• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA

DENGAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI

KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN

SKRIPSI

EFITRI NOVALINA SIBORO

081101038

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan” untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik. 3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, M.NS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

(4)

5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan juga kepada seluruh staf pengajar beserta staf administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS yang telah bersedia memvalidasi instrumen penelitian.

7. Bapak Frans Siahaan, SSTP, MSP selaku lurah Padang Bulan Medan yang telah memberikan izin penelitian dan juga seluruh responden lansia di kelurahan Padang Bulan Medan yang telah bersedia berpartisipasi menjadi responden selama proses penelitian berlangsung.

8. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua tercinta Bapak J. Siboro (alm) dan Ibu R. Simanjuntak, serta kepada kakakku Bernike Siboro dan Junita Siboro juga adikku Ricardo Siboro dan Heryanto Siboro yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, senantiasa berdoa, memberikan perhatian, semangat dan segala yang terbaik untuk penulis.

(5)

10.Dek Adianto, Kak Amel, Kak Mei, Dek Delfitra dan Dek Hery yang telah memberikan waktu dan bantuan selama proses penelitian.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, 18 Juli 2012

(6)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang... 1

2. Tujuan Penelitian... 6

3. Pertanyaan Penelitian... 6

4. Manfaat Penelitian... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi... 8

1.1Defenisi Komunikasi... 8

1.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi... 8

1.3Fungsi Komunikasi... 11

2. Keluarga... ... 11

2.1Defenisi Keluarga... 11

2.2Pola Komunikasi Keluarga... 12

2.2.1 Pola Komunikasi Keluarga Fungsional... 12

2.2.2 Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional... 15

3. Depresi... 17

3.1Defenisi Depresi... 17

3.2Penyebab Depresi... 17

3.3Gejala Depresi... 18

3.4Faktor Resiko Depresi... 19

3.5Tingkat Depresi Lansia... 19

4. Lansia... 19

4.1Defenisi Lansia... 19

4.2Tahapan Lansia... 20

4.3Perubahan yang Terjadi pada Lansia... 20

4.3.1 Perubahan Fisik... 20

4.3.2 Perubahan Mental... 21

4.3.3 Perubahan Psikologis... 21

4.3.4 Perkembangan Spiritual... 21

4.4Permasalahan yang Terjadi pada Lansia... 22

4.4.1 Permasalahan Umum... 22

4.4.2 Permasalahan Khusus... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konseptual... 24

2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian... 26

(7)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian... 27

2. Populasi dan Sampel... 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 28

4. Pertimbangan Etik... 29

5. Instrumen Penelitian... 29

6. Uji Validitas dan Reliabilitas... 31

7. Teknik Pengumpulan Data... 32

8. Analisa Data... 33

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian... 35

1.1Karakteristik Responden... 35

1.2Hubungan Pola Komunikasi keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan... 36

1.3Pola Komunikasi Keluarga... 37

1.4Tingkat Depresi Lansia... 39

2. Pembahasan... 41

2.1Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan... 41

2.2Pola Komunikasi keluarga... 45

2.3Tingkat Depresi Lansia... 47

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 49

2. Saran... 49

2.1Saran Terhadap Keterbatasan Penelitian... 49

2.2Praktek Keperawatan... 50

2.3Penelitian Keperawatan... 50

Daftar Pustaka... 51

Lampiran

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Jadwal Penelitian

3. Taksasi Dana

4. Instrumen Penelitian 5. Surat Izin Survei Awal 6. Surat Izin Penelitian 7. Hasil penelitian

(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Kerangka konsep penelitian hubungan pola komunikasi keluarga dengan

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Tabel. 2 Hasil Analisa Hubungan antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Tabel. 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Fungsional di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Tabel. 4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Tabel. 5 Gambaran Pola Komunikasi Keluarga Responden di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Tabel. 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.

(10)

Judul :Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Nama Mahasiswa : Efitri Novalina Siboro NIM : 081101038

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

Abstrak

Dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi sistem pendukung pada keluarga dalam menghadapi depresi. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah serta akan lebih sulit mengalami depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Populasi dalam penelitian ini lansia usia 60 tahun atau lebih , baik pria maupun wanita yang tinggal bersama keluarga dan mengalami depresi. Sampel penelitian ini berjumlah 35 responden ditentukan dengan metode Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret dan April 2012 melalui penyebaran kuesioner berisi pernyataan dan pertanyaan tentang data demografi, pola komunikasi keluarga, dan tingkat depresi lansia. Hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dari hasil analisa pada hubungan antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai α=0,00 yang menunjukkan bahwa korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna. Nilai koefisien korelasi Pearson atau r=─0,597. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi komunikasi keluarga maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan keluarga dapat menerapkan pola komunikasi keluarga yang fungsional agar lansia tidak mengalami depresi.

(11)

Judul :Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Nama Mahasiswa : Efitri Novalina Siboro NIM : 081101038

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

Abstrak

Dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi sistem pendukung pada keluarga dalam menghadapi depresi. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah serta akan lebih sulit mengalami depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Populasi dalam penelitian ini lansia usia 60 tahun atau lebih , baik pria maupun wanita yang tinggal bersama keluarga dan mengalami depresi. Sampel penelitian ini berjumlah 35 responden ditentukan dengan metode Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret dan April 2012 melalui penyebaran kuesioner berisi pernyataan dan pertanyaan tentang data demografi, pola komunikasi keluarga, dan tingkat depresi lansia. Hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dari hasil analisa pada hubungan antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai α=0,00 yang menunjukkan bahwa korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna. Nilai koefisien korelasi Pearson atau r=─0,597. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi komunikasi keluarga maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan keluarga dapat menerapkan pola komunikasi keluarga yang fungsional agar lansia tidak mengalami depresi.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk lansia di dunia berkembang pesat. Pada

tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu

sekitar 19,3 juta jiwa (9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025,

Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah

penduduk lanjut usia setelah RRC, India dan Amerika Serikat dengan umur

harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008).

Struktur demografi Indonesia selama kurun waktu terakhir ini dan

seterusnya ditandai antara lain dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk

berusia lanjut. Bila mengacu pada batasan usia 65 tahun yang banyak diterapkan

secara internasional, maka di Indonesia, kelompok penduduk berusia 65 tahun ke

atas yang pada tahun 1980 sebesar 3,2 % dari total populasi telah meningkat

menjadi 3,8% pada tahun 1987 dan 4,6% pada tahun 1994 (Depkes RI, 1997

dalam Tamher & Noorkasiani, 2009).

Proyeksi penduduk berusia 65 tahun ke atas di Indonesia pada tahun 2010

nanti akan menjadi 11 juta jiwa, padahal pada tahun 1994 baru sebesar 7,5 juta.

Proyeksi pada tahun 2020 akan sebesar 7,2 % yang hampir sepadan dengan

proporsi negara-negara maju saat ini (Aris Ananta, 1997 dalam Tamher &

(13)

Lanjut usia merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan baik itu

perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental dan perubahan psikososial.

Memasuki usia tua juga berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran

fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai

ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan

lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional. Kemunduran mempunyai

dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut usia.

Selain berbagai macam kemunduran, ada sesuatu yang dapat meningkat dalam

proses menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang. Akibat kemunduran

tersebut, lansia kehilangan kemandirian baik secara fisik maupun secara

psikologis. Hal ini dapat dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan

kepada orang lain (Nugroho, 2008).

Pada usia lanjut banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia. Akibat

dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi karena lansia

sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga/sebatang kara,

merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak bicara,

merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir

dan berbicara, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan

merasa tidak berdaya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada

lansia (Tamher & Noorkasiani, 2009).

Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan

(14)

hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas dan perilaku dapat

terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Depresi merupakan gangguan alam

perasaan yang dapat disertai gejala-gejala psikologis, gangguan somatik maupun

gangguan psikomotor dalam waku tertentu (Hawari, 2001).

Hasil penelitian Surya, 2010 terhadap sindroma depresif pada lanjut usia di

Puskesmas Padang Bulan Kota Medan dengan sampel 90 orang lanjut usia yang

datang untuk memeriksakan kesehatannya di Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia

(Posyandu Lansia) Puskesmas Padang Bulan Kota Medan dari bulan September

2009 sampai dengan November 2009 diperoleh hasil penelitian: pada 90 orang

lansia di Puskesmas Padang Bulan yang menjadi sampel penelitian didapati 26

orang (28,9%) yang mengalami sindroma depresif. Sampel didominasi oleh

kelompok umur 65-74 tahun (50,0%), jenis kelamin perempuan (65,6%), tingkat

pendidikan tamat SD (40,0%), status perkawinan kawin (52,2%), suku Karo

(33,3%), pekerjaan tidak bekerja (56,7%), dan penyakit medis penyerta yang

tanpa ada riwayat penyakit (30,0%). Hasil penelitian di atas proporsi sindroma

depresif pada lanjut usia di Puskesmas Padang Bulan sebesar 28,9%.

Depresi dapat diatasi dengan adanya koping pada lansia. Koping merupakan

cara berpikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi

yang menyakitkan. Salah satu koping tersebut adalah komunikasi dengan keluarga

(Maryam,dkk, 2008).

Hasil penelitian Sarwito Rachmad Barmawi, 2009 terhadapHubungan Pola

Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Desa Pabelan

(15)

pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lanjut usia. Mengambil

sampel sebanyak 35 responden. Diperoleh hasil penelitian tidak ada hubungan

yang bermakna atau tidak signifikan antara pola komunikasi keluarga dengan

tingkat depresi pada lanjut usia .

Idealnya, dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi koping

lansia dalam menghadapi depresi. Komunikasi keluarga sangat diperlukan sebagai

dukungan dan sebagai tempat berlindung. Menurut Stuart dan Sudeen, 1995

dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu

menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah

dan motivasi menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat (Tamher &

Noorkasiani, 2009).

Dukungan keluarga berupa komunikasi sangat diperlukan sebagai salah satu

sistem pendukung pada lansia dalam menghadapi depresi. Komunikasi itu sendiri

merupakan suatu proses sosial yang mengakibatkan terjadinya hubungan antara

manusia atau interaksi yang dapat menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain

serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Komunikasi sangat penting bagi

kedekatan keluarga, mengenal masalah, memberi respon terhadap peran-peran

non-verbal dan mengenal masalah pada tiap individu. Proses komunikasi yang

baik di harapkan dapat membentuk suatu pola komunikasi yang baik dalam

keluarga. Di harapkan penerapan pola komunikasi yang baik nantinya akan

memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan

(16)

Dari berbagai tekanan dan masalah yang harus dilalui oleh lansia, idealnya

dapat diantisipasi oleh keluarga sesuai dengan fungsi keluarga sebagai tempat

dimana anggotanya dapat saling berbagi perhatian dan kasih sayang. Salah satu

indikator terlaksananya fungsi keluarga tersebut adalah adanya pola komunikasi

yang baik dan efektif di antara anggota keluarga, yang dikenal dengan pola

komunikasi fungsional (Friedman, 1998).

Di sisi lain, pola komunikasi yang tidak sehat dan tidak berjalan dengan

baik dinamakan pola komunikasi disfungsional, dimana salah satu cirinya adalah

tidak efektifnya fungsi komunikasi dan adanya pemusatan pada diri sendiri,

mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif orang lain (Friedman,

1998). Lansia yang berasal dari keluarga yang memiliki support system yang baik

dalam hal mempertahankan dan meningkatkan status mental serta memberikan

motivasi berupa komunikasi yang baik akan lebih sulit untuk terkena depresi

dibandingkan dengan lansia dengan keluarga yang tidak memiliki support system

yang baik dan tidak peduli terhadap urusan masing-masing anggota keluarganya

(Maryam,dkk, 2008).

Dari gambaran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pola komunikasi

keluarga dapat mempengaruhi tingkat depresi lansia. Namun demikian penelitian

tentang hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia masih

menimbulkan pertanyaan mendasar bahwa benarkah kedua pola komunikasi

keluarga tersebut dapat berhubungan dengan tingkat depresi lansia di kelurahan

(17)

Berdasarkan data dan hasil penelitian sebelumnya yang tercantum di atas,

peneliti berminat untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga

dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.

2. Pertanyaan Penelitian

2.1 Bagaimana hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan?

2.2 Bagaimana pola komunikasi keluarga di kelurahan Padang Bulan Medan?

2.3 Bagaimana tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan?

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat

depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.

3.2 Tujuan Khusus

3.2.1 Mengidentifikasi pola komunikasi keluarga di kelurahan Padang Bulan

Medan.

(18)

4. Manfaat Penelitian

4.1 Praktek Keperawatan

Manfaat penelitian ini pada praktek keperawatan dapat digunakan sebagai

masukan bagi perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

komunitas terutama gerontik.

4.2 Penelitian Keperawatan Keluarga

Manfaat penelitian ini pada peneliti keperawatan dapat digunakan sebagai

sumber informasi pendukung untuk melaksanakan penelitian selanjutnya

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Komunikasi

1.1 Defenisi Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan dan pikiran antara

dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah

laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang yang terlibat dalam

komunikasi (Suryani, 2006). Komunikasi merupakan proses pengiriman atau

pertukaran (stimulus, signal, simbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun

non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan baik

dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Mundakir, 2006).

Komunikasi sangat diperlukan dalam hubungan antar individu di

kehidupan sehari-hari. Kerjasama dan koordinasi yang baik akan tercapai saat

komunikasi yang dibangun baik dan hubungan yang harmonis akan tercapai saat

komunikasi yang dibangun baik pula. Setiap komunikasi memiliki tujuan

masing-masing, baik antara penyampaian informasi dan yang mencari informasi

(Priyanto, 2009).

1.2Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

1. Perkembangan

Usia seseorang berpengaruh terhadap cara seseorang berkomunikasi baik

(20)

bahasa sesuai umur ketika berkomunikasi, sehingga komunikasi dapat berjalan

lancar (Priyanto, 2009).

2. Nilai

Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup seseorang

dipengaruhi oleh keyakinan, fikiran dan tingkah lakunya. Nilai seseorang berbeda

satu sama lainnya (Mundakir, 2006). Nilai adalah standar yang mempengaruhi

perilaku seseorang termasuk dalam berkomunikasi (Priyanto, 2009).

3. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau

peristiwa. Persepsi sendiri dibentuk dari harapan atau pengalaman. Perbedaan

persepsi dapat menghambat komunikasi (Priyanto, 2009). Persepsi akan sangat

mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi

dan pengertian yang sama tentang pesan yang disampaikan dan diterima oleh

kedua belah pihak (Mundakir, 2006).

4. Latar Belakang

Bahasa dan gaya bahasa akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.

Budaya akan membatasi seseorang bertindak atau berkomunikasi (Priyanto,

2009). Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun peling tidak dapat

dijadikan pegangan dalam bertutur kata, bersikap dan melangkah dalam

berkomunikasi (Mundakir, 2006).

5. Emosi

Emosi adalah subjektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi

(21)

kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain

(Mundakir, 2006). Emosi seperti marah, sedih dan senang akan dapat

mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain (Priyanto,

2009).

6. Jenis Kelamin

Setiap jenis kelamin baik wanita maupun pria mempunyai gaya komunikasi

yang berbeda-beda. Disebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan

gaya dalam berkomunikasi (Priyanto, 2009).

7. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.

Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan

yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi

(Priyanto,2009).

8. Peran dan Hubungan

Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin hubungan dengan orang

lain. Komunikasi akan berlangsung terbuka, rileks dan nyaman bila dilakukan

dengan kelompok yang mempunyai peran sama (Mundakir, 2006).

9. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana

yang bising dan tidak adanya privasi akan menimbulkan kerancuan, ketegangan,

dan ketidaknyamanan (Priyanto, 2009). Banyak orang bersedia melayani

komunikasi dalam lingkungan yang nyaman. Lingkungan yang kacau akan dapat

(22)

10.Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu dapat menimbulkan

rasa aman. Seperti misalnya orang akan merasa terancam bila orang yang tidak

dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya (Priyanto,

2009).

1.3Fungsi Komunikasi

Menurut Nasir, dkk, 2009 ada beberapa fungsi komunikasi secara umum:

(1) dapat menyampaikan pikiran atau perasaan, (2) tidak terasing atau terisolir

dari lingkungan, (3) dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu, (4) dapat

mengetahui atau mempelajari peristiwa di lingkungan, (5) dapat mengenal diri

sendiri, (6) dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain, (7) dapat

mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang, (8) dapat mengisi waktu luang,

(9) dapat menambah pengetahuan dan mengubah sikap, serta perilaku kebiasaan,

(10) dapat membujuk atau memaksa orang lain agar berpendapat, bersikap atau

berperilaku sebagaimana yang diharapkan.

2. Keluarga

2.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di

bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung (Depkes RI, 1988 dalam Ali,

(23)

perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,

emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang

reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk

mencapai tujuan umum (Duval, 1972 dalam Ali, 2009).

Keluarga dipandang sebagai suatu kesatuan yang unik dalam menghadapi

masalah. Keunikannya terlihat dengan cara berkomunikasi, mengambil keputusan,

sikap, nilai, cita-cita, hubungan dengan masyarakat luas dan gaya hidup yang

tidak sama antara satu keluarga dan keluarga lainya. Perbedaan itu dipengaruhi

oleh lingkungan, zaman dan geografis, keluarga di desa sangat berbeda dengan di

kota dalam hal besarnya keluarga, struktur, nilai, dan juga gaya hidupnya (Ali,

2009).

2.2 Pola Komunikasi Keluarga

Menurut Friedman, 1998 komunikasi keluarga didefenisikan sebagai suatu

proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian

dalam keluarga. Pola komunikasi keluarga ada dua, yaitu pola komunikasi

keluaraga fungsional dan pola komunikasi keluarga disfungsional.

2.2.1 Pola Komunikasi Keluarga Fungsional

Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga yang

berhasil dan sehat, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan, baik

tingkat instruksi maupun isi, dan juga kesesuaian antara tingkat printah/instruksi

(24)

maksud dan arti dari pengirim yang dikirim lewat saluran-saluran yang relatif

jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari

pesan itu yang mirip dengan pengirim (Sell 1973, dalam Friedman 1998).

Komunikasi yang efektif akan mencocokkan arti, mencapai konsistensi, dan

mencapai kesesuaian antara pesan yang diterima dan diharapkan. Dengan

demikian komunikasi yang efektif dalam keluarga merupakan suatu proses

definisi konstan dan redefinisi yang akan mencapai suatu kecocokan dari pesan

tingkat instruksi dan isi. Baik pengirim dan penerima harus terlibat secara aktif

dan mampu saling tukar-menukar posisi dengan menjadi pengirim maupun

penerima selama proses berlangsungnya.

Pola-pola komunikasi dalam sistem keluarga mempunyai suatu pengaruh

besar terhadap anggota individu. Individualisasi, belajar tentang orang lain,

perkembangan dan mempertahankan harga diri dan mampu membuat pilihan,

semuanya tergantung kepada informasi yang masuk melewati para anggota

keluarga.

Sebuah keluarga yang fungsional menggunakan komunikasi untuk

menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bermanfaat. Interaksinya

menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan

individualitas anggota. Dengan adanya suatu keterbukaan dan kejujuran yang

cukup jelas, anggota keluarga mampu mengakui kebutuhan dan emosi satu sama

lain.

Pola-pola komunikasi dalam sebuah keluarga fungsional menunjukkan

(25)

tidak realistis yang dilontarkan satu sama lain. Penilaian terhadap perilaku

individual diharuskan oleh tekanan tuntutan sosial eksternal atau perlunya sistem

keluarga atau perkembangan pribadi, melahirkan penilaian yang sehat dalam

keluarga secara keseluruhan.

Komunikasi dalam keluarga yang sehat merupakan proses dua arah yang

sangat dinamis. Pesan tidak semata- mata hanya dikirim dan diterima oleh seorang

penerima dan pengirim. Akan tetapi, sifat dinamis dari komunikasi ini

menciptakan interaksi fungsional yang kompleks dan tidak bisa diprediksi.

Bahkan dalam keluarga yang paling sehat sekali pun, komunikasi banyak kali

menjadi renggang dan problematis. Dalam keluarga fungsional, telah dicatat

bahwa perasaan dari para anggota keluarga merupakan ekspresi yang

diperbolehkan.

Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan

kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi

kedekatan hubungan agar berkembang dan terpelihara. Kemampuan anggota

keluarga untuk mengenal dan memberi respon terhadap peran-peran non verbal,

diidentifikasi sebagai suatu atribut penting keluarga sehat (Curran, 1983 dalam

Friedman, 1998) .

2.2.2 Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional.

Komunikasi disfungsional didefenisikan sebagai suatu pengiriman dan

penerimaan isi dan instruksi/ perintah dari pesan yang tidak jelas antara isi dan

perintah dari pesan. Salah satu faktor utama yang melahirkan pola-pola

(26)

dari keluarga maupun anggota. Tiga nilai terkait yang terus menerus

menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya

persetujuan total, dan kurangnya empati (Anderson,1972 dalam Friedman, 1998).

Pemusatan pada diri sendiri dicirikan dengan memfokuskan pada kebutuhan

sendiri seseorang untuk mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif

orang lain. Jika individu ini harus memberi, mereka akan melakukannya dengan

enggan dan dengan cara bermusuhan, defensif dan mengorbankan diri. Dengan

demikian tawar-menawar atau negosiasi secara efektif merupakan hal yang sulit,

karena orang orang-orang memusatkan pada diri sendiri percaya bahwa mereka

tidak bisa kehilangan sekecil apapun yang mereka harus berikan (Satir, 1983

dalam Friedman, 1998).

Nilai yang dimiliki keluarga menyangkut upaya memelihara persetujuan

total dan menghindari tercetusnya konflik karena berbeda satu sama lain,

meskipun apa yang secara tepat bahwa masing-masing berbeda yang mungkin

sulit dijelaskan. Perbedaan dalam opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, keinginan,

dan harapan-harapan mungkin dipandang sebagai suatu ancaman karena hal itu

dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan sadar bahwa mereka adalah

individu-individu yang berbeda. Sebagai bagian dari proses sosialisasi, anggota keluarga

mempelajari nilai-nilai yang sama dan cara-cara untuk berhubungan dan begitu

pula memiliki kesulitan mengenal dan menginterpretasikan bermacam-macam

perasaan dan pengalaman.

Kurang empati saat anggota keluarga tidak dapat mengenal efek dari

(27)

dengan berpura-pura tidak punya perhatikan sehingga individu ini boleh jadi

mengalami perasaan tidak memiliki kekuatan, menciptakan iklim ketegangan,

ketakutan dan/atau bersalah.

Dari sebab itu tahap ini membentuk sebuah gaya komunikasi yang

membingungkan, kabur, tidak langsung, tidak jelas, dengan sikap bertahan bukan

terbuka, jelas dan sopan. Komunikasi dari pengirim yang disfungsional bersifat

defensif secara pasif maupun aktif dan sering kali menghapuskan kemungkinan

untuk mencari umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak

sehat pada pengirim dibagi dalam lima kategori; asumsi-asumsi, ungkapan

perasaan-perasaan yang tidak jelas, ekspresi yang menghakimi, ketidakmampuan

mendefenisikan kebutuhan- kebutuhan, komunikasi yang tidak cocok.

Jika penerimanya tidak berfungsi (disfungsional) maka akan terjadi

kegagalan komunikasi karena pesan tidak diterima sebagai mana diharapkan,

mengingat kegagalan penerima mendengar, menggunakan diskualifikasi,

memberikan respon secara efensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal

memvalidasi pesan. Proses yang disfungsional biasanya tidak jelas dan maksud

dari komunikasi pun tidak jelas atau tersembunyi.

3. Depresi

3.1 Defenisi Depresi

Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis, yang

berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan

(28)

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang

pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi

sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan

yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas

dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain (Jenny, dkk, 2008).

3.2 Penyebab Depresi

Berbagai faktor psikologi memainkan peran terjadinya gangguan depresi.

Kebanyakan gangguan depresi karena faktor psikologi terjadi pada gangguan

depresi ringan dan sedang.

Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan

dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres, mereka

cenderung akan mengalami gangguan depresi . Para psikolog menyatakan bahwa

mereka yang mengalami gangguan depresi mempunyai riwayat pembelajaran,

depresi dalam pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti

model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika mengalami masalah psikologi

maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresi.

Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stress

kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan

kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologi dan usaha

seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan

kepada kita mengapa masalah psikologi kejadiannya lebih sering muncul pada

(29)

3.3 Gejala Depresi

Depresi ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup,

perasaaan tidak berguna, putus asa dan sebagainya. Secara lengkap gejala klinis

depresi adalah sebagai berikut: (1) afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih,

gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak bedaya, (2) perasaan

bersalah, berdosa, penyesalan, (3) nafsu makan menurun, (4) berat badan

menurun, (5) konsentrasi dan daya ingat menurun, (6) gangguan tidur: insomnia

(sukar/ tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia (terlalu banyak tidur).

Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan,

misalnya mimpi orang yang telah meninggal, (7) agitasi atau retardasi psikomotor

(gaduh gelisah atau lemah tak berdaya), (8) hilangnya rasa senang, semangat dan

minat, tidak suka lagi melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitas juga

menurun, (9) gangguan seksual (libido menurun), (10) pikiran-pikiran tentang

kematian, bunuh diri (Hawari, 2001).

3.4 Faktor Resiko Depresi

Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya depresi adalah sebagai

berikut: kehilangan/meninggalnya orang (objek) yang dicintai, sikap pesimistik,

kecenderungan berasumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang

mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, dan penyakit degeneratif kronik,

(30)

3.5 Tingkat Depresi Lansia

Pengkajian tingkat depresi lansia menggunakan skala depresi geriatrik

Yesavage, 1983 dimana instrumennya disusun secara khusus digunakan pada usia

lanjut untuk memeriksa depresi. Jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai 1.

Analisa hasil pada kuesioner ini dilakukan dengan menilai setiap

pertanyaan sesuai dengan indikasi. Bila pertanyaan yang dijawab indikasi

terganggu maka dinilai 1 dan bila pertanyaan yang dijawab indikasi normal maka

dinilai 0. Nilai 0-5 menyatakan normal, nilai 6-15 menyatakan depresi ringan

sampai sedang dan nilai 16-30 menyatakan depresi berat (Maryam,dkk,2008).

4. Lansia

4.1 Defenisi Lansia

Lanjut usia adalah suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di dalam

kehidupan manusia, berupa perubahan baik itu perubahan fisik dan fungsi,

perubahan mental dan perubahan psikososial. Lanjut usia juga berarti mengalami

kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,

penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak

(31)

4.2 Tahapan Lansia

Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, ada

empat tahap yakni:

-Usia pertengahan (middle age) (45- 59 tahun)

-Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)

-Lanjut usia tua (old) (75- 90 tahun)

-Usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun).

Namun, di Indonesia batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini

dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Dari pernyataan di atas kita ketahui bahwa

yang disebut lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke

atas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008).

4.3 Perubahan yang Terjadi pada Lansia

4.3.1 Perubahan Fisik

Perubahan fisik disini meliputi penurunan jumlah sel, mekanisme perbaikan

sel otak terganggu, penurunan sistem pernafasan, terjadinya gangguan sistem

pendengaran, gangguan sistem penglihatan, gangguan sistem kardiovaskuler,

gangguan sistem pengaturan suhu tubuh, gangguan sistem persarafan, gangguan

sistem pencernaan, gangguan sistem reproduksi, gangguan sistem genitourinaria,

gangguan sistem endokrin, gangguan sistem integument, gangguan sistem

(32)

4.3.2 Perubahan Mental

Perubahan yang terjadi dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah

curiga, bertambah pelit dan tamak bila memiliki sesuatu. Sikap umum yang

ditemukan hampir pada setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang,

tenaganya sedapat mungkin dihemat. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam

masyarakat.ingin selalu mempertahankan haknya. Kenangan (memori) pada lansia

juga ikut berubah. Sama halnya dengan Intelegentia Quotion (IQ) dan

keterampilan juga berkurang.

4.3.3 Perubahan Psikososial

Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya

dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Saat menginjak lanjut usia seseorang

akan mengalami kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman,

kehilangan pekerjaan, dan hilangnya kekuatan serta ketegapan fisik.

4.3.4 Perkembangan Spiritual

Pada lanjut usia agama/ kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan.

Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam

berpikir dan bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun

adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan

keadialan (Nugroho, 2008).

4.4 Permasalahan yang Terjadi pada Lansia

Dalam perjalanan hidup manusia, proses menua merupakan hal yang wajar

(33)

lambat/cepatnya proses tersebut bergantung pada setiap individu yang

bersangkutan. Permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia antara lain.

4.4.1 Permasalahan Umum

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis

kemiskinan, terutama dampak sosial krisis moneter dan krisis ekonomi, jumlah

lanjut usia yang mengalami permasalahan ini juga meningkat, bahkan ada

sebagian lanjut usia dalam keadaan terlantar. Selain tidak mempunyai bekal

hidup, pekerjaan, atau penghasilan, mereka sebatang kara.

Perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik mengarah pada

bentuk keluarga kecil, terutama di kota besar, menyebabkan nilai kekerabatan

dalam kehidupan keluarga besar melemah. Peningkatan mobilitas penduduk

(termasuk lanjut usia) menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap

kemudahan transportasi dan/atau komunikasi bagi para lansia yang saat ini belum

dapat disediakan secara memadai.

Keterbatasan kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia oleh pemerintah

dan masyarakat, baik berupa keterbatasan tenaga profesional, data yang lengkap,

valid, relevan dan akurat tentang karakteristik kehidupan dan penghidupan para

lanjut usia termasuk permasalahannya serta sarana pelayanan dan fasilitas khusus

bagi para lanjut usia.

4.4.2 Permasalahan Khusus

Perubahan nilai sosial masyarakat, yaitu kecenderungan munculnya nilai

sosial yang dapat mengakibatkan menurunnya penghargaan dan penghormatan

(34)

pencemaran lingkungan serta kesulitan memperoleh lapangan kerja formal bagi

lanjut usia.

Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai

masalah baik secara fisik, biologis, mental, maupun sosial ekonomi. Semakin

lanjut usia, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan

fisik, yang dapat menyebabkan penurunan peran sosial. Hal ini dapat

mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidup

sehinga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang

lain. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat tinggal dan fasilitas

perumahan yang khusus.

Lanjut usia tidak saja ditandai dengan kemunduran fisik, tetapi dapat pula

mengalami pengaruh kondisi mental. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan

sosialnya akan semakin berkurang. Hal ini akan dapat mengakibatkan

berkurangnya integrasi dengan lingkungan. Kondisi ini akan dapat berdampak

pada kebahagiaan seseorang.

Lanjut usia juga mengalami ketakutan, terutama : ketergantunagn fisik dan

ekonomi, sakit yang kronis (misalnya atritis, hipertensi, kardiovaskular), kesepian,

(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan

Padang Bulan, Medan. Pola komunikasi keluarga yang menjadi variabel bebas

memiliki komponen pola komunikasi keluarga yang fungsional dan disfungsional

(Friedman, 1998). Komunikasi sangat penting bagi kedekatan keluarga, mengenal

masalah, memberi respon terhadap peran-peran non-verbal dan mengenal masalah

pada tiap individu (Suryani,2006).

Komunikasi fungsional merupakan komunikasi yang bermanfaat dengan

karakteristik komunikasi yang efektif, terbuka dan jujur, mampu mengakui

kebutuhan emosi satu sama lain, adanya kesesuaian antar perintah dan isi serta

pesan yang jelas, hubungan timbal balik yang bermanfaat, penyambutan terhadap

perbedaan dan penilaian yang sehat, proses dua arah yang dinamis, dan

kemampuan mendengar satu dengan yang lain.

Sementara komunikasi yang disfungsional merupakan komunikasi yang

tidak berfungsi dengan baik dengan karakteristik pengiriman isi dan instruksi

pesan yang tidak jelas, tertutup, kurang empati, adanya perbedaan pendapat,

pemusatan pada diri sendiri, tidak jelas, membingungkan dan kabur, ekspresi

menghakimi, cenderung meremehkan dan menyalahkan dan gagal menerima

pesan.

Sementara tingkat depresi lansia yang menjadi variabel terikat, memiliki

(36)

dikategorikan berdasarkan penilaian terhadap perasaan puas terhadap kehidupan

yang dijalani, aktivitas dan minat, perasaan hampa terhadap kehidupan, sering

merasa bosan, tidak mempunyai semangat yang baik, perasaan takut akan sesuatu

yang terjadi, perasaan tidak bahagia di setiap waktu, perasaan bosan, suka

berdiam diri di rumah, mempunyai banyak masalah dengan ingatan, berpikir

hidup yang sekarang tidak menyenangkan, merasa orang lain tidak berguna

dengan keadaan saat ini, tidak bersemangat, tak ada harapan, dan berpikir bahwa

orang lain lebih baik.

Hubungan antara kedua variabel tersebut juga dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor lain seperti, usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan dukungan

sosial. Namun faktor- faktor lain tersebut tidak diteliti.

Skema:1. Kerangka Penelitian

Variabel yang diteliti Variebel yang tidak diteliti

Tingkat Depresi: -Normal

- Ringan sampai sedang - Berat

Pola Komunikasi Keluarga: -Fungsional -Disfungsional

Faktor Pengaruh: -Usia -Tingkat pendidikan

(37)

2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 2.1 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala

Variabel

baik komunikasi yang berfungsi dengan baik maupun komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik oleh keluarga terhadap lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.

Kuesioner pola komunikasi keluarga sebanyak 14 pernyataan. Pilihan jawaban:

-Seangat Tidak Setuju (STS)

Suatu ukuran sejauh mana perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis, yang dialami oleh lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.

Kuesioner tingkat depresi Geriatrik

3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah adanya hubungan pola komunikasi

(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini

menggunakan metode deskriptif korelatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi

hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan

Padang Bulan, Medan.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi

dalam penelitian ini adalah lansia yang berumur 60 tahun atau lebih baik pria

maupun wanita yang mengalami depresi yang tinggal di kelurahan Padang Bulan,

Medan. Dari hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti maka di dapat jumlah

lansia yang berumur 60 tahun ke atas baik pria dan wanita yang tinggal di

kelurahan Padang Bulan, Medan berjumlah 76 orang.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara

Purposive sampling. Yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih

sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2003).

Adapun kriteria yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah lansia

berumur 60 tahun atau lebih baik pria maupun wanita, mengalami depresi, tinggal

(39)

Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang akan di teliti.

Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana. Sempit luasnya wilayah

pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya

dana. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti (Arikunto, 2006). Dari

metode pengambilan sampel dan kriteria dalam pengambilan sampel dalam

penelitian ini, maka dari 76 populasi didapat sampel sebesar 45 orang. Dari 45

orang sampel kemudian didapat sebanyak 35 orang sampel yang memenuhi

kriteria depresi sesuai dengan skala depresi geriatrik Yesavage, 1983.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di daerah kelurahan Padang Bulan, Medan.

Dengan pertimbangan lokasi ini merupakan daerah dengan populasi lansia yang

cukup tinggi sesuai dengan survey awal yang peneliti lakukan. Dan pertimbangan

efisiensi waktu dan jarak dari tempat tinggal peneliti. Waktu penelitian ini

dilakukan dari bulan Maret hingga April 2012.

Adapun daerah ini dipilih karena belum pernah dilakukan penelitian tentang

hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, serta lokasi ini

mempunyai jumlah sampel yang memadai untuk dilakukan penelitian.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Fakultas

Keperawatan USU dan izin dari kepala kelurahan Padang Bulan, Medan. Dalam

(40)

yaitu peneliti memberikan penjelasan kepada responden penelitian tentang tujuan,

manfaat, dan prosedur pengisian kuesioner, meminta persetujuan responden dengan

menandatangani formulir persetujuan menjadi responden, menjelaskan kepada

responden bahwa responden berhak menolak dan mengundurkan diri pada saat proses

pengisian kuesioner dengan alasan mereka tidak mendapat paksaan dari pihak lain.

Penelitian ini tidak mengakibatkan kerugian/resiko bagi responden, untuk menjaga

kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi kode

tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner oleh peneliti dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Intrumen

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

terdiri dari tiga bagian yaitu lembar pertama mengenai data demografi, lembar

kedua mengenai pola komunikasi keluarga dan lembar ketiga mengenai tingkat

depresi lansia. Cara pengisian lembar kuesioner adalah dengan menggunakan

checklist (√) pada tempat yang tersedia.

a) Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi responden

yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku bangsa, agama dan

(41)

b) Kuesioner Pola Komunikasi Keluarga

Kuesioner pola komunikasi keluarga menggunakan skala Likert. Skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2003). Kuesioner pola

komunikasi keluarga terdiri atas 14 pernyataan untuk pola komunikasi keluarga

dengan skor berkisar antara 1-4 untuk setiap pernyataan. Sehingga nilai terendah

yang mungkin dicapai responden adalah 14 dan nilai tertinggi yang mungkin

dicapai adalah 56.

Berdasarkan rumus statistika p= �������

�����������

Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah) sebesar 42 dan 2 kategori kelas untuk pola komunikasi

keluarga, (pola komunikasi keluarga fungsional dan pola komunikasi keluarga

disfungsional) di dapatlah panjang kelas sebesar 21.

Menggunakan p=21 dan nilai terendah 14 sebagai batas bawah kelas

interval pertama, data pola komunikasi keluarga dikategorikan sebagai berikut:

14- 35 = komunikasi keluarga disfungsional.

36- 56 = komunikasi keluarga fungsional.

c) Kuesioner Tingkat Depresi Lansia

Kuesioner tingkat depresi lansia peneliti adopsi dari skala depresi geriatrik

Yesavage, 1983 (Maryam, dkk, 2008). Kuesioner tingkat depresi lansia terdiri atas

30 pertanyaan dengan nilai 1 untuk setiap pertanyaan. Sehingga nilai terendah

(42)

dicapai responden adalah 30. Data tingkat depresi lansia dikategorikan sebagai

berikut:

0 – 5 = Normal

6 - 15 = Depresi ringan sampai sedang

16 – 30 = Depresi berat

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa

yang diinginkan (Arikunto, 2006). Jenis validitas yang diukur adalah validitas isi

yaitu suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dengan baik mewakili

karakteristik yang dikaji. Uji validitas kuesioner pola komunikasi keluarga

dilakukan oleh dosen yang ahli dibidangnya. Uji validitas ini dilakukan oleh

dosen ahli dibidang keperawatan keluarga yaitu Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp,

M.NS. Uji validitas kuesioner tingkat depresi lansia tidak dilakukan karena

peneliti mengadopsi dari skala depresi geriatrik Yesavage, 1983 (Maryam, 2008).

Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran

dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi,

2007). Pada kuesioner pola komunikasi keluarga diuji reliabilitasnya pada 10

orang lansia di kelurahan Titi Rantai Medan pada bulan Februari 2012. Kemudian

diuji reliabilitasnya dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha. Tes Cronbach

Alpha yang menunjukkan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika

(43)

pola komunikasi keluarga adalah 0,725. Pada kuesioner tingkat depresi lansia

diuji reliabilitasnya pada 10 orang lansia di kelurahan Titi Rantai Medan pada

bulan Februari 2012. Kemudian diuji reliabilitasnya dengan menggunakan teknik

belah dua dengan rumus Spearmen Brown. Dikatakan reliabel jika r hitungnya > r

tabel product moment (Arikunto, 2006). Nilai r tabel product moment dengan

jumlah responden 10 orang dikatakan reliabel apabila memiliki nilai 0,632. Hasil

uji reliabel pada kuesioner tingkat depresi lansia adalah 0,949.

7. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan rekomendasi izin

pelaksanaan penelitian dari Institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Izin

yang telah diperoleh diajukan ke Biro Penelitian dan Pengembangan Pemerintah

Kota Medan, kemudian surat tersebut tersebut diserahkan ke kantor lurah Padang

Bulan Medan. Setelah mendapat izin penelitian dari kantor lurah Padang Bulan,

peneliti melaksanakan pengumpulan data. Pengumpulan data dilaksanakan dari

bulan Maret sampai April 2012 dan yang menjadi responden pada penelitian ini

adalah lansia yang bertemu dengan peneliti pada jadwal penelitian. Dalam

pengumpulan data, peneliti membagi responden sesuai jumlah lingkungan di

kelurahan Padang Bulan Medan, yaitu 12 lingkungan. Peneliti juga dibantu oleh

masing-masing kepala lingkungan dalam menentukan lokasi mana saja lansia

tinggal. Dalam pelaksanaan pengumpulan data peneliti juga di bantu oleh asisten

peneliti. Setelah mendapat calon responden, peneliti menjelaskan kepada calon

(44)

yang bersedia diminta menandatangani informed concent. Pengisian kuesioner

dilakukan oleh responden dengan dibantu oleh peneliti dengan cara membacakan

semua item pernyataan dan pertanyaan. Hal ini dikarenakan lansia yang menjadi

responden saya sudah mengalami penurunan penglihatan. Setelah semua data

yang dibutuhkan terkumpul, maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

Setelah dilakukan analisa data, maka dari 45 responden hanya didapatkan 35

responden yang memenuhi kriteria depresi sesuai dengan skala depresi geriatrik

Yesavage, 1983.

8. Analisisa Data

Analisa data dilakukan dengan teknik analisa kuantitatif setelah semua data

pada kuesioner dikumpulkan. Data yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi. Deskripsi tentang sampel berupa frekuensi dan

presentasenya yaitu pada data demografi, pola komunikasi keluarga dan tingkat

depresi lansia. Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarakan suatu kelompok data mentah

dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang

diperlukan (Setiadi, 2007).

Pengujian normalitas data diuji menggunakan uji Saphiro-Wilk dan

diperoleh data yang berdistribusi normal dengan nilai p untuk pola komunikasi

keluarga 0,073 dan nilai p untuk tingkat depresi lansia 0,080. Data dikatakan

berdistribusi normal bila p>0,05 (Dahlan, 2008). Ada tidaknya hubungan antara

(45)

Nilai r berkisar antara -1 sampai 1 untuk menunjukkan derajat hubungan antara

dua variabel. Nilai 0 menunjukkan tidak ada hubungan linear.

Untuk penafsiran hasil pengujian statistik tersebut lebih lanjut digunakan

panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan

arah korelasi (Dahlan,2008).

No. Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan Korelasi (r)

0,00-0,199 Sangat lemah 0,20-0,399 Lemah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,000 Sangat kuat

2. Nilai p P< 0,05 Terdapat korelasi yang

bermakna antara dua variabel yang di uji.

P >0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

3. Arah Korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai suatu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya. -(negatif) Berlawanan arah. Semakin

(46)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan pola

komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan

Medan, melalui pengumpulan data pada 35 responden yang terdiri dari lansia usia

60 tahun ke atas yang mengalami depresi dan tinggal bersama keluarga di

kelurahan Padang Bulan Medan. Penyajian data meliputi karakteristik deskripsi

responden, pola komunikasi keluarga, tingkat depresi lansia dan hubungan antara

pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang

Bulan Medan.

1.1 Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, agama,

suku, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil

bahwa sebanyak 23 responden (65,7%) berusia 60-74 tahun, 11 responden

(31,4%) berusia 75-90 tahun dan 1 responden (2,9%) berusia 90 tahun ke atas.

Sebanyak 28 responden (80%) adalah perempuan dan 7 responden (20%)

laki-laki. Sebanyak 24 responden (68,6%) beragama Kristen dan 11 responden

(31,4%) beragama Islam. Sebanyak 28 responden (80%) adalah suku Batak dan 7

responden (20%) adalah suku Jawa. Sebanyak 16 responden (45,7%) tingkat

pendidikan SD, 8 responden (22,9%) tingkat pendidikan SMA, 7 responden

(20%) tidak sekolah dan 4 responden (11,4%) tingkat pendidikan SMP. Sebanyak

(47)

Tabel. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)

Data Demografi Responden

Frekuensi Persentase (%)

Usia

1.2 Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di

Kelurahan Padang Bulan Medan

Dalam penelitian ini, analisa dilakukan pada hubungan antara pola

komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia. Hasil analisa pada hubungan

antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai sig 0,00 yang menunjukkan bahwa

korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna.

Nilai koefisien korelasi Pearson atau r sebesar -0,597 yang menunjukkan

(48)

menunjukkan semakin besar nilai suatu variabel, semakin kecil nilai variabel

lainnya. Pada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi

lansia, nilai negatif berarti semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia

maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia.

Tabel. 2 Hasil Analisa Hubungan antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)

Variabel 1 Variabel 2 R p-value Keterangan

1.3 Pola Komunikasi Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian pola komunikasi keluarga diperoleh hasil

bahwa pola komunikasi keluarga fungsional, keluarga dapat saling berkomunikasi

dengan cukup terbuka dan jujur sebanyak 32 responden (91,4%) menjawab setuju,

2 responden (5,7%) menjawab tidak setuju dan 1 responden (2,9%) menjawab

sangat tidak setuju.

Tabel. 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Fungsional di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Pernyataan Sangat

tidak

1.Keluarga selalu mendengarkan lansia.

0 0 7 20,0 23 65,7 5 14,3

2.Keluarga sering berdiskusi.

(49)

bagi lansia.

4.Keluarga memberikan saran bagi lansia.

0 0 9 25,7 18 51,4 8 22,9

5.Keluarga memberikan dukungan bagi lansia.

0 0 4 11,4 31 88,6 0 0

6.Keluarga berkomunikasi terbuka dan jujur.

1 2,9 2 5,7 32 91,4 0 0

7.Keluarga menerima perbedaan pendapat.

1 2,9 14 40,0 17 48,6 3 8,6

Hasil penelitian pola komunikasi keluarga diperoleh hasil bahwa pola

komunikasi keluarga disfungsional, lansia sering menyimpulkan sendiri maksud

atau keinginan keluarga tanpa memperoleh penjelasan yang tepat dan jelas,

sebanyak 19 responden (54,3%) menjawab setuju, 15 responden (42,9%)

menjawab tidak setuju dan 1 responden (2,9%) menjawab sangat setuju.

Tabel. 4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional di kelurahan Padang Bulan Medan.

Pernyataan Sangat

tidak

8. Keluarga tidak peduli masalah lansia.

1 2,9 24 68,6 10 28,6 0 0

9. Lansia sering marah dan frustasi.

4 11,4 13 37,1 16 45,7 2 5,7

10.Komunikasi

menghakimi dan menyalahkan lansia.

3 8,6 18 51,4 12 34,3 2 5,7

11. Keluarga membiarkan lansia sedih.

6 17,1 18 51,4 11 31,4 0 0

12. Diskusi menimbulkan pertengkaran.

6 17,1 18 51,4 11 31,4 0 0

13. Keluarga tidak dapat berkomunikasi terbuka dan jujur.

6 17,1 26 74,3 2 5,7 1 2,9

14. Lansia menyimpulkan sendiri maksud keluarga.

(50)

Hasil penelitian diperoleh data bahwa sebanyak 25 responden (71,4%)

pola komunikasi fungsional dan sebanyak 10 responden (28,6%) pola komunikasi

disfungsional yang terjalin dalam keluarga.

Tabel. 5 Gambaran Pola Komunikasi Keluarga Responden di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)

Pola Komunikasi Keluarga

Skor Frekuensi Persentase (%)

Disfungsional 14-35 10 28,6

Fungsional 36-56 25 71,4

1.4 Tingkat Depresi Lansia

Berdasarkan hasil penelitian untuk tingkat depresi lansia diperoleh bahwa

lansia memilih tinggal di rumah daripada pergi melakukan sesuatu yang

bermanfaat, sebanyak 30 responden (85,7%) menjawab ya dan 5 responden

(14,3%) menjawab tidak. Untuk pertanyaan lansia merasa berat untuk memulai

sesuatu hal yang baru, sebanyak 30 responden (85,7%) menjawab ya dan 5

responden (14,3%) menjawab tidak. Dan untuk pertanyaan lansia merasa sulit

untuk berkonsentrasi sebanyak 30 responden (85,7%) menjawab ya dan 5

responden (14,3%) menjawab tidak.

Tabel. 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan

Pertanyaan Ya Tidak

N % N %

1.Merasa puas dengan kehidupan yang dijalani.

22 62,9 13 37,1

2.Banyak meninggalkan kesenangan/minat dan aktivitas.

28 80,0 7 20,0

(51)

5.Penuh pengharapan akan masa depan. 18 51,4 17 48,6 6.Mempunyai semangat yang baik setiap

waktu.

24 68,6 11 31,4

7.Diganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak dapat diungkapkan.

18 51,4 17 48,6

8.Merasa bahagia di sebagian besar waktu. 26 74,3 9 25,7 9.Merasa takut sesuatu akan terjadi. 18 51,4 17 48,6 10.Sering kali merasa tidak berdaya. 22 62,9 13 37,1 11.Sering merasa gelisah dan gugup. 12 34,3 23 65,7 12.Memilih tinggal di rumah daripada

pergi melakukan sesuatu yang bermanfaat.

30 85,7 5 14,3

13.Sering kali merasa khawatir akan masa depan.

12 34,3 23 65,7

14.Merasa mempunyai lebih banyak masalah dengan daya ingat.

29 82,9 6 17,1

15.Berpikir bahwa hidup ini sangat menyenangkan.

23 65,7 12 34,3

16.Sering kali merasa merana. 10 28,6 25 71,4 17.Merasa kurang bahagia. 12 34,3 23 65,7 18.Sangat khawatir terhadap masa lalu. 11 31,4 24 68,6 19.Merasakan bahwa hidup ini sangat

menggairahkan.

22 62,9 13 37,1

20.Merasa berat untuk memulai sesuatu hal yang baru.

30 85,7 5 14,3

21.Merasa dalam keadaan penuh semangat.

22 62,9 13 37,1

22.Berpikir bahwa keadaan Anda tidak ada harapan.

16 45,7 19 54,3

23.Berpikir bahwa banyak orang yang lebih baik.

17 48,6 18 51,4

24.Sering kali menjadi kesal dengan hal yang sepele.

14 40,0 21 60,0

25.Sering kali merasa ingin menangis. 18 51,4 17 48,6 26.Merasa sulit untuk berkonsentrasi. 30 85,7 5 14,3

27.Menikmati tidur. 19 54,3 16 45,7

28.Memilih menghindar dari perkumpulan sosial.

24 68,6 11 31,4

29.Mudah mengambil keputusan. 16 45,7 19 54,3 30.Mempunyai pikiran yang jernih. 27 77,1 8 22,9

Data yang di peroleh dari hasil penelitian adalah bahwa dari semua

responden yang mengalami depresi, sebanyak 21 responden (60%) mengalami

(52)

Tabel. 7 Gambaran Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)

Tingkat Depresi Lansia

Skor Frekuensi Persentase (%)

Ringan-Sedang 6-15 21 60,0

Berat 16-30 14 40,0

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan pola komunikasi keluarga

dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.

2.1 Hubungan Antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia

di Kelurahan Padang Bulan Medan.

Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa pola komunikasi

keluarga yang terdiri atas komponen pola komunikasi keluarga fungsional dan

pola komunikasi keluarga disfungsional berhubungan secara negatif dengan

kekuatan korelasi sedang terhadap tingkat depresi lansia. Pada hubungan antara

pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, nilai negatif berarti

semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia maka semakin rendah

depresi yang dialami oleh lansia.

Bila ditinjau dari komponen dalam variabel pola komunikasi keluarga,

dimana 25 responden (71,4%) memiliki pola komunikasi keluarga yang

fungsional, hasil penelitian ini sejalan dengan Friedman (1998) bahwa dalam

keluarga dengan interaksi yang fungsional, sehat dan ideal dapat memenuhi

(53)

komunikasi fungsional, memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi

ringan-sedang.

Banyaknya persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia pada proses menua

dapat meningkatnya sensitivitas emosional seseorang, sering merasa tidak

berguna, sering marah dan tidak sabaran, merasa kehilangan peran dalam

keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak berdaya (Tamher & Noorkasiani,

2009). Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam

mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia (Maryam, dkk, 2008).

Pola komunikasi fungsional dapat menjadi indikator terlaksananya fungsi

keluarga untuk mengantisipasi tekanan dan masalah yang harus dihadapi lansia

pada proses menua tersebut (Friedman, 1998), agar lansia tidak mengalami

depresi berat.

Berbeda dengan hasil penelitian Sarwito Rachmad Barmawi, 2009 terhadap

Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia

di Desa Pabelan Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura II yang tujuannya

menganalisis hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada

lanjut usia. Mengambil sampel sebanyak 35 responden. Diperoleh hasil penelitian

tidak ada hubungan yang bermakna atau tidak signifikan antara pola komunikasi

keluarga dengan tingkat depresi pada lanjut usia .

Hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia

tersebut sebenarnya dipengaruhi faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, jenis

pekerjaan, tingkat pendidikan, motivasi, dukungan keluarga dan dukungan sosial

(54)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sebanyak 23 responden (65,7%)

berusia 60-74 tahun, 11 responden (31,4%) berusia 75-90 tahun dan 1 responden

(2,9%) berusia 90 tahun ke atas. Dari data di atas diperoleh bahwa lansia

mengalami depresi usia 60-74 tahun sebanyak 65,7%. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Cox (1984) dalam Tamher dan Noorkasiani (2009) bahwa semakin

bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini

didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem

sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia

pertengahan menuju usia tua. Teori ini menekankan bahwa kestabilan sistem

kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah usia tua.

Sebanyak 28 responden (80%) adalah perempuan dan 7 responden (20%)

adalah laki-laki. Dari data di atas diperoleh lansia perempuan yang mengalami

depresi sebanyak 80%. Hal ini dikarenakan perbedaan gender juga dapat

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga

akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Fitri (2011) pada subyek lanjut usia di panti werda, proporsi lanjut usia

wanita yang mengalami depresi lebih besar daripada proporsi lanjut usia laki-laki

yang mengalami depresi. Banyaknya lanjut usia wanita yang mengalami depresi

disebabkan oleh perbedaan hormonal, efek-efek dari melahirkan dan perbedaan

stressorpsikososial.

Sebanyak 16 responden (45,7%) tingkat pendidikan SD, 8 responden

(22,9%) tingkat pendidikan SMA, 7 responden (20%) tidak sekolah dan 4

Gambar

Tabel 2.1 Defenisi Operasional
Tabel. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di
Tabel. 2 Hasil Analisa Hubungan antara Pola Komunikasi Keluarga dengan
Tabel. 4 Distribusi  Frekuensi  dan Persentase  Pola Komunikasi Keluarga
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan support system keluarga dan kondisi fisik dengan tingkat depresi lansia di desa Randulanang

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Kedaton Bandar

Identifikasi Tingkat Depresi Lansia Identifikasi tingkat depresi lansia di desa Padasuka kecamatan lunyuk dengan 40 responden di ukur dengan GDS di dapatkan hasil bahwa

Hasil uji korelasi yang tidak berhubungan antara variabel intensitas komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di panti jompo tidak sejalan dengan adanya Teori

Hasil penelitian terkait tingkat depresi, lansia yang berada di keluarga yaitu di Kelurahan Delima Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru memiliki tingkat depresi yang

Adapun judul dari penelitian tersebut adalah “Hubungan Status Kemandirian dengan Tingkat Depresi pada Lansia Wanita di Panti Jompo Bhakti Luhur Sidoarjo”.. Penelitian z ini z

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara fungsi keluarga dengan derajat skala depresi pada lansia di Posyandu Lansia Mekar Sari

Berdasarkan data yang diperoleh, mengenai tingkat depresi pada lansia menunjukan bahwa dari 96 responden hampir seluruhnya (79%) tidak ada depresi sebanyak 76