• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Perkembangan Scirpophaga innotata Walker (Lepidoptera : Pyralidae) pada Tanaman Padi di Tanah dengan Kandungan Kalium Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Perkembangan Scirpophaga innotata Walker (Lepidoptera : Pyralidae) pada Tanaman Padi di Tanah dengan Kandungan Kalium Berbeda"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

Tradakfi eng&u f i t 6atiwa;4hh menumnt&an tiujan dari lbngit, &fu me&lir

di

dalbm tunah

mnjadi

matu air? wm&n itu, tum6uti krenunya tanaman-tunamun yang 6ennacam-macam warnanya; Ibfu menjadi

lhyc

dan

btting

&li&tannya, akfiimya

&ring

dan

tiancur.

Sesunggutinya dalbm &C itu menjadi peringatan

6agi

orang-orang yang 6erakaf (jk

-

ZumarZI)
(12)

PERTUMBUHAN

DAN

PERKEMBANGAN

Scirpophaga innotata

WALKER

(LEPIDOPTERA. PYRALIDAE) PADA TANAMAN PAD1

DI

TANAH

DENCAN KANDUNGAN KALIUM BERBEDA

Oleh

TEDDY

SUPARNO

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT

PERTANIAN

BOCOR

(13)

SUMMARY

TEDDY

SUP^.

The Growth and Development of Scirpophaga innotata

Walker (Lepidoptera: Pyralidae) on Rice Plant Grown on Soil with Different

Potassium Contents (Under Guidance of SOEMARTONO SOSROMARSONO,

SIDARTO WARDOJO, SJAFRIDA M W O T O , AUNU RAW, and M.

SJARKAnrr MUSA).

The objective of the research is to study the growth and development of

the white stem borer (WSB), Scirpophaga innotata, on rice plant grown on soil

with a very low potassium content treated with potassium fertilizer to various

potassium levels.

Four experiments were conducted at the green house of Bogor Research

Institute for Food Crops, i. e (1) on the larval growth and development, and

fecundity of WSB on the rice plant, (2) on the damage of the rice plant caused by infestation of WSB, (3) on the physical changes of the larval mandible

resulted from the boring activity on the rice plant, and (4) on the diapause

incidence of WSB larvae feeding on the rice plant. All experiments were

conducted on soil with very low available potassium (50 ppm K) and high

available silica (141 ppm Si0J treated with potassium fertilizer. There were five

levels of potassium fertilizer treatment, i. e. 0, 75, 150,225 and 300 ppm K.

For the experiment on the diapause incidence additional soil treatments were

added, i. e. water saturated soil, soil water content at field capacity (26 per cent

(14)

cent water content set 80 days after planting). All experiments used

IR64

rice

variety.

The results showed that increasing rates of potassium fertilizer up to 150

ppm K, larval growth rate and development, fecundity and egg viability were

significantly increased and decreased slightly at 225 and 300 ppm K (high levels). However fecundity and egg fertility of WSB are still moderately high at 225 and

300 ppm K both in the vegetative as well as in the generative growth stage of the

rice plant, i. e. 233 k 31 eggs per female with 93

*

1.2 per cent of egg fertility and 312

*

37.2 eggs per female with 94.2

*

0.8 per cent egg fertility,

respectively. Mortality rate of WSB were also still moderately high at 225 and

300 ppm K. High levels of potassium inhibited larval infestation significantly,

and reduced both early damage symptoms and maximum damage. However,

potassium treatment could not induce resistance to WSB in IR64 rice variety.

Rice plants fertilized with potassium at levels from 0 to 150 ppm had no

woming effect on the mandible teeths of first instar larvae. High levels of

potassium (225 and 300 ppm K) showed no significant effect of worning on the

mandible teeths of first instar, but the effect was significant on third instar larvae

which bored stems of the generative growth stage of the rice plant.

Rice plants fertilized with potassium at levels from 0 to 300 ppm K

had

no effect on WSB diapause incidence. Soil water content had significantly

affect WSB diapause incidence. The incidence of larval diapause on rice

plants grown in water saturated soil was very low (3.72

*

0.92 per cent), high
(15)

(68.4

*

11.2 per cent) 00 rice plants grown in soil at field capacity, and veIy

high (82.3 15.9 per cent) on rice plants grown in soil at half field capacity.

Abscisic acid (ABA) is assumed to play an important role in the process

leading to diapause. ABA content in the rice plant increased with the decrease

of the soil water content and thereby increasing the percentage of larvae

(16)

RINGKASAN

TEDDY SUPARNO. -~erturnbuhan dan Perkembangan Scirpophaga lnnoiata

Walker (Lepidoptera: Pyralidae) pada Tanaman Padi di Tanah dengan Kandungan Kalium Berbeda (Di b a w d bimbingan SOEMARTONO SOSROMARSONO

sebagai Ketua, SIDARTO WARDOJO, SJAFRIDA MANUWOTO, AUNU

RAUF dan M. SJARKANI MUSA sebagai Anggota).

Penelitian bertujuan untuk memahami perkembangan penggerek batang

padi putih Scirpophaga innnotata &lam tanaman padi yang ditanam pada tanah dengan kandungan kalium tersedia sangat rendah yang diberi tambahan pupuk

kalium dari dari dosis sangat rendah sampai tinggi.

Empat percobaan telah dilakukan yaitu (1) pertumbuhan dan perkem-

bangan larva serta keperidian betina PBPP dalam tanaman padi, (2) kerusakan

tanaman padi yang diinfestasi oleh larva PBPP, (3) perubahan kondisi fisik gerigi

mandibel larva PBPP yang menggerek batang padi, dan (4) kejadian 'diapause.

Untuk keempat percobaan itu digunakan tanah media tanam yang mengandung

kalium tersedia sangat rendah (50 ppm K) dan silikat tersedia tinggi (14 1 ppm Si0

3

yang diberi perlakuan pupuk kalium dengan dosis 0.75, 150,225, dan 300 ppm

K. Untuk percobaan kejadian diapause masih ditambah perIakuan kelengasan

tan& yaitu jenuh air (diberi air sampai setinggi 1

-

2 cm dari perrnukaan tanah
(17)

lapang (13% air). Semua penelitian menggunakan varietas IR64.

Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pada peningkatan pemberian pupuk

kalium sampai 150 ppm K, pertumbuhan larva, laju perkembangan lama,

keperidian, dan fertilitas telur nyata meningkat, kemudian menurun pada dosis 225

dm semakin menurun pada dosis 300 ppm K. Namun pemberian pupuk katium

pada dosis tinggi (225 ppm K dan 300 ppm K) itu menunjukkan angka keperidian

dan

fertilitas telur mash cukup tinggi, yaitu 200.2

-

264.0 telur per betina dengan fertilitas telur 92.0

-

94.0% untuk fase vegetatif dan 276.0

-

349.2 telur per betina dengan fertilitas 93.5

-

95.0% untuk fase generatif Mortalitas larva pada kedua

fase pertumbuhan padi yang diberi pupuk kalium dengan dosis tinggi adalah cukup tinggi, yaitu 35-60 %.

Pemberian

K

dengan dosis 0 sampai 150 ppm

K

tidak berpengaruh nyata

dalam menekan infestasi larva. Dosis tinggi (225 clan 300 ppm

K)

berpengaruh

nyata dalam mengharnbat timbulnya gejala kerusakan awal

dan

menekan kerusakan (sundep dan beluk) maksimum tanaman padi. Tetapi pemberian pupuk kalium

sampai dosis tinggi tidak dapat menginduksi tanaman padi IR64 menjadi tahan

terhadap serangan PBPP.

Pemberian pupuk K &lam dosis 0 sampai 150 ppm K ti&k berpengaruh nyata terhadap kemakan gerigi mandibel larva instar kesatu. Pemberian pupuk

kalium dosis tinggi hanya berpengaruh nyata terhadap kerusakan gerigi mandibel

(18)

Pemberian pupuk kalium dengan dosis 0

-

300 ppm K tidak berpengaruh nyata terhadap penmu@ kejadian diapause PBPP. Kelengasan tanah berpengaruh nyata terhadap kejadian diapause. Kejadian diapause PBPP di dalam tanaman padi

IR64 pada kondisi jenuh air, kelengasan tanah kapasitas lapang dan setengah

kapasitas lapang berturut-turut adalah sangat rendah (3.7

*

0.92%), cukup tinggi

(68.4 h 11.2%), dan tinggi (82.3 15.9%).

Senyawa sekunder asam absisat

(ABA)

diduga sangat penting dalam proses menuju kondisi diapause. Kandungan ABA di dalam tanaman padi meningkat

dengan t u m y a kandungan air tanah dan sejalan dengan itu persentase diapause

(19)

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Scirpophaga innotata WALKER

(LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) PADA TANAMAN PAD1 DI TANAH

DENGAN KANDUNGAN KALIUM BERBEDA

Oleh

TEDDY SUPARNO

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar doktor dalam ilmu-ilmu pertanian

pada

Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM

PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)

Judul :

PERTUMBUHAN

DAN PERKEMBANGAN Scirpophaga innotota Walker (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) PADA TANAMAN PAD1 DI TANAH DENGAN KANDUNGAN KALIUM BERBEDA

Nama Mahasiswa : Teddy Suparno

Nomor Pokok : 89 524

enyetujui

Prof. Ir. ~oemartono'~osrornarsono, Ph.D.

/ Ketua

Dr. Ir. Sidarto Wardojo Ir. j. Sjafrida Manuwoto, PhD

Anggota / Anggota

.I

Ir. Aunu Rauf, PhD Dr. Ir. M. Sjarkani Musa

Anggota Anggota

Ketua Program Studi

Ir. Aunu Rauf, Ph.D.

(21)

RlWAYAT HIDUP

Penulis addah anak ketiga dari delapan bersaudara dari ayah Soeroto

Soerowitono dan ibu Sockati, lahir tanggal 20 Mei 1954 di Boyolali. Ia menye-

lesaikan SMA Jurusan Pasti dan Alam pada tahun 1972 di Solo. Pada tahun

1978 memperoleh gelar Sarjana Muda Biologi dan pada tahun 1980

memperoleh gelar Sarjana Biologi dari Fakultas Biologi Universitas Kristen

Satyawacana Salatiga. Kemudian pa& tahun 1983 memperoleh gelar Magister

Sains Entomologi Kesehatan dari Fakultas Pascasajana, Institut Pertanian

Bogor. Tahun 1989 memperoleh kesempatan untuk mengikuti studi Program

Doktor di Institut Pertanian Bogor.

Tahun 1979

-

1980 bekerja sebagai staf edukatif Fakultas Pertanian

Universitas Tidar Magelang. Tahun 1981

-

1986 bekerja di Direktorat Jenderal

embera ant as an Penyakit Menular, Departemen Kesehatan R.I. Mulai tahun

1987 bekerja sebagai tenaga edukatif pada Laboratorium Hama dan Penyakit

Tumbuhan di Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu hingga sekarang.

Penulis menikah dengan Yuniatmi Wahyuningsih puteri d a ~ i ayah

Soeharlan SoeroWdjojo dan ibu Siti Mariyah (Almarhumah) pada tanggal 14

Januari 1979 di Amabarawa, dan dikarunia tiga orang anak, Andang Siswo

Agung Raharjo (16 tahun), Mukti Dono Wilopo (12 tahun) dan Masitoh

(22)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat berterima kasih kepada Prof. Ir. Soemartono

Sosromarsono, Ph.D.. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, atas saran,

bimbingan dan dorongannya daIam penyelesaian disertasi ini. Kepada Anggota-

Anggota Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Sidarto Wardojo, Ir. Hj. Sjafrida

Manuwoto, Ph.D, Ir. Aunu Rauf, Ph.D., dan Dr. Ir. M. Sjarkani Musa yang

telah memberikan saran dan laitik yang sangat bermanfaat sejak awal penelitian

sampai selesainya disertasi ini diucapkan terima kasih.

Kepada Rektor Universitas Bengkulu, Direktur Program Pascasarjana

IPB dan Rektor IPB, Ketua Program Studi Entomologi dan Fitopalogi IPB,

yang telah memberikan kesempatan penulis untuk studi S3 di Program Pascasarjana IPB diucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Drs. A. H. Razie Jachya,

Gubemur Propinsi Bengkulu (Periode 1989-1994) dan Drs. Usup Supriyadi,

Wagub Propinsi Bengkulu (Periode 1994-1999); Kepada Ir. Ratiq Ahmad, MS,

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transmigrasi, Departemen Trans-

migrasi dan Permukiman Perambah Hutan; dan Yayasan Aji Dharma Bhakti

-

P.T. Ajino Moto Jakarta yang telah membantu dana penelitian dan penyelesaian

(23)

Penelitian ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa a n t u a n Kepala Bdai Penelitian Tanarnan Pangan, Ketua Kelompok Peneliti Entomologi

dan

Ketua Kelompok Peneliti Biokimia Balittan Bogor, dan Ketua kelompok

Peneliti Bioteknologi Puslitbang Tanaman Pangan Bogor serta Kepala Pusat

Penelitian Botani Lembaga Biologi Nasional Bogor, untuk itu diucapkan terima

kasih.

Terima kasih yang sebesar-besamya ditujukan kepada Ir. M. Irnan,

Ph.D. yang telah mengizinkan nunah kacanya digunakan untuk penelitian

selama dua setengah tahun, membantu mencarikan bahan kirnia dan cara

penggunaan alat-alat di Laboratorium Entomologi dan Biokimia Balittan Bogor,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian disertasi ini.

Ucapan terirna kasih juga disampaikan kepada Lalu Soekamo, B.Sc,

yang telah banyak membantu menganalisis senyawa fitokimia contoh jaringan

tanarnan padi dengan menggunakan High Per$ormance Liquid

Chromatography (HPLC) di Laboratorium Biokimia Balittan Bogor.

Kepada Dr. Ir. Molide Rizal yang telah meminjamkan kornputer selama

penyelesaian disertasi ini, dan kepada Ir. Hermanu Triwidodo, Ph.D yang telah

memberikan fasilitas di Laboratorium Lapang, Panyingkiran, Karawang, untuk

melihat situasi seranganPBPP di lapang sebelum mengadakan penelitian ini dan

memberikan sebagian peralatan penelitian laboratorium, penulis ucapkan terima

(24)

Kepada Woro Edi Untari, karyawati P.T. Multirejeki

$its

Jakarta, atas usahanya mencarikan bahan standard Abscisic Acid (ABA) ke Industri Kimia

Merck di Jerman, diucapkan terima kasih. Demikian juga ucapan terima kasih

disampakan kepada Tutom, laboran pada Kelompok Peneliti Entomologi di

Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, yang telah membantu dalam

pembiakan penggerek batang padi putih, sehingga penulis selalu memperoleh

larva penggerek batang padi putih sesuai dengan jadwal inokulasi yang telah

direncanakan.

Kepada Ir. Waluyo Wahyutomo yang telah m e m b e h fasilitas rumah

dari bulan Juli 1991 sampai September 1994, dan Dr. Ir. Hasnam yang telah

memberikan fasilitas rumah dari bulan September 1994 sampai selesai studi

S-3, penulis ucapkan terima kasih.

Akhimya kepada isteri dan anak-anak tercinta penulis mengucapkan

terima kasih atas cinta kasih, dorongan, pengertian, bantuan clan kesabaran sejak

(25)

DAFTAR TABEL

Nomor

Teks

1. Hasil determinasi sifat fisika dan kimia contoh tanah dari

Ciampea, Bogor

. . .

. . . .

2. Spesifikasi empat percobaan yang dilakukan

3. Rincian peubah-peubah yang diamati . . .

4. Analisis ragarn data respons ciri fitokimia clan biologi PBPP Percobaanl

. . .

5. Koefisien-koefisien regresi dari ubah respons pada dosis pupuk kalium (X) &lam ~ e r c o ~ 1

. . .

6. Kandungan asam amino tanaman pa& IR64 ang dipelihara pada tanah yang diberi tambahan pup& kazum berbeda

.

.

7. Analisis ragam data respons ciri fitokimia, fisik dan kerusak-

an tanaman pa& Percobaan 2

. . .

8. Koefisien-koefisien regresi dari ubah respons pa& dosis

kalium

(x)

dalam percoEan 2

. . .

9. Analisis ragam data respons ciri fitokirnia, fisik tanaman padi

dan kondisl gerigi mandibel lava instar ketiga pada Perco- baan3

. . .

10. Koefisien-koefisien regresi dari peubah respons pada dosis

. . .

pupuk kalium (X) dalam Percobaan 3

11. Analisis ragarn data respons ciri fitokimia dan ciri biologi

. . .

padapercobaan 4

12. Koefisien-koefisien regresi dari peubah respons pada kele-

. . .

ngasan tanah (X) dalam Percobaan 4

13. Rataan kejadian diapause dan ngengat yang muncul dari

tanaman padi IR64 yang diberi perlakuan hara kalium dan

. . .

kelengasan tanah berbeda

14. Rekapitulasi hasil pengamatan Percobaan 1

-

4

. . .

(26)

Lampiran

Nomor

. . .

1. Diskripsi tanaman padi varietas IR64

2. Pengaruh dosis pupuk kalium terhadap atribut biologi pada

. . .

Percobaanl

3. Pengaruh dosis pupuk kalium terhadap kandungan senyawa

. . .

fitokimia tanaman padi pa& Percobaan 1

4. Kerusakan tanaman padi IR64 yang diberi dosis pupuk kalium berbeda dan diinokulasi 20 larva per rumpun pada

. . .

Percobaan2

5 . Pengaruh dosis pupuk kalium terhadap kandungan senyawa fitokimia dan kondisi fisik tanaman padi pada Percobaan 2

. .

6 . Pengaruh dosis pupuk kalium terhadap kandungan senyawa fitokimia dm kondisi fisik jaringan tanaman padi dan panjang gerigi mandibel larva instar kesatu pa& Percobaan 3

. . .

7. Pengaruh dosis pupuk kalium terhadap kandungan senyawa fitokimia dan kondisi fisik jaringan tanaman padi dan panjang gerigi mandibel larva instar ketiga pada Percobaan 3

. . .

8. Pengaruh dosis pupuk kalium terhadap kandungan senyawa fitokimia batang @ dan kejadian diapause pada tiga kelengasan tanahpadapercobaan 4

. . .

halaman

117

(27)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gerigi mandibel yang diukur

. . .

53

2. Hubungan antara bobot larva (Gbr A), persentase kepompong (Gbr B), mortalitas larva (Gbr C), dan keperidian betina (Gbr D) dengan

. . .

dosispupukkalium 62

3. Hubungan antara kandungan kalium total (Gbr A), gula total (Gbr B), metionin (Gbr C), gula pereduksi (Gbr D), protein (Gbr E) dan silika total (Gbr F) dalam jaringan tanaman padi dengan dosis

. . .

pupukkalium 63

4. Hubungan antara sundep dan beluk maksimum (Gbr A), kandungan

kalium total (Gbr B), k a n d u m silika total (Gbr C) dan kekerasan

...

jaringan ( ~ b ; D) &man dengan dosis kalium 73

5 . Hubungan antara gigi mandibel terpanjang larva instar ketiga (Gbr A), kandungan kalium total (Gbr B), kekerasan jaringan (Gbr C), dan kandungan silika total (Gbr D) jaringan tanaman padi dengan

dosispupukkalium

. . .

80

6. Gerigi mandibel larva instar yang menggerek batang padi

IR64

.

.

82 7. Penampang membujur jaringan epidermis batang padi XR64

. . .

84

8. Hubungan antara kejadian diapause (Gbr A), kandungan air (Gbr B), ABA (Gbr C) dan metionin (Gbr D)dalam jaringan batang padi

(28)

DAFTAR

IS1

DAFTARTABEL

. . .

DAFTARGAMBAR

. . .

PENDAHULMAN

. . .

. . . Latar Belakang

. . .

Rumusan Masalah

. . .

Tujuan Penelitian

. . .

Hipotesis

TMJAUAN PUSTAKA

. . .

Kalium

. . .

Kalium dan Fungsinya di dalam Tanaman

. . .

Hubungan Serangga Herbivora clan Tanaman yang Diberi Pupuk

. . .

Kalium Berbeda

Biologi Penggerek Batang Padi

. . .

Larva

. . .

Diapause

. . .

Kepompong. Ngengat dan Telur

. . .

BAHAN DAN METODE

. . .

Bahan . . .

MetodePercobaan

. . .

(29)

Percobaan 1

.

Pertumbuhan dan Perkembangan Larva

. . .

serta Keperidian Betina

Percobaan 2

.

Kerusakan Tanaman Padi yang Diinfestasi

. . .

oleh Larva PBPP

Percobaan 3

.

Perubahan Kondisi Fisik Gerigi Mandibel

. . .

Larva PBPP yang Menggerek Tanaman Padi

. . .

Percobaan 4

.

Kejadian Diapause

Analisis Data

. . .

HASILDANPEMBAHASAN

. . .

Perhunbuhan clan Perkembangan Larva serta Keperidian Betina

Kemsakan Tanaman Padi yang Diinfestasi oleh Larva PBPP

. .

Perubahan Kondisi Fisik Gerigi Mandibel Larva PBPP yang

. . .

Menggerek Tanaman Padi

Kejadian Diapause

. . .

PembahasanUmum

. . .

KESIMPULAN DAN SARAN

. . .

. . .

Kesimpulan

Saran

. . .

DAFTAR PUSTAKA

. . .

(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia

dan bagi lebih dari setengah penduduk dunia. Untuk memenuhi permintaan yang

terus meningkat pemerintah terus bempaya meningkatkan produksi beras, melalui

program ekstensifikasi clan intensifikasi budidaya tanaman padi. Kedua usaha itu

membawa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984 (Departemen

Pertanian, 1988).

Selama pembangunan jangka panjang tahap pertama (PJPT I) peningkatan

produksi bems melalui program intensifikasi lebih berarti dibanding dengan melalui

program ektensifikasi. Luasan panen yang pada tahun 1969 (awal PJPT I) 8 juta

hektar baru meningkat menjadi I l juta hektar pada tahun 1993 atau meningkat

sebesar 35%. Sedangproduksi meningkat dari 18.01 juta ton menjadi 48 2 juta ton

gabah kering giling atau rneningkat hampir sekitar tiga kali lipat. Peningkatan produksi

itu sebagian besar diperoleh melalui program intensifikasi (Warta Pertanian, 1994).

Luasan lahan intensifikasi pada awal PJPT I masih sangat sempit, yaitu dari

8.01 juta hektar luas panen yang telah intensifikasi baru rnencapai sekitar 2.1 juta hektar. Perkembangan luasan tanaman padi intensifikasi sangat pesat sehingga pada

tahun 199 1 luas lahan intensifikasi itu menjadi berbalik komposisinya, yaitu dari has-

an panen sekitar 10.19 juta hektar yang sudah menjadi lahan intensifikasi sekitar 8.64

(31)

berkembang.

Pelaksanaan usaha ektensifikasi dan intensifikasi itu menghadapi banyak

kendala, di antaranya adalah serangan hama dan penyakit. Terdapat sekitar 100

spesies serangga yang menyerang tanaman padi, 20 spesies di antamnya menyebabkan

kerusakan berarti. Penggerek batang padi tennasuk serangga hama penting yang

menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman padi di Indonesia dan di negeri-

negeri Asia lainnya (Pathak, 1968; Soehardjan dan Iman, 1980)

Di Indonesia terdapat enam jenis penggerek batang padi, yaitu penggerek

batang padi kuning, Scirpophaga incertulas Walker (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi putih, Scirpophaga innotata Walker (Lepidoptera: Pyralidae),

penggerek batang padi merah jambu, Sesamia fnferens Walker (Lepidoptera: Noctuidae), penggerek batang padi bergaris, Chilo suppressalis Walker (Lepidoptera:

Pyralidae), penggerek batang padi berkepala hitam, Chilo polych~sus Meyrick (Lepidoptera: Pyralidae) dan penggerek batang padi berkilat, Chilo auricilius Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae). Keenam spesies itu adalah hama penting pada

tanaman padi, namun penggerek batang padi putih merupakan hama yang paling

penting atau paling merusak di antara keenam spesies tersebut (van der Laan, 1959;

Soenardi, 1964; Kalshoven, 1981; Sosromarsono, 1990).

Penggerek batang padi putih (PBPP) menyerang tanaman padi pada semua

(32)

3

menyebabkan kerusakan tanaman @ di jalur pantai utara Jawa, sehingga penduduk di daerah itu menderita kelaparan. Teknik pengendalian dengan pengunduran masa

tanam di awal musim hujan, yang ditemukan oleh van der Goot (1925) efektif

mengendalikan ngengat yang muncul dari larva diapause. Namun pada permulaan tahun 1990 PBPP mengganas kembali di jalur pantai utara Jawa Barat, yaitu menye-

rang sekitar 75 ribu hektar dan menyebabkan kehilangan produksi padi sekitar 40%

atau senilai 60 milyar rupiah

(Oka,

1991; Priyanto dan Soenajo. 1992). Diperkirakan

hama itu di masa-masa yang akan datang masih merupakan ancaman terhadap

kelestarian produksi padi di jalur pantai utara Jawa Barat.

Salah satu ciri usaha pertanian intensif adalah penggunaan pupuk yang cukup

banyak. Tiga unsur hara malcro yang sering digunakan dalam program intensifikasi

tanaman padi adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pemberian ketiga

macam pupuk i& cenderung semakin meningkat.

Pupuk N dan P diketahui mempunyai pengaruh positif, sedang

K

diperkirakan

mempunyai pengaruh negatif terhadap perkembangan penggerek batang padi.

Tanaman p d i yang dipupukN, jaringannya menjadi lebih sukulen dan lebih banyak

mengandung protein. Larva penggerek batang padi bergaris Chilo suppressalis dan

penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas yang memakan tanaman itu

perkembangannya lebih baik dari pada tanaman yang tidak dipupuk. Larva lebih berhasil menggerek, bobot larva dan daya bertahan hidup larva lebih tinggi, masa

(33)

banyak (Israel, 1967; ~ u n a k a t a dan Okamoto, 1967; Man-, 1975).

Pemupukan N dosis tinggi dapat meningkatkan perkembangan penggerek

batang padi bergaris, dan dapat meningkatkan jumlah telur yang diletakkan sarnpai tujuh kali daripada yang tidak dipupuk N (Ishii, 1964; Pathak, 1968), sedang pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan larva penggerek batang pad^ (Wirano clan Ishii, 1959), tetapi berpengaruh baik terhadap serapan N oleh

tanaman padi (De Datta, 1981).

Berbeda dengan pengaruh pemberian pupuk N dan P, pemberian pupuk K yang cukup tinggi diperkirakan &pat melindungi tanaman padi dari serangan hama

dan penyakit, termasuk serangga penggerek batang padi (Soepardi, 1991). Keter-

sediaan hara

K

di lapisan olah tanah sawah sangat beragam. Hasil pemetaan status K

tanah sawah di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa kandungan K terekstraksi atau tersedia berkisar dari sangat rendah (17 ppm K) sampai sangat tinggi (675 ppm

K)

(metode ekstraksi arnonium asetat 1 N) (Adiningsih, 1984; Soepartini et al., 1990).

LembagaPenelitian Tanah (1977) membagi status

K

tanah sawah terekstraksi

(metode ekstraksi HC125%) atau tersedia ke dalam lima kelas yaitu 0

-

10, >10

-

20, > 20

-

40, >40

-

60 dan > 60 mg

K,O/

100 g tanah atau 0

-

80,80

-

160,160

-

320,

320

-

480, dan > 480 ppm

K,

berturut-turut sebagai kandungan K tersedia sangat

rendah, rendah, sedang, tinggi

dan

sangat tinggi. Status K tanah sawah di Jawa pada

tahun 1990 adalah 13.4% (489 524 ha) pada tingkat sangat rendah, 25.4% (964 374

(34)

5

ha) sangat tinggi (Soelaartini et al., 1990).

Serangan PBPP di daerah persawahan jalur pantai utara Jawa mulai musim

tanam 198911990 meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, Indramayu, Subang dan

Cirebon. Pemetaan status K yang dilakukan oleh Soepartini dan Widati (1 995) pada

keempat daerah persawahan itu menunjukkan bahwa K tersedia rendah masing-

masing dengan luasan 28 960, 41 690,2 638 dan 4 600 hektar (total seluas 78 ribu

hektar atau 16.83%); sedang dengan luasan 29 358, 19 919,47 456,25 594 dan

19 461 hektar (total seluas 141 788 hektar atau 30.63%), dan tinggi dengan luasan

28 475,46 541,39 540,89 561,

dan

39 096 hektar (total seluas 243 213 hektar atau

52.54%). Pemberian pupuk

K

sebanyak 150 kg K,O per hektar sawah di samping

pupuk N dan P dapat meningkatkan produksi padi dari 4.6 menjadi 5.3 ton gabah

kering giling (Partohardjono et al., 1983)

Penelitian pengaruh K terhadap serangan PBPP telah dilakukan oleh van der Goot (1925) tetapi tidak dilaporkan hasihya Sehingga sampai saat ini belum tersedia

data yang cukup mengenai pengaruh ham K terhadap pertumbuhan dan perkernbang-

an penggerek batang padi putih (PBPP). Maka untuk itu perlu dilakukan penelitian

secara mendalam.

Rumusan Masalah

(35)

6

serapan K oleh tanaqan tergantung pada kandungan K tersedia bagi tanaman.

Semakin banyak kandungan K tersedia semakin banyak pula jumlah K yang diserap

oleh tanaman. Kecendemgan ini ia sebut sebagai konsumsi berlebih ( l m u y

conrumption). Menurut Grimme (1985) K diserap padi sawah lebih banyak dari N bahkan dapat mencapai lebih dari dua kali jumlah serapan N.

Kalium adalah unsur hara makro esensial bagi semuajenis tanaman. Di ddam sel-sel jaringan tanaman, K berfungsi sebagai aktivator enzim-enzim dalam reaksi

sintetik, meningkatkan permeabilitas rnembran sel, dan mengatur metabolisme air.

Dalam reaksi biosintetik, ion K di dalam jaringan tanaman berperan mening-

katkan sintesis gula dari senyawa anorganik (air dan asam arang) dalam proses

fotosintesis, gula sederhana menjadi polisakarida, sintesis asam amino, sintesis asam-

asam amino menjadi polipeptida atau protein, sintesis lignin dan selulose (Kock dan

Mengel, 1974; Kemler, 1980; Marschner, 1986).

Peningkatan kandungan K total dalam jaringan tanaman padi dapat mening-

katkan serapan silikat (Takijima et al., 1959; Mubekti, 1980). Tanaman padi yang

ditanam pda tanah yang dipupuk K dengan dosis berbeda diperkirakan akan meng-

hasilkan jaringan tanaman dengan kandungan silika total berbeda.

Dari dua macam peranan K di atas diketahui bahwa ion K yang diserap tanaman padi berpengaruh terhadap kandungan fitokimia yaitu gula pereduksi, gula

(36)

7

itu. Kandungan senyawa fitokimia dalam fase pertumbuhan vegetatif dan fase per-

tumbuhan generatif diperkirakan be*. Perbedaan kandungan senyawa fitokimia

tersebut itu diduga akan mempengaruhl pertumbuhan dan perkembangan PBPP yang memakan tanaman pa& tersebut. Oleh sebab itu, pengaruh makanan berupa tanaman

pa& yang berumur be* dan yang tumbuh pada tanah yang diberi pupuk K berbe-

da terhadap pertumbuhan dan perkembangan PBPP perlu dipelajari dengan seksama.

Selain itu ion K di dalarn jaringan tanaman dapat meningkatkan sintesis lignin

dan selulose, serta meningkatkan serapan silikat. Ketiga senyawa kimia itu dapat

mempengaruhi kekerasan jaringan tanaman padi. Pada kekerasan tertentu diper-

kirakan tanaman padi sulit digerek oleh larva PBPP. Dengan demikian pengaruh

pupuk K terhadap kekerasan jaringan tanaman padi perlu dipelajari.

Pada metabolisme air tanaman, K berperan &lam meningkatkan serapan air

melalui akar tanaman dan menghambat hilangnya air melalui transpirasi. Dalam

penghambatan hilangnya air melalui transpirasi, K berperan dalam meningkatkan

turgor sel penutup stomata. Pada kondisi tanaman kekurangan air, sel penutup akan menutup stomata (Kock dan Mengel, 1974; Kemler, 1980).

Kahat K, khususnya pada tanah media tumbuh yang kekurangan air menga-

kibatkan tidak terterkendalinya kehilangan air melalui transpimi. Pada kondisi demi-

kian terjadi p e n m a n kandungan air jaringan tanaman dan penurunan kandungan air

(37)

ABA dalam jaringan tanaman padi yang diakibatkan oleh kekuranp air dan

K

pada

tanah media tumbuhnya terhadap perkembangan

PBPP

belum diketahui dan perlu diteliti.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan memahami perhmbuhan dan perkernbangan penggerek batang padi putih Scirpophaga innotata Walker yang makan dan hidup di dalam

tanaman padi yang ditamm pada tanah dengan kandungan K tersedia dalam kisaran

sangat rendah sarnpai tinggi.

Hipoteais

Tanaman padi yang diberi pupuk K dengan dosis berbeda

akan

mempunyai

pengaruh berbeda terhadap perhmbuhan dan perkembangan penggerek batang @

(38)

TlNJAUAN PUSTAKA

Kalium

Kallum merupakan unsur hara yang sangat penting bagi tanaman. Di dalam tanah. K terdapt dalam bentuk langsung, cepat, lambat dan sangat lambat tersedia

tanaman, berturut-turut berupa K dalam larutan, K dapat ditukar,

K

terfiksasi,

dan K dalam kisi-kisi mineral. Dua bentuk yang pertama disebut K segera tersedia

yang mudah diserap oleh tanaman. Dua bentuk yang terakhir juga &pat diserap

tanaman setelah berubah menjadi K tersedia, yang disebut bentuk cadangan

(Wiklander, 1954; Soepartini, 1995). Pemberian pupuk K &pat meningkatkan K tersedia dalam tanah (Tisdale dan Nelson, 1971).

Kalium diserap secara terus menerus oleh tanaman padi sampai akhu pertwnbuhan, dan tidak ditmnslokasi dari bagian vegetatif ke bagian panikel; sehingga

kaudungan K dalam jaringan batang lebih tinggi dibanding dalam biji (Tisdale dan

Nelson, 1971). Untuk pertumbuhan optimal, tanaman memerlukan K berkisar antara

dua sampai lirna persen dari berat keringnya (Marschnec, 1986). Kandungan K total

dalam batang padl tertinggi adalah 3.80% dari berat kering (De-Yin

dan

Bao, 1985).

Kalium dan Fungsinya dalam Tanaman

Kalium adalah unsur hara makro esensial ketiga bagi tanaman setelah

(39)

tersedia dalam tanah semakin banyak pula jumlah K yang dapat diserap oleh

tanaman. Kecenderungan ini mereka sebut sebagai konsumsi berlebih (Iwrury

consumption) sebab peningkatan serapan melebihi jurnlah yang diperlukan untuk

produksi optimalnya.

Kalium yang diserap oleh tamman terdapt sebagai ion K+dalam cairan sel,

yaitu di dalam sitoplasma, vakuola dan inti sel. Unsur itu tidak menrpakan komponen bahan organik seperti N, P atau S, tetapi peranannya bersifat fungsional yang

penting dalam metabolisme. Peranan fungsional K dalam tanaman adalah mening- katkan serapan air dari tanah media tumbuh ke dalam jaringan tanaman melalui akar dan sebagai aktivator enzim dalam metabolisme primer maupun sekunder, mengatur

turgor sel dan transfer energi kimia.

Air yang telah diserap ke dalam jaringan tanaman berperan sebagai bahan

baku fotosintesis, pelarut dan media pengangkut hara mineral yang telah masuk ke

dalam akar menuju sel-sel jaringan, medium bagi berlangsungnya reaksi-reaksi

metabolisme, dan senyawa utama pembentuk protoplasma (Lehninger, 1982)

Terdapat lebih dari 40 jenis enzim metabolisme tanaman yang memerlukan ion K sebagai aktivatomya (Marschner, 1986). Enzimenzim teaebut berperan dalam proses biosintesis yang meliputi sintesis gula dalam proses fotosintesis, sintesis

glukosa menjadi p t i , sintesis protein, selulosa dan lignin (Evans dan Sorger, 1966).

Pada proses fotosintesis diperlukan bahan baku berupa air clan enzim ribulosa

bifosfat (RuBP) karboksilase, amilum sintetase, aldolase dan ATP (adenosin

(40)

dan berperan dalam mehngkatkan aktivitas keempat enzim itu (Bomer dan Varner, 1976; Marschner, 1986). Enzim RuBP-kabksilase sangat penting dalam biosintesis

dari bahan anorgatuk (CO, dan air) menjadi bahan organik 3-fosfogliseraldehid (3-

PGA) di dalam stroma dalam kloroplas. Enzim aldolase diperlukan dalam siklus

Calvin. Molekul3-PGA selanjutnya digunakan sebagai bahan sintesis karbohidrat

yang meliputi glukosa, sukrosa, amilum, selulosa dan lignin (Lehninger, 1982).

Dalam proses fotosintesis, selain te jadi proses sintesis bahan organik juga

te jadi proses transfer energi &ri energi sinar matahari menjadi bahan yang mengan-

dung energi kimia Bahan itu merupakan sumber energi utarna dalam metabolisme

setiap tanaman maupun hewan. Supaya dapat digunakan dalam proses metabolisme,

bahan tersebut umumnya diubah lebih dahulu ke dalam senyawa adenosin trifosfat

(ATP) (Lehninger, 1982) Dalam transfer energi, ion K diperlukan dalam sintesis

ATP baik pada proses fosforilasi fotosintetik dalam klorofil maupun pada proses

fosforilasi respirasi daIam mitokondria (Mengel dan Kirkby, 1982).

Pada tahap selanjutnya karbohidrat dari hasil proses fotosintesis digunakan

dalam metabolisme primer dan sekunder. Dalam metabolisme primer, karbohidrat itu digunakan untuk sintesis protein dan lemak, dan dalam metabolisme sekunder

digunakan untuk sintesis honnon tanaman (auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat

atau ABA dan etilen), pigmen tanaman (antosianin, violaxantin, klorofil, sianofil),

(41)

1982; Marschner, 1986).

Sebelum digunakan untuk sintesis asam amino, protein dan Al3.4, karbohidrat mengalami proses glikolisis dan selanjutnya sebagian dari hasil proses glikolisis masuk

ke dalam siklus Kreb.

Pada

proses glikolisis, ion K diperlukan &lam kofaktor enzim

6-fosfofruktokinase, piruvat kinase, dan asetil koenzim-A (Asetil-CoA) sintetase. Enzim 6-fosfofruktokinase adalah enzim yang berperan &lam sintesis fruktosa 6-

fosfat, enzim piruvat kinase berperan dalam sintesis asam piruvat,

dan

enzim asetil-

CoA sintetase berperan dalam reaksi asam piruvat menjadi asetil-CoA (Borner dan

Vamer, 1976; Marschner, 1986). Berikutnya sebagian asetil-CoA digunakan dalam siklus Kreb, sebagian masuk ke dalam lintasan mevalonat, dan sebagian lainnya masuk ke lintasan malonat. Dalam siklus Kreb, ion K diperlukan sebagai aktivator enzim suksinil koenzim-A sintetase, yaituenzim yang berperan &lam sintesis asam a-ketoglutamt menjadi suksinil-CoA (Borner dan Varner, 1976; Marschner. 1986).

Pada sintesis protein, K diperlukan dalam meningkatkan sintesis protein dalarn ribosoma. Selain itu

K

diperlukan dalam sintesis enzim nitrat reduktase dan sebagai

aktivator enzim tersebut. Enzim nitrat reduktase beperan dalam reaksi reduksi nitrat menjadi amonium, dan kemudian senyawa amonium merupakan donor gugus amina

(42)

mengakibatkan terhambawa sintesis protein, yang ditandai dengan akumulasi

senyawa N berbobot molekul rendah, seperti asam amino bebas, amida-amida d m

nitrat (Kock dan Mengel, 1974).

Mengel dan Kirkby (1982) menyatakan bahwa asam-asam amino dan gula

pereduksi yang diakumulasi dalam jaringan tanaman yang tumbuh pada tanah kahat

K, adalah sebagai akibat langsung dari menurunnya aktivitas enzim. Hal itu dapat

terjadi karena suplai energi dari ATP tidak cukup. Mereka menerangkan bahwa kekurangan energi secara tidak langsung dapat mempengaruhi aktivitas enzim, di

antaranya adalah menunda sintesis protein Misalnya pada enzim nitrat reduktase dan

RuBP karboksilase.

Sebagian asetil-CoA yang masuk ke dalam lintasan mevalonat digunakan

sebagai bahan pembentuk senyawa terpenoid (monoterpenoid, seskuiterpenoid,

diterpenoid dan triterpenoid). Salah satu senyawa seskuiterpenoid adalah ABA

(Harborne, 1982; Vickery dan Vickery,l981).

Pada proses metabolisme sekunder, K meningkatkan aktivitas enzim selulosa

sintetase clan lignin sintetase dalam sintesis lignin, selulosa, fenolat dan menghambat

pembentukan asam absisat (ABA) (Kemler, 1971; Boyer, 1972; Kock dan Mengel,

1974; Saxena, 1985; Marschner, 1986).

Selain yang disebut di atas peningkatan kandungan K di dalam jaringan

tanaman dapat meningkatkan serapan silika, tetapi mekanismenya belum diketahui

(Kock dan Mengel, 1974; Mubekti, 1980). Kemampuan tanaman padi menyerap

(43)

14

(1976) kandungan silika tersedia dalam lapisan olah tanah yang rendah (di bawah 90

ppm Si02) menyebabkan tanaman padi yang tumbuh pada tanah itu mengandung

silika total rendah, sedang tanah dengan kandungan silika tersedia tinggi (di atas 130

ppm SiO,) menyebabkan tanaman padi yang tumbuh pada tanah itu mengandung

silika total tinggi.

Peranan K dalam jaringan tanaman yang telah diuraikan di atas adalah

meningkatkan serapan air dari air tanah ke dalarn jaringan tanaman, sintesis karbo-

hidrat dari bahan anorganik (H,O dan

Cod,

sintesis asam amino penyusun protein

dan sintesis protein dalam metabolisme primer. Dalam metabolisme sekunder, K

berperan meningkatkan sintesis senyawa lignin, selulosa, fenolat dan menghambat

sintesis ABA. Selain itu dapat meningkatkan serapan silika.

Kahat K mengakibatkan akumulasi gula larut atau gula sederhana, sintesis pati

dan glikogea sangat terhambat, akumulasi asam amino, sintesis protein terhambat,

pemanfaatan substrat respiratori menjadi lambat, laju fosforilasi fotosintetik dan

oksidatif menurun (Heinrich, 1989).

Hubungan Serangga Herbivora den Tanaman yang Diberi Dosis Pupuk Kalium Berbeda

Serangga PBPP adalah serangga monofag, yang hanya mempunyai satu jenis

tanaman inang yaitu tanaman padi. Tanaman inang mempunyai kandungan fitokimia

yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sermgga

(44)

Pertumbuhan adalah proses peningkatan volume dan jumlah sel yang bersifat tidak dapat balik (rrreverslble). Secara sederhana pertumbuhan dapat diketahui dengan pertambahan bobot kering atau biomasa dalam rentang waktu tertentu.

Peningkatan biomasa adalah sebagai proses transformasi materi jaringan tanaman

sebagai makanan menjadi masa tubuh. Perkembangan melibatkan dua proses yang berbeda, yaitu pertumbuhan seperti yang telah diuraikan dan diferensiasi h g s i

organ. Diferensiasi adalah suatu proses pembahan pola aktivitas metabolisrne

(Sussman, 1960; Bursell, 1970).

Fitokimia adalah senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh metabolisme

tanaman baik metabolisme primer maupun metabolisme sekunder. Metabolit primer

adalah bahan nutrisi, sedang metabolit sekunder biasanya bekerja sebagai perangsang

atau penghambat makan, dan sebagian kecil saja yang mempunyai nilai nutrisi bagi

serangga herbivora (House 1965; Kogan, 1975; Vickery dan Vickery, 1981).

Bahan nutrisi bagi serangga herbivora adalah karbohidrat, protein, lemak,

vitamin dan air (Friend, 1958; House, 1965; Chapman 1971; Wigglesworth, 1972;

Scriber, 1984). Karbohidrat, protein, dan lemak adalah metabolit primer, dan

vitamin adalah metabolit sekunder (Vickery dan Vickery, 1981). Vitamin yang

tergolong senyawa sekunder itu adalah vitamin C (asam askorbat), E (a

-

tokoferol), K (filokuinon),

p

-

karoten (prekursor vitamin A) dan ergosterol (prekursor vitamin

D) (Ishii, 1964).

(45)

berbagai proses fisiolo&s. Protein merupakan senyawa nutrisi yang sangat penting

bagi tubuh, sebab selain sebagai surnber energi, protein berfimgsi sebagai senyawa

pembangun dan senyawa pengatur di dalam tubuh. Sebagai senyawa pembangum, fungsi utarnanya adalah untuk membentuk jaringan bam, misalnya pada proses embriogenesis pada pembentukan larva

dan

jaringan baru pada proses pertumbuhan larva (Chapman, 1976). Untuk menyusun protein dalam tubuh serangga diperlukan

asam amino esensial (tidak dapat disintesis dalam tubuh serangga) dan asam amino non-esensial (dapat disintesis dalam tubuh serangga). Asam amino esensial terdiri

dari arginin, histidin, fenilalanin, metionin, treonin, lisin, isoleusin, leusin, triptofan

dan valin, dan asam amino non-esensial terdiri dari glisin, serin, sistin, tirosin, alanin,

glutamat, aspartat, sistein, prolin dan hidroksiprolin. Agar sintesis protein di dalam

tubuh berjalan lancar, asam amino esensial itu hasus ada dalam makanan dan apabila

semua asam amino esensial tidak ada dalam makanan menyebabkan larva p e n s r e k batang pad^ Chdo szppressalrs yang memakannya tidak d a p t tumbuh dan akan mati (Ishii, 1964). Kebutuhan asam-asam amino esensial dalam nutrisi serangga peng-

gerek batang padi adalah identik dengan hewan mamalia, misalnya tikus (Lipke dan

Fraenkel, 1956; Friend, 1958; House, 1961). Protein dalarn makanan yang mudah

dicema atau dihidrolisis oleh enzim-enzim pencemaan, serta mengandung ~ ~ a m - a ~ ~ m

amino esensial yang lengkap serta dalam jUmlah seimbang, merupakan protein

yang bemilai nutrisi tinggi (Muktadi, 1993).

(46)

jaringan yang telah diderna melalui usus tengah, dan selanjutnya digunakan untuk

memenuhi kebutuhan energi dan bahan penyusun tubuh.

Menurut Djamin dan Pathak (1967) kemampuan larva menggerek dipe-

ngaruhi oleh keadaan fisik tanaman padi. Tanaman padi yang mengandung silika

rendah (kurang dari 9% Si0J mudah digerek, sedang yang mengandung silika tinggi

(sekitar 13.9% Si0J sulit digerek dan gerigi mandibel larva yang menggerek tanaman

padi itu menjadi aus. Selanjutnya mereka menyatakan bahwa peningkatan kandungan

silika dalam jaringantanaman pad^ dapat menginduksi resistensi tanaman secam nyata

terhadap larva penggerek batang padi bergaris Chilo suppressalis Walker.

Tanaman padi merupakan tanaman silika, yaitu dapat menyerap silika dalam

jumlah banyak. Silika yang telah diserap oleh tanaman padi diendapkan di permu-

kaan tanaman dan di dalam jaringan tanaman. Silika yang diendapkan di permukaan

daun atau batang membentuk suatu polimer silika selulosa di antara lapisan kutikula

dan dinding sel epidermis bagian luar. Di dalam jaringan tanaman, silika diendapkan

dalam bentuk badan silika (srlica body) di dalam sel silika pada jaringan epidermis

Wchael, 1907; Soni et al., 1972).

Ketebalan dinding sel jaringan tanaman dapat menentukan derajat resistensi

beberapa Mtivar tanaman. Kultivar tebu dengan lapisan sel epidermis dan sklerenkirn

berdinding tebal sulit digerek oleh penggerek pucuk Scirpophoga nivela Linn. Batang

pad^ yang mempunyai dinding sel epidermis tebal dapat mencegah p e m a n oleh

(47)

keduanya dalam ~ m i t k 1989).

Pemberian pupuk K pada tanaman padi dengan dosis 162 kg KC1, (tidak

disebutkan berapa kandungan K tersedia dalam tanah media tumbuh), dapat mening-

katkan tebal dinding sel epidermis, p n k i m dan sklerenkim masing-masing dari

2.9 p menjadi 6.6 ,u, 2.0 ,u menjadi 4.2 F, dan 3.2 11 menjadi 6.8 ,u. Dalam

peningkatan tebal dinding sel, K berfungsi dalam sintesis lignin clan selulose. Kedua bahan itu adalah komponen pembentuk ran* dinding sel sekunder (Black, 1968;

Meyer dan Anderson, 1959; Steward dan Krikorian, 1971). Dinding sel epidermis

tanaman padi yang tebal dan permukaan sebelah luarnya mengandkg endapan

silikat dapat berfimgsi sebagai perisai dalam melindungi diri dari m g a n hama dan

penyakit (Soni et al., 1972).

Pemberian pupuk KC1 dalam dosis tinggi (200 dan 250 kg per hektar)

menurunkan kerusakan tanaman padi oleh serangan wereng hijau NephorertLr sp., wereng coklat Nilaparvata lugem Still, serangga penggulung dam Cnaphalocrocis medinalis Guinee, dan penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas Walker (Subramanian dm Balasubramanian, 1976; John dan Thomas, 1980 kedua-

nya dalam Heinrich, 1989).

Tanaman padi yang berhasil digerek jaringan yang digerigit digunakan

sebagai makanan, yang kemudian ditelan dan dicerna di &lam usus tengah atau

(48)

dengan pertolongan enzim protease, karbohidrat menjadi glukosa dengan

pertolongan a-amilase clan P-glukosidase, lemak dirombak menjadi asam lemak dan gliserol dengan pertolongan enzirn lipse (Chapman, 1971 ; Rockstein, 1978). Enzim

protease, lipase, amilase, invertase

dan

maltase, biasa terdapat di dalam saluran

pencemaan jenis-jenis serangga yang termasuk ordo Lepidoptera.

Ishii (1964) meneliti aktivitas enzirn-enzim yang berfungsi dalam mmcerna

karbohidrat dalam usus tengah larva penggerek batang padi bergaris. C.

suppressalis. Ia menggunakan makanan buatan yang diberi perlakuan beberapa macam gula. Gula yang digunakan terdiri dari monosakarida, disakarida, oligo- sakanida dan polisakarida. Sebagai sumber monosakarida adalah manosa, galaktosa,

sorbosa, fiuktosa, dan glukosa, sebagai sumber disakarida adalah sukrosa, trehalosa,

rnaltosa, sebagai sumber oligosakarida adalah melezitosa, dan rafinosa, dan sebagai

sumber polisakarida adalah amilum dan glikogen Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa larva C. suppressalis lebih banyak menggunakan gula sederhana fruktosa, glukosa dan sukrosa sebagai sumber karbohidrat daripada bentuk yang lain.

Kemudian ia menyatakan bahwa aktivitas enzim invertase dalam rnesenteron larva

itu sangat kuat, sedang enzim amilasenya lemah.

Asam-asam amino hasil pencemaan protein di dalam usus yang telah diserap

ke dalam t u b a serangga digunakan untuk sintesis protein. Asam-asam amino yang

telah berhasil diserap oleh usus, sebagian digunakan untuk bahan sintesis protein

struktural dan sebagian digunakan sebagai bahan sintesis protein fkgsional.

(49)

protoplasma dan organel-organel dalam protoplasma, memb~an sel dari berbagai jaringan, rangka luar tubuh serangga, sutera pelindung kepompong. Sebagai bahan

fungsional, digunakan untuk sintesis protein enzim, protein pengangkut, histon yaitu

protein yang melindungi DNA (asam dioksiribonukleat), asam nukleat (DNA dan

RNA), dan pelindung hormon. Selain itu asam-asam amino digunakan dalam sintesis protein kuning telur atau vitelogenin pada ngengat betina dan protein sel sperma pada ngengat jantan (Chapman, 1971; Rockstein, 1978).

Asam amino yang digunakan sebagai komponen juvenile hormone (JH I , 11,

dan JII) adalah metionin. Sebelurn digunakan dalam sintesis honnon itu, metionin lebih dahulu diaktifkan oleh adenosil trifosfat (ATP) membentuk S-adenosil

metionin (SAM), yang selanjutnya SAM berfhgsi sebagai donor gugus metil ester

(Mem dan Beroza, 1972; McCurry, 1972; Rockstein, 1978). Senyawa JH

mempakan hormon penting dalam pertumbuhan, JH I dan JH I1 adalah honnon

morfogenetik, sedang JH

III

adalah honnon gonadotrofik (Lanzrein et al., 1975 datum Rockstein, 1978)).

Proses pembentukan telur atau oogenesis pada ngengat betina d i p e m oleh kandungan protein cadangan makanan yang terbentuk selama pradewasa. Dalam

proses oogenesis itu terjadi pembentukan protein kuning telur ( j I R ) atau vitelogenin

dari bahan protein dan lipid. Protein ini berasal dari protein dalam darah yang

dipengaruhi oleh kualitas makanan; apabila protein yang diperoleh pada saat

pertumbuhan sedlkit maka pembentukan kuning telur menjadi terhambat, dan telur

(50)

generasi berikutnyamenjadi rendah (Chapman, 1971; Wigglesworth, 1974; Rockstein,

1978). Pembentdan telur lebih cepat, jumlahnya lebih banyak dan masa peneluran

lebih lama pada ngengat yang mempunyai cadangan makanan dengan kandungan

protein tinggi (Wigglesworth, 1974).

Pada ngengat jantan, te rjadi proses spermatogenesis yaitu proses pemben-

tukan sel-sel sperma, yang dimulai &ri germ cell yang membelah diri menjadi

spermatogonia, clan kemudian spermatogonia akan membentuk sel-sel sperma.

Apabila protein yang diperlukan dalam pembentukan sperma itu tidak cukup dan

kualitasnya kurang baik menyebabkan spermatogonia membentuk kista. Kista adalah spermatogonia yang tidak dapat berkembang (Chapman, 1971; Wigglesworth, 1974).

Peranan K dalam sintesis karbohidrat di dalam jaringan tanaman inang adalah sebagai aktivator enzim dalam reaksi penggabungan gula sederhana menjadi

polisakarida, dan dalam sintesis protein adalah sebagai aktivator enzim dalam sintesis

asam amino dan penggabungan asam-asam amino menjadi protein. Tanaman yang

cukup menyerap K menyebabkan banyak molekul gula sederhana yang disintesis

menjadi oligo- atau polisakarida; asam-asam amino disintesis menjadi protein.

Sebaliknya tanaman yang mengalami kahat K menyebabkan banyak molekul gula

sederhana, asam-asam amino dan yang terakumulasi di dalam jaringan tanaman.

Akumulasi gula sederhana dan asam-asarn amino dapat tejadi karena proses sintesis

senyawa-senyawa itu menjadi oligosakarida atau polisakarida dan protein terhambat

( ~ e m l e r , 1971; Boyer, 1972; Kock dan Mengel, 1974; Saxena, 1985). Tanaman

(51)

22

pad^ yang jaringannya lebih banyak mengakumulasi gula sederhana dan asam-asam

amino bebas lebih cocok sebagai sumber makanan bagi Chtlo suppressalis (Ishii, 1964).

Peranan air di dalam tubuh serangga adalah sebagai medium bagi berlang- sungnya reaksi-reaksi metabolisme dan sebagai pelarut dan media pengangkut m i n d

(Chapman, 1971).

Peranan K daIam metabolisme sekunder di dalam jaringan tanaman di

antaranya adalah menghambat pembentukan asam absisat (ABA) apabila tanaman

menderita kekurangan air. Peranan ABA dalam metabolisme serangga herbivora

belum banyak diteliti.

Menurut Addicott (1983) senyawa sekunder ABA dan analognya yang

terkandung dalam tanaman inang merupakan senyawa penting dalam hubungan

tanaman inang dengan serangga pemakannya (herbivora). Senyawa ABA adalab

hormon penghambat pertumbuhan dalam tanaman inang, yang selanjutnya berpe- ngaruh terhadap sistem neuroendokrin serangga yang memakan tanaman tersebut.

Pengaruh senyawa ABA terhadap sistem neuroendokrin serangga herbivora itu

menyebabkan pertumbuhan dan reproduksinya terhambat

P&gkatan kandungan ABA dalam jaringan tanaman &pat mempengaruhi

kandungan metabolit lain, contohnya adalah menurunkan kandungan fitosterol.

(52)

Telah diketahui bahwawaserangga tidak dapat mensintesis rangka steroid dalam meta- bolismenya, maka fitosterol itu hams ada dalam makanannya (Slama et a / . , 1976; Rockstein, 1978). Penurunan kandungan sterol dalam tanaman inang dapat meng-

akibatkan titer ekdisteroid atau ekdison dalam darah serangga pemakannya menjadi

rendah, yang akan menghambat perkembangannya (Kaplain et al., 1980 dalam Addicott, 1983).

Senyawa ABA yang telah masuk ke dalam tubuh serangga berpengaruh

terhadap perkembangannya. Ada beberapa peneliti yang telah mernpelaj& pengaruh

ABA terhadap perkembangan serangga. Eidt dan Little (1970) mempelajari pengaruh

ABA terhadap perkembangan Tenebrio molitor, hasilnya menunjukkan bahwa ABA yang diinjeksikan ke dalam tubuh larva serangga itu mengakibatkan perkembangan

larva menjadi kepompong menjadi sangat lambat. Selanjutnya de Man ei al.(1981)

melaporkan bahwa senyawa ABA yang diinjeksikan ke dalam tubuh Sarcophaga bullata mempunyai efek menghambat produksi vitellogenin, yaitu senyawa protein spesifik pada serangga sebagai penyusun protein kuning telur. Selain itu mereka telah

membuktikan bahwa ABA mempunyai efek menghambat sintesis ekdison dalam tubuh

serangga tersebut.

Addicott (1983) melaporkan bahwa ABA yang diinjeksikan ke dalam tubuh

(53)

Sarcophaga argvrosioma disebabkan oleh tidak adanya ekdisteroid atau ekdison

dalam sirkulasi darah.

Titer ekdisteroid dalam darah yang rendah pada larva Galleria mellonella

Linn. rnerupakan hasil dari inhibisi sintesis ekdisteroid dalam kelenjar protoraks Titer

ekdison yang rendah dalam darah telah diketahui sebagai respons terhadap sintesis

PTTH (prothoracicoh~oprc hormone) yang rendah dalam otak atau disebabkan oleh

inhibisi pelepasan PTTH dari otak (Pytel et al.. 1993). Mereka juga menyatakan bahwa penghambat pelepasan PTTH ke &lam darah larva G. mellonella yang

berdiapause adalah titer

JH

yang tinggi dalam darah.

Senyawa sekunder ABA itu segolongan dengan JH, yaitu termasuk golongan

seskuiterpenoid dari derivat terpenoid, dan keduanya terbentuk melalui lintasan

mevalonat. Senyawa sekunder terpenoid hanya terdapat pada tumbuhan Sperma- tophyta atau tanaman berbunga (Vickery dan Vickery, 1981). Tanaman padi

termasuk di dalam spermatophyta tersebut.

Menurut sejarah pembentukannya atau berdasarkan hssil penelitian paleon-

tologi, senyawa terpenoid diketahui belum terdapat dalam tumbuhan sampai 200 juta

tahun yang laly dan terdapatnya senyawa itu bertepatan dengan munculnya tanaman berbunga clan kehidupan serangga modem (Harbome, 1982). Dalam pedalanan koevolusi antara serangga herbivora dan tumbuhan inangnya, yaitu pada awal perkembangan serangga oligofagi atau serangga modem diketahui bahwa terpenoid dalam tumbuhan yang ikut termakan serangga dapat digunakan untuk bahan sintesis

(54)

Kandungan ABA dalam jaringan tanaman padi sangat tergantung pada

kandungan air dalam jaringan tanaman tersebut. Kandungan ABA itu meningkat

secara linier sesuai dengan penurunan kandungan air atau turgor tanaman @ dan

mempunyai korelasi sangat nyata (Henson, 1982 dalam Suge. 1984).

Ion K" dalam tanaman berperan dalam mengatur turgor sel-sel tanaman

khususnya pada sel-sel mu&. Pa& kondisi kahat K (kurang dari 0.9% berat kering

jaringan) dan tanah media tanam kekurangan air mengakibatkan turgor sel menjadi rendah. Sebaliknya ion K yang cukup tinggi (lebih dari 2% berat kering jaringan) mengakibatkan turgor sel terpelihara dengan baik (Mengel dan Kirkby, 1982).

Ion K dalam jaringan tanaman yang ikut tennakan oleh serangga berperan

sebagai aktivator enzim pada reaksi pelepasan energi, sintesis protein dan glikogen,

untuk mempertahankan tekanan osmotik dan memelihara keseimbangan asam dan

basa di dalam tubuh. Selain itu, K berperanan dalam transmisi impuls syaraf dan

menstimulasi kontraksi otot (Chapman, 1971; Lehninger, 1982).

Biologi Penggerek Batang Padi

Lama

Terdapat lima instar selama periode perkembangan larva PBPP. Rataan

periode tiap instar dalam tanaman padi berumur panjang di Laboratorium Bogor

berturut-turut adalah 5, 5, 5, 7 dan 9 hari. Laju perkembangan larva itu tidak

berbdda dengan yang ada di lapangan (van der Goot, 1925). Perkembangan instar

(55)

Vietnam Selatan dan Malaysia Timur lebih singkat yaitu antara 19 sampai 3 1 hari (Feakin, 197 1).

Menurut van der Goot (1925) instar larva PBPP &pat dibedakan berdasarkan

jumlah kroset, ukuran dan m atubuh sebagai berikut. Larva intar kesatu yang baru keluar dari telur berwama kelabu, dengan kepala dan pronotum b e m a hitam kecoklatan, panjang tubuh 2.0

-

2.4 mm dan lebar sekitar 0.45

mm,

serta tungkai

palsu mempunyai kroset sembilan buah. Larva instar kedua, kepala dan pronotum

b e m a hitam mengkilap, warna tubuh sama dengan instar satu, panjang tubuh 3.5

mm, serta tungkai palsu mempunyai kroset 1 1-13 buah. Larva instar ketiga yang baru

berganti Wit, kepala dan pronotum berwarna coklat mu&, panjang tubuh 6.5 mm

dan lebar 1.0 mm, tungkai palsu mempunyai kroset 17 buah. Larva instar keempat awal, wama tubuh masih sama instar ketiga, panjang tubuhnya 13 mm, yang lebih tua

benvarna putih kekuningan, dan tungkai palsu mernpunyai h s e t 30 - 3 1 buah. Larva

instar kelima, berwama putih kekuningan dengan saluran darah dorsal membayang kehitaman, panjang tubuh 21-25 mm, dan tungkai palsu mempunyai kroset 29-32 buah.

Larva yang baru keluar dari telur menggerek di antam pelepah dam. Seringkali larva itu turun dengan benang sutera ke bawah dan ikut terbawa aliran air

sampai ke tanaman lain. pula stadium ini mortalitas larva sangat tinggi. Pada tanaman

persemaian dan tanaman mu& larva menggerek ke dalam tunas ke bawah dan merusak titik tumbuh, sehingga bagian atas tanaman mati yang ditunjuklcan dengan

(56)

pindah ke tanaman di dekatnya. Pada tanaman yang sudah bemalai larva langsung menggerek ke bagian batang atau melalui bagian atas pelepah daun ke tangkai malai

dan terus menuju ke bawah. Padi yang terserang itu kemudian menmjukkan gejala

beluk (white head). Dalam tanaman mud& untuk seluruh perkembangan seekor

larva membutuhkan enam tanaman padi sedang pada tanaman tua cukup satu batang

tanaman (van der Goot, 1925).

Diapause

Diapause adalah strategi serangga menekan pertumbuhan dan menunda

perkembangannya dalam sementara waktu mtuk menghadapi keadaan lingkungan

yang buruk atau tidak menguntungkan (Beck, 1968; Chapman, 1971).

Diapause dapat terjadi pada setiap tingkat perkembangan serangga, yaitu

telur, larva, kepompong, pra kepompong atau ngengat. Serangga berdiapause pada

salah satu dari kelima tingkat perkembangan itu, yaitu tingkat perkembangan yang

paling tahan terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan yang akan

dihadapi (Andrewartha, 1952). Serangga PBPP berdiapause dalam bentuk larva

instar akhir (van der Goot, 1925).

Diapause serangga dapat digolongkan menjadi dua, yaitu diapause obligat

dan fakultatif Diapause bersifat obligat apabila setiap individu dari setiap generasi

mengalami diapause, dan diapause obligat itu adalah bagian dari sejarah hidupnya.

Jenis diapause ini terjadi pada serangga univoltin, yaitu serangga yang hanya mem-

(57)

tidak te rjadi pada setiap generasi. Jenis diapause ini dijumpai pada serangga yang

mempunyai lebih dari dua generasi per tahun atau multivoltin (Beck, 1968; Chapman, 1971). Berdasarkan penggolongan itu, diapause larva PBPP dapat dimasukkan ke dalam diapause fakultatif Menurut Raufet al.(1993) larva PBPP mempunyai enam generasi per tahun dan yang mengalami diapause di jalur pantai utara Jawa Barat

adalah generasi keenam.

Diapause larva PBPP dilaporkan pertama kali oleh Dammerman (1915) di

jalur pantai utara Jawa pada awal abad ini, ketika padi ditanam sekali dalam setahun

pada musim hujan. Ia menyebut diapause tersebut sebagai tidur musim kering

(droogteslaap), yaitu larva yang berada dalam batang padi di bagian bawah yang sudah mengering setelah panen tidak berkembang lebih lanjut, dan dalam keadaan

hidup sebagai larva selama musim kering (antara bulan Mei dan Oktober). Larva

tersebut akan berkembang menjadi ngengat pada awal musim hujan berikutnya.

Dammerman berpendapat bahwa diapause itu disebabkan oleh keadaan lingkungan

yang kering karena adanya (1) pengeringan sawah pada waktu akan panen; (2)

berhentinya hujan setelah masa panen; dan (3) pengeringan bekas tanaman setelah

panen.

Diapause PBPP diteliti secara mendalam oleh van der Goot. Hasil penelitian

,

van der Goot (1925) menunjukkan bahwa larva penggerek batang padi putih juga mengalami diapause, meski keadaan sekelilingnya b a d . Larva yang menggerek pada

batang pad yang belum membentuk malai tidak berdiapause, sedang pada padi yang

(58)

29

diapause Iarva PBPP sebagai "tidur pematangan" (rijpings stuap). Ia menyatakan

bahwa diapause PBPP &rangsang oleh perubahan kompsisi nutrisi tanaman selama

proses penuaan. Selain itu juga dilaporkan bahwa setelah instar keempat, larva yang

akan berdiapause masih mengalami tiga sampai empat kali ganti kulit sebelum

memasuki ruas batang padi paling bawah.

Ganti kulit pada larva yang mengalami diapause tidak biasa tejadi pada

serangga yang termasuk dalam famili Pyralidae (Yagi dan Fukaya, 1974; Chippen-

dale, 1977, 1978). Selain larva PBPP, juga dilaporkan terjadi pada larva Dialraeu

grundiosella Dyar yaitu mengalami tambahan ganti kulit sebanyak tiga kali selama

perkembangan diapausenya. Pada setiap proses pergantian kulit pada larva D.

grandiosella itu kelenjar korpora alata tetap &if memproduksi hormon juvenil (JH) untuk mempertahankan titer JH cukup tinggi agar larva yang telah berganti kulit tetap

dalam bentuk larva.

Larva PBPP yang berdiapause secara morfologi berbeda dengan larva yang

tidak berdiapause. Perkembangan awal Iarva diapause (instar keenam) mempunyai

ukuran tubuh lebih besar, warna tubuhnya lebih kuning dan saluran darah dorsal lebih

jelas. Rataan lebar kapsul kepala larva yang hidup pada tanaman padi IR64 untuk

instar l , 2 , 3 , 4, 5 (larva tidak berdiapause) berturut-turut adalah 0.25, 0.40.0.60,

0.85, 1.05 mm; dan instar 6,

f,

8 (larva berdiapause) berturut-turut adalah 1.3, 1.8

dan 2.1 mm (Triwidodo, 1993). Pada waktu 52 hari setelah inokulasi, larva yang

berdiapause telah ditemukan dalam ruas batang padi paling bawah atau ruas kesatu

(59)

berdiapause itu tidak aktif bergerak dan membungkus tubuhnya dengan sutera

(Triwidodo, 1993). Laju metabolisme pada serangga yang sedang berdiapause lebih

lambat dari pada yang tidak berdiapause (Tauber et al., 1983). Serangga itu

mempunyai adaptasi struktural dan fisiologis, sehingga lebih tahan terhadap keke-

ringan selama diapause. Ada dua mekanisme pertahanan yang dipunyai serangga

&lam menghadapi kekeringan, yaitu ( 1) menurunkan permeabilitas kutikula dengan

melapisi lilin pada bagian permukaan luarnya, dan (2) mencegah hilangnya uap air

dari dalam tubuh dengan hibemakulum (Chapman 1971; Denlinger, 1986). Selain

itu larva penggerek batang padi yang berdiapause melengkapi dengan lipid kutikular

yang tersusun dari rantai asam kaprilat atau kaprat, yang gunanya untuk melindungi

din dari serangan fungi (Koidsumi, 1957).

Hasil percobaan van der Goot yang dilakukan di laboratorium pada tahun

1922 dan 1923 menunjukkan bahwa makin lama waktu diapause sebelurn te ja d i

pelembaban tanah maki

Gambar

Tabel 3. Tujuan Percobaan
Tabel 2. Spesifikasi empat percobaan yang dilakukan
Tabel 3. Rincian peubah-peubah yang diamati
Tabel 4. Analisii ragam data respons ciri fitokimia tanaman padi dm ciri biologi pada percobaan 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi dosis pupuk kandang ayam dan pupuk kandang sapi pada media tanah aluvial dan arang sekam padi dengan perbandingan 4:1

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik cair limbah jerami padi dan limbah cangkang telur ayam terhadap peningkatan kandungan kalsium

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik cair limbah jerami padi dan limbah cangkang telur ayam terhadap peningkatan kandungan kalsium

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui dosis pupuk NPK yang optimum terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah pada tanah ultisol dan mengetahui pengaruh zat

Untuk mencapai produksi yang tinggi pada tanaman padi, dapat dilakukan dengan menentukan dosis pupuk sesuai dengan target produksi, maka digunakan perhitungan

Hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi dosis abu sekam padi sampai 6 ton/ha dengan penambahan pupuk NPK 600 kg/ha akan meningkatkan pH tanah kearah pH tanah yang

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Penerapan Dosis Pupuk Lengkap N, P, K, dan Mg dan Indeks Hara Tanah Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi ( Oryza Sativa L .)