• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Sebagai Repellent Nabati Dalam Mengurangi Jumlah Lalat Yang Hinggap Selama Proses Penjemuran Ikan Asin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Sebagai Repellent Nabati Dalam Mengurangi Jumlah Lalat Yang Hinggap Selama Proses Penjemuran Ikan Asin"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN CENGKEH (Syzigium aromaticum) SEBAGAI REPELLENT NABATI DALAM MENGURANGI

JUMLAH LALAT YANG HINGGAP SELAMA PROSES PENJEMURAN IKAN ASIN

SKRIPSI

OLEH:

MINAR INDRIASIH NIM. 091000094

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN CENGKEH (Syzigium aromaticum) SEBAGAI REPELLENT NABATI DALAM MENGURANGI

JUMLAH LALAT YANG HINGGAP SELAMA PROSES PENJEMURAN IKAN ASIN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

MINAR INDRIASIH NIM. 091000094

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Residu insektisida dalam rantai makanan dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa residu insektisida terdapat pada produk ikan asin akibat adanya penggunaan insektisida sintetis untuk menghindari serangan lalat pada proses penjemuran ikan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) sebagai repellent nabati dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap selama proses penjemuran ikan asin.

Penelitian ini bersifat eksperimen semu dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana percobaan dilakukan dengan enam macam konsentrasi yakni 0% (sebagai kontrol), 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5% dengan 3 kali pengulangan. Data dianalisa dengan menggunakan statistik uji Anova One Way dan Kruskall Wallis, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey HSD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lalat yang menghinggapi ikan selama proses penjemuran adalah lalat rumah (Musca domestica) dan lalat hijau (Chrysomya megacephala). Adapun daya proteksi dari ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) yakni pada konsentrasi 2,5% sebesar 32,59 %, konsentrasi 5% sebesar 44,07%, konsentrasi 7,5% sebesar 50,74%, konsentrasi 10% sebesar 94,44% dan konsentrasi 12,5% sebesar 98,14%.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa konsentrasi 10% ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan yang paling efektif untuk mengurangi jumlah lalat yang hinggap dalam proses penjemuran ikan asin. Diharapkan dengan diketahui adanya daya tolak ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) terhadap lalat dapat menjadi alternatif pengendalian vektor yang bersifat alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

(5)

ABSTRACT

Insecticide residues contained in food chain can give negative effects on public health. Various studies have shown that insecticide residues were contained in salted fish products by the application of synthetic insecticides on the fish to avoid flies infestation during the drying process.

The aim of this study was to determine the application of clove leaf (Syzigium aromaticum) extract to reduce flies’ infestation during the drying process.

The design of this research was quasi-experimental with Completely Randomized Design (CRD), conducted with six different concentrations of the extract which were 0% (as control), 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, 12.5 % in three replications.The data were analyzed using One Way Anova or Kruskall Wallis, and continued with Tukey HSD test.

The results of this study indicated that the flies’ species which infested fish during the drying process were Musca domestica and Chrysomya megacephala. The protection power of clove leaf (Syzigium aromaticum) extract to flies on concentration 2,5% was 32,59%, on concentration 5% was 44,07%, on concentration 7,5% was 50,74%, on concentration 10% was 94,44%, on concentration 12,5% was 98,14%.

The conclusion was clove leaf (Syzigium aromaticum) extract on concentration 10 % was the most effective to avoid flies’ infestation during the drying process. Hopefully, clove leaf (Syzigium aromaticum) extract can be use as one of the controller alternatives upon the vector especially for the flies and it is also use as natural insecticide which is safe for both environment and human.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Minar Indriasih

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/25 Oktober 1990 Agama : Kristen Katolik

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Jl. Jamin Ginting, Gg. Maju No. 26, Medan/Komplek Puri Dewata Indah AE 1 No. 23, Tangerang

Riwayat Pendidikan

1997-2003 : SD STRADA SANTO FRANSISKUS TANGERANG

2003-2006 : SMP STRADA SANTA MARIA 1 TANGERANG

2006-2009 : SMAN 1 TANGERANG

2009-2013 : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pemanfaatan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Sebagai Repellent Nabati Dalam Mengurangi Jumlah Lalat Yang Hinggap Selama Proses Penjemuran Ikan Asin” ini.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini juga dapat terlaksana berkat dukungan berbagai pihak yang pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Ir. Evi Naria, MKes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

(8)

6. Ir. Evi Naria, MKes, selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 7. dr. Mohd. Arifin Siregar, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah memperhatikan penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU. 8. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan

memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Kak Dian Afriyanti selaku Asisten Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKM USU yang turut membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

10.Kepala Lurah Belawan Bahari, Bapak Suryono, beserta staf yang telah banyak membantu dan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Kampung Kurnia Kelurahan Belawan Bahari.

11.Kepada keluarga Bapak Simanjuntak yang bersedia menerima penulis untuk melakukan penelitian di lokasi kediamannya serta banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

(9)

13.Untuk seluruh keluargaku yang ada di Medan, terima kasih telah menemani penulis selama menempuh pendidikan di bangku kuliah ini, serta banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

14.Untuk Kelompok Kecil “Inner Being” : Kak Pujita, Sondang, Adri, Manda, dan Marta, terima kasih untuk persekutuan yang indah dan sukacita yang kita rasakan selama ini, bahkan terima kasih telah menjadi tempat untuk sharing akan banyak hal.

15.Tak lupa untuk sahabat-sahabatku “ZV” yang terkasih : Sondang, Adri, Manda, Mince, Wati, Bian, Tina, Henny, Memory, Lastri, Nita dan Marta, terima kasih telah menjadi sahabat yang setia, bahkan banyak membantu di dalam pelaksanaan penelitian ini. Bersyukur boleh mengenal kalian dengan segala keunikan dan kelucuan masing-masing.

16.Untuk seluruh rekan mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak memberi semangat dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2013 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ………..i

Abstrak ... ii

Abstract ... .iii

Daftar Riwayat Hidup ... .iv

Kata Pengantar ... .v

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 6

2.2. Gambaran Umum tentang Lalat ... 9

2.2.1. Klasifikasi Lalat ... 10

2.2.2. Siklus Hidup Lalat... 11

2.2.3. Tata Hidup Lalat ... 13

2.2.4. Lalat sebagai Vektor Penyakit ... 16

2.2.5. Karakteristik Lalat Rumah (Musca domestica) dan Lalat Hijau (Chrysomya megacephala) ... 17

2.2.5.1 Lalat Rumah (Musca domestica) ... 17

2.2.5.2 Lalat Hijau (Chrysomya megacephala) ... 19

2.2.6. Pengendalian Lalat ... 21

2.3. Insektisida ... 24

2.3.1. Repellent ... 25

2.3.2. Dampak Penggunaan Insektisida Sintetis Terhadap Kesehatan ... 26

2.3.2.1 Dampak Akut terhadap Kesehatan ... 26

2.3.2.2 Dampak Kronis terhadap Kesehatan ... 27

2.4. Insektisida Nabati ... 28

2.4.1. Cara Pembuatan Insektisida Nabati ... 29

2.4.2. Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati ... 29

2.5. Gambaran Umum Tanaman Cengkeh ... 30

2.5.1. Morfologi Tanaman Cengkeh ... 30

(11)

2.5.3. Manfaat Tanaman Cengkeh ... 32

2.5.4. Kandungan Kimia Tanaman Cengkeh ... 33

2.6. Gambaran Umum tentang Ikan asin ... 30

2.6.1. Pengertian Ikan Asin ... 34

2.6.2. Pengolahan Ikan Asin ... 35

2.6.2.1 Penggaraman ... 35

2.6.2.2 Penjemuran ... 36

2.6. Kerangka Konsep ... 38

2.7. Hipotesa Penelitian... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2. Waktu Penelitian ... 39

3.3. Objek Penelitian ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5. Alat dan Bahan Penelitian ... 40

3.5.1. Alat Penelitian ... 40

3.5.2. Bahan Penelitian... 40

3.6. Cara Kerja Penelitian ... 41

3.6.1. Cara Pembuatan Ekstrak Daun Cengkeh ... 41

3.6.2. Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Ekstrak Daun Cengkeh ... 41

3.6.3. Cara Pembuatan Sampel Ikan Asin Yang Akan dijemur ... 42

3.6.4. Langkah-Langkah Dalam Melakukan Efektifitas Ekstrak Daun Cengkeh Dalam Mencegah Lalat Hinggap ... 43

3.7. Definisi Operasional ... 44

3.8. Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian... 47

4.2. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban ... 48

4.3. Hasil Uji Aktivitas Repelensi Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Terhadap Lalat Selama Proses Penjemuran Ikan Asin ... 48

4.3.1. Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan Dengan Perlakuan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum) Selama Penjemuran Pada Ulangan I ... 49

(12)

4.3.3. Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan Dengan Perlakuan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum) Selama

Penjemuran Pada Ulangan III ... 52

4.3.4. Rata-Rata Jumlah Lalat yang Hinggap pada Ikan selama Penjemuran Hari I, II, III ... 53

4.3.5. Rata-Rata Jumlah Lalat Berdasarkan Jenisnya yang Hinggap pada Ikan selama Penjemuran Hari I, II, III .. 55

4.4. Hasil Perhitungan Daya Proteksi Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Berbagai Konsentrasi ... 57

4.5 Analisa Statistik ... 11

4.5.1. Analisa Statistik Jumlah Hinggapan Lalat secara Keseluruhan ... 59

4.5.2. Analisa Statistik Jumlah Hinggapan Lalat Berdasarkan Jenisnya ... 62

4.5.3. Analisa Statistik Daya Proteksi Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) ... 64

BAB V PEMBAHASAN ... 66

5.1. Suhu dan Kelembaban ... .66

5.2. Daya Tolak Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) terhadap Lalat ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran ... 72 Daftar Pustaka

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan Selama Penjemuran Pada Ulangan I... ... 49 Tabel 4.2. Jumlah Lalat Berdasarkan Jenisnya yang Hinggap Pada Ikan

Selama Penjemuran Pada Ulangan I ... 50 Tabel 4.3. Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan Selama Penjemuran Pada

Ulangan II... 51 Tabel 4.4. Jumlah Lalat Berdasarkan Jenisnya yang Hinggap Pada Ikan

Selama Penjemuran Pada Ulangan II ... 51 Tabel 4.5. Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan Selama Penjemuran Pada

Ulangan III ... 52 Tabel 4.6. Jumlah Lalat Berdasarkan Jenisnya yang Hinggap Pada Ikan

Selama Penjemuran Pada Ulangan III... 53 Tabel 4.7. Rata-Rata Jumlah Lalat yang Hinggap pada Ikan Selama

Penjemuran Hari I, II, III... 54 Tabel 4.8 Rata-Rata Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Pengulangan I, II, III

Berdasarkan Jenis... ... 55 Tabel 4.9. Hasil Perhitungan Daya Proteksi (%) Ekstrak Daun Cengkeh

(Syzigium aromaticum) terhadap Lalat Pada Ulangan I ... 57 Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Daya Proteksi (%) Ekstrak Daun Cengkeh

(Syzigium aromaticum) terhadap Lalat Pada Ulangan II ... 57 Tabel 4.11. Hasil Perhitungan Daya Proteksi (%) Ekstrak Daun Cengkeh

(Syzigium aromaticum) terhadap Lalat Pada Ulangan III ... 58 Tabel 4.12. Rata-Rata Daya Proteksi (%) Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium

aromaticum) terhadap Lalat Pada Ulangan I, II, III ... 58 Tabel 4.13. Hasil Uji Anova Jumlah Lalat Keseluruhan yang Hinggap Pada

(14)

Tabel 4.14. Hasil Uji Tukey Jumlah Lalat Keseluruhan yang Hinggap Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) ... 61 Tabel 4.15. Hasil Uji Kruskall Wallis Jumlah Lalat Berdasarkan Jenis yang

Hinggap Pada Berbagai Konsentrasi ... 62 Tabel 4.16. Hasil Uji Tukey Jumlah Lalat Rumah (Musca domestica) yang

Hinggap Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) ... 63 Tabel 4.17. Hasil Uji Kruskall Wallis Daya Proteksi Ekstrak Daun Cengkeh

(Syzigium aromaticum) Terhadap Lalat Pada Berbagai Konsentrasi ... 64 Tabel 4.18. Hasil Uji Kruskall Wallis Daya Proteksi Ekstrak Daun Cengkeh

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus Hidup Lalat…..……….…………..11

Gambar 2.2. Telur dan Larva Lalat……….12

Gambar 2.3. Kepompong dan Lalat Dewasa…..……….…13

Gambar 2.4. Bagan Penularan Penyakit oleh Lalat.……..…………..………17

Gambar 2.5. Lalat Musca domestica dewasa ………..………18

Gambar 2.6. Bentuk mata Musca domestica jantan dan betina …..………18

Gambar 2.7. Chrysomya megacephala jantan dan betina.……..……….………20

Gambar 2.8. Daun dan Bunga cengkeh ………..……31

Gambar 4.1. Histogram Penurunan Rata-Rata Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan dengan Perlakuan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Berbagai Konsentrasi …..………...54

Gambar 4.2. Histogram Perbandingan Rata-Rata Jumlah Lalat Berdasarkan Jenisnya yang Hinggap Pada Ikan dengan Perlakuan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Berbagai Konsentrasi.………..……56

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Melakukan Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Kelurahan Belawan Bahari

Lampiran 4. Perhitungan Daya Proteksi Lampiran 5. Hasil Transformasi Data Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas Data Lampiran 7. Hasil Uji Anova Satu Arah Lampiran 8. Hasil Uji Kruskall Wallis

Lampiran 9. Penghitungan Koefisien Keragaman Lampiran 10. Hasil Uji Lanjut Tukey HSD

(17)

ABSTRAK

Residu insektisida dalam rantai makanan dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa residu insektisida terdapat pada produk ikan asin akibat adanya penggunaan insektisida sintetis untuk menghindari serangan lalat pada proses penjemuran ikan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) sebagai repellent nabati dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap selama proses penjemuran ikan asin.

Penelitian ini bersifat eksperimen semu dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana percobaan dilakukan dengan enam macam konsentrasi yakni 0% (sebagai kontrol), 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5% dengan 3 kali pengulangan. Data dianalisa dengan menggunakan statistik uji Anova One Way dan Kruskall Wallis, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey HSD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lalat yang menghinggapi ikan selama proses penjemuran adalah lalat rumah (Musca domestica) dan lalat hijau (Chrysomya megacephala). Adapun daya proteksi dari ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) yakni pada konsentrasi 2,5% sebesar 32,59 %, konsentrasi 5% sebesar 44,07%, konsentrasi 7,5% sebesar 50,74%, konsentrasi 10% sebesar 94,44% dan konsentrasi 12,5% sebesar 98,14%.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa konsentrasi 10% ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan yang paling efektif untuk mengurangi jumlah lalat yang hinggap dalam proses penjemuran ikan asin. Diharapkan dengan diketahui adanya daya tolak ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) terhadap lalat dapat menjadi alternatif pengendalian vektor yang bersifat alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

(18)

ABSTRACT

Insecticide residues contained in food chain can give negative effects on public health. Various studies have shown that insecticide residues were contained in salted fish products by the application of synthetic insecticides on the fish to avoid flies infestation during the drying process.

The aim of this study was to determine the application of clove leaf (Syzigium aromaticum) extract to reduce flies’ infestation during the drying process.

The design of this research was quasi-experimental with Completely Randomized Design (CRD), conducted with six different concentrations of the extract which were 0% (as control), 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, 12.5 % in three replications.The data were analyzed using One Way Anova or Kruskall Wallis, and continued with Tukey HSD test.

The results of this study indicated that the flies’ species which infested fish during the drying process were Musca domestica and Chrysomya megacephala. The protection power of clove leaf (Syzigium aromaticum) extract to flies on concentration 2,5% was 32,59%, on concentration 5% was 44,07%, on concentration 7,5% was 50,74%, on concentration 10% was 94,44%, on concentration 12,5% was 98,14%.

The conclusion was clove leaf (Syzigium aromaticum) extract on concentration 10 % was the most effective to avoid flies’ infestation during the drying process. Hopefully, clove leaf (Syzigium aromaticum) extract can be use as one of the controller alternatives upon the vector especially for the flies and it is also use as natural insecticide which is safe for both environment and human.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah pangan yang mencukupi dan bebas dari penyakit sudah menjadi pemikiran manusia sejak dulu. Sebab, peningkatan derajat kesehatan tidak terlepas kaitannya dengan konsumsi bahan pangan yang berkualitas, bernilai gizi tinggi dan aman, yakni tidak terdapatnya benda asing yang dapat merusak kesehatan. Semakin meningkatnya kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan mendorong konsumen untuk selektif memilih bahan pangan (Naria, 1994).

Bagi masyarakat Indonesia, ikan menjadi salah satu sumber bahan pangan guna memenuhi kebutuhan akan zat gizi protein. Ikan juga diakui sebagai functional food yang mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang, vitamin, serta makro dan mikro mineral (Heruwati, 2002).

(20)

Salah satu proses penting yang dilakukan dalam pengolahan ikan asin adalah tahap penjemuran atau pengeringan (Afrianto, 1991). Menurut Kow dkk dalam Heruwati (2002), proses pengeringan ikan asin memiliki potensi risiko pertumbuhan mikroorganisme akibat infestasi lalat. Penjemuran ikan asin yang dilakukan di udara terbuka dengan memanfaatkan sinar matahari, memungkinkan terjadinya serangan lalat, yakni serangan lalat rumah (Musca domestica) dan lalat hijau (Chrysomya megacephala). Lalat rumah dapat menghasilkan telur 90-120 butir sedangkan lalat hijau menghasilkan 200-300 butir setiap kali bertelur. Selain menyebabkan kerusakan fisik, lalat juga menjadi perantara bagi kontaminasi bakteri pembusuk, patogen serta pembentuk racun seperti Acinetobacter, Staphylococcus, dan Vibrionaceae. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa satu ekor lalat dapat membawa sekitar 102-103 bakteri pada musim kemarau dan antara 108-109 pada musim hujan.

(21)

pada ikan asin yang dijual di pasar yang ada di Kota Medan, menunjukkan bahwa dari beberapa sampel ikan asin yang diambil terdapat sampel yang terbukti positif mengandung insektisida.

Penggunaan insektisida sintetis yang tidak sesuai dengan fungsi dan ukurannya menimbulkan masalah berupa kandungan residu insektisida pada komoditi bahan pangan, yang pada akhir dapat membahayakan kesehatan masyarakat (Naria, 1994). Residu insektisida yang terdapat dalam rantai makanan dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia yakni menyebabkan keracunan bahkan kematian. Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan bahwa pestisida dapat memberikan efek jangka panjang yakni menyebabkan kanker, gangguan kesehatan reproduksi pria dan wanita, kelainan syaraf, merusak sistem kekebalan tubuh, dan Parkinson (Emmy L.S, 1995).

Untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetik perlu dikembangkan insektisida yang berasal dari alam dan penggunaannya aman bagi lingkungan maupun masyarakat. Insektisida nabati memiliki susunan molekul yang mudah terurai menjadi senyawa yang tidak membahayakan.

Beberapa tanaman yang tergolong ke dalam tanaman aromatik seperti serai wangi, kayu putih, geranium, zodia, dan lainnya diyakini mempunyai khasiat mengusir lalat (Kardinan, 2007). Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan berfungsi sebagai insektisida diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tannin, flavanoid, alkaloid, steroid dan minyak atsiri (Naria, 2005).

(22)

Rosnawati (1998). Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah ikan cucut (Charcarinus sp) yang dalam pengolahannya menjadi ikan asin sering mendapat serangan lalat. Insektisida pembanding yang digunakan adalah pirimiphos methyl. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah lalat yang hinggap setiap dua jam sekali. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ekstrak kencur lebih efektif mencegah serangan serangga pada pengolahan ikan asin dibanding insektisida sintetis jenis pirimiphos methyl, akan tetapi sebagai racun kontak pirimiphos methyl lebih efektif dibandingkan ekstrak kencur.

Penelitian juga dilakukan oleh Fardaniyah (2007) untuk mengetahui pengaruh minyak serai wangi (Cymbopogon nardus) sebagai alternatif insektisida nabati terhadap infestasi lalat hijau (Chrysomya megacephala) pada ikan segar. Penelitian ini dilakukan dengan memasukkan ekor ikan mas segar yang masing-masing dilumuri minyak serai wangi dengan konsentrasi bertingkat, dimulai dari 0% (kontrol), 2,5%, 5%, 10%, 20%, hingga 40%, ke dalam kandang biakan lalat C. megacephala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan daya hinggap lalat dimulai dari konsentrasi 2,5%, dan penurunan jumlah larva yang signifikan pada ikan mas yang dilumuri minyak serai wangi mulai dari konsentrasi 2,5%, hingga 40% dibandingkan terhadap kontrol.

(23)

bawang putih pada konsentrasi 6 % dan 7,5 % memiliki kemampuan penolakan terhadap lalat.

Tanaman lain yang termasuk tanaman aromatik dan mengandung minyak atsiri adalah tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum). Tanaman cengkeh diketahui mengandung minyak atsiri jenis eugenol yang aromanya diduga tidak disenangi lalat. Berdasarkan hasil penelitian di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), produk cengkeh daun, gagang dan bunga dapat menekan bahkan mematikan pertumbuhan miselium jamur, koloni bakteri dan nematoda. Produk cengkeh bisa digunakan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida, dan insektisida (Asman dkk, 1997).

Tanaman cengkeh adalah tanaman rempah, dimana bagian utama tanaman cengkeh yang paling komersial adalah bunga cengkeh yang sebagian besar digunakan dalam industri rokok yaitu berkisar 80-90%. Sementara untuk daun cengkeh belum termanfaatkan secara maksimal dan masih dianggap limbah yang kurang berguna (Nurdjannah dalam Nuryoto, 2011).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti efektivitas ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) sebagai repellent nabati dalam mencegah hinggapan lalat pada proses penjemuran ikan asin.

1.2Perumusan Masalah

(24)

Maka, perlu dikembangkan repellent nabati yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan untuk dapat menggantikan fungsi repellent sintetis tersebut. Daun cengkeh diduga dapat dijadikan repellent nabati karena diketahui mengandung senyawa aktif eugenol yang aromanya tidak disukai lalat. Untuk itu perlu diketahui apakah ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) dapat mengurangi jumlah lalat yang hinggap selama proses penjemuran ikan asin.

1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pemanfaatan ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) sebagai repellent nabati dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap selama proses penjemuran ikan asin.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata jumlah lalat yang hinggap pada ikan dengan perlakuan ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) berbagai konsentrasi.

2. Untuk mengetahui jenis lalat yang menghinggapi ikan selama proses penjemuran.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata jumlah lalat berdasarkan jenisnya, yang hinggap pada ikan dengan perlakuan ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) berbagai konsentrasi.

(25)

5. Untuk mengetahui konsentrasi terbaik dari ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap pada ikan selama proses penjemuran.

1.3Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Sebagai informasi bagi pengolah ikan asin tradisional mengenai ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) sebagai bahan alami yang mampu mengurangi jumlah lalat yang hinggap pada ikan selama proses penjemuran. 2. Sebagai informasi bagi masyarakat bahwa ekstrak daun cengkeh (Syzigium

aromaticum) dapat digunakan untuk menolak lalat.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vektor Penyakit

Vektor adalah arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. (Depkes RI, 2010). Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropodborne disease atau sering juga disebut sebagai vectorborne disease. Penyakit ini merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan dapat menimbulkan bahaya kematian (Chandra, 2007). Penularan penyakit oleh vektor dapat berlangsung dengan beberapa cara, yaitu:

1. Transmisi secara mekanis

Secara karakteristik, arthropoda sebagai vektor mekanis membawa agen penyakit dari manusia yang berasal dari tinja, darah, ulkus superficial, atau eksudat. Kontaminasi bisa terjadi pada permukaan tubuh arthropoda saja, tetapi bisa juga berasal dari agen yang ditelan dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui kotoran arthropoda. Agen penyakit ditularkan secara mekanis oleh arthropoda, misalnya penularan diare, tifoid, dan trakoma oleh lalat.

2. Transmisi secara biologis

(27)

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam pengendalian vektor menurut Chandra (2007), yaitu :

1. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya dapat bersifat permanen. Contoh, membersihkan tempat-tempat hidup vektor.

2. Pengendalian kimia

Pada pendekatan ini, dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida seperti golongan organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Namun penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan.

3. Pengendalian biologi

Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan.

2.2 Gambaran Umum tentang Lalat

(28)

Serangga dalam ordo diptera memiliki alat-alat mulut berbentuk pengisap dengan probosis yang beradaptasi untuk merobek (Sembel, 2009). Morfologi tubuh lalat pada dasarnya sama dengan ciri umum filum arthropoda lainnya, yakni terdiri dari 3 bagian utama yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Terdapat batas-batas jelas yang memisahkan bagian yang satu dari bagian yang lain. Lalat dikatakan termasuk ke dalam kelas Hexapoda dengan ciri memiliki 6 buah kaki (Hexa = 6 dan poda = kaki) pada thorax (Suprapto, 2003).

Pada saat ini dijumpai kurang lebih 60.000 – 100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001). Beberapa jenis lalat yang penting ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat dan lingkungan yakni lalat rumah, lalat hijau, lalat kandang, lalat daging dan lalat kecil (Azwar, 1996).

2.2.1 Klasifikasi Lalat

Klasifikasi lalat adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Hexapoda Ordo : Diptera

Famili : Muscidae, Challiporidae, Sarchopagidae, dll Genus : Musca, Chrysomya, Stomoxyx, dll.

(29)

2.2.2 Siklus Hidup Lalat

Lalat adalah insekta yang mengalami metamorfosa sempurna yang terdiri atas stadium telur, stadium larva, stadium kepompong, serta stadium dewasa (Azwar, 1996). Menurut Depkes RI (1991), perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia.

Gambar 2.1. Siklus Hidup Lalat(Watson dkk dalam Hanidhar, 2007) a. Stadium Telur

Lalat betina umumnya telah dapat menghasilkan telur pada usia 4-20 hari setelah dewasa. Telur yang dihasilkannya berbentuk oval, berwarna putih, berukuran sekitar 10 mm dan biasanya mengelompok, sebanyak 75 sampai 150 telur setiap kelompoknya. Telur ini biasanya diletakkan pada daerah yang terhindar dari sinar matahari dan tersedia cukup makanan. Jika tersedia panas yang dibutuhkan, maka dalam tempo 12 jam telur akan menetas dan menghasilkan tempayak (larva).

b. Larva atau tempayak

(30)

Tingkat I : Telur yang baru menetas, disebut instar I. Berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, amat aktif dan ganas terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit dan menjadi instar II.

Tingkat II : Ukuran besarnya 2 kali instar I, sesudah satu sampai beberapa hari, kulit mengelupas dan keluar instar III.

Tingkat III : Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu 3 sampai 9 hari.

Larva diletakkan pada tempat yang disukai dengan temperature 30-35 oC dan dalam waktu antara 4 sampai 7 hari akan berubah menjadi kepompong.

(a) (b)

Gambar 2.2. (a) Telur Lalat dan (b) Larva Lalat (Arkive, 2012) c. Kepompong

(31)

yang dibutuhkan sesuai yakni ± 35oC derajat celcius maka sekitar 3 hari, kepompong akan berubah menjadi bentuk dewasa.

d. Lalat dewasa

Sebelum terbang meninggalkan tempatnya, lalat memerlukan waktu sekitar 1 jam untuk mengeringkan tubuh dan sayapnya. Kemudian setelah beristirahat selama lebih kurang 15 jam, ia memulai kehidupannya sebagai layaknya lalat dewasa. Usia lalat dewasa biasanya antara 2 sampai 4 minggu, tetapi dapat bertahan lebih lama jika udara dingin.

Gambar 2.3 (a) Kepompong dan (b) Lalat Dewasa (Arkive, 2012) 2.2.3 Tata Hidup Lalat

Menurut Depkes R1 (1995), tata hidup lalat adalah sebagai berikut : a.) Tempat perindukan

(32)

b.) Tempat peristirahatan

Pada waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai, dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat yang sejuk. Lalat juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat perkembangbiakannya, serta tempat yang terlindung dari angin dan matahari terik. Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listrik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter.

c) Jarak terbang

Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia, rata-rata 6-9 km, kadang-kadang dapat mencapai 19-20 km dari tempat berkembang biak.

d) Kebiasaan Makan

(33)

e) Lama hidup

Lama hidup lalat sangat bergantung pada makanan, air dan temperatur. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu sedangkan pada musim dingin biasanya mencapai 70 hari.

f) Temperatur dan Kelembaban

Lalat mulai aktif beraktifitas pada suhu 15 oC dan aktifitas optimum pada temperatur 21 oC. Pada temperatur di bawah 10 oC lalat tidak aktif dan di atas 45 oC terjadi kematian pada lalat. Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Kelembaban berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim hujan lebih banyak daripada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin yang kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makanan pada waktu kecepatan angin tinggi.

g) Sinar

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban. Jumlah lalat akan meningkat pada temperatur 20ºC – 25ºC dan akan berkurang pada temperatur < 10ºC atau >49ºC serta kelembaban yang optimum 90%.

h) Warna dan Aroma

(34)

yang mana bau merupakan stimulus utama yang menuntun serangga dalam mencari makanannya, terutama bau yang menyengat. Organ kemoreseptor terletak pada antena, maka serangga dapat menemukan arah datangnya bau. 2.2.4 Lalat sebagai Vektor Penyakit

Kartikasari (2008) menyatakan bahwa dari berbagai kelas Hexapoda, ordo Diptera memiliki anggota yang paling banyak berkaitan dengan bidang kedokteran, kesehatan, dan veteriner. Ordo Diptera memiliki spesies yang dapat mengganggu kenyamanan hidup manusia, meyerang dan melukai hospesnya (manusia dan binatang) serta menularkan penyakit.

Lalat dapat berperan sebagai vektor penyakit secara mekanis karena memiliki bulu-bulu halus disekujur tubuhnya dan suka berpindah-pindah dari suatu makanan (biasanya bahan organik yang membusuk ataupun kotoran) ke makanan lain, untuk makan dan bertelur (Levine, 1990). Service (1996) dalam Kardinan (2007) menyatakan bahwa lalat dapat menyebarkan sejumlah penyakit pada manusia melalui beberapa cara, yaitu melalui kaki, bulu-bulu halus dan bagian mulut karena mempunyai kebiasaan regurgitasi (memuntahkan) kembali makanan yang telah dimakan. Dapat disimpulkan bahwa penularan penyakit oleh lalat dapat terjadi melalui setiap bagian tubuhnya.

(35)

penyakit-penyakit infeksi alat pencernaan misalnya penyakit-penyakit amubiasis, penyakit-penyakit bakteri usus, cacing usus, dan infeksi virus.

Penularan penyakit yang disebabkan oleh lalat atau benda lain (air atau manusia) dapat digambarkan sebagai berikut :

(Herm dalam Suprapto 2003) Gambar 2.4. Bagan Penularan Penyakit oleh Lalat

Dari bagan di atas, dapat dilihat bahwa lalat dapat menjadi serangga perantara dalam penularan penyakit.

2.2.5 Karakteristik Lalat Rumah (Musca domestica) dan Lalat Hijau (Chrysomya megacephala)

Menurut Ariyani dkk (2007), lalat rumah dan lalat hijau adalah jenis lalat yang paling sering menghinggapi ikan asin selama proses penjemuran di udara terbuka. Lalat-lalat ini selain membawa kotoran dan bakteri, juga bertelur di atas ikan yang dihinggapi. Berikut karakteristik dari kedua jenis lalat di atas :

2.2.5.1 Lalat Rumah (Musca domestica)

Lalat rumah (Musca domestica) merupakan lalat yang paling umum dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia dan

(36)

aktivitas manusia serta jenis yang sangat penting bila dilihat dari segi kesehatan masyarakat (Sembel, 2009). Lalat ini bersifat kosmopolitan yang artinya dapat ditemukan di sebagian besar belahan bumi (Borror et al. 1992).

Gambar 2.5. Lalat Musca domestica dewasa (Isselee, 2010)

Sebagaimana umumnya tubuh insekta lainnya, tubuh Musca domestica dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, dada (toraks) dan perut (abdomen) (Hanidhar, 2007). Lalat ini berukuran medium, yaitu panjang 6-9 mm, berwarna abu-abu, dan mempunyai empat pita yang berupa garis memanjang pada permukaan toraks. Memiliki mata majemuk yang besar, pada bentuk jantan kedua mata majemuk agak berdekatan, tetapi bentuk betina lebih berjauhan (Sembel, 2009).

(37)

Berbagai macam mikroorganisme yang dapat ditularkan oleh Musca domestica adalah cacing-cacing usus yaitu Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, Oxyuris vermicularis dan Tenia saginata serta Tenia solium, protozoa-protozoa usus yaitu Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Balantidium coli, bakteri-bakteri usus misalnya Salmonella, Shigella dan Escheria coli, virus polio, Treponema pertenue penyebab frambusia dan juga Mycobacterium tuberculosa (Soedarto, 1990). Selain itu, stadium larva dari Musca domestica yang infektif dengan mikroorganisme penyebab penyakit misalnya dengan telur Ascaris, spora Anthrax dan Clostridium tetani, pada waktu menjadi serangga dewasa akan tetap infektif dengan mikroorganisme tersebut (Soedarto, 1990). Beberapa penyakit saluran pencernaan yang ditularkan oleh lalat rumah berdasarkan Depkes RI (1995), yakni disentri, diare, thypoid dan cholera.

2.2.5.2 Lalat Hijau (Chrysomya megacephala)

Lalat hijau adalah jenis lalat pengganggu yang umum di wilayah Asia Tenggara dan menyebar secara luas sampai ke Australia dan Oceania. Penyebaran yang luas agaknya dimungkinkan pula oleh daya adaptasinya yang tinggi (Kurahashi dalam Afrensi, 2007). Biasanya lalat ini berkembangbiak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan, termasuk daging, ikan, daging busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan, sampah dan tanah yang mengandung kotoran hewan (Kemenkes RI, 2012)

(38)

megacephala dewasa selain memiliki warna tubuh hijau kebiruan metalik, mengkilat, lalat ini memiliki ukuran kira-kira 1,5 kali lalat rumah. Sayapnya jernih dengan guratan venasi yang jelas, seluruh tubuh tertutup dengan bulu-bulu pendek diselingi dengan bulu-bulu keras dan jarang letaknya.Mempunyai abdomen berwarna hijau metalik). Lalat jantan memiliki sepasang mata yang cenderung bersatu atau holoptik sedangkan lalat betina memiliki sepasang mata yang sedikit terpisah antara satu dan lainnya atau dikoptik (Fardaniyah, 2007).

Gambar 2.7. Chrysomya megacephala (a) jantan (b) betina (Kartikasari, 2008) Kebiasaan lalat hijau yang mudah berpindah dan hinggap dari kotoran seperti sampah ataupun tinja ke berbagai jenis bahan makanan, membuat lalat ini berperan penting dalam penularan berbagai penyakit. Monzo dkk (1991) pernah melakukan penelitian mengenai peran lalat Chrysomya megacephala sebagai vektor mekanik penyakit kecacingan yang dilakukan di wilayah kumuh kota Manila, Filipina, yang menemukan 41,9% dari seluruh lalat C. megacephala yang tertangkap mengandung telur-telur cacing padapermukaan tubuhnya (Afrensi, 2007).

(39)

menjadi penyebab utama kerusakan produk ikan asin di delapan propinsi di Indonesia dan tiga propinsi di Thailand, akibat terjadinya infestasi larva lalat tersebut pada produk ikan asin selama penjemuran. Sedangkan besarnya kerugian akibat infestasi larva itu dapat mencapai 30% terutama pada musim hujan. Lalat hijau dapat menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka (Afrensi, 2007).

2.2.6 Pengendalian Lalat

Pada dasarnya, tindakan pengendalian terhadap lalat dapat dilakukan secara tidak langsung dengan perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan dan secara langsung dengan cara fisik, kimia, dan biologi (Depkes RI, 1995).

a. Perbaikan Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

(40)

b. Pengendalian secara Langsung 1.) Cara fisik

Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran, serta buah-buahan .

(a) Perangkap Lalat (Fly Trap)

Lalat dalam jumlah yang besar/padat dapat ditangkap dengan alat ini. Perangkap ini dapat dibuat sendiri dan memanfaatkan umpan dari sisa-sisa atau sampah makanan di rumah tangga. Model perangkap ini terdiri dari konteiner plastik/kaleng, umpan, penutup kayu/plastik dengan celah kecil dan sangkar di atas penutup. Bahan-bahan tersebut dirangkai sedemikian rupa membentuk perangkap lalat. Lalat akan tertarik dengan bau umpan dan akan masuk serta terjebak di dalam perangkap. Alat ini harus ditempatkan di udara terbuka dibawah sinar cerah matahari, jauh dari keteduhan pepohonan.

(b) Umpan kertas lengket berbentuk pita/lembaran (Sticky tapes)

(41)

(c) Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor)

Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah. Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan restoran.

(d) Pemasangan kasa kawat/plastik

Biasanya kasa kawat/plastik dipasang pada pintu dan jendela serta lubang angin/ ventilasi.

(e) Membuat pintu dua lapis

Daun pintu pertama ke arah luar dan lapisan kedua merupakan pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri.

2) Cara kimia

Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk periode yang singkat apabila sangat diperlukan karena dapat terjadi resitensi serangga sasaran. Aplikasi yang efektif dari insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat. Biasanya pengendalian secara kimia dilakukan apabila terjadi KLB kolera, disentri atau trachoma. Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spraying). 3) Cara Biologi

(42)

2.3 Insektisida

Insektisida merupakan bagian dari pestisida. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh, maka secara harfiah pestisida berarti pembunuh hama. Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang mengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia atau binatang (Djojosumarto, 2008).

Jadi, insektisida dapat diartikan sebagai pestisida yang digunakan untuk mengendalikan atau membunuh serangga. Beberapa golongan pestisida lain berdasarkan jenis jasad pengganggunya adalah herbisida (untuk gulma/tanaman pengganggu), fungisida (untuk fungi/cendawan), bakterisida (untuk bakteri/virus), nematisida (untuk cacing), akarisida (untuk tungau), rodentisida (untuk tikus), dan jenis pestisida lainnya (Wudianto, 1990).

Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada bentuk, cara masuk ke dalam badan serangga, macam makan kimia, konsentrsai dan jumlah (dosis) insektisida (Gandahusada, 2000). Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut (Djojosumarto, 2008):

1. Racun Lambung (Stomach Poison)

(43)

2. Racun Kontak

Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan langsung atau kontak dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.

3. Racun Pernapasan

Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran pernapasan. Serangga akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau cair, yang segera berubah atau mengahsilkan gas.

Menurut Djojosumarto (2008), cara kerja insektisida di antaranya adalah sebagai repellent (penolak).

2.3.1 Repellent

Menurut Sudarmo (2001) repellent adalah zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya. Contohnya, minyak sereh untuk penolak nyamuk.

(44)

Salah satu contoh repellent adalah DEET (N,N-diethyl-m-toluamide). Repellent ini tidak berbau tetapi menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka atau jaringan membranous. Selain itu, ia juga dapat merusakkan benda-benda yang terbuat dari plastik dan bahan sintetik lainnya. Contoh lain dari repellent adalah ethyl hexanediol yang mempunyai sifat seperti DEET, akan tetapi efeknya tidak berlangsung lama. Repellent digunakan dalam berbagai bentuk, misalnya berbentuk cairan, pasta atau semprotan yang ditujukan pada pakaian (Soedarto, 1990).

2.3.2 Dampak Penggunaan Insektisida Sintetis Terhadap Kesehatan

Penggunaan insektisida dapat mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan manusia, misalnya : (a) terdapat residu pestisida pada produk pertanian; (b) bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui rantai makanan. Manusia sebagai makhluk hidup yang letaknya paling ujung dari rantai makanan dapat memperoleh efek biomagnifikasi yang paling besar. Dampak ini ditimbulkan oleh pestisida golongan organoklorin; (c) keracunan pestisida, yang sering terjadi pada pekerja dengan pestisida (Adriyani, 2006).

Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan insektisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Keracunan dapat terjadi baik secara akut maupun kronis (Raini, 2007).

2.3.2.1 Dampak Akut terhadap Kesehatan

(45)

lokal maupun sistemik. Efek akut lokal bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan insektisida, misalnya berupa iritasi dan maslah kulit. Efek akut sistemik muncul bila insektisida masuk ke dalam tubuh manusia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida ke seluruh bagian tubuh dan mempengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut, hati, lambung, otot, usus, otak dan syaraf.

2.3.2.2 Dampak Kronis terhadap Kesehatan

Dampak kronis dari insektisida terjadi bila efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terpapar insektisida. Dampak kronis insektisida dapat terjadi pada :

a. Sistem syaraf

Bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi sistem syaraf disebut neurotoksin. Beberapa gejala dari penyakit pada otak yang disebabkan insektisida adalah masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian kelumpuhan, kehilangan kesadaran dan koma.

b. Hati atau Liver

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri seringkali dirusak oleh pestisida.

c. Sistem Kekebalan

(46)

berbeda untuk derajat penggunaan pestisida yang berbeda pula. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh kita menjadi lebih mudah terkena infeksi. d. Keseimbangan Hormon

Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa insektisida mempengaruhi produksi hormon dalam tubuh, salah satunya hormon reproduksi. Hal ini menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Selain itu juga dapat meyebabkan pelebaran tiroid yang akhirnya menjadi kanker tiroid. (Quijano, 1999).

2.4 Insektisida Nabati

(47)

2.4.1 Cara Pembuatan Insektisida Nabati

Menurut Kardinan dalam Naria (2005), pembuatan insektisida nabati secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara sederhana dan secara laboratorium. Teknik untuk menghasilkan bahan insektisida nabati dapat dilakukan anatara lain sebagai berikut :

1. Penggerusan, penumbukan, pembakaran, atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta.

2. Rendaman untuk produk ekstrak

3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai dengan perlakuan khusus oleh tenaga terampil dan dengan peralatan khusus.

2.4.2 Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati

Penggunaan Insektisida nabati memiliki keunggulan antara lain :

1. Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap aman daripada insektisida sintetis/kimia.

2. Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran.

3. Dapat dibuat sendiri dengan cara sederhana

4. Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida

(48)

1. Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi dibandingkan dengan insektisida sintetis. Hal ini disebabkan oleh sifat insektisida nabati yang mudah terurai di alam sehingga harus lebih sering diaplikasikan.

2. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks dan kadang kala tidak semua bahan aktif dapat dideteksi.

3. Tanaman insektisida yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang berbeda, umur tanaman berbeda, iklim berbeda, jenis tanah berbeda, dan waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat bervariasi.

2.5 Gambaran Umum tentang Tanaman Cengkeh (Syzigium aromaticum)

Cengkeh (Syzigium aromaticum (L) Merr dan Perry) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Maluku, terdapat sekitar 3000 jenis yang tumbuh dan tersebar di daerah tropik dan subtropik. Pada abad ke delapan, cengkeh termasuk tanaman rempah yang harganya sangat mahal di daratan Eropa. Penggunaan utama pada waktu itu adalah sebagai bahan rempah, pembuatan kue, campuran makanan, obat-obatan, mengharumkan makanan seperti daging dan ikan, disamping untuk bahan parfum (Dhalimi, 1997). Menurut WHO dalam Fitryan (2011), cengkeh termasuk tanaman obat yang paling banyak dipakai di dunia (dalam bentuk balsam, minyak cengkeh, dan sebagainya).

2.5.1 Morfologi Tanaman Cengkeh

(49)

miring ke atas dengan sudut ± 45 pada pangkalnya. Daun letaknya berhadapan dengan ukuran panjang yang bervariasi antara 7-13 cm dan lebar 3-6 cm. Pada umumnya daun berbentuk lonjong yang pangkal daunnya runcing dengan ujung daun meruncing. Cengkeh mempunyai sistem pembuangaan terminal, berbentuk tandan yang terdiri atas 5-25 bunga dan bersifat hermaprodit. Buah matang berwarna ungu merah kehitaman dengan daging buah relatif tebal, buah dan biji berbentuk bulat telur sampai lonjong.

Brinkgreve (1993), membedakan tipe cengkeh di Sumatra menjadi 4 (empat) kelompok yaitu cengkeh bergagang panjang, cengkeh bergagang pendek, cengkeh bergagang menengah dan cengkeh setro, yaitu cengkeh yang berbunga kecil (Hadipoentyanti, 1997).

(a) (b)

(50)

2.5.2 Klasifikasi Tanaman Cengkeh

Adapun klasifikasi tanaman cengkeh adalah sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta

Sub devisi : Angiospermae Klasis : Dicotyledoneae Sub klasis : Dialypetales Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae

Marga : Eugenia/Syzygium Jenis : Eugenia aromaticum L.

Syzigium aromaticum (L) Merr. & Perry.

Nama daerah untuk cengkeh di Indonesia antara lain bungeu lawang (Gayo), dingke (Karo), bunga lasang (Toba), sake (Nias), Cangkih (Lampung), Cengkeh (Sunda, Jawa), wunga lawang (Bali), pualawane (Ambon), buwalawa (Ternate). Nama asing cengkeh ini yaitu clove (Rahmayati & Lutony, 2002).

2.5.3 Manfaat Tanaman Cengkeh

Tanaman cengkeh adalah tanaman rempah, dimana bagian utama tanaman cengkeh yang paling komersial adalah bunga cengkeh yang sebagian besar digunakan dalam industri rokok yaitu berkisar 80-90%. Sementara itu, untuk daun cengkeh belum termanfaatkan secara maksimal dan masih dianggap limbah yang kurang berguna (Nurdjannah dalam Nuryoto, 2011).

(51)

Bergamot, Caraway, Cassie, dan pewangi sabun), dan bahan untuk pembuatan vanillin sintetis yang banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman (Rahmayati & Lutony, 2002).

Tanaman cengkeh sejak lama digunakan untuk tujuan pengobatan dan telah diketahui dengan baik di negara-negara Barat sebagai bahan anestesi gigi (Tamaru et al., 1998 dalam Nurhasanah, 2002). Dalam beragam pengobatan herbal, cengkih bisa membantu dalam proses penyembuhan beragam penyakit, diantaranya menghilangkan mual, mengatasi infeksi pernapasan, mengusir aroma yang tidak sedap pada mulut, mengatasi noda jerawat, menyembuhkan luka berdarah, terbakar, dan bernanah (Mukhlason, 2011).

Berbagai hasil penelitian terhadap cengkeh menunjukkan bahwa tanaman ini dapat digunakan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida, dan insektisida (Asman dkk, 1997).

2.5.4 Kandungan Kimia Tanaman Cengkeh

Komponen utama dari tanaman cengkeh adalah eugenol yang merupakan sejenis minyak atsiri yang dapat ditemukan pada bagian-bagian tertentu dari tanaman cengkeh yaitu dari bunga, gagang/tangkai bunga, dan daun cengkeh. Menurut Guenther, kadar eugenol pada tanaman cengkeh dapat mencapai 70-90 % (Rahmayati dkk, 2002).

(52)

alaminya dari minyak cengkeh. Terdapat pula pada pala, kulit manis, dan salam. Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organik. Selain minyak atsiri, tanaman cengkeh juga mengandung sejumlah senyawa kimia seperti eugenin, asam oleanolat, asam galatanat, dan vanillin (GD, 2011).

Clove leaf oil merupakan minyak asiri yang didapat dari daun cengkeh. Seperti halnya minyak cengkeh yang berasal dari bunga dan gagang, sifat minyak cengkeh pada dasarnya sama, hanya saja kandungan eugenol nya relatif rendah. Selain itu, minyak daun cengkeh juga memiliki bau yang tidak seharum clove oil atau minyak bunga cengkeh (Rahmayati dkk, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), produk cengkeh daun, gagang dan bunga dapat menekan bahkan mematikan pertumbuhan miselium jamur, koloni bakteri dan nematoda. Produk cengkeh bisa digunakan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida, dan insektisida (Asman dkk, 1997).

2.6 Gambaran Umum tentang Ikan asin 2.6.1 Pengertian Ikan Asin

(53)

diawetkan menjadi ikan asin diantaranya adalah ikan kepala batu, ikan belah, ikan tongkol, ikan kembung, ikan layang, ikan teri, ikan lidah, ikan selar, ikan pari dan udang.

2.6.2 Pengolahan Ikan Asin

Proses pembuatan ikan asin kering pada dasarnya mencakup dua proses utama, yakni proses penggaraman dan proses pengeringan.

2.6.2.1 Penggaraman

Penggaraman merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses ini menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan.

Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya caian dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Bersamaan dengan keluarnya cairan dalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Proses pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi garam di dalam tubuh ikan dengan konsentrasi garam di luar tubuh ikan.

Secara umum, proses penggaraman ini dapat dilakukan dengan empat cara, yakni penggaraman kering (dry salting), penggaraman basah (wet salting), dan pelumuran garam (kench salting) dan penggaraman diikuti proses perebusan.

a. Penggaraman Kering (dry salting)

(54)

sehingga Kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.

b. Penggaraman Basah (Wet Salting)

Pada proses penggaraman basah, digunakan larutan garam untuk merendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan dan ion-ion garam tersebut akan masuk ke dalam tubuh ikan.

c. Kench Salting

Metode ini menggunakan bak kering. Prosesnya hampir mirip dengan penggaraman kering dimana ikan ditumpuk dengan menggunakan keranjang. d. Penggaraman Diikuti Proses Perebusan

Dalam hal ini, proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebusnya dalam larutan garam jenuh.

2.6.2.2 Penjemuran

(55)
(56)

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesa Penelitian

Ho : tidak ada perbedaan jumlah lalat yang hinggap pada ikan dengan perlakuan ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) pada berbagai konsentrasi.

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen semu (quasi experiment) sebab pemilihan sampel tidak dilakukan secara random (acak). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat 6 perlakuan yakni 6 macam konsentrasi ekstrak daun cengkeh 0% (kontrol), 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5%. Kemudian dilakukan replikasi (pengulangan) sebanyak 3 kali sesuai dengan Hanafiah (2008).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU untuk pembuatan ekstrak daun cengkeh. Sedangkan lokasi pengujian daya tolak ekstrak daun cengkeh dalam mencegah jumlah lalat yang hinggap pada saat penjemuran ikan asin dilakukan di Kampung Kurnia Kelurahan Belawan Bahari Belawan. Dipilihnya lokasi tersebut karena dekat dengan bahan baku yakni ikan kepala batu dan merupakan salah satu sentra pengolahan ikan asin.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2013 3.3Objek Penelitian

(58)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil eksperimen yang dilakukan, dengan mencatat jumlah lalat yang hinggap pada ikan yang telah direndam dalam ekstrak daun cengkeh berbagai konsentrasi yakni 0% (kontrol), 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5%.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Timbangan

2. Blender 3. Baskom 4. Beaker glass 5. Labu takar 6. Pipet tetes

7. Para-para (tempat penjemuran ikan) 8. Jam untuk melihat waktu

9. Termometer 10.Hygrometer 3.5.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Daun cengkeh

(59)

3.6 Cara Kerja Penelitian

Cara Kerja Penelitian ini meliputi beberapa tahapan yaitu tahap pendahuluan/persiapan dan tahap pengujian efektivitas ekstrak daun cengkeh dalam mencegah infestasi lalat. Tahap pendahuluan terdiri dari tahap pembuatan ekstrak daun cengkeh dan tahap persiapan sampel ikan asin yang akan dijemur. 3.6.1 Cara Pembuatan Ekstrak Daun Cengkeh

1. Siapkan daun cengkeh, cuci dengan air lalu ditiriskan selama beberapa saat. 2. Setelah kering, langkah selanjutnya adalah proses pemblenderan tanpa air.

Sebelum itu, daun cengkeh ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui beratnya. Daun cengkeh yang sudah halus diletakkan dalam wadah dan ditambahkan air. Perbandingan antara berat daun dan air adalah 1 : 1 (b/v). Artinya, jika kita menghaluskan 500 gr daun cengkeh, maka air yang ditambahkan sebanyak setengah liter.

3. Diamkan hasil pemblenderan tersebut selama 15 menit.

4. Kemudian saring menggunakan kain saring atau diperas menggunakan tangan. 3.6.2Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Ekstrak Daun Cengkeh

Untuk mendapatkan konsentrasi larutan ekstrak daun cengkeh 0% (kontrol), 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5% menggunakan rumus sebagai berikut :

V1.N1 = V2. N2 Dimana,

V1 = Volume dari zat awal yang dibutuhkan

(60)

V2 = Volume yang diinginkan

N2 = Konsentrasi yang diinginkan

Contoh :

Larutan 5 % dari ekstrak daun cengkeh dalam 100 ml aquadest. N2 = 5 %

V2 = 100 ml

N1 = 100 %

V1 = . . . ml

V1.N1 = V2. N2

V1. 100% = 100 ml. 5 %

V1 = 5 ml

Artinya, 5 ml ekstrak daun cengkeh diencerkan dalam labu takar dengan aquades sampai volume 100 ml.

3.6.3 Cara Pembuatan Sampel Ikan Asin Yang Akan Dijemur

1. Sampel ikan kepala batu yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan Gabion Belawan dibelah berbentuk butterfly, dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.

(61)

3.6.4Langkah-Langkah Dalam Melakukan Efektifitas Ekstrak Daun Cengkeh Dalam Mencegah Hinggapan Lalat

1. Siapkan sampel ikan kepala batu yang telah direndam dalam larutan garam jenuh selama 24 jam. Hasil perendaman ini disebut ikan asin terfermentasi. 2. Ikan yang telah difermentasi kemudian direndam dalam ekstrak daun cengkeh

berbagai konsentrasi (0% sebagai kontrol, 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5%) selama 30 detik.

3. Ikan-ikan tersebut dijemur di atas para-para secara berkelompok berdasarkan konsentrasi perendaman ekstrak daun cengkeh. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor ikan.

4. Pengamatan dilakukan tiap dua jam sekali selama 20 menit mulai pukul 08.00-16.00. Percobaan ini dilakukan dengan 3 kali ulangan, dimana pengulangannya dilakukan pada keesokan harinya. Penghitungan jumlah lalat memperhatikan jenis lalat yang hinggap. Menurut Ariyani, dkk (2007) lalat yang sering menghinggapi ikan asin pada proses penjemuran adalah lalat rumah dan lalat hijau.

5. Dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban setiap dilakukannya pengamatan.

(62)

3.7 Definisi Operasional 1. Lalat

Lalat adalah serangga yang berasal dari ordo Diptera. Berbagai penelitian menunjukkan, jenis lalat yang hinggap pada ikan selama proses penjemuran adalah spesies Musca domestica atau Chrysomia Megacephala.

2. Daun Cengkeh

Daun cengkeh adalah daun yang dihasilkan dari tanaman cengkeh. Daun cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri yang disebut eugenol .

3. Para-Para

Para-para adalah tempat meletakkan ikan saat penjemuran. 4. Jumlah Lalat yang Hinggap

Jumlah lalat yang hinggap adalah banyaknya lalat yang hinggap pada ikan yang sedang dijemur setelah perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak daun cengkeh.

5. Waktu Pengamatan

Waktu pengamatan adalah waktu dilakukannya penghitungan jumlah lalat yang hinggap pada ikan yang sedang dijemur. Pengamatan dilakukan tiap dua jam sekali selama 20 menit mulai pukul 08.00-16.00.

(63)

7. Kelembaban

Kelembaban adalah kadar uap air pada tempat dilakukannya penelitian yang diukur dengan menggunakan hygrometer. Kelembaban diukur setiap dilakukan pengamatan terhadap

3.8 Analisa Data

Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan program statistik komputer. Namun sebelumnya, dilakukan uji normalitas terhadap data yang akan diuji agar dapat menentukan statistik uji apa yang akan digunakan. Apabila distribusi data normal digunakan uji Anova Satu Arah, sedangkan jika data berdistribusi tidak normal digunakan uji Kruskall Wallis.

3.8.1 Uji Anova Satu Arah (Anova One Way) dan Uji Kruskall Wallis

Uji Anova Satu Arah (One Way Anova) dan uji Kruskall Wallis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata lalat yang hinggap pada berbagai konsentrasi ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum). Apabila hasil uji menunjukkan adanya perbedaan rata-rata lalat yang hinggap pada perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum), maka dilanjutkan dengan uji komparasi ganda (uji beda rerata). Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan jumlah lalat yang hinggap pada ikan yang sedang dijemur setelah direndam dalam ekstrak daun cengkeh pada berbagai konsentrasi.

(64)

Dengan dasar pengambilan keputusan : Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima

Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak

3.8.2 Uji Beda Nyata Jujur (Uji Tukey)

Uji Beda Nyata Jujur atau Uji Tukey HSD merupakan salah satu teknik uji beda rerata yang digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata pasangan konsentrasi yang berbeda secara signifikan. Uji Tukey baik digunakan jika nilai KK (Koefisien Keragaman) yang diperoleh kecil yaitu maksimal 5% pada percobaan di laboratorium dan maksimal 10% pada penelitian di lapangan (Hanafiah, 2008). Adapun KK (Koefisien Keragaman) merupakan koefisien yang menunjukkan derajat kejituan (precision atau accuracy) dan keandalan kesimpulan/hasil yang diperoleh dari suatu percobaan.

KK =

Dimana : KTG = Kuadrat Tengah Galat

= Rerata seluruh data percobaan Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 = Perbandingan rata-rata lalat yang hinggap antar pasangan konsentrasi ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) tidak berbeda nyata

Ha = Perbandingan rata-rata lalat yang hinggap antar pasangan konsentrasi ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) berbeda nyata

(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Pengujian daya tolak ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) terhadap lalat selama proses penjemuran ikan dilaksanakan di wilayah Kampung Kurnia, Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, tepatnya di Lingkungan X. Dipilihnya lokasi ini dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut dekat dengan bahan baku ikan asin yang akan digunakan, yakni ikan kepala batu. Selain itu, lokasi ini merupakan salah satu daerah penghasil atau pengolah ikan asin terbesar. Pengolah ikan asin di daerah ini melakukan kegiatan pengolahan ikan asin mulai dari proses penggaraman, penjemuran dan penampungan ikan segar yang dilakukan di pekarangan masing-masing. Adapun batas wilayah dari Kelurahan Belawan Bahari adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Belawan II - Sebelah Timur berbatasan dengan Bagan Deli

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Deli Kelurahan Pakan Labuhan - Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Belawan Sicanang

(66)

4.2 Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Untuk mengetahui kondisi lingkungan pada tempat pelaksanaan penelitian, dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban. Adapun rata-rata hasil pengukuran suhu pada saat dilakukan percobaan yakni pada ulangan I adalah 35,6 oC, ulangan II adalah 36 oC, dan ulangan III adalah 36,5 oC. Sedangkan rata-rata kelembaban pada lokasi penelitian pada ulangan I adalah 65%, ulangan II adalah 64,8%, dan ulangan III adalah 60%.

4.3 Hasil Uji Aktivitas Repelensi Ekstrak Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) Terhadap Lalat Selama Proses Penjemuran Ikan Asin

(67)

4.3.1 Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan Dengan Perlakuan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum) Selama Penjemuran Pada Ulangan I Hasil pengamatan jumlah lalat yang hinggap pada ikan dengan perlakuan ekstrak daun cengkeh (Syzigium aromaticum) berbagai konsentrasi selama proses penjemuran pada ulangan pertama adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Jumlah Lalat yang Hinggap Pada Ikan Selama Penjemuran Pada Ulangan I

Berdasarkan tabel di atas, jumlah hinggapan lalat paling banyak terjadi pada konsentrasi 0% yakni sebanyak 18 ekor dan paling sedikit terjadi pada konsentrasi 12,5% yaitu sebanyak 1 ekor.

Konsentrasi

Jumlah Lalat yang Hinggap (ekor)

Jumlah Waktu Pengamatan

08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

0% 5 3 2 3 5 18

2,5% 4 3 0 2 4 13

5% 3 4 0 1 3 11

7,5% 4 3 1 2 4 14

10% 2 0 0 0 1 3

Gambar

Gambar 2.2. (a) Telur Lalat dan (b) Larva Lalat (Arkive, 2012)
Gambar 2.3 (a) Kepompong dan (b)  Lalat Dewasa (Arkive, 2012)
Gambar 2.4. Bagan Penularan Penyakit oleh Lalat
Gambar 2.5. Lalat Musca domestica dewasa (Isselee, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang memiliki sifat seperti binatang melata bersisik ini; suka menikmati sesuatu yang bukan haknya secara tidak

Dan hasil analisa jus tomat diperoleh nilai sig ρV hari Keempat = 0,000&lt;α 0,05, artinya ada pengaruh pemberia terapi jus tomat terhadap perubahan tekanan

(2015), Usability Evaluation for hospital Building Quality In-USE, in International Postgraduate Conference on Global Green Issues, 2015, Universiti Teknologi MARA,

Masalah pengendalian internal lainnya yang dihadapi CV SIC adalah pencatatan persediaan di kartu stok yang tidak lengkap karena kelalaian kepala gudang yang tidak mencatat

Pada penelitian ini, studi dokumentasi diarahkan pada pengumpulan, analisis, dan pemaknaan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan penyelenggaraan Diklat Jabatan

Kegiatan penyortiran dan pengkelasan Jeruk Siam di tingkat petani Jeruk Siam sebelum diangkut oleh Bandar pengumpul di Kecamatan Payung dan Kecamatan Simpang

Masalah ini dapat disebabkan karena distributor tidak memperoleh informasi untuk pemenuhan permintaannya secara akurat di setiap retail untuk periode berikutnya, tidak

Hasil belajar siswa kelompok kontrol (VIII G) dan kelompok eksperimen I (VIII E), eksperimen II (VIII F), eksperimen III (VIII H) pada sub pokok bahasan pembiasan cahaya dapat