimana pola komunikasi keluarga di kelurahan Padang Bulan Medan?
2.3 Bagaimana tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan?
3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat
depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.
3.2 Tujuan Khusus
3.2.1 Mengidentifikasi pola komunikasi keluarga di kelurahan Padang Bulan
Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Praktek Keperawatan
Manfaat penelitian ini pada praktek keperawatan dapat digunakan sebagai
masukan bagi perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
komunitas terutama gerontik.
4.2 Penelitian Keperawatan Keluarga
Manfaat penelitian ini pada peneliti keperawatan dapat digunakan sebagai
sumber informasi pendukung untuk melaksanakan penelitian selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Komunikasi
1.1 Defenisi Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan dan pikiran antara
dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah
laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang yang terlibat dalam
komunikasi (Suryani, 2006). Komunikasi merupakan proses pengiriman atau
pertukaran (stimulus, signal, simbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun
non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan baik
dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Mundakir, 2006).
Komunikasi sangat diperlukan dalam hubungan antar individu di
kehidupan sehari-hari. Kerjasama dan koordinasi yang baik akan tercapai saat
komunikasi yang dibangun baik dan hubungan yang harmonis akan tercapai saat
komunikasi yang dibangun baik pula. Setiap komunikasi memiliki tujuan
masing-masing, baik antara penyampaian informasi dan yang mencari informasi
(Priyanto, 2009).
1.2Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
1. Perkembangan
Usia seseorang berpengaruh terhadap cara seseorang berkomunikasi baik
bahasa sesuai umur ketika berkomunikasi, sehingga komunikasi dapat berjalan
lancar (Priyanto, 2009).
2. Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup seseorang
dipengaruhi oleh keyakinan, fikiran dan tingkah lakunya. Nilai seseorang berbeda
satu sama lainnya (Mundakir, 2006). Nilai adalah standar yang mempengaruhi
perilaku seseorang termasuk dalam berkomunikasi (Priyanto, 2009).
3. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa. Persepsi sendiri dibentuk dari harapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat menghambat komunikasi (Priyanto, 2009). Persepsi akan sangat
mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi
dan pengertian yang sama tentang pesan yang disampaikan dan diterima oleh
kedua belah pihak (Mundakir, 2006).
4. Latar Belakang
Bahasa dan gaya bahasa akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Budaya akan membatasi seseorang bertindak atau berkomunikasi (Priyanto,
2009). Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun peling tidak dapat
dijadikan pegangan dalam bertutur kata, bersikap dan melangkah dalam
berkomunikasi (Mundakir, 2006).
5. Emosi
Emosi adalah subjektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi
kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
(Mundakir, 2006). Emosi seperti marah, sedih dan senang akan dapat
mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain (Priyanto,
2009).
6. Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin baik wanita maupun pria mempunyai gaya komunikasi
yang berbeda-beda. Disebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan
gaya dalam berkomunikasi (Priyanto, 2009).
7. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan
yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
(Priyanto,2009).
8. Peran dan Hubungan
Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Komunikasi akan berlangsung terbuka, rileks dan nyaman bila dilakukan
dengan kelompok yang mempunyai peran sama (Mundakir, 2006).
9. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana
yang bising dan tidak adanya privasi akan menimbulkan kerancuan, ketegangan,
dan ketidaknyamanan (Priyanto, 2009). Banyak orang bersedia melayani
komunikasi dalam lingkungan yang nyaman. Lingkungan yang kacau akan dapat
10.Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu dapat menimbulkan
rasa aman. Seperti misalnya orang akan merasa terancam bila orang yang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya (Priyanto,
2009).
1.3Fungsi Komunikasi
Menurut Nasir, dkk, 2009 ada beberapa fungsi komunikasi secara umum:
(1) dapat menyampaikan pikiran atau perasaan, (2) tidak terasing atau terisolir
dari lingkungan, (3) dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu, (4) dapat
mengetahui atau mempelajari peristiwa di lingkungan, (5) dapat mengenal diri
sendiri, (6) dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain, (7) dapat
mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang, (8) dapat mengisi waktu luang,
(9) dapat menambah pengetahuan dan mengubah sikap, serta perilaku kebiasaan,
(10) dapat membujuk atau memaksa orang lain agar berpendapat, bersikap atau
berperilaku sebagaimana yang diharapkan.
2. Keluarga
2.1 Defenisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung (Depkes RI, 1988 dalam Ali,
perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang
reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk
mencapai tujuan umum (Duval, 1972 dalam Ali, 2009).
Keluarga dipandang sebagai suatu kesatuan yang unik dalam menghadapi
masalah. Keunikannya terlihat dengan cara berkomunikasi, mengambil keputusan,
sikap, nilai, cita-cita, hubungan dengan masyarakat luas dan gaya hidup yang
tidak sama antara satu keluarga dan keluarga lainya. Perbedaan itu dipengaruhi
oleh lingkungan, zaman dan geografis, keluarga di desa sangat berbeda dengan di
kota dalam hal besarnya keluarga, struktur, nilai, dan juga gaya hidupnya (Ali,
2009).
2.2 Pola Komunikasi Keluarga
Menurut Friedman, 1998 komunikasi keluarga didefenisikan sebagai suatu
proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian
dalam keluarga. Pola komunikasi keluarga ada dua, yaitu pola komunikasi
keluaraga fungsional dan pola komunikasi keluarga disfungsional.
2.2.1 Pola Komunikasi Keluarga Fungsional
Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga yang
berhasil dan sehat, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan, baik
tingkat instruksi maupun isi, dan juga kesesuaian antara tingkat printah/instruksi
maksud dan arti dari pengirim yang dikirim lewat saluran-saluran yang relatif
jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari
pesan itu yang mirip dengan pengirim (Sell 1973, dalam Friedman 1998).
Komunikasi yang efektif akan mencocokkan arti, mencapai konsistensi, dan
mencapai kesesuaian antara pesan yang diterima dan diharapkan. Dengan
demikian komunikasi yang efektif dalam keluarga merupakan suatu proses
definisi konstan dan redefinisi yang akan mencapai suatu kecocokan dari pesan
tingkat instruksi dan isi. Baik pengirim dan penerima harus terlibat secara aktif
dan mampu saling tukar-menukar posisi dengan menjadi pengirim maupun
penerima selama proses berlangsungnya.
Pola-pola komunikasi dalam sistem keluarga mempunyai suatu pengaruh
besar terhadap anggota individu. Individualisasi, belajar tentang orang lain,
perkembangan dan mempertahankan harga diri dan mampu membuat pilihan,
semuanya tergantung kepada informasi yang masuk melewati para anggota
keluarga.
Sebuah keluarga yang fungsional menggunakan komunikasi untuk
menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bermanfaat. Interaksinya
menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan
individualitas anggota. Dengan adanya suatu keterbukaan dan kejujuran yang
cukup jelas, anggota keluarga mampu mengakui kebutuhan dan emosi satu sama
lain.
Pola-pola komunikasi dalam sebuah keluarga fungsional menunjukkan
tidak realistis yang dilontarkan satu sama lain. Penilaian terhadap perilaku
individual diharuskan oleh tekanan tuntutan sosial eksternal atau perlunya sistem
keluarga atau perkembangan pribadi, melahirkan penilaian yang sehat dalam
keluarga secara keseluruhan.
Komunikasi dalam keluarga yang sehat merupakan proses dua arah yang
sangat dinamis. Pesan tidak semata- mata hanya dikirim dan diterima oleh seorang
penerima dan pengirim. Akan tetapi, sifat dinamis dari komunikasi ini
menciptakan interaksi fungsional yang kompleks dan tidak bisa diprediksi.
Bahkan dalam keluarga yang paling sehat sekali pun, komunikasi banyak kali
menjadi renggang dan problematis. Dalam keluarga fungsional, telah dicatat
bahwa perasaan dari para anggota keluarga merupakan ekspresi yang
diperbolehkan.
Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan
kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi
kedekatan hubungan agar berkembang dan terpelihara. Kemampuan anggota
keluarga untuk mengenal dan memberi respon terhadap peran-peran non verbal,
diidentifikasi sebagai suatu atribut penting keluarga sehat (Curran, 1983 dalam
Friedman, 1998) .
2.2.2 Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional.
Komunikasi disfungsional didefenisikan sebagai suatu pengiriman dan
penerimaan isi dan instruksi/ perintah dari pesan yang tidak jelas antara isi dan
perintah dari pesan. Salah satu faktor utama yang melahirkan pola-pola
dari keluarga maupun anggota. Tiga nilai terkait yang terus menerus
menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya
persetujuan total, dan kurangnya empati (Anderson,1972 dalam Friedman, 1998).
Pemusatan pada diri sendiri dicirikan dengan memfokuskan pada kebutuhan
sendiri seseorang untuk mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif
orang lain. Jika individu ini harus memberi, mereka akan melakukannya dengan
enggan dan dengan cara bermusuhan, defensif dan mengorbankan diri. Dengan
demikian tawar-menawar atau negosiasi secara efektif merupakan hal yang sulit,
karena orang orang-orang memusatkan pada diri sendiri percaya bahwa mereka
tidak bisa kehilangan sekecil apapun yang mereka harus berikan (Satir, 1983
dalam Friedman, 1998).
Nilai yang dimiliki keluarga menyangkut upaya memelihara persetujuan
total dan menghindari tercetusnya konflik karena berbeda satu sama lain,
meskipun apa yang secara tepat bahwa masing-masing berbeda yang mungkin
sulit dijelaskan. Perbedaan dalam opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, keinginan,
dan harapan-harapan mungkin dipandang sebagai suatu ancaman karena hal itu
dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan sadar bahwa mereka adalah
individu-individu yang berbeda. Sebagai bagian dari proses sosialisasi, anggota keluarga
mempelajari nilai-nilai yang sama dan cara-cara untuk berhubungan dan begitu
pula memiliki kesulitan mengenal dan menginterpretasikan bermacam-macam
perasaan dan pengalaman.
Kurang empati saat anggota keluarga tidak dapat mengenal efek dari
dengan berpura-pura tidak punya perhatikan sehingga individu ini boleh jadi
mengalami perasaan tidak memiliki kekuatan, menciptakan iklim ketegangan,
ketakutan dan/atau bersalah.
Dari sebab itu tahap ini membentuk sebuah gaya komunikasi yang
membingungkan, kabur, tidak langsung, tidak jelas, dengan sikap bertahan bukan
terbuka, jelas dan sopan. Komunikasi dari pengirim yang disfungsional bersifat
defensif secara pasif maupun aktif dan sering kali menghapuskan kemungkinan
untuk mencari umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak
sehat pada pengirim dibagi dalam lima kategori; asumsi-asumsi, ungkapan
perasaan-perasaan yang tidak jelas, ekspresi yang menghakimi, ketidakmampuan
mendefenisikan kebutuhan- kebutuhan, komunikasi yang tidak cocok.
Jika penerimanya tidak berfungsi (disfungsional) maka akan terjadi
kegagalan komunikasi karena pesan tidak diterima sebagai mana diharapkan,
mengingat kegagalan penerima mendengar, menggunakan diskualifikasi,
memberikan respon secara efensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal
memvalidasi pesan. Proses yang disfungsional biasanya tidak jelas dan maksud
dari komunikasi pun tidak jelas atau tersembunyi.
3. Depresi
3.1 Defenisi Depresi
Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis, yang
berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang
pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi
sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan
yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas
dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain (Jenny, dkk, 2008).
3.2 Penyebab Depresi
Berbagai faktor psikologi memainkan peran terjadinya gangguan depresi.
Kebanyakan gangguan depresi karena faktor psikologi terjadi pada gangguan
depresi ringan dan sedang.
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan
dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres, mereka
cenderung akan mengalami gangguan depresi . Para psikolog menyatakan bahwa
mereka yang mengalami gangguan depresi mempunyai riwayat pembelajaran,
depresi dalam pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti
model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika mengalami masalah psikologi
maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresi.
Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stress
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan
kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologi dan usaha
seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan
kepada kita mengapa masalah psikologi kejadiannya lebih sering muncul pada
3.3 Gejala Depresi
Depresi ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup,
perasaaan tidak berguna, putus asa dan sebagainya. Secara lengkap gejala klinis
depresi adalah sebagai berikut: (1) afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih,
gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak bedaya, (2) perasaan
bersalah, berdosa, penyesalan, (3) nafsu makan menurun, (4) berat badan
menurun, (5) konsentrasi dan daya ingat menurun, (6) gangguan tidur: insomnia
(sukar/ tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia (terlalu banyak tidur).
Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan,
misalnya mimpi orang yang telah meninggal, (7) agitasi atau retardasi psikomotor
(gaduh gelisah atau lemah tak berdaya), (8) hilangnya rasa senang, semangat dan
minat, tidak suka lagi melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitas juga
menurun, (9) gangguan seksual (libido menurun), (10) pikiran-pikiran tentang
kematian, bunuh diri (Hawari, 2001).
3.4 Faktor Resiko Depresi
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya depresi adalah sebagai
berikut: kehilangan/meninggalnya orang (objek) yang dicintai, sikap pesimistik,
kecenderungan berasumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang
mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, dan penyakit degeneratif kronik,
3.5 Tingkat Depresi Lansia
Pengkajian tingkat depresi lansia menggunakan skala depresi geriatrik
Yesavage, 1983 dimana instrumennya disusun secara khusus digunakan pada usia
lanjut untuk memeriksa depresi. Jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai 1.
Analisa hasil pada kuesioner ini dilakukan dengan menilai setiap
pertanyaan sesuai dengan indikasi. Bila pertanyaan yang dijawab indikasi
terganggu maka dinilai 1 dan bila pertanyaan yang dijawab indikasi normal maka
dinilai 0. Nilai 0-5 menyatakan normal, nilai 6-15 menyatakan depresi ringan
sampai sedang dan nilai 16-30 menyatakan depresi berat (Maryam,dkk,2008).
4. Lansia
4.1 Defenisi Lansia
Lanjut usia adalah suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di dalam
kehidupan manusia, berupa perubahan baik itu perubahan fisik dan fungsi,
perubahan mental dan perubahan psikososial. Lanjut usia juga berarti mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
4.2 Tahapan Lansia
Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, ada
empat tahap yakni:
-Usia pertengahan (middle age) (45- 59 tahun)
-Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)
-Lanjut usia tua (old) (75- 90 tahun)
-Usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun).
Namun, di Indonesia batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini
dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Dari pernyataan di atas kita ketahui bahwa
yang disebut lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008).
4.3 Perubahan yang Terjadi pada Lansia
4.3.1 Perubahan Fisik
Perubahan fisik disini meliputi penurunan jumlah sel, mekanisme perbaikan
sel otak terganggu, penurunan sistem pernafasan, terjadinya gangguan sistem
pendengaran, gangguan sistem penglihatan, gangguan sistem kardiovaskuler,
gangguan sistem pengaturan suhu tubuh, gangguan sistem persarafan, gangguan
sistem pencernaan, gangguan sistem reproduksi, gangguan sistem genitourinaria,
gangguan sistem endokrin, gangguan sistem integument, gangguan sistem
4.3.2 Perubahan Mental
Perubahan yang terjadi dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah
curiga, bertambah pelit dan tamak bila memiliki sesuatu. Sikap umum yang
ditemukan hampir pada setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang,
tenaganya sedapat mungkin dihemat. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam
masyarakat.ingin selalu mempertahankan haknya. Kenangan (memori) pada lansia
juga ikut berubah. Sama halnya dengan Intelegentia Quotion (IQ) dan
keterampilan juga berkurang.
4.3.3 Perubahan Psikososial
Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Saat menginjak lanjut usia seseorang
akan mengalami kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman,
kehilangan pekerjaan, dan hilangnya kekuatan serta ketegapan fisik.
4.3.4 Perkembangan Spiritual
Pada lanjut usia agama/ kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan.
Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam
berpikir dan bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun
adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan
keadialan (Nugroho, 2008).
4.4 Permasalahan yang Terjadi pada Lansia
Dalam perjalanan hidup manusia, proses menua merupakan hal yang wajar
lambat/cepatnya proses tersebut bergantung pada setiap individu yang
bersangkutan. Permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia antara lain.
4.4.1 Permasalahan Umum
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan, terutama dampak sosial krisis moneter dan krisis ekonomi, jumlah
lanjut usia yang mengalami permasalahan ini juga meningkat, bahkan ada
sebagian lanjut usia dalam keadaan terlantar. Selain tidak mempunyai bekal
hidup, pekerjaan, atau penghasilan, mereka sebatang kara.
Perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik mengarah pada
bentuk keluarga kecil, terutama di kota besar, menyebabkan nilai kekerabatan
dalam kehidupan keluarga besar melemah. Peningkatan mobilitas penduduk
(termasuk lanjut usia) menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap
kemudahan transportasi dan/atau komunikasi bagi para lansia yang saat ini belum
dapat disediakan secara memadai.
Keterbatasan kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia oleh pemerintah
dan masyarakat, baik berupa keterbatasan tenaga profesional, data yang lengkap,
valid, relevan dan akurat tentang karakteristik kehidupan dan penghidupan para
lanjut usia termasuk permasalahannya serta sarana pelayanan dan fasilitas khusus
bagi para lanjut usia.
4.4.2 Permasalahan Khusus
Perubahan nilai sosial masyarakat, yaitu kecenderungan munculnya nilai
sosial yang dapat mengakibatkan menurunnya penghargaan dan penghormatan
pencemaran lingkungan serta kesulitan memperoleh lapangan kerja formal bagi
lanjut usia.
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah baik secara fisik, biologis, mental, maupun sosial ekonomi. Semakin
lanjut usia, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan
fisik, yang dapat menyebabkan penurunan peran sosial. Hal ini dapat
mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidup
sehinga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang
lain. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat tinggal dan fasilitas
perumahan yang khusus.
Lanjut usia tidak saja ditandai dengan kemunduran fisik, tetapi dapat pula
mengalami pengaruh kondisi mental. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan
sosialnya akan semakin berkurang. Hal ini akan dapat mengakibatkan
berkurangnya integrasi dengan lingkungan. Kondisi ini akan dapat berdampak
pada kebahagiaan seseorang.
Lanjut usia juga mengalami ketakutan, terutama : ketergantunagn fisik dan
ekonomi, sakit yang kronis (misalnya atritis, hipertensi, kardiovaskular), kesepian,
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan
Padang Bulan, Medan. Pola komunikasi keluarga yang menjadi variabel bebas
memiliki komponen pola komunikasi keluarga yang fungsional dan disfungsional
(Friedman, 1998). Komunikasi sangat penting bagi kedekatan keluarga, mengenal
masalah, memberi respon terhadap peran-peran non-verbal dan mengenal masalah
pada tiap individu (Suryani,2006).
Komunikasi fungsional merupakan komunikasi yang bermanfaat dengan
karakteristik komunikasi yang efektif, terbuka dan jujur, mampu mengakui
kebutuhan emosi satu sama lain, adanya kesesuaian antar perintah dan isi serta
pesan yang jelas, hubungan timbal balik yang bermanfaat, penyambutan terhadap
perbedaan dan penilaian yang sehat, proses dua arah yang dinamis, dan
kemampuan mendengar satu dengan yang lain.
Sementara komunikasi yang disfungsional merupakan komunikasi yang
tidak berfungsi dengan baik dengan karakteristik pengiriman isi dan instruksi
pesan yang tidak jelas, tertutup, kurang empati, adanya perbedaan pendapat,
pemusatan pada diri sendiri, tidak jelas, membingungkan dan kabur, ekspresi
menghakimi, cenderung meremehkan dan menyalahkan dan gagal menerima
pesan.
Sementara tingkat depresi lansia yang menjadi variabel terikat, memiliki
dikategorikan berdasarkan penilaian terhadap perasaan puas terhadap kehidupan
yang dijalani, aktivitas dan minat, perasaan hampa terhadap kehidupan, sering
merasa bosan, tidak mempunyai semangat yang baik, perasaan takut akan sesuatu
yang terjadi, perasaan tidak bahagia di setiap waktu, perasaan bosan, suka
berdiam diri di rumah, mempunyai banyak masalah dengan ingatan, berpikir
hidup yang sekarang tidak menyenangkan, merasa orang lain tidak berguna
dengan keadaan saat ini, tidak bersemangat, tak ada harapan, dan berpikir bahwa
orang lain lebih baik.
Hubungan antara kedua variabel tersebut juga dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor lain seperti, usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan dukungan
sosial. Namun faktor- faktor lain tersebut tidak diteliti.
Skema:1. Kerangka Penelitian
Variabel yang diteliti Variebel yang tidak diteliti
Tingkat Depresi: -Normal
- Ringan sampai sedang - Berat
Pola Komunikasi Keluarga: -Fungsional -Disfungsional
Faktor Pengaruh: -Usia -Tingkat pendidikan
2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 2.1 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala
Variabel
baik komunikasi yang berfungsi dengan baik maupun komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik oleh keluarga terhadap lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.
Kuesioner pola komunikasi keluarga sebanyak 14 pernyataan. Pilihan jawaban:
-Seangat Tidak Setuju (STS)
Suatu ukuran sejauh mana perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis, yang dialami oleh lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.
Kuesioner tingkat depresi Geriatrik
3. Hipotesa Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah adanya hubungan pola komunikasi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini
menggunakan metode deskriptif korelatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan
Padang Bulan, Medan.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah lansia yang berumur 60 tahun atau lebih baik pria
maupun wanita yang mengalami depresi yang tinggal di kelurahan Padang Bulan,
Medan. Dari hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti maka di dapat jumlah
lansia yang berumur 60 tahun ke atas baik pria dan wanita yang tinggal di
kelurahan Padang Bulan, Medan berjumlah 76 orang.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara
Purposive sampling. Yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga
sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2003).
Adapun kriteria yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah lansia
berumur 60 tahun atau lebih baik pria maupun wanita, mengalami depresi, tinggal
Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang akan di teliti.
Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana. Sempit luasnya wilayah
pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya
dana. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti (Arikunto, 2006). Dari
metode pengambilan sampel dan kriteria dalam pengambilan sampel dalam
penelitian ini, maka dari 76 populasi didapat sampel sebesar 45 orang. Dari 45
orang sampel kemudian didapat sebanyak 35 orang sampel yang memenuhi
kriteria depresi sesuai dengan skala depresi geriatrik Yesavage, 1983.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di daerah kelurahan Padang Bulan, Medan.
Dengan pertimbangan lokasi ini merupakan daerah dengan populasi lansia yang
cukup tinggi sesuai dengan survey awal yang peneliti lakukan. Dan pertimbangan
efisiensi waktu dan jarak dari tempat tinggal peneliti. Waktu penelitian ini
dilakukan dari bulan Maret hingga April 2012.
Adapun daerah ini dipilih karena belum pernah dilakukan penelitian tentang
hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, serta lokasi ini
mempunyai jumlah sampel yang memadai untuk dilakukan penelitian.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Fakultas
Keperawatan USU dan izin dari kepala kelurahan Padang Bulan, Medan. Dalam
yaitu peneliti memberikan penjelasan kepada responden penelitian tentang tujuan,
manfaat, dan prosedur pengisian kuesioner, meminta persetujuan responden dengan
menandatangani formulir persetujuan menjadi responden, menjelaskan kepada
responden bahwa responden berhak menolak dan mengundurkan diri pada saat proses
pengisian kuesioner dengan alasan mereka tidak mendapat paksaan dari pihak lain.
Penelitian ini tidak mengakibatkan kerugian/resiko bagi responden, untuk menjaga
kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi kode
tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner oleh peneliti dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Intrumen
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
terdiri dari tiga bagian yaitu lembar pertama mengenai data demografi, lembar
kedua mengenai pola komunikasi keluarga dan lembar ketiga mengenai tingkat
depresi lansia. Cara pengisian lembar kuesioner adalah dengan menggunakan
checklist (√) pada tempat yang tersedia.
a) Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi responden
yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku bangsa, agama dan
b) Kuesioner Pola Komunikasi Keluarga
Kuesioner pola komunikasi keluarga menggunakan skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2003). Kuesioner pola
komunikasi keluarga terdiri atas 14 pernyataan untuk pola komunikasi keluarga
dengan skor berkisar antara 1-4 untuk setiap pernyataan. Sehingga nilai terendah
yang mungkin dicapai responden adalah 14 dan nilai tertinggi yang mungkin
dicapai adalah 56.
Berdasarkan rumus statistika p= �������
�����������
Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah) sebesar 42 dan 2 kategori kelas untuk pola komunikasi
keluarga, (pola komunikasi keluarga fungsional dan pola komunikasi keluarga
disfungsional) di dapatlah panjang kelas sebesar 21.
Menggunakan p=21 dan nilai terendah 14 sebagai batas bawah kelas
interval pertama, data pola komunikasi keluarga dikategorikan sebagai berikut:
14- 35 = komunikasi keluarga disfungsional.
36- 56 = komunikasi keluarga fungsional.
c) Kuesioner Tingkat Depresi Lansia
Kuesioner tingkat depresi lansia peneliti adopsi dari skala depresi geriatrik
Yesavage, 1983 (Maryam, dkk, 2008). Kuesioner tingkat depresi lansia terdiri atas
30 pertanyaan dengan nilai 1 untuk setiap pertanyaan. Sehingga nilai terendah
dicapai responden adalah 30. Data tingkat depresi lansia dikategorikan sebagai
berikut:
0 – 5 = Normal
6 - 15 = Depresi ringan sampai sedang
16 – 30 = Depresi berat
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan (Arikunto, 2006). Jenis validitas yang diukur adalah validitas isi
yaitu suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dengan baik mewakili
karakteristik yang dikaji. Uji validitas kuesioner pola komunikasi keluarga
dilakukan oleh dosen yang ahli dibidangnya. Uji validitas ini dilakukan oleh
dosen ahli dibidang keperawatan keluarga yaitu Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp,
M.NS. Uji validitas kuesioner tingkat depresi lansia tidak dilakukan karena
peneliti mengadopsi dari skala depresi geriatrik Yesavage, 1983 (Maryam, 2008).
Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran
dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi,
2007). Pada kuesioner pola komunikasi keluarga diuji reliabilitasnya pada 10
orang lansia di kelurahan Titi Rantai Medan pada bulan Februari 2012. Kemudian
diuji reliabilitasnya dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha. Tes Cronbach
Alpha yang menunjukkan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
pola komunikasi keluarga adalah 0,725. Pada kuesioner tingkat depresi lansia
diuji reliabilitasnya pada 10 orang lansia di kelurahan Titi Rantai Medan pada
bulan Februari 2012. Kemudian diuji reliabilitasnya dengan menggunakan teknik
belah dua dengan rumus Spearmen Brown. Dikatakan reliabel jika r hitungnya > r
tabel product moment (Arikunto, 2006). Nilai r tabel product moment dengan
jumlah responden 10 orang dikatakan reliabel apabila memiliki nilai 0,632. Hasil
uji reliabel pada kuesioner tingkat depresi lansia adalah 0,949.
7. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan rekomendasi izin
pelaksanaan penelitian dari Institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Izin
yang telah diperoleh diajukan ke Biro Penelitian dan Pengembangan Pemerintah
Kota Medan, kemudian surat tersebut tersebut diserahkan ke kantor lurah Padang
Bulan Medan. Setelah mendapat izin penelitian dari kantor lurah Padang Bulan,
peneliti melaksanakan pengumpulan data. Pengumpulan data dilaksanakan dari
bulan Maret sampai April 2012 dan yang menjadi responden pada penelitian ini
adalah lansia yang bertemu dengan peneliti pada jadwal penelitian. Dalam
pengumpulan data, peneliti membagi responden sesuai jumlah lingkungan di
kelurahan Padang Bulan Medan, yaitu 12 lingkungan. Peneliti juga dibantu oleh
masing-masing kepala lingkungan dalam menentukan lokasi mana saja lansia
tinggal. Dalam pelaksanaan pengumpulan data peneliti juga di bantu oleh asisten
peneliti. Setelah mendapat calon responden, peneliti menjelaskan kepada calon
yang bersedia diminta menandatangani informed concent. Pengisian kuesioner
dilakukan oleh responden dengan dibantu oleh peneliti dengan cara membacakan
semua item pernyataan dan pertanyaan. Hal ini dikarenakan lansia yang menjadi
responden saya sudah mengalami penurunan penglihatan. Setelah semua data
yang dibutuhkan terkumpul, maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.
Setelah dilakukan analisa data, maka dari 45 responden hanya didapatkan 35
responden yang memenuhi kriteria depresi sesuai dengan skala depresi geriatrik
Yesavage, 1983.
8. Analisisa Data
Analisa data dilakukan dengan teknik analisa kuantitatif setelah semua data
pada kuesioner dikumpulkan. Data yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi. Deskripsi tentang sampel berupa frekuensi dan
presentasenya yaitu pada data demografi, pola komunikasi keluarga dan tingkat
depresi lansia. Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau data ringkasan berdasarakan suatu kelompok data mentah
dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang
diperlukan (Setiadi, 2007).
Pengujian normalitas data diuji menggunakan uji Saphiro-Wilk dan
diperoleh data yang berdistribusi normal dengan nilai p untuk pola komunikasi
keluarga 0,073 dan nilai p untuk tingkat depresi lansia 0,080. Data dikatakan
berdistribusi normal bila p>0,05 (Dahlan, 2008). Ada tidaknya hubungan antara
Nilai r berkisar antara -1 sampai 1 untuk menunjukkan derajat hubungan antara
dua variabel. Nilai 0 menunjukkan tidak ada hubungan linear.
Untuk penafsiran hasil pengujian statistik tersebut lebih lanjut digunakan
panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan
arah korelasi (Dahlan,2008).
No. Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan Korelasi (r)
0,00-0,199 Sangat lemah 0,20-0,399 Lemah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,000 Sangat kuat
2. Nilai p P< 0,05 Terdapat korelasi yang
bermakna antara dua variabel yang di uji.
P >0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.
3. Arah Korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai suatu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya. -(negatif) Berlawanan arah. Semakin
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian
Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan pola
komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan
Medan, melalui pengumpulan data pada 35 responden yang terdiri dari lansia usia
60 tahun ke atas yang mengalami depresi dan tinggal bersama keluarga di
kelurahan Padang Bulan Medan. Penyajian data meliputi karakteristik deskripsi
responden, pola komunikasi keluarga, tingkat depresi lansia dan hubungan antara
pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang
Bulan Medan.
1.1 Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, agama,
suku, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil
bahwa sebanyak 23 responden (65,7%) berusia 60-74 tahun, 11 responden
(31,4%) berusia 75-90 tahun dan 1 responden (2,9%) berusia 90 tahun ke atas.
Sebanyak 28 responden (80%) adalah perempuan dan 7 responden (20%)
laki-laki. Sebanyak 24 responden (68,6%) beragama Kristen dan 11 responden
(31,4%) beragama Islam. Sebanyak 28 responden (80%) adalah suku Batak dan 7
responden (20%) adalah suku Jawa. Sebanyak 16 responden (45,7%) tingkat
pendidikan SD, 8 responden (22,9%) tingkat pendidikan SMA, 7 responden
(20%) tidak sekolah dan 4 responden (11,4%) tingkat pendidikan SMP. Sebanyak
Tabel. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)
Data Demografi Responden
Frekuensi Persentase (%)
Usia
1.2 Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di
Kelurahan Padang Bulan Medan
Dalam penelitian ini, analisa dilakukan pada hubungan antara pola
komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia. Hasil analisa pada hubungan
antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai sig 0,00 yang menunjukkan bahwa
korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna.
Nilai koefisien korelasi Pearson atau r sebesar -0,597 yang menunjukkan
menunjukkan semakin besar nilai suatu variabel, semakin kecil nilai variabel
lainnya. Pada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi
lansia, nilai negatif berarti semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia
maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia.
Tabel. 2 Hasil Analisa Hubungan antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)
Variabel 1 Variabel 2 R p-value Keterangan
1.3 Pola Komunikasi Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian pola komunikasi keluarga diperoleh hasil
bahwa pola komunikasi keluarga fungsional, keluarga dapat saling berkomunikasi
dengan cukup terbuka dan jujur sebanyak 32 responden (91,4%) menjawab setuju,
2 responden (5,7%) menjawab tidak setuju dan 1 responden (2,9%) menjawab
sangat tidak setuju.
Tabel. 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Fungsional di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Pernyataan Sangat
tidak
1.Keluarga selalu mendengarkan lansia.
0 0 7 20,0 23 65,7 5 14,3
2.Keluarga sering berdiskusi.
bagi lansia.
4.Keluarga memberikan saran bagi lansia.
0 0 9 25,7 18 51,4 8 22,9
5.Keluarga memberikan dukungan bagi lansia.
0 0 4 11,4 31 88,6 0 0
6.Keluarga berkomunikasi terbuka dan jujur.
1 2,9 2 5,7 32 91,4 0 0
7.Keluarga menerima perbedaan pendapat.
1 2,9 14 40,0 17 48,6 3 8,6
Hasil penelitian pola komunikasi keluarga diperoleh hasil bahwa pola
komunikasi keluarga disfungsional, lansia sering menyimpulkan sendiri maksud
atau keinginan keluarga tanpa memperoleh penjelasan yang tepat dan jelas,
sebanyak 19 responden (54,3%) menjawab setuju, 15 responden (42,9%)
menjawab tidak setuju dan 1 responden (2,9%) menjawab sangat setuju.
Tabel. 4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional di kelurahan Padang Bulan Medan.
Pernyataan Sangat
tidak
8. Keluarga tidak peduli masalah lansia.
1 2,9 24 68,6 10 28,6 0 0
9. Lansia sering marah dan frustasi.
4 11,4 13 37,1 16 45,7 2 5,7
10.Komunikasi
menghakimi dan menyalahkan lansia.
3 8,6 18 51,4 12 34,3 2 5,7
11. Keluarga membiarkan lansia sedih.
6 17,1 18 51,4 11 31,4 0 0
12. Diskusi menimbulkan pertengkaran.
6 17,1 18 51,4 11 31,4 0 0
13. Keluarga tidak dapat berkomunikasi terbuka dan jujur.
6 17,1 26 74,3 2 5,7 1 2,9
14. Lansia menyimpulkan sendiri maksud keluarga.
Hasil penelitian diperoleh data bahwa sebanyak 25 responden (71,4%)
pola komunikasi fungsional dan sebanyak 10 responden (28,6%) pola komunikasi
disfungsional yang terjalin dalam keluarga.
Tabel. 5 Gambaran Pola Komunikasi Keluarga Responden di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)
Pola Komunikasi Keluarga
Skor Frekuensi Persentase (%)
Disfungsional 14-35 10 28,6
Fungsional 36-56 25 71,4
1.4 Tingkat Depresi Lansia
Berdasarkan hasil penelitian untuk tingkat depresi lansia diperoleh bahwa
lansia memilih tinggal di rumah daripada pergi melakukan sesuatu yang
bermanfaat, sebanyak 30 responden (85,7%) menjawab ya dan 5 responden
(14,3%) menjawab tidak. Untuk pertanyaan lansia merasa berat untuk memulai
sesuatu hal yang baru, sebanyak 30 responden (85,7%) menjawab ya dan 5
responden (14,3%) menjawab tidak. Dan untuk pertanyaan lansia merasa sulit
untuk berkonsentrasi sebanyak 30 responden (85,7%) menjawab ya dan 5
responden (14,3%) menjawab tidak.
Tabel. 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan
Pertanyaan Ya Tidak
N % N %
1.Merasa puas dengan kehidupan yang dijalani.
22 62,9 13 37,1
2.Banyak meninggalkan kesenangan/minat dan aktivitas.
28 80,0 7 20,0
5.Penuh pengharapan akan masa depan. 18 51,4 17 48,6 6.Mempunyai semangat yang baik setiap
waktu.
24 68,6 11 31,4
7.Diganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak dapat diungkapkan.
18 51,4 17 48,6
8.Merasa bahagia di sebagian besar waktu. 26 74,3 9 25,7 9.Merasa takut sesuatu akan terjadi. 18 51,4 17 48,6 10.Sering kali merasa tidak berdaya. 22 62,9 13 37,1 11.Sering merasa gelisah dan gugup. 12 34,3 23 65,7 12.Memilih tinggal di rumah daripada
pergi melakukan sesuatu yang bermanfaat.
30 85,7 5 14,3
13.Sering kali merasa khawatir akan masa depan.
12 34,3 23 65,7
14.Merasa mempunyai lebih banyak masalah dengan daya ingat.
29 82,9 6 17,1
15.Berpikir bahwa hidup ini sangat menyenangkan.
23 65,7 12 34,3
16.Sering kali merasa merana. 10 28,6 25 71,4 17.Merasa kurang bahagia. 12 34,3 23 65,7 18.Sangat khawatir terhadap masa lalu. 11 31,4 24 68,6 19.Merasakan bahwa hidup ini sangat
menggairahkan.
22 62,9 13 37,1
20.Merasa berat untuk memulai sesuatu hal yang baru.
30 85,7 5 14,3
21.Merasa dalam keadaan penuh semangat.
22 62,9 13 37,1
22.Berpikir bahwa keadaan Anda tidak ada harapan.
16 45,7 19 54,3
23.Berpikir bahwa banyak orang yang lebih baik.
17 48,6 18 51,4
24.Sering kali menjadi kesal dengan hal yang sepele.
14 40,0 21 60,0
25.Sering kali merasa ingin menangis. 18 51,4 17 48,6 26.Merasa sulit untuk berkonsentrasi. 30 85,7 5 14,3
27.Menikmati tidur. 19 54,3 16 45,7
28.Memilih menghindar dari perkumpulan sosial.
24 68,6 11 31,4
29.Mudah mengambil keputusan. 16 45,7 19 54,3 30.Mempunyai pikiran yang jernih. 27 77,1 8 22,9
Data yang di peroleh dari hasil penelitian adalah bahwa dari semua
responden yang mengalami depresi, sebanyak 21 responden (60%) mengalami
Tabel. 7 Gambaran Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)
Tingkat Depresi Lansia
Skor Frekuensi Persentase (%)
Ringan-Sedang 6-15 21 60,0
Berat 16-30 14 40,0
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan pola komunikasi keluarga
dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.
2.1 Hubungan Antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia
di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa pola komunikasi
keluarga yang terdiri atas komponen pola komunikasi keluarga fungsional dan
pola komunikasi keluarga disfungsional berhubungan secara negatif dengan
kekuatan korelasi sedang terhadap tingkat depresi lansia. Pada hubungan antara
pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, nilai negatif berarti
semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia maka semakin rendah
depresi yang dialami oleh lansia.
Bila ditinjau dari komponen dalam variabel pola komunikasi keluarga,
dimana 25 responden (71,4%) memiliki pola komunikasi keluarga yang
fungsional, hasil penelitian ini sejalan dengan Friedman (1998) bahwa dalam
keluarga dengan interaksi yang fungsional, sehat dan ideal dapat memenuhi
komunikasi fungsional, memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi
ringan-sedang.
Banyaknya persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia pada proses menua
dapat meningkatnya sensitivitas emosional seseorang, sering merasa tidak
berguna, sering marah dan tidak sabaran, merasa kehilangan peran dalam
keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak berdaya (Tamher & Noorkasiani,
2009). Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam
mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia (Maryam, dkk, 2008).
Pola komunikasi fungsional dapat menjadi indikator terlaksananya fungsi
keluarga untuk mengantisipasi tekanan dan masalah yang harus dihadapi lansia
pada proses menua tersebut (Friedman, 1998), agar lansia tidak mengalami
depresi berat.
Berbeda dengan hasil penelitian Sarwito Rachmad Barmawi, 2009 terhadap
Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia
di Desa Pabelan Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura II yang tujuannya
menganalisis hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada
lanjut usia. Mengambil sampel sebanyak 35 responden. Diperoleh hasil penelitian
tidak ada hubungan yang bermakna atau tidak signifikan antara pola komunikasi
keluarga dengan tingkat depresi pada lanjut usia .
Hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia
tersebut sebenarnya dipengaruhi faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, jenis
pekerjaan, tingkat pendidikan, motivasi, dukungan keluarga dan dukungan sosial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sebanyak 23 responden (65,7%)
berusia 60-74 tahun, 11 responden (31,4%) berusia 75-90 tahun dan 1 responden
(2,9%) berusia 90 tahun ke atas. Dari data di atas diperoleh bahwa lansia
mengalami depresi usia 60-74 tahun sebanyak 65,7%. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Cox (1984) dalam Tamher dan Noorkasiani (2009) bahwa semakin
bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini
didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem
sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia
pertengahan menuju usia tua. Teori ini menekankan bahwa kestabilan sistem
kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah usia tua.
Sebanyak 28 responden (80%) adalah perempuan dan 7 responden (20%)
adalah laki-laki. Dari data di atas diperoleh lansia perempuan yang mengalami
depresi sebanyak 80%. Hal ini dikarenakan perbedaan gender juga dapat
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga
akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Fitri (2011) pada subyek lanjut usia di panti werda, proporsi lanjut usia
wanita yang mengalami depresi lebih besar daripada proporsi lanjut usia laki-laki
yang mengalami depresi. Banyaknya lanjut usia wanita yang mengalami depresi
disebabkan oleh perbedaan hormonal, efek-efek dari melahirkan dan perbedaan
stressorpsikososial.
Sebanyak 16 responden (45,7%) tingkat pendidikan SD, 8 responden
(22,9%) tingkat pendidikan SMA, 7 responden (20%) tidak sekolah dan 4