• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Optimisme Martin Seligman Dalam Roman Candide ou L’Optimisme Karya Voltaire (Sebuah Tinjauan Psikologi Positif)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Optimisme Martin Seligman Dalam Roman Candide ou L’Optimisme Karya Voltaire (Sebuah Tinjauan Psikologi Positif)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Nilai Optimisme Martin Seligman Dalam Roman Candide ou

L’Optimisme

Karya Voltaire (Sebuah Tinjauan Psikologi Positif)

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra

Prodi Sastra Perancis

oleh

Nisa Nur Amalina

2311409007

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

 Optimisme merupakan sikap cerdas secara emosional (Daniel Goleman).

 Satu-satunya Cara untuk meramalkan masa depan adalah dengan

menciptakannya (Alan Kay).

 Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman).

Persembahan:

Karya ini ku persembahkan untuk mamaku tercinta, kakak-kakakku, sahabat-sahabat, dan teman-temanku, serta almamaterku Universitas Negeri Semarang.

(6)

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada penggenggam jiwa ini, penguasa alam jagat raya, yang menentukan takdir setiap ciptaan-Nya namun membebaskan nasib setiap hamba-Nya. Allah SWT telah memberikan penulis proses yang luar biasa dalam penyelesaian skripsi ini. Tempaan, pilihan, dan kesempatan yang telah penulis dapatkan membuat penulis mengerti lebih baik tentang makna diri.

Rasa syukur juga penulis haturkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya skripsi yang berjudul Nilai Optimisme Martin Seligman Dalam Roman Candide ou L’Optimisme Karya Voltaire (Sebuah Tinjauan Psikologi Positif) ini, segala puji hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa ada dukungan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Bapak Dr. Zaim Elmubarok, M. Ag., yang memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian ini.

3. Pembimbing skripsi, Bapak Ahmad Yulianto, S.S., M.Pd., yang telah

membimbing saya dengan penuh kesabaran dan ketelitian.

(7)

4. Penguji I sidang skipsi, Bapak Suluh Edhi Wibowo., S.S., M.Hum., yang telah bersedia menguji dan memberikan saran-saran yang membangun.

5. Penguji II sidang skripsi, Bapak Sunahrowi SS. MA. yang telah bersedia menguji dan memberikan saran-saran yang membangun.

6. Dra. Diah Vitri Widayanti, DEA., dosen wali yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam belajar.

7. Seluruh dosen dan jurusan Bahasa dan Sastra Asing yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

8. Mama saya tercinta yang senantiasa memberikan doa, motivasi finansial, dan

dukungan untuk saya.

9. Kakak-kakak saya yaitu Rizki Pramuyudha dan Nur Fadhila yang senantiasa memberikan semangat kepada saya.

10.Teman-teman Sastra Perancis 2009 yang menyenangkan, Imas, Shabrina, Rizka, Ririn, Wiwi, Riris, Emon, Iwan, Adit, Eko..

11.Kakak-kakak angkatan 2008, 2007 dan adik-adik angkatan 2010, dan 2011 yang telah menghadirkan banyak keceriaan di kampus dan kehebohan petualangan.

Penulis sadar bahwa karya ini belum sempurna, namun penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pecinta karya sastra.

Semarang, 8 Mei 2015

Penulis

(8)

SARI

Amalina, Nisa Nur, 2015. Nilai Optimisme Menurut Martin Seligman Dalam Roman Candide ou L’Optimisme Karya Voltaire (Sebuah Tinjauan Psikologi Positif). Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Ahmad yulianto, S.S., M.Pd.

Kata kunci: Roman, Candide ou L‟Optimisme, Psikologi Positif

Roman Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire merupakan sebuah roman yang menggambarkan kehidupan masyarakat Prancis pada abad 18-an. Roman ini menceritakan tentang Candide yang optimis untuk menikah dengan nona Cunégonde. Petualangan Candide dipengaruhi oleh sebuah pendapat dari guru filsafatnya, yaitu Doktor Pangloss.

Fokus penelitian ini adalah aspek-aspek optimisme yang terdapat pada roman Candide ou L‟Optimisme dengan pendekatan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan aspek-aspek optimisme berdasarkan Martin Seligman yang terjadi di dalam roman Candide ou L‟Optimisme. Aspek-aspek optimisme tersebut meliputi permanensi, pervasivitas dan personalisasi.

Korpus data penelitian ini adalah roman Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis dengan dua objek penelitian, yaitu objek material dan objek formal. Objek material pada penelitian ini adalah roman Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire, sedangkan objek formal pada penelitian ini adalah teori psikologi positif. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer pada penelitian ini, yaitu kalimat-kalimat dalam roman Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire dan aspek-aspek optimisme teori psikologi positif, sedangkan sumber data sekunder penelitian ini adalah roman Candide ou L‟Optimisme yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ida Sundari Husen dengan judul Candide. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskrptif analitik, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi.

Simpulan penelitian ini adalah 1) Ditemukannya pemikiran pengarang yakni Voltaire dalam karya Candide ou L‟Optimisme yaitu: ketidakadilan sesama manusia, kritikan dogma-dogma yang mengatasnamakan agama atau fanatisme, dan kritikan kepada para penguasa Prancis abad XVIII. 2) Ditemukannya aspek-aspek optimisme dalam karya Candide ou L‟Optimisme yaitu: permanensi, pervasivitas, dan personalisasi pada tokoh Candide, doktor Pangloss, nona Cunégonde, dan sang nenek. Tidak ditemukan pervasivitas pada tokoh doktor Pangloss. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dalam memahami teori psikologi positif dan juga dapat memberikan sumbangan dalam analisis roman yang menggunakan unsur aspek-aspek optimisme khususnya. Dengan terbukti adanya aspek-aspek optimisme pada karya sastra, maka mahasiswa sastra Perancis disarankan untuk melakukan penelitian sejenis pada novel-novel francophone.

(9)

LES ASPECTS DE L’OPTIMISME DANS CANDIDE OU L’OPTIMISME

DE VOLTAIRE: UNE ANALYSE DE LA PSYCHOLOGIE POSITIVE DE MARTIN SELIGMAN

Nisa Nur Amalina, Ahmad Yulianto.

Département des langues et des littératures étrangères Faculté des langues et des arts, Université d‟État de Semarang.

EXTRAIT

Le roman Candide ou L‟Optimisme de Voltaire est un roman qui décrit la vie des françaises à la fin du 18ème siècle. Ce roman raconte l'histoire de Candide optimistes pour épouser Mademoiselle Cunégonde. Les aventures de Candide pour trouver mademoiselle Cunégonde sont influencées par l'opinion de son professeur de philosophie, c‟est docteur Pangloss.

Cette recherche a pour but d‟expliquer les aspects d‟optimismes contenus dans le roman Candide ou L'optimisme, en utilisant une approche psychologique. Les aspects d‟optimisme se composent de la permanence, de la tendance à «généraliser-préciser» et de la personnalisation.

Les données de cette recherche est le roman Candide ou L‟Optimisme de Voltaire. Cette recherche utilise une approche psychologique dont ses objets des recherches sont l‟object matériel et l‟object formel. L‟objet matériel dans cette recherche est le roman Candide ou L‟Optimisme de Voltaire, tandis que l‟objet formel dans cette recherche est la théorie de la psychologie positive. Cette recherche utilise les sources de données primaires et secondaires. La source de donnée primaire dans cette recherche est les phrases du roman Candide ou L‟Optimisme, tandis que la source de donnée secondaire est le roman de Candide ou L‟Optimisme qui a été traduit en indonésien dont le titre est Candide par Ida Sundari Husen. La méthode de cette recherche est la méthode de descriptif analytique, tandis que la technique d‟analyse de donnée est la technique d‟analyse de contenue.

La conclusion de cette recherche: 1) La pensée de l'auteur exprimée dans le roman Candide ou l'optimisme, comprend : l'injustice humaine, les dogmes de critique de la religion ou de fanatisme, et la critique aux autorités françaises de la XVIII siècleles. 2) Il y a des aspects de l'optimisme dans le roman Candide ou l'optimisme, à savoir: la permanence, la tendance à «généraliser-spécifier, et la personnalisation dans les personnages Candide, docteur Pangloss, Mademoiselle Cunégonde, la vielle. Aucune explication la tendance à «généraliser- préciser» est trouvée dans le personnage docteur Pangloss.

Il est prévu que le résultat de cette recherche pourra donner une nouvelle idée pour les étudiants de la littérature française, sourtout servir à comprendre la psychologie positive du Martin Seligman sur les aspects de l‟optimisme.

Mots-clés : Roman, Candide ou L‟Optimisme, Psychologie Positive.

(10)

RÉSUMÉ

Amalina, Nisa Nur.2015. Les Aspects de l’Optimisme dans Candide ou L’Optimisme de Voltaire: Une analyse de la psychologie positive de Martin Seligman. Mémoire. Département des langues et des littératures étrangères Faculté des langues et des arts, Université d‟État de Semarang. Directeur: Ahmad Yulianto, S. S., M.Pd

1. Introduction

La littérature est un résultat de l'imitation ou de la représentation de la réalité. Du point de vue de la psychologie littéraire la littérature est une représentation des attitudes et des comportements humains. Essentiellement, l'attitude et le comportement sont le reflet de l'âme (Endraswara 2008 : 179).

Wellek et Warren (1990: 48-49) divise l„œuvre littéraire en deux : de l„orale et de l„écrite. L„œuvre littéraire orale est un genre d'œuvres littéraires qui

se produit de bouche en bouche, à savoir: le conte populaire, les proverbes, et la prose, la chanson folklorique; tandis que l„œuvre littéraire écrite est l„œuvre littéraire qui est popularisée à travers une écriture. Nous trouvons souvent des œuvres littéraires écrites qui se composent des histories courtes (ou nouvelle),

roman, poésie, et drame.

Le roman d‟après Komarudin (2000 :222-223) vient de mot français

« romance ». Nurgiantoro (1998 :11) a dit que le roman peut révéler des choses librement, présente des choses plus beaucoup, plus détaillé, et implique beaucoup de problèmes complexes.

Dans cette recherche, j‟ai choisi le roman Candide ou L‟Optimisme de

Voltaire. Voltaire est l‟un des grands écrivains français les plus célèbres au XVIIIᵉ siècle. Il était un personnage emblématique de la philosophie des

(11)

Lumières, chef de file du parti philosophique, son nom reste attaché à son combat contre le fanatisme religieux, qu‟il nomme « l‟Infâme », pour la tolérance et la

liberté de pensée.

Candide est un personnage naïf, simple, honnête, et sa personnalité est influencée par les aspects de l‟optimisme dans sa vie. J‟ai choisi ce titre parce que

dans ce roman, Candide avait plusieurs personnalités influencées par d‟autres

pour retrouver Mademoiselle Cunégonde.

Je préfère le roman Candide ou L‟Optimisme parce qu‟il est plus célèbres de Voltaire. Les structures dans ce roman sont très simples, les lecteurs peuvent facilement comprendre son histoire. La plupart des personnalités de Candide ont été influencées par les aspects de l‟optimisme. C‟est pour cette raison là que j‟ai

choisi ce roman pourque les résultats d‟analyse soient profonds.

J‟ai utilisé la théorie de Martin Seligman dans cette recherche. Cette théorie correspond à mon analyse parce qu‟elle explique la façon de penser

positive et s‟attendent à des résultats positifs à propos des problèmes. Dans la psychologie positive de Martin Seligman, il y a des aspects de l'optimisme qui influent les personnages dans le roman en particulier.

2. Théorie

L‟objectif de la psychologie positive est de réaliser un changement dans la

psychologie : au lieu de se préoccuper seulement de traiter les pires problèmes, il faudrait s‟intéresser aussi à la construction des meilleures qualités dans la vie

(Synder et Lopez dans Compton, 2005).

(12)

Au niveau subjectif, la psychologie positive s‟intéresse à l‟expérience

subjective positive : le bien-être et la satisfaction (passé) ; l‟expérience optimale,

la joie, le plaisirs sensuels et le bonheur (présent); et les cognitions constructives, l‟optimisme, l‟espoir et la foi (Snyder et Lopez dans Compton 2005).

Au niveau individuel, la psychologie positive se concentre sur les caractères individuels qui sont positifs, à savoir: la capacité d'aimer, le courage, les compétences interpersonnelles, la persévérance, le pardon et la sagesse.

Au niveau du groupe, elle s‟intéresse aux vertus civiques et aux

institutions qui dirigent les individus vers une meilleure citoyenneté : la responsabilité, l‟altruisme, la tolérance, la modération et la politesse (Gilham et

Seligman, 1999 ; Seligman et Csikszentmihalyi, 2000).

2.1 Les structures des œuvres

a. Le thème

Le thème est le sens de l‟histoire et le sujet principal dans le roman qui est

soulevé par l'auteur. Le thème dans le roman est large et abstrait car il peut impliquer tous les problèmes de la vie.

b. Les personnages

Les personnages sont des figures qui apparaissent dans un récit ou un drame, certaines exprimées à travers la parole et l'action. Les personnages peuvent être divisés en deux : les personnages principaux et les personnages supplémentaires.

(13)

c. La séquence

La séquence est une histoire qui contient une relation de causalité. Toutefois, chaque partie de l‟histoire est reliée par la cause et l‟effet.

d. La situation temporelle, spatiale, et sociale

C‟est la situation dans la fiction qui indique l'événement de l'histoire, le lieu

de l‟histoire, le temps,l‟environement socio-culturel, et la situation de la société.

e. Le point de vue

Le point de vue est une façon de raconter une histoire et le statut ou la position de l'auteur dans l'histoire, c‟est à dire comment l‟auteur s‟est mis dans l‟histoire.

2.2 Les aspects de l’optimisme

L‟analyse se divise en trois étapes : (1) la permanence, (2) la tendance à

«généraliser- préciser», (3) la personnalisation. a. La permanence

La permanence est la description des problèmes en temporaire ou permanent. Si nous pensons que les événements défavorables découlent de causes temporaires, nous aurons plus de chance d'être optimistes. Lorsque quelque chose de positif arrive aux optimistes, ils ont la tendance de l‟expliquer avec la façon permanente.

b. La tendance à «généraliser- préciser »

La tendance à «généraliser- préciser» est l'explication en ce qui concerne le temps et le lieu, divisé en particulière et universel. Les optimistes ont la tendance à révéler sa pensée pour expliquer les problèmes urgents, de façon bien

(14)

particulière. Les optimistes ont la tendance à révéler sa pensée pour expliquer les événements amusants, de façon bien universelle.

c. La personnalisation

La personnalisation est l‟explication en ce qui concerne la source du problème, c‟est à dire à l'intérieur ou à l'extérieur. Les optimistes regardent les

problèmes urgents, en tant qu‟une chose qui vient de l‟extérieur. Les optimistes regardent des événements amusants provenant de l'intérieur d‟elles.

3. Analyse

3.1 Les structures des `œuvres a. Le thème

Le thème principal dans le roman est l'histoire du voyage du personnage principal qui est optimiste dans sa vie. Dans ce thème, l'auteur (Voltaire) a révélé les résultats de sa pensée, à savoir: l'injustice humaine, la critique des dogmes de la religion ou de fanatisme, à la critique des autorités françaises du XVIII siècle.

(1) (COLO/XXII/107)

„‟L'abbé périgourdin s'offrit à l'introduire chez elle. Candide, élevé en Allemagne, demanda quelle était l'étiquette, et comment on traitait en France les reines d'Angleterre. Il faut distinguer, dit l'abbé: en province, on les mène au cabaret; à Paris, on les respecte quand elles sont belles, et on les jette à la voirie quand elles sont mortes. Des reines à la voirie! dit Candide...‟‟

Cette citation décrit au 18ème siècle, les artistes excommuniés de l'église. Au moment de la mort, les artistes n‟avaient pas le droit d‟être enterré dans une

cérémonie religieuse et enterré dans un cimetière public. L'incident est survenu à un bon ami de Voltaire, qui est un artiste bien connu, à savoir: Adrienne Lecouvreur. Les injustices commises par ces leaders religieux sont opposées par

(15)

Voltaire, c'est à dire tout le monde ont le droit d‟obtenir les droits fondamentaux de l'homme.

b. Les Personnages

Il y a quatre personnages principaux dans le roman : 1. Candide

Candide est le personnage principal dans le roman Candide ou L'optimisme, sa première aventure a commencé après qu'il a été chassé du palais, pour l'amour de la fille du baron. Tout d‟abord, on peut voir le caractère de Candide dans la citation suivante:

(1) Candide écoutait attentivement, et croyait innocemment; car il trouvait mademoiselle Cunégonde extrêmement belle, quoiqu'il ne prît jamais la hardiesse de le lui dire. Il concluait qu'après le bonheur d'être né baron de Thunder-ten-tronckh, le second degré de bonheur était d'être mademoiselle Cunégonde; le troisième, de la voir tous les jours; et le quatrième, d'entendre maître Pangloss, le plus grand philosophe de la province, et par conséquent de toute la terre.‟‟

2. Docteur Pangloss

Docteur Pangloss est un philosophe célèbre dans la ville, surtout dans le palais. La représentation du personnage du docteur Pangloss ne s'exprime pas beaucoup dans les romans. Regardez la citation suivante.

(2) „‟Eh bien! mon cher Pangloss, lui dit Candide, quand vous avez été pendu, disséqué, roué de coups, et que vous avez ramé aux galères, avez-vous toujours pensé que tout allait le mieux du monde? Je suis toujours de mon premier sentiment, répondit Pangloss; car enfin je suis philosophe; il ne me convient pas de me dédire, Leibnitz ne pouvant pas avoir tort, et l'harmonie préétablie étant d'ailleurs la plus belle chose du monde, aussi bien que le plein et la matière subtile.‟‟

(16)

3. Mademoiselle Cunégonde

Le baron et de son épouse ont une fille qui s'appelle Cunégonde. Tout d‟abord, on peut voir le portrait physique de mademoiselle Cunégonde dans la

citation suivante :

(3) „‟Madame la baronne, qui pesait environ trois cent cinquante livres, s'attirait par là une très grande considération, et fesait les honneurs de la maison avec une dignité qui la rendait encore plus respectable. Sa fille Cunégonde, âgée de dix-sept ans, était haute en couleur, fraîche, grasse, appétissante. Le fils du baron paraissait en tout digne de son père.‟‟

4. La vieille

La vieille était la serveuse de Cunégonde. Elle aide souvent Candide. Tout d‟abord, on peut voir le portrait physique de la vieille dans la citation

suivante :

(4) „‟Je n'ai pas eu toujours les yeux éraillés et bordés d'écarlate; mon nez n'a pas toujours touché à mon menton, et je n'ai pas toujours été servante. Je suis la fille du pape Urbain X et de la princesse de Palestrine[a]. On m'éleva jusqu'à quatorze ans dans un palais auquel tous les châteaux de vos barons allemands n'auraient pas servi d'écurie; et une de mes robes valait mieux que toutes les magnificences de la Vestphalie.‟

c. La séquence

La séquence dans le roman Candide ou L‟Optimisme est la séquence progressive, parce que l'histoire est racontée dans l'ordre narratif et chronologique qui se divise en quelques étapes suivantes:

1. La situation initiale : c‟est quand les personnages principaux comme Candide, docteur Pangloss, mademoiselle Cunégonde, la vieille soulevés dans l‟histoire avec la situation, le contexte, ainsi que le temps.

(17)

2. L’élément de déclencheur : c‟est quand Candide et mademoiselle Cunégonde embrassaient dans le palais.

3. Les nœuds : c‟est quand Candide est chassé du palais magnifique par le baron.

4. Le dénouement : c‟est le voyage en 3 continents ont de nombreuses aventures, seulement pour être réunis avec mademoiselle Cunégonde.

5. La situation finale : c‟est quand Candide a rencontré son amoureuse, à savoir: mademoiselle Cunégonde.

d. La situation temporelle, spatiale, et sociale

Les événements dans le roman Candide ou L‟Optimisme au 18ème siècle,

en particulier la société francaise et la société qui vivent dans la région traversée par Candide pendant le voyage pour trouver mademoiselle Cunégonde.

Il y a quelques villes, pays et continents décrits dans le roman (Hollande, Lisbonne, Buénos-Ayres, Bordeaux, etc.). Regardez la citation suivante:

(5) ...en Westphalie...

...quand il fut en Hollande... ...étant obligé d'aller à Lisbonne...

Candide, Cunégonde, et la vieille, passèrent par Lucena, par Chillas, par Lebrixa, et arrivèrent enfin à Cadix.

On aborda dans Buénos-Ayres. ...dans la ville de Badajos...

...la raison en était que pendant la nuit les Oreillons, habitants du pays...

...ils (les Espagnols) l'ont appelé Eldorado...

...et je vois bien de loin une ville que je soupçonne être Surinam... Martin, s'embarqua donc pour Bordeaux avec Candide....

On aperçut enfin les côtes de France...

En causant ainsi ils abordèrent à Portsmouth;...

(18)

e. Le point de vue

L‟histoire dans le roman Candide ou L‟Optimisme est racontée à travers les modes de vision mêlés. L‟histoire est délivrée par un narrateur qui sait toutes

les actions, les pensées et les sentiments des personnages, mais aussi par la première personne et la troisième personne. Voici la citation qui représente la narration d‟un narrateur:

(6) „‟Il y avait en Vestphalie, dans le château de M. le baron de Thunder -ten-tronckh, un jeune garçon à qui la nature avait donné les moeurs les plus douces. Sa physionomie annonçait son âme. Il avait le jugement assez droit, avec l'esprit le plus simple; c'est, je crois, pour cette raison qu'on le nommait Candide.‟‟

Ensuite, la citation qui représente la narration de la troisième personne (le mode de vision externe) est dans la citation suivante :

(7) ͚‟On lui demanda juridiquement ce qu'il aimait le mieux d'être fustigé trente-six fois par tout le régiment, ou de recevoir à-la-fois douze balles de plomb dans la cervelle. Il eut beau dire que les volontés sont libres,...͛͛ meilleur. Regardez la citation suivante :

(19)

sont libres, et qu'il ne voulait ni l'un ni l'autre, il fallut faire un choix; il se détermina, en vertu du don de Dieu qu'on nomme liberté, à passer trente-six fois par les baguettes; il essuya deux promenades. Le régiment était composé de deux mille hommes; cela lui composa quatre mille coups de baguette, qui, depuis la nuque du cou jusqu'au cul, lui découvrirent

Les muscles et les nerfs.’’

2. La tendance à «généraliser- préciser»

Cette citation décrit la situation vécue par Mademoiselle Cunégonde spécifiquement sur les événements indésirables, à savoir: le viol par des soldats Bulgarie. Le viol qui lui soit jamais arrivé, fait mademoiselle Cunégonde être une femme forte dans la dignité. C'est la raison pourquoi il est tant aimé par les hommes. Regardez la citation suivante.

(24)(COLO/VIII/18)

„‟Ce Juif s'attacha beaucoup à ma personne, mais il ne pouvait en triompher; je lui ai mieux résisté qu'au soldat bulgare: une personne d'honneur peut être violée une fois, mais sa vertu s'en affermit. Le Juif, pour m'apprivoiser, me mena dans cette maison de campagne que vous voyez. J'avais cru jusque-là qu'il n'y avait rien sur la terre de si beau que le château de Thunder-ten-tronckh; j'ai été détrompée.‟‟

3. La personnalisation

Cette citation décrit Docteur Pangloss, il subit une explication personnalisée sur les événements indésirables, à savoir: la maladie causée par un domestique de la femme de Baron. Docteur Pangloss croient que sa maladie est causée par Paquette.

La définition de la personnalisation sur l'incident désagréable était les optimistes croient que l'incident désagréable provenant de l'environnement (les externes). Regardez la citation suivante.

(20)

(22)(COLO/IV/22-23)

„‟Pangloss répondit en ces termes: O mon cher Candide! Vous avez connu Paquette, cette jolie suivante de notre auguste baronne: j'ai goûté dans ses bras les délices du paradis, qui ont produit ces tourments d'enfer dont vous me voyez dévoré; elle en était infectée, elle en est peut-être morte. Paquette tenait ce présent d'un cordelier très savant qui avait remonté à la source, car il l'avait eu d'une vieille comtesse, qui l'avait reçu d'un capitaine de cavalerie, qui le devait à une marquise, qui le tenait d'un page, qui l'avait reçu d'un jésuite, qui, étant novice, l'avait eu en droite ligne d'un des compagnons de Christophe Colomb.‟‟

4. Conclusion

Basée sur l‟analyse des données au-dessus particulièrement sur les aspects

de l'optimisme dans le roman Candide ou l'optimisme, j‟ai trouvé deux

conclusions suivantes.

Premièrement, la pensée de l'auteur exprimé dans le roman Candide ou l'optimisme, comprend: l'injustice humaine, les dogmes de critique de la religion

ou de fanatisme, et la critique aux autorités françaises de la XVIII siècle. La pensée de l'auteur du roman Candide ou l'optimisme est présenté par la structure des œuvres littéraires, à savoir: le thème, les personnages, la séquence, le réglage.

Deuxièmement, il y a des aspects de l'optimisme dans le roman Candide ou l'optimisme, à savoir: la permanence, la tendance à «généraliser-spécifier, et la personnalisation dans les personnages Candide, docteur Pangloss, Mademoiselle Cunégonde, la vielle. Aucune explication sur la tendance à «généraliser- préciser» est trouvée dans le personnage docteur Pangloss.

(21)

Remerciements

Je tiens à remercier, ma mère, mes frères, et ma sœur de me supporter et

de me combler toujours de leur amour. Ensuite, je remercie également mon professeur de m‟avoir guidée. Et finalement, je remercie aussi mes amis de leurs

joies et de leurs gentillesses. 5. Bibliographie

Arifin, Winarsih & Farida Soemargono. 2007. Kamus Perancis-Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Achmad, Fandy. Y. 2013. Pengaruh Optimisme Menghadapi Masa Pensiun Terhadap Post Power Syndrome Pada Anggota Badan Pembina Pensiunan Pengawai (BP3) Pelindo Semarang. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Hastuti, Tri. 2001. Modulasi dalam Penerjemahan Novel Candide dalam Bahasa Indonesia. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Istinganah. 2004. Pergeseran Bentuk dalam Penerjemahan Verba Pronominal Bahasa Prancis pada Novel Candide. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Estetika Sastra dan Budaya, Teori Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sangidu. 2005. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat. Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Setyorini, Anjar. 2011. Kepribadian Tokoh Candide dan Faktor-faktor Ketidaksadaran yang Mempengaruhinya dalam Roman Candide ou L‟Optimisme Karya Voltaire : Sebuah Kajian Psikoanalisis-Sastra menurut Carl Gustav-Jung. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Voltaire. 1989. Voltaire Candide (diterjemahkan oleh Ida Sundari Husen dari Candide ou L‟Optimisme). Jakarta : Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianto dari Theory of Literature). Jakarta: Gramedia.

(22)

https://klikmyebook.wordpress.com/2010/01/08/authentic-happiness-menciptakan-kebahagiaan-dengan-psikologi-positif/ diunduh tanggal 1 Juli 2014.

http://manybooks.net/build/pdf_builder.php/voltaireetext03candi10/.pdf/custiliad/ voltaireetext03candi10custiliad.pdf diunduh tanggal 15 Juni 2013 jam 02:30. http://id.wikipedia.org/wiki.psikologi diunduh pada 25/09/2014 jam 01:20.

(23)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii PERNYATAAN ... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi SARI ... viii

EXTRAIT ... ix

DAFTAR ISI ... xxiii DAFTAR LAMPIRAN ... xxvi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Rumusan Masalah ... 11 1.3.Tujuan Penelitian ... 11 1.4.Manfaat Penelitian ... 12 1.5.Sistematika Penulisan ... 13 BAB 2 LANDASAN TEORITIS

2.1. Unsur-unsur Intrinsik ... 14 2.1.1. Alur atau Plot... 15 2.1.2. Tokoh dan Penokohan... 17 2.1.3. Latar (Setting)... 18

(24)

2.1.4. Sudut Pandang... 18 2.1.5. Tema... 20 2.2. Psikologi... ... ... 20 2.3. Psikologi Sastra ... 21 2.4. Psikologi Positif Seligman ... 24 2.4.1. Ruang Lingkup Psikologi Positif... 26 2.4.2. Komponen Emosi Positif ... 28 2.4.2.1. Masa Lalu ... 28 2.4.2.2. Masa Sekarang (saat ini) ... 28 2.4.2.2.1. Kesenangan Sementara... 28 2.4.2.2.1. Gratifikasi... 28 2.4.2.3. Masa Depan... 29 2.4.3. Optimisme... 29 2.4.4. Ciri-Ciri Orang Optimisme... 31 2.4.5. Aspek-Aspek Optimisme... 33 2.4.6. Aspek Gaya Penjelasan... 34 2.4.7. Faktor yang Mempengaruhi Optimisme... 37 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 40 3.2 Objek Penelitian ... 41 3.3 Sumber Data ... 41 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 42

(25)

BAB 4 MANIFESTASI ASPEK-ASPEK OPTIMISME MARTIN

SELIGMAN DALAM ROMAN CANDIDE OU L’OPTIMISME

4.1 Struktur Karya Sastra ... 45 4.1.1. Tema ... 45 4.1.2. Tokoh dan Penokohan ... 49 4.1.3. Alur atau Plot ... 59 4.1.4. Latar (Setting) ... 62 4.2 Aspek-Aspek Optimisme ... 64 4.2.1. Aspek-Aspek Optimisme Kepribadian Tokoh Candide ... 64 4.2.2. Aspek-Aspek Optimisme Kepribadian Tokoh Dr. Pangloss... 77 4.2.3. Aspek-Aspek Optimisme Kepribadian Tokoh Cunégonde... 81 4.2.1. Aspek-Aspek Optimisme Kepribadian Tokoh Nenek... 84 BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan ... 89 5.2 Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 92

LAMPIRAN ... 93

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Ringkasan Cerita Roman Candide ou L‟Optimisme. 2. Biografi Voltaire

3. Peta Perjalanan Candide dan keterangannya.

(27)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luxemburg, et al (seperti yang dikutip oleh Teeuw 1984: 23), mengungkapkan bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan, kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi, mengkaji beberapa disiplin ilmu. Keragaman sastra, khususnya sebagai perwujudan genre, dengan sendirinya memerlukan bentuk dan cara-cara pemahaman yang juga berbeda. Keragaman sastra mencerminkan keragaman latar belakang sosial budayanya. Juga merupakan refleksi dari kehidupan suatu masyarakat yang kemudian diolah kembali oleh pengarang sehingga terciptalah suatu karya sastra.

(28)

2

Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikannya, keyakinannya dan sebagainya. Oleh karena itu, kenyataan atau kebenaran dalam karya sastra tidak mungkin disamakan dengan kenyataan atau kebenaran yang ada disekitar kita. Kebenaran di dalam karya sastra adalah kebenaran keyakinan bukan kebenaran indrawi seperti yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari (Suharianto 1982:11).

Karya sastra tak lepas dari pengaruh suasana kejiwaan manusia sebagai pengarang. Seorang pengarang harus bisa mengajak dan mempengaruhi pembacanya untuk memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang ada di dalam karya-karyanya terutama yang digambarkan lewat tokoh-tokoh yang dihadirkan.

Wellek dan Warren (1990:48-49) menggolongkan karya sastra menjadi dua yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulisan. Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun menurun. Sastra tulisan seperti yang dikutip oleh Wellek dan Werren (1990:51) adalah karya sastra yang dituangkan dalam bentuk tulisan, misalnya roman, cerpen, prosa, dan puisi. Genre dalam karya sastra yakni puisi, prosa dan drama. Prosa terbagi atas cerita pendek dan roman. Penelitian ini menggunakan roman sebagai bahan kajian. Istilah „‟roman‟‟ berasal dari kesusastraan Prancis. Roman adalah nama

(29)

3

Teeuw (1983: 37) berpendapat bahwa roman adalah penyebutan atas nama dari novel, yaitu cerita-cerita panjang yang isisnya menceritakan tokoh-tokoh atau pelaku dalam rangkaian peristiwa dengan latar yang tersusun dan teratur. Adanya persamaan istilah novel dan roman adalah karena pengaruh kesusastraan Inggris. Dalam kesusastraan Inggris, tidak dikenal istilah roman, dengan kata lain istilah novel mengacu pada pengertian roman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa roman adalah pengungkapan suatu penggalan-penggalan cerita (fragmen) kehidupan manusia, dimana dalam fragmen kehidupan tersebut terjadi konflik-konflik atau pertentangan yang akhirnya menyebabkan terjadinya nasib para tokoh dalam cerita tersebut.

Beberapa alasan penulis memilih roman karena (1) ditulis dengan gaya narasi, (2) bersifat realistis, artinya merupakan tanggapan penggarang terhadap situasi lingkungannya, (3) bahasa roman cenderung lebih lugas dan lebih bisa di pahami di bandingkan dengan puisi atau drama, (4) alur ceritanya lebih kompleks (http://id.m.wikipedia.org/wiki/sastra_indonesia/karakteristik_roman).

(30)

4

Jatman (seperti yang dikutip oleh Endraswara 2003:97) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memiliki pertautan yang erat secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan yang fungsional karena sama-sama mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

Psikologi seperti yang dikutip oleh Walgito (1997:7-9) adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas, di mana tingkah laku atau aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Beberapa kajian ilmu psikologi diantaranya adalah psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi positif.

Psikologi positif adalah ilmu yang mengarahkan perhatian pada sisi positif manusia, mengembangkan potensi-potensi kekuatan dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan berkelanjutan. Psikologi positif lebih menekankan apa yang baik atau benar pada seseorang, dibandingkan apa yang salah atau buruk. Psikologi positif berhubungan dengan penggalian emosi positif seperti bahagia, kebaikan, humor, cinta, optimis, baik hati (Seligman 1991).

(31)

5

biasanya tumbuh dari pengakuan oleh lingkungan. Optimisme yang tinggi yang berasal dari dalam diri individu dan dukungan yang berupa penghargaan dari orang-orang tertentu membuat individu merasa dihargai dan berarti. Kebiasaan berpikir optimis itu bisa dipelajari oleh siapa saja, sebab tidak ada seorang pun yang ingin menjadi pesimis.

Suroto (1990:20) mengemukakan bahwa roman terbentuk atas pengembangan seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Dalam lingkup psikologi, roman merupakan produk dari suatu keadaan jiwa dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar, kemudian setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar dalam penciptaan karya sastra (Semi 1993:77).

Dalam menganalisis karya sastra menggunakan pendekatan psikologi, teori kepribadianlah yang banyak digunakan dan kebenarannya terimplikasi dalam karya sastra, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Secara intrinsik kebenaran teori kepribadian terimplikasi pada kepribadian tokoh dalam karya sastra (roman).

(32)

6

baik pengarang maupun pembaca karya sastra serta dampak karya sastra kepada pembaca (Saraswati 2003:5-6). Sebagai gejala kejiwaan, psikologi sastra mengandung fenomena-fenomena yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, roman dapat diteliti dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra.

Penelitian ini akan menganalisis perilaku tokoh utama dalam roman Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire. Voltaire adalah pengarang besar Prancis

abad ke 18, yang dikenal di seluruh dunia. Gagasan-gagasannya masih sering dikutip sampai sekarang, karena sifatnya yang universal dan yang masih relevan untuk masalah-masalah masa kini. Sifat yang paling menonjol dari Voltaire sebagai seorang pemikir, ahli filsafat, penulis sastra dan sejarah adalah kebenciannya pada kefanatikan, diskusi filsafat dan keagamaan yang dinilainya terlalu bertele-tele, sehingga tidak masuk akal dan mengabaikan masalah-masalah manusia yang utama (Husen 1989: 9). Karya-karya Voltaire antara lain : Candide ou L‟Optimisme (1759), Zadig ou La Destinée (1747), L‟ingénu (1767), drama Irène (1778) dan Zaière (1732).

(33)

7

Selama jaman Pencerahan abad XVIII Voltaire termasuk filsuf yang termashur diantara berbagai filsuf lain yang ada, dia peka sekali terhadap gagasan-gagasan yang tersebar pada jamannya serta pandai mengungkapkannya guna mencapai tujuannya. Banyak sekali pengetahuan yang dipelajari, antara lain sastra, sejarah, ilmu hukum, politik, ilmu pengetahuan alam, kesenian dan filsafat, sehingga pengetahuannya luas sekali. Sebagian karyanya antara lain memuat tentang kesusasteraan dan syair-syair. Melalui berbagai tulisannya, utamanya kepandaiannya dalam bersastra, ia mengkritik kehidupan para penguasa Perancis abad XVIII (http://fr.wikipedia.org/wiki/Voltaire diunduh pada 15/08/2014 jam 01:00).

Voltaire berpendapat bahwa agama mencakup kepastian tentang adanya Tuhan. Arti kepercayaan kepada Tuhan ialah untuk menjadikan manusia merasa terikat kepada Tuhan oleh suatu kewajiban untuk menyembah dan mengasihiNya serta mengharapkan balasan yang adil dariNya mengenai kebaikan dan kejahatan, sekalipun kewajiban itu baru diketahuinya secara samar-samar.

(34)

8

Prinsip Voltaire yang lainnya ialah, kepercayaannya akan kebebasan beragama. Seluruh kariernya, dengan tak tergoyahkan dia menentang ketidaktoleransian agama serta penghukuman yang berkaitan dengan soal-soal agama. Meskipun Voltaire percaya adanya Tuhan, dia dengan tegas menentang sebagian besar dogma-dogma agama dan dengan mantapnya dia mengatakan bahwa organisasi berdasar keagaman pada dasarnya suatu penipuan (Husen 1989:11-12).

Candide ou L‟Optimisme menceritakan tentang seorang pemuda bernama

Candide, yaitu seorang pemuda yang lugu, sederhana, polos. Kisah perjalanan Candide ini dimulai ketika ia diusir dari istana Baron Thunder-ten-tronckh karena ia ketahuan oleh sang Baron menjalin cinta dengan nona Cunégonde, putri sang Baron. Perjalanan demi perjalanan yang dilewati Candide untuk bertemu kembali dengan pujaan hatinya nona Cunégonde, selalu mengalami peristiwa-peristiwa buruk. Awalnya Candide selalu menerapkan pola pikir yang selalu dipegang teguh oleh Candide yang diajarkan oleh Tuan Guru Pangloss, seorang filsuf berpendidikan. Sebuah pandangan positif „‟bahwa segala sesuatu yang ada di

dunia berjalan sebaik mungkin‟‟. Tetapi lama-kelamaan seiring dengan

(35)

9

Kepribadian Candide dalam roman ini dipengaruhi oleh sikap optimisnya untuk bertemu kembali dengan kekasihnya, sifat optimisnya itu di dapat dari Doktor Pangloss yang adalah gurunya. Peneliti tertarik untuk meneliti kepribadian tokoh Candide dalam roman Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire ini, karena

keterkaitan kepribadian Candide (tokoh utama), Doktor Pangloss, sang Nenek, dan nona Cunégonde yang memiliki sifat optimis.

Dalam mengkaji nilai optimisme yang terkandung pada roman ini, penulis akan menggunakan aspek optimisme yang ditinjau dalam psikologi positif menurut Martin Seligman . Seligman berpendapat bahwa perkembangan individu itu berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat di sekitarnya. Keterkaitan roman Candide ini dengan teori menurut Seligman adalah berpikir secara positif dan mengharapkan hasil yang positif, mempunyai kepercayaan diri, serta berusaha menggali yang terbaik dalam dirinya sendiri dan mengharapkan hasil yang terbaik dari suatu situasi.

Untuk mengetahui optimis tidaknya seseorang, dapat diketahui cara berpikir dia terhadap penyebab terjadinya suatu peristiwa. Seligman (1991) menamakan cara atau gaya yang menjadi kebiasaan individu dalam menjelaskan kepada diri sendiri mengapa suatu peristiwa terjadi sebagai gaya penjelasan (explanatory style).

Selain itu peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian lain guna memperkaya referensi penelitian. Sebuah skripsi berjudul “Aspek agama dalam

(36)

10

persyaratan mencapai gelar S1 Bidang Ilmu-Ilmu Humaniora, Program Studi Ilmu Budaya, Universitas Indonesia 2014. Penelitian tersebut menganalisis aspek agama terhadap Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire menjadi Candide oleh Nh. Dini sebagai bentuk resepsi terjemahan dengan memanfaatkan teori terjemahan dalam sastra sebagai bentuk transformasi dari segi konvensi bahasa, konvensi budaya, dan konvensi sastra.

Karya Voltaire ini pernah dianalisis oleh Tri Hastuti tahun 2001 prodi Pendidikan Bahasa Prancis dan Istinganah tahun 2004 prodi Pendidikan Bahasa Prancis. Tri Hastuti meneliti roman Candide ou L‟Optimisme dalam skripsinya yang berjudul Modulasi dalam Penerjemahan Novel Candide dalam Bahasa Indonesia dan Istinganah dalam skripsinya yang berjudul Pergeseran Bentuk dalam Penerjemahan Verba Pronominal Bahasa Prancis pada Novel Candide. Kedua peneliti itu tidak meneliti dari sudut pandang sastra, tetapi dari sudut kebahasaannya saja.

Dari segi teori, Anjar Setyorini mahasiswa prodi Sastra Prancis tahun 2011, Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Universitas Negeri Semarang pernah meneliti roman Candide ou L‟Optimisme dengan menggunakan teori Psikoanalisis

Carl Gustav Jung dalam skripsinya yang berjudul Kepribadian Tokoh Candide dan Faktor-faktor Ketidaksadaran yang Mempengaruhinya dalam Roman Candide ou L‟Optimisme karya Voltaire: Sebuah Kajian Psikoanalisis-Sastra menurut Carl

(37)

11

demikian, penelitian berjudul “Nilai Optimisme Dalam Roman Candide ou

L‟Optimisme Karya Voltaire: Tinjauan Psikologi Positif Martin Seligman”

penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur karya sastra mewakili pemikiran pengarang dalam roman Candide ou L‟Optimisme ?

2. Bagaimana aspek-aspek optimisme mempengaruhi Candide (tokoh utama),

Doktor Pangloss, nona Cunegonde dan sang Nenek berdasarkan kajian psikologi positif Seligman ?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah, penulis ingin:

1. Mendeksripsikan pemikiran pengarang dalam roman Candide ou L‟Optimisme.

2. Menjelaskan aspek-aspek optimisme yang mempengaruhi Candide (tokoh

(38)

12

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini mencakup manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan pembaca mengenai teori Psikologi Positif Martin Seligman dalam kaitannya dengan dunia sastra.

2. Meningkatkan pengetahuan pembaca tentang kesusastraan Prancis khususnya roman Candide ou L‟Optimisme.

3. Menambah pengetahuan pembaca tentang pemikiran-pemikiran Voltaire.

Adapun secara praktis, manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan gagasan bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Asing untuk menganalisis karya sastra lain dengan menggunakan kajian Psikologi Positif.

2. Menjadi bahan rujukan dan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kajian Psikologi Positif.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB 1 berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(39)

13

BAB 3 berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis Data.

BAB 4 berisi Analisis terhadap roman Candide ou L‟Optimisme melalui kajian

Psikologi Positif Martin Seligman, terutama. aspek optimisme dalam roman Candide ou L‟Optimisme Karya Voltaire.

BAB 5 berisi Penutup, yaitu berupa Simpulan dan Saran.

(40)

14 BAB 2

LANDASAN TEORITIS

Dalam bab ini akan diuraikan unsur-unsur intrinsik, psikologi sastra dan teori psikologi positif dengan tinjauan aspek-aspek optimisme Martin Seligman yang digunakan penulis untuk meneliti roman ini. Unsur-unsur pembentuk karya sastra dibedakan menjadi 2 bagian yaitu unsur intrinsik ( unsur dalam karya ) dan unsur ekstrinsik ( faktor luar ).

2.1 Unsur-Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun cipta sastra itu dari dalam, misalnya hal-hal yang berhubungan dengan struktur seperti alur (plot), latar, pusat pengisahan, dan penokohan. Hal-hal yang berhubungan dengan pengungkapan tema dan amanat juga termasuk di dalamnya hal-hal yang berhubungan dengan imajinasi dan emosi. Sementara itu, unsur ekstrinsik adalah segi yang mempengaruhi cipta sastra itu dari luar atau latar belakang dari penciptaan cipta sastra itu, misalnya faktor-faktor politik, ekonomi, sosiologi, sejarah, ilmu jiwa atau pendidikan (Esten 1987: 20).

(41)

15

ekstrinsik tersebut misalnya biografi pengarang, keadaan psikologi, ekonomi, politik, sosial, agama, dan tata nilai.

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra, atau secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya ( Nurgiyantoro 2007: 23).

2.1.1 Alur atau Plot

Hubungan karya sastra dengan unsur-unsurnya membentuk keutuhan cerita. Cerita tersebut disajikan dengan urutan tertentu. Sudjiman (1992: 29), peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita yang disebut alur. Oleh karena itu alur merupakan bangun karangan prosa yang sangat penting.

(42)

16

terjadinya, tetapi tidak berarti semua kejadian yang dialami tokoh ditampilkan secara berurutan.

Alur dapat dikaitkan dengan beberapa unsur yang telah disebutkan di atas, tetapi intisarinya adalah konflik. Akan tetapi suatu konflik harus ada dasarnya. Oleh karena itu, alur sering dikupas menjadi beberapa elemen, yaitu: Paparan (exposition), Rangsangan (Tahap pengenalan), Tikaian (Tahap peristiwa), Rumitan (Tahap muncul konflik), Klimaks (Tahap konflik memuncak), dan Leraian (Tahap penyelesaian) (Sudjiman 1992).

Paparan cerita biasanya berguna untuk menyampaikan informasi kepada pembaca. Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita (Sudjiman 1988:31-32). Informasi yang diberikan hanya sekadarnya, misalnya: memperkenalkan tokoh cerita, keadaannya, tempat tinggalnya, pekerjaannya, maupun kebiasan-kebiasaannya. Informasi tersebut bertujuan untuk memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Situasi yang digambarkan pada bagian awal alur, harus membuka kemungkinan perkembangan cerita dan memancing rasa ingin tahu pembaca akan kelanjutan cerita.

Rangsangan cerita umumnya disebabkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator. Akan tetapi, rangsangan juga dapat ditimbulkan oleh hal lain, misalnya oleh datangnya kabar yang merusak keadaan yang semula terasa laras (Sudjiman 1988: 32-33). Rangsangan menggiring pembaca ke arah tikaian.

(43)

17

tokoh yang menjadi protagonis di dalam cerita. Tikaian berawal dari pertentangan antara tokoh tersebut dengan kekuatan alam, masyarakat, lingkungan atau pertentangan antara dua unsur di dalam tokoh itu sendiri.

Perkembangan dari awal tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. Saat rumitan, perselisihan yang ada semakin meruncing dan akhirnya menuju klimaks. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya (Sudjiman 1988: 35). Dari puncak tikaian ini, penyelesaian cerita sudah dapat dibayangkan bagaimana akhir ceritanya, meskipun adapula yang akhir ceritanya di luar bayangan.

Setelah klimaks, timbul leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Pada tahap ini mulai tampak titik terang pemecahan masalah, yaitu perselisihan yang tadinya telah mencapai puncak, berangsur-angsur reda dan terlihat jalan keluar. Dalam hal ini adakalanya diturunkan orang atau barang yang muncul secara tiba-tiba dan memberikan pemecahan masalah (Sudjiman 1996:19).

Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita (Sudjiman 1988:36). Selesaian tidaklah selalu berarti masalah yang dihadapi tokoh cerita selesai. Selesaian dapat mengandung penyelesaian masalah yang menyenangkan atau menyedihkan atau bahkan dapat pula pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan.

2.1.2 Tokoh dan Penokohan

(44)

18

penokohan adalah penyajian watak tokoh. Berdasarkan fungsinya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang menjadi pusat perhatian dalam kisahan. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya berguna untuk mendukung tokoh utama. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama adalah frekuensi kemunculan tokoh dalam cerita dan intensitas keterlibatan tokoh-tokoh dalam peristiwa-peritiwa yang membangun cerita.

2.1.3 Latar (Setting)

Nurgiyantoro ( 2005:249) mengemukakan latar dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Latar menunjukkan pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi.

Latar dapat dibagi menjadi dua, yaitu latar yang dapat diindera dan latar yang tidak dapat diindera. Latar yang dapat diindera, dapat dilihat keberadaanya, seperti latar tempat berupa gedung sekolah, rumah, jalanan, dan halaman, disebut sebagai latar fisik. Latar yang dirasakan kehadirannya, tetapi tidak dapat diindera, seperti nilai-nilai atau aturan yang mesti diikuti baik di rumah, masyarakat, di sekolah, maupun di tempat lain, disebut sebagai latar spiritual (Nurgiyantoro 2005:249-250).

2.1.4 Sudut Pandang

(45)

19

Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita (Suroto 1993:96).

Nurgiyantoro (2007:248) mengemukakan bahwa sudut pandang atau Point of View adalah cara sebuah cerita dikisahkan. Selain itu, Kosasih, (2012:69)

mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan sudut pandang atau Point of View adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.

Suroto (1993:96) mengemukakan bahwa penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat bermacam-macam, yaitu:

1. Pengarang sebagai tokoh utama

Posisi yang demikian sering juga disebut sudut pandang orang pertama aktif. Di sini pengarang menuturkan cerita dirinya sendiri. Biasanya kata yang digunakan adalah “Aku” atau “Saya”.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan

Pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif. Kata “Aku” masuk dalam cerita tersebut, tetapi sebenarnya ia ingin

menceritakan tokoh utamanya.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita

(46)

20

demikian ini sering disebut sudut pandang orang ketiga yang serba tahu. Kata ganti yang digunakannya adalah kata “Ia”.

2.1.5 Tema

Seperti yang dikutip oleh Nurgiyantoro (2005:82-83), tema pada hakikatnya merupakan makna yang dikandung cerita atau disebut juga makna cerita. Makna cerita dalam sebuah karya fiksi mungkin saja lebih dari satu, atau lebih tepatnya lebih dari satu interpretasi. Hal ini yang menyebabkan sulit untuk menentukan tema pokok cerita atau tema mayor. Tema pokok atau tema mayor tersirat dalam sebagian besar cerita dan bukan pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Tema yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dapat diidentifikasi sebagai tema tambahan atau tema minor. Dengan demikian, banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak sedikitnya makna tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita novel.

2.2 Psikologi

Psikologi secara harfiah berarti ilmu jiwa yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Pada perkembangannya dalam sejarah arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Hal ini terjadi karena jiwa yang mempelajari tingkah laku manusia. Hal ini terjadi karena jiwa yang abstrak itu sukar dipelajari secara objektif. Di samping itu, keadaan jiwa seseorang melatarbelakangi hampie seluruh tingkah laku (Dirgagunarsa 1975: 9).

(47)

21

logos berarti ilmu atau studi. Jadi secara etimologis psikologi berarti ilmu jiwa

atau studi tentang roh, jiwa, sukma, dan nafas hidup (Efendi 1993: 41).

Walgito (2003: 3) berpendapat bahwa psikologi merupakan salah satu macam ilmu dari berbagai ilmu yang ada. Sebagai satu ilmu, psikologi juga mempunyai ciri atau sifat seperti yang dimiliki oleh ilmuan-ilmuan pada umumnya. Sebagai suatu ilmu, psikologi mempunyai: (1) objek tertentu, (2) metode penyelidikan tertentu, (3) sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objeknya, dan (4) sejarah tertentu.

2.3 Psikologi Sastra

Pada dasarnya, baik sosiologi sastra dan psikologi sastra, maupun antropologi sastra, dibangun atas dasar asumsi-asumsi genesis, dalam kaitannya dengan masyarakat yang menghasilkan, sebagai latar belakang sosialnya, maka psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan psike, dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang (Ratna 2008:340).

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karsa dalam berkarya. Begitulah pembaca, dalam menanggapi karya tak akan lepas dari aktivitas kejiwaan masing-masing.

(48)

22

tokoh-tokoh faktual. Hal ini merangsang lebih jauh tentang seluk beluk manusia yang beraneka ragam.

Selanjutnya Ratna (2011:16-17) juga mengemukakan bahwa Psikologi Sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kejiwaannya. Sebagai hasil rekontruksi proses mental karya sastra diduga mengandung berbagai masalah berkaitan dengan gajala-gejala kejiwaan. Gejala-gejala yang dimaksudkan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, melalui unsur-unsurnya termanifestasikan dalam karya. Setiap karya sastra dan bentuk-bentuk aktifitas lainnya tidak lahir melalui kekosongan. Aktifitas kreatif memiliki akar permasalahan yang melalui hal tersebut, suatu hasil cipta sastra dapat diwujudkan dan dengan demikian juga dapat dinikmati. Seperti dalam disiplin psikologi itu sendiri, pemahaman mengenai psikologi sastra diperlukan pada saat manusia berhadapan dengan berbagai permasalahan kejiwaan. Berbagai bentuk antarhubungan sosial, baik dalam keluarga maupun masyarakat pada umumnya, mewarnai kehidupan kontemporer yang secara keseluruhan dianggap sebagai asal-usul gangguan psikologis.

(49)

23

Adapun Susanto (2012:50) mengatakan bahwa dalam proses kreatif melahirkan karya, seorang sastrawan mau tidak mau harus bertindak sebagai seorang psikolog maupun filosof meskipun itu disandangnya di luar jangkauan akademis formal.

Masih seperti yang dikutip oleh Susanto (2012:50) berkaitan dengan kedudukannya sebagai seorang psikolog, maka sastrawan harus merasa dituntut untuk melakukan suatu proses analisis psikologis dalam usaha memahami dan memberi sikap psikologis terhadap tokoh-tokoh yang ditampilkan. Demikian juga sebagai filosof, mau tidak mau seorang sastrawan dituntut untuk melakukan suatu proses analisis filosofis dalam usaha mengerti dan memberi sikap para tokoh di dalam karyanya tentang bagaimana memandang eksistensi kehidupan universal dan fundamental. Namun demikian, karya sastra tidak lepas dari eksistensinya sebagai ekspresi kejiwaan yang paling subjektif dan emosional dan hanya bisa diungkap oleh psikologi dan filsafat.

Wellek dan Warren (1990:81) membedakan analisis psikologi menjadi dua macam, yaitu: studi psikologi yang semata-mata berkaitan dengan pengarang, seperti kelainan kejiwaan dan sejenis gejala neurosis, dan studi yang kedua berhubungan dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan-kekuatan supernatural lainnya.

(50)

24

kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Pada umumnya, dalam analisis yang menjadi tujuan adalah tokoh pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.

Karya sastra yang menampilkan karakter tokoh menggambarkan tentang kejiwaan manusia. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan mengenai hidup dan kehidupan (Hardjana 1985:10).

Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh, baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang (Ratna 2009:350).

(51)

25

2.4 Teori Psikologi Positif Martin Seligman

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Selama ini yang kita ketahui, bidang psikologi selalu menghadapi hal-hal yang berhubungan dengan jiwa seseorang, misalnya penyebab orang mengalami gangguan jiwa, mengapa orang bisa mengalami stress, dan perilaku yang berhubungan dengan sisi negatif seseorang.

Pada umumnya, Psikologi Positif menggunakan teori psikologi, penelitian, dan teknik-teknik intervensi untuk memahami pemenuhan emosional unsur-unsur positif, adaptif, dan kreatif dari perilaku manusia. Kennon, et al seperti yang dikuti oleh William (2005: 216) mendeskripsikan psikologi positif sebagai:

“What is positive psychology? It is nothing more than the scientific study of ordinary human strengths and virtues. Positive psychology revisits “the average person “ with an interest in finding out what works, what‟s right, and what‟s improving. It asks what is the nature of the efficiently functioning human being, successfully applying evolved adaptations and learned skills? And how can psychologists explain the fact that despite all the difficulties, the majority of people manage to live lives of dignity and purpose? Positive psychology is thus an attempt to urge psychologists to adopt a more open and appreciative perspective regarding human potentials, motives, and capacities” (p. 216).

“Apa psikologi positif? Hal ini tidak lebih daripada studi ilmiah yang mempelajari kekuatan dan kebajikan manusia biasa. Psikologi positif melihat kembali "Orang pada umumnya" dengan tujuan untuk mencari tahu apa yang berhasil, apa yang benar, dan apa yang membaik. Pertanyaannya adalah seperti apa sifat manusia yang efisiensi itu ?, apakah berhasil menerapkan evolusi adaptasi dan keterampilan belajar? Dan bagaimana psikolog bisa menjelaskan fakta bahwa walaupun banyak kesulitan, mayoritas orang berhasil hidup memenuhi martabat dan tujuan? Dengan demikian, Psikologi positif adalah upaya untuk mendesak para psikolog untuk mengadopsi perspektif yang lebih terbuka dan apresiatif tentang manusia potensi, motif, dan kapasitas (hal. 216).

(52)

26

melakukannya. Ini termasuk apa yang dilakukan untuk diri mereka sendiri, untuk keluarga mereka, untuk komunitas mereka. Selanjutnya, psikologi positif membantu manusia mengembangkan kualitas-kualitas yang akan menuntun mereka kepada pencapaian yang lebih besar bagi mereka dan bagi orang lain.

Sheldon, et al seperti yang dikuti oleh Compton (2005) menyediakan satu lagi perspektif. Mereka mendefinisikan psikologi positif sebagai studi ilmiah tentang berfungsinya manusia secara optimal. Tujuannya adalah untuk menemukan dan mempromosikan faktor-faktor yang memungkinkan individu-individu, komunitas- komunitas, dan masyarakat-masyarakat untuk tumbuh dan berkembang pesat.

2.4.1 Ruang Lingkup Psikologi Positif

Untuk mengembangkan bakat dan membuat kehidupan manusia lebih memuaskan, psikologi positif berfokus pada tiga area pengalaman manusia (Seligman dan Csiksentmihalyi, seperti yang dikutip oleh Compton (2005)) yang dapat membantu mendefinisi ruang lingkup dan orientasi perspektif psikologi positif, yang menurut istilah Seligman adalah tiga tonggak (pillars), yaitu:

(53)

27

2. Pada tahap individual, psikologi positif berfokus pada studi tentang sifat-sifat individual yang positif, atau pola-pola perilaku yang lebih bertahan dan tetap pada manusia dengan berjalannya waktu. Studi ini termasuk sifat individual seperti keberanian, kejujuran, atau kebijaksanaan. Dengan demikian, psikologi positif termasuk studi tentang perilaku-perilaku positif dan sifat-sifat yang secara historis dapat digunakan untuk mendefinisi keutamaan dan kekuatan-kekuatan karakter. Ia juga mencakup kemampuan untuk mengembangkan sensibilitas estetik atau menggali potensi kreatif dan dorongan untuk mengejar kesempurnaan.

3. Terakhir, pada tahap kelompok atau masyarakat, psikologi positif berfokus pada perkembangan, pembentukan, dan pemeliharaan institusi positif. Pada area ini, psikologi positif berhubungan dengan isu-isu seperti perkembangan keutamaan civic (madani), pembentukan keluarga sehat, studi tentang lingkungan-lingkungan kerja yang sehat, dan komunitas-komunitas sehat. Psikologi positif dapat juga terlibat dalam penyelidikan tentang bagaimana institusi-institusi dapat bekerja dengan lebih baik untuk mendukung dan mengembangkan semua warga yang terkait.

(54)

28

2.4.2 Komponen Emosi Positif

Seligman (2002) dalam bukunya “Authentic Happiness” mengklasifikasi

emosi positif pada tiga komponen yang berasosiasi dengan: 2.4.2.1 Masa Lalu

Kepuasan, kebahagiaan, pemenuhan, kebanggaan dan ketenangan adalah emosi positif utama yang diasosiasikan dengan masa lalu.

2.4.2.2 Masa Sekarang (saat ini)

Ada dua kelompok yang berbeda pada emosi positif yang berhubungan dengan masa sekarang yaitu:

2.4.2.2.1 Kesenangan Sementara atau Kenikmatan Lahiriah (Pleasure)

Merupakan emosi positif yang bersifat sementara dan berdasarkan penginderaan seperti kelezatan makanan dan aroma yang enak, sensasi seksual, menggerakan tubuh dengan nyaman, pandangan dan suara yang menyenangkan. 2.4.2.2.2 Gratifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Ken Arok Ken Dedes: Sebuah Roman Epik Cinta Penuh Darah karya Wawan Susetya dan

Skripsi dengan dengan judul Konflik Batin Tokoh Utama dalam novel Kêmbange Ngaurip lan Gêgayuhan karya Parpal Poerwanto (Sebuah Tinjauan Psikologi.. Sastra) ini disusun

sebagai sebuah karya fiksi menawarkan dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif uang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti

Skripsi dengan judul Motif-Motif Pembunuhan dalam Naskah Sandiwara Radio Rajapati Karya Kusuma Danang Joyo (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra) disusun untuk memenuhi salah