• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realitas Poskolonialisme dalam Roman L’Homme Rompu Karya Tahar Ben Jelloun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Realitas Poskolonialisme dalam Roman L’Homme Rompu Karya Tahar Ben Jelloun"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

i

Realitas Poskolonialisme dalamRoman

L’Homme R

ompu

Karya Tahar Ben Jelloun

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra

Prodi Sastra Perancis

oleh

Indah Rahmawati 2350408011

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi,

hari : Kamis

tanggal : 7 Agustus 2014

Mengetahui: Pembimbing,

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang panitia unjian skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada,

hari : Rabu

tanggal : 13 Agustus 2014

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum Setiyani Wardhaningtyas, S.S., M.Pd NIP. 196008031989011001 NIP. 197208152006042002

Penguji I,

Suluh Edhi Wibowo, S.S., M. Hum NIP. 197409271999031002

Penguji II, Penguji III,

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Indah Rahmawati NIM : 2350408011 Prodi : Sastra Perancis

Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing Fakultas : Bahasa dan Seni

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul „Realitas Poskolonialisme dalam Roman L’Homme rompu Karya Tahar Ben Jelloun‟ saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan karya sendiri. Skripsi ini saya hasilkan setelah melalui penelitian, pembimbingan, diskusi dan pemaparan/ujian. Semua kutipan, baik yang langsung maupun tidak langsung, maupun sumber lainnya, telah disertai identitas sumbernya dengan cara sebagaimana yang lazim dalam penulisan ilmiah. Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembiming skripsi ini membtuhkan tanda tangan sebagai keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah ini tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri. Jika kemudian ditemukan ketidakberesan, saya bersedia menerima akibatnya.

Demikian, harap pernyataan ini dapat digunakan seperlunya.

Semarang, Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Sometimes the wrong train can take us to the right place (Paul Coelho) Explore, dream, discover (Mark Twain)

Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman)

Persembahan:

(6)

vi PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada penggenggam jiwa ini, penguasa alam jagat raya, yang menentukan takdir setiap ciptaan-Nya namun membebaskan nasib setiap hamba-Nya. Allah SWT telah memberikan penulis proses yang luar biasa dalam penyelesaian skripsi ini. Tempaan, pilihan, dan kesempatan yang telah penulis dapatkan membuat penulis mengerti lebih baik tentang makna diri.

Rasa syukur juga penulis haturkan kepada Allah SWT atas terselesaikanya skripsi yang berjudul Realitas Poskolonialisme dalam Roman L’Homme rompu

Karya Tahar Ben Jelloun ini, segala puji hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta

alam.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa ada dukungan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Bapak Dr. Zaim Elmubarok, M. Ag., yang memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian ini.

(7)

vii

4. Penguji I sidang skipsi, Bapak Suluh Edhi Wibowo., S.S., M.Hum., yang telah bersedia menguji dan memberikan saran-saran yang membangun.

5. Penguji II sidang skripsi, Bapak Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum yang telah bersedia menguji dan memberikan saran-saran yang membangun.

6. Seluruh dosen dan jurusan Bahasa dan Sastra Asing yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

7. Kedua orang tua saya tercinta yang senantiasa memberikan doa, motivasi finansial, dan dukungan untuk saya.

8. Kakak-kakak dan adik saya yang senantiasa memberikan semangat kepada saya.

9. Nenek saya tercinta yang senantiasa mendoakan saya.

10.Teh Hermin yang selalu mengayomi saya, yang mau meluangkan waktunya untuk bertukar pikiran dan untuk petualangan yang menarik.

11.Teh Dinda, Teh Maya, Ivo, Syahidah, dan Eka untuk waktu yang menyenangkan selama ini.

12.Jussi, Afifah, Wuri, Rifda, Dwi, Puspita, Widya, Nita, May, dan Gina yang selalu menyemangati saya dan tetap menjaga silaturahmi.

13.Teman-teman Sastra Perancis 2008 yang menyenangkan, Puput, Safira, Galuh, Andien, Artha, Lusy, Eva, Dwi, Febrian, dan Agung.

14.Teman-teman Sastra Perancis 2010, 2011, dan 2012 terutama Ririn, Rizka, Imas, Icha, Ika, Lisa, dan Vica yang telah menghadirkan banyak keceriaan di kampus dan kehebohan petualangan.

(8)

viii

16.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis sadar bahwa karya ini belum sempurna, namun penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pecinta karya sastra.

Semarang, 6 Agustus 2014

(9)

ix SARI

Rahmawati, Indah, 2014. Realitas Poskolonialisme pada Novel L’Homme

rompu Karya Tahar Ben Jelloun. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra

Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Ahmad yulianto, S.S., M.Pd.

Kata kunci: Novel,L‟Homme rompu, Poskolonialisme

Novel L‟Homme rompu karya Tahar Ben Jelloun merupakan sebuah novel yang menggambarkan kehidupan masyarakat Maroko pada dekade 1990-an. Novel ini menceritakan tentang orang-orang yang terjerat korupsi dan orang-orang yang menghalangi tindakan tersebut. Pada novel L‟Homme rompu terdapat unsur-unsur peninggalan kolonial Perancis.

Fokus penelitian ini adalah poskolonialisme yang terdapat pada novel L‟Homme rompu dengan pendekatan sosiologis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan unsur-unsur poskolonialisme berdasarkan Edward Said, Gayatri Spivak, dan Homi Bhabha yang terjadi di dalam novel L‟Homme rompu. Unsur-unsur poskolonialisme tersebut meliputi hegemoni, subaltern, mimikri, hibriditas, marginalitas, dan alienasi.

Korpus data penelitian ini adalah novel L‟Homme rompu karya Tahar Ben Jelloun. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan dua objek penelitian, yaitu objek material dan objek formal. Objek material pada penelitian ini adalah novel L‟Homme rompu karya Tahar Ben Jelloun, sedangkan objek formal pada penelitian ini adalah teori poskolonialisme. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer pada penelitian ini, yaitu kalimat-kalimat dalam novel L‟Homme rompu karya Tahar Ben Jelloun dan unsur-unsur teori poskolonialisme, sedangkan sumber data sekunder penelitian ini adalah novel

L‟Homme rompu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Okke

K.S. Zaimar dengan judul Korupsi. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskrptif analitik, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi.

Simpulan penelitian ini adalah ditemukannya unsur-unsur poskolonialisme dari Edward Said, Gayatri Spivak, dan Homi Bhabha, yaitu 1) hegemoni yang meliputi hegemoni paham Barat dalam sosiokultural di Maroko, hegemoni ekonomi, hegemoni kelas sosial, dan hegemoni moral, 2) subaltern, 3) mimikri, 4) hibriditas, 5) marginalitas, dan 6) alienasi.

(10)

x

RÉALITÉ DU POST-COLONIALISME DANS LE ROMAN L’HOMME

ROMPU PAR TAHAR BEN JELLOUN

Indah Rahmawati., Ahmad Yulianto. Département des langues et des littératures étrangères Faculté des langues et des arts, Université d‟État de Semarang.

EXTRAIT

Le roman L‟Homme rompu de Tahar Ben Jelloun est un roman qui décrit la vie des marocains dans les années 1990. Ce roman raconte des gens qui commettent la corruption et des gens qui s‟y opposent. En outre, ce roman raconte de l‟oppression des minorités par les majorités. Dans ce roman, il y a des éléments

de l‟héritage colonial français.

Cette recherche a pour but d‟expliquer les éléments du post-colonialisme

qui se trouvent dans le roman de L‟Homme rompu basé sur Edward Said, GayatriSpivak, et HomiBhabha. Ces éléments se composent de l‟hégémonie, le subalterne, le mimétisme, l‟hybridité, la marginalité, et de l‟aliénation.

La donnée de cette recherche est le roman L‟Homme rompu de Tahar Ben Jelloun. Cette recherche utilise une approche sociologique avec les objets des recherches matériel et formel. L‟objet matériel dans cette recherche est le roman L‟Homme rompu de Tahar Ben Jelloun, tandis que l‟objet formel dans cette recherche est la théorie du post-colonialisme. Cette recherche utilise les sources de données primaires et secondaires. La source de donnée primaire dans cette recherche est les phrases du roman L‟Homme rompu, tandis que la source de donnée secondaire est le roman de l‟Homme rompu qui a été traduit en indonésien dont le titre est Korupsi par Okke K.S. Zaimar. La méthode de cette recherche est la méthode de descriptif analytique, tandis que la technique d‟analyse de donnée est la technique d‟analyse de contenue.

La conclusion de cette recherche est l‟explication des éléments du post

-colonialisme d‟Edward Said, GayatriSpivak, Homi Bhabha dans le

romanL‟Homme rompu. Les éléments du post-colonialisme sont 1) l‟hégémonie qui se compose l‟hégémonie Occidentale dans la socioculturelle au Maroc, l‟hégémonie économique, l‟hégémonie de la class social, et l‟hégémonie morale, 2) le subalterne, 3) le mimétisme, 4) l‟hybridité, 5) la marginalité, et 6) l‟aliénation.

Il est prévu que le résultat de cette recherche pourra servir à comprendre les éléments du post-colonialisme et à analyser le roman du post-colonialisme. Il est aussi prévu que les étudiants de la littérature française puissent effectuer des recherches similaires dans les romans francophones.

(11)

xi 1. Introduction

La littérature est un œuvre d‟imagination dans lequel la valeur esthétique

est dominante. Par son œuvre littéraire, l‟auteur transmet les informations, les

illustrations, ou les messages spécifiques aux lecteurs. D‟habitude, il transmet les

idées sur la vie qui existe autour de son entourage (Purba 2010: 3).

Il y a deux genres de littérature, à savoir la prose et la poésie. La prose est un œuvre de littérature qui n‟est pas attaché aux règles. La poésie est une œuvre

de littérature qui est attaché aux certains règles. L‟œuvre de la littérature est

construit par les éléments de la construction, ces sont l‟élément intrinsèque et

l‟élément extrinsèque. Selon Nurgiyantoro (2009 : 23 dans

http://eprints.uny.ac.id/BAB2.pdf), l‟élément intrinsèque est l‟élément de construction qui se trouve dans l‟ouvre elle-même. Suroto (1989 : 138 dans http://eprints.uny.ac.id/BAB2.pdf) constate que l‟élément extrinsèque est l‟élément extérieur de la littérature.

Dans cette recherche, je préfère un des œuvres littéraires, à savoir un

roman. Le roman est un des œuvres littéraires qui s‟explique de manière

indépendante, présente quelque chose de plus, et pose des problèmes plus compliqués. Il propose des valeurs, dont l‟un est la valeur éducative qui sert comme un miroir ou une comparaison dans la vie. Je choisi le roman L‟Homme rompu de Tahar Ben Jelloun comme l‟objet de recherche, parce que c‟est un

(12)

xii

Dans http://fr.wikipedia.org/wiki/Tahar_Ben_Jelloun, Tahar Ben Jelloun est un écrivain et poète marocain qui parle français. Il est né à Fez, Maroc, le 1

décembre 1944. Il a étudié à l‟école primaire l‟arabo-française, et puis il a

continué ses études à l‟école française Tanger jusqu'à l‟âge de dix-huit. Il a appris

la philosophie à l‟Université Mohammed V à Rabat et il l‟a enseigné au Maroc.

En 1971, il a émigré à Paris, France avec sa famille jusqu‟à présent. En

1975, il a obtenu un doctoral en psychiatrique sociale. En 1985, il a publié son roman de La Nuit sacrée et ce roman est la suite du roman L‟Enfant de sable. En 1987, il a gagné le Prix Goncourt pour son roman de La Nuit sacrée. En 1993, le roman de La Nuit sacrée a été fait dans un film au Maroc. En 2005, il a gagné le Prix Ulysses pour ensemble de sa carrière et en 2008 il a obtenu un doctorat honorifique de l‟Université de Montréal, Canada.

Je préfère le roman L‟Homme rompu parce qu‟il raconte des pratiques de corruption dans les bureaucrates au Maroc. Kurnia (Tahar 2010 : 5) constate que ce roman est inspiré du roman Korupsi de Pramoedya Ananta Toer. Il est un grand-auteur d‟Indonésie. L‟Homme rompu est publié en France, en 1994. Il a été traduit en plusieurs langues.

Ce roman a été déjà analysé dans une thèse dont le titre est « TinjauanIntertekstualTerhadapKorupsiKaryaPramoedyaAnantaToer dan

L‟Homme rompuKarya Tahar Ben Jelloun SebagaiKaryaSastra Francophone » par

Astri Adriani Allien qui est proposée pour obtenir la maîtrise d‟étude de la littérature au Département des sciences humaines à l‟Université de Gajah Mada

(13)

xiii

J‟utilise la théorie du post-colonialisme d‟Edward Said, Gayatri Spivak, et

Homi Bhabha. La théorie du post-colonialisme est utilisée pour analyser les phénomènes culturels comme l‟histoire, le politique, l‟économie, la littérature, etc.

aux anciennes colonies de l‟européennes. Elle explique les éléments de l‟hégémonie, le subalterne, le mimétisme, l‟hybridité, la marginalité, et de

l‟aliénation. Cette théorie est appliquée pour analyser les caractères culturels des

anciens pays colonisés. C‟est pourquoi, je l‟utilise pour analyser le roman

L‟Homme rompu. Ce roman décrit les influences du français au Maroc.

2. Théorie

Swingedwood (Faruk 2012 : 2) dans son livre The Sociology of Litterature, il définit la sociologie comme une étude scientifique et objective

d‟humaine dans la société, une étude des instructions sociales. Ritzer (Faruk

2012 : 2) trouve trois paradigmes de base en sociologie, ces sont le paradigme des faits sociaux, le paradigme de la définition social, et le paradigme du comportement social.

La recherche de la sociologie de littératurese base sur les théories de la littérature et de la sociologie en considérant que la sociologie de littérature a devenu une nouvelle discipline et a été évaluée toute au long de la période de son développement. La sociologie de littérature est l‟analyse d‟œuvre littéraire par rapport à la société (Ratna 2008 : 339).

La théorie du post-colonialisme est une théorie qui est utilisépour analyser les phénomènes culturels comme l‟histoire, le politique, l‟économie, la littérature,

(14)

xiv

post-colonialisme sont Edward Said, Gayatri Spivak, et Homi Bhabha. Théoriquement, le post-colonialisme est causé parun certain nombre de concepts du post-modernisme (Ratna 2008 : 206). Cette théorie est née dans les pays qui ont été colonisés. Elle essaie d‟exprimer les conséquences négatives du

colonialisme, à savoir la récession de la mentalité. Pendant des siècles, les pays

colonisés n‟ont pas de liberté pour exprimer leurs opinions (Ratna 2008 :

207-208).

2.1 Hégémonie

L‟hégémonie est développée par Antonio Gramsci, le philosophe du

marxisme italien (1891-1937). Said a publié son livre Orientalisme (1978) et il a exposé en forme des questions et des réponses dans son livre Power and Culture (2001). Basé sur l‟opinion de Gramsci, Said a adopté la théorie d‟hégémonie qui

est dominée par la pratique autoritaire. Selon Said (2010 : 311-312), l‟orientalisme est un courant d‟interprétation qui prend comme l‟objet

d‟interprétation, les civilisations, les gens, et les localités orientales.

L‟orientalisme n‟est pas seulement une doctrine positive de l‟Orient qui est

toujours présente à l‟Occident. L‟orientalisme est aussi une tradition académique qui a une influence à l‟Occident.

2.2 Subalterne

(15)

xv

position sans identité (2005 : 476 ; Morton 2008 : 159). Spivak dans son essai Subaltern Studies : Deconstructing Historiography propose une observation productive de la méthodologie théorique et la politique des sexes de la recherche historique subalterne entre en 1982 et en 1986. Dans son essai, elle met l‟accent

sur la différence qui l‟identifie entre la pratique et la méthodologie. La différence pertinente entre la conception de Spivak sur la pratique actuelle et la

méthodologie théorique, c‟est que Spivak litlavolonté politique et la conscience de

la rebelle subalterne comme des effets du sujet subalterne qui sont produits par le discours du colonialisme (Methven 1987 : 204 ; Morton 2008 : 165-166).

2.3 Mimétisme

Selon Bhabha (Foulcer 2006 : 105 dans

http://repository.usu.ac.id/ChapterII.pdf), le mimétisme est la reproduction mixtede la subjectivité européenne dans l‟environnement colonial qui n‟est pas pur. Le mimétisme est causé par la relation ambivalente entre le colonisateur et le colonisé. Bhabha (Foulcher 2006 : 121-122 dans http://repository.usu.ac.id/ChapterII.pdf) utilise le terme du mimétisme pour expliquer les caractéristiques de l‟imitation, le camouflage de l‟attitude, le

comportement, et la pensée d‟indigène au colonisateur (Ratna 2008 : 304).

Bhabha (1984 : 126 dans http://repository.usu.ac.id/ChapterII.pdf) explique de l‟implication du mimétisme et de l‟ambivalence dans laquelle l‟ambivalence

(16)

xvi 2.4 Hybridité

Homi Bhabha diffuse le terme d‟hybridité dans l‟étude du post

-colonialisme. L‟hybridité est un produit de la construction culturelle qui partage

l‟identité pure du colonisateur au pays colonisécomme une nouvelle identité

culturelle. Ainsi, la rencontre de la civilisation occidentale et orientale produit la supériorité et l‟infériorité dans laquelle la civilisation a le soutien politique et

culturel, jusqu‟à ce que la civilisation puisse résister à la mondialisation. Bhabha

(Huddart 2006 : 84 dans http://repository.usu.ac.id/ChapterII.pdf) explique que l‟hybridité n‟est pas seulement un problème de l‟identité culturelle, mais un

problème de la représentation coloniale et l‟individuel compliqué. L‟hybridité

s‟est passée par la création de plusieurs organisations et la rencontre entre les

civilisations.

2.5 Marginalité

D‟habitude, la marginalité est considérée comme les hommes marginalisés

ou les homes pauvres. Les groupes marginalisés consistent d‟hommes qui

éprouvent un ou plusieurs dimensions de la marginalisation, la discrimination, ou l‟exploitation dans la vie sociale, économique, et politique de la ville (Ratna

2008 : 175). Said dans son livre Orientalismedit que les Orients sont souventvusdans un cadre construit sur la base du déterminisme biologique et d‟enseignement moral politique. L‟orientalisme latent pousse la croissance de la

conception de la virilité d‟orientale qui est bizarre et méprisable. Dans les écrits

(17)

xvii

de l‟imagination des hommes. Dans les œuvres, les femmes sont forcées à révéler

leurs sensualités sans limites et aussi elles sont traitées comme les hommes bêtes (Said 2010 : 318-319).

2.6 Aliénation

La théorie de l‟aliénation de Marx est basée sur son observation dans le

capitalisme, les ouvriers perdent de contrôle sur leur vie. Ils n‟ont pas le contrôle

sur leur travail. La théorie de marxien est originaire de l‟idée de Karl Marx,

Frederick Engel et deux allemands qui publient deux livres de Manifesto Komunis (1848) et Das Kapital (1867). En générale, l‟analyse de la littérature basée sur la théorie Marxien et Engelsien est liée au étroitement du facteur économique, du

rôle des classes sociales, de l‟idéologie, et de la division du travail (Ratna 2010 :

168).

3. Méthodologie de la recherche

J‟utilise l‟approche sociologique. Cette approche analyse l‟humanité dans

la société. L‟approche sociologique a l‟implication méthodologique sous forme de

la compréhension fondamentale de la vie humaine dans la société (Ratna 2008 : 59 & 61). Il y a deux objets de la recherche littéraire, ces sont l‟objet matériel et

l‟objet formel. Cette recherche utilise les sources de données primaires et

secondaires.

La méthode dans cette recherche se base sur la méthode descriptive analytique. En outre, la technique d‟analyse de donnée est la technique d‟analyse

(18)

xviii

littérature. Il y a deux contenues dans cette technique, ces sont le contenu latent et le contenue de la communication.

4. Analyse

L‟analyse se divise en six étapes: (1) l‟hégémonie, (2) le subalterne, (3) le

mimétisme, (4) l‟hybridité, (5) la marginalité, (6) l‟aliénation.

4.1 Hégémonie

L‟hégémonie est une domination du pouvoir d‟une classe sociale par

l‟autorité intellectuel et la morale qui sont construits par la domination ou

l‟oppression.

4.1.1 Hégémonie Occidentale dans la socioculturelle au Maroc

Mourad travaille comme Sous-directeur de la planification, de la

prospective et du progrès au ministère de l‟Equipement. Il n‟a jamais obtenu le

respect de ses subalternes, particulièrement par des chaouchs dans son bureau. Regardez la citation suivante.

(1)

LHR/10-11

Au bureau, le chaouch lui dit à peine bonjour. Ici la chaleur du salut est fonction non pas du grade mais de ce que le poste rapporte en plus. Mourad est ingénieur. Son rôle au sein de l‟administration est d‟étudier les dossiers de construction. Sans son visa, pas de permis de construire. C‟est un poste important et très envié. Son titre exact est pompeux : « Sous-directeur de la planification, de la prospective et du progrès ».

Basée sur la citation ci-dessus, il y a l‟hégémonie culturelle dans laquelle

la fonction n‟est pas la valeur importante pour être respecté par les subalternes.

Le plus importante est le montant d‟argent qu‟il a eu et donné aux

(19)

xix 4.1.2 Hégémonie économique

Mourad se sent très malheureux que les autres. Il ne sait pas ce qu‟il faut

faire pour changer la situation que sa femme désire. Regardez la citation suivante. (7)

LHR/12

« Ma situation est plus que misérable, se dit-il. Est-ce de ma faute si tout augmente, si les riches sont de plus en plus riches et si les pauvres comme moi stagnent dans leur pauvreté ? Est-ce de ma faute si la sécheresse a davantage appauvri les pauvres ? Que faire ? Voler ? S’emparer des biens des autres en leur faisant croire que des placements

leur rapporteraient plus ? »

Cette citation décrit la douleur et la confusion de Mourad à cause du désir de sa femme. Les pauvres comme lui ne peuvent pas changer leurs vies en mieux. Les pauvres ont de la difficulté à cause de l‟augmentation du prix des

marchandises. Ce problème est provoqué par le système capitaliste. Les capitalistes se profitent de la crise économique pour s‟enrichir.

4.1.3 Hégémonie de la classe sociale

Sidi Larbi est un avocat et Mourad le déteste. Sidi Larbi s‟enrichi de la

fraude et de l‟extorsion. Regardez la citation suivante.

(19) heure. Il mange vite, rote et fait la sieste en ronflant. L‟argent arrive de partout et rien ne le gêne. Pour lui, Mourad est un raté, un pauvre type

qui n’a pas su s’adapter à la vie moderne.

L‟hégémonie économique est provoquée par le capitalisme. Les

(20)

xx

donnent de l‟argent. Sidi Larbi s‟enrichit en profitant de la compensation des

victimes d‟accident de la route. Il pense que Mourad ne puisse pas s‟adapter à la

vie moderne, parce que Mourad ne peut pas agir comme Sidi Larbi, c'est-à-dire en prenant la compensation des victimes d‟accident de la route. C‟est une caractéristique des capitalistes.

4.1.4 Hégémonie morale

Le fils de Mourad est fier parce que son père ne fait jamais de la corruption. Selon lui, la corruption est une menace qui peut casser la morale de la nation. Regardez la citation suivante.

(21)

LHR/98-99

« … D‟ailleurs, si tout le monde faisait comme nous, le pays se porterait mieux. J‟aime bien le mot arabe pour désigner la corruption; c‟est ce qui est miné de l‟intérieur, rongé par les mites, on dit cela du bois qui est foutu et qui ne sert plus à rien, pas même à faire du feu. L‟homme c‟est pareil. S‟il vend son âme, s‟il achète la conscience des autres, il participe à un processus de destruction générale. Tu sais, la corruption c’est

comme la mendicité. Les mendiants existent parce que les gens donnent

l’aumône. »

Cette citation décrit les gens qui vendent ses morales pour s‟enrichir. La corruption est un dommage moral et il est dangereux pour le pays. Les corrupteurssont comme des mendiants. Ils mendient par la force. Ils font de la corruption parce qu‟il y a une chance de la faire.

4.2 Subalterne

Selon Spivak, le subalterne est l‟oppression des faibles à cause de la

domination structurelle. Les subalternes n‟ont pas d‟espace pour exprimer leurs

(21)

xxi (27)

LHR/61

Haj Hamid entre et pose sur mon bureau le dossier de M. Sabbane en me disant, comme si j’étais son subalterne, que je dois régler ce problème

très rapidement.J‟ouvre le dossier. J‟étudie les plans et les projets.

Mourad est opprimé par son assistance, Haj Hamid, parce qu‟il y a la

domination structurelle. Dans le bureau, Haj Hamid est plus entrainé dans la gestion des documents de permis que Mourad. Haj Hamid l‟oblige pour prendre

en main du document de M. Sabbane rapidement. C‟est la domination structurelle qui se passe dans le bureau.

4.3 Mimétisme

Le mimétisme est l‟imitation extrême de la langue, de la culture, et de

l‟idée. Mourad doit faire semblant afin qu‟il puisse avoir des rapports avec les

autres dans la communauté. Regardez la citation suivante. (41)

LHR/53

« … Il ne s‟agit pas d‟étaler sa fortune, mais il y a des signes qui ne trompent pas. Et puis, il faudra sortir, aller au restaurant de temps en temps, qu‟on te voie dîner avec des gens importants, qu‟on sache que tu es un homme qui ne compte pas ses dépenses. C‟est important de laisser un gros pourboire au garçon, ça fait riche et généreux à la fois. Il faut aussi aller à la mosquée, par exemple le vendredi. Tu feras un effort, tu mettras entre parenthèses ta laïcité et ton athéisme, et tu joueras le jeu. C’est ça la société.… »

Mourad a fait ses études en France, de sorte qu‟il ait la pensée des

occidentaux, à savoir la laïcité et l‟athéisme. Pour sortir des groupes marginalisées, il doit faire semblant d‟être une autre personne et interagit avec les

autres, même s‟il les déteste. C‟est pourquoi il faut changer sa vie comme les

(22)

xxii 4.4 Hybridité

L‟hybridité est un effort d‟emprunter, de choisir, d‟absorber, d‟utiliser,

d‟adapter la culture qui se passe dans un processus dynamique. Mourad se

souvient d‟une lettre d‟application qui est écriteen français, quand son bureau

organisait un recrutement. Regardez la citation suivante. (45)

LHR/67

Je me souviens de l‟époque où l‟office dépendant du ministère de l‟Equipement recrutait du personnel. J’avais reçu un jour une lettre de demande d’emploi assez originale. Ecrite en français avec probablement

une plume d’oie, elle sollicitait du travail comme si nous vivions dans un autre siècle : ….

Il y a l‟hybridité qui est fait par un demandeur d‟emploi. Il écrit son

application en français. Le français est la langue seconde au Maroc après l‟arabe,

parce que la France a colonisé le Maroc et le français se diffuse par l‟enseignement à l‟école.

4.5 Marginalité

En générale, la marginalité se réfère aux personnes marginalisées et pauvres. Mourad est mal traité par sa belle-mère, parce qu‟il est un pauvre. Regardez la citation suivante.

(54) LHR/20

… Il n’y a que moi qu’elle maltraite, je lui gâche le paysage. Je suis son erreur, celui qui n‟aurait pas dû entrer dans cette famille. …

Mourad est une victime de la discrimination économique. Il est mal traité par sa belle-mère qui est égoïste et a tendance à favoriser Sidi Larbi, son

(23)

xxiii 4.6 Aliénation

L‟aliénation est une image des sentiments d‟aliénation de la société, le

groupe, la culture, et soi-même qui sont ressentie par les gens qui vivent dans une société industrielle compliqué, en particulier dans une grande ville. Le mauvais système économique est provoqué par le capitalisme, de sorte qu‟il y ait beaucoup

de gens qui perdent leurs morales pour s‟enrichir parn‟importe quelle façon. Les

gens qui sont préoccupés de leurs morals et idéologies seront isolés de la société. Regardez la citation suivante.

(62) LHR/36

Ça jamais ! Si je commence à corrompre, il n‟y aura plus de raison pour que je m‟obstine à refuser les enveloppes. Si ma femme m‟entendait réfléchir à voix haute. Elle me dirait : « Tu te crois un saint, un héros, tu es bien le seul et tu nous entraînes dans ta solitude avec en plus privation et manque. Tes seigneurs, les vrais hommes, eux pensent à l‟avenir de leurs enfants et se débrouillent pour le leur assurer. Toi, tu accumules les scrupules comme si on pouvait manger avec ! En tout cas, notre fils ne sera pas la victime de ta rigueur. Je ferai tout pour qu‟il obtienne cette bourse. »

La plupart des gens dans un mauvais système économique préfèrent de ne pas être honnête. Par contre, les minorités sont mises dans les groupes des aliénations à cause de leurs honnêtetés. Ils sont l‟obstacle aux majorités. C‟est

pourquoi, ils doivent être isolés. L‟aliénation et la pauvreté ont une relation étroite.

5. Conclusion

Basée sur l‟analyse des données précédentes sur les six éléments du

post-colonialisme d‟Edward Said, Gayatri Spivak, et Homi Bhabha dans le roman

(24)

xxiv

Premièrement, l‟hégémonie dans ce roman est une image des marocaines

comme le pays francophone. Il y a cinq hégémonies dans ce roman, ces sont l‟hégémonie occidentale dans la socioculturelle au Maroc, l‟hégémonie

économique, l‟hégémonie de la class sociale, l‟hégémonie morale.

Deuxièmement, le subalterne dans ce roman est une oppression par les puissantes aux subalternes. Cette oppression est due à la domination structurelle. Les subalternes ne sont jamais considérées et leurs aspirations ne sont jamais écoutées par les puissantes.

Troisièmement, le mimétisme est un camouflage d‟attitude pour se

protéger. Le mimétisme dans ce roman est illustré à la figure Mourad, la belle-mère de Mourad, et Haj Hamid qui font semblant d‟aimer quelque chose afin que

ses vies ne soient pas menacés. Et ils n‟entrent pas dans les gens marginalisés.

Quatrièmement, l‟hybridité est un moyen d‟adapter et d‟utiliser la culture

étrangère. Exemple de l‟hybridité dans ce roman est l‟adaptation de la culture

française dans la vie quotidienne des marocains.

Cinquièmement, la marginalité dans ce roman est la discrimination aux pauvres par les puissantes. Cette discrimination se produit parce que la différence de statut social et économique.

Sixièmement, les personnages dans ce roman éprouvent l‟aliénation, parce

qu‟ils s‟opposent aux corrupteurs. L‟une des causes de l‟aliénation est le système

(25)

xxv 6. Remerciements

Je tiens à remercier mon père, ma mère, mes frères, et ma sœur de me supporter et de me combler toujours de leur amour. Ensuite, je remercie également mon professeur de m‟avoir guidée. Et finalement, je remercie aussi mes

amis de leurs joies et de leurs gentillesses. 7. Bibliographie

Arifin, Winarsih & Farida Soemargono. 2007. Kamus Perancis-Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Jelloun, Tahar Ben. 1994. L‟Homme rompu. Paris : Edition du seuil.

Morton, Stephen. 2008. Gayatri Spivak : Etika, Subalternitas, dan Kritik Penalaran Poskolonial. Terjemahan Wiwin Indiarti. Yogyakarta : Pararaton.

Purba, Antilan. 2010. Pengantar Ilmu Sastra. Medan : USU Press.

Ratna, NyomanKutha. 2008. Poskolonialisme Indonesia : RelevansiSastra. Yogyakarta : PustakaPelajar.

___________________. 2008. Teori, Metode, dan TeknikPenelitianSastra. Yogyakarta : PustakaPelajar.

___________________. 2010. Sastra dan Cultural Studies : RepresentasiFiksi dan Fakta. Yogyakarta : PustakaPelajar.

Said, Edward W. 2010. Orientalisme : MenggugatHegemoni Barat

danMenundukkanTimurSebagaiSubjek. TerjemahanAchmadFawaid.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, I. 2012. http://repository.usu.ac.id/ChapterII.pdf. Diaksespada 1 Februari 2014.

Natiqotul, M. 2012. http://eprints.uny.ac.id/BAB2.pdf. Diakses pada 1 Februari 2014.

(26)

xxvi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUANPEMBIMBING ... ii PENGESAHAN KELULUSAN ... iii PERNYATAAN ... iv MOTTODANPERSEMBAHAN ... v PRAKATA ... vi SARI ... ix

EXTRAIT ... x DAFTAR ISI ... xxvi DAFTAR LAMPIRAN ... xxix BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Rumusan Masalah ... 11 1.3.Tujuan Penelitian ... 11 1.4.Manfaat Penelitian ... 11 1.5.Sistematika Penulisan ... 12 BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Sosiologi Sastra ... 14 2.2.Teori Poskolonialisme ... 20 2.2.1Hegemoni ... 30

(27)

xxvii

2.2.3Mimikri ... 43 2.2.4Hibriditas ... 47 2.2.5Marginalitas ... 51 2.2.6Alienasi ... 56 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 60 3.2 Objek Penelitian ... 61 3.3 Sumber Data ... 61 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 62

BAB 4 NUANSA POSKOLONIALISME DALAM ROMAN L’HOMME

ROMPU

(28)

xxviii BAB 5 PENUTUP

(29)

xxix

DAFTAR LAMPIRAN

(30)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Sastrawan Goenawan Mohamad mengatakan bahwa “Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah , dan setiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu bahwa ini bukan sekedar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses

yang minta pengerahan batin”

(http://www.scribd.com/Pengertian-Karya-Sastra).Pengertian sastra secara umum yaitu hasil cipta manusia berupa tulisan maupun lisan, bersifat imajinatif, disampaikan secara khas, dan mengandung pesan yang bersifat relatif. Sastra juga merupakan karya sastra imajinatif bermedia yang nilai estetiknya bernilai dominan. Melalui karya sastra, seorang pengarang bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan tertentu kepada pembaca. Hal-hal yang disampaikan biasanya merupakan gagasan tentang kehidupan yang ada di sekitar pengarang (Purba 2010: 3).

Pada dasarnya karya sastra merupakan karya cipta yang mengungkapkan kembali pengamatan dan pengalaman pengarang tentang peristiwa pada kehidupan yang menarik. Peristiwa-peristiwa itu merupakan peristiwa nyata atau mungkin hanya terjadi dalam dunia khayal pengarang. Sastra memiliki dunia sendiri. Suatu kehidupan yang tidak harus identik dengan kenyataan hidup.

(31)

adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, contoh karya sastra puisi yaitu puisi, pantun, dan syair.

Semua karya sastra merupakan sesuatu totalitas yang memiliki nilai seni, yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yaitu dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun karya sastra itu sendiri yang meliputicerita, peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa, dan sebagainya (Nurgiyantoro 2009: 23 dalam http://eprints.uny.ac.id/BAB2.pdf). Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistemorganism karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan, dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain yang semuanya akan mempengaruhi karya yang ditulisnya(Suroto 1989: 138 dalam http://eprints.uny.ac.id/BAB2.pdf). Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial menjadi latar belakang penyampaian tema dan amanat cerita (http://eprints.uny.ac.id/BAB2.pdf).

Ahmad Badrun(1983: 1; Purba 2010: 1) di dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Sastra: Teori Sastra, menyatakan bahwa ilmu sastra adalah ilmu

yang menyelidiki sastra secara ilmiah. Nyoman Tusthi Eddy dalam Kamus Istilah Sastra Indonesia,menyatakan bahwa ilmu sastra merupakan segala bentuk dan

(32)

keilmuan yang obyek utamanya adalah karya sastra (1994: 94; Purba 2010: 2). Dalam Ensiklopedia Sastra Indonesia, Hasanuddin WS.; Mursal Esten;dan Maizar Karim mengemukakan bahwa ilmu sastra dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah general literature yang meliputi semua pendekatan ilmiah terhadap gejala sastra (Purba 2010: 2).

Maman S. Mahayana dalam 9 Jawaban Sastra Indonesia, mengemukakan bahwa ilmu sastra adalah ilmu yang menyelidiki kesusastraan dengan berbagai masalahnya secara ilmiah (2003: 223; Purba 2010: 2). Dalam Pengantar Ilmu Sastra, Jan Van Luxemburg, dkk menguraikan ilmu sastra sebagai berikut:

1. Ilmu sastra meneliti sifat-sifat yang terdapat di dalam teks-teks sastra, yang dapat berfungsi di dalam masyarakat sehingga masyarakat dapat mengambil pelajaran dari teks-teks tersebut.

2. Ilmu sastra umum merupakan telaah sistematik mengenai sastra dan komunikasi sastra yang pada prinsipnya tidak menghiraukan batas-batas antarbangsa dan antarkebudayaan (1989: 2 ; Purba 2010: 3).

Pada penelitian ini penulis memilih untuk meneliti salah satu karya sastra prosa yaitu novel. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, dan melibatkan permasalahan yang lebih kompleks. Di dalam novel terdapat nilai-nilai, salah satunya adalah nilai pendidikan yang digunakan sebagai cermin atau perbandingan dalam kehidupan.

(33)

merupakan seorang francophonie dan dikenal dengan karya-karyanya yang bernuansa poskolonialisme dan realisme magis dengan kritik sosial yang cerdas dan tajam.

Dalam http://fr.wikipedia.org/wiki/Tahar_Ben_Jelloun dijelaskan bahwa Tahar Ben Jelloun adalah seorang penulis dan penyair Maroko yang berbahasa Perancis. Dia lahir di Fez, Maroko, pada 1 Desember 1944. Dia menyelesaikan sekolah dasarnya di sekolah berbahasa Arab-Perancis, kemudian dia melanjutkan sekolah di sekolah Perancis di Tangier sampai berusia delapan belas tahun, dan belajar ilmu filsafat di Universitas Mohammed V di Rabat dan mengajar filsafat di Maroko. Di sana dia menulis puisi untuk pertama kalinya yangkemudian dia kumpulkan menjadikumpulan puisi Hommes sous linceul de silence pada tahun 1971. Pada 1971 dia hijrah ke Paris, Perancis bersama keluarganya sampai saat ini.

Pada tahun 1972 dia banyak menulis artikel untuk koran harian Le Monde. Pada 1975 dia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang psikiatri sosial. Tulisannya yang berjudul La Réclusion solitaire pada tahun 1976 mendapatkan penghargaan dari pengalamannya sebagai seorang psikoterapis. Tahun 1985, dia menerbitkan novelnya yang berjudul L‟Enfant de sable yang membuatnya terkenal. La Nuit sacrée adalah novelnya yang mendapatkan penghargaan Prix Goncourt pada tahun 1987, novel tersebut merupakan sekuel dari novel L‟Enfant de sable.

(34)

film di Maroko pada tahun 1993. Pada 2005 dia mendapatkan penghargaan Hadiah Ulysses yang diterimanya untuk pencapaian seumur hidup dan pada 2008 dia meraih gelar doktor kehormatan dari Universitas Montreal, Kanada.

Penulis memilih novel L‟Homme rompu karena novel ini menceritakan tentang praktek-praktek korupsi yang terjadi di kalangan birokrasi di Maroko.Novel ini terilhami oleh karya pengarang besar Indonesia yang sangat dikagumi oleh Tahar, yaitu Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) dengan judul Korupsi. Kedua novel ini memiliki kesamaan cerita. Novel L‟Homme rompu terbit

di Perancis pada 1994 dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Dalam novel terjemahan L‟Homme rompu, yaitu Korupsi dijelaskan bahwa sejarah novel ini berawal ketika Tahar berada di Jakarta, dia membaca novel Korupsi karya Pramoedya yang terbit di Indonesia pada 1954 yang telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh Denys Lombard dan diterbitkan oleh penerbit Philippe Picquier. Novel tersebut ditulis oleh Pramoedya ketika mendapatkan beasiswa kebudayaan untuk tinggal selama setahun di Belanda (Kurnia dalam Tahar 2010: 5).

(35)

kepada Pramoedya. Pramoedya menyampaikan rasa terima kasih melalui sepucuk surat pribadi yang menurut Tahar “ditulis dengan indah” (Kurnia dalam Tahar 2010: 7).

Novel L‟Homme rompu karya Tahar Ben Jelloun dan novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer ini mempunyai kesamaan cerita, yaitu cerita mengenai kasus korupsi yang terjadi di kalangan birokrat. Tahar mengangkat cerita ini berdasarkan situasi yang terjadi di Maroko, selain terilhami dari cerita novel Korupsi karya Pramoedya yang menceritakan kebobrokan akan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.

Novel L‟Homme rompu karya Tahar Ben Jelloun, terbitan Edition du Seuil, Paris, 1994, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Okke K.S. Zaimar dengan judul Korupsi yang diterbitkan oleh Penerbit Serambi bekerja sama dengan Forum Jakarta-Paris (Kurnia dalam Tahar 2010: 10).

Novel L‟Homme rompu, arti harfiahnya adalah “Lelaki yang Patah”, dengan permainan kata “rompu” (patah) dan “corrompu” (korup). L‟Homme rompu adalah pria yang mematahkan kejujuran dalam hidupnya, sehingga dia menjadi koruptor (Kurnia dalam Tahar 2010:10).

(36)

dengan sepupu jauhnya, Nadia, seorang janda cantik dengan satu anak perempuan.

Novel ini pernah dibahas dalam sebuah tesis dengan judul “Tinjauan

Intertekstual terhadap Korupsi Karya Pramoedya Ananta Toer dan L‟Homme rompu Karya Tahar Ben Jelloun Sebagai Karya Sastra Francophone” oleh Astri Adriani Allien yang diajukan sebagai persyaratan mencapai gelar S2 program studi Ilmu Sastra Kelompok Bidang Ilmu-Ilmu Humaniora di Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada 2007 (http://etd.ugm.ac.id/ PenelitianDetail).

Novel ini dibedah dengan menggunakan teori, karenanovel ini berlatar belakang di Maroko, negara yangpernah dijajah oleh Perancis selama 44 tahun. Maroko terletak di barat laut Afrika yang merdeka pada 2 Maret 1956. Terdapat banyak pengaruh Perancis di Maroko contohnya yaitu bahasa, walaupun bahasa resmi masyarakat Maroko adalah bahasa Arab, bangunan, sistem pendidikan, kebudayaan, ekonomi, politik, sosial, hukum dan sistem pemerintahan.

(37)

Maroko merupakan salah satu negara Maghreb yang telah dijajah oleh Perancis, sehingga mempunyai konsekuensi untuk menggunakan bahasa Perancis. Pemakaian bahasa Perancis di negara-negara Arab disepakati di Maghreb pada abad XIX. Masyarakat di wilayah-wilayah Arab, terutama di Maroko menjadikan bahasa Perancis sebagai bahasa kedua setelah bahasa Arab, bahasa perdagangan, bahasa transformasi ekonomi, bahasa administratif, bahasa diplomatik, dan bahasa teknik (Joubert-Louis 1994: 8; Sastriyani 2006: 80).

Penyebaran bahasa Perancis di Maroko didukung oleh pengajaran bahasa tersebut di sekolah-sekolah. Bahasa Perancis berfungsi sebagai bahasa tulis dan dalam pengajarannya dilakukan di bawah situasi kolonialisasi sehingga menumbuhkan kegiatan bersastra dan menimbulkan akulturasi budaya. Sastra berbahasa Perancis di Maroko mulai tahun 50-andikenal melalui majalah Souffles (Joubert-Louis 1994: 9; Sastriyani 2006: 81).

(38)

Pemberantasan korupsi di Perancis telah tertangani dengan baik sejak didirikannya SCPC (Service Central de la Prévention de la Corruption) pada tahun 1993. SPCP merupakan lembaga independen dan permanen yang melakukan pencegahan korupsi di Perancis.Lembaga ini secara administratif berada di bawah Kementrian Kehakiman Perancis.Tujuan awal berdirinya SCPC adalah untuk memberantas korupsi di parlemen yang terjadi pada tahun 1990-an. Pada tahun tersebut, korupsi yang terjadi di parlemen sangatlah mengkhawatirkan (http://hukum.kompasiana.com/perancis-dan-masa-depan-uu-kpk.html).

Korupsi yang terjadi di Perancis ditularkan kepada Maroko melalui penjajahan.Hal itu yang membuat masyarakat Maroko melakukan tindak korupsi, terutama di dalam pemerintahan.Dalam hal pemberantasan korupsi di dua negara tersebut masing-masing memiliki lembaga independen yang mengatasi masalah tersebut.Di Perancis memiliki lembaga pemeberantas korupsi, yaitu SCPC yang didirikan pada tahun 1993.Sedangkan di Maroko memiliki lembaga yang sama, yaitu ICPC (L‟Instance Centrale de la Prévention de la Corruption). Lembaga tersebut didirikan pada tahun 2008. Namun karena ICPC mempunyai anggaran yang kecil, kurangnya sumber daya manusia, kurangnya kemandirian, kurangnya kekuatan investigasi, dan adanya campur tangan politik maka ICPC hanyalah lembaga konsultatif dengan tanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran tentang korupsi dan mengumpulkan informasi (http://www.business-anti-corruption.com/public-anti-corruption-initiatives).

(39)

sehingga penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi di sekitarnya. Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Dalam penelitian sosiologi sastra yang perlu diperhatikan adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-ilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu. Hal itu disebabkan objek yang memegang peranan adalah karya sastra dengan berbagai implikasinya, seperti teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra (Ratna 2008: 338-339).

Teori poskolonialisme merupakan teori yang digunakan untuk menganalisis berbagai gejala kultural, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan lain sebagainya yang terjadi di negara-negara bekas koloni Eropa. Teori ini memaparkan tentang hegemoni, subaltern, mimikri, hibriditas, marginalitas, dan alienasi yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis novel L‟Homme rompu.

(40)

L‟Homme rompu karena novel ini banyak menggambarkan pengaruh dari negara

Perancis yang pernah menjajah Maroko. Pengaruh-pengaruh tersebut pada novel ini yaitu bahasa yang digunakan, keadaan masyarakat Maroko, ekonomi, budaya, dan kebobrokan pada sistem birokrasi yaitu kasus korupsi yang menjadi inti dari cerita novel ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana hegemoni, subaltern, mimikri, hibriditas, marginalitas, dan alienasi yang terjadi pada novel L‟Homme Rompu karya Tahar Ben Jelloun berdasarkan teori poskolonialisme Edward Said, Gayatri Spivak, dan Homi Bhabha?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Menjelaskan hegemoni, subaltern, mimikri, hibriditas, marginalitas, dan alienasi yang terjadi pada novel L‟Homme Rompu karya Tahar Ben Jelloun berdasarkan teori poskolonialisme Edward Said, Gayatri Spivak, dan Homi Bhabha.

1.4 Manfaat Penelitian

(41)

1) Manfaat praktis penelitian ini adalah:

Memberikan ide bagi mahasiswa program studi Sastra Perancis untuk menganalisis lebih lanjut lagi tentang pengaplikasian poskolonialisme dalam karya sastra.

2) Manfaat teoritis penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini dapat menambah wawasan tentang sosiologi dalam kaitannya dengan dunia sastra, terutama poskolonialismedalam karya sastra francophone.

b. Untuk memperkaya pemahaman teori poskolonialisme pada isi novel. c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan perbandingan untuk

penelitian-penelitian poskolonialisme selanjutnya.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan ini terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbingan. Pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan, prakata, sari, extrait, daftar isi, daftar lampiran, dan lima bab yang terdiri dari:

Bab I adalah Pendahuluan, merupakan bagian awal penulisan penelitian ini, yang memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

(42)

Homi Bhabha, yaitu hegemoni, subaltern, mimikri, hibriditas, marginalitas, dan alienasi.

Bab III adalah Metodologi Penelitian. Dalam bab ini dibahas tentang metode yang digunakan, meliputi pendekatan penelitian, objek penelitian, sumber data, dan metode dan teknik analisis data.

Bab IV adalah PengaruhPoskolonialismePerancis di Maroko.Bab ini berisi tentang analisis penulis terhadap unsur-unsur poskolonialisme yang terjadi pada novel L‟Homme rompu berdasarkan tiga tokoh poskolinialisme, yaitu Edward Said, Gayatri Spivak, dan Homi Bhabha.

Bab V adalah Penutup yang meliputi simpulan.

(43)

14 2.1 Sosiologi Sastra

Swingewood (Faruk 2012: 1) dalam bukunya yang berjudul The Sociology of Litterature,mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif

mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Menurut Koentjaraningrat seperti yang tertera pada http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_sosial, lembaga sosial adalah satuan norma khusus yang menata serangkaian tindakan yang berpola untuk keperluan khusus manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sosiologi memperoleh gambaran mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dengan masyarakat-masyarakat tertentu dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat-masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosialisasi, proses belajar secara kultural, dan penerimaan peranan-peranan tertentu dalam struktur sosial, yaitu lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga (Faruk 2012:1).

Ritzer (Faruk 2012: 1) menganggap sosiologi sebagai suatu ilmu yang di dalamnya terdapat beberapa paradigma yang saling bersaing dalam usaha untuk merebut hegemoni dalam sosiologi secara keseluruhan. Ritzer menemukan ada tiga paradigma yang merupakan dasar dalam sosiologi, yaitu paradigma fakta-fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.

(44)

lembaga-lembaga dan struktur-struktur sosial. Fakta sosial dianggap sebagai sesuatu yang nyata, berbeda dari luar individu, dan berada di luar individu.

Pencetus paradigma definisi sosial adalah Max Weber. Karya Weber terarah pada satu perhatian terhadap cara individu-individu mendefinisikan situasi sosial mereka dan efek dari definisi itu terhadap tindakan yang mengikutinya. Pokok persoalan sosiologi dalam paradigma ini bukanlah fakta-fakta sosial yang objektif, melainkan cara subjektif individu menghayati fakta-fakta sosial tersebut.

Skinner adalah pencetus dari paradigma perilaku manusia sebagai subjek yang nyata dan individual. Teori-teori yang termasuk di dalamnya adalah teori sosiologi perilaku dan teori pertukaran (Faruk 2012: 2-3).

Sosiologi sastra menyelidiki berbagai persoalan, yaitu menyelidiki tentang dasar sosial kepengarangan seperti yang dilakukan Laurenson. Sosiologi tentang produksi dan distribusi karya kesusastraan seperti yang dilakukan Escarpit.Kesusastraan dalam masyarakat primitif seperti yang dilakukan Radin dan Leach.Hubungan antara nilai-nilai yang diekspresikan karya seni dengan masyarakat seperti yang dilakukan Albrecht.Data historis yang berhubungan dengan kesusastraan dan masyarakat seperti yang dilakukan Goldmann, Lowenthal, Watt, dan Webb (Faruk 2012: 4).

(45)

ilmu-ilmu alam yang terus-menerus berusaha dan menemukan berbagai keteraturan atau hukum-hukum universal yang bersifat tetap yang mengatur segala gejala alamiah yang tampaknya berubah-ubah. Comte mencoba menerapkan cara kerja dalam ilmu alam untuk memahami masyarakat. Oleh karena itu, pada awalnya Comte menyebut sosiologi sebagai fisika sosial. Comte mendekati dan memahami masyarakat dengan pendekatan kultural (Faruk 2012: 16).

Sosiologi sastra berkembang pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran dan stagnasi. Analisis strukturalisme dianggap mengabaikan relevansi masyarakat yang justru merupakan asal-usulnya. Karya sastra memiliki kaitan yang erat dengan masyarakat, sehingga harus dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat dan memahaminya sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan (Ratna 2008: 332).

Pengarang melalui intersubjektivitasnya menggali kekayaan masyarakat dan memasukinya ke dalam karya sastra, kemudian dinikmati oleh pembaca. Menurut Nila Auriga dalam skripsinya yang berjudul “Intersubjektivitas sebagai Bentuk

(46)

menjalani hidupnya (https://lontar.ui.ac.id/Intersubjektivitas.pdf).Para pengarang yang berhasil adalah para pengamat sosial, karena mereka mampu mengkombinasikan antara fakta-fakta sosial yang ada dalam masyarakat dengan ciri-ciri fiksional. Pengarang merupakan indikator penting dalam menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi sastra (Ratna 2008: 333-334).

Pikiran berasal dari internalisasi dengan orang lain dan tidak ada pikiran yang lepas dari situasi sosial. Seseorang yang berpikir dan bertindak semata-mata untuk memenuhi kepuasannya tentu sulit dimengerti. Pengarang menulis atas dasar pertimbangan bahwa karya sastra tersebut masuk ke dalam garis pandang harapan pembaca. Karya sastra memiliki kemampuan untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat. Ciri-ciri utama karya satra adalah aspek estetika, selain itu karya sastra juga mengandung etika, filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan. Setiap karya sastra mengandung aspek-aspek kemasyarakatan yang mungkin pernah, sedang, dan akan terjadi.

(47)

Bahasa sastra adalah bahasa sehari-hari, kata-katanya terkandung dalam kamus, dan perkembangannya mengikuti perkembangan masyarakat pada umunya. Ciri sosial terpenting terkandung dalam bahasa. Dari segi isi, karya sastra menampilkan masalah sosial yang berbeda-beda sesuai dengan periode, semestaan, dan konteks sosial tertentu lainnya. Menurut Culler (1977: 189), lukisan melalui kata-kata tertentu akan menghasilkan dunia tertentu, sebagai dunia dalam kata. Dunia yang dimaksud adalah dunia sosial sebab dihuni oleh para individu dengan karakteristiknya masing-masing.Masyarakatlah yang mengkondisikan ciri-ciri tokoh tersebut, bukan sebaliknya.

Di antara genre karya sastra, novel dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, dan menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas. Bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itu novel, merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris (Ratna 2008: 335-336).

(48)

berbeda dengan dunia kehidupan sehari-hari. Imajinasi dan kreativitas merupakan aspek-aspek sosial karya sastra yang memberikan karya sastra tempat untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari.

Ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, sehingga ada ilmu-ilmu yang terlibat yaitu sejarah, filsafat, agama, ekonomi, dan politik. Penelitian sosiologi sastra menggunakan teori-teori sastra dan sosiologi dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra sudah menjadi suatu disiplin yang baru dan sudah dievaluasi sepanjang periode perkembangannya. Teori yang telah diakui relevansinya terhadap analisis sosiologi sastra adalah strukturalisme genetik yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann (Damono, 1978: 40-48) dalam Ratna (2008: 339).

Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dapat dilakukan meliputi tiga macam sebagai berikut:

1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi.

(49)

3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu dan dilakukan oleh disiplin ilmu tertentu (Ratna, 2008: 339-340).

2.2 Teori Poskolonialisme

Secara etimologis poskolonialisme berasal dari kata „post‟ dan kolonial,

sedangkan kata kolonial berasal dari bahasa Romawi, colonia, yang berarti tanah pertanian atau pemukiman. Jadi secara etimologis kolonial tidak mengandung arti penjajahan, penguasaan, pendudukan, dan konotasi eksplotasi lainnya. Konotasi negatif kolonial timbul sesudah terjadi interaksi yang tidak seimbang antara penduduk pribumi yang dikuasai dengan penduduk pendatang sebagai penguasa (Ratna 2008: 205).

Dikaitkan dengan teori posmodernisme, studi poskolonialisme merupakan teori yang masih baru. Menurut Shelley Walia (2001: 6; Said 2003: 58-59; Ratna 2008: 206) proyek poskolonialisme pertama kali dikemukakan oleh Frantz Fanon di dalam bukunya yang berjudul Black Skin, White Masks and the Wretched of the Earth (1967). Fanon adalah seorang psikiater yang mengembangkan analisis

mengenai dampak psikologis dan sosiologis yang ditimbulkan oleh kolonisasi. Fanon menyimpulkan bahwa melalui dikotomi kolonial, penjajah-terjajah, wacana orientalisme telah menimbulkan alienasi dan marginalisasi psikologis yang sangat hebat.

(50)

perasaan manusia atas ketidakmampuan dan ketidakberdayaan.Sedangkan marginalisasi psikologis adalah hal yang berkaitan dengan atau yang terletak pada batasan kesadaran. Marginalisasi psikologis menciptakan perbedaan gender bahkan ketidakadilan gender. Salah satu contoh dalam ketidakadilan gender adalah kekerasan terhadap perempuan, kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan pada perempuan sering terjadi karena adanya budaya dominasi laki-laki terhadap perempuan.

Tokoh-tokoh teori poskolonialisme, yaitu Edward W. Said, Gayatri Chakravorty Spivak, dan Homi K. Bhabha. Secara teoretis poskolonialisme dipicu oleh dan sekaligus memanfaatkan sejumlah konsep posmodernisme. Makna dasar

„post‟ (cf. Linda Hutcheon 2004: 284) dalam poskolonialisme dan posmodernisme

memiliki arti yang sama, yaitu sesudah. Perbedaannya, di dalam posmodernisme makna modernisme seolah-olah tetap dipertahankan tetapi diberikan makna baru yang sudah didekonstruksi. Dengan kata lain, posmodernisme merombak makna modernisme dan menyempurnakannya(Ratna 2008: 206).

Munculnya posmodernisme merupakan akibat dari ketidakmampuan modernisme dalam menanggulangi kepuasan masyarakat, yaitu berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan masalah sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan pada umumnya. Posmodernisme adalah kontinuitas modernismedalam bentuk yang lebih signifikan, sebaliknya poskolonialime adalah akibat dari era sesudah kolonialisme(Ratna 2010: 246).

(51)

lebih signifikan, sesuai dengan hakikat objek, sehingga aspek-aspek yang dianalisis dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Gramsci (2000: 173) berpendapat bahwa pembongkaran harus diikuti oleh pembangunan kembali, sekaligus menggantikannya dengan cara-cara yang baru, sehingga memperoleh temuan-temuan yang baru. Secara praktis dan nyata, temuan-temuan baru yang dimaksudkan, yaitu sebagai hasil pemahaman teori-teori postrukturalisme adalah gejala-gejala kultural yang selama ini termaginalisasikan, seperti perempuan, novel picisan, kawasan kumuh, pedagang kaki lima, usaha kecil, pejalan kaki, dan kelompok-kelompok minoritas lainnya (Ratna2010:258). Di dalam poskolonialismebentuk-bentuk kolonial dan berbagai akibat yang ditinggalkan harus dihilangkan. Persamaan posmodernisme dan poskolonialismeterletak dalam kedudukannya sebagai teori, karena sebagai teori keduanya bertujuan untuk menolak oposisi biner (Ratna 2010: 233-234).

Teori poskolonialisme adalah teori yang digunakan untuk menganalisis berbagai gejala kultural seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan lain sebagainya yang terjadi di negara-negara bekas koloni Eropa. Gejala-gejala kultural tersebut terdapat di dalam berbagai teks studi mengenai dunia Timur, yang ditulis oleh para orientalis. Gejala-gejala kultural selain terdapat di dalam teks studi, tetapi juga terdapat di dalam karya sastra. Sebagai contoh gejala-gejala kultural pada karya sastra adalah gejala-gejala kultural di dalam dunia kesusastraan Indonesia, seperti Manusia Bebas (Suwarsih Djojopuspito, 1975), Siti Nurbaya ( Marah Rusli, 1922), Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisjahbana,

(52)

Bumi Manusia (Pramoedya Ananta Toer, 1981), Burung-burung Manyar (Y.B. Mangunwijaya, 1981), dan Para Priyayi (Umar Kayam, 1992). Selain dalam kesustraan Indonesia gejala-gejala kultural semacam itu juga ada dalam kesustraan francophone, sepertiPortrait du colonisé (Albert Memmi, 1957), L‟Amour, La Fantasia (Assia Djebar, 1985), L‟Enfant de Sable (Tahar Ben

Jelloun, 1986), dan La Nuit Sacrée (Tahar Be Jelloun, 1987).

Visi poskolonialisme tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah sosial politis secara praktis. Visi poskolonialisme menulusuri pola-pola pemikiran kelompok orientalis dalam rangka membangun superioritas Barat, dengan konsekuensi logis terjadinya inferioritas Timur. Sasaran visi poskolonialisme adalah subjek kolektif intelektual Barat dan kelompok oriental menurut pemahaman Edward Said (Ratna 2008: 206-207).

(53)

bentuk praktik di lapangan. Keberagaman permasalahan yang ada dipersatukan oleh tema yang sama, yaitu kolonialisme (Ratna 2008: 207).

Teori poskolonialisme sebagai teori kritis mencoba mengungkapkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh kolonialisme, yaitu kemunduran mentalitas. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme tidak hanya berhenti setelah masa kolonialis berakhir, namun terus berlangsung hingga saat ini. Said mengatakan bahwa pengalaman kolonisasi selama dua setengah abad lebih dianggap bersifat global dan universal sehingga memiliki dampak secara langsung, baik bagi wilayah yang dijajah maupun bagi penjajah itu sendiri. Menurut Loomba (2003: 9) sifat global dan universal diakibatkan karena orang-orang yang pernah terjajah kemudian menyebar di berbagai belahan dunia(Ratna 2010: 235).

Selama berabad-abad negara-negara terjajah tidak memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapatnya. Setelah mereka merdeka barulah mereka mengeluarkan ide untuk memajukan negaranya masing-masing dengan teori-teori yang relevan. Teori poskolonialisme sebagai multidisiplin dan studi kultural melibatkan tiga pengertian, yaitu:

a) Berakhirnya abad imperium kolonial di seluruh dunia.

b) Segala tulisan yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman kolonial. c) Teori-teori yang digunakan untuk menganalisis masalah-masalah

pascakolonialisme (Ratna 2008: 208).

(54)

keberagaman tradisi kebudayaan poskolonialisme. Keberhasilan Eropa dalam menguasai negara-negara jajahannya tidak hanya diakibatkan oleh kekuatan fisik, wacana. Para intelektual Barat menciptakan ilmu pengetahuan orientalisme. Mereka mengkaji berbagai aspek Timur dan mereka dapat mengetahui kekuatan sekaligus kelemahan Timur, sehingga Barat dapat menguasai Timur dengan mudah. Objektivitas dalam pengetahuan orientalisme adalah pikiran dunia Barat, karena definisi dan analisis teks-teks oriental mengalami berat sebelah dan tidak sepenuhnya mengandung objektivitas yang tepat. Salah satu contoh dalam karya sastra adalah drama-drama Shakespeare yang banyak melukiskan tentang keterbelakangan bangsa Timur yang sekaligus membentuk citra bahwa kebudayaan Barat lebih tinggi dibandingkan kebudayaan bangsa Timur (Ratna 2008: 209).

Teori poskolonialisme merupakan akumulasi teori dan kritik yang digunakan untuk menilai kembali aspek-aspek kebudayaan dan warisan kebudayaan yang ditinggalkan oleh kolonial. Teori poskolonialisme adalah teori untuk mendekonstruksi narasi kolonial. Teori poskolonialisme dimanfaatkan untuk menganalisis kekayaan kultural yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di negara-negara pascakolonial. Menurut Aschroft, dkk (2003: 28) teks kolonial tidak hanya ditulis oleh intelektual kolonial, tetapi juga oleh penulis pribumi dengan cara memasukkan ideologi kolonial di dalamnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui metode take and give siswa kelas X SMA Nurul Islam Indonesia tahun pembelajaran 2012/2013, utuk mengetahui kemampuan menulis

Penggilingan Udang Rebon Dengan Tambahan Garam Dan Air Menggunakan Mesin Penggiling.. Hasil

Recurrent expenditures totalled $499.9 million at the closing of the second quarter of 2016, which was an execution rate of 45.2%.. Expenditures on human capital through the

Pasal 6 ayat (8) mengatur “Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melaporkan data transaksi usahanya yang merupakan objek Pajak Daerah melalui online system. Pasal 10

Analisa Bivariat Rerata perbedaan pengurangan pembengkakan payudara setelah diberikan kompres daun kubis (Brassica Oleracea var. Capitata) dengan Breast Care dan Breast

Iklan Baris Iklan Baris MOBIL DISEWAKAN MOTOR DICARI MOBIL KREDIT Serba Serbi Mobil Dijual TOYOTA.. TOYOTA KIJANG ROVER

Kegiatan sarasehan dan gerakan penghijauan akan melibatkan juga masyarakat sekitar pegunungan Desa Pare, Selogiri, sukarelawan peduli lingkungan Wonogiri, pencinta

Kondisi ini melatarbelakangi South Sumatera Forest Fire Manajemen Project (SSFFMP) untuk membangun peta sumatera selatan dalam format GPS Garmin yang merupakan bagian rencana dalam