PENGARUH SUHU TERHADAP PERBANDINGAN ETILENA
DENGAN PROPILENA DALAM KOPOLIMER
PROPILENA-ETILENA DENGAN MENGHITUNG DAERAH SIDIK
JARI MENGGUNAKAN INSTRUMEN FTIR
SKRIPSI
GUSTI RAHMATA C K
050812034
PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH SUHU TERHADAP PERBANDINGAN ETILENA DENGAN PROPILENA DALAM KOPOLIMER PROPILENA-ETILENA
DENGAN MENGHITUNG DAERAH SIDIK JARI MENGGUNAKAN INSTRUMEN FTIR
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
GUSTI RAHMATA C K 050812034
PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN MENGHITUNG DAERAH SIDIK JARI MENGGUNAKAN INSTRUMEN FTIR
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si. Drs. Darwin Yunus Nasution, M.S.
NIP. 131 945 358 NIP. 19550810 198103 1 006
Diketahui/Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua
PERNYATAAN
PENGARUH SUHU TERHADAP PERBANDINGAN ETILENA DENGAN
PROPILENA DALAM KOPOLIMER PROPILENA-ETILENA DENGAN MENGHITUNG DAERAH SIDIK JARI
MENGGUNAKAN INSTRUMEN FTIR
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2010
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat dan anugrah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Saya menyampaikan banyak terimakasih kepada Bapak Drs. Darwin Yunus Nasution M.S. dan Bapak Drs. Amir Hamzah M.Si. sebagai dosen pembimbing selama penelitian sampai pada akhir skripsi ini diselesaikan, yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, ide dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Bahkan panduan ringkas, padat dan profesional telah diberikan kepada saya, agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia, Ibu DR. Rumondang Bulan, M.S dan Bapak Drs. Firman Sebayang M.S, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU, dan rekan-rekan mahasiswa.
ABSTRAK
EFFECT OF TEMPERATURE ON THE COMPARISON ETHYLENE TO PROPYLENE FROM ETHYLENE PROPYLENE COPOLYMER BY
CALCULATING FINGERPRINT REGIONAL USING FTIR INSTRUMENT
ABSTRACT
DAFTAR ISI Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Permasalahan 2 1.3. Pembatasan Masalah 3 1.4. Tujuan Penelitian 3 1.5. Manfaat Penelitian 3 1.6. Metodologi Penelitian 4 1.7. Lokasi Penelitian 5
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Polimer 6
2.6.3. Analisa Kuantitatif Dengan Spektrofotometri Infra Merah 14
2.6.4. Analisa Kuantitatif Kopolimer Propilena – Etilena 15
Bab 3 Bahan dan Metode Penelitian 3.1. Bahan – Bahan 16
3.2. Alat – Alat 16
3.3. Prosedur Penelitian 16
3.3.1. Pembuatan Kurva Standar Kopolimer Etilena – Propilena 16
3.3.2. Pengukuran Kandungan Kopolimer Etilena – Propilena Dari Sampel 17
3.4. Bagan Penelitian 17
Pengaruh Suhu Menggunakan Instrument FT-IR 17 Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil Penelitian 19
4.2. Perhitungan
4.2.1. Pengukuran Kopolimer PP : PE Secara Komputasi
Berdasarkan Absorbansi 19
4.2.2. Pengukuran Kopolimer PP : PE secara manual 24
4.3. Pembahasan 25
4.3.1. Pengaruh Suhu Terhadap Komposisi Sampel
Kopolimer Etilena – Propilena 25
4.3.2. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena
Berdasarkan Transmitansi 26
4.3.2.1. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena suhu kamar 26 4.3.3. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena Setelah
Pemanasan 28
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 30
5.2. Saran 30
Daftar Pustaka 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Pembuatan Kopolimer acak etilena – propilena 8 Gambar 4.1. Kurva Standar Kopolimer Propilena:Etilena Secara Komputasi 20 Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Polietilena pada Suhu Kamar (zooming) 22 Gambar 4.3. Spektrum FT – IR Polipropilena pada Suhu Kamar (zooming) 23 Gambar 4.4. Kurva Standar Kopolimer Propilena:Etilena Secara Manual 24
Gambar 4.5. Kurva Suhu Versus % Propilena 25
Gambar 4.6. Kurva Suhu Versus % Etilena 26
Gambar 4.7. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena pada Suhu
Kamar 27
Gambar 4.8. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena pada Suhu
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Standar Kopolimer Propilena : Etilena Secara Komputasi 20
Tabel 4.2. Standar Kopolimer PP : PE Secara Manual 24
ABSTRAK
EFFECT OF TEMPERATURE ON THE COMPARISON ETHYLENE TO PROPYLENE FROM ETHYLENE PROPYLENE COPOLYMER BY
CALCULATING FINGERPRINT REGIONAL USING FTIR INSTRUMENT
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Biji plastik adalah komoditas sangat penting di dalam industri kemasan. Hampir
semua kemasan yang ada di sekeliling kita, sebagian besar berbahan dasar biji plastik
seperti, kopolimer etilena – propilena, dll.
Kebutuhan dunia akan polimer sebagai suatu bahan sintetik yang paling
banyak digunakan baik sebagai fiber, plastik, peralatan dapur, alat transportasi,
pakaian, dll, semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan hidup
manusia. Dalam beberapa tahun terakhir penelitian, pengembangan, dan pembuatan
dari polimer lebih dititikberatkan pada sintetis makromolekul multikomponen polimer
daripada sintesis makromolekul jenis homopolimer (Malcolm, P.S., 2001).
Pengembangan dari sintesis makromolekul multikomponen polimer tersebut
disebabkan karena kelebihan yang dimiliki oleh jenis polimer tersebut. Pada
umumnya jenis multikomponen polimer (poliblend, kopolimer) mempunyai sifat lebih
resisten terhadap pengaruh lingkungan sekitar. Hal ini di sebabkan karena terjadinya
penggabungan antara polimer – polimer penyusun baik secara fisik maupun kimia
sehingga diharapkan dari penggabungan tersebut akan timbul sifat baru yang lebih
sempurna.
Salah satu kopolimer adalah kopolimer etilena-propilena yang merupakan
kopolimerisasi dari etilena dan propilena pada suhu 25 oC dibawah tekanan atmosfer
dalam sebuah reaktor yang dilengkapi dengan pengaduk dan termostat penangas air.
Toluen dimasukkan ke dalam reaktor yang telah dibersihkan dengan nitrogen dan
diaduk dengan kecepatan 660 rpm, kemudian gas etilena/propilena dicampur dengan
Bea masuk komoditi ekspor impor kopolimer etilena-propilena ditentukan
berdasarkan Harmonized system (HS) yang berlaku di dunia perdagangan
internasional. Harmonized system (HS) adalah sistem penomoran yang ditentukan oleh
WCO (World Customs Organization / Organisasi Kepabeanan Internasional) yang
berfungsi sebagai identitas bagi suatu komoditas ekspor impor. Dalam hal ini
perbandingan etilena propilena dalam suatu biji plastik kopolimer menentukan nomor
HS yang dikenakan pada biji plastik tersebut. Kopolimer menurut sudut pandang HS,
adalah polimer yang monomer terbesar dari kopolimer tersebut tidak boleh melebihi
95 %.
Adapun sifat dari kopolimer etilena-propilena belum diketahui secara
menyeluruh dan mendalam berkaitan dengan kondisi lingkungan selama penyimpanan
produk dalam kontainer terhadap perubahan kandungan etilena-propilena dan
strukturnya. Sehingga dalam bidang industri khususnya bidang ekspor impor sering
terjadi kekeliruan antara data produk perusahaan terkait yang tidak sesuai dengan data
hasil analisa kepabeanan menurut Harmonized system (HS). Berdasarkan
permasalahan tersebut di atas akan diteliti bagaimana pengaruh suhu terhadap
perbandingan etilena-propilena dalam kopolimer propilena-etilena dengan menghitung
daerah sidik jari dengan menggunakan instrumen FTIR.
Kemungkinan dari masalah tersebut di atas timbul disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satu faktor tersebut yakni perubahan suhu selama penyimpanan produk
kopolimer etilena-propilena di dalam kontainer sebelum dan sesudah dipasarkan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang mungkin terjadi adalah
Bagaimana perubahan kandungan dari kopolimer etilena – propilena terhadap
1.3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
a. Bahan yang digunakan sebagai standar adalah:
- Kopolimer Etilena – Propilena (6,8 dan 93,2 )%
- Kopolimer Etilena – Propilena (6,9 dan 93,1 )%
- Kopolimer Etilena – Propilena (7,0 dan 93)%
- Kopolimer Etilena – Propilena (12,3 dan 87,7)%
- Kopolimer Etilena – Propilena (18,6 dan 81,4)%
b. Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah:
- Kopolimer Etilena – Propilena (belum diketahui kadarnya)
c. Parameter yang diuji:
- Daerah serapan etilena
- Daerah serapan propilena
- Kadar alkyl rantai panjang
1.4. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk meneliti dan mengkaji pengaruh suhu terhadap
perbandingan etilena-propilena dalam kopolimer etilena - propilena.
1.5. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada mahasiswa, peneliti dan
pengusaha industri polimer bahwa instrumen FTIR dapat digunakan untuk
menentukan perbandingan monomer-monomer dalam kopolimer khususnya kopolimer
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Metode penelitian dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Populasi
Populasi adalah kopolimer etilena-propilena yang bersifat homogen.
b. Sampling
Berdasarkan sifat populasi yang homogen maka teknik sampling yang
digunakan adalah teknik sampling acak.
c. Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas:
Variasi suhu (kamar, 60 oC, 90 oC, 120 oC, 160 oC dan 170 oC)
2. Variabel terikat:
Perbandingan dalam kopolimer etilena-propilena
3. Variabel tetap:
a. Berat sampel 0,03 gram
b.Waktu pemanasan 20 menit
c. Ketebalan film 0,05 mm
d. Tekanan Hand Press 6 Ton
d. Pengambilan Data
a. Penimbangan sampel menggunakan neraca analitis
b. Pengepresan sampel dan standar menggunakan Hand Press
c. Pemanasan masing – masing tipe kopolimer etilena - propilena selama 20
menit pada berbagai temperatur
d. Pengukuran suhu menggunakan Termometer
e. Pengukuran waktu menggunakan Timer
f. Karakterisasi kandungan kopolimer etilena – propilena menggunakan
spektroskopi FTIR.
1.7. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium kimia polimer FMIPA – USU Medan.
Karakterisasi secara spektroskopi FTIR dilakukan di laboratorium Bea Cukai
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polimer
Polimer adalah suatu senyawa berbobot molekul tinggi, yang dibuat dari senyawa
berbobot molekul rendah (monomer). Monomer ini biasanya pada suhu kamar
berbentuk gas, misalnya etilena. Di bawah ini dikemukakan hal yang menunjukkan
jenis polimer dan monomernya. Pada waktu polimerisasi monomernya akan
melepaskan satu ikatan rangkap untuk dapat membentuk unit yang berulang
(repeating unit ) ( Haslam, 1972 ).
Panjang dari rantai polimer dinyatakan dalam bentuk derajat polimerisasi
(DP). Sebagai contoh adalah polyvinyl chloride (PVC) yang mempunyai derajat
polimerisasi 1000, yang berarti berat molekulnya adalah 63 x 1000 = 63.000.
63 adalah BM dari vinyl chloride yang merupakan monomer PVC. Kebanyakan
polimer seperti plastik, karet dan fiber mempunyai berat molekul antara 10.000 –
100.000.
Polipropilena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh
wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium,
propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang tidak
biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropilena biasanya bisa
didaur-ulang, da .
Pengolahan lelehnya polipropilena bisa dicapai melalui ekstrusi dan
diubah menjadi beragam produk yang berguna seperti masker muka, penyaring, popok
dan lap.
Teknik pembentukan yang paling umum adalah pencetakan suntik, yang
digunakan untuk berbagai bagian seperti cangkir, alat pemotong, botol kecil, topi,
wadah, perabotan, dan suku cadang otomotif seperti baterai. Teknik pencetakan tiup
dan injection-stretch blow molding juga digunakan, yang melibatkan ekstrusi dan
pencetakan.
Ada banyak penerapan penggunaan akhir untuk PP karena dalam proses
pembuatannya bisa ditingkatkan dengan aditif serta sifat molekul yang spesifik. Misal,
berbagai aditif antistatik bisa ditambahkan untuk memperkuat resistensi permukaan
PP terhadap debu dan pasir. Kebanyakan teknik penyelesaikan fisik, seperti
pemesinan, bisa pula digunakan pada PP. Perawatan permukaan bisa diterapkan ke
berbagai bagian PP untuk meningkatkan adhesi (rekatan) cat dan tinta cetak.
Polietilena pertama kali disintesis ole
memanaskan
yang ia buat mengandung rantai panjang -CH2- dan menamakannya polimetilena.
Kegiatan sintesis polietilena secara industri pertama kali dilakukan, lagi-lagi, secara
tidak sengaja, oleh
di
pada tekanan yang sangat tinggi, mereka mendapatkan substansi yang sama seperti
yang didapatkan oleh Pechmann. Reaksi diinisiasi oleh keberadaan
reaksi sehingga sulit mereproduksinya pada saat itu. Namun,
kimia ICI lainnya, berhasil mensintesisnya sesuai harapan pada tahun
2.2. Polimerisasi
Pada proses polimerisasi dibagi dalam dua cara, yaitu polimerisasi adisi dan
polimerisasi kondensasi, atau dalam terminologi yang lebih tepat disebut sebagai
polimerisasi reaksi bertahap dan polimerisasi reaksi berantai. Pada kedua proses ini
melibatkan senyawa yang relatif tidak stabil dan mudah menjadi radikal bebas yang
disebut inisiator. Inisiator dapat bereaksi dengan monomer yang menyebabkan ikatan
rangkapnya putus dan segera bergabung dengan monomer lainnya secara terus
menerus sampai menjadi polimer dengan panjang rantai tertentu.
Keseluruhan proses polimerisasi dilakukan di dalam suatu reaktor dengan
tekanan dan suhu yang cukup tinggi. Di dalam reaktor ini monomer yang biasanya
berbentuk gas dimasukkan bersamaan dengan inisiator sampai waktu yang optimum,
kemudian hasilnya yang berbentuk serbuk dikeluarkan dan dibentuk menjadi pelet
atau butiran (Odian, G. 1991).
2.2.1. Random Copolymer
Pembuatan random kopolimer dilakukan di dalam reaktor dengan tekanan dan suhu
tertentu. Jika pada pembuatan homopolimer bahan yang dimasukkan hanya monomer
yang sama (untuk membuat polietilena dimasukkan etilena), maka pada pembuatan
random kopolimer yang dimasukkan adalah kedua jenis monomernya, sebagai contoh
untuk membuat kopolimer propilena-etilena dimasukkan gas propilena dan gas
etilena.
Setelah dibiarkan beberapa lama, maka akan terbentuk random kopolimer yang
kemudian dibentuk menjadi butiran. Di bawah ini dikemukakan skematis pembuatan
Propilen
Etilen
Reaktor Peletisasi
Katalis
Gambar 2.1. Pembuatan Kopolimer acak etilena - propilena
2.2.2. Block Copolymers
Polimer yang mengandung gugus – gugus fungsional ujung umumnya bisa diandalkan
untuk membentuk kopolimer – kopolimer blok. Sebagai contoh, stirena yang
dipolimerisasi dengan sistem redoks H2O2-FeSO4 membentuk polistirena terterminasi
hidroksi. Reaksi selanjutnya dengan polimer terterminasi isosianat menghasilkan
suatu kopolimer blok AB lewat ikatan – ikatan uretana seperti gambar berikut dengan
cara yang sama, polimer – polimer telekelat (gugus – gugus fungsional pada kedua
ujung) bisa dikonversi ke kopolimer blok ABA atau, jika kedua homopolimer tersebut
telekelat, dikonversi ke tipe –[AB]– (Malcolm, P.S., 2001).
CHCH2OH CCH2 OCNH
O
+ OCN
Proses pembuatan block copolymer agak berbeda dengan pembuatan random
copolymer maupun homopolymer. Proses ini merupakan reaksi polimerisasi bertahap.
Pada tahap pertama terlebih dahulu dibuat homopolimer masing – masing, kemudian
setelah terbentuk kedua homopolimer tersebut, tahap selanjutnya adalah polimerisasi
lebih lanjut kedua homopolimer dalam satu reaktor yang sama. Sebagai contoh adalah
pada pembuatan propilena – etilena block copolymer terlebih dahulu dibuat
homopolimer polipropilena dan polietilena dalam reaktor yang terpisah, kemudian
kedua homopolimer tersebut dicampurkan dalam satu reaktor (mixing) dan
Cara lainnya adalah dengan mencampurkan homopolimer tertentu dengan
monomer lainnya. Misalkan mencampurkan homopolimer polietilena dengan
monomer dalam satu reaktor dan dipolimerisasi lebih lanjut menghasilkan propilena –
etilena copolymer (Klause, A. 1983).
2.3.Poliolefin
Polimer hidrokarbon yang telah dikenal dengan nama "Poliolefin" merupakan
bahan termoplastik yang paling banyak beredar di pasaran, karena harganya yang
murah dan penggunaannya yang luas. Secara kimia, bahan poliolefin sebenarnya
hanya terdiri dari segolongan kecil polimer dan kopolimer yang terbentuk dari
monomer turunan olefin (Etilena, Propilena dan Stirena). Namun penggunaan bahan
ini mencakup segala segi kehidupan, dari barang-barang yang bersifat keras sampai
yang bersifat lunak dan bersifat elastis (Bark and Allan N.S., 1982).
Poliolefin termasuk golongan polimer adisi, karena adanya ikatan rangkap
pada monomer-monomernya. Dalam skala industri poliolefin Polipropilena dan
Poliakrilena) diproduksi dengan proses polimerisasi radikal bebas bertekanan tinggi
dalam suatu reaktor pada suhu 150 -250°C dan tekanan 15.000 - 40.000 Pa. Sejumlah
besar oksigen dan peroksida digunakan sebagai pemicu radikal bebas dan transfer
berantai. Diantara golongan poliolefin yang paling penting secara komersial adalah
polietilena dan polipropilena tetapi bahan – bahan tersebut sangat sensitif terhadap
pengaruh panas dan cahaya, akibatnya akan kehilangan sifat mekanisnya pada
pengolahan dan selama pemakaian. Untuk mencegah hal tersebut biasanya
ditambahkan pemantap seperti antioksidasi dan penyerap cahaya ultraviolet (Allan
2.4. Kopolimer Etilena – Propilena
Kopolimer blok etilena – propilena dibuat dengan cara polimerisasi etilena dan
propilena menggunakan katalis Ziegler – Natta. Dalam proses ini, campuran dari
homopolimer (polietilena, polipropilena), dibuat stereoisomerik kopolimer blok
(Poliallomer) dan secara statistikal kopolimer dalam perbandingan berat yang berbeda
menurut rantai kinetik dan teknologi dari proses sintesis.
Adapun jenis kopolimer ( blok ataupun acak secara statistik ) mengalami
reaksi ikatan silang dan degradasi secara serempak yang mana keseluruhan pengaruh
tersebut secara luas ditentukan dengan perbandingan molar. Di dalam polietilena, unit
karbonnya merupakan bagian sekunder dengan mengecualikan jumlah cabang dan
sebaliknya radikal alkil sekunder dari unit polipropilena memberikan ikatan silang (
cross – linking ) yang dapat juga mengalami β-scission seperti berikut ini
Degradasi polimer dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat
karena ikatan rantai utama (utama) makromolekul. Pada polimer linear, reaksi tersebut
mengurangi masa molekul atau panjang rantainya. Sesuai dengan penyebabnya,
kerusakan atau degradasi polimer ada beberapa macam. Kerusakan termal (panas),
fotodegradasi (cahaya), radiasi (energi tinggi), kimia, biologi (biodegradasi) dan
Pada kerusakan termal (termokimia) ada peluang aditif, katalis atau pengotor,
turut bereaksi meskipun dari segi istilah seakan-akan tidak ada senyawa lain yang
tidak terlibat. Fotodegradasi polimer lazim melibatkan kromofor yang menyerap
daerah uv di bawah 400 nanometer. Radiasi energi tinggi misalnya sinar X, gamma,
atau partikel, tidak khas serapan. Segenap bagian molekul dapat kena dampak, apabila
didukung oleh faktor oksigen, aditif, kristalin, atau pelarut tertentu. Degradasi
mekanis dapat terjadi saat pemrosesan maupun ketika produk digunakan oleh gaya
geser, dampak benturan dan sebagainya (Bark and Allan N.S., 1982).
2.6. Penggunaan Serapan Infra Merah
Spektrum inframerah bahan polimer
Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah satuan
– ulangan (sampai 102 – 105 unit per – rantai). Secara teori spektrum inframerah
bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan
ulangnya. Akan tetapi, berbeda dengan senyawa bobot molekul rendah yang murni,
struktur satuan – ulangan dalam rantai polimer tidak selamanya identik. Ditambah lagi
perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan
mempengaruhi serapan inframerah oleh ikatan kimia dari satuan ulangan. Karena itu
dapat diduga bahwa polimer dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari 103 – 106
jumlah atom per molekul akan memberikan sejumlah besar pita serapan. Walaupun
demikian, ternyata beberapa vibrasi rantai polimer mempunyai frekuensi yang tidak
identik sehingga muncul pada pita serapan yang sama. Ikatan kimia dalam rantai
polimer banyak pula yang simetris (kedua atom/ gugus pada ujung ikatan identik),
vibrasi ikatan ini tidak merubah polarisabilitas ikatan dan karena itu tidak menyerap
radiasi elektromagnet. Terlihat bahwa pita serapan gugus – gugus cabang (gugus
benzena pada polistirena) akan sama dengan serapan monomernya, sedang hanya
vibrasi ikatan pada rantai polimer (misalnya –CH2–) yang akan dipengaruhi oleh
Beberapa sifat fisik juga mempengaruhi bentuk spektrum bahan polimer,
antara lain sifat geometri rantai dan kristalinitas. Bila bahan polimer ditarik kesatu
arah maka rantai – rantai molekul akan cenderung terorientasi ke arah tarikan, maka
vibrasi ikatan yang tegak lurus arah tarikan akan lebih dibatasi dan menjadi tidak peka
terhadap serapan radiasi. Orientasi rantai polimer pada daerah kristal juga berbeda
dibanding pada daerah amorf (Wirjosentono, B. et al. 1995).
2.6.1. Analisa Kualitatif
Frekuensi serapan sinar infra merah pada suatu gugus fungsional seperti C=O, C=C,
CH3, dan lain – lain dapat ditentukan berdasarkan massa atom gugus bersangkutan
dan konstanta ikatan kimia diantara senyawa – senyawanya. Frekuensi serapan
tersebut seringkali disebut sebagai grup frekuensi gugusan.
Frekuensi serapan dari gugus fungsional dapat berubah – ubah sedikit,
disebabkan oleh antar aksi dengan vibrasi dari gugus fungsional lainnya yang
berdekatan. Di dalam daerah frekuensi serapan tersebut akan didapatkan puncak dari
gugus yang bersangkutan, sehingga dengan demikian dapat ditarik kesimpulan ada
atau tidak adanya gugus fungsional tersebut dalam suatu molekul ( Haslam, 1972).
Frekuensi di dalam spektroskopi infra merah seringkali dinyatakan dalam
bentuk bilangan gelombang (seper frekuensi), dimana rentang bilangan gelombang
yang dipergunakan adalah antara 4600 cm -1 sampai dengan 400 cm -1.
Colthup, seorang professor kimia analitik telah berhasil menghimpun data
serapan sejumlah besar gugus fungsional yang dituangkan dalam bentuk tabel
toleransi, sehingga dengan memperhatikan pola serapan suatu senyawa di daerah infra
merah dan menghubungkannya dengan tabel kolerasi tersebut akan dapat ditarik suatu
kesimpulan mengenai rumus kimia senyawa yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa senyawa polietilena akan memberikan serapan di daerah panjang
2.6.2. Daerah Sidik Jari
Daerah sidik jari adalah daerah antara panjang gelombang 1500 cm -1 – 700 cm-1.
Pada daerah ini suatu senyawa akan memberikan pola serapan yang khas yang tidak
dimiliki oleh senyawa lainnya, sehingga dengan melihat pola serapan di daerah
tersebut dapat disimpulkan struktur kimianya, pada daerah itu pula suatu isomer dapat
dibedakan dengan yang lainnya.
Adanya gugus fungsional yang berbeda dari molekul akan memberikan
perubahan yang menyolok pada distribusi puncak serapannya, oleh karena itu bila dua
spektrum mempunyai persesuaian yang tepat di daerah ini, maka hal tersebut
merupakan bukti yang kuat bahwa senyawa – senyawa yang memberikan spektrum
yang sama adalah identik.
Kebanyakan ikatan tunggal memberikan serapan di daerah ini, oleh karena
energi vibrasi berbagai ikatan tunggal adalah hampir sama besarnya, maka akan
terjadi antaraksi yang kuat antara vibrasi berbagai ikatan tunggal yang berdekatan,
oleh karena itu pula maka pita serapan yang dihasilkan merupakan gabungan atau
hasil dari berbagai antar aksi dan bergantung kepada struktur rangka keseluruhan dari
molekul yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka spektrum di
daerah sidik jari ini biasanya rumit untuk analisa gugus, sehingga terkadang sukar
untuk melakukan interpretasi. Akan tetapi apabila kita analisa lebih jauh, maka justru
kerumitan ini bersifat khas untuk setiap senyawa (Permadi, W. 2001).
2.6.3. Analisa Kuantitatif Dengan Spektrofotometri Infra Merah
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan hal ini, yaitu :
1. Pemilihan Bilangan Gelombang
Tidak semua bilangan gelombang dalam spektrum infra merah dapat
digunakan untuk analisa kuantitatif untuk propilena dapat digunakan puncak
pada bilangan gelombang 1167 cm -1, karena puncak ini memberikan respon
secara linear, selain itu juga relatif bebas dari pengaruh pita resapan gugus
lainnya. Analisa dapat dilakukan baik pada spektrum awal maupun pada
turunannya.
2. Harga Resapan Optimum dan Batas Konsentrasi
Harga resapan yang sering digunakan adalah antara 0,2 sampai dengan 0,8
karena pada harga tersebut diperoleh linearitas yang baik ( sesuai dengan
persamaan Lambert – Beer ) dan batas konsentrasi disesuaikan dengan nilai
serapan di atas.
3. Penyiapan Contoh
Dalam analisa kuantitatif plastic dengan infra merah contoh pada umumnya
disiapkan dalm bentuk film tipis, dengan ketebalan berkisar antara 0,05 mm
sampai dengan 0,15 mm disesuaikan dengan besarnya resapan puncak.
(Day, R. A dan Underwood, A. L. 1983)
2.6.4. Analisa Kuantitatif Kopolimer Propilena – Etilena
Untuk menghitung komposisi masing – masing komponen terlebih dahulu harus
didapatkan puncak masing – masing (polipropilena dan polietilena ), dimana puncak –
puncak tersebut mempunyai respon yang baik terhadap bertambahnya kadar secara
linear dan juga tidak saling mempengaruhi. Untuk polipropilena didapatkan puncak
yang sesuai pada 1167 cm -1, pada bilangan gelombang ini polietilena tidak
memberikan serapan. Sedangkan untuk polietilena didapatkan puncak yang sesuai
pada bilangan gelombang 733 cm -1.
Untuk perhitungannya adalah sebagai berikut. Perbandingan persen berat
polipropilena terhadap poetilena adalah berbanding lurus dengan perbandingan
absorbansi masing – masing, sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
% w/w PP = Absorbansi pada 1167 cm-1
% w/w PE Absorbansi pada 733 cm -1
Dimana:
Absorbansi (serapan ) dari polipropilena pada 1167 cm -1
Absorbansi ( serapan ) dari polietilena pada 733 cm -1
Log DF/EF
Nilai K didapatkan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari contoh yang sudah
diketahui kadarnya ( Standar ), dimana K merupakan tangen alfa/ slope dari
BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Adapun yang menjadi bahan dan alat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.1. Bahan-bahan
1. Kopolimer Etilena – Propilena 6,8 % Central Custom Lab. Japan
2. Kopolimer Etilena – Propilena 6,9 % Central Custom Lab. Japan
3. Kopolimer Etilena – Propilena 7,0 % Central Custom Lab. Japan
4. Kopolimer Etilena – Propilena 12,3 % Central Custom Lab. Japan
5. Kopolimer Etilena – Propilena 18,6 % Central Custom Lab. Japan
6. Kopolimer Etilena-Propilena Pelabuhan Impor Belawan
Alat-alat
1. Neraca Analtis Mettler
2. Jangka sorong Toledo
3. Hot Plate Thermolyne
4. Oven Memmert
5. Timer Timex
6. Hand Press Shimadzu
7. Cetakan Shimadzu
8. Termometer Thermolyne
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Kurva Standar Kopolimer Etilena – Propilena
Diambil 2 biji plastik dengan masing - masing standar yang sudah diketahui
komposisi etilena dan propilena dan dipress dengan tekanan 6 ton sampai menjadi
film dengan ketebalan 0,05 mm. Kemudian di scan, sampai diperoleh hasil. Dirubah
dari transmitan ke absorbansi, dari absorbansinya dicari corrected heigth dan
dimasukkan ke dalam persamaan linear dan dibuat kurva kalibrasi.
3.3.2.Pengukuran Kandungan Kopolimer Etilena – Propilena dari sampel
Sampel seberat 0,03 gram dipress dengan tekanan 6 ton sampai diperoleh ketebalan
film 0,05 mm pada suhu kamar. Kemudian di scan dengan FT-IR sampai diperoleh
hasil spektra FT – IR. Selanjutnya film yang diperoleh dipanaskan pada variasi suhu
60 oC, 90 oC, 120 oC, 160 oC dan 170 oC selama 20 menit. Setiap sampel pada masing
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Kurva Standar Kopolimer etilena – Propilena
Dipress dengan tekanan 6 ton
Suhu 300 C (Kamar)
Dikarakterisasi dengan FT - IR
Dikarakterisasi dengan FT - IR 0,03 gram Plastik
Film 0,05 mm
Spektrum IR
3.4.2.Pengukuran Kandungan Kopolimer etilena – propilena Pada Pengaruh
Suhu Menggunakan Instrument FT-IR
Dipress dengan tekanan 6 ton
Suhu 300 C (Kamar)
Dipanaskan pada variasi suhu : kamar, 600C, 900C,
1200C, 1600C dan 1700C
Selama 20 menit
Dikarakterisasi dengan FT - IR 0,03 gram Plastik
Film 0,05 mm
Spektrum IR
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Pemeriksaan kandungan beberapa jenis kopolimer etilena – propilena terhadap
pengaruh suhu dan waktu dilakukan pada variasi suhu kamar, suhu 60 oC, 90 oC, 120
o
C, 160 oC dan 170 oC masing – masing selama 20 menit. Pemanasan terhadap
kopolimer etilena – propilena menyebabkan perubahan konsentrasi dalam % w
dimana konsentrasi polipropilena semakin bertambah sedangkan konsentrasi
polietilena berkurang. Pada proses pemanasan ini diperoleh masing – masing pita
serapan, namun pada pada temperatur 170 oC terjadi perubahan pita serapan daerah
sidik jari pada bilangan gelombang 720 cm-1 yang tidak terdeteksi yang ditunjukkan
oleh spektrum FT – IR.
4.2. Perhitungan
4.2.1. Pengukuran Kopolimer Propilena : Etilena Secara Komputasi
Berdasarkan Absorbansi
Penurunan persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi standar kopolimer Propilena
: Etilena seperti pada Gambar 4.1. Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi
(Gambar 4.2 dan Gambar 4.3) dari standar kopolimer Propilena : Etilena dengan
menggunakan instrument FT – IR dimana corrected Heigth (CH) yang dihasilkan
secara komputasi diplotkan terhadap konsentrasi ( % W) sehingga diperoleh kurva
kalibrasi berupa garis linear. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat
diturunkan dengan menggunakan metode Least Square dimana konsentrasi (%W)
dinyatakan sebagai X dan corrected heigth sebagai Y, sebagai berikut:
Tabel 4.1. Standar Kopolimer PP : PE secara komputasi:
Kurva Standar PP : PE
Gambar 4.1. Kurva Standar Kopolimer Propilena : Etilena secara Komputasi
Dari kurva kalibrasi standar Propilena : Etilena (table 4.1) maka dapat dihitung
konsentrasi dari sampel yang dianalisa dengan persamaan sebagai berikut :
PE
CH = Corrected Heigth
Sehingga,
1. Perbandingan Sampel pada suhu kamar :
2. Perbandingan Sampel pada suhu 60 oC
3. Perbandingan Sampel Suhu 90 oC
%
dimana CH Propilena = 1,108 A dan CH PE=0,0432 A
4. Perbandingan Sampel pada Suhu 120 oC
4.2.2. Pengukuran Kopolimer Propilena : Etilena secara manual
Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi dari data instrument FT – IR dapat
dilakukan pengukuran corrected heigth (CH) secara manual menggunakan jangka
sorong ukuran 30 cm (skala 0,1 mm) terhadap kopolimer etilena – propilena maka
diperoleh kurva kalibrasi seperti tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2. Standar Kopolimer Propilena : Etilena secara manual
% PP % PE % W PP:PE CH PP:PE
Standar Kopolimer PP : PE Manual
y = 0,0066x + 0,999
Gambar 4.4. Kurva Standar Kopolimer Propilena : Etilena Secara Manual
Tabel 4.3. Perbandingan Metode Komputasi dengan Metode Manual :
Polipropilena (%) Polietilena (%)
Metode Komputasi 97.5 2.5
Metode Manual 97.32 2.68
Standar Deviasi 0.18 7.2
Dari tabel perbandingan metode komputasi dengan metode manual diperoleh standar
deviasi yang terlalu besar dan tidak sesuai dengan cara perhitungan. Hal ini
disebabkan oleh faktor koreksi kesalahan dari pengunaan penggaris dengan skala
centimeter (cm) dibandingkan dengan menggunakan instrument digital spektroskopi
Masing – masing grafik hasil analisa FT – IR dengan pengubahan transmitansi ke
bentuk absorbansi dapat dilihat pada halaman lampiran.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Pengaruh Suhu Terhadap Komposisi Sampel Kopolimer Etilena –
Propilena
Dari hasil perhitungan konsentrasi sampel di atas, maka dapat dibuat data baru untuk
menyatakan pengaruh suhu terhadap perubahan konsentrasi dituliskan pada tabel 4.4.
berikut:
Tabel 4.4. Perbandingan suhu terhadap konsentrasi etilena dan propilena
Suhu % PP % PE
Gambar 4.5. kurva suhu versus % Propilena Pengaruh Suhu Terhadap % Propilena dalam
Pengaruh Suhu Terhadap % PE dalam
Gambar 4.6. Kurva Suhu Versus % Etilena
Pada gambar 4.2 dan Gambar 4.3 terjadi perbedaan yang nyata dimana akibat dari
pemanasan terhadap kopolimer etilena – propilena menyebabkan berkurangnya
konsentrasi dari etilena sedangkan konsentrasi propilena bertambah.
4.3.2. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena Berdasarkan
Transmitansi
4.3.2.1. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena suhu kamar
Spektrum FT – IR ( Gambar 4.7 ) menunjukkan pita serapan pada bilangan
gelombang 2944,57 cm -1, 1167 cm -1 dan 720, 49 cm -1. Dari gambar spektrum bahwa
pita serapan pada bilangan 2949, 40 merupakan uluran C – H dari gugus – CH3 dan –
CH2– . Vibrasi uluran C – H blok kopolimer terdapat pada pita serapan 1167 cm-1
yakni –(CH2)2– dari propilena dan didukung dengan pita serapan pada 720, 49 cm-1
yang karakteristik dari rangkaian gugus –(CH2)3– dari polietilena dan poliallomer
yaitu rentetan (-CH2-CH2-)n, dimana n > 10 ( Popov, V. P. and Duvanova, A. N. 1973;
4.3.3. Spektrum FT – IR Kopolimer Etilena – Propilena Setelah Pemanasan
Spektrum FT – IR dari kopolimer etilena – propilena setelah pemanasan pada suhu
60oC, 90oC, 120oC dan 160oC selama 20 menit tidak mengalami perubahan yang
signifikan jika dibandingkan dengan spektrum FT – IR pada Gambar 4.1 dan Gambar
4.2. Spektrum FT – IR setelah pemanasan di atas dapat dilihat pada halaman lampiran.
Pengaruh pemanasan yang cukup tinggi pada suhu 170 oC selama waktu yang
sama memberikan perubahan yang sangat signifikan yakni pita serapan yang berubah
pada daerah bilangan gelombang 1167 cm -1 dan 720 cm -1 dan dapat dilihat pada
(Gambar 4.8). Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan kopolimer etilena –
propilena mengalami degradasi termal dan terjadinya perubahan pita serapan
spektrum IR serta perubahan warna dari putih menjadi kuning kecoklatan.
Kemungkinan reaksi yang terjadi pada saat pemanasan 170 oC adalah sebagai berikut;
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pemanasan kopolimer pada suhu lingkungan kontainer pelabuhan (60 0C) tidak
memberikan perubahan yang signifikan kepada komposisi polimer yang ada, deviasi
yang terjadi pada propilena sebesar 0,0523 % sedangkan untuk etilena deviasi yang
terjadi sebesar 2.04 %. Pada pemanasan di atas 60 0C sampai 160 0C, menyebabkan
perubahan konsentrasi (%w) dari etilena dan propilena dimana konsentrasi etilena
berkurang bersamaan dengan bertambahnya konsentrasi propilena. Pada pemanasan
suhu 170 oC menyebabkan terjadinya degradasi termal sehingga kopolimer etilena –
propilena mengalami perubahan pita serapan spektrum IR serta perubahan warna dari
putih menjadi kuning kecoklatan.
5.2. Saran
Produk kopolimer etilena-propilena yang disimpan pada suhu kontainer dan kondisi
lingkungan yang ada pada pelabuhan tidak memiliki perubahan komposisi yang
signifikan. Perubahan yang signifikan pada produk kopolimer etilena – propilena
mulai terjadi pada suhu 150 oC. Sehingga tidak perlu ada perlakuan khusus pada
tempat penyimpanan di kontainer untuk produk kopolimer etilena-propilena. Perlu
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kemasan produk kopolimer
DAFTAR PUSTAKA
Allan N.S and Norma S. 1983. Degradation and Stabilisation of Polyolefins. London: Applied Science Publisher.
Bark and Allan N.S. 1982. Analysis of Polymer System. London: Applied Science Publisher ltd.
Bill Meyer Sr and Fred W. 1971. Textbook of Polymer Science. Edisi ke dua. Sidney: Wiley Interscience.
Colthup, 1950. Modern Methods of Chemical Analysis. London: Interscience Publisher.
Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1983. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Fried, J.R., 1995. Polymer Science and Technology. New Jersey: Prentice Hall PTR
Haslam, Willis and Squirrell. 1972. Identification and Analysis of Plastics. London: Liffe Books.
Henman, T. J., 1983. The Degradation And Stabilisation of Polyolefins – An
Introduction. USA: Aplied Science Publisher.
Klause, A. 1983. Plastics Analysis Guide Chemical and Instrumental Methods. Munich: Hanser Publisher.
Malcolm, P.S. 2001. Polymer Chemistry : An Introduction, diindonesiakan oleh Lis Sopyan. cetakan pertama. PT Pradnya Paramita : Jakarta.
McEwen, I. J., and A. F. Johnson. 1985. Physical Properties Of Alternating
Copolymer. England: Edited by J. M. G. Cowie.
Odian, G. 1991. Principles of Polymerization. 3rd edition. New York: John Wiley dan Sons, Inc.
Permadi, W. 2001. Perkembangan Instrumentasi dan Metode Kimia Analisis
Instrumental serta Beberapa Aspek Praktis Penting yang erat kaitannya dengan Segi Aplikasi. Jakarta: Laboratorium Riset PT. Ditek Jaya.
Popov, V. P., and Duvanova, A. P. 1973. IR Spectroscopic Of Estimating The
Structure Of Ethylene – Propylene Block Copolymer. Moskwa: Zhurnal
Wirjosentono, B. et al. 1995. Analisis Dan Karakterisasi Polimer. Medan: USU Press. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Zixiu Du, et al. 2007. Microstructure of Ethylene/Propylene Random Copolymers
Prepared by a Fluorinated Bis(phenoxyimine)Ti Catalyst. China: Polymer