• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal pada sales Asuransi di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal pada sales Asuransi di Kota Medan"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN ORIENTASI PERILAKU MENGATASI

KONFLIK INTERPERSONAL PADA SALES ASURANSI DI

KOTA MEDAN

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Menjadi Sarjana Psikologi

Oleh:

ADRIAN ALFIZA M. 011301063

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Gambaran Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal pada Sales Asuransi di Kota Medan” adalah hasil karya sendiri dan bukan jiplakan dari karya orang lain.

Apabila ada di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, Saya bersedia menerima sanksi apapun dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Desember 2007

(3)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan. Penelitian ini dilakukan terhadap 60 orang sales asuransi yang berwilayah kerja di kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal.

Hasil penelitian dari skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal menunjukkan mean empirik (M = 101,5667) lebih besar daripada mean hipotetik (µ = 100). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi adalah positif / tinggi, yaitu banyak dari individu yang menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal yang spesifik (menggunakan salah satu dari 5 orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal yang ada).

Subskala dominasi menunjukkan mean empirik (M = 16,60) lebih kecil daripada mean hipotetik (µ = 20). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara dominasi pada sales asuransi adalah rendah, yaitu tidak banyak individu yang menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara dominasi.

(4)

sales asuransi adalah rendah, yaitu tidak banyak individu yang menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara menghindar.

Subskala mengalah (akomodatif) menunjukkan mean empirik (M = 18,67) lebih kecil daripada mean hipotetik (µ = 20). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara mengalah pada

sales asuransi adalah rendah, yaitu tidak banyak individu yang menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara mengalah.

Subskala berbagi (sharing) menunjukkan mean empirik (M = 24,27) lebih besar daripada mean hipotetik (µ = 20). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara berbagi pada sales asuransi adalah tinggi, yaitu banyak individu yang menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara berbagi.

Subskala bekerjasama (kolaboratif) menunjukkan mean empirik (M = 25,53) lebih besar daripada mean hipotetik (µ = 20). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara dominasi pada

sales asuransi adalah tinggi, yaitu banyak individu yang menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara berbagi.

(5)

dan 15 orang menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara bekerjasama (kolaboratif). Sedangkan dari 60 sampel, hanya 18 orang (30 %) yang tidak tergolongkan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonalnya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sales asuransi pria yang berusia antara 30-34 tahun adalah individu yang paling banyak menggunakan kelima orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal. Sales asuransi wanita yang berusia 25-29 tahun adalah individu yang paling banyak menggunakan orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal dengan cara dominasi, menghindar

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini sebagai syarat kelulusan mata kuliah Seminar Psikologi Industri & Organisasi. Proposal penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berjudul “Gambaran Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal pada sales Asuransi di Kota Medan.”

Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya hingga selesainya penelitian ini, yaitu kepada Ibu Dra. Gustiarti Leila, MPsi. sebagai dosen pembimbing seminar saya atas bimbingannya selama mengerjakan proposal ini, kepada Bapak Eka D.J. Ginting, SPsi., Psi. atas bantuan informasinya yang berharga, serta kepada teman-teman maupun semua pihak yang telah memberi masukan dan saran.

Tidak lupa saya ucapkan rasa sayang dan hormat saya kepada kedua Orangtuas saya, yang selama ini telah rela berkorban demi anak bungsunya ini. Terimakasih juga saya sampaikan kepada soulmate saya Ditho, yang telah banyak membantu dan mendukung saya di saat motivasi saya turun, sedikit banyaknya kamu telah berperan besar dalam proses hidup saya. Terimakasih juga untuk Bjork (idola saya yang tak tergantikan), untuk inspirasi dan pandangan visionernya yang tanpa batas, berani beda dengan segala keunikan dan pendekatan

idiosyncratic-nya dalam dunia seni.

(7)

tanpamu hidup ini terasa monoton. HP saya yang banyak membantu di saat-saat genting, dan terakhir untuk orang-orang yang merasa superior atas diri saya: “Life’s just begins, out of the box, there’s another box. Anyway, is that what psychology you learned for years? I don’t think so. Judge yourselves before you judge the others, please.”

Saya menyadari proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Masih banyak terdapat kekurangan yang mungkin tidak disadari dalam pengerjaannya, baik dalam tata bahasa, maupun pembahasan teoritisnya. Untuk itu saya mengharapkan masukan, kritik dan saran konstruktif dari para pembaca.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan kepada para pembaca sekalian. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.

Medan, Desember 2007

(8)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini banyak kita jumpai konflik yang terjadi di dalam dunia industri dan organisasi. Konflik sendiri diartikan sebagai reaksi psikologis dan perilaku (behavioral) terhadap suatu persepsi bahwa orang lain menghalangi Anda dalam mencapai suatu tujuan, mengambil hak Anda untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu, atau merusak pengharapan-pengharapan dari suatu hubungan (dalam Aamodt, 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa konflik adalah suatu proses yang dimulai saat satu pihak memandang bahwa pihak lainnya frustrasi, atau akan mengalami frustrasi oleh kepentingan pihak mereka (dalam Dunnette, 1988).

Di dalam penelitian ini, konflik dibatasi kepada dyadic conflict, yaitu konflik yang muncul di antara dua unit sosial yang dapat berupa individu, kelompok, atau organisasi. Konflik ini melibatkan persepsi, emosi, perilaku, dan hasil yang diperoleh dari kedua kelompok. Jenis-jenis konflik yang termasuk di dalam dyadic conflict ini yaitu: (1) Konflik Interpersonal (Interpersonal Conflict); (2) Konflik Individual-Kelompok (Individual-Group Conflict); dan (3) Konflik Kelompok-Kelompok (Group-Group Conflict) (dalam Dunnette, 1988).

(9)

Sementara itu, Luthans (2005) mengatakan terdapat lima hal penyebab dari timbulnya konflik interpersonal ini, yaitu: (1) Kompetisi terhadap sumber daya; (2) Saling ketergantungan tugas; (3) Ketidakjelasan peraturan; (4) Penghalang-penghalang komunikasi; dan (5) Kepribadian.

Dalam organisasi, interaksi antar karyawan akan berpeluang menimbulkan konflik interpersonal, karena menurut Thibaut & Kelley (1959) interaksi merupakan elemen yang menjadi bagian dari saling ketergantungan seorang individu dengan individu lainnya. Interaksi ini merupakan keterikatan individu yang mempengaruhi well-being individu itu sendiri dan well-being individu lainnya (dalam Fletcher & Clark, 2001).

Sesuai dengan pendapat Luthans (2005) sebelumnya, Ia mengatakan bahwa penyebab konflik interpersonal bisa disebabkan karena adanya saling ketergantungan tugas. Dengan demikian interaksi karyawan akan berpeluang dalam menimbulkan konflik interpersonal.

Sementara itu, bidang pekerjaan sales asuransi merupakan jenis

(10)

tempat ke tempat lain menemui beraneka ragam calon pembeli (dalam Sutojo, 2003).

Penyebab konflik interpersonal lainnya di lingkungan kerja juga bisa terjadi dari rekan kerja yang memiliki kepribadian yang senang mengkritik, mencuri ide, menyalahkan, meremehkan pekerjaan orang lain, ataupun ingin menang sendiri. Ketidaknyamanan yang disebabkan oleh orang-orang ini sering kali berdampak negatif terhadap individu lain, pekerjaan, dan kegiatan lainnya di perusahaan tempat mereka bekerja, sehingga penyelesaian pekerjaan menjadi terhambat, bahkan tidak terselesaikan sama sekali. Hal ini disampaikan oleh Roy Sembel (Direktur Program MM Keuangan Universitas Bina Nusantara) dan Sandra Sembel (Dirut EdPro - sebuah lembaga pembelajaran untuk para eksekutif dan profesional) dalam situs surat kabar Sinar Harapan:

”... Kita menjadi malas bekerja sama dengan orang-orang ini, sehingga penyelesaian pekerjaan terhambat, bahkan bisa menyebabkan pekerjaan terbengkalai atau sama sekali tidak terselesaikan. Jika semua ini terjadi, konsumen akan lari, dan lambat laun bisnis kita pun akan hancur”

(www.sinarharapan.co.id).

Karyawan dengan karakter seperti ini mereka sebut sebagai karyawan yang ”berkarakter miskin”. Mereka juga sering berdalih saat dituntut untuk mencapai target penjualan oleh atasan. Berikut ini pendapat dari Cahyo Pramono, SE, MBA mengenai karyawan sales yang sering berdalih:

”... Pada tahap ini biasanya mereka dengan ”cerdas” mencari kambing hitam dan seribu satu alasan sebagai upaya pembenaran bahwa mereka sudah mencoba yang terbaik”

(11)

Sementara itu, Gottman (1994) mengatakan bahwa individu yang sering berdalih ini adalah individu yang sedang mengalami konflik interpersonal, yaitu saat anggota suatu kelompok (tim) dikritik oleh anggota lainnya, yaitu kepribadian / karakternya diserang, maka mereka akan merespon secara defensif dan bertahan. Saat bersikap defensif, mereka akan terlibat dalam perilaku yang akan meningkatkan konflik, salah satu tindakan defensif ini yaitu dengan membuat alasan-alasan, dimana kekuatan di luar kendali seseorang menjadi sesuatu yang dipersalahkan (dalam Burn, 2004).

Ketika menghadapi konflik, kebanyakan orang memiliki gaya tertentu yang mereka gunakan saat menghadapinya (Wilmot & Hocker, dalam Aamodt, 2007). Blake, dkk. (1964) menyebutkan lima orientasi yang bisa ditempuh individu untuk mengatasi konflik interpersonal ini, yaitu: (1) Bersaing

(Competitive); (2) Bekerja sama (Collaborative); (3) Menghindari (Avoidant); (4) Memberikan (Accomodative); dan (5) Berbagi (Sharing) (dalam Dunnette, 1988). Adapun dimensi yang menjadi dasar dalam cara penanganan konflik interpersonal ini adalah: (1) Usaha dalam memenuhi kepentingan diri sendiri; dan (2) Usaha dalam memenuhi kepentingan orang lain (Rahim & Magner, dalam Weiten dkk., 2006).

Winardi (2004) berpendapat bahwa dari kelima cara / perilaku mengatasi konflik interpersonal di atas, perilaku kolaboratif, akomodatif, dan berkompromi (berbagi) merupakan perilaku yang dinilai positif atau disenangi oleh pihak lain.

(12)

belah pihak, maupun hasil-hasil individual / kepentingan masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik yang bersangkutan. Sedangkan Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel mengatakan bahwa dalam memenuhi kepentingan individu di tempat kerja, maka individu tersebut akan melibatkan individu lainnya untuk memiliki atau menguasai sesuatu yang Ia inginkan. Dimana menurut mereka hal ini bisa dilakukan dengan jalan negosiasi (www.sinarharapan.co.id).

Sementara itu, menurut Cahyo Pramono, SE, MBA, ketika karyawan seperti sales ditantang untuk target tertentu, umumnya mereka akan merespon dengan nilai yang tinggi dan membanggakan, tetapi pada tahap pelaksanaannya banyak yang tidak menunjukkan kinerja positif sesuai harapan target tersebut. Pada akhir pelaksanaannya juga tidak memuaskan, terlebih lagi jika sedang melakukan proses negosiasi. Berikut ini adalah pernyataannya:

“... Saya yakin Anda setuju jika saya katakan inilah situasi yang sangat tidak nyaman. Lebih parah lagi jika kita berada pada posisi harus bernegosiasi dengan tim penjualan kita sendiri. Bukankah harusnya merekalah yang mesti bernegosiasi dengan pembeli di luar sana, bukan dengan kita”

(www.waspada.co.id).

(13)

Selanjutnya Aamodt (2007) berpendapat bahwa negosiasi dan tawar-menawar (bargaining) ini akan terjadi ketika individu memakai orientasi berkompromi dalam mengatasi konflik interpersonal. Aamodt (2007) menerangkan bahwa proses negosiasi ini dimulai saat kedua pihak membuat suatu penawaran yang meminta suatu hal lebih banyak daripada yang diinginkan sebenarnya.

Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Henri Barki dan Jon Hartwick (2001), ditemukan bahwa konflik interpersonal memiliki korelasi negatif dengan orientasi perilaku kolaboratif (problem-solving), serta memiliki korelasi positif dengan orientasi perilaku kompetitif (asserting) dan menghindar (avoiding). Selain itu, orientasi perilaku kolaboratif dikatakan memiliki efek positif, sedangkan orientasi perilaku kompetitifdan menghindar akan menghasilkan efek negatif pada kepuasan resolusi konflik (www.bebas.vlsm.org).

Dengan demikian, orientasi perilaku kompetitif dan menghindar dalam menangani konflik interpersonal menyebabkan timbulnya konflik interpersonal, serta menghasilkan ketidakpuasan dalam resolusi konflik. Sedangkan orientasi perilaku kolaboratif tidak menyebabkan konflik interpersonal dan menghasilkan kepuasan dalam resolusi konflik bagi pihak lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Donnelly (1971) yang mengatakan bahwa hubungan-hubungan yang didasari dengan perilaku kompetitif merupakan suatu hubungan konflik (dalam Dunnette, 1978).

(14)

Dyadic Conflict) dari Pondy (1967) dan Walton (1969). Dalam satu episode Model Proses Konflik Dyadic ini terdapat lima tahap yang dilalui, yaitu: (1) Frustrasi; (2) Konseptualisasi; (3) Reaksi Pihak Lain; (4) Perilaku; dan (5) Hasil. Di sini konflik muncul sebagai suatu episode, dimana setiap episode terbentuk secara terpisah oleh hasil-hasil dari episode sebelumnya, yang menjadi landasan kerja bagi episode-episode konflik selanjutnya (dalam Dunnette, 1978).

Pada tahap Hasil, ketika interaksi di antara kedua pihak berakhir maka beberapa hasil akan muncul dalam bentuk suatu kesepakatan. Pada tahap ini kita juga memutuskan bagaimana kita akan memberi respon terhadap cara konflik yang telah diatasi hingga sampai pada tahap ini (Luthans, 2005). Dengan kata lain, jika tidak tercapai kesepakatan pada tahap Hasil (Outcome) melalui perilaku penanganan konflik pada tahap Perilaku (Behavior), maka konflik tersebut akan berlanjut ke episode konflik berikutnya (dalam Dunnette, 1978).

Sebagai contoh, seorang konsumen mengalami konflik dengan seorang

(15)

Dengan demikian, karyawan sales yang mengalami konflik interpersonal bisa mempengaruhi proses negosiasi oleh individu yang menggunakan orientasi berkompromi, dan dalam melakukan proses negosiasi ini akan berpeluang menimbulkan konflik interpersonal, hal ini sesuai dengan pendapat Winardi (2004):

“... Andaikata pihak-pihak yang berhadapan satu sama lain hanya melihat elemen-elemen distributif (menang-kalah), maka negosiasi membuka peluang untuk munculnya konflik konfrontatif.”

Winardi (2004) menjelaskan bahwa “menang-kalah” di sini merupakan suatu pendekatan yang merupakan cerminan dari perilaku yang bersifat asertif / kompetitif dan tidak bekerja sama terhadap konflik. Orang-orang yang menggunakan gaya demikian berupaya mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak lain (Winardi, 2004).

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan.

I.B. Perumusan Masalah

(16)

I.C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan, menggambarkan atau mendeskripsikan komponen-komponen orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan.

I.D. Manfaat Penelitian I.D.1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, seperti:

a. Dapat mengenali sumber-sumber penyebab konflik interpersonal agar kepentingan kedua belah pihak yang mengalami konflik bisa diselesaikan. b. Dapat mengetahui efek positif dan negatif dari konflik interpersonal bagi

organisasi.

c. Dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai perilaku mengatasi konflik interpersonal di tempat kerja.

I.D.2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, seperti:

a. Dapat menyumbangkan karya ilmiah dan perluasan informasi teoritis di bidang Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

(17)

I.E Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan dalam Bab I ini akan menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Bab II Landasan Teori dalam Bab II ini akan dijelaskan mengenai pengertian

konflik interpersonal, jenis-jenis konflik, model proses konflik, komponen-komponen serta aspek-aspek orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal, sumber-sumber penyebab konflik interpersonal, efek fungsional dan disfungsional dari konflik interpersonal, faktor-faktor yang mempengaruhi konflik interpersonal, jenis-jenis sales, dan gambaran orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales

asuransi di kota Medan.

Bab III Metodologi Penelitian berisi mengenai metode penelitian yang digunakan, identifikasi variabel penelitian, defenisi variabel operasional penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item, dan reliabilitas serta metode analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Analisis Hasil Penelitian, yang berisikan uraian hasil penelitian dan analisis data.

(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Konflik Interpersonal

II.A.1. Pengertian Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal

Sebelum membahas mengenai konflik interpersonal, maka terlebih dahulu kita harus memahami apa yang dimaksud dengan konflik. Secara umum, konflik adalah konsekuensi dari respon seseorang pada apa yang ia persepsikan mengenai situasi atau perilaku dari orang lain (dalam Luthans, 2005).

Sebagai contoh, X lupa memberitahukan kepada rekan kerjanya Y bahwa besok dirinya harus menyerahkan laporan kepada manajer produksi yang mengakibatkan Y ditegur oleh atasan. Y kemudian merespon kelupaan X tadi dengan tidak bertegur sapa dan bersikap bermusuhan kepada Y pada keesokan harinya. Di sini Y mungkin mempersepsikan kelupaan X tadi sebagai perbuatan yang disengaja. Dan sebagai responnya, X kemudian marah dan juga bersikap bermusuhan terhadap Y.

Contoh di atas juga sesuai dengan pengertian konflik yang disampaikan oleh Aamodt (2007). Ia mengatakan konflik adalah sebagai reaksi psikologis dan perilaku (behavioral) atas suatu persepsi bahwa individu lain menghalangi Anda mencapai suatu tujuan, menjauhkan hak Anda untuk bertindak dalam suatu cara tertentu, atau mengacaukan pengharapan dari suatu hubungan.

(19)

besar yang memiliki tujuan yang bertentangan. Pendapat lainnya disampaikan oleh Ross Stagner yang dikutip oleh Mitchell (1987) mengenai konflik sebagai berikut:

”... Konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang (atau lebih) menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang di antara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak”

(dalam Winardi, 2004).

Dengan demikian, agar suatu situasi disebut sebagai konflik maka sedikitnya harus terdapat dua pihak; masing-masing pihak memobilisasi energi untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sebuah objek atau situasi tertentu yang dikehendaki, dan masing-masing pihak beranggapan bahwa pihak lain merupakan sebuah kendala atau ancaman baginya dalam hal mencapai tujuan tersebut (dalam Winardi, 2004).

Namun konflik harus dibedakan dengan persaingan atau kompetisi, karena persaingan meliputi tindakan-tindakan yang dilakukan orang tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dengan menyebabkan orang lain tidak berhasil mencapai tujuannya. Di dalam persaingan juga hampir tidak terdapat interaksi atau saling ketergantungan antara kedua individu tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa persaingan bisa saja menimbulkan konflik, tetapi tidak semua konflik mencakup persaingan (dalam Winardi, 2004).

(20)

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Luthans (2005), yaitu konflik interpersonal merupakan konflik yang muncul di antara dua individu. Ia bisa muncul antara rekan kerja, teman, anggota keluarga, atau antara supervisor dan karyawan.

Tidak jauh berbeda, Aamodt (2007) juga berpendapat bahwa konflik interpersonal muncul di antara dua individu. Di tempat kerja, konflik interpersonal ini bisa muncul di antara dua rekan kerja (coworkers), antara supervisor dan bawahan, antara karyawan dan kustomer, atau antara karyawan dengan pemasok

(vendor).

Sementara itu, Wilmot & Hocker (2001) berpendapat bahwa kebanyakan orang memiliki suatu cara tertentu yang mereka gunakan ketika berhadapan dengan konflik (dalam Aamodt, 2007). Sedangkan French dkk., (1985) mengatakan bahwa untuk memanajemen / mengatasi konflik adalah sebagai usaha untuk meminimalkan hasil-hasil negatif dan untuk memaksimalkan hasil-hasil yang fungsional. Pendekatan atau cara yang digunakan pada intinya mencoba untuk memodifikasi variabel-variabel atau faktor-faktor yang menjadi sumber dari berbagai konflik atau situasi potensial yang menimbulkan konflik.

(21)

II.A.2. Jenis-Jenis Konflik

Menurut Luthans (2005), konflik terdiri dari tiga jenis yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)

Konflik interpersonal muncul di antara dua individu. Konflik ini bisa terbentuk di antara rekan kerja, teman, anggota keluarga, atau antara supervisor

dan karyawan-karyawan. Sebagai contoh, konflik bisa muncul ketika seseorang tidak setuju dengan gaya hidup individu lainnya. Dalam contoh ini, tujuan dalam memecahkan masalah konflik bukanlah pada mengubah pendapat atau filosofi antara yang satu dengan yang lainnya mengenai gaya hidup siapa yang benar. Tujuan sebenarnya adalah untuk memfokuskan pada perilaku bagaimana yang dipakai seseorang yang akan mempengaruhi tujuan-tujuan atau hidup individu lainnya secara langsung.

b. Konflik Individu - Kelompok (Individual - Group Conflict)

(22)

c. Konflik Antar Kelompok (Group - Group Conflict)

Konflik intraorganisasi atau konflik antar kelompok muncul di antara dua atau lebih kelompok. Sering kali konflik yang sering ditemui dalam perusahaan adalah konflik antara tim dengan pihak manajemen. Tim secara rutin menghadapai konflik dengan pihak manajemen yang oleh pihak manajemen diyakini sebagai sesuatu yang memang seharusnya demikian. Contoh lainnya yaitu konflik yang muncul saat satu departemen dengan departemen lainnya bersaing untuk sumber daya yang berkurang seperti berkurangnya personil ataupun untuk mendapatkan kenaikan gaji.

II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Interpersonal

Menurut Luthans (2005), terdapat empat faktor yang mempengaruhi konflik, termasuk juga konflik interpersonal, yaitu:

a. Sikap (Attitudes)

(23)

b. Persepsi (Perceptions)

Menurut Lulofs (1994), persepsi yaitu proses pengenalan arti dari apa yang kita lihat atau dengar, merupakan inti dalam menentukan dan mempengaruhi konflik. Salah satu definisi konflik lainnya dikemukakan oleh Sessa (1994), yaitu konflik merupakan ”verbalisasi dari persepsi kita” (dalam Luthans, 2005).

Persepsi merupakan hal yang penting karena orang memberi respon satu dengan yang lainnya dalam hal bagaimana mereka mengevaluasi suatu situasi. Kesalahan persepsi dapat meningkatkan situasi yang tidak membahayakan konflik atau mengganggu resolusi dari konflik. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang akan meningkatkan munculnya konflik bagi pihak-pihak yang memiliki persepsi: 1. Saling Ketergantungan (Interdependence), yaitu jika persepsi umum adalah

bahwa pihak-pihak tersebut sangat tergantung satu dengan yang lain untuk suatu hasil tertentu, maka konflik panas (hot conflict) lebih dipastikan akan muncul. Menurut Lawson & Shen (1998), konflik dapat berupa konflik panas

(24)

2. Tujuan-Tujuan yang Berbeda (Different Goals), yaitu jika pihak-pihak memandang tujuan-tujuan mereka tidak sama, maka akan dipastikan terjadi konflik. Sebagai contoh, jika tujuan Anda menyelesaikan suatu pekerjaan sekurang-kurangnya dalam waktu seminggu sebelum tenggat waktu, dan Anda memandang bahwa tujuan dari rekan kerja Anda dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut adalah tepat pada tenggat waktunya, maka kemungkinan akan terjadi konflik. Dalam banyak situasi konflik, kebanyakan orang memiliki tujuan-tujuan yang sama, yang membedakannya adalah bagaimana mereka seharusnya berpikir untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

3. Suatu Pihak Menghalangi Pihak Lainnya dalam Mencapai Tujuan-Tujuan

(One Party is Keeping the Other from Reaching Goals), yaitu jika Anda memandang pihak lain menghalangi atau mencegah diri Anda dalam mencapai tujuan Anda, maka konflik akan berpeluang untuk terjadi.

(25)

c. Ketidakseimbangan Kendali atau Kekuatan (Control or Power Imbalance)

Faktor lain yang mempengaruhi konflik adalah tingkat dimana individu merasa diri mereka kehilangan kendali atas suatu situasi, dan dengan demikian menyebabkan suatu ketidakseimbangan kekuatan. Sebagai contoh, jika Anda pada suatu hari tiba-tiba dipindahkan ke kantor lain, Anda dengan pasti akan mengalami suatu kehilangan kendali: Anda tidak memiliki masukan apapun dalam membuat keputusan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan kerja Anda. Namun jika keputusan itu dibuat oleh rekan sebaya, atau mungkin hanya oleh rekan sekerja dalam satu tim yang membuat keputusan demikian, maka Anda kemungkinan akan merasakan ketidakseimbangan kekuatan: Orang yang membuat keputusan tersebut memiliki hak dan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan diri Anda dalam membuat keputusan yang mempengaruhi Anda.

d. Kepentingan Hasil (Outcome Importance)

(26)

II.A.4. Komponen-Komponen & Aspek-Aspek Konflik Interpersonal II.A.4.a. Model Proses Konflik Dyadic

Menurut Pondy (1967) dan Walton (1969), konflik muncul dalam bentuk suatu siklus / episode. Dalam suatu hubungan, setiap episode terbentuk secara terpisah oleh hasil-hasil dari episode sebelumnya dan pada gilirannya menjadi landasan kerja bagi episode-episode selanjutnya. Pondy (1967) dan Walton (1969) mengemukakannya dalam lima tahap yang menjadi komponen terbentuknya konflik berdasarkan Model Proses Konflik Dyadic (Process Model of Dyadic Conflict) sebagai berikut (dalam Dunnette, 1978):

I. Frustrasi (Frustration)

II. Konseptualisasi (Conceptualization)

III. Reaksi Pihak Lain (Interaction)

IV. Perilaku (Behavior)

V. Hasil (Outcome)

Episode I

I. Frustrasi (Frustration)

II. Konseptualisasi (Conceptualization)

III. Reaksi Pihak Lain (Interaction)

IV. Perilaku (Behavior)

V. Hasil (Outcome)

Episode II

(27)

1. Frustrasi (Frustration)

Yaitu konflik muncul sebagai hasil dari persepsi suatu pihak bahwa pihak lainnya menyebabkan frustrasi dalam pemenuhan kepentingannya. Kata ”kepentingan” di sini dimaksudkan sebagai konsep yang lebih spesifik, seperti kebutuhan-kebutuhanan, keinginan-keinginan, objek formal, standar perilaku, promosi, keterbatasan sumber daya ekonomi, norma-norma perilaku dan pengharapan, kepatuhan terhadap peraturan dan perjanjian, nilai-nilai, serta kebutuhan-kebutuhan interpersonal.

2. Konseptualisasi (Conceptualization)

Yaitu mendefinisikan masalah dari konflik dalam kaitannya dengan kepentingan kedua pihak serta beberapa pemahaman mengenai kemungkinan tindakan alternatif serta akibat-akibatnya. Konseptualisasi ini mempengaruhi perilaku penanganan konflik dan bagaimana peningkatan serta perubahan-perubahan lainnya dalam perilaku bersumber dari perubahan-perubahan dalam konseptualisasi suatu pihak. Adapun aspek dari konseptualisasi ini adalah:

(28)

b. Alternatif-Alternatif Terbaik (Salient Alternatives), yaitu kesadaran akan tindakan-tindakan alternatif serta akibat-akibat yang akan ditimbulkannya, yaitu kemungkinan tindakan alternatif terakhir yang menggambarkan penempatan permasalah dari konflik. Alternatif terbaik ini bersama dengan kemungkinan hasil yang akan dicapai bagi kedua pihak akan menentukan pandangan suatu pihak atas konflik kepentingan antara dirinya dengan pihak lainnya.

3. Perilaku (Behavior)

Di dalam tahap ketiga ini terdapat tiga komponen utama dari perilaku. Komponen-komponen tersebut yaitu:

a. Orientasi (Orientation), yaitu tingkat dimana suatu pihak akan memenuhi kepentingannya sendiri dan kepentingan pihak lainnya. Terdapat lima perilaku yang bisa ditempuh menurut Blake dkk. (1964), yaitu:

1. Kompetitif / Dominasi (Competitive / Domination): Yaitu keinginan suatu pihak untuk memenangkan kepentingannya sendiri atas kerugian pihak lainnya, atau dengan kata lainnya mendominasi. Blake dkk. (1964) menyebut hubungan demikian sebagai ”win-lose power struggles.”

(29)

3. Berbagi / Berkompromi (Sharing / Compromise): Perilaku ini merupakan intermediasi antara mendominasi dan mendamaikan. Perilaku ini adalah pilihan yang moderat tetapi tidak memberikan kepuasan yang sepenuhnya bagi kedua belah pihak.

Di sini suatu pihak memberikan sesuatu secara sebagian kepada pihak lainnya dan menyimpan sebagian lainnya. Blake dkk, (1964) menyebut hubungan demikian sebagai ”splitting the difference”, karena suatu pihak mencari suatu hasil yang menjadi hasil tengah yang diinginkan kedua belah pihak.

4. Kolaborasi / Integrasi (Collaborative / Integration): Perilaku ini berusaha memuaskan kepentingan kedua belah pihak secara penuh, yaitu untuk mengintegrasikan kepentingan-kepentingan mereka. Blake dkk. (1964) serta Walton dan McKersie (1965) menyebut hubungan demikian sebagai perilaku ”problem solving.”

5. Menghindar / Membiarkan (Avoidant / Neglect): Perilaku ini merefleksikan ketidakpedulian terhadap kepentingan pihak manapun. Blake dkk. (1964) menggambarkan perilaku ini sebagai contoh penarikan diri, isolasi, ketidakpedulian, tidak mau tahu, atau keyakinan terhadap takdir / nasib.

(30)

diharapkan suatu pihak melalui dimensi distributif (Donelly, 1971). Dimensi distributif yaitu proporsi kepuasan yang akan diterima kedua pihak.

Sebagai contoh, jika suatu pihak menginginkan dominasi tetapi menemui pihak lawan yang kuat, maka ia kemungkinan akan memutuskan untuk berkompromi dalam beberapa hal. Jika suatu pihak mengkonseptualisasikan masalah sebagai sesuatu yang tidak dapat dipecahkan, maka ia hampir dipastikan akan tetap tidak memiliki keputusan. Jika suatu pihak menginginkan integrasi dan memiliki konseptualisasi masalah yang tidak jelas, maka ia akan mencari solusi integratif, dan demikian seterusnya.

c. Perilaku Taktik (Tactical Behavior), yaitu terdiri dari Taktik Kompetitif

(Competitive Tactics) dan Taktik Kolaboratif (Colaborative Tactics). Taktik Kompetitif ini terbagi ke dalam enam taktik berdasarkan kekuatan yang digunakan menurut French dan Raven (1959):

1. Kekuatan Informasi (Information Power): Kekuatan ini digunakan secara kompetitif oleh suatu pihak dengan melengkapi informasi untuk meyakinkan pihak lainnya bahwa alternatif yang dinginkan oleh pihak tersebut adalah yang harus dipilih.

(31)

3. Kekuatan Legitimasi (Legitimate Power): Kekuatan ini tergantung pada aturan-aturan yang disepakati atau prinsip-prinsip perilaku yang seharusnya, biasanya terjadi dalam organisasi formal.

4. Kekuatan Ahli (Expert Power): Kekuatan ini digunakan ketika suatu pihak menggunakan pengetahuan superior yang bisa membuat pihak lainnya mengikuti pihak tersebut.

5. Kekuatan Paksaan (Coercive Power): Kekuatan ini berdasarkan kepada ancaman hukuman, seperti serangan, mogok, sabotase, penarikan diri dari kerjasama, dan lain-lain dari suatu pihak kepada pihak yang lain.

6. Kekuatan Imbalan (Reward Power): Kekuatan ini digunakan oleh suatu pihak dengan menjanjikan imbalan-imbalan jika pihak yang lain menyetujui pihaknya.

(32)

4. Interaksi (Interaction)

Tahap ke empat dari model proses melibatkan adanya interaksi. Perilaku suatu pihak dipandang sebagai pemicu sederet perilaku dari kedua belah pihak. Dengan menimbang kejadian-kejadian dari sudut pandang suatu pihak, perilaku dari pihak yang lain dipandang mempengaruhi perilaku dari pihak pertama dalam sejumlah cara. Terdapat dua reaksi yang bisa muncul dalam tahap ini terhadap konflik, yaitu:

a. Peningkatan (Escalation), yaitu peningkatan dalam level konflik. Peningkatan ini dapat meningkatkan jumlah atau ukuran masalah-masalah yang dipertentangkan, meningkatkan permusuhan di antara pihak-pihak, meningkatkan persaingan, meningkatkan usaha pencapaian permintaan atau sasaran secara ekstrim, meningkatkan penggunaan taktik paksaan (coercive tactics), dan adanya penurunan kepercayaan (trust).

b. Penurunan (De-Escalation), yaitu penurunan dalam tingkat konflik yang terjadi.

5. Hasil (Outcome)

Tahap terakhir dari model proses adalah hasil dari episode konflik. Ketika interaksi di antara pihak-pihak berakhir, beberapa hasil telah muncul, baik apakah itu berupa kesepakatan eksplisit atau kesepakatan diam (tacit agreement) untuk membiarkan masalah tersebut hilang.

(33)

telah diatasi hingga pada tahap ini. Sebagai contoh, jika Anda merasa tidak puas dengan respon atasan Anda terhadap rating penilaian Anda, maka Anda mungkin memilih upaya yang lebih jauh lagi, yaitu membiarkannya, atau dengan meningkatkan konflik.

II.A.4.b. Dimensi dan Aspek-Aspek Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal

Dari Model Proses konflik Dyadic di atas, diketahui bahwa orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal didasari dari dimensi antara keinginan individu untuk memenuhi kepentingannya sendiri dengan keinginan individu untuk memenuhi kepentingan individu lainnya. Menurut Blake dkk., (1964) terdapat lima orientasi yang bisa ditempuh individu berikut aspeknya di bawah ini:

a. Akomodatif / Berdamai (Accomodative / Appeasement), yaitu memenuhi kepentingan pihak lain tanpa memenuhi kepentingan pihaknya sendiri.

b. Berbagi / Berkompromi (Sharing / Compromise), yaitu memenuhi kepentingan kedua pihak secara moderat.

c. Kolaborasi / Intergrasi (Collaborative / Integration), yaitu memenuhi kepentingan kedua belah pihak secara penuh.

d. Menghindar / Membiarkan (Avoidant / Neglect), yaitu tidak memenuhi kepentingan pihak manapun.

(34)

II.A.5. Sumber-Sumber Penyebab Konflik Interpersonal

Ada banyak hal yang menjadi penyebab konflik dan dapat berupa konflik tersembunyi (hidden conflicts) maupun konflik permukaan (surface conflicts). Konflik tersembunyi adalah penyebab konflik yang sulit diidentifikasi dan biasanya bersifat emosional, seperti perasaan sakit, rasa marah, rasa malu, ketidakpercayaan, atau kecemburuan. Sedangkan konflik permukaan adalah penyebab konflik yang lebih mudah untuk dikenali dan ditangani. Berikut ini adalah konflik permukaan yang menjadi sumber penyebab konflik, termasuk konflik interpersonal (dalam Luthans, 2005):

a. Kompetisi Terhadap Sumber Daya (Competition for Resources)

Pada tingkat personal, sumber daya dapat dapat dikenali sebagai sesuatu yang tidak dapat dilihat, seperti perhatian, cinta, pengenalan, penghargaan, bahkan penerimaan. Sebagai contoh, saat kita berkompetisi untuk mendapatkan cinta atau perhatian dari seseorang, konflik dapat muncul dalam bentuk hubungan personal, contohnya yaitu persaingan antar saudara (sibling rivalry).

(35)

b. Saling Ketergantungan Tugas (Task Interdependence)

Saling ketergantungan tugas adalah ketergantungan dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang satu dengan yang lainnya untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Saat satu atau lebih individu memandang bahwa seseorang tidak melakukan bagian dari tugasnya, maka konflik dapat muncul. Sebagai contoh, manajer produksi yang memiliki anak buah yang terlalu lama dalam menghasilkan suatu produk membuat akivitas penjualan oleh bagian pemasaran menjadi terkendala, hal ini kemudian dapat menyebabkan konflik di antara manajer produksi dan manajer pemasaran tersebut.

c. Ketidakjelasan Peraturan (Jurisdictional Ambiguity)

Ketidakjelasan peraturan muncul ketika batas-batas geografis atau garis-garis otoritas tidak jelas. Istilah tersebut mencakup ketidakjelasan peran (role ambiguity) yang muncul ketika individu tidak mengetahui atau bingung mengenai apa yang diharapkan dari diri mereka. Ketidakjelasan peraturan sering muncul dalam situasi dan hubungan baru yang dihasilkan dari perubahan organisasional.

Sebagai contoh, suatu perusahaan memutuskan mengganti seluruh mesin ketiknya dengan komputer. Sebelumnya, bagian pengolahan data memiliki wewenang dalam melakukan pemilihan dan pembelian perlengkapan dalam pengolahan data, dan bagian administrasi juga diberikan wewenang yang sama dalam pemilihan dan pembelian perlengkapan administrasi.

(36)

menganggapnya sebagai perlengkapan administrasi. Kedua pihak ini kemudian mengalami konflik dalam menentukan siapa yang memiliki wewenang atas komputer-komputer tersebut.

d. Penghalang-Penghalang Komunikasi (Communication Barriers)

Penghalang-penghalang pada komunikasi interpersonal dapat berbentuk: (1) Secara fisik, contohnya seperti lokasi kantor dari pekerjaan yang sama yang terpisah jaraknya, atau hubungan cinta jarak jauh; (2) Secara kebudayaan, yaitu seperti perbedaan bahasa, logat yang sulit untuk dimengerti, atau adat-istiadat yang berbeda; serta (3) Secara psikologis, yaitu seperti perbedaan kepribadian.

e. Kepribadian (Personality)

Konflik akan muncul di antara dua orang dengan perbedaan kepribadian yang signifikan, dan orang-orang dengan kepribadian sulit (difficult people) juga meningkatkan kemungkinan munculnya konflik. Kepribadian sulit adalah orang-orang yang dengan sangat parah menggunakan perilaku-perilaku interpersonal yang bermasalah dengan cara berteriak, mengeluh, bertindak kasar untuk mengekspresikan diri mereka, untuk memanipulasi perilaku orang lain, dan / atau untuk membuat orang lain merasa inferior.

(37)

kesempurnaan, penerimaan dan afeksi yang menjadi dasar pembentuk kepribadian sulit ini.

II.A.6. Situasi-Situasi dalam Penggunaan Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal

Thomas (1977) mengemukakan situasi-situasi yang tepat dalam menggunakan lima strategi gaya interpersonal (dalam Osland, Rubin, & Kolb, 2001):

a. Kompetisi:

1. Digunakan saat tindakan pengambilan keputusan yang cepat menjadi hal yang penting (contoh: dalam keadaan darurat).

2. Digunakan dalam masalah-masalah penting, dimana tindakan-tindakan yang tidak seperti biasanya harus dilakukan (contoh: adanya pemotongan biaya produksi).

3. Digunakan dalam masalah-masalah penting demi keuntungan perusahaan saat Anda mengetahui bahwa apa yang Anda lakukan adalah benar.

4. Digunakan saat melawan orang-orang yang mengambil keuntungan dari perilaku yang sebenarnya tidak membutuhkan persaingan.

b. Menghindar:

(38)

2. Digunakan saat Anda memandang bahwa tidak terdapat kesempatan dalam memuaskan kepentingan Anda.

3. Digunakan saat adanya potensi yang membawa masalah lebih banyak daripada keuntungan yang didapat dari resolusi.

4. Digunakan untuk membuat orang-orang menenangkan diri sambil menghimpun kembali pandangan / perpsektif.

5. Digunakan saat pengumpulan informasi menjadi penentu untuk mengambil keputusan dengan secepatnya.

6. Digunakan saat pihak lain ada yang bisa menyelesaikan konflik secara lebih efektif.

7. Digunakan saat permasalahan kelihatannya memiliki efek atau memiliki gejala-gejala dari permasalahan baru lainnya.

c. Akomodatif:

1. Digunakan saat Anda menemukan bahwa diri Anda salah - untuk membiarkan individu lain dengan posisi yang lebih baik untuk didengar, untuk belajar, dan untuk menunjukkan kebaikan / kepedulian Anda.

2. Digunakan saat permasalahan merupakan hal yang lebih penting bagi individu lain daripada untuk diri sendiri - untuk memuaskan individu lain dan mendapatkan kerja sama.

(39)

4. Untuk meminimalkan kerugian saat Anda mengalami ketidakcocokan dan mengalami kekalahan.

5. Saat keselarasan dan stabiltas merupakan hal yang sangat diperlukan. 6. Untuk membiarkan pihak yang lebih lemah berkembang dengan cara

belajar dari kesalahan.-kesalahan.

d. Kompromi:

1. Digunakan saat tujuan-tujuan merupakan hal yang penting, tetapi tidak sebanding atau berpotensi akan membawa masalah dengan memakai cara-cara yang lebih mendominasi.

2. Saat pihak lawan dengan kekuatan yang setara memiliki keseriusan untuk mendapatkan tujuan eksklusif secara bersama-sama.

3. Untuk mencapai keadaan yang sementara sebelum sampai ke permasalahan yang lebih kompleks.

4. Untuk mendapatkan solusi yang lebih tepat di bawah tekanan waktu. 5. Sebagai bentuk kesiapan saat cara kolaborasi atau kompetisi tidak berhasil.

e. Kolaborasi:

1. Untuk menemukan sebuah solusi bersama saat kepentingan kedua pihak merupakan hal yang terlalu penting apabila dikompromikan.

2. Digunakan saat tujuan Anda adalah untuk belajar.

(40)

4. Untuk mendapatkan komitmen dengan menyatukan kepentingan-kepentingan menjadi suatu perjanjian / kesepakatan.

II.A.7. Efek dari Konflik Interpersonal

Scholtes, Joiner, & Streiber (1996) berpendapat bahwa konflik bisa bersifat destruktif maupun produktif, bahkan terdapat hubungan kurvalinear antara konflik dan perilaku yang optimal. Hubungan kurvalinear ini menurut Rahim, Garret, & Buntzman (1992) yaitu jika konflik terlalu sedikit maka individu dan organisasi menjadi kaku, tidak peduli, dan berkeinginan untuk menerima status quo. Bila terlalu banyak konflik maka bisa menyebabkan terputusnya hubungan, ketidakpercayaan dan unjuk kerja yang buruk (dalam Luthans, 2005).

French, dkk. (1985) memberikan efek-efek positif dan negatif dari konflik interpersonal sebagai berikut:

a. Efek Positif (Fungsional):

1. Menjadi dasar bagi permasalahan yang dapat mengarahkan pada pemecahan masalah.

2. Dapat memperbaharui dan memodifikasi norma-norma yang membantu menciptakan batasan-batasan atau aturan-aturan.

3. Dapat merangsang minat dan ketertarikan.

b. Efek Negatif (Disfungsional):

(41)

3. Terjadi penurunan dalam hubungan.

4. Adanya informasi positif / favorabel mengenai orang lain yang ditekan. 5. Menyebabkan adanya usaha-usaha dalam memperdayai orang lain. 6. Munculnya ketidakpercayaan yang terbawa pada setting lainnya. 7. Menyebabkan emosi kemarahan.

8. Menyebabkan stres yang berlebihan. 9. Menyebabkan penyakit fisik.

II.B. Sales Asuransi

II.B.1. Jenis-Jenis Sales

Menurut Sutojo (2003), consumer salesmanship dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu:

a. Industrial Salesmanship, yaitu sales yang menjual produk mereka kepada perusahaan industri dan komersil, dimana produk yang mereka jual dikategorikan sebagai produk industri, contoh: tembakau, bahan baku plastik, suku cadang mesin, dll.

b. Merchant Salesmanship, yaitu sales yang menjual produk perusahaannya kepada distributor, selanjutnya distributor menjual kembali kepada distributor lain atau kepada pembeli akhir, contoh:

sales obat-obatan, sales percetakan / penerbitan, sales periklanan, dll. c. Consumer Salesmanship, yaitu sales yang memperdagangkan barang

(42)

atau jasa itu untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Consumer salesmanship terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

(1) Retail (counter) Sales Executives, dimana sales jenis ini bekerja di tingkat pedagang eceran, seperti toko pakaian, toserba, toko buku, dll. Perbedaan khusus

retail salesmanship dengan salesmanship yang lain adalah dalam retail salesmanship pembeli mendatangi produsen atau pedagang, sedangkan

salesmanship lainnya produsen atau pedagang (yang diwakili oleh sales) yang mendatangi pembeli.

(2) Door-to-door sales executives, yaitu tipe consumer salesmanship yang mengunjungi calon pembeli dari rumah ke rumah tanpa perjanjian sebelumnya. Jenis produk yang ditawarkan relatif tidak mahal, seperti mesin penghisap debu,

voucher berlangganan makan di rumah makan, dll.

(43)

produk yang mereka perdagangkan secara rinci. Speciality sales executives dapat bekerja untuk produsen barang yang mereka perdagangkan, perusahaan jasa seperti asuransi jiwa atau bank umum ,atau perusahaan pemegang franchise

produk, misalnya majalah eksklusif luar negeri. Sales asuransi sendiri termasuk ke dalam jenis salesmanship ini.

II.C. Gambaran Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal pada Sales Asuransi di Kota Medan

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa orientasi mengatasi konflik interpersonal adalah perilaku yang bertujuan untuk mengurangi hasil-hasil negatif dan meningkatkan hasil-hasil fungsional antara dua individu / lebih yang memiliki persepsi atas situasi atau perilaku bahwa pihak lainnya akan menghalangi atau mengancam individu tersebut mencapai tujuannya yang dilakukan dengan memodifikasi variabel atau faktor dari penyebab konflik.

Di dalam mengatasi konflik interpersonal ini kebanyakan orang akan memiliki gaya tertentu yang mereka gunakan saat menghadapinya (Wilmot & Hocker, dalam Aamodt, 2007).

Blake, dkk. (1964) menyebutkan ada lima orientasi yang bisa ditempuh individu untuk mengatasi konflik interpersonal ini, yaitu: (1) Bersaing

(44)

Adapun dimensi yang menjadi dasar dalam cara penanganan konflik interpersonal ini adalah: (1) Usaha dalam memenuhi kepentingan diri sendiri; dan (2) Usaha dalam memenuhi kepentingan orang lain (Rahim & Magner, dalam Weiten dkk., 2006).

Winardi (2004) mengatakan bahwa salah satu sifat dari konflik interpersonal ini yaitu perlu diperhatikannya hasil-hasil bersama / kepentingan kedua belah pihak, maupun hasil-hasil individual / kepentingan masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik yang bersangkutan.

Sementara itu, Henri Barki dan Jon Hartwick (2001) menemukan bahwa konflik interpersonal memiliki korelasi negatif dengan orientasi perilaku kolaboratif (problem-solving), serta memiliki korelasi positif dengan orientasi perilaku kompetitif (asserting) dan menghindar (avoiding). Selain itu, orientasi perilaku kolaboratifdikatakan memiliki efek positif, sedangkan orientasi perilaku kompetitif dan menghindar akan menghasilkan efek negatif pada kepuasan resolusi konflik (www.bebas.vlsm.org).

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal merupakan cara individu dalam memenuhi kepentingannya sendiri dan kepentingan individu lainnya yang akan mempengaruhi tingkat kepuasan penyelesaian masalah konflik.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukakan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yaitu usaha yang dilakukan dengan metode ilmiah (Hadi, 2000).

Selain itu, dalam suatu penelitian ilmiah, metode penelitian merupakan unsur yang penting karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah hasil penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang tertulis di Bab I Pendahuluan adalah peneliti ingin mendapatkan gambaran perilaku mengatasi konflik interpersonal pada karyawan sales di kota Medan, dengan demikian penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif.

Metode deskriptif merupakan metode yang menggambarkan dengan sistematik dan akurat fakta dengan tidak bermaksud menjelaskan, menguji hipotesis, membuat predikasi, maupun implikasi (Azwar 1999).

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian

(46)

III.B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal adalah suatu cara yang ditempuh dua individu / lebih untuk mengatasi keadaan yang menimbulkan frustrasi karena adanya pandangan bahwa individu lain menghalanginya untuk mencapai tujuannya, yang ditandai dengan adanya keinginan antara memenuhi kepentingan diri sendiri dengan keinginan untuk memenuhi kepentingan individu lain dengan cara: (1) Memenuhi kepentingan pihak lain tanpa memenuhi kepentingan pihaknya sendiri (Akomodatif); (2) Memenuhi kepentingan kedua pihak secara moderat (Berbagi), (3) Memenuhi kepentingan kedua belah pihak secara penuh (Kolaboratif); (4) Tidak memenuhi kepentingan pihak manapun (Menghindar), dan (5) Memenuhi kepentingan pihaknya sendiri tanpa memenuhi kepentingan pihak lain (Kompetitif).

Variabel perilaku mengatasi konflik interpersonal ini akan diukur dengan menggunakan penskalaan subjek yang sebagian aitemnya diadaptasi dari model skala CohenConflict Response.

Semakin besar skor yang diperoleh karyawan sales dalam skala yang aitem-aitemnya disusun menurut komponen-komponen orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal, sehinggan akan terdapat lima subskala yang akan menunjukkan kategori subjek sesuai orientasi perilaku mengatasi konfliknya.

III.C. Pertanyaan Penelitian

(47)

perilaku mengatasi konflik interpersonal pada karyawan sales di kota Medan. Adapun permasalahan utama pada penelitian ini secara umum adalah :

1. Bagaimana gambaran umum “Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal” pada sales asuransi di kota Medan?

2. Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Kompetitif / Dominan dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” pada sales asuransi di kota Medan?

3. Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Menghindar (Avoiding)

dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” pada sales asuransi di kota Medan? 4. Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Mengalah / Akomodatif

dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” pada sales asuransi di kota Medan? 5. Bagaimana gambaran umum subskala ” Orientasi Berbagi (Sharing) dalam

Mengatasi Konflik Interpersonal” pada sales asuransi di kota Medan?

6. Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Bekerjasama (Kolaboratif) dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” pada sales asuransi di kota Medan? 7. Bagaimana gambaran umum “Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik

Interpersonal” ditinjau dari usia pada sales asuransi di kota Medan?

8. Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Kompetitif / Dominan dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari usia pada sales asuransi di kota Medan?

9. Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Menghindar (Avoiding)

(48)

10.Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Mengalah / Akomodatif dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari usia pada sales asuransi di kota Medan?

11.Bagaimana gambaran umum subskala ” Orientasi Berbagi (Sharing) dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari usia pada sales asuransi di kota Medan?

12.Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Bekerjasama (Kolaboratif) dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari usia pada sales asuransi di kota Medan?

13.Bagaimana gambaran umum “Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari jenis kelamin pada sales asuransi di kota Medan? 14.Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Kompetitif / Dominan dalam

Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari jenis kelamin pada sales asuransi di kota Medan?

15.Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Menghindar (Avoiding)

dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari jenis kelamin pada sales

asuransi di kota Medan?

16.Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Mengalah / Akomodatif dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari jenis kelamin ditinjau dari jenis kelamin pada sales asuransi di kota Medan?

17.Bagaimana gambaran umum subskala ” Orientasi Berbagi (Sharing) dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari jenis kelamin pada sales

(49)

18.Bagaimana gambaran umum subskala ”Orientasi Bekerjasama (Kolaboratif) dalam Mengatasi Konflik Interpersonal” ditinjau dari jenis kelamin pada sales

asuransi di kota Medan?

III.D. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel III.D.1. Populasi

Menurut Hadi (2000) populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh akan digeneralisasikan. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, yang lebih dikenal dengan nama sampel.

Hadi (2000), mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Oleh karena itu, sampel harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan sales yang bekerja di kota Medan.

III.D.2. Jumlah Sampel Penelitian

(50)

III.D.3. Prosedur Pengambilan Sampel Penelitian

Pengambilan sampel digunakan untuk menggeneralisasikan sampel dan menarik kesimpulan sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi (Azwar, 2000).

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

probability sampling secara simple random sampling. Probability sampling

memiliki karakteristik dimana peneliti bisa menentukan probabilitas untuk setiap elemen dari populasi yang akan diikutsertakan dalam sampel, dimana simple random sampling berarti setiap elemen tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam sampel (dalam Shaughnessy dkk., 2003).

III.E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan suatu instrumen alat ukur self report berupa skala sikap berdasarkan penskalaan subjek. Azwar (1999) mengungkapkan skala sikap merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respon subjek diharapkan pada setiap pernyataan tersebut kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Sedangkan penskalaan subjek yang berorientasi pada subjek bertujuan meletakkan individu-individu pada suatu kontinum penilaian, sehingga kedudukan relatif individu menurut suatu atribut yang diukur dapat diperoleh (dalam Azwar, 1999).

(51)

Menurut Azwar (1999) metode skala sering digunakan karena mempunyai kebaikan-kebaikan dengan alasan sebagai berikut:

1. Data yang diungkap oleh skala psikologi berupa konstrak atau konsep psikologi yang menggambarkan aspek kepribadian individu.

2. Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari. Sehingga dapat mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek kepribadian individu.

3. Responden terhadap skala psikologi sekalipun memahami isi dari pertanyaannya, biasanya tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.

Adapun blue-print disajikan dalam bentuk tabel yang memuat uraian komponen-komponen atribut yang akan memberikan gambaran mengenai isi skala dan menjadi acuan serta pedoman bagi penulis untuk tetap berada dalam lingkup yang benar (Azwar, 1999).

Skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal untuk try-out ini terdiri dari 60 pernyataan, dimana pilihan respon dari masing-masing aitem akan disusun berdasarkan indikator perilaku dari komponen dan aspek pada Tahap Perilaku dalam Model Proses Konflik Dyadic (dalam Dunnette, 1978).

(52)

Tabel 1

Blue-Print Aitem Skala Try-Out Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik

Interpersonal

No. Komponen-Komponen Nomor Aitem Jumlah Persentase 1. Memenuhi kepentingan

pihaknya sendiri tanpa

2. Tidak memenuhi kepentingan pihak manapun (Menghindar).

3. Memenuhi kepentingan pihak lain tanpa memenuhi

4. Memenuhi kepentingan kedua pihak secara moderat (Berbagi).

5. Memenuhi kepentingan kedua belah pihak secara penuh

(53)

III.F. Reliabilitas dan Validitas

Hasil uji coba dari skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal ditinjau pada sales asuransi di kota Medan diolah untuk kepentingan validitas dan reliabilitas alat tes tersebut.

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

III.F.1. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas alat ukur menunjukkan kepada sejauh mana perbedaan skor perolehan itu mencerminkan perbedaan-perbedaan atribut yang sebenarnya (Azwar, 2000).

Analisis reliabilitas dilakukan dengan pendekatan konsistensi internal, dimana prosedurnya hanya melakukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek, yang bertujuan melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam tes itu sendiri Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, dikarenakan koefisien alpha merupakan batas bahwa reliabilitas dan merupakan underestimasi terhadap reliabilitas murni. Artinya bila koefisien yang dihasilkan cukup tinggi maka dapat diyakini bahwa reliabilitas yang sesunggunhya memang tinggi (Azwar, 2000).

(54)

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang valid dan reliable. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2000).

Daya beda item atau daya diskriminasi item merupakan parameter yang penting pada skala psikologi (Azwar, 1999). Daya Beda item dapat membedakan antara individu-individu atau kelompok yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur.

Indeks daya diskriminasi item merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan. Prinsip yang dijadikan dasar pemilihan item adalah memilih item yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi alat ukur skala seperti yang dikehendaki peneliti. Pada penelitian ini teknik analisa daya beda item yang digunakan adalah dengan menggunakan uji Pearson Product Moment (Azwar, 1999).

Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan pada saat try-out, maka didapatkan hasil reliabilitas untuk skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal rxx’ = 0,892. Sedangkan untuk subskala dominasirxx’ = 0,750, subskala

menghindar (avoiding) rxx’ = 0,802, subskala mengalah (akomodatif) rxx’ = 0,756,

subskala berbagi (sharing) = 0,872, dan subskala bekerjasama (kolaboratif) rxx’ =

(55)

III.F.2. Uji Validitas

Uji validitas (pengukuran validitas) adalah sejauh mana alat ukur mengukur apa yang ingin kita ukur. Uji validitas alat ukur dalam penelitian ini termasuk ke dalam validitas isi (content validity), yaitu berhubungan dengan seberapa adekuat isi (content) dari suatu tes yang mensampelkan pengetahuan, kemampuan-kemampuan, atau perilaku yang dimaksudkan untuk diukur oleh alat tes (dalam Bordens, 2005).

Pengujian validitas isi dilakukan dengan melihat apakah aitem-aitem dalam tes telah ditulis sesuai dengan blue-print-nya (Azwar, 1999).

Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan pada saat try-out, maka diperoleh hasil validitas untuk skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal bergerak dari -0,197 – 0,651. Untuk subskala dominasi bergerak dari 0,145 – 0,652. Untuk subskala menghindar (avoiding) bergerak dari 0,344 – 0,564. Untuk subskala mengalah (akomodatif) bergerak dari -0,066 – 0,730. Untuk subskala berbagi (sharing) bergerak dari 0,044 – 0,865. Untuk subskala bekerjasama (kolaboratif) bergerak dari 0,520 – 0,890.

Dengan mengacu pada koefisien korelasi aitem total rix ≥ 0,30 maka semua

aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan (dalam Azwar, 2000). Dengan demikian, dari 60 aitem yang diujikan terdapat 38 aitem yang valid, sedangkan aitem yang gugur atau tidak valid sebanyak 22 aitem.

(56)

masing-masing subskala. Hal ini disebabkan karena skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal ini terdiri dari atribut komposit (skala yang terdiri dari beberapa aspek / dimensi), dimana masing-masing susbkala mengungkap subdomain yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, dari segi pemilihan aitem dilakukan analisis aitem bagi setiap aspeknya (dalam hal ini 5 subskala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal) dan membandingkan indeks daya diskriminasinya dalam aspek masing-masing (dalam Azwar, 2000).

Dengan demikian, untuk subskala dominasi terdapat 9 aitem yang valid dan 3 aitem yang gugur / tidak valid. Untuk subskala menghindar (avoiding)

terdapat 12 aitem yang valid, tidak ada aitem yang gugur / tidak valid. Untuk subskala mengalah (akomodatif) terdapat 8 aitem yang valid dan 4 aitem yang gugur / tidak valid. Untuk subskala berbagi (sharing) terdapat 11 aitem yang valid dan 1 aitem yang gugur / tidak valid. Untuk subskala bekerjasama (kolaboratif) terdapat 12 aitem yang valid, tidak ada aitem yang gugur / tidak valid. Total seluruh aitem valid yang dikumpulkan dari masing-masing subskala seluruhnya berjumlah 52 aitem, dan 8 aitem yang gugur / tidak valid.

(57)

Dengan demikian, peneliti mengurangi bobot aitem subskala lainnya menjadi masing-masing 8 aitem agar bobot seluruh skala menjadi sama, sehingga total didapatkan 40 aitem untuk skala yang akan dipakai dalam penelitian sesungguhnya.

Hal ini juga dilakukan untuk mempertinggi koefisien reliabilitas alat ukur berdasarkan nilai reliabilitas tertinggi dari aitem-aitem tertentu yang akan didapatkan jika aitem-aitem tersebut dihapus / disisihkan, meskipun aitem-aitem tersebut memiliki daya diskriminasi / daya beda aitem yang tinggi. Dengan cara ini, proporsionalitas jumlah aitem yang direncanakan akan tercapai. Komposisi aspek-aspek yang mendasari konstrak pengukuran tetap terpelihara, dan kualitas item tetap terjaga (dalam Azwar, 2000).

Berikut ini adalah blue-print dari skala orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal yang telah diseleksi dan dipakai dalam penelitian sesungguhnya:

Tabel 2

Blue-Print Aitem Skala Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal

Saat Penelitian

No. Aspek-Aspek Nomor Aitem Jumlah Persentase

1. Memenuhi kepentingan pihaknya sendiri tanpa

2. Tidak memenuhi kepentingan pihak manapun (Menghindar).

8, 10, 20, 24, 27, 29, 34,

dan 38.

(58)

3. Memenuhi kepentingan pihak

4. Memenuhi kepentingan kedua pihak secara moderat

5. Memenuhi kepentingan kedua belah pihak secara penuh

(Kolaboratif).

III.G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

III.G.1. Persiapan Penelitian

Hal-hal yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi pengurusan izin penelitian dan penyusunan alat ukur serta mengujicobakan alat ukur tersebut.

III.H. Metode Analisa Data

Azwar (1999) mengatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan.

(59)

(1) Statistik bekerja dengan angka; (2) Statistik bersifat objektif; dan (3) Statistik bersifat universal (dalam Hadi, 2000).

Dalam penelitian ini, analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran atau memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang telah diperoleh untuk kelompok subjek yang diteliti serta tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan metode statistik, lebih jelasnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 15.0 for windows, dengan tujuan:

1. Untuk mendapatkan gambaran skor orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan maka digunakan statistik deskriptif. Skor yang diperoleh dari subjek diolah, diantaranya berupa skor minimum, skor maksimum, mean dan deviasi standar.

2. Untuk mendapatkan gambaran tentang subjek penelitian yang diperoleh dari data kontrolnya, diolah dan dinyatakan dalam bentuk persentase. 3. Untuk mendapatkan gambaran skor untuk setiap aspek perilaku mengatasi

(60)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI

Bab ini akan menguraikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis data penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang ingin dilihat dari penelitian ini, maupun analisis tambahan terhadap data yang ada.

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 60 orang yang keseluruhannya adalah sales

asuransi yang berwilayah kerja di kota Medan. Hasil dari skala yang dibagikan kepada subjek akan diperoleh gambaran dari orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan.

IV.A.1. Usia Subjek Penelitian

(61)

Tabel 3

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

(62)

23 24 25 26 27 29 30 31 32 33 35 38 39 40 42 45 Usia

0 5 10 15 20 25

Pe

rc

en

t

Usia Gambar 2

Grafik Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Tabel X menunjukkan bahwa usia subjek penelitian yang paling rendah adalah usia antara 20-24 tahun (30 %), dan usia yang paling tinggi adalah usia 40-45 tahun (8 %). Usia yang paling banyak menjadi subjek penelitian ini adalah usia antara 25-29, yaitu 20 orang (33 %) dan usia yang paling sedikit menjadi subjek penelitian ini adalah usia antara 40-45, yaitu 5 orang (8 %).

IV.A.2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

(63)

Pria Wanita

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Pria 40 66.7 66.7 66.7

Wanita 20 33.3 33.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Gambar 3

Grafik Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

(64)

Descriptive Statistics

60 61.00 120.00 6094.00 101.5667 1.19613 9.26515 60

Skor Total Valid N (listwise)

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

N Minimum Maximum Sum Mean Std.

IV.B. Hasil Utama Penelitian

Dari hasil penelitian ini diperoleh orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan, yang terdiri dari skor minimum, skor maksimum, mean skor dan deviasi standar.

IV.B.1. Gambaran Umum Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal pada Sales Asuransi di Kota Medan

Orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6

Statistik Deskriptif Skor Skala Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal

Berdasarkan tabel X di atas untuk orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan diperoleh mean sebesar 101,5667 dan deviasi standar sebesar 9,26515. Untuk Menghitung mean hipotetik digunakan rumus sebagai berikut:

µ = ½ (imax + imin)Σk

Keterangan:

µ : Mean hipotetik imin : Skor minimal aitem

(65)

Untuk menghitung deviasi standar hipotetik digunakan rumus sebagai berikut:

σ = 1/6 (Xmax – Xmin)

Keterangan:

σ : Deviasi standar hipotetik Xmin : Skor minimal subjek

Xmax : Skor maksimal subjek Σk : Jumlah aitem

Dengan demikian, perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik serta perbandingan antara deviasi standar empirik dan deviasi standar hipotetik dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7

Perbandingan Mean Empirik, Mean Hipotetik, Deviasi Standar Empirik dan Deviasi Standar Hipotetik Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik

Interpersonal

101.5667 100 9.26515 9.83333

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel X menunjukkan bahwa usia subjek penelitian yang paling rendah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melihat dari kegunaannya berdasarkan jenisnya serta permasalahan yang ada pada Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian

Menyatakan bahwa saya telah memberikan penilaian dan masukan terhadap media pembelajaran dalam skripsi yang berjudul “PENYUSUNAN PHOTO SEQUENCE “Elang- ular bawean”

Rajah 2.1 Rama-rama Ornithospila viculariayang telah disampel dalam kajian ini Rajah 2.2 Rama-rama Setothosea asigna yang telah disampel dalam kajian ini Rajah 2.3 Proses

Proses kampanye atau yang lebih mudah disebut memberikan informasi kepada publik, AIMI Jateng memiliki strategi yang menurut mereka efektif dengan menggunakan sosial media, namun

Penelitian ini dilakukan di RSGM UNPAD karena Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadajaran karena RSGM Unpad yang mengadakan acara

Berdasarkan teori serta hasil penelitian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa penatalaksanaan pada bayi baru lahir dari ibu dengan HIV / AIDS dapat dilakukan pemberian satu

Berapa taraf terbaik suplementasi VCO sebagai pereduksi emisi metan dengan jenis DFM tertentu pada pelepah sawit amoniasi terhadap kecernaan, produksi gas metan

Berdasarkan analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, diperoleh kesimpulan bahwa: 1) siswa yang diberikan model pembelajaran