PENGARUH BEBERAPA SUBTlPE
VIRUS
INFTECTIOUS
BURSAL
DISEASE
TERHADAP KEBEIUZASILAN VAKSINASI
Retno D. SOEJOEDONO
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
R I N G K A S A N
R E T N O D . SOEJOEDONO. Pengaruh b e b e r a p a s u b t i p e v i r u s
I n f e c t i o u s bursal d i s e a s e t e r h a d a p keberhasila? vaksinasi. ( D i b a w a h bimbingan MASDUKI PARTADIPEDJA s e b a g a i k e t u a ,
M.B.M. MALOLE, PURNOMO RONOHARDJO, SOERATNO
PARTOATMODJO d a n GATUT ASHADI s e b a g a i a n g g o t a ) .
P e n y a k i t G u m b o r o atau I n f e c t i o n s b u r s a l d i s e a s e (IBD) s e c a r a ekonomi b e r s i f a t sangat merugikan p e t e r n a k a n ayam b a i k bagi ayam
p e d a g i n g maupun ayam petelur. I B D menyerang ayam mulai umur 1 h a r i (DOC) s a m p a i s e k i t a r 6 minggu. P a d a ayam di a t a s 3 minggu, s e l a i n
menimbulkan kematian a n t a r a 5-20% j u g a menimbulkan kelambatan pertumbuhan dan akan mengalami p r o s e s persembuhan yang memerlukan waktu f 2 minggu s e r t a konversi pakan m e n j a d i sangat buruk. B i l a IBD
menyerang ayam d i b a w a h umur 3 minggu, ayam p e n d e r i t a akan
mengalami imunodefisiensi, sehingga ayam menjadi mudah d i t u l a r i o l e h
s e t i a p penyakit merrular, meskipun ayam t e l a h d i v a k s i n a s i terhadap
penyakit itu. D i s a m p i n g itu ayam pertumbuhannya terhambat dan akan
mengalami kekerdilan.
Virus penyebabnya sangat tahan t e r h a d a p k o n d i s i lingkungan dan
.
+ tahan h i d u p di l u a r tubuh ayam s e l a m a 4 bulan. A p a b i l a suatu p e t e r n a k a n sudah t e r t u l a r i v i r u s I B D m a k a untuk s e l a n j u t n y a penyakitX t e r s e b u t akan s e l a l u berjangkit, k a r e n a v i r u s IBD s a n g a t s u l i t untuk
: d i b e b a s k a n d a r i peternakan yang bersangkutan.
5
D i I n d o n e s i a b e b e r a p a v a k s i n IBD yang b e r a s a l d a r i luar, t e l a h baayak digunakan untuk program v a k s i n a s i , akan t e t a p i satu ha1 yang
- * I
.
.
dan meningkat walaupun ayam sebelumnya telah divaksinasi dengan
vaksin IBD tersebut.
P a d a penelitian ini telah dilakukan pengumpulan bahan untuk i s o l a s i dan identifikasi virus IBD berupa bursa Fabricius ayam sakit dari beberapa lokasi peternakan yang mengalami wabah penyakit
Qumboro. Kemudian dilanjutkan dengan isolasi dan idehtifikasi virus dengan menggunakan biakan jaringan embrio ayam specific pathogen free
(SPF).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman antigen berbagai isolat virus IBD yang diisolasi dari beberapa tempat
peternakan d i Indonesia, dengan c a r a melakukan uji netralisasi silang d i antara semua isolat virus terhadap antiseranya. Hasil isolasi dan identifikasi virus IBD pada penelitian ini berjumlah 30 ieolat virus asal lapang dan kemudian dipilih 24 isolat yang didasarkan kepada wilayab penyebaran dan kepadatan peternakan ayam yang meliputi daerah Sumatera, Jabotabek. J a w a Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan. Antigen untuk uji netralisasi silang dibuat
p a d a biakan sel fibroblas embrio ayam SPF yang bernmur 9 hari. Sera kebal terhadap masing-masing isolat virus IBD dibuat pada kelinci. Uji
netralisasi serum silang dilakukan p a d a biakan eel dengan c a r a v i r u s konstan dan pengenceran serum s e c a r a seri. Untuk memudahkan analisis hasil uji netralisasi silang dan penentuan keterkaitan antigen antar virus asal lapang digunakan pendekatan dengan mencari nilai R yang berdasarkan rumus Archetti dan Horsfall (Archetti dan Horafall, 1950).
?. Meskipun vaksinasi terhadap penyakit Gumboro telah dijalankan
j
s e c a r a teratur d i peternakan-peternakan di Indonesia, tetapi masih tetap1
t timbul wabah penyakit Gumboro. Tampaknya yang menjadi penyebab
ketidakberhasilan vaksinasi ini adalah adanya subtipe atau varian virus. B M n n peedekatan serologik dari hasil uji netralisasi silang dan uji
.,. y+--"
ditetapkan 9 kelompok yang memiliki kesamaan antigen di atas 70%
antara satu dengan yang lain, kemudian karena a d a beberapa isolat yang termasuk ke dalam lebih dari satu kelompok, maka ditetapkan 4 isolat
virus yang masing-masing mewakili setiap kelompok tertentu yaitu isolat-isolat k-5, k-11, k-13 dan k-19. Keempat subtipe (varian) virus IBD yang terpilih tersebut memiliki perbedaan struktur antigen (keanekaragaman antigen) dan selain itu jug8 mempunyai etruktur antigen yang tidak sesuai dengan yang dimiliki oleh virus vaksin yang
digunakan.
P a d a percobaan imunisasi p a s i f silang antar keempat isolat virus
asal lapang yang terpilih ternyata dapat diketahui bahwa isolat virus tersebut b e r b e d a subtipenya (varian). Hal ini dibuktikan dengan
percobaan imunisasi pasif p a d a ayam dan setelah diuji tantang maaing-rnasing tsrhadap isolat virus IBD anal lapang, ternyata di antara keempat virus IBD asal lapang itu tidak a d a yang homolog. Haail uji ini menguatkan hipotesis b a h w a memang benar di Indonesia terdapat subtipe virus IBD dan keempat isolat virus tersebut merupakan subtipe yang berbeda.
Selain percobaan melalui imunisasi p a s i f silang juga dilakukan percobaan necara serologik melalui u j i netralisasi silang antar keempat
subtipe isolat virus lapang di atas terhadap antisera d a r i vaksin impor yang digunakan d i lapang. Ternyata BMT-SN antisera tersebut tidak
mampu menghasilkan titer yang baik terhadap isolat virus a s a l lapang (k- 5, 11, 1 3 dan 19) dibandingkan dengan antisera yang dihasilkan o l e h virus standar. Hal ini berarti bahwa virus vaksin tidak homolog dengan keempat subtipe virus anal lapang.
Berdaaarkan analisis hasil penelitian dapat diaimpulkan bahwa dari 24 isolat virus lapang dan 1 galur Lukert yang diuji, dapat ditetapkan 4 subtipe virus IBD yang dapat mewakili semua i s o l a t virus
tersebut ternyata merupakan isolat yang tidak memiliki kesamaan struktur
antigen antar aatu dengan lainnya s e r t a dengan virus vaksin asal impor. yang berpengaruh terhadap vaksinasi berdasarkan respons serologik.
Dengan diketahui adanya perbedaan aubtipe virus IBD asal
lapang dengan virus vaksin dan bahwa di Indonesia terdapat lebih d a r i satu subtipe virus IBD, diwaktu yang akao datang diharapkan dalam
satu vaksin terkandung keempat subtipe virus IBD asal lapang terpilih di atas sehingga dapat digunakan sebagai vaksin IBD yang berpotensi tinggi
SUMMARY
RETNO D. SOEJOEDONO. The effect o f some infectious bursal
disease viral subtypes on the efficacy o f vaccination pmgrams (Under
the supervision of the Advisory Committee of MASDUKI
PARTADIREDJA a s chairman, M.B.M. MALOLE, PURNOMO RONOHARDJO. SOERATNO PARTOATMODJO and GATUT
ASHADI a s members)
Gumboro d i s e a s e or Infectious b u r s a l disease (IBD) has a great
ecomonic importance to the poultry industries, both to layer and broiler
industries, most importantly due to the immunosuppression caused by the
disease. The industries w i l l acquire a lot o f damages including
vaccination failure, increased condemnation and mortality, poor feed
conversion, increased morbidity and medication cost commonly resulted
from immunosuppression. IBD virus infects chickens from the early ages,
starting from day-old chicks up to 6 weeks of age. Infection in poultry of 3 weeks of age and older resulting in 5 to 20% mortality, whilst the disease in chickens under 3 weeks of age manifesting in a severe and
prolonged immunosuppression. Sequelae that have been associated with
immunosuppression induced by the virus include gangrenous dermatitis,
inclusion body hepatitis anemia syndrome, E. coli infections, and
vaccination failures.
The causative organism resisted severe environmental conditions
and resisted outside the chicken's body for four months. Once a farm has
been infected, it w i l l always be infected again and again, because it is
Beside the utilization of several imported vaccines against the disease, prevailing and menacing epidemics o f infectious bursa1 disease
are s t i l l found in this country.
In this study, collection o f materials for isolation and identificaton o f IBD v i r u s consisted of bursa Fabricius of infected chickens collected from different farms which were affected by Oumboro disease. The isolation and idenification of IBD virus w a s carried out in specific pathogen free (SPF) c h i c k e n embryo f i b r o b l a s t (CEF).
The aims o f the study was to investigate the antigenic variation of some IBD viral isolates, obtained from several farms in Indonesia, by performing cross neutralization tests between all viral isolates against their antisera. The isolation and identification effort of IBD virus was
able to collect 30 f i e l d viral isolates and based on the spread and density o f poultry farms, 24 isolates were chosen a s representatives. Seven a r e a s o f Indonesia, i.e. Sumatera, Jabotabek, West, Central and East Java, Bali and South Sulawesi were represented in this study. Antigens used f o r cross neutralization tests were prepared from nine day o l d S P F chicken embryo fibroblast. Immune s e r a against each IBD
viral isolate were made by injecting the IBD virus into New Zealand white rabbits. Cross neutralization tests were performed on cell cultur; by the method o f constant virus against serial dilution of sera. To facilitate the analysis of the results of cross neutralization tests and to resolve the relatedness between the f i e l d viral isolates the R value o f Archetti and Horsfall's formula w a s used (Archetti and Horafall. 1950).
Although vaccination programs against Gumboro disease using
cross neutralization tests and antigenic relatedness determination results of 24 f i e l d IBD viral isolates and one Lukert strain, nine (9) groups of viral isolates have antigenic relatedness more than 70%. Knowing that some o f the isolates belong to more than one group o f isolates. it was
found out that four field IBD viral isolate# w e r e identified as a s representatives o f the groups, i.e. k-5, k-11, k-13 and K-19 isolates. These four IBD viral isolates can be identified'as variants o r subtypes
since they have different antigenic structures among themselves and also between these four viral isolates and IBD vaccine viruses used in
Indonesia.
With the c r o s s passive immunization teats between those four field isolates it was confirmed that these four viral isolates there were different in subtypes o r variants. This fact w a s substantiated by passive
immunization of chickens and then challenged with the four f i e l d IBD viral isolates resulting that those four field isolates were indeed heterologous. The results o f these tests substantiated the hypothesis that those four field isolates were of different subtypes o r variants.
Besides cross passive immunization test, serologic tests w e r e also
performed by cross neutralization tests between f i e l d IBD viral isolates against imported vaccine antisera used in the field, showed by the fact, that the antisera could not produce optimum protection against field IBD viral isolates (k-5, 11, 1 3 and k-19).
Analysis o f the results o f this study on 24 f i e l d IBD viral isolates and one Lukert strain tested, demonstrated that those four IBD viral subtypes could b e identified a s representatives of a l l f i e l d IBD viral
isolates i n Indonesia.
It w a s established that those four viral isolates have no antigenic
Knowing that those four field IBD viral isolates and the virus used
for vaccines in Indoneoia are of different subtypes, and that there are
more than one subtype found among IBD virus in Indonesia; it will be very ideal for the poultry industry in Indonesia i f in every vaccine
PENGARUHBEBERAPASUBTJPE
VIRUS
1NFECTIOUS BURSAL DISEASE
TERHADAP KEBERHASILAN VAKSINASI
oleh
Retno D. SOEJOEDONO
Nrp. 91.5351SVT
Dlsertasi sebagal salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTOR
pada
Program Pascasarjana lnstltut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : PENGARUH BEBERAPA SUBTIPE VIRUS INFECTIOUS B U W DISEitSE
TERHADAP KEBERHASILAN VAKSINASI Nama Mahasiswa : Retno D. SOEJOEDONO
,
Nomor pokok : 91535/SVT
Menyetujui
Dr. M.B.M. Malole Dr. H Purnomo Ronohardjo
RIWAYAT
HIDUP
Penulie dilahirkan p a d a tanggal 7 Mei 1952, di Magelang, Jawa Tengah, putri keernpat dari ayah dan bunda R. Ismaoen Qjojosoebroto.
Pendidikan yang ditempuh adalah di. Sekolah Dasar Kanisius, Magelang yang diselesaikan tahun 1963; Sekolah Menengah Pertama
Negeri I, di Bogor p a d a tahun 1964-1967 kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas. Regina Pacis, d i Bogor sampai tahun 1970.
P a d a tahun 1971 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, IPB dan lulus sebagai S a r j a n a Kedokteran Hewan pada tahun
1976. Selanjutnya, mendapat gelar Dokter Hewan pada tahun 1977.
Penulis menikah dengan R. Roso SOEJOEDONO, Staf Pengajar pada Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, dan dikaruniai seorang putri: Retno Astriningtyas SOEJOEDONO, p e l a j a r Kelas Dua, SMA Regina Pacis, Bogor.
P a d a tahun 1974 telah menjadi asisten staf Pengajar di Laboratorium Virologi-Imunologi, Jurusan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
P a d a tahun 1980 mendapat kesempatan mengikuti pendidikan program Magister Sains pada Program Pascasarjana IPB, jurusan Sains Veteriner. Selanjutnya pada tahun 1986 mendapat beasiswa dari
Penulis sejak diangkat menjadi staf pengajar pada Fakultas
Kedokteran Hewan, IPB masih tetap bekerja pada Laboratorium
Imunologi, Jurusan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
hingga saat ini.
KATA PENGANTAR
P u j i syukur d i p a n j a t k a n k e p a d a A l l a h S W T a t a s k a r u n i a d a n r a h m a t N y a yang t e l a h dilimpahkan s e h i n g g a d a p a t m e n y e l e s a i k a n tugas yang d i p e r c a y a k a n k e p a d a penulis. S e m o g a k a r u n i a ini m e i u p a k a n amal
i b a d a h y a n g b e r m a n f a a t bagi semuanya.
Penghargaan yang setinggi-tingginya p e n u l i s s a m p a i k a n k e p a d a s u a m i d a n p u t r i t e r c i n t a yang t e l a h memberi keaempatan p a d a p e n u l i s
untuk melanjutkan p e n d i d i k a n ini s e r t a mendampingi d a l a m s u k a d a n duka ( Q u i n'ont c e s s e d e m ' a p p o r t e r l e u r s encouragements e t ont f a i t p r e u v e d e b e a u c o u p d e c o m p r e h e n s i o n e t d e p a t i e n c e ) :
t a n p a k a s i h sayangmu,
t a n p a pengertianmu d a n t a n p a semangatmu
n i s c a y a s e g a l a n y a t i d a k akan b e r h a s i l .
Penghargaan d a n r a s a t e r i m a k a s i h y a n g tak t e r h i n g g a p e n u l i s
s a m p a i k a n k e p a d a P r o f . D r H. M a s d u k i P a r t a d i r e d j a , M.Sc. s e l a k u k e t u a L a b o r a t o r i u m Imunologi, J u r u s a n Penyakit H e w a n d a n K e s e h a t a n M a s y a r a k a t V e t e r i n e r , F K H - I P B d a n penasehat utama d a l a m program ini. yang t e l a h m e m b e r i kesempatan untuk melanjutkan p e n d i d i k a n s e r t a m e m b e r i membimbing, mengarahkan, mendorong s e r t a m e m b e r i nasehat
yang b e r h a r g a s e j a k a w a l p e n e l i t i a n s a m p a i p e n y e l e s a i a n p e n u l i s a n ini. Demikian j u g a k e p a d a D r M.B.M. M a l o l e s e b a g a i anggota komisi p e n a s e h a t yang t e l a h ikut s e r t a membimbing, mengarahkan s e r t a m e m b e r i s a r a n d m k r i t i k d e m i k e b e r h a s i l a n p e n u l i s a n ini.
Ucapan t e r i m a k a s i h dan penghargaan j u g a p e n u l i s s a m p a i k a n
k e p a d a anggota k o m i s i penasehat: Prof. D r H. S o e r a t n o P a r t o a t m o d j o ,
M.
Sc.. D r H. Purnomo R o n o h a r d j o d a n P r o E D r H. a a t u t A s h a d iV e t e r i n e r , yang t e l a h memberi nasehat, bantuan d a n pengarahan demi
k e b e r h a s i l a n p e n y e l e s a i a n penulisan ini.
P e n u l i s rnengucapkan t e r i m a kasih k e p a d a ayah d a n b u n d a , kakak
s e r t a a d i k t e r c i n t a yang t e l a h memberikan d o a d a n dorongan semangat
s e l a m a ini.
,
T i d a k l u p a p e n u l i s rnengucapkan t e r i m a kasih k e p a d a teman-teman
mejawat D r h . P i e n Wibowomoekti, Dr. F a c h r i a n H . P a s a r i b u s e r t a
D r h . T i t i e k S u n a r t a t i e , M S a t a s s e m u a bantuan b e r u p a apapun yang telah
d i b e r i k a n k e p a d a p e n u l i s s e l a m a ini.
P e n u l i s menyampaikan j u g a ucapan t e r i m a kasih k e p a d a teknisi
L a b o r a t o r i u m V i r o l o g i d a n Imunologi
,
Jurusan Penyakit H e w a n danK e s e h a t a n M a s y a r a k a t Veteriner, FKH-IPB yang telah membantu
DAFTAR IS1
RINGKASAN
SUMMARY
RIWAYAT HIDUP
KATA PENaANTAR
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
I. PENDAHULUAN
1 . 1 . Latar belakang penelitian 1 . 2 . Permasalahan
1 . 3 . Tujuan dan kegunaan penelitian
1.4. Hipotesis
11. TINJAUAN PUSTAKA
2 . 1 . Latar belakang
2.2. Virus penyebab penyakit Gumboro
2.3. Serotipe dan eubtipe virus Gumboro
2.4. Kelainan patologi akibat penyakit Gumboro
2 . 5 . Masa inkubasi dan tanda klinik penyakit Oumboro
2.6. Imunoeupreei
2.7. Vaksin dan vaksinaei terhadap penyakit Oumboro
v
xi
x i i i
xv
111. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan tempat penelitian
,
3.2. Penelitian di laboratorium
3.2.1. Isolasi dan identifikaei tipe isolat virus IBD asal lapang
Hewan percobaan Bahan kimia Peralatan Metode
3.2.2. Pembuatan dan pemurnian antigen 3.2.3. Titrasi virus p a d s biakan CEF
3.2.4. Pembuatan antigen terhadap virus IBD 3.2.5. Uji netralisasi
3.3. Penelitian eksperimental 3.3.1. Percobaan 1
3.3.2. Percobaan 2 3.3.3. Percobaan 3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Isolasi virus IBD asal lapang
4.1.2. Identifikasi virus IBD dan pemurnim antigen
4.1.3. Titrasi isolat virus IBD asal lapang 4.1.4. Pembuatan antiserum
Halaman:
4 . 1 . 6 . Percobaan 1
4.1.7. Percobaan 2
4 . 1 . 8 . Percobaan 3
4 . 2 . Pembahasan
4.2.1. Uji keterkaitan antigen
4.2.2. Uji imunisasi silang
4 . 2 . 3 . Uji netralieasi silang isolat virus IBD dan
antieera vaksin
V. KESIMPULAN
DAN
SARAN5 . 1 . Kesimpulan
5 . 2 . Saran
Nmw:
1. Oenom virus IBD
2. N i l a i titer isolat virus asal lapang
3. N i l a i R antara antisera terhadap isolat virus IBD asal lapang
4
.
Hasil percobaan ayam yang mendapat imunisasi pasif dengan s e r a hiperimun (k-5,11,13 dan 1 9 ) yang ditantang dengan isolat virusnya.5. Uji netralisasi silang virus IBD isolat lapang terhadap antisera vaksin
6. Pasangan isolat virus IBD aaal lapang yang memiliki kesamaan di atas 70%
7. Kelornpok isolat virus asat lapang memiliki kesamaan di atas 70%
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belskang Penelltian
Infectious Bursal Dlsrase (IBD) atau dikenal
.
pertama kali sebagai penyakit Gumboro yang dikemukakan oteh Cosgrove tahun 1962 adalah penyakit virusi yang menimbulkan nekroeis jaringan limfoid terutama organ bursa Fabricius, limpa, tonsil, c e c a d m timus(Seneviratna, 1969).
Penyakit Oumboro disebabkan oleh eejenis virus RNA yang aangat
tahan terhadap kondisi lingkungan, tahan terhadap pelbagai
desinfektan dan tahan hidup d i luar tubuh ayam selama 4 bulan lebih. Akibatnya, b i l a satu peternakan ayam telah ditulari IBD maka untuk selanjutnya penyakit itu
akan
selaIu berjangkit dalam peternakan ayam tersebut. Peteroakan yang telah tertulari v i r u s IBD sangat sulit antuk dibebaskan kembali dari penyakit ini (Benton et al., 1967).Daya penularan virus
IBD
sangat tinggi. B i l a satu kelompok ayam tertular, hampir 100% dari kelompok ayam tersebut terinfekai. Meskipun angka kematian hanya berkiaar a n t a r a 5 sampai 20% terutama p a d a ayam d i a t a s 3 minggu, tetapi ayam yang telah terinfeksi akan mengalamikelambatan pertumbuhan. Ayam akan sembuh namun memerlukan waktu sekitar 2 minggu dan konversi pakan menjadi sangat buruk (Lukert dan Saif, 1991).
Selain d a r i p a d a itu b i l a kelompok ayam yang terinfeksi berumur di bawah 3 minggu maka ayam yang terinfeksi itu akan mengalami imunoaupreei yang permanen. Ayam tampak sehat, tetapi tidak mampu membentuk ketahanan tubuh (Allan e t al., 1972 dan Faragher e t al.,
1972).
perdarahan alat pencernaan dan pembengkakan yang akhirnya terjadi atrofi bursa Fabricius (Cheville, 1967). Selain itu b i l a infekai IBD terjadi p a d a ayam berumur di bawah 3 minggu &an timbul imunosupresi yang sangat berat dan permanen (Allan et a l . , 1972 dan Faragher et a l . ,
1972). •
1 .
2.
Permaralahan
Dalam beberapa tahun terakhir ini dilaporkan tentang munculnya subtipe atau varian baru dari virus IBD yang tidak dapat dinetralisasi s e c a r a sempurna oleh antibodi terhadap galur baku (Heine et al., 1991) sehingga memperkuat penelitian terdahulu yang dilakukan Snyder et a l . (1988), bahwa ha1 tersebut di atas dianggap sebagai penyebab kegagalan vaksinasi.
Di Indonesia penyakit Gumboro termasuk pada urutan penyakit strategis. Laporan Bulletin Epidemiologi Veteriner menyatakan bahwa antara tahun 1992 sampai 1994 tercatat adanya kasus tinggi di propinsi-
propinsi Sumatra Utara, J a w a Tengah dan Sulawesi Selatan, sedangkan jumlah kasus penyakit Gumboro yang tertinggi terjadi p a d a tahun
1993(Anonymous, 1995).
Penyakit Gumboro pertama kali ditemukan di Bogor, tahun 1980 (Partadiredja et al., 1982). Laporan berikutnya dinyatakan bahwa penyakit tersebut telah ditemukan d i semua wilayah Jabotabek, Jawa Barat, J a w a Tengah, Yogyakarta, J a w a Timur, Bali, Maros, Medan dan
Lampung. Virus IBD telah berhasil diisolasi dari peternakan ayam yang telah divaksiaasi secara teratur baik terhadap IBD maupun terhadap penyakit lainnya, tetapi ternyata kejadian penyakit Gumboro masih muncul bersamaan dengan wabah penyakit lain seperti Newcastle
Dari uraian di atas j e l a s penyakit C3umboro itu sangat merugikan
bagi perunggasan. Di Eropa, Afrika, Amerika dan beberapa negara di A s i a kini dikenal virus varian IBD yang sangat ganas atau pathogenic variant tetapi bukan antigenic variant. Virus tersebut menimbulkan kematian 80-100% p a d a ayam
SPF.
Virus varian yang patogen ini mampu mematahkan kekebalan pada ayam yang telah divakeinaii dengan vaksin standar (baku) yang b i a s a digunakan d i lapad&, yang sebelumnya mampumelindungi ayam d a r i serangan virus IBD (Lukert, 1992). Sedangkan p a d a antigenic variant dapat diketahui dengan uji netralisasi silang yang didasarkan baik p a d a formula Archetti dan Horsfall (1950) maupun
Kapikian et al. (1967) (Lukert, 1 9 9 2 s d m Lukert. 1992b)
Menurut beberapa penelitian di E r o p a dan Amerika telah berhasil diidentifikasi 2 serotipe virus IBD yaitu serotipe I dan 11. Dengan rnenggunakan pendekatan uji serologik atau u j i proteksi silang dapat
diketahui adanya perbedaan antigen yang nyata d i antara serotipe I sehingga dapat disebut sebagai subtipe. Terdapat reaksi silang antar
subtipe dalam serotipe I sehingga tanggap kebal yang dihasilkan tidak memberi daya lindung optimum, atau hanya memiliki sifat antigenik
33% sesama subtipe meskipun dalam serotipe I. Babkan, p a d a laporan b e b e r a p a tahun terakhir ini juga telah ditemukan beberapa varian 'di antara serotipe I tersebut (McFerran e t a l . , 1980; Jackwood e t a l . , 1982; Jackwood dan Saif, 1 9 8 7 dan Ismail e t al., 1990).
Di Amerika kini dikenal virus varian (antigenic variant) IBD yang memiliki struktur atau susunan antigen yang berbeda dengan virus vaksin yang baku (standar). Perbedaan tersebut ternyata akibat terjadinya perubahan susunan asam amino yang membentuk protein antigen. Vaksin IBD yang b i a s a digunakan untuk melindungi ayam dari serangan IBD ternyata tidak mampu menahan serangan virue IBD varian baru. Akibat terbentuknya virus varian baru ini baik di Eropa maupun di Amerika
populasi ayam itu sebelumnya telah divaksinasi dengan vaksin IBD baku
( Jackwood dan Saif, 1987).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Partadiredja e t
at.
(1991) dan (1992) telah dapat dikemukakan bahwa dari kasus IBD yang terjadi d i Indonesia, telah berhasil diisolasi virus lapang sebanyak 1 5 isolat. Terhadap isolat virus IBD tersebut dilakukan uji* netralisasi serum silang dengan menggunakan biakan jaringan fibroblas embrio
ayam (chicken embrio
fibroblast
= CEF)SPF
(= specific pathogen free). Haail uji netralisasi serum silang menunjukkan adanya perbedaan varian d i antara isolat virus IBD tadi dari 15 i s o l a t asal lapang (adanya v a r i a s i antigen).D i Indonesia, vaksin IBD anal impor telah banyak digunakan
untuk vaksinasi baik yang berasal dari Amerika maupun Eropa. Akan tetapi satu ha1 yang nyata ialah bahwa wabah penyakit Oumboro masih terjadi dengan wilayah penyebaran yang sangat meluas dan dengan jumlah kasus terus meningkat walaupun ayam tersebut telah dikebalkan
sebelumnya dengan vaksin IBD asal luar Indonesia (Partadiredja et af.,
1992).
Vaksinasi merupakan salah satu c a r s untuk mencegah penyakit IBD p a d a peternakan ayam, namun meskipun ayam telah divaksinasi ternyata*
masih timbul wabah penyakit a u m b o r o yang kemungkinan besar disebabkan karena telah timbul virus varian IBD, aehingga antibodi yang terbentuk akibat vaksinasi tidak mampu mengenal virus varian IBD.
Berdasarkan permanalahan-permanalahan tersebut di atas, maka dilakukanlah suatu penelitian guna mengungkapkan penyebab kegagalan vaksinasi d i lapang yaitu masih terjadinya wabah IBD walaupun ayam
sebelummya telah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin yang berasal dari luar Indonesia.
t e r s e b u t . Virus s u b t i p e tersebutpun tampaknya j u g a mempunyai tingkat
keganasan yang b e r b e d a . M a k a dengan uji s e r o l o g i s t e r h a d a p b e r b a g a i i s o l a t v i r u s IBD d i Indonesia, d i h a r a p k a n permasalahan tersebut d a p a t
terungkap.
P a d a p e n e l i t i a n ini, s e b a g a i bahan untuk i s o l a s i v i r u s digunakan o r g a n tubuh b e r u p a b u r s a F a b r i c i u s ayam yang s e c a r a klfnis m e n d e r i t a
a k i b a t I B D dan b e r a s a l d a r i b e r b a g a i peternakah ayam d i Indonesia.
1 . 3. Tujuan d a n Kegunaan Penelitian
Tujuan p e n e l i t i a n ini a d a l a h untuk :
(1) m e n g i s o l a s i d a n mengindentifikasi v i r u s p e n y e b a b w a b a h IBD,
(2) m e n c a r i keterkaitan a n t a r i s o l a t v i r u s I B D a s a l lapang kemudian d i l a k u k a n imunisasi p a s i f s i l a n g a n t a r i s o l a t v i r u s l a p a n g t e r p i l i h ,
(3) menentukan hubungan a n t a r a i s o l a t v i r u s I B D a s a l lapang t e r p i l i h dengan a n t i s e r a v a k s i n a k t i f IBD a s a l impor yang dipergunakan d i peternakan
d i I n d o n e s i a guna membuktikan manfaat vaksin a s a l l u a r Indonesia.
H a s i l - h a s i l p e n e l i t i a n diharapkan bermanfaat untuk mejakinkan p e r l u n y a pembuatan v a k s i n I B D dengan v i r u s IBD i s o l a t I n d o n e s i a t e r p i l i h
. S e l a m a ini v a k s i n I B D yang digunakan b e r a s a l d a r i impor,
t e t a p i t i d a k mampu melindungi ayam d a r i serangan I B D d i Indonesia.Dengan penggunaan v a k s i n yang mengandung i s o l a t v i r u s IBD a s a l I n d o n e s i a t e r s e b u t diharapkan v a k s i n yang d i h a s i l k a n akan mampu
mencegah serangan atau infeksi v i r u s I B D yang a d a di Indonesia.
1 .
4.
Kipotesis
Mengingat b a h w a penyakit Gumboro d i Indonesia, walaupun t e l a h banyak digunakan v a k s i n a s a l i m p o r b a i k vaksin a k t i f maupun v a k s i n inaktif, namun ternyata m a s i h t e r j a d i w a b a h IBD yang s a n g a t meluas dan
d i i s o l a s i virus varian IBD yang memiliki variasi (keanekaragaman) struktur antigen atau susunan antigen yang berbeda (antigenic v a r i a n t )
dengan virus standar. Vaksin IBD yang b i a s a digunakan ternyata tidak mampu melindungi infeksi virus varian IBD. Maka dirumuskan hipotesis dalam penelitinn ini.
,
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitikn ini adalah:
(1) d i antara virus IBD asal lapang di Indonesia terdapat beberapa subtipe (varian) yang berbeda
11.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latar Belakang
Penyakit Gumboro p e r t a m a k a l i ditemukan tahun 1 9 6 2 d i d a e r a h p e t e r n a k a n ayam d i Gumboro, D e l a w a r e , A m e r i k a S e r i k a t . Penyakit ini
d i s e b a b k a n o l e h v i r u s dan menimbulkan n e k r o s i s t e r u t a d a p a d a organ l i m f o i d b u r s a F a b r i c i u s meskipun organ ~ i m f o i d ' l a i n n ~ a j u g a mengalami n e k r o s i e yang ringan. K a r e n a v i r u s ini menyerang d a n menimbulkan
k e r u s a k a n p a d a organ b u r s a F a b r i c i u s m a k a penyakitnya dinamakan Infectious Bursal Disease (IBD) (Lukert d a n Saif, 1991).
Tahun 1 9 7 2 , A l l a n et al. melaporkan b a h w a infekei v i r u e p a d a ayam berumur m u d a mengakibatkan imunosupresi.
Pengendalian penyakit Gumboro ini menemui kesulitan yang d i s e b a b k a n o l e h munculnya bentuk v a r i a n s e r o t i p e I yang mempunyai p e r b e d a a n s i f a t b i o l o g i k dengan g a l u r v i r u s s t a n d a r (Lukert d a n S a i f ,
1 9 9 1 ) .
2.2. Virua Penyebab Penyakit Gumboro
Penyakit Gumboro yang d i s e b u t j u g a Infectious Bursal Disease ( I B D ) a t a u Lymphocytolytic Disease p a d a ayam di s e b a b k a n o l e h v i r u s d a r i f a m i l i Birnaviridae, yang hanya mempunyai s a t u genus. Birnavirus (Kibenge et al.,, 1988a; Lukert dan Saif, 1 9 9 1 d a n Cavanagh,
1 9 9 2 ) .
Birnavirus berbentuk eimetri ikosahedran, dengan d i a m e t e r b e r k i s a r a n t a r a 55-65 nm dan t i d a k memiliki amplop. P a d a p a r t i k e l v i r u e I B D ditemukan 4 struktur p r o t e i n yang b e r h a s i l d i i d e n t i f i k a s i ,
d u a komponen yang b e s a r yaitu VP2 d a n VP3 eedang komponen yang
k e c i i d a r i v i r i o n ( p i n o r internal component) a d a l a h VP, d a n VP4. V i r u s
ini terlihat memiliki genom bersegmen dun : A dan B yang tersusun dari dun untai
R N A
sehingga dinamai Bfrnavfrus. Segmen genomB
mempunyai 2 800 pasangan b a s a yang mengkode protein VP, sedang
segmen A kurang lebih 3 300 pasangan b a s a dan mengkode
pembentukan poliprotein yang akan membentuk komponep VPZ, VP,
dan VP4 (Azad er al., 1985; Becht dan Mf.lller, 1991; Lukert dan
Saif, 1991; Fahey et al., 1991b dan Liu et a l . , 1994).
Tabel
1.
Genom
virus
Infectious
bursa1
h e u s e(Azad
etal,
1985)Segmen Protein virus
Berat molekul
Keterangan
A
w332
Kd
Ag
penentu
kelompok.
wz
40 Kd
sifat:
wtigenik
w4
28
Kd
sebagei
enzim
pro-
tease
virus
B
w~
90
Kd
komponen
internal
virion
terkecil
Berat molekul yang dimiliki empat jenis protein VP,, VP,, VP,.
dan VP4 adalah 90, 40, 3 2 dan 28 Kd. VP2 dan VP3 merupakan protein
utama dalam virus IBD, berturut-turut terdiri dari 5 1 dan 40 9'0 pada virus IBD serotipe I. VP, merupakan antigen penentu serotipe sedangkan
VP3 merupakan antigen penentu kelompok (Lukert dan Saif 1991).
Struktur protein VP, pada genom segmen A (kurang lebih mempunyai
ae&Brnidr*.&) antara lain rnemiliki determinan antigen yang sebagian
n!
besar dapat mer&gqang pembentukan antibodi yang memberi daya
[image:136.539.37.482.63.716.2]lindung (protektif) (Becht et al., 1988; Lukert dan Saif, 1991). Selain itu serotipe I mempunyai epitop speeifik p a d a bagian
VP,
yang dapatmengadakan reaksi silang dengao struktur protein serotipe 11, namun
tidak mampu melakukan netralisasi eempurna terhadap antibodi yang
terbentuk (Becht, 1980; Fahey et al.. 1989; Azad et al,, 1991; Oppling e t a1
.
1991; Ture dan Saif, 1992; Wu et al., el992 dan Hsine dan Boyle, 1993).Perbedaan lain adalah p a d a ukuran eegmen genom A yang pada serotipe I mengandung sekitar lebih 70 pasangan baea eedang regmen B mengandung 20 pasangan basa lebih panjang dibanding eerotipe I1
(Becht dan MUller, 1988).
D a r i hasil penelitian yang dilakukan oleh Ture dan Saif (1992)
s e r t a Kibenge et al. (1988~) diketahui bahwa dalam serotipe I yaitu
isolat virne lapang dan virus klaaik mempunyai perbedaan pada struktur
protein
VP2
yaitu pada virus varian dua p i t a : 45 Kd d m 41 Kd sedangvirus klasik hanya 40 Kd.
Kedua serotipe ( I dan 11), virus IBD memiliki keeamaan antigen kelompok (common group antigens). Antigen kelompok itu berada pada
VP2 dan VP3- P a d a VP, juga terdapat antigen spesifik untuk serotipbe
yang merangeang pembentukan antibodi pada netralisaai virus (Becht e t
a . 1988; Kibenge e t at., 1988a dan Jagadieh et a l . , 1990).
Fahey et al. (1985) menyatakan bphwa VP, bersifat antigenik
dan bertanggung jawab pada produkai antibodi dan merupakan imunogen
atau zat kebal yang sangat protektif sedangkan VP3 bertindak sebagai
antigen kelompok karena mengenal antibodi monoklonal VP3 baik
serotipe I maupun 11. VPl merupakan eebagian kecil komponen internal
d a r l v i r i o ~ &n akhirnya VP4 merupakan enzim protease pada virus IBD I
(Kibenge et al., 1984%; Ture dan Saif, 1992 dan Schnitzler et al.. 1993).
Sedangkan Becht et al. (1988) melaporkan kedua protein kapsid VP2
dan
VP3
mengandung epitop yang bertanggung jawab terhadapantigenisitas kelompok.
Beberapa peneliti telah melakukan uji nerologik yang
menggunakan antibodi monoklonal (Mobu) dengan fmmunoblottlng
,
seIain uji netralisasi terhadap inolat lapang, untuk membednkan virus
IBD dari serotipe I dan atau virus varian (Snyder et al., 1988; Fahey e t ai., 1991a dan Becht dan MUller, 1991)
2.3.
Serotipe dan Subtipe Virur Gumboro.
McFerran e t al. (1980) melaporkan bahwa virus IBD asal Eropa
terdiri dari serotipe I dan I1 eelain itu juga diketahui a d a variasi (keragaman) susunan asam amino antigen d i antara isolat virus IBD
a s a l Eropa, sedangkan d i USA menurut Jackwood dan S a i f (1983) ditemukan dua serotipe (I dan 11) .
Dalam serotipe I1 juga kemudian dapat diketahui a d a variasi
dalam susunan antigen d i antara galur, dan galur yang berbeda itu kemudian direbut subtipe atau varian. Isolat virus serotipe I1 ini dapat memperbanyak diri tanpa menimbulkan g e j a l a klinik dan tidak membuat kerusakan p a d a sel limfoid bursa Fabricius. Respon antibodi terhadap serotipe I1 dapat ditemukan baik pada ayam maupun p a d a kalkun (Jackwood et a!., 1982).
Seperti juga penelitian yang dilakukan oleh Jackwood e t (11.
(1983) telah berhasil mengidentifikaai isolat aral Amerika yang terdiri
dari 2 serotipe yang disebut sebagai serotipe I dan 11 ; sedangkan infeksi alam akibat virus IBD serotipe I1 yang biasanya menyerang kalkun ternyata s e c a r a serologik dapat ditemukan pada peternakan ayam
bahwa induk semang alamiah (inang primer) virus IBD serotipe I1 adalah kalkun, baik itu d i Amerika maupun d i Eropo (McNulty d m Saif, 1988). Kedua serotipe ini dapat dibedakan dengan uji netralisasi (Mahardika dan Becht, 1995).
Telah diketahui pula bahwa v i r u s IBD mempunyai dua serotipe
yaitu serotipe I yang sangat patogen terhadap ayam sedang serotipe I1
dapat mengiafeksi namun tidak menimbulkan perubahan klinik karena bersifat sedikit patogen bagi ayam dan kalkun, atau tidak patogen
sama sekali (Cumminge e t al., 1986 ; Kibenge e t a t . , 198Ba; Mahardika
dan Becht, 1995).
Eddy (1990) melaporkan bahwa itik merupakan hewan percobaan yang sangat peka terhadap infeksi virus
IBD
baik serotipe I maupun I1namun tanpa menimbulkan gejala klinik, meskipun terjadi respon
antibodi. Kadang-kadang serotipe I1 dapat bertindak sebagai penyebab infeksi d a m .
Sampai saat ini, baru diketahui dua serotipe virus IBD yang
patogen meskipun McFerran et al. (1980) telah berhasil menelaah hubungan aotigenik virus IBD asal ayam, kalkun dan itik. Satu serotipe lainnya yaitu serotipe I1 ternyata bersifat tidak patogen.
Beberapa peneliti melakukan uji netralisaei silang terhadap galpr virus vaksin eerotipe I dan haail uji tersebut memperoleh 6 subtips virus IBD. Adanya subtipe atau varian iai, diduga disebabkan karena telah terjadi mutaei gen virus IBD ( S a i f er al., 1985 dan Jackwood dan Saif, 1987). Subtipe atau varian tereebut dapat dibedakan dari eubtipe lainnya dalam serotipe yang sama dengan menggunakan uji serologik (Giambrone, 1990). Sedangkan Snyder et (11. (1986) dengan
menggunakan antibodi monoklonal dapat menentukan isolat serotipe I d i lapang.
virus klasik, tetapi keduanya berperan juga dalam kekebalan humoral. Kejadian kasus penyakit Oumboro di Eropa, Afrika d m Israel berbeda dengan yang di Amerika; wabah tersebut digolongkan sebagai akibat virus v a r i a n yang patogenik bukan yang antigenik. Virus varian tipe
patogenik ini menyebabkan kematian sampai 80-100% pada ayam S P F (Lukert, 1992 dan Van den Berg et al., 1991).
,
Selain daripada itu untuk membedakan antara virus etandar (baku) d a r i virus varian dapat dilakukan dengan uji netralisasi silaag (Oiambrone dan Closser, 1990)
P a d a peternakan ayam di Delmarva, usoha pengendalian penyakit Gumboro ini sangat sulit dengan ditemukannya bentuk virus varisn yang b e r b e d a d a r i galur virus IBD terdahulu .Virus varian tersebut
menyebabkan pengecilan bursa Fabricius lebih cepat dan menimbulkan efek uegatif lebih berat terhadap organ timus. Selain daripada itu virus
varian tereebut tidak dapat dinetralkan oleh antibodi anal induk maupun antibodi hasil vaksinasi dengan vaksin v i r u s standar. Ternyata virus varian itu mempunyai sifat biologik yang b e r b e d a dari v i r u s standar (Rosenberger et a l . , 1985 dan Lukert dan Saif. 1991).
2.4.
Kelainan Patologik Akibat Virur Gumboro
Telah dilnporkan juga kerusakan yang terjadi dalam organ target akibat infeksi virus serotipe I1 p a d a anak ayam seperti juga akibat infeksi virus serotipe I, hanya kerusakan tidak terjadi p a d a organ tonsil- sekum, timus dan limpa. S e l folikel limfoid bursa p a d a anak ayam
s e r o t i p e I1 b e r s i f a t infeksius d a n kontagius namun tidak patogen t e r h a d a p ayam ( B e c h t d a n M u l l e r , 1 9 9 1 ) .
T e l a h d i l a p o r k a n o l e h Burkhardt d a n M l l l l e r ( 1 9 8 7 ) d a n Kallfer-
W e i s s & W e i s s ( 1 9 8 0 ) b a h w a v i r u s Oumboro ternyata menyerang s e l l i m f o s i t B d a n t e l a h d i l a p o r k a n p a d a anak ayam yang mengalami
b u r s e k t o m i s a a t s e d a n g tumbuh (umur 1 minggu d a n 4 mingku) t e r n y a t a tahan t e r h a d a p s e r a n g a n v i r u s IBD. H a l ini t e l a h dibuktikan dengan
p e n e l i t i a n p a d a ayam y a n g diinfeksi v i r u s I B D m e l a l u i mulut (oral), t e r l i h a t p a d a p e r j a l a n a n infeksi yang mula-mula v i r u s b e r e p l i k a s i d a l a m ael l i m f o i d s a l u r a n pencernaan; s e l a n j u t n y a r e p l i k a s i k e d u a t e r j a d i
p a d a o r g a n b u r s a F a b r i c i u s yang menyebabkan peningkatan jumlah ( t i t e r ) v i r u s dan kemudian akan d i i k u t i dengan p r o s e s kematian ayam. T e r n y a t a infeksi s e l l i m f o s i t B p a d a organ b u r s a F a b r i c i u s b e r s i f a t cytolytlc yang a k a n menyebabkan r e a k s i imunosupresi. S e l a i n itu k e m a t i a n d a n t i m b u l n y a g e j a l a k l i n i k s e l a l u dihubungkan dengan s i s t e m k e k e b a l a n dan penurunan s e l - s e l s i s t e m haemolitik (Becht, 1 9 8 0 ; S h a r m a d m F r e d e r i c k s o n , 1 9 8 6 ; K i b e n g e et al., 1 9 8 8 a d a n D a S i l v a
et ai., 1992).
S e b a l i k n y a S c h a t et al. ( 1 9 8 1 ) d a n Okoye d a n Uzoukwu ( 1 9 9 0 )
t e l a h melakukan bursektomi s a a t e m b r i o n a l d a n ayam t e r s e b u t d i i n f e k s i dengan virun IBD p a d a umur 2 d a n 3 minggu m a k a t e r l i h a t l e s i o yang patognomonik b e r u p a p e r d a r a h a n p a d a o t o t d a d a d i s e r t a i t a n d a klinik l a i n n y a dm a k a n diikuti kematian ayam t e r s e b u t a k i b a t t i d a k terbentuknya k e k e b a l a n d a l a m tubuh ayam.
Sedangkan p a d a ayam y a n g t i d a k dibursektomi maka t e r l i h a t d e p r e s i yang b e r a t , d i a r e , n e k r o s i s limfatik yang g a n a s p a d a bursa, timus, g i n j a l d a n tonsil-sekum.
adalah bursa Pabricius terutama s e l limfosit pembawa Ig M. Jadi viru8 ini dengan cepat akan memperbanyak d i r i dalam bursa Fabricius. Selain itu virus akan menyebar ke seluruh organ tubuh, meskipun sel limfosit T dan eel null kurang peka terhadap virue tersebut diban- dingkan sel B.
Meskipun demikian virus IBD tetap memperbanyaU d i r i dalam jumlah yang sedang dan dapat diketahui t h b u l reaksi pertahanan tubuh yaitu dengan ditemukannya antibodi dalam darah sehingga virus akan cepat dinetralkan. Tidak mengherankan apabila antibodi terhadap
IBD dapat diketahui 5 hari setelah infeksi (KBufer-Weis dan Weiss,
1980; H i r a i et al., 1981; Ley et al., 1984 dan Jackwood et al., 1987).
2.5.
Masa
Inkubari
dan
Tanda Klinik
Penyakit Gumboro
M a s a inkubasi penyakit h i sangat singkat, 18-24 jam nedang
tanda klinik yang &an terlihat dalam 2-3 hari. Helmbotdt dan a a r n e r (1964) dan Ley e t af. (1984) secara histologik menemukan virus dalam bursa 24 jam setelah infekri, sedang MUller et al. (1979) dengan uji imunofluoresen menemukan virus dalam sel limfoid dan s e l makrofag. 4-
5 jam setelah infeksi melalui mulut. Menurut Weiss d m Kaufer-Weies (1994) setelah masa inkubaei maka &an terjadi viremia pertama (primary viraemia) dan virus ditemukan dalam sel makrofag dan sel limfoid saluran pencernaan, 4-5 jam pascainfeksi. dilanjutkan terjadinya
replikasi virus dan menyebabkan nekroeie pada bursa 11 jam setelah infeksi. Keadaan ini akan bersamaan dengan terjadinya viremia sekunder dan juga mengakibatkm l e s i o p a d a organ tubuh lainnya yaitu limpa, timus, toneil-sekum, hati, ginjal dan sumsum tulang
.
tampak b e r d i r i (tegak), diare yang bercampur air s e r t a kotoran berwarna
putih kekuningan, anoreknia, ayam mengalami depreei, gemetaran dan kadang-kadang disertai kematian dalam waktu 3 hari akibat ayam mengalami dehidrataei dan suhu badan menjadi subnormal (Chui dan Thorsen, 1983; Lukert dan Saif. 1991 d m D a S i l v a et al., 1992). Setelah ayam mati maka oecara patologik p a d a otot dada dan otot 'paha bagian
dalam terlihat bercak kemerahan (heemorrhagi), titik-titik perdarahan p&da daerah perbatasan organ proventrikulus dan perut lambung Cgtzard) dan tanda khas yang terlihat adalah nekrosis p a d a bursa Fab- ricius disertai dengan perbarahan d m edema peribursal (Metz d m
Harrison, 1986; D a S i l v a et a l . , 1992 dan Weies dan Kanfer-Weies, 1994).
P a d a ayam yang peka, angka kesakitan dapat meningkat mencapai
loo%, sedang kematian terjadi p a d a hari ke 3 setelah infeksi, mulai meningkat dan diikuti penurunan p a d a hari ke 5-7. A d a kalanya angka kematian 0% namun dapat berubah menjadi 20-30Y0. Qarnbaran penyakit tersebut mempunyai kurva m o r b i d i t a ~ yang meningkat secara cepat.
dengan cepat pula menurun. Selanjutnya b i l a dibiarkan tanpa diobatipun s e c a r a cepat pula ayam menjadi sehat kembali.
Angka kematian anak ayam yang terinfeksi saat berumur 1 haria mencapai kurang lebih 30% dan kematian itu ditandai antara lain
dengan tidak terserapnya kantung kuning telur (yolk sac), nekrosis dan perbarahan bursa Fabricius, jaringan peribursal dan ureter. Perbarahan dan edema ureter disebabkan retensi urin s e r t a nephrohidrosis (Weise
dan KBufer-Weiss, 1994).
Kejadian wabah penyakit Oumboro d i Jepang menyebabkaa
kematian ayam mencapai 70%, dapat dibuktikan berbeda dengan virus IBD varian asal USA (Tsukamoto et al., 1992).
Menurut Lukert dan Hitchner (1984), ayam yang peka adalah umur
sampai terjadi kematian; selain d a r i p a d a itu juga dapat mengakibatkan perdarahan pada otot paha d m d a d a (Kibenge et al., 1988a)
Virus Ciumboro dapat menimbulkan penyakit bentuk subklinik b i l a
menyerang ayam umur kurang dari 3 minggu tanpa menimbulkan g e j a l a klinik. P a d a umumnya ayam tersebut akan kehilangan k e m p p u a n daya k e b a l s e o a r a permanen eehingga mudah tersernhg baik oleh virus, bakteri maupun cendawan (Rosenberger et al., 1975 dan aiambrone, 1990). P a d a penyakit bentuk subklinik, virus Ciumboro menimbulkan kerusakan bursa s e c a r a kronik dan mampu meastimulaei rintesis antibodi anti IBD (McIlroy et al., 1992 dan Amstrong et al., 1981).
Beberapa isolat virus IBD dapat memperbanyak diri p a d a biakan eel primer embrio ayam, termasuk s e l ginjal dan eel fibroblas, sebab
virus dapat beradaptasi dengan baik p a d a eel-sel tersebut (Kibenge et al., 1988b). s e d a n g k q virus varian yang ditumbuhkan pada membran khorio-alantoik dari telur berembrio tidak mengakibatkan kematian embrio tersebut (Kibenge dan M c Kennan, 1992).
Ture dan Saif (1992) mengemukakan bahwa organ bursa merupakan tempat yang sangat baik untuk perbanyakan virus IBD s e c a r a sempurna
dibandingkan dengan p a d a biakan jaringan fibroblas embrio ayam.
Wabah penyakit Ciumboro ini eering dijumpai d i daernh yang padat peternakan ayamnya dan kejadian infeksi virus IBD sangat tinggi terutama pada ayam yang berumur muda. Ciejala klinik p a d a ayam tidak tampak jelae karena ayam masih mempunyai antibodi a s a l induk atau akibat infeksi virue varian. Virus varian ternyata menimbulkan perubahan
subklinik berupa reaksi imunosupreei (Lukert. 1977; Lukert dan Saif, 1991).
mengandung antibodi terhadap IBD. Meskipun demikian virus IBD tidak dapat diiaolasi dari kasue tereebut d i atas (Lukert, 1977).
Peroah dilaporkan bahwa penyakit a u m b o r o mengakibatkan jumlah
kematian yang cukup tinggi p a d a anak ayam petelur dibandingkan dengan
anak ayam pedaging menkipua efek imunorupreni yang ditimbulkan r m a 1)
p a d a kedua j e n i s ayam tsrrebut (Lukert, 1977; Van den Berg et al.,
1991 dan Bumetead e t al., 1993). Sedangkan menurut Box (1989).
antibodi anal induk p a d a ayam pedagiag akan cepat menurun
dibandingkan p a d a ayam petelur (Bumstead et ai., 1993).
Dilaporkan p u l a oleh Saif (1991) bahwa organ bursa Fabricius
mengalami pembeearan akibat proses perbarahan yang &an segera
diikuti dengan terjadinya atrofi. P a d a beberapa isolat lapang yang
dianggap sebagai virus varian tidak mengakibatkan perbarahan tetapi
atrofi bursa.
Kerusakan eel limfosit mengakibatkan atrofi burea Fabriciue;
kelainan tersebut juga terjadi p a d a limpa, timua, t o a s i l - ~ e k u m dan
glandula Harderian, hanya derajat keruealrannya tidak parah.
Nunoya e t al. (1992) melaporkan d i Jepang, bahwa isolat lapang
mampu merangeang terjadinya nekrosis berat p a d a timun dan aplasia
sumsum tulang. S e l a i n daripada itu menimbulkan reakei p e r a d a n g h
eistemik yang ditandai dengan meningkatnya aktifitas eistcm fagoeitosin
s e l moaonuklear. Keadaan ini dihubungkan dengan adanya penekanan
perkembangan eistem kekebalan tubuh berperantara sel.
Akibatnya terjadi kerusakan nel limfosit T nehingga ayam
kehilangan rerpon kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksinasi.
Amstrong et a l . (1981) mengemukakan bahwa kerusakan bursa
yang bersifat kronik pada stadium infeksi lanjut, mengakibatkan penurunan berat bursa Fabricius
.
Winterfield et al. (1972) menyatakan bahwa pada ayam umur
kurang d a r i 3 minggu, infeksi IBD hanya dapat diketahui perubabannya
,
secara mikroskopik p a d a bursa Fabricius. Sedangkan pada pemerikaaan secara histopatologikpun aangat sulit diketahui karena agen penyebab
infeksiua atau non infeksiuspun menimbulkan penurunan jumiah sel limfosit d m nekrosis bursa Fabricius. Selain itu infeksi virus varian tidak menyebabkan imflnmaai heterofilik pada bursa seperti pada infeksi serotipe I lainnya. Pada awal infeksi virus IBD, secara
serologik tidak j e l a s karena p a d a masa tersebut respon kekebalan sedang terbentuk dan s a a t itu ayam masih mempunyai antibodi anal induk (Sharma et 41.. 1986; dan Jackwood et al., 1992).
Sejak beberapa tahun yang lalu sudah dilaporkan bahwa ada
isolat virus ganas yang merupakan virus varian atau subtipe baru dalam serotipe yang a d a d i lapang (Rosenberger dan Cloud, 1986; Snyder,
1986 dan Rosales et at., 1989).
Virus varian yang dikenal d i
USA
mempunyai bentuk antigenik yang tidak dapat dinetralkao oleh antibodi asal induk. Karena antibodi tersebut tidak mengenal virus varian baru maka anak ayam mudah terserang penyakit Ctumboro. Virus varian ini tidak mengakibatkan perdarahan pada otot d a d a namun menyebabkan kerueakan sel pada bursa Fabricius yang bereifat permanen sehingga bursa mengalami atrofi d m berdampak lebih imunosupresif dibandingkan infeksi olehvirue klasik. Infeksi p a d a embrio ayam sedikit menimbulkan kematian tetapi mengakibatkan kekerdilan (Lukert, 1992).
folikuler meskipun tingkat kejadian dan keganasannya lebib berat dibanding virus baku (klasik). Infeksi virus varian menyebabkan kerusa- kan eel limfoid bursa yang selanjutnya juga menyebabkan atrofi lipatan (plicae) bursa dan organ bursa mengecil eedangkan infekei virus klasik
menyebabkan perbarahan p a d a bursa dengan ditandai adanya infiltraei sel heterofil dan edema p a d a lipatan bursa, dinding b u h a dan lapisan aerosa bursa. Selain itu pada awal minggu pertama b i l a terjadi infeksi
01th virus klaaik maka terlihat perubahan patologik berupa nekrosia sel limfosit timus yang ditandai dengan pengecilan organ timua dan ha1 teraebut tidak terjadi pada infeksi infeksi oleh virus varian.
2.6.
Imunorupreri
Keadaan imunosupresi sulit diketahui apabila ayam berumur muda tereerang penyakit Gumboro subklinik, juga bila terinfeksi oleh virus varian yang tidak menimbulkan perubahan yang j e l a s p a d a organ bursa Pabricius. Selain itu Faragher ef 01. (1972) mengamati adanya hubungan antara virulensi virua , umur ay.am dan efek imunosupresi yang timbul akibat infeksi virus IBD. Telah dibuktikan pada penelitiannya j i k a
infeksi virus IBD terjadi p a d a anak ayam (DOC) maka ayam akah menderita imunosupresi yang j e l a s memperlihatkan kegagalan pem- bentukan antibodi pada program vaksinasi ND, eedangkan infeksi virus IBD yang menyerang ayam berumur 7 hari menunjukkan bentuk subklinik
malahan aulit diketahui dibandingkan a p a b i l a terjadi p a d a umur 1 4 hari ntau lebih.
virulensinya sedang dan rendah maka masing-masingpun menimbulkan reaksi imunosupresi sedang dan rendah.
Mekanisme imunosupresi terutama disebabkan oleh penurunan jumlah s e l limfosit B. Penurunan jumlah eel tersebut disebabkan antara
lain oleh lisisnya sel B, re1 T penolong (T helper c e l l ) dan sel-eel yang bekerja pada respon imun aehingga keadaah tersebut
mengakibatkan imunosupresi yang persisten merkipun virus IBD sudah tidak ditemukan. Walaupun demikian ayam masih mampu membentuk antibodi yang cukup tinggi terhadap virus IBD itu sendiri dan antibodi tersebut tetap persisten dalam jangka waktu yang panjang (Ismail dan Saif, 1991; Saif, 1991).
Ha1 tersebut di ataa telah dilaporkan oleh Allan et a l . (1972), Hirai e t a l . (1974a) dan Meulemans e t al. (1977) bahwa infekei virus
IBD mengakibatkan penurunan daya kekebalan. Mekanisme penurunan daya kekebalan tersebut (imunosupresi) disebabkan oleh lisisnya sel limfosit B (Van den Berg et al., 1991; Lam, 1991; Narita e t al., 1 9 9 1 dan
Saif, 1994).
Lnporan lain menunjukkan bahwa penekanan respon antibodi itu terjadi p u l a pada vaksin selain ND (Wood et a t . , 1988 dan Nakamura et
al., 1992).
Chui dan Thorsen (1983) melaporkan pada kalkun, virus IBD ternyata dapat menimbulkan reaksi imunosupresi baik humoral maupun seluler; mekanisme imunoeupresi tersebut tidak diketahui j e l a s namun kemungkinan alcibat degenerasi bursa yang cukup ringan meskipun tetap
tidak dapat berespon humoral recara normal.
(Lukert, 1977; Faragher et a l . , 1974 dan Kaufer-Weiss dan Weirs,
1980). Hal demikian dapat dijelaskan p a d a anak ayam yang mengalami bursektomi maka respon kekebalan dihasilkan oleh organ limpa dan organ limfoid lainnya, redangkan imunosupresi itu sendiri diakibatkan
oleh kerusakan bursa Fabricius (Cummings et al.,