SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN LOKASI
PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION
(BTS) PADA PT. XL AXIATA TBK-MEDAN DENGAN
METODE ANALYTIC HIERARCHY
PROCESS (AHP)
SKRIPSI
MIKA INDIKA
051401076
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION
(BTS) PADA PT.EXCELCOMINDO PRATAMA-MEDAN DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY
PROCESS (AHP)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer
MIKA INDIKA 0 5 1 4 0 1 0 7 6
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN
PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION (BST) PADA PT. XL AXIATA TBK-MEDAN DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Kategori : SKRIPSI
Nama : MIKA INDIKA
Nomor Induk Mahasiswa : 051401076
Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER
Departemen : ILMU KOMPUTER
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2010
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Sawaluddin, MIT Prof. Dr. Muhammad Zarlis
NIP 195912311998021001 NIP 195707011986011003
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,
Prof. Dr. Muhammad Zarlis
PERNYATAAN
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) PADA PT. XL AXIATA
TBK-MEDAN DENGAN METODE ANALYIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2010
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Drs. Sawaluddin, MIT selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini, yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas, padat dan profesional telah diberikan kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Suyanto, M.Kom dan Bapak Drs. Partano siagian, M.Sc selaku pembanding dan kepada Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc., M.Sc. selaku pembimbing akademik. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer, Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Syahriol Sitorus, S.Si., MIT, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen di Program Studi S1 Ilmu Komputer FMIPA USU dan para pegawai di FMIPA USU.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Azzemi selaku Manager Network Optimization PT. XL Axiata Tbk- Medan, Bapak Paulus Cahyo Sumarno selaku pembimbing penulis dalam melakukan penelitian, dan seluruh engineer bagian optimasi serta Bapak Edward Tambunan staf ahli Construction and Instalation, yang sudah banyak membantu penulis.
Tidak terlupakan kepada kedua orangtua, Ayahanda Suardi, SH dan Ibunda Israkiah, Abang ,Kakak dan Adik ( Mas Miko, Kak Ida dan Adik Thaya ) yang selalu sabar dalam mendidik serta memotivasi penulis. Kepada teman- teman terbaik, Nita, Vera, Cahaya, Novi, Fikri, Rafika, serta kekasih hati, Darwin Siregar, penulis menyampaikan rasa terima kasih atas motivasi, semangat, waktu dan kelapangan hati menjadi tempat bertanya. Terima kasih juga kepada rekan-rekan kuliah, Adik- adik serta Kakak- kakak senior yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis. Semoga Allah SWT akan membalasnya.
ABSTRAK
DECISION SUPPORT SYSTEM DEVELOPMENT LOCATION DETERMINATION TOWER BASE TRANSCEIVER STATION
(BTS) IN XL AXIATA TBK-MEDAN WITH ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) METHOD
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian 3
1.7. Metode Penelitian 3
1.8. Sistematika Penulisan 4
Bab 2 Landasan Teori 6
2.1. Sistem 6
2.1.1. Definisi Sistem 6
2.1.2. Karakteristik Sistem 8
2.2. Sistem Pendukung Keputusan 9
2.2.1. Definisi Sistem Pendukung Keputusan 9 2.2.2. Konsep Sistem Pendukung Keputusan 10 2.2.3. Tujuan Sistem Pendukung Keputusan 10 2.2.4. Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan11 2.2.5. Komponen Sistem Pendukung Keputusan 12
2.2.5.1 Subsistem Manajemen Basis Data 12
2.2.5.2 Subsistem Manajemen Model 13
2.2.5.3 Subsistem Dialog 13
2.3. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) 15 2.3.1. Dasar-Dasar Analytic Hierarchy Process 19 2.3.2. Prosedur Analytic Hierarchy Process 19 2.4. Pengertian Tower Base Transceiver Station (BTS) 25
3.1. Analisis Permasalahan dengan Metode Analytic Hierarchy Process 27
3.2. Hasil dan Pembahasan 30
3.3 Model Analisis Perangkat Lunak 43
3.3.1. Pemodelan Fungsional 44
3.3.2 Kamus Data 55
3.3.3 Flowchart 57
3.4 Perancangan Antarmuka Pemakai 61
Bab 4 Implementasi Dan Pengujian 69
4.1 Implementasi 69
4.2 Pengujian Sistem 74
4.2.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak yang
Digunakan 74
4.2.2 Pengujian 75
Bab 5 Penutup
5.1. Kesimpulan 87 5.2. Saran 88
Daftar Pustaka 89
Lampiran A : Listing Program 91
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Skala Nilai Perbandingan berpasangan 22
Tabel 2.2 Nilai Indeks Random 25
Tabel 3.1 Indeks Random 29
Tabel 3.2 Data Tiap Tower Berdasarkan Kriteria yang Ada 31 Tabel 3.3 Bentuk Matriks Berpasangan untuk Kriteria Penentuan Lokasi
Pembangunan Tower BTS 31
Tabel 3.4 Bentuk Matriks Berpasangan 3 Calon Lokasi Tower 32 Tabel 3.5 Masukan Hasil Perhitungan Kriteria Lokasi 33 Tabel 3.6 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Kriteria Penentuan Lokasi 33
Tabel 3.7 Nilai Prioritas Kriteria 34
Tabel 3.8.1 Kepadatan Penduduk 34
Tabel 3.8.2 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk 35 Tabel 3.8.3 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk 35
Tabel 3.8.4 Nilai Lamda (λ) dan λ max 35
Tabel 3.8.5 Biaya 36
Tabel 3.8.6 Nilai Prioritas Kriteria Biaya 36
Tabel 3.8.7 Nilai Prioritas Kriteria Biaya 37
Tabel 3.8.8 Nilai Lamda (λ) dan λ max 37
Tabel 3.8.9 Jarak 38
Tabel 3.8.10 Nilai Prioritas Kriteria Jarak 38
Tabel 3.8.11 Nilai Prioritas Kriteria Jarak 38
Tabel 3.8.12 Nilai Lamda (λ) dan λ max 39
Tabel 3.8.13 Akses 39
Tabel 3.8.14 Nilai Prioritas Kriteria Akses 39
Tabel 3.8.15 Nilai Prioritas Kriteria Akses 40
Tabel 3.8.16 Nilai Lamda (λ) dan λ max 40
Tabel 3.9 Prioritas Tujuan Masing-Masing Calon Lokasi Tower 41
Tabel 3.10 Matriks Hasil Perkalian 41
Tabel 3.11 Nilai Lamda untuk Masing-Masing Kriteria 42 Tabel 3.12 Prioritas Global Masing-Masing Calon Lokasi Tower 43 Tabel 3.13 Spesifikasi Proses Diagram Konteks Level 0 45
Tabel 3.14 Spesifikasi Proses DFD Level 1 P.0 47
Tabel 3.15 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 1 49 Tabel 3.16 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 2 50 Tabel 3.17 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 3 51 Tabel 3.18 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 4 52 Tabel 3.19 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 5 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Model AHP 21
Gambar 2.2 Struktur Hirarki AHP 21
Gambar 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan 23
Gambar 3.1 Denah Calon Lokasi Tower 30
Gambar 3.2 Diagram Konteks Sistem Pendukung Keputusan dengan Metode
Analytical Hierarchy Process 44
Gambar 3.3 DFD Level 1 Proses 0 46
Gambar 3.9 Flowchart Prioritas Kriteria dan Prioritas Lokasi 59
Gambar 3.10 Flowchart Prioritas Global 60
Gambar 3.11 Form Tampilan Menu Login 62
Gambar 3.12 Form Tampilan Menu Utama 62
Gambar 3.13 Form Tampilan Prioritas Kriteria 63
Gambar 3.14 Form Tampilan hasil Perhitungan Prioritas Kriteria 63
Gambar 3.15 Form Tampilan Data Lokasi 65
Gambar 3.16 Form Tampilan Data Tower 66
Gambar 3.17 Form Tampilan Data Lokasi dengan Kriteria yang Ada 67 Gambar 3.18 Form Tampilan Lokasi dengan Kriteria yang Ada 67
Gambar 4.1 Form Login 69
Gambar 4.2 Form Menu Utama 70
Gambar 4.3 Form Prioritas Kriteria 71
Gambar 4.4 Form Data Lokasi 72
Gambar 4.5 Form Data Tower 73
Gambar 4.6 Form Data Lokasi dengan Kriteria yang Ada 74
Gambar 4.7 Menu Login Sistem 75
Gambar 4.8 Tampilan Kesalahan pada saat Login 76
Gambar 4.9 Menu Utama Sistem 76
Gambar 4.10 Tampilan Data Lokasi apabila Nama Lokasi Kosong 77
Gambar 4.11 Tampilan Penambahan Data 78
Gambar 4.12 Tampilan Tabel Data Lokasi 78
Gambar 4.13 Tampilan Edit Tabel Data Lokasi 79
Gambar 4.14 Tampilan Update Data 80
Gambar 4.15 Tampilan Tabel Data Lokasi setelah Update 80
Gambar 4.16 Tampilan Matriks Kriteria 81
ABSTRAK
DECISION SUPPORT SYSTEM DEVELOPMENT LOCATION DETERMINATION TOWER BASE TRANSCEIVER STATION
(BTS) IN XL AXIATA TBK-MEDAN WITH ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) METHOD
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan kebutuhan telekomunikasi yang semakin cepat dewasa ini, telah
mendorong manusia untuk selalu berkreasi dengan menciptakan teknologi baru. Sebagai
contoh adalah teknologi telekomunikasi GSM atau Global System for Mobile
Comunication, yaitu sistem multiservice yang memungkinkan komunikasi antar pengguna
tanpa melihat tempat dan waktu untuk melakukan berbagai layanan, diantaranya adalah
komunikasi langsung dan layanan SMS (Short Message Service). Penentuan lokasi tower
BTS (Base Transceiver Station) untuk jaringan telepon selular menjadi masalah yang
sering dihadapi oleh pihak operator penyedia jaringan komunikasi selular. Operator
dituntut untuk dapat menentukan lokasi tower BTS yang potensial agar semua wilayah
dapat terjangkau sinyalnya. (Madalina, 2007: 1).
Salah satu solusi untuk penentuan lokasi pembangunan tower dilakukan dengan
metode Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan salah satu metode dalam
pengambilan keputusan. (Wikipedia, 2009: 1).
Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang
menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan, emosi dan rasa
untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis, serta mampu membandingkan
secara berpasangan hal-hal yang tidak dapat diraba maupun yang dapat diraba, data
Saaty, seorang ahli matematika yang bekerja pada University of Pittsburgh di Amerika
Serikat, pada awal tahun 1970-an. (Iryanto, 2008: 12).
Pada kasus ini akan dilakukan penelitian di PT. XL Axiata Tbk - Medan.
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan empat kriteria untuk perhitungan dalam
metode AHP yaitu kepadatan penduduk, biaya, jarak dan akses.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang diangkat yaitu bagaimana membangun suatu sistem yang berbasiskan
teknologi untuk membantu pemilihan lokasi pembangunan tower dengan menggunakan
metode AHP.
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang telah dirumuskan, maka
diperlukan batasan-batasan. Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah:
1. Membahas kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam mementukan lokasi pembangunan
tower base transceiver station.
2. Tower yang dibangun merupakan tower baru berdasarkan permintaan dengan faktor
expansi.
3. Metode AHP yang digunakan hanya dalam menentukan lokasi pembangunan tower
dengan memerhatikan empat batasan kriteria, yaitu kepadatan penduduk, biaya, jarak,
dan akses, sebagai parameter untuk pengambil keputusan.
4. Sistem yang dibangun menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.
5. Sistem yang akan dibangun hanya dapat dijalankan pada sistem operasi Microsoft
1.4 Tujuan Penelitian
Memberikan solusi berbasiskan teknologi informasi berupa sistem pendukung keputusan
yang akan memberikan output berupa nilai prioritas yang akan menjadi pertimbangan
bagian penentuan lokasi pembangunan tower Base Transceiver Station (BTS) untuk
membuat suatu keputusan menentukan lokasi pembangunan tower Base Transceiver
Station (BTS).
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mempermudah pemilihan lokasi pembangunan tower BTS.
2. Membantu bagian Teknologi Informasi (IT) dalam menentukan lokasi pembangunan
tower.
3. Menghemat waktu dan biaya dalam penentuan lokasi pembangunan tower.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada tanggal 18 Februari 2010 sampai dengan 09 Maret 2010 yang
bertempat di kantor PT. XL Axiata Tbk Medan, Network Optimizion, Jalan Diponegoro
no.5 Medan 20121 Sumatera Utara.
1.7 Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis melakukan beberapa penerapan metode penelitian
untuk menyelesaikan permasalahan. Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah
dengan cara:
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan, mempelajari serta menyeleksi
bahan-bahan yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini.
2. Analisa data dengan penelitian kelapangan (field research)
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data secara langsung dari instansi melalui
riset lapangan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Pengumpulan sampel dokumentasi, laporan ataupun berkas-berkas yang
berhubungan dengan data lokasi tower yang telah ada.
b. Mewawancarai kembali pihak-pihak yang berkompeten untuk lebih menguatkan
output.
3. Analisis dan Perancangan Sistem
Merancang Sistem Pendukung Penentuan Lokasi Pembangunan Tower Base
Transceiver Station (BTS) pada PT. XL Axiata Tbk-Medan mulai dari tahap
perencanaan yang akan digunakan sebagai sarana untuk membantu penentuan lokasi
pembangunan tower Base Transceiver Station di PT. XL Axiata Tbk-Medan.
4. Pembuatan Program Pendukung (Coding)
Menyusun kode program untuk sistem yang akan digunakan untuk memproses data
dan informasi mengenai lokasi-lokasi tower yang sudah ada untuk pertimbangan
membangun tower yang baru.
1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari beberapa bagian utama sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
lokasi dan waktu penelitian serta sistematika penulisan skripsi.
Dalam bab ini diuraikan landasan teori yang digunakan dalam memecahkan
masalah dan membahas masalah yang ada. Bab ini membahas teori-teori yang
berkaitan dengan sistem, Sistem Pendukung Keputusan, dan metode Analtytic
Hierarchy Process.
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Dalam bab ini diuraikan tentang analisis kebutuhan perangkat lunak yang akan
dikembangkan, beserta perancangan pengembangannya.
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Dalam bab ini diuraikan tentang implementasi dan pengujian dari perangkat
lunak yang dibangun berdasarkan hasil analisis dan perancangan pada bab
sebelumnya.
BAB 5 PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan yang didapat setelah pelaksanaan
skripsi ini, beserta saran-saran untuk perbaikan dan pengembangan di masa
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem
Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan,
berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan
suatu sasaran tertentu.
2.1.1 Definisi Sistem
Ada beberapa definisi sistem, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Irwanto (2006), sistem yang lebih menekankan pada komponen atau elemen
yang digunakan, didefinisikan sebagai berikut:
“ Sistem adalah sekumpulan komponen yang mengimplementasikan model dan
fungsionalitas yang dibutuhkan. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi di
dalam sistem untuk mentransformasikan input yang diberikan pada sistem tersebut
menjadi output yang berguna bagi aktornya.”
2. Murdick dan Ross (1993) mendefinisikan sistem yang lebih menekankan pada elemen
atau komponennya sebagai berikut:
“Sistem merupakan seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan yang lainnya
untuk suatu tujuan bersama.”
3. Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem
berkumpul bersama untuk melakukan suatu kegiatan dan mencapai suatu sasaran
tertentu.
4. Schronderberg (dalam Suridinata, 1996) secara ringkas menjelaskan bahwa sistem
adalah :
a. Komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain.
b. Suatu keseluruhan tanpa memisahkan komponen pembentuknya.
c. Bersama-sama dalam mencapai tujuan.
d. Memiliki input dan output yang dibutuhkan oleh sistem lainnya.
e. Terdapat proses yang mengubah input menjadi output.
f. Menunjukkan adanya entropi.
g. Memiliki aturan.
h. Memiliki subsistem yang lebih kecil.
i. Memiliki diferensiasi antar subsistem.
j. Memiliki tujuan yang sama meskipun mulainya berbeda.
Berdasarkan definisi sistem di atas, maka dapat disimpulkan konsep dasar sistem
mempunyai 2 pendekatan, yaitu penekanan pada prosedurnya dan penekanan pada
komponennya.
1. Sistem yang lebih menekankan pada prosedur.
Definisi sistem yang lebih menekankan pada prosedur adalah suatu jaringan kerja dari
prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk
melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Suatu
prosedur adalah suatu urutan operasi klerikal (tulis-menulis), biasanya melibatkan
beberapa orang di dalam satu atau lebih departemen, yang diterapkan untuk menjamin
penanganan yang seragam dari transaksi-transaksi bisnis yang terjadi. Definisi lain
dari prosedur adalah urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang
menerangkan apa yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakannya, kapan
dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Definisi sistem yang lebih menekankan pada komponen/elemen adalah sekelompok
elemen yang terintegrasi dan berinteraksi dengan maksud yang sama untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
2.1.2 Karakteristik Sistem
Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, maka perlu membedakan
unsur-unsur dari sistem yang membentuknya. Berikut adalah karakteristik sistem yang dapat
membedakan suatu sistem dengan sistem lainnya:
1. Batasan (boundary): merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan
sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas sistem ini memungkinkan
suatu sistem dipandang sebagai satu kesatuan. Batas suatu sistem menunjukkan ruang
lingkup (scope) dari sistem tersebut.
2. Lingkungan luar sistem (environment): Lingkungan luar dari suatu sistem adalah
apapun diluar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Lingkungan luar
sistem dapat bersifat menguntungkan dan dapat juga bersifat merugikan sistem
tersebut. Lingkungan luar yang menguntungkan merupakan energi dari sistem dan
dengan demikian harus tetap dijaga dan dipelihara. Sedang lingkungan luar yang
merugikan harus ditahan dan dikendalikan, kalau tidak maka akan mengganggu
kelangsungan hidup dari sistem.
3. Penghubung (interface) sistem: Penghubung sistem merupakan media penghubung
antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Melalui penghubung ini
memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke yang lainnya.
Keluaran (output) dari satu subsistem akan menjadi masukan (input) untuk subsistem
lainnya dengan melalui penghubung. Dengan penghubung satu subsistem dapat
4. Masukan (input) sistem: Masukan sistem adalah energi yang dimasukkan ke dalam
sistem. Masukan dapat berupa masukan perawatan (maintenance input) dan masukan
sinyal (signal input). Maintenance input adalah energi yang dimasukkan supaya
sistem tersebut dapat beroperasi. Signal input adalah energi yang diproses untuk
didapatkan keluaran. Sebagai contoh didalam sistem komputer, program adalah
maintenance input yang digunakan untuk mengoperasikan komputernya dan data
adalah signal input untuk diolah menjadi informasi.
5. Keluaran (output) sistem: Keluaran sistem adalah hasil dari energi yang diolah dan
diklasifikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa pembuangan. Keluaran dapat
merupakan masukan untuk subsistem yang lain atau kepada supersistem. Misalnya
untuk sistem komputer, panas yang dihasilkan adalah keluaran yang tidak berguna
dan merupakan hasil sisa pembuangan, sedang informasi adalah keluaran yang
dibutuhkan.
6. Pengolah (process) sistem: Suatu sistem dapat mempunyai satu bagian pengolah yang
akan merubah masukan menjadi keluaran. Suatu sistem produksi akan mengolah
masukan berupa bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa
barang jadi. Sistem akutansi akan mengolah data transaksi menjadi laporan keuangan
dan laporan lain yang dibutuhkan oleh manajemen.
7. Penyimpanan (storage): Area yang dikuasai dan digunakan untuk penyimpanan
sementara dan tetap dari informasi, energi, bahan baku, dan sebagainya.
2.2 Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer
(termasuk sistem berbasis pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung pengambilan
komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari
masalah semi-terstruktur yang spesifik.
2.2.1 Definisi Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Moore and Chang, SPK dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan
mendukung analisis ad hoc data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan,
orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa,
sehingga sistem pendukung keputusan dapat didefinisikan sebagai suatu program
komputer yang menyediakan informasi dalam domain aplikasi yang diberikan oleh suatu
model analisis keputusan dan akses database. Hal ini ditujukan untuk mendukung
pembuatan keputusan (decision maker) dalam mengambil keputusan secara efektif baik
dalam kondisi kompleks dan tidak teratur. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh
Micheal M. Scott Morton pada awal tahun 1970-an dengan istilah Management Decision
System (Sprague, 1982).
2.2.2 Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan
Pada awalnya Turban dan Aronson (1998), mendefinisikan sistem pendukung keputusan
(DSS) sebagai sistem yang digunakan untuk mendukung dan membantu pihak
manajemen melakukan pembuatan keputusan pada kondisi semi terstruktur dan tidak
terstruktur. Pada dasarnya konsep DSS hanyalah sebatas pada kegiatan membantu para
manajer melakukan penilaian serta menggantikan posisi dan peran manajer.
Konsep DSS ditandai dengan sistem interaktif berbasis komputer yang membantu
mengambil keputusan memanfaatkan data dan model keputusan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang tidak terstruktur dan semi terstruktur. DSS dirancang untuk
menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahapan
digunakan dalam proses pembuatan keputusan sampai pada kegiatan mengevaluasi
pemilihan alternatif.
2.2.3 Tujuan Sistem Pendukung Keputusan
Perintis SPK di MIT yaitu Peter G.W.Keen bekerjasama dengan Scott Morton untuk
mendefinisika tiga tujuan yang harus dicapai SPK sebagai berikut:
1. Membantu manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi-terstruktur.
2. Mendukung penilaian manajer, tetapi bukan untuk menggantikannya.
3. Meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan manajer daripada efisiennya.
2.2.4 Karakterisitik dan Kemampuan Sisitem Pendukung Keputusan
Turban (1999) menjelaskan terdapat sejumlah karakteristik dari sistem pendukung
keputusan yaitu:
1. Mendukung proses pengambilan keputusan suatu organisasi atau perusahaan
2. Adanya interface manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang kontrol
proses pengambilan keputusan
3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi
terstruktur dan tidak terstruktur serta mendukung beberapa keputusan yang saling
berinteraksi
4. Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan
5. Memiliki subsistem – subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat
berfungsi sebagai kesatuan sistem
6. Memiliki dua komponen utama, yaitu data dan model
1. Sistem pendukung keputusan dapat menunjang pembuatan keputusan manajemen
dalam menangani masalah semi terstruktur dan tidak terstruktur.
2. Sistem pendukung keputusan dapat membantu manajer pada berbagai tingkatan
manajemen, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah.
3. Sistem pendukung keputusan memiliki kemampuan pemodelan dan analisis
pembuatan keputusan.
4. Sistem pendukung keputusan dapat menunjang pembuatan keputusan yang saling
bergantungan dan berurutan baik secara kelompok maupun perorangan.
5. Sistem pendukung keputusan menunjang berbagai bentuk proses pembuatan
keputusan dan jenis keputusan.
6. Sistem pendukung keputusan dapat melakukan adaptasi setiap saat dan bersifat
fleksibel.
7. Sistem pendukung keputusan mudah melakukan interaksi sistem dan mudah
dikembangkan oleh pemakai akhir.
8. Sistem pendukung keputusan dapat meningkatkan efektivitas dalam pembuatan
keputusan daripada efisiensi.
9. Sistem pendukung keputusan mudah melakukan pengaksesan berbagai sumber dan
format data.
Secara implisit, sistem pendukung keputusan berlandaskan pada kemampuan dari
sebuah sistem berbasis komputer dan dapat melayani penyelesaian masalah.
2.2.5 Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Suatu Sistem Pendukung Keputusan (SPK) memiliki tiga subsistem utama yang
menentukan kapabilitas teknis sistem pendukung keputusan, antara lain :
1. Subsistem Manajemen Basis data
3. Subsistem Dialog
2.2.5.1 Susbsistem Manajemen Basis Data
Subsistem manajemen basis data merupakan bagian yang menyelediakan data – data yang
dibutuhkan oleh Base management Subsystem (DBMS). DBMS sendiri merupakan
susbsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data – data yang merupakan
dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan
pada manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan informasi yang
bersumber dari luar perusahaan.
Adapun kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen database adalah sebagai
berikut:
1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai data melalui pengambilan ekstraksi
data.
2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah.
3. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian
pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan
kebutuhan penambahan dan pengurangan.
4. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba
berbagai alternatif pertimbangan personil.
5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.
2.2.5.2Subsistem Manejemen Model
Subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan memungkinkan pengambil
keputusan menganalisa secara utuh dengan mengembangkan dan membandingkan
berdasarkan integrasi data-data dari lapangan menjadi suatu Sistem Pendukung
Keputusan.
Kemampuan subsistem manajemen model dalam Sistem Pendukung Keputusan
anatara lain:
1. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah.
2. Kemampuan mengkatalogkan dan mengelola model untuk mendukung semua tingkat
pemakai.
3. Kemampuan menghubungkan model-model dengan basis data melalui hubungan
yang sesuai.
4. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan.
5. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog
dan manajemen database (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog,
menghubungkan, dan mengakses model).
2.2.5.3Subsistem Dialog
Subsistem dialog merupakan bagian dari Sistem Pendukung Keputusan yang dibangun
untuk memenuhi kebutuhan representasi dan mekanisme control selama proses analisa
dalam Sistem Pendukung Keputusan ditentukan dari kemampuan berinteraksi anatara
sistem yang terpasang dengan user. Pemakai terminal dan sistem perangkat lunak
merupakan komponen-komponen yang terlibat dalam susbsistem dialog yang
mewujudkan komunikasi anatara user dengan sistem tersebut. Komponen dialog
menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukkan dari pemakai ke
dalam Sistem Pendukung Keputusan. Adapun subsistem dialog dibagi menjadi tiga,
antara lain:
1. Bahasa Aksi ( The Action Language) merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan
user dalam usaha untuk membangun komunikasi dengan sistem.Tindakan yang
rancangan sistem yang ada. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan ketik
(key board), panel-panel sentuh, joystick perintah suara dan sebagainya.
2. Bahasa Tampilan ( The Display of Presentation Language) merupakan keluaran yang
dihasilakn oleh suatu Sistem Pendukung Keputusan dalam bentuk tampilan tampilan
akan memudahkan user untuk mengetahui keluaran sistem terhadap
masukan-masukan yang telah dilakukan. Bahasa tampilan meliputi pilihan seperti printer, layar
tampilan, grafik, warna, plotter, keluaran suara dan sebagainya.
3. Bahasa Pengetahuan (Knowledge Base Language) meliputi pengetahuan yang harus
dimiliki user tentang keputusan dan tentang prosedur pemakaian Sistem Pendukung
Keputusan agar sistem dapat digunakan secara efektif. Pemahaman user terhadap
permasalahan yang dihadapi dilaukan diluar sistem, sebelum user menggunakan
sistem untuk mengambil keputusan. Basis pengetahuan dapat berada dalam pikiran
pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual dan sebagainya.
Kemampuan yang dimiliki sistem pendukung keputusan untuk mendukung dialog
pemakai sistem meliputi:
1. Kemampuan untuk menangani berbagai dialog, bahkan jika mungkin untuk
mengkombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai.
2. Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan
masukan.
3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai format dan peralatan
keluaran.
4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis
pengetahuan pemakai.
2.3 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Metode analitic hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang
ahli matematika pada tahun 1970-an. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk
menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keptusan dengan memecahkan
persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam
suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
pentingnya setiap variabel dan mensitensis berbagai pertimbangan untuk menetapkan
variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari
sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level
pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke
bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks
dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu
bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Selanjutnya Mulyono (1996), menjelaskan bahwa pada dasarnya metode AHP
merupakan suatu teori umum tentang suatu konsep pengukuran. Metode ini digunakan
untuk menemukan suatu skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang bersifat diskrit
maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau
dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan prefensi relatif. Metode
AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi pengukuran dan
unsur kebergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen strukturnya. Kemudian
Pernadi (1996), menjelaskan peralatan utama metode AHP merupakan sebuah hirarki
yang bersifat fungsional dengan masukan (input) utamanya menggunakan persepsi
masnusia.
Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa sub tujuan
yang lebih terperinci dan dapat menjelaskan maksud tujuan umum. Penjabaran ini dapat
dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada hirarki
terendah inilah dilakukan proses evaluasi atas alternatif-alternatif yang merupakan ukuran
dari pencapaian tujuan utama dan hirarki terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan apa
Dalam melakukan penjabaran atau dekomposisi hirarki sebuah tujuan tidak ada
suatu pedoman yang pasti mengenai seberapa jauh pembuat keputusan menjabarkan atau
mendekomposisikan tujuan menjadi sub-tujuan yang lebih rendah atau yang lebih rinci.
Dalam hal ini seorang pembuat keputusan harus menetukan saat penjabaran tujuan ini
berhenti yang dapat dilakukan dengan cara mempehatikan keuntungan atau kekurangan
yang diperoleh bila tujuan tersebut diperinci lebih lanjut dan lebih rinci.
Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam melakukan proses penjabaran
hirarki tujuan yaitu (Suryadi & Ramdhani, 1998):
1. Penjabaran tujuan ke dalam subtujuan yang lebih rinci harus selalu memperhatikan
apakah setiap tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut.
2. Meskipun hal tersebut dapat dipenuhi, juga perlu menghindari terjadinnya pembagian
yang terlampau banyak baik dalam arah horisontal maupun vertikal.
3. Sebelum menetapkan tujuan harus dapat menjabarkan hirarki tersebut sampai dengan
tujuan yang paling lebih rendah dengan cara melakukan tes kepentingan.
Metode AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dapat memecahkan
masalah kompleks, dimana kriteria yang diambil cukup banyak, struktur masalah yang
belum jelas, ketidakpastian persepsi pembuat keputusan serta ketidakpastian tersedianya
data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang sulit untuk diukur
secara kuantitatif dan perlu diputuskan secepatnya dan sering disertai dengan variasi yang
beragam dan rumit sehingga data tersebut tidak mungkin dapat dicatat secara numerik
karena data kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan pada persepsi, preferensi,
pengalaman, dan intuisi. Adapun yang menjadi kelebihan dengan menggunakan metode
AHP adalah (Suryadi dan Ramdhani, 1998) yaitu:
1. Struktur yang berbentuk hierarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipillih
sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhatikan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai
kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis sensitivitas pembuat
Selain itu metode AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah
yang multiobjektif dan multikriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari
setiap elemen dalam hierarki. Jadi metode AHP merupakan suatu bentuk pemodelan
pembuatan keputusan yang sangat komprehensif. Pada dasarnya terdapat beberapa
langkah yang perlu diperhatikan menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi &
Ramdhani, 1998):
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan
subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang
paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif
atau pengaruh elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat
diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pembuat keputusan
dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai judgement seluruhnya
yaitu sebanyak n x [ (n-1)/2 ] buah dengan n adalah banyaknya elemen yang
dibandingkan.
5. Menghitung niali eigen dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka
pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor
eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement
dalam pemuatan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
pencapaian tujuan.
8. Memeriksa konsistensi hirarki. Pengujian bertujuan untuk menguji kekonsistensian
perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki. Total CI dari suatu
hirarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas
elemen yang berkaitan dengan faktor-faktor yang diperbandingkan, dan kemudian
matriks hirarki adalah mengetahui konsistensi indeks (CI) dan vektor eigen dari suatu
matriks perbandingan berpasangan.
dimana,
CR Hij = Rasio konsistensi hirarki dari matriks perbandingan berpasangan matriks i
hirarki pada tingkat j yang dikatakan konsistensi jika nilainya <10%.
CI Hij = Indeks konsistensi hirarki dari matriks perbandingan i pada tingkat j.
RI Hij = Indeks random hirarki dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j.
CIi,j = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j.
EVi,j = Vektor eigen dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j yang berupa vektor garis.
CIi,j + 1 = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
RIi,j = Indeks random dari matriks perbandingan berpasangan i hirarki pada tingkat j.
RIi,j + 1 = Indeks rasio dari orde matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
Jika nilainya lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki.
2.3.1 Dasar-Dasar Analytic Hierarchy Process
Skala ukuran panjang seperti meter, temperatur seperti derajat, waktu sperti detik dan
uang seperti rupiah telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengukur
bermacam-macam kejadian yang sifatnya fisik. Variabel-variabel sosial, ekonomi, dan
politik tidak jarang yang sulit diukur seperti mengukur produk berupa rasa aman karena
mengkuantifikasikan suatu kesenangan karena dapat menikmati waktu senggang dan
sebagainya. Jelas bukan merupakan suatu jawaban yang mudah dengan menggunakan
ukuran panjang, temperatur, waktu dan uang. Hal ini dikarenakan ruang lingkup
permasalahan sangat kompleks dan dengan unsur ketidakpastian yang sangat tinggi.
Di samping itu sering ditemui tindakan yang dilakukan perusahaan, seringkali
memberikan bermacam-macam pegaruh pada banyak segi kehidupan. Kemudian
pertanyaannya adalah bagaimana mengatakan suatu tindakan adalah lebih baik dibanding
tindakan lain? Kesulitan dalam menjawab pertanyaan ini disebabkan dua alasan utama.
Pertama, pengaruh yang terjadi kadang tidak dapat dibandingkan karena satuan ukuran
atau bidang yang berbeda. Kedua, pengaruh tersebut terkadang saling bentrok artinya
perbaikan pengaruh yang satu hanya dapat dicapai dengan pemburukan pengaruh yang
lainnya. Alasan-alasan ini akan menyulitkan dalam membuat ekuivalensi antar pengaruh.
Untuk itu diperlukan suatu skala yang luwes yang disebut prioritas yaitu suatu ukuran
abstrak yang berlaku untuk semua skala. Penentuan prioritas inilah yang merupakan unsur
penting dan merupakan bagian penting dari penggunaan metode AHP(Mulyono, 1996).
2.3.2 Prosedur Analytic Hierarchy Process
AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari
berbagai pilihan dengan menggunakan berbagai kriteria. Karena sifatnya yang
multikriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. Sebagai contoh
untuk menyusun prioritas penelitian, pihak manajemen lembaga penelitian sering
menggunakan beberapa kriteria seperti dampak penelitian, biaya, kemampuan SDM, dan
waktu pelaksanaan (Susila, 2007).
Disamping bersifat multikriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang
terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu
prosedur yang logis dan terstuktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang
Metode AHP dipilih karena konsepnya yang mudah dipahami dan mampu
memodelkan fungsi suatu subjektif yang tidak jelas dan tidak konsisten (Kuazril, 2005).
Struktur sebuah model AHP adalah model dari sebuah pohon terbalik. Ada suatu
tujuan tunggal di puncak pohon yang mewakili tujuan dari masalah pengambilan
keputusan. Seratus persen bobot keputusan ada di titik ini. Tepat dibawah tujuan adalah
titik daun yang menunjukkan kriteria, baik kualitatif maupun kuantitatif. Bobot tujuan
harus dibagi di antara titik-titik kriteria berdasarkan rating. Dalam proses mennetukan dan
hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang
bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada
setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria berikut:
1. Lengkap
Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian keputusan.
2. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi
pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif
yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk
berkomunikasi.
3. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
4. Minimum
Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah
pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.
Tujuan(Bobot 100%)
Gambar 2.1 Struktur Model AHP
Bobot dari tiap-tiap kriteria adalah 100% dibagi dengan bobot titik-titik kriteria
berdasarkan rating. Setiap alternatif dibandingkan dengan masing-masing kriteria.
Prinsip-prinsip AHP adalah (Mulyono, 1996):
1. Decompostion
Decomposition dilakukan setelah persoalan didefenisikan. Decomposition yaitu
memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya, seperti Gambar 2.2
Gambar 2.2 Struktur Hirarki AHP
Jika ingin mendapakan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap
unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga
didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Terdapat dua jenis hirarki
yaitu lengkap dan tidak lengkap. Pada hirarki lengkap, semua elemen yang ada pada
statu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya dan jika yang
terjadi adalah sebaliknya maka merupakan hirarki tidak lengkap.
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif n
Penentuan Lokasi Pembanguna Tower BTS
Kepadatan Penduduk
Biaya Jarak Akses
Calon Lokasi Tower 1
Calon Lokasi Tower 2
2. Comparative judgement
Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen, pada suatu
tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan
inti dari penggunaan metode AHP, karena AHP akan berpengaruh terhadap penentuan
elemen-elemen yang dibandingkan. Hasil dari penilaian ini akan disajikan dalam
bentuk matriks yang selanjutnya dinamakan matriks pairwise comparison. Pertanyaan
yang biasa diajukan dalam menyusun skala kepentingan adalah:
a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
b. Berapa kali lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang
yang kaan memberikan jawaban perlu memiliki pengertian menyeluruh tentang
elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadapa kriteria atau tujuan
yang dipelajari. Menurut Saaty (2001), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9
adalah skala yang terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi
pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel
2.1
Tabel 2.1 Skala Nilai Perbandingan Berpasangan
Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari tingkat hierarki paling tinggi, dimana
suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Susunan dari
elemen-elemen yang dibandingkan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3
A1 A2 ... A3
A1 A11 A12 ... A1n
A2 A21 A12 ... A2n
Nilai Keterangan
1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 A mutlak lebih penting dari B
: : : : : : : : : :
An An1 An2 ... Ann
Gambar 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan
Sumber: Saaty, 2001
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antarelemen digunakan skala bilangan
dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 8.1. Penilaian ini dilak ukan oleh seorang pembuat
keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisa dan mempunyai
kepentingan terhadapnya. Dalam penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku
aksioma reciprocal,artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka
elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu,
perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama
penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat m
elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n.
Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2
karena matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan 1.
3. Synthesis of priority
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk
mendapatkan local priority. Hal ini karena matriks pairwise comparison terdapat pada
setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa
diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki.
Pengurutan elemen-elemennya menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa
dinamakan priority setting.
4. Logical consistency
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten
dengan suatu kriteria yang logis. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil
perbandingan secara berpasangan tersebut, harus mempunyai hubungan kardinal dan
Hubungan Kardinal : aij . ajk = aik.
Hubungan Ordinal : Ai > Aj > Al > Ak, maka Ai > Ak.
Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:
a. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak 4 kali
dari mangga, dan mangga lebih enak 2 kali dari pisang, maka anggur lebih enak 8
kali dari pisang.
b. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan
mangga lebih enak dari pisang, maka anggur lebih enak dari pisang.
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, pada objek-objek serupa yang
dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Pengertian kedua, terletak
pada tingkat hubungan objek-objek yang didasarkan menurut kriteria tertentu. Pada
keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut,
sehingga matriks tersebut tidak konsistensi sempurna. Hal ini terjadi karena
ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.
Penghitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Mengalikan matriks dengan prioritas bersesuaian.
b. Menjumlahkan hasil kali per baris.
c. Hasil penjumlahan tiap baris dibagi prioritas bersangkutan dan hasilnya
dijumlahkan.
d. Hasil poin 3 dibagi jumlah elemen, akan didapatkan λmaks.
e. Indeks Konsistensi
1
−− =
n n CI λmaks .
Dimana: λmaks = eigenvalue maksimum,
n = ukuran matriks.
Eigenvalue merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis
judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemenpada tingkat hierarki terendah
f. Rasio Konsistensi
RI CI
CR= , dimana RI adalah indeks random konsistensi. Jika
rasio konsistensi ≤ 0.1, hasil perhitungan data dapat dibenarkan. Nilai indeks random konsitensi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nilai Indeks Random
Ukuran Matriks Nilai RI
1,2 0,00
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
11 1,51
12 1,48
13 1,56
14 1,57
15 1,59
Sumber: Saaty, 2001
2.4Pengertian Tower Base Transceiver Station (BTS)
Tower adalah menara yang terbuat dari rangkaian besi, baik itu besi siku, plat, pipa,
H-beam, dan lainnya, berbentuk segi tiga, segi empat atau hanya berupa pipa panjang
(tongkat) menjulang ke langit, yang bertujuan untuk menempatkan antena dan radio
pemancar maupun penerima gelombang telekomunikasi dan informasi.
Tower BTS (Base Transceiver Station) adalah menara yang berfungsi sebagai
sarana komunikasi dan informatika yang menjembatani perangkat komunikasi pengguna
derajat keamanan tinggi terhadap manusia dan mahluk hidup di bawahnya, karena
memiliki radiasi yang sangat kecil sehingga sangat aman bagi masyarakat di bawah
maupun disekitarnya.
Tower BTS memiliki 3 (tiga) jenis pada umumnya, yaitu:
1. Tower 4 (empat) kaki
Tower tipe ini mampu menampung banyak antena dan radio. Tipe tower ini
banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan bisnis komunikasi dan informatika
yang bonafid karena tower tipe ini sangat jarang dijumpai roboh, karena memiliki
kekuatan tiang pancang serta sudah dipertimbangkan konstruksinya.
2. Tower 3 (tiga) kaki
Tipe tower ini dibagi menjadi 2 (dua) macam.
a. Tower tiga kaki diameter besi pipa 9 cm keatas, atau yang lebih dikenal dengan
nama Triangle. Tower ini juga mampu menampung banyak antena dan radio.
b. Tower tiga kaki diameter 2 cm ke atas. Beberapa kejadian robohnya tower jenis
ini karena memakai besi dengan diameter di bawah 2 cm. Ketinggian maksimal
tower jenis ini yang direkomendasi adalah 60 meter. Ketinggian rata-rata adalah
40 meter. Tower jenis ini disusun atas beberapa stage (potongan). 1 stage ada
yang 4 meter namun ada yang 5 meter. Makin pendek stage maka makin kokoh,
namun biaya pembuatannya makin tinggi, karena setiap stage membutuhkan tali
pancang/spanner. Jarak patok spanner dengan tower minimal 8 meter. Makin
panjang makin baik, karena ikatannya makin kokoh, sehingga tali penguat tersebut
tidak makin meruncing di tower bagian atas.
3. Tower 1 (satu) kaki
Tower 1 (satu) kaki dibagi menjadi 2 (dua) macam,yaitu
a. Tower yang terbuat dari pipa atau plat baja tanpa spanner, diameter antara 40
cm s/d 50 cm, tinggi mencapai 42 meter, yang dikenal dengan nama monopole.
b. Tower yang lebih cenderung untuk dipakai secara personal. Tinggi tower pipa
BAB III
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1. Analisis Permasalahan dengan Metode Analytical Hierarchy Process
Pemilihan lokasi pembangunan tower sangat menentukan terjangkaunya semua pelanggan. Pemilihan lokasi pembangunan tower muncul karena adanya permintaan untuk mendirikan sebuah tower baru. Ada 3 (tiga) faktor yang menyertai munculnya permintaan tersebut, yaitu Kapasitas, Coverage dan Revenue. Pada penelitian ini,
permasalahan pemilihan lokasi pembangunan tower akan dibatasi. Maka faktor yang akan dijadikan kriteria dalam menentukan lokasi pembangunan tower yaitu faktor coverage. Arti coverage yaitu jangkauan/cakupan. Pengertian coverage pada kasus ini yakni cakupan sinyal di suatu daerah. Faktor expansi merupakan salah satu faktor yang
memunculkan adanya permintaan tower baru dimana faktor ini menitikberatkan terhadap perluasan jangkauan dengan membangun tower-tower yang baru di daerah yang
potensial. Hal ini dilakukan pada daerah yang belum memiliki tower atau memiliki tower dalam jumlah yang sedikit.
Pada faktor expansi memiliki beberapa kriteria yang diurutkan berdasarkan prioritas kepentingannya yakni kepadatan penduduk, biaya, jarak dan akses. Kepadatan penduduk menempati urutan pertama pada prioritas kriteria. Hal ini disebabkan karena
pembangunan sebuah tower baru untuk memperluas jaringan sekaligus ingin menambah jumlah pelanggan. Kepadatan penduduk di suatu daerah ditentukan oleh jarak antara daerah tersebut dengan jalan utama/besar. Kriteria biaya pada kasus ini merupakan biaya yang diperlukan untuk pembangunan sebuah tower baru. Kriteria jarak yang dimaksud pada kasus ini merupakan jarak antara calon lokasi tower baru dengan lokasi tower terdekat yang sudah ada. Kriteria akses yang dimaksud pada kasus ini merupakan kemudahan mengakses calon lokasi pembangunan tower baru. Nilai kriteria akses berbanding lurus dengan nilai kepadatan penduduk. Karena dipengaruhi oleh letak calon lokasi tower dengan jalan utama/besar. Oleh karena itu setiap calon lokasi pembangunan tower yang ada harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Maka dalam maslah ini daerah yang akan dijadikan study kasus yaitu daerah di luar kota medan, yaitu daerah Binjai-Stabat. Penilaian setiap calon lokasi pembangunan tower terhadap kriteria-kriteria yang ada dilakukan dengan model penilaian yang bersifat kuantitatif. Salah satu metode perhitungan kuantitatif tersebut adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan (Sudaryo, 2007).
Adapun langkah-langkah metode AHP adalah:
1. Menentukan jenis-jenis kriteria untuk mengidentifikasi lokasi pembangunan.
2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan.
3. Menjumlah matriks kolom.
4. Menghitung nilai elemen kolom kriteria dengan rumus masing-masing elemen kolom
dibagi dengan jumlah matriks kolom.
5. Menghitung nilai prioritas kriteria dengan rumus menjumlah matriks baris hasil
langkah 4 dan hasilnya langkah 5 dibagi dengan jumlah kriteria.
6. Menentukan alternatif-alternatif yang akan menjadi pilihan.
7. Menyusun alternatif-alternatif yang telah ditentukan dalam bentuk matriks
berpasangan untuk masing-masing kriteria. Sehingga akan ada sebanyak n buah
matriks berpasangan antaralternatif.
8. Masing-masing matriks berpasangan antaralternatif sebanyak n buah matriks,
masing-masing matriksnya dijumlah perkolomnya.
9. Menghitung nilai prioritas alternatif masing-masing matriks berpasangan
antaralternatif dengan rumus seperti langkah 4 dan langkah 5.
10. Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antaralternatif dengan rumus
masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah 2 dikalikan dengan nilai
prioritas kriteria. Hasilnya masing-masing baris dijumlah, kemudian hasilnya dibagi
dengan masing-masing nilai prioritas kriteria sebanyak λ1, λ2, λ3, ..., λn.
11. Menghitung nilai lamda maksimum dengan rumus:
n maks =
∑
λ λ
12. Menghitung nilai Indeks Konsisten, dengan rumus
1
13. Menghitung Rasio Konsistensi, dengan rumus
RI CI CR=
Dimana: RI adalah nilai indeks random yang berasal dari tabel random seperti Tabel 31.
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51
Jika CR<0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR≥ 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.
14. Menyusun matriks baris antaralternatif versus kriteria yang isinya hasil perhitungan
proses langkah 7 , langkah 8, dan langkah 9.
15. Hasil akhir berupa prioritas global sebagai nilai yang digunakan oleh pengambil
keputusan berdasarkan nilai yang tertinggi.
3.2 Penyelesaian Masalah dengan Metode Analytical Hierarchy Process
Sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Menentukan jenis-jenis kriteria untuk mengidentifikasi masalah pemilihan tower.
Dalam penelitian ini, kriteria-kriteria yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi
pemilihan tower adalah kepadatan penduduk, biaya, jarak dan akses.
Tabel 3.2 Data Tiap Tower Berdasarkan Kriteria yang Ada
Kriteria Calon Lokasi Tower
Tower A Tower B Tower C
Kepadatan Penduduk (Urutan)
II III I
Biaya 1,1 M 1,3 M 1,5 M
Jarak 1,84 mil 2,73 mil 4,41 mil
Akses II III I
2. Menyusun kriteria-kriteria penentuan lokasi pembangunan tower BTS dalam matriks
berpasangan seperti Tabel 3.3.
Kriteria Kepadatan Penduduk Biaya Jarak Akses
Kepadatan Penduduk Biaya
Jarak Akses
Cara pengisian elemen-elemen matriks pada Tabel 3.2, adalah sebagai berikut: a. Elemen a[i,j] = 1, dimana i = 1,2,3,...n. Untuk penelitian ini, n = 4.
b. Elemen matriks segitiga atas sebagai input.
c. Elemen matriks segitiga bawah mempunyai rumus
[ ] [ ]
j3. Menjumlah setiap kolom pada Tabel 3.2.
4. Menentukan nilai elemen kolom kriteria dengan rumus tiap-tiap sel pada Tabel 3.2
dibagi dengan masing-masing jumlah kolom pada langkah 3.
5. Menentukan prioritas kriteria pada masing-masing baris pada Tabel 3.2 dengan
rumus jumlah baris dibagi dengan banyak kriteria.
6. Memasukkan data-data lokasi dalam bentuk matriks berpasangan, seperti Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Bentuk Matriks Berpasangan 3 Calon Lokasi Tower
Lokasi A B C
A B C
7. Menjumlah setiap kolom pada Tabel 3.4.
8. Menentukan nilai elemen kolom lokasi dengan rumus tiap-tiap sel pada Tabel 3.4
dibagi dengan jumlah kolom pada langkah 7.
9. Menentukan prioritas lokasi pada masing-masing baris pada Tabel 3.4 dengan rumus
jumlah baris dibagi dengan banyak calon lokasi (dalam penelitian ini ada 3).
3.2.1 Hasil dan Pembahasan
Sesuai dengan langkah-langkah Analytical Hierarchy Process, pada subbab ini akan dibahas tentang masukan data yang sebenarnya, proses perhitungan dan keluaran yang diharapkan untuk studi kasus mengidentifikasi penentuan lokasi pembangunan tower. Masukan awal adalah menentukan nilai kriteria, dimisalkan seperti Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Masukan Hasil Perhitungan Kriteria Lokasi
Kriteria Kepadatan Penduduk
Setelah masukan data Tabel 3.5 di atas, dihasilkan nilai pembagian jumlah kolom dengan rumus masing sel pada Tabel 3.5 dibagi dengan jumlah kolom masing-masing. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Kriteria Penetuan Lokasi
Sedangkan untuk menghitung prioritas kriteria digunakan rumus jumlah baris pada Tabel 3.6 dibagi dengan banyak kriteria (4). Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Nilai Prioritas Kriteria
Kriteria Prioritas Kriteria Kepadatan
Kriteria Kepadatan Penduduk
Setelah dihasilkan prioritas kriteria, langkah berikutnya menghitung prioritas masing-masing calon lokasi tower dengan memasukkan nilai pada masing-masing calon lokasi tower untuk tiap kriteria. Masukan tersebut merupakan pemisalan yang
ditampilkan pada Tabel 3.8.1, 3.8.2, ..., & 3.8.15.
Tabel 3.8.1 Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk
A B C
A 1 0,5 0,25
B 2 1 0,5
C 4 2 1
Jumlah 7 3,5 1,75
Tabel 3.8.2 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk
A B C Prioritas
Kriteria
A 0,143 0,143 0,143 0,143
B 0,286 0,286 0,286 0,286
C 0,571 0,571 0,571 0,571
Jumlah 1 1 1 1
Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas
Tabel 3.8.3 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk
A B C Total
A 0,143 0,143 0,143 0,429
B 0,286 0,286 0,286 0,858
C 0,572 0,572 0,571 1,715
Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas
Tabel 3.8.4 Nilai Lamda (λ) dan λ max
B 3
C 3,004
Total Kolom (λ) 9,004
λ max 3,001
CI = (λ max – n)/(n – 1) = (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005
CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90
= 0,000555
Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten
Tabel 3.8.5 Biaya
Biaya A B C
A 1 0,5 0,25
B 2 1 0,5
C 4 2 1
Jumlah 7 3,5 1,75
Tabel 3.8.6 Nilai Prioritas Kriteria Biaya
Biaya A B C Prioritas
Kriteria
A 0,143 0,143 0,143 0,143
B 0,286 0,286 0,286 0,286
C 0,571 0,571 0,571 0,571
Jumlah 1
Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas
Tabel 3.8.7 Nilai Prioritas Kriteria Biaya
Biaya A B C Total
A 0,143 0,143 0,143 0,429
B 0,286 0,286 0,286 0,858
C 0,572 0,572 0,571 1,715
Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas
A 3
B 3
C 3,004
Total Kolom (λ) 9,004
λ max 3,001
CI = (λ max – n)/(n – 1) = (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005
CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90
= 0,000555
Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten
Tabel 3.8.9 Jarak
Jarak A B C
A 1 2 0,667
B 0,5 1 0,333
C 1,5 3 1
Jumlah 3 6 2
Tabel 3.8.10 Nilai Prioritas Kriteria Jarak
Jarak A B C Total
A 0,333 0.333 0,333 0,333
B 0,167 0,167 0,167 0,167
C 0,5 0,5 0,5 0,5
Jumlah 1
Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas
Tabel 3.8.11 Nilai Prioritas Kriteria Jarak
Jarak A B C Total
A 0,333 0.334 0,333 1
C 0,5 0,5 0,5 1,5
Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas
Tabel 3.8.12 Nilai Lamda (λ) dan λ max
A 3,003
B 3
C 3
Total Kolom (λ) 9,003
λ max 3,001
CI = (λ max – n)/(n – 1) = (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005
CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90
= 0,000555
Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten
Tabel 3.8.13 Akses
Akses A B C
A 1 0,5 0,25
B 2 1 0,5
C 4 2 1
Jumlah 7 3,5 1,75
Tabel 3.8.14 Nilai Prioritas Kriteria Akses
Akses A B C Prioritas
Kriteria
A 0,143 0,143 0,143 0,143
B 0,286 0,286 0,286 0,286
C 0,571 0,571 0,571 0,571
Jumlah 1
Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas
Tabel 3.8.15 Nilai Prioritas Kriteria Akses
Akses A B C Total
A 0,143 0,143 0,143 0,429
C 0,572 0,572 0,571 1,715
Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas
Tabel 3.8.16 Nilai Lamda (λ) dan λ max
A 3
B 3
C 3,004
Total Kolom (λ) 9,004
λ max 3,001
CI = (λ max – n)/(n – 1) = (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005
CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90
= 0,000555
Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten
Dari hasil yang diperoleh, nilai CR< 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan matriks kriteria yang diberikan konsisten. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai kriteria tiap calon lokasi tower untuk masing-masing kriteria. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Prioritas Tujuan Masing-Masing Calon Lokasi Tower
Tower Kepadatan Penduduk
Biaya Jarak Akses
A 0,143 0,143 0,333 0,143
B 0,286 0,286 0,167 0,286
C 0,571 0,571 0,5 0,571
Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai lamda dengan cara menjumlah baris pada Tabel 3.10, yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Nilai Lamda untuk Masing-Masing Kriteria
Dari Tabel 3.11 dapat dihitung nilai lamda maksimum, Cl dan CR, yang hasilnya adalah:
1. Hasil perhitungan lamda maksimum pada matriks kriteria
n
2. Hasil perhitungan Indeks Konsistensi pada matriks kriteria
1
Kriteria Kepadatan Penduduk