• Tidak ada hasil yang ditemukan

Authoritarianisme dan Kebebasan Positif Tokoh Utama. dalam Roman Sans Famille Karya Hector Malot. (Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Authoritarianisme dan Kebebasan Positif Tokoh Utama. dalam Roman Sans Famille Karya Hector Malot. (Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm) SKRIPSI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

i

Authoritarianisme dan Kebebasan Positif Tokoh Utama

dalam Roman Sans Famille Karya Hector Malot

(Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sastra Perancis

Oleh

Duma Lamlaba Berutu 2311411004

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

This is the story of your life

A movie starring you

What’s the next scene have for you to do? Leave the dishes in the sink

Leave the story you would write for you Say hey, wake your heart and break apart

The walls that keep you from being you and walk towards the light And don’t stop till you live your life like someone died for you This is the time to try

Step out your life is waiting

And as you fall you’ll find that you can fly

You can find a million words to build a wall of fear Safe behind that wall imprisoned here

Take that somebody step today

To whom you’re meant to be and turn your dreams to plans So you can breathe

Ask anyone whose time is up

What they’d give for what you’ve got and how they’d live your life Live like your life worth dying for

You’ve just walked out that prison door

And you’ll know how to live your life __ Unknown

Infuse your life with action. Don't wait for it to happen. Make it happen.

Make your own future. Make your own hope. Make your own love. And whatever your beliefs, honor your creator, not by passively waiting for grace to come down from upon high, but by doing what you can to make grace happen... yourself, right now, right down here on Earth __ Bradley Whitford

Alors tu auras un avenir, ton espérance ne sera pas déçue __ Proverbes 23 :18

Percayalah pada harapanmu, bukan pada rasa takutmu __ Penulis

Je dédie mon petit œuvre à

Mon père défunt, ma mère, mes sœurs, et mon frère.

Je vous remercie de vous amours, vos encouragements et vos prières sans bornes

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur bagi Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan penyertaan-Nya yang tidak pernah berkesudahan, juga untuk rencana-Nya yang indah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Authoritarianisme dan Kebebasan Positif Tokoh Utama dalam Roman Sans Famille karya Hector Malot (Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu.

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan kemudahan dalam perijinan skripsi ini.

3. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dra. Anastasia Pudjitriherwanti, M.Hum, Ketua Program Studi Sastra Prancis yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Suluh Edhi Wibowo, S.S., M.Hum, selaku Penguji dan dosen wali yang selalu membimbing dan memberikan masukan selama masa perkuliahan.

6. Bapak Ahmad Yulianto, S.S., M.Pd., selaku dosen pembimbing pertama, yang dengan sabar mengarahkan, memberikan masukan, juga memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini

7. Bapak Sunahrowi, S.S., M.A., selaku dosen pembimbing kedua, yang dengan sabar mengarahkan, memberikan masukan, juga memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Ibu Dosen serta Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya.

(7)

vii

9. Keluargaku tercinta (Alm. Bapak P. Berutu, Ibu R. Bancin, Kakakku Kristiana JF Berutu, Adik-adikku Dameimo Berutu dan Advendo L Berutu) atas segala perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa yang tak terbatas hingga terselesaikannya skripsi ini.

10.Gereja-gereja Semarang, khususnya GKI Gereformeerd Semarang dan UKK UNNES

(Unit Kerohanian Kristen) yang menjadi tempat penulis beroleh pengharapan dan kekuatan dalam menjalani hari.

11.Teman-teman Combattant angkatan 11, (Ana, Dyanti, Selvi, Chendy, Fima, Mutti, Hajar, Wendy, Ronal, Arif, Yoga, Angga dan Rizky) atas segala kebersamaan, semangat, dan keakraban yang telah diberikan selama masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini

12.Teman-teman Sastra Perancis 2009, 2010 dan 2012-2015 serta teman-teman dari fakultas-fakultas lain angkatan 2011 untuk dukungan, senyum, dan semangat kalian. 13.Terakhir, semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat sederhana. Oleh karena itu, apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun, senantiasa dapat penulis terima. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Juni 2016

(8)

viii

SARI

Berutu, Duma Lamlaba. 2016. Authoritarianisme dan Kebebasan Positif Tokoh Utama dalam Roman Sans Famille karya Hector Malot (Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm). Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd., Pembimbing II: Sunahrowi, S.S., M.A.

Kata Kunci: Authoritarianisme, Kebebasan Positif, Psikologi Humanistis Erich Fromm,

Sans Famille.

Sans Famille merupakan roman yang ditulis oleh Hector Malot. Roman ini menggambarkan keberanian, integritas dan kesetiaan seorang anak pungut yang bernama Rémi. Dia bertambah besar dalam menghadapi petualangan dan kemalangan tanpa henti. Dia mengikuti Signor Vitalis, pemusik jalanan yang mengembara bersama rombongan pertunjukannya yang terdiri dari tiga ekor anjing dan seekor monyet. Di samping itu, banyak hal yang terjadi. Dia kehilangan orang yang disayanginya, kemudian menemukan sahabat sejatinya, dan terutama, dia berharap menemukan orangtua kandungnya.

Penelitian atas roman Sans Famille tersebut menggunakan teori Psikologi Humanistis Erich Fromm, dengan analisis utama adalah authoritarianisme dan kebebasan positif pada tokoh utama dalam roman tersebut. Faktor penyebab authoritarianisme adalah masokisme dan sadisme, sedangkan faktor penyebab kebebasan positif adalah pra-kebebasan dan kebebasan negatif. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan authoritarianisme dan kebebasan positif yang dialami oleh tokoh utama dalam roman Sans Famille.

Korpus data penelitian ini adalah roman Sans Famille karya Hector Malot. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analitik, sedangkan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi.

Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah : 1) authoritarianisme pada tokoh utama menunjukkan bahwa Rémi adalah orang yang merasa sendirian, cemas dan tidak berdaya sehingga dia berusaha keluar dari penjara perasaan kesendirian, dan ketidakberdayaannya dengan cara menggabungkan diri dengan orang lain. Di samping itu, sebagai orang yang lemah, dia harus mematuhi perintah orang yang lebih kuat darinya dan usaha dalam menyelesaikan kepatuhan tersebut, sering berkedok cinta atau kesetiaan yang tersembunyi. 2) kebebasan positif pada tokoh utama menunjukkan Rémi adalah orang yang bebas, kritis dan mandiri. Gambaran tersebut ditunjukkan dalam keberhasilan Rémi menemukan jawaban atas keberadaan dirinya, dapat mengatasi ketakutan akan kesendiriannya dan selalu berani dalam mengambil keputusan. Selain itu, Rémi juga merupakan sosok yang tidak mau mengorbankan integritasnya dan tetap mempertahankan individualitasnya dalam segala situasi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi mahasiswa program studi Sastra Prancis, dapat menjadi kerangka acuan dan memahami permasalahan-permasalahan psikologis dalam roman berdasarkan authoritarianisme dan kebebasan positif Erich Fromm.

(9)

ix

L’AUTORITARISME ET LA LIBERTÉ POSITIVE DE PERSONNAGE PRINCIPAL DANS LE ROMAN SANS FAMILLE D’HECTOR MALOT (UNE

ETUDE PSYCHOLOGIE HUMANISTE D’ERICH FROMM) Duma Lamlaba Berutu., Ahmad Yulianto., Sunahrowi.

Département des langues et littératures étrangers Faculté des langues et arts, Université d‟État de Semarang

EXTRAIT

Sans Famille est un roman d‟Hector Malot. Ce roman raconte une histoire de courage, d‟intégrité et de fidélité d‟un enfant trouvé nommé Rémi. Il a grandi en affrontant une suite d‟aventures et de mésaventures. Il suivait la troupe du Signor Vitalis qui avait trois chiens et un singe. En outre, il y avait beaucoup d‟évènements survenus. Rémi a dû perdre quelqu‟un qu‟il aimait bien. Ensuite, il a trouvé son véritable ami, et surtout il espérait retrouver ses parents maternels.

Cette recherche a pour but de décrire l‟autoritarisme et la liberté positive de personnage principal selon la théorie psychologie humaniste d‟Erich Fromm. Les facteurs qui causent d‟autoritarisme chez le personnage principal sont le masochisme et le sadisme, tandis que les facteurs qui causent de la liberté positive sont la pré-indépendance et la liberté négative. Cette recherche vise à décrire l‟autoritarisme et la liberté positive de personnage principal dans le roman Sans Famille.

Le corpus de cette recherche est Sans Famille, un roman d‟Hector Malot. La

méthode d‟analyse utilisée dans cette recherche est celle de l‟analyse descriptive, et pour la technique d‟analyse dans cette recherche, je me sers de celle de l‟analyse de contenu.

Après avoir analysé le roman, je peux en conclure que : 1) basé sur l‟autoritarisme de personnage principal, Rémi était un enfant solitaire, anxieuse, et faible, qui essayait de s‟échapper de ses sentiments et de s‟intégrer aux autres. Par contre, il était obligé d‟obéir aux ordres d‟un individu étant plus puissant que lui. Ses efforts se cachent dans l‟amour ou la fidélité. 2) basé sur la liberté positive du personnage principal, Rémi avait des esprits libre, critique, et indépendant. Cette illustration personnelle décrit la réussite de Rémi à trouver la réponse sur l‟existence. En outre, il pouvait surmonter son affreuse solitude, et osait toujours prendre les décisions. Mais au contraire, il ne voulait pas sacrifier son intégrité et même insistait défendre son individualité dans toute la circonstance.

Il est prévu que le résultat de cette recherche puisse donner une nouvelle idée aux étudiants de la section de la Littérature française, surtout à comprendre les problèmes psychologiques dans le roman, en se fondant sur l‟autoritarisme et la liberté positive d‟Erich Fromm.

(10)

x

RÉSUMÉ

Berutu, Duma Lamlaba. 2016. L’autoritarisme et La liberté Positive du Personnage

Principal dans le Roman Sans Famille d’Hector Malot (Une Etude Psychologie Humaniste d’Erich Fromm). Mémoire. Département des Langues et Littératures Etrangères. Faculté des Langues et Arts. Université d‟État de Semarang.

Les mots clés: Autoritarisme, Liberté Positive, Psychologie Humaniste, Sans Famille.

1. L’Introduction

La littérature est une note importante de ce que les hommes ont vu dans la vie, de ce qu‟ils ont vécu de celle-ci, de ce qu‟ils ont pensé et ont ressenti sur ces aspects qui ont l‟intérêt les plus immédiat et durable sur nous tous. En principe, c‟est une expression de la vie par le moyen de langue (Hudson, 1970 :10).

L‟œuvre littéraire est un moyen utilisé par un auteur d‟exprimer ses idées et ses expériences. Elle a un rôle comme connecteur des pensées de l‟auteur à celles des lecteurs. L‟œuvre littéraire peut refléter les opinions de l‟auteur sur de divers problèmes observés dans son environ. La réalité sociale présentée à travers le texte est une illustration de nombreux phénomènes sociaux qui se sont passés dans la société, qui ont été représentés dans de certaines formes de connaissances, et qui ont pour but d‟enrichir la perspective des lecteurs (Sugihastuti 2007: 81-82).

Il existe trois genres littéraires, ce sont la poésie, le roman, et le drame. L‟œuvre littéraire, particulièrement le roman, est créé en vue d‟être appréciée, comprise et utilisée, sans oublier qu‟elle parle en fait d‟une partie des problèmes de la vie, de la philosophie et de la psychologie (Nurgiyantoro 2009 :15).

(11)

xi

Le roman lui-même est une œuvre d‟imagination en prose, qui cherche à retenir le lecteur par l‟intérêt de l‟intrigue, des descriptions, et de l‟analyse des sentiments (Larousse de Poche 1988: 370).

Comme objet de recherche, j‟ai choisi le roman Sans Famille d‟Hector Malot parce qu‟il est le roman le plus connu de toutes les œuvres de l‟auteur et parce qu‟il a reçu des accueils enthousiastes du publique littéraire. Sans Famille est en fait un roman de courage, d‟intégrité et de fidélité qui raconte des expériences vécues par un enfant abandonné qui s‟appelle Rémi. Il grandissait en affrontant une série d‟aventures et de mésaventures dans laquelle il a vécu beaucoup d‟évènements survenus. Ce garçon a dû perdre une personne qu‟il aimait tant, mais finalement il a trouvé son véritable ami et surtout l‟espoir de retrouver ses parents.

2. La Théorie

Je me suis servie de la théorie d‟Erich Fromm dans ma recherche pour la raison de son explication scientifique et as révélation logique sur l‟existence humaine, notamment sur l‟autoritarisme et la liberté positive. Ce dont la théorie parle correspond bien à mon analyse qui se concentre sur comment un enfant abandonné défiait les problèmes de la vie sur laquelle la solitude, l‟anxiété, et la faiblesse dominaient.

À travers ces phénomènes, j‟ai examiné l‟autoritarisme et la liberté positive dans l‟esprit de Rémi, le personnage principal dans ce roman.

2.1 L’Autoritarisme

L‟autoritarisme est une tendance à céder son autonomie individuelle et à s‟intégrer avec quelqu‟un ou quelque chose en dehors de soi afin d‟obtenir la puissance qu‟on ne possède pas.

(12)

xii

Il y a deux facteurs qui causent l‟autoritarisme. Ce sont le masochisme et le sadisme. Le masochisme est la cause de l‟impuissance, de la faiblesse, et de l‟humilité qui s‟intégre dans un individu puissant, et qui se cache souvent derrière l‟amour ou la fidélité. Tandis que, le sadisme a pour but de diminuer l‟anxiété en s‟intégrant à une personne ou à plusieurs personnes (Feist & Feist 2010: 236).

2.2 La Liberté Positive

La liberté positive est un état dans lequel on se sent libre et ne s‟attache pas aux autres. En outre, elle est critique, n‟est pas hésitante, et indépendante, mais reste dans l‟unité humanitaire (Feist & Feist 2010 :237). Les facteurs de la liberté positive sont la pré-indépendance et la liberté négative.

La pré-indépendance est un état lorsqu‟on ne s‟aperçoit de soi-même qu‟une part de la société; tandis que la liberté négative est un état lorsqu‟on se sent libre, mais par contre en même-temps, on s‟attache aux autres. La liberté positive représente la réussite à trouver la réponse sur l‟existence. Elle peut surmonter la solitude affreuse et mais ne veut pas sacrifier son intégrité, et même défend à la fois son individualité dans toute la circonstance.

3. La Méthodologie de la Recherche

Je vise ce roman d‟Hector Malot avec l‟approche de la psychologie parce qu‟il contient de nombreux faits psychologiques. Mon but principal est de trouver et de révéler les éléments de l‟autoritarisme et de la liberté positive comme deux éléments dominants du personnage principal en utilisant la théorie Psychologie Humaniste d‟Erich Fromm.

Les sources des données dans cette recherche sont divisées en deux; ce sont la source des données primaires et celles des données secondaires. Les premières sources sont le roman Sans Famille d‟Hector Malot publié en 1878 et la théorie de la Psychologie

(13)

xiii

Humaniste d‟Erich Fromm; les dernières sont issues de diverses sources liées à cette recherche comme des livres, des articles scientifiques, des e-books, etc.

La méthode dans cette recherche est basée sur la méthode descriptive analytique. Quant à la technique d‟analyse, j‟utilise celle de l‟analyse de contenu.

4. L’Analyse 4.1 L’Autoritarisme

Rémi est le personnage principal dans le roman Sans Famille d‟Hector Malot.

Quand il était encore bébé, il avait été enlevé, mais a été abandonné après. Et puis, un pauvre tailleur de pierre l‟élevait comme son enfant. Au bout d‟un moment, cet home avait l‟intention d‟envoyer Rémi à l‟hospice parce que ses parents ne le cherchait pas jamais. Il avait peur que son père adoptif lui y ait envoyé. Regardez la citation suivante:

1) Il y avait au village deux enfants qu’on appelait « les enfants de l’hospice », ils avaient une plaque de plomb au cou avec un numéro ; ils étaient mal habillés et sales ; on se moquait d’eux ; on les battait. Les autres enfants avaient la méchanceté de les poursuivre souvent comme on poursuit un chien perdu pour s’amuser, et aussi parce qu’un chien perdu n’a personne pour le défendre.

Ah ! je ne voulais pas être comme ces enfants ; je ne voulais pas avoir un numéro au cou, je ne voulais pas qu’on courut après moi en criant : « à l’hospice ! à l’hospice ! »

Cette pensée seule me donnait froid et me faisait claquer les dents.

Basé sur la citation du dessus, Rémi s‟inquièterait de sa vie si ses nourrices l‟envoyaient à l‟hospice. Il savait que les enfants de l‟hospice étaient traités comme des chiens. À cause de sa peur, il s‟est évadé, mais malheureusement ne savait pas où aller. En fait, Rémi a considéré le refuge comme sa source de la sécurité, dans ce cas-là est de se défendre.

(14)

xiv

4.1.1 Les Facteurs de l’Autoritarisme chez Le Personnage Principal.

J‟avais déjà cité le masochisme et le sadisme en tant que les deux facteurs de l‟autoritarisme dans la théorie. J‟ai analysé premièrement les éléments masochistes du personnage principal. Dans ce roman, il est évident que Rémi n‟était pas capable de suivre Signor Vitalis après qu‟il avait décidé de se joindre à sa troupe; mais il devait pourtant affronter une suite d‟aventure. Regardez la citation suivante:

2) Me sauver ! je n’y pensais plus. Où aller d’ailleurs ? chez qui ?

Après tout, ce grand et beau vieillard à barbe blanche n’était peut-être pas aussi terrible que je l’avais cru d’abord ; et s’il était mon maître, peut-être ne serait-il pas un maître impitoyable.

Longtemps nous cheminâmes au milieu de tristes solitudes, ne quittant les landes que pour trouver des champs de brandes, et n’apercevant tout autour de nous, aussi loin que le regard s’étendait, que quelques collines arrondies aux sommets stériles.

Cette citation 2 sur la page précédente décrit que Rémi se sentait incapable de marcher trop long. Il était triste et solitaire de faire le long voyage bien qu‟il ait été avec Signor Vitalis et sa troupe. Il ne pouvait ni refuser son destin ni se sauver de la réalité.

Ensuite, j‟ai analysé les éléments sadiques du personnage principal. En fait, Rémi n‟était pas capable de suivre le pas de son maître et il n‟osait pas lui demander de s‟arrêter pour qu‟ils se soient reposés un instant comme dans la citation suivante:

3) Je traîne les jambes et j’avais la plus grande peine à suivre mon maître. Cependant je n’osais pas demander à m’arrêter.

- Ce sont tes sabots qui fatiguent, me dit-il ; à Ussel je t’achèterai des souliers.… Et je te promets aussi une culotte de velours, une veste et un chapeau. Cela va sécher tes larmes, j’espère, et te donner des jambes pour faire les six lieues, qui nous restent.

- Malgré des souliers et la culotte de velours qui étaient au bout de six lieues qui nous restaient à faire, il me sembla que je ne pourrais pas marcher si loin Heureusement le temps vint à mon aide.

La citation ci-dessus montre que Rémi ne pouvait pas marcher trop long. Comme il était fatigue, il avait du retard loin derrière son patron. Il se ressemblait plutôt à un

(15)

xv

serviteur qui obéissait à son maître. Vu sa tristesse, Signor Vitalis essayait de le consoler afin qu‟il se soit arrêté de pleurer. Grace à lui, Rémi arrivait enfin à diminuer son anxiété et avait du courage à faire les six lieues suivantes.

4.1.2 L’Effet de l’Autoritarisme envers le Personnage Principal

D‟un côté, Rémi avait réussi à sortir de sa solitude et de sa faiblesse, et il s‟est intégré ensuite aux autres. Mais de l‟autre côté, il faisait souvent l‟effort de se cacher derrière l‟amour ou bien la fidélité. On peut le voir dans la citation suivante :

4) Un jour enfin, je me décidai à en faire part à Mme Milligan en lui demandant combien elle croyait qu’il me faudrait de temps pour retourner à Toulouse, car je voulais me trouver devant la porte de la prison juste au moment où mon maître la franchirait.

En entendant parler de départ, Arthur poussa les hauts cris ; « je ne veux pas que Rémi parte ! » s’écria-t-il.

Je répondis que je n’étais pas libre de ma personne, que j’appartenais à mon maître, à qui mes parents m’avaient loué, et que je devais reprendre mon service auprès de lui le jour où il aurait besoin de moi.

Basé sur la citation ci-dessus, on a apercu que Rémi était un serviteur fidèle à son maître. Bien que Mme. Milligan eût fourni ses besoins vitaux, il a préféré se retrouver à côté de son maître. Cette citation-là décrit la gentillesse et la fidélité de Rémi comme le serviteur de son maître.

4.2 La Liberté Positive

Dans sa vie, Rémi avait besoin de quelqu‟un et de quelque chose qui l‟assurait sa sécurité. Cela faisait deux fois que le garcon était oblige de se séparer des gens qu‟il aimait. Premiement de sa nourrice, mère Barberin, et deuxièmement de son maître, Signor Vitalis. Malgré tout, Rémi était reconnaissant de se trouver parmi les gens qui l‟aimaient sincèrement comme dans la citation suivante:

(16)

xvi

5) C’était là une vie douce et heureuse pour un enfant qui, comme moi, n’avait quitté la chaumière de mère Barberin que pour suivre sur les grandes routes le Signor Vitalis.

Deux fois j’avais vu se briser ou se dénouer les liens qui m’attachaient à ceux que j’aimais : la première, lorsque j’avais été arraché d’auprès de mère Barberin ; la seconde, lorsque j’avais été séparé de Vitalis ; et ainsi deux fois je m’étais trouvé seul au monde, sans appui, sans soutien, n’ayant d’autres amis que mes bêtes. Et voilà que, dans mon isolement et dans ma détresse, j’avais trouvé quelqu’un qui m’avait témoigne de la tendresse, et que j’avais pu aimer ; une femme, une belle dame, douce, affable et tendre, un enfant de mon âge qui me traitait comme si j’avais été son frère.

Quelle joie, quel bonheur pour un cœur qui, comme le mien, avait tant besoin d’aimer !

La citation ci-dessus explique que Rémi a trouvé une belle vie après qu‟il avait quitté sa nourrice et il s‟était séparé de son maître. Il vivait seul au monde sans appui et soutien de personne. Alors, il a trouvé finalement quelqu‟un qui l‟aimait et un enfant qui le traitait comme son frère.

4.2.1 Les Facteurs de la Liberté Positive Chez le Personnage Principal

Il y a deux facteurs qui causent la liberté positive. Ce sont la pré-indépendance et la liberté négative. Premièrement, j‟ai analysé une des données de la pré-indépendance. Dans ce phénomène, quelqu‟un se considère comme une partie de la société. Regardez la citation suivante :

6) Je suis un enfant trouvé. Mais, jusqu’à huit ans, j’ai cru que, comme tous les autres enfants, j’avais une mère, car lorsque je pleurais, il y a avait une femme qui me serrait si doucement dans ses bras en me berçant, que mes larmes s’arrêtaient de couleur.

Jamais je ne me couchais dans mon lit sans qu’une femme vienne m’embrasser, et, quand le vent de décembre collait la neige contre les vitres blanchies, elle me prenait les pieds entre ses deux mains et elle restait à me les réchauffer en me chantant une chanson, dont je retrouve encore dans ma mémoire l’air et quelques paroles.

Cette citation nous a montré que d‟une part, Rémi se contentait d‟être avec sa nourrice comme d‟autres enfants. Il ne connaîssait pas la vérité de l‟existence parce qu‟il

(17)

xvii

recevait toujours l‟attention de sa nourrice. D‟autre part, il n‟était qu‟un enfant trouvé qui a été élevé par une mère comme son propre enfant.

Ensuite, j‟ai analysé une des données de liberté négative. Dans ce type de liberté, il a perdu la sécurité quand il jouissait de sa vie. Regardez la citation suivante:

7) Quand j’avais une querelle avec un de mes camarades, elle me faisait conter mes chagrins, et presque toujours elle trouvait de bonnes paroles pour me consoler ou me donner raison.

Par tout cela et par bien d’autres choses encore, par la façon dont elle me parlait, par la façon dont elle me regardait, par ses caresses, par la douceur qu’elle mettait dans ses gronderies, je croyais qu’elle était ma mère.

Voici comment j’appris qu’elle n’était que ma nourrice.

Cette citation a décrit que d‟une part Rémi recevait l‟attention et l‟affection de la femme dont on avait parlé auparavant. Elle l‟élevait comme son enfant, de sorte que Rémi ait cru qu‟elle était sa mère. D‟autre part, quand il jouissait de sa bonté, il savait qu‟elle n‟était que sa nourrice.

4.2.2. L’Effet de la Liberté Positive envers le Personnage Principal

Grâce à l‟effet de la liberté positive, Rémi avait réussi à avoir la réponse sur l‟existence. Il avait trouvé la vérité par son propre effort; et notamment qu‟il a rencontré sa mère après une longue attente et une recherche inlassable. On peut le voir dans la citation suivante :

8) Sans troubler, Mme Milligan – maintenant je peux dire ma mère, -…

Je pus me jeter dans les bras que ma mère me tendait et l’embrasser pour la première fois en même temps qu’elle m’embrassait elle-même.

Basé sur la citation ci-dessus, on aperçoit que Rémi a trouvé sa mère. Il était heureux quand il pouvait finalement l‟appeler « ma mère ». Il pouvait sentir l‟embrassade et la tendresse pour la première fois dans sa vie.

(18)

xviii

4.3 Le Lien entre l’Autoritarisme et la Liberté Positive

L‟autoritarisme et la liberté positive sont les moyens d‟un individu d‟obtenir un sens et un ensemble dans la vie. L‟autoritarisme est une méthode pour gagner le sentiment de sécurité, tandis que la liberté positive est un effort pour s‟intégrer aux autres sans sacrifier son intégrité.

Rémi avait quitté sa nourrice, et il s‟est joint à la troupe du Signor Vitalis. Malgré cela, il avait besoin encore de quelque chose comme le refuge. Regardez la citation suivante :

9) Le ciel, qui avait été bleu depuis notre départ, s’emplit peu à peu de nuages gris, et bientôt il se mit à tomber une pluie fine qui ne cessa plus. Avec sa peau de mouton, Vitalis était assez bien protégé, et il pouvait abriter Joli-Cœur qui, à la première goutte de pluie, était promptement rentré sa cachette.

Mais les chiens et moi, qui n’avions pas tardé à être mouilles jusqu’à la peau ; encore les chiens pouvaient-ils de temps se secouer, tandis que, ce moyen naturel n’étant pas fait pour moi, je devais marcher sous un poids qui m’écrasait et me glaçait …

Mais il n’y avait pas d’auberge dans ce village, et personne ne voulut recevoir une sorte de mendiant qui traînait avec lui un enfant et trois chiens aussi crottés les uns que les autres. Enfin un paysan plus charitable que ses voisins voulut bien nous ouvrier la porte d’une grange.

La citation ci-dessus montre que Rémi a vécu une mauvaise expérience dans laquelle il devait marcher sous la pluie glaciale. Il avait besoin de s‟abriter contre le mauvais temps, mais personne ne lui a offert un abri. Mais enfin il a rencontré un paysan qui était prêt à ouvrir la porte d‟une grange pour lui.

5. La Conclusion

Basé sur l‟analyse des problèmes dans le roman Sans Famille d‟Hector Malot selon une perspective du Psychologie Humaniste d‟Erich Fromm, je peux en conclure que:

(19)

xix

Premièrement, basé sur l‟autoritarisme du personnage principal, Rémi est une personne solitude, anxieuse, et faible. D‟un côté, il essaie de sortir de ses sentiments et de s‟intégrer aux autres. D‟autre côté, il doit obéir aux ordres d‟une personne étant plus puissante que lui, et ces efforts sont souvent cachés derrière l‟amour ou la fidélité.

Deuxièmement, basé sur la liberté positive du personnage principal, il est libre, critique, et indépendant. Cette illustration décrit la réussite de Rémi à trouver la réponse de son existence. Il a réussi à surmonter sa solitude affreuse, et a osé à chaque fois prendre les décisions. U contraire, il ne voulait pas sacrifier son intégrité et même défendait son individualité dans toute la situation.

6. Les Remerciements

Je tiens à remercier mon père défunt, ma mère, mes sœurs, et mon frère de m‟avoir supportée et de m‟avoir comblée de leur amour sans bornes. Ensuite, je remercie également mes professeurs de m‟avoir guidée. Et finalement, je remercie aussi mes amis de leurs joies et de leurs gentillesses.

7. La Bibliographie

Arifin, Winarsih & Farida Soemargana. 2007. Kamus Perancis - Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Feist, Jess & Gregory J Feist. 2010. Teori Kepribadian: Theories of Personality. Jakarta: Salemba Humanika.

Hudson, William Henry. 1970. An Introduction to the Study of Literature. London: D. C. HEATH & CO., PUBLISHERS

Librairie Larousse Canada. 1988. Larousse De Poche: Dictionnaire Des Noms Communs, De Noms Propres, Précis Grammaire. Canada: Distributeur exclusif au Canada; les Editions Françaises Inc.

Malot, Hector. 1878. Sans Famille. La Bibliothèque Électronique du Québec. Volume 9: version 1.2.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(20)

xx

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii PENGESAHAN………. iii PERNYATAAN………. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………. v

PRAKATA…………..……… vi

SARI……… vii

EXTRAIT………. ix

RESUMÉ……….. x

DAFTAR ISI……….xx

DAFTAR LAMPIRAN……….. xxii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………1 1.2Rumusan Masalah………..11 1.3Tujuan Penelitian ………...12 1.4Manfaat Penelitian ………..12 1.5Sitematika Penelitian ………..13

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS 2.1 Kajian Pustaka……….15

2.2 Landasan Teoritis………16

2.2.1 Psikologi Sastra……….16

(21)

xxi

2.2.3 Psikologi Humanistis Erich Fromm………..22

2.2.3.1 Authoritarianisme………..26

2.2.3.2 Kebebasan Positif………..27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian………..33

3.2 Data dan Sumber Data……….34

3.3 Teknik Pengumpulan Data………..35

3.4 Teknik Analisis Data………..36

3.5 Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data………..37

3.5.1 Analisis Isi Laten……….37

3.5.2 Analisis Isi Komunikasi………..39

BAB 4 AUTHORITARIANISME DAN KEBEBASAN POSITIF TOKOH UTAMA DALAM ROMAN SANS FAMILLE KARYA HECTOR MALOT 4.1 Authoritarianisme………..42

4.1.1 Faktor Penyebab Authoritarianisme pada Tokoh Utama………47

4.1.2 Dampak Authoritarianisme pada Tokoh Utama……….53

4.2 Kebebasan Positif………..58

4.2.1 Faktor Penyebab Kebebasan Positif pada Tokoh Utama………64

4.2.2 Dampak Kebebasan Positif terhadap Tokoh Utama………...68

4.3 Hubungan Antara Authoritarianisme dan Kebebasan Positif………...72

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan………78

5.2 Saran………..79

DAFTAR PUSTAKA………80 LAMPIRAN

(22)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Biografi Hector Malot

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra tidak lain dari catatan penting tentang apa yang telah dirasakan manusia di dunia. Sastra tersebut juga memiliki hubungan yang jelas dalam kehidupan. Seperti yang dijelaskan Hudson (1970:10) bahwa:

Literature is the vital records of what men have seen in life, what they have experienced of it, what they have thought and felt about these aspects of it which have the most immediate and enduring interest for all of us. It is thus fundamentally an expression of life through the medium of language”.

“Sastra adalah catatan penting dari apa yang telah dilihat manusia dalam kehidupan, apa yang telah mereka alami, apa yang telah mereka pikirkan dan rasakan tentang aspek-aspek yang telah berlangsung dan abadi yang telah menarik perhatian bagi kita semua. Dengan demikian, pada dasarnya sastra merupakan ekspresi kehidupan melalui media bahasa”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008) dijelaskan bahwa sastra adalah “karya tulis yang bila dibandingkan dengan tulisan lain, dengan ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya”. Karya sastra berarti karangan yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan cara yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri.

(24)

2

Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupan sebagai mediumnya. Sastra adalah karya yang bersifat ambigu, asosiatif, ekpresif, konotatif, dan menunjukkan sikap penulis atau pembacanya. Meskipun bersifat imajinatif, karya sastra diciptakan berdasarkan kenyataan, tetapi kenyataan yang ada dalam unsur karya sastra bukan kenyataan yang apa adanya (Semi 2012:169).

Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya. Peran karya sastra sebagai media adalah untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang yang ingin disampaikan kepada pembaca. Karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara yang unik, yaitu tanpa berkesan mengguruinya (Sugihastuti, 2007:81-82).

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Ratna (2008:305) yang menyatakan bahwa hakikat karya sastra adalah imajinasi yang dilukiskan melalui bahasa dan dilakukan oleh pengarang, tetapi bila tanpa didasarkan atas dan diinvestasikan terhadap pemahaman mengenai kenyataan dalam masyarakat, maka karya sastra tersebut akan berubah menjadi dongeng, cerita khayal, bahkan sebagai ilmu pengetahuan. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa karya sastra juga erat hubungannya dengan masyarakat karena dalam hal penciptaan karya sastra, masyarakat dan seluruh pernik kehidupannya adalah sumber inspirasi. Dan perhatian terhadap masyarakat justru meningkatkan pemahaman terhadap karya sastra karena sebagai bagian integral masyarakat. Karya sastra pada dasarnya

(25)

3

secara keseluruhan disusun berdasarkan model-model masyarakat. Oleh karena karya sastra disusun dengan menggunakan kata-kata, maka karya sastra disebut “dunia dalam kata” yakni dunia yang dihuni oleh tokoh-tokoh fiksional. Masyarakat yang dilukiskan adalah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana dialami oleh pengarang, bedanya masyarakat tersebut sudah bercampur dengan emosi, obsesi, cita-cita dan citra pengarang.

Yassin seperti dikutip dalam Nurgiyantoro (2009:15) menyatakan bahwa karya sastra terbagi menjadi tiga jenis yaitu puisi, novel (atau yang sering disebut dengan roman), dan drama. Karya sastra khususnya roman diciptakan oleh pengarang dengan tujuan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan tanpa melupakan bahwa karya sastra sebenarnya merupakan bagian masalah hidup, filsafat dan ilmu jiwa. Roman adalah cerita yang ditulis dalam bahasa roman yaitu rakyat Perancis pada abad pertengahan. Roman juga dapat diartikan sebagai cerita prosa yang melukiskan pengalaman lahir dari beberapa orang yang berhubungan satu sama lain dalam suatu keadaan.

Dalam Dictionnaire Larousse De Poche, (1988 :370) dijelaskan seperti kutipan berikut ini :

“Roman est une oeuvre d’imagination en prose, qui cherche à retenir le lecteur par l’intérêt de l’intrigue, des descriptions, et l’analyse des sentiments”.

Roman adalah karya imajinasi dalam prosa, yang menarik perhatian pembaca dari alur ceritanya yang menarik, dari penggambarannya, dan penguraian keindahan-keindahannya”.

Untuk memperkuat beberapa pendapat tentang roman tersebut seperti dikutip dari www.wikipedia.org/wiki/Prosa (diunduh 26/10/2015; pukul 20:15) dijelaskan bahwa roman merupakan bentuk prosa baru (karangan prosa timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat) yang mengisahkan kehidupan pelaku utamanya dengan segala

(26)

4

suka dukanya. Dalam roman, pelaku utamanya sering diceritakan mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa atau bahkan sampai meninggal. Roman mengungkap adat atau aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail dan menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut .

Dalam penelitian ini, peneliti memilih roman yang berjudul “Sans Famille” yang

berarti “Sebatang Kara” karya Hector Malot sebagai objek penelitian karena roman ini

merupakan roman yang paling populer dari keseluruhan karyanya dan telah mendapat apresiasi yang sangat luas. Di samping itu, kisah keberanian, integritas, dan kesetiaan anak yang sebatang kara tersebut, layak menjadi contoh bagi anak-anak di jaman sekarang karena sangat sulit menemukan seorang anak yang sekaligus memiliki keberanian, integritas dan kesetiaan di dunia nyata sehingga peneliti tertarik mengungkap kisah tersebut lebih dalam.

Roman Sans Famille pada awalnya bukanlah sebuah karya sastra anak-anak atau remaja, tetapi dalam perkembangannya Sans Famille lebih populer sebagai roman anak-anak dan remaja. Libraire de La Societe de Gens de Lettres mempublikasikan pertama kali roman Sans Famille pada tahun 1878. Pada tahun 1934 di Prancis, roman Sans Famille diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama. Senza Famiglia adalah judul film layar lebar dari roman Sans Famille yang dibuat oleh industri perfilman Italian pada tahun 1946. Kemudian pada tahun 1965 dibuat versi film televisi dengan judul Le Théâtre de la Jeunesse : Sans Famille. Pada tahun 1961 dibuat juga dalam film Hongkong yang berjudul Nobody’s Child. Kisah Sans Famille juga sudah pernah dibuat animasinya dalam banyak versi pada tahun 1970 oleh perusahaan perfilman asal Jepang

(27)

5

yaitu Toei Animation yang berjudul Chibikko Rémi to Meiken Capi dan tahun 1977-1987 oleh Tokyo Movie Shinsha dengan judul Nobody’s Boy: Rémi Le Naki Ko dengan total 51 episode anime.

Kemudian pada tahun 1981 Sans Famille ditayangkan di Paris dengan 6 part TV series oleh TF1 yang dibintangi oleh Petula Clark. Selanjutnya pada tahun 1984 di Uni Soviet dalam bahasa Rusia dengan judul Bez Semyi. Bukan hanya animasi, Jepang juga membuat drama dari kisah Sans Famille yang berjudul Nobody’s Girl (Le Naki Ko) dalam 2 season dengan total 25 episode drama seri TV, yang dibintangi Yumi Adachi, Takeshi Naito, Yoshiko Tanaka, et al. Awalnya diproduksi sebagai hari penghormatan 3 season modern untuk karya Masterpiece klasik oleh Hector Malot tapi dalam 2 season dengan tema yang lebih realistis dan kontroversial menyebabkan penolakan dari beberapa penonton lainnya. Kemudian Jepang membuat anime lagi dengan judul Rémi, Nobody Girl (Le Naki Ko Rémi) sebanyak 26 episode anime serial TV, pembuatan terakhir di

Nippon Animation’s World Masterpiece Theatre Series. Versi ini membuat perubahan besar untuk alur ceritanya, yang mengubah Remi (disuarakan oleh aktris pop star/ suara legendaris Mitsuko Horie) menjadi seorang gadis dan menjadikannya seorang penyanyi anak.

Kemudian seri ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh jaringan TV di seluruh dunia, termasuk Asia Tenggara (juga sempat ditayangkan rutin di salah satu TV swasta Indonesia) dan Asia Selatan. Selain itu, roman Sans Famille juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, yaitu bahasa Italia (Senza Famiglia), Spanyol (Sin Familia), Jerman (Heimatlos), Romania (Singur Pe Lume), Belanda (Alleen Op De Wereld), Vietnam (Không Gia Dinh) dan Inggris (Nobody’s Boy). Cerita Sans Famille selain

(28)

6

berbentuk roman juga banyak dibuat versi Fançais facile-nya atau versi yang mudah dipahami, salah satunya dibuat oleh penerbit Hachette di Paris yang diadaptasi oleh Christine Ferreire pada tahun 1962. Versi Français facile tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Tanti Lesmana yang berjudul “Sebatang Kara” yang diterbitkan

oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, di Jakarta pada tahun 2010. Dan terjemahan terbaru

Sans Famille dalam bahasa Inggris yang berjudul “Alone in the World” oleh Adrian de

Bruyn, pada tahun 2007 (http://www.wikipedia.org/wiki/Sans_Famille [diunduh 2015/04/20 pukul 20:05]).

Roman Sans Famille merupakan karya Masterpiece klasik tentang keberanian, integritas, dan kesetiaan. Roman tersebut menceritakan sebuah kisah perjalanan panjang seorang anak yang bernama Rémi dalam mengatasi kehidupan di jalanan. Ketika masih bayi, Rémi diculik dan di tinggalkan disebuah jalanan di Paris. Seorang pemotong batu yang miskin mengangkatnya sebagai anak, tetapi kemudian menjualnya kepada Signor Vitalis, pemusik jalanan yang membawa Rémi berkelana bersama rombongan pertunjukannya yang terdiri atas anjing-anjing (Capi, Dulce, Zerbino) dan seekor kera (Joli-Coeur). Dari Signor Vitalis-lah Remi belajar bermain musik, dan orangtua ini menjadi pengganti sosok ayah baginya. Berbagai peristiwa dialaminya : kehilangan orang yang disayangi, menemukan sahabat sejati, dan terutama : harapan untuk menemukan kembali orangtua kandungnya.

Pengaruh dari kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau menyatukan diri dari keterasingan terhadap masyarakat selama Remi berkelana keliling Prancis mempengaruhi kehidupan Remi itu sendiri. Remi dapat belajar bermusik, bernyanyi, berbahasa Inggris, belajar arti sebuah kesetiaan, integritas dan keberanian dari kehidupannya yang sebatang

(29)

7

kara di Prancis. Hal tersebut yang secara tidak disadari bahwa pengaruh lingkungan sangatlah berdampak besar terhadap perkembangan dan sifat anak.

Karya sastra, baik novel, drama dan puisi di jaman modern ini sarat dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi : kejiwaan pengarang, para tokoh fiksional dalam kisahan dan pembaca. Karya fiksi psikologis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur atau peristiwa (Minderop 2013 :53).

Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop 2013:3). Psikologi juga merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan, berbicara, duduk, berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya (www.belajarpsikologi.com /pengertian-psikologi/ diunduh 2015//11/06 pukul 14.00).

Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang dialami dan dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Dengan demikian objek ilmu psikologi sangat luas, maka dalam perkembangannya ilmu psikologi dikelompokkan dalam beberapa bidang yaitu psikologi umum, psikologi faal, psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, psikologi klinis, psikologi konseling, psikologi abnormal,

(30)

8

psikologi pendidikan, psikologi diagnostik, psikologi sosial, psikologi industri, psikologi humanistis, psikologi sastra dan lain-lain. Selain itu, psikologi juga terbagi dalam beberapa metodologi di antaranya: metodologi eksperimental, observasi ilmiah, sejarah kehidupan (metode biografi) dan wawancara. Metode wawancara tersebut terbagi dalam beberapa teknik seperti angket, pemeriksaan psikologi, metode statistik dan metode analisis karya. Metode analisis karya tersebut dilakukan dengan cara menganalisis hasil karya seperti gambar-gambar, buku harian atau karangan yang telah dibuat. Hal ini karena karya dapat dianggap sebagai pencetus dari keadaan jiwa seseorang (www.wikipedia.com/wiki/psikologi/ [diunduh 2015/11/06 pukul 14.30]).

Tidak semua sikap manusia tampil secara dominan dan bersamaan dalam diri seorang individu. Banyak orang percaya bahwa masing-masing individu memiliki karakteristik kepribadian atau pembawaan yang menandainya. Pembawaan yang mencakup dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan karakteristik seseorang yang menampilkan cara ia beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan, itulah yang disebut kepribadian (Santrock dalam Minderop, 2013:4).

Kepribadian dalam psikologi bisa mengacu pada pola karakteristik perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh potensi sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman budaya dan pengalaman unik yang mempengaruhi seseorang sebagai individu. Pendekatan teoritis untuk memahami kepribadian mencakup kualitas nalar, psikoanalisis, pendidikan sosial, dan teori-teori humanistik:

(31)

9

Personality refers to the characteristic patterns of behavior and ways of thinking that determine a person’s adjustment to his environment. Personality is shaped by inborn potential as modified by experiences common to the culture and subcultural group (such as sex roles) and unique experiences that affect the person as an individual. The major theoretical approach to an understanding of personality include trait, psychoanalytic, social learning, and humanistic theories

(Hilgard, et al via Minderop, 2013:4)”

“Kepribadian mengacu pada pola karakteristik perilaku dan cara berpikir yang menentukan penyesuaian seseorang terhadap lingkungannya. Kepribadian kemungkinan dibentuk oleh pembawaan sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman bersama budaya dan kelompok cabang kebudayaan (misalnya peran gender) dan pengalaman unik yang mempengaruhi seseorang sebagai individu. Pokok pendekatan teoritis untuk memahami kepribadian mencakup perilaku, psikoanalisis, pembelajaran sosial, dan teori-teori humanistik”.

Untuk memperkuat pernyataan tersebut, peneliti akan menggunakan teori psikologi sastra untuk memahami aspek-aspek psikologi yang terkandung di dalam roman Sans Famille. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu : a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan para tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Dan pada dasarnya, psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2008 :343).

Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Mungkin aspek „dalam‟ ini yang acap kali bersifat subjektif, yang membuat para pemerhati sastra menganggapnya berat. Sesungguhnya belajar psikologi sastra amat indah, karena kita dapat memahami sisi kedalaman jiwa manusia, jelas amat luas dan amat dalam (Endraswara, 2008 :16).

(32)

10

Psikologi sastra juga merupakan telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan. Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk sadar (conscious)

(Endraswara, 2008 :96). Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat dalam cerita. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendekatan psikologi karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun imajinatif, dapat menampilkan berbagai problem psikologis.

John Keble berpendapat kedekatan antara karya sastra dan psikologi dapat dicermati melalui, misalnya karya-karya sastra yang merupakan ungkapan pemuasan motif konflik desakan keinginan dan nafsu yang ditampilkan para tokoh untuk mencari kepuasan imajinatif yang dibarengi dengan upaya menyembunyikan dan menekan perasaan dengan menggunakan „cadar‟ atau „penyamar‟ dari lubuk hati yang paling dalam (sebagaimana dikutip Abrams dalam Minderop, 2013 :57). Gelora jiwa dan nafsu yang tampil melalui para tokoh ini yang harus digali oleh peneliti yang tentunya berdasarkan analisis secara instrinsik terlebih dahulu dan selanjutnya didekati melalui pendekatan psikologi.

(33)

11

Peneliti memilih Psikologi Humanistis yang berpayung pada Psikologi Sastra dalam penelitian ini dikarenakan :1) teori psikologi sastra dapat mengevaluasi karya sastra, menggali lebih dalam problem-problem kejiwaan tokoh bisa berupa konflik, kelainan perilaku, dan bahkan kondisi psikologis yang lebih parah sebagaimana dialami manusia di dalam kehidupan nyata, dan; 2) teori psikologi humanistis Erich Fromm berasumsi lebih melihat manusia dari sudut pandang sejarah yang didasari akan keberadaan manusia seperti keterasingan dan kesendirian yang menakutkan, dan juga menemukan jawaban atas keberadaan manusia untuk kabur dari kebebasan melalui pelarian, sehingga teori tersebut sangat relevan untuk menganalisis roman Sans Famille

karya Hector Malot.

Dalam penelitian ini akan dikaji fenomena psikologis tokoh utama roman Sans Famille dengan menggunakan teori Psikologi Humanistis Erich Fromm, yaitu authoritarianisme dan kebebasan positif.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah authoritarianisme tokoh utama dalam roman Sans Famille

karya Hector Malot?

b. Bagaimanakah kebebasan positif tokoh utama dalam roman Sans Famille

(34)

12

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mendeskripsikan authoritarianisme tokoh utama dalam roman Sans Famille karya Hector Malot

b. Mendeskripsikan kebebasan positif dalam tokoh utama roman Sans Famille karya Hector Malot.

1.4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian kajian authoritarianisme dan kebebasan positif tokoh utama dalam roman Sans Famille karya Hector Malot ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumber referensi baru bagi ranah kepustakaan penelitian, khususnya di bidang sastra, dan menambah pengetahuan tentang analisis karya sastra, terutama analisis roman yang menggunakan teori authoritarianisme dan kebebasan positif.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis, yaitu:

1. Secara umum, membantu para pembaca dalam memahami isi roman dan memberikan pemahaman karya sastra, terutama tentang

(35)

permasalahan-13

permasalahan psikologi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa dan kepribadian seseorang.

2. Secara khusus, memberikan masukan bagi para mahasiswa dalam memahami isi dan meneliti karya sastra Perancis terutama roman, sebagai bahan rujukan penelitian yang menggunakan teori authoritarianisme dan kebebasan positif bagi peneliti berikutnya.

1.5

Sistematika Penelitian

Secara garis besar penulisan skripsi ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal skripsi, inti skripsi, dan akhir skripsi. Bagian awal berisi halaman judul, halaman pernyataan, halaman pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, résumé, dan daftar isi.

Bab I berisi Pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II berisi Landasan Teori. Dalam bab ini diuraikan landasan teori yang digunakan sebagai pedoman dalam skripsi ini yaitu Authoritarianisme dan Kebebasan Positif sebagai Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm.

Bab III berisi Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan Penelitian, Data dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Analisis Data, Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data.

Bab IV berisi Hasil dan Pembahasan. Dalam bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan Authoritarianisme dan Kebebasan Positif sebagai

(36)

14

Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm dalam roman Sans Famille karya Hector Malot

Bab V berisi Penutup yang berupa Kesimpulan dan Saran.

(37)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai maupun yang menjadikan roman Sans Famille karya Hector Malot sebagai objek penelitian.

Penelitian terhadap roman Sans Famille karya Hector Malot telah dilakukan

pertama, oleh Renat Galih Gunara dalam skripsinya yang berjudul “Nilai Moral Dalam Roman Sans Famille karya Hector Malot Tinjauan Lima Kode Semiotika Roland Barthes” pada tahun 2012 (UGM). Dalam skripsi tersebut peneliti menganalisis masalah

moral yang terkandung dalam cerita dan berusaha mengungkap apa saja nilai-nilai moral yang terkandung dan dapat dipetik dari roman Sans Famille.

Kedua, oleh Ikhda Rizky Nurbayu, dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak Dalam Novel Sans Famille Karya Hector Malot (Tinjauan Psikologi Sosial)” pada tahun 2013 (UGM). Dalam

skripsi tersebut peneliti menganalisis pengaruh lingkungan sosial apa saja yang membentuk kepribadian Remi dengan menggunakan teori belajar sosial Albert Bandura. Penelitian tersebut menghasilkan pemaparan dan penjelasan dari apa saja yang menjadi pengaruh lingkungan sosial yang membentuk kepribadian Remi dalam bertingkah laku.

Ketiga, oleh Elysa Tuken Liling Padang, dalam thesisnya yang berjudul

(38)

16

(UNHAS). Dalam thesis tersebut peneliti menganalisis perkembangan tokoh utama, Remi, dalam novel Sans Famille dengan menggunakan teori psikologi perkembangan Erikson yang meliputi tahap dasar kepribadian manusia dan pendekatan struktural untuk mencermati hubungan Remi dengan tokoh-tokoh lain dalam cerita. Penerapan psikologi Erikson menghasilkan kesimpulan bahwa kemandirian tokoh Remi dipengaruhi oleh faktor pola asuh dan faktor lingkungan.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, khususnya kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm terhadap roman Sans Famille belum pernah dilakukan, sehingga dapat dipastikan bahwa penelitan dengan judul “Authoritarianisme dan Kebebasan Positif dalam Roman Sans Famille Karya Hector Malot (Kajian Psikologi Humanistis Erich Fromm)” belum pernah dilakukan sebelumnya dan dapat dipertanggung jawabkan keorisinalitasannya.

2.2 Landasan Teoritis

Penelitian ini menggunakan teori authoritarianisme dan kebebasan positif untuk menganalisis fenomena psikologis tokoh utama dalam roman Sans Famille karya Hector Malot sebagai sebuah kajian psikologi humanistis Erich Fromm. Dalam bab ini akan diuraikan teori yang digunakan sebagai pedoman dalam skripsi tersebut yang dikemukakan oleh beberapa para ahli dan berikut penjabarannya:

2.2.1 Psikologi Sastra

Psikologi sastra merupakan sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Mungkin aspek „dalam‟ ini acap kali bersifat subjektif, yang membuat para pemerhati sastra menganggapnya berat. Sesungguhnya belajar psikologi sastra amat

(39)

17

indah, karena kita dapat memahami sisi kedalaman jiwa manusia, jelas amat luas dan amat dalam (Endraswara sebagaimana dikutip Minderop, 2013: 59). Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman itu sering pula dialami oleh orang lain.

Psikologi sastra juga merupakan telaah sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya sastra psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan. Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal, pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk sadar (conscious)

(Endraswara, 2008:96). Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat dalam cerita. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendekatan psikologi karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun imajinatif, dapat menampilkan berbagai problem psikologis.

John keble berpendapat kedekatan antara karya sastra dan psikologi dapat dicermati melalui, misalnya karya-karya sastra yang merupakan ungkapan pemuasan motif konflik desakan keinginan dan nafsu yang ditampilkan para tokoh untuk mencari kepuasan imajinatif yang dibarengi dengan upaya menyembunyikan dan menekan

(40)

18

perasaan dengan menggunakan „cadar‟ atau „penyamar‟ dari lubuk hati yang paling dalam (Abrams sebagaimana dikutip dalam Minderop, 2013:57). Gelora jiwa dan nafsu yang tampil melalui para tokoh ini yang harus digali oleh peneliti yang tentunya berdasarkan analisis secara instrinsik terlebih dahulu dan selanjutnya didekati melalui pendekatan psikologi.

Psikologi sastra bertujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya tetapi bukan berarti sama sekali terlepas dari kebutuhan masyarakat. Karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakatnya secara tidak langsung melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya kaitannya dengan psike (Ratna, 2008:342).

Ratna (2008:343) mengungkapkan bahwa terdapat tiga cara untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan para tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Dan psikologi sastra pada dasarnya memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Sebagai dunia dalam kata karya sastra memasukkan aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya pada manusia. Pada umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan.

(41)

19

2.2.2 Psikologi Kepribadian

Karakteristik individu tidak selalu muncul secara dominan dan bersamaan dalam diri seorang individu. Banyak orang percaya bahwa masing-masing individu memiliki karakteristik kepribadian atau pembawaan yang menandainya. Pembawaan yang mencakup dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan karakteristik seseorang yang menampilkan cara ia beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan, inilah yang disebut kepribadian (Santock sebagaimana dikutip dalam Minderop, 2013: 4).

Kepribadian dalam psikologi bisa mengacu pada pola karakteristik perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh potensi sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman budaya dan pengalaman unik yang memengaruhi seseorang sebagai individu. Pendekatan teoritis untuk memahami kepribadian yang mencakup kualitas nalar, psikoanalisis, pembelajaran sosial, dan teori-teori humanistik:

Personality refers to the characteristic patterns of behavior and ways of thinking that determine a person’s adjustment to his environment. Personality is shaped by inborn potential as modified by experiences common to the culture and subcultural group (such as sex roles) and the unique experiences that affect the person as an individual. The major theoretical approach to an understanding of personality include trait, psychoanalytic, social learning, and humanistic theories

(Hilgard, et al., sebagaimana dikutip dalam Minderop, 2013:4).

“Kepribadian mengacu pada pola karakteristik perilaku dan cara berpikir yang menentukan penyesuaian seseorang terhadap lingkungannya. Kepribadian kemungkinan dibentuk oleh pembawaan sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman bersama budaya dan kelompok cabang kebudayaan (misalnya peran gender) dan pengalaman unik yang mempengaruhi seseorang sebagai individu. Pokok pendekatan teoritis untuk memahami kepribadian mencakup perilaku, psikoanalisis, pembelajaran sosial, dan teori-teori humanistik”.

(42)

20

“The study of personality is the study of how people come to be what they are. Of course people differ widely in what they have learned; each person is indeed unique. But all have learned in accordance with same general laws. The essential point here is that there are no laws of personality functioning apart from the laws of general psychology”.

“Kajian kepribadian adalah kajian mengenai bagaimana seseorang menjadi dirinya sendiri, walaupun semua berdasarkan hukum yang berlaku umum. Hal yang penting ialah tidak ada hukum kepribadian yang terpisah dari teori psikologi pada umumnya”.

Dalam pandangan eksperimental, kajian kepribadian juga merupakan suatu proses yang harus dipahami dengan mempelajari peristiwa yang mempengaruhi perilaku seseorang melalui kontribusi peristiwa tersebut terhadap kepribadian si individu. Dalam pandangan sosial, kajian kepribadian dalam kaitannya dengan konteks sosial dan perkembangan kehidupan harus dipahami melalui kontribusi model dan peran kebudayaan serta kebudayaan itu sendiri (Krech et al., sebagaimana dikutip dalam Minderop, 2013:8). Dengan demikian, kepribadian adalah suatu integrasi dari semua aspek kepribadian yang unik dari seseorang menjadi organisasi yang unik, yang menentukan, dan dimodifikasi oleh upaya seseorang beradaptasi dengan lingkungannya yang selalu berubah.

Psikologi kepribadian adalah psikologi yang mempelajari kepribadian manusia dengan objek penelitian faktor-faktor yang memengaruhi tingkah laku manusia. Dalam psikologi kepribadian dipelajari kaitan antara ingatan atau pengamatan dengan penyesuaian diri pada individu. Sasaran pertama, psikologi kepribadian ialah memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia. Karya-karya sastra, sejarah, dan agama bisa memberikan informasi berharga mengenai tingkah laku manusia. Sasaran

kedua, psikologi kepribadian mendorong individu agar dapat hidup secara utuh dan memuaskan, dan yang ketiga, sasarannya ialah agar individu mampu mengembangkan

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan