• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Nanogingerol dari Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc) Menggunakan Homogenizer dengan Kombinasi InversiKomposisi dan Suhu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Nanogingerol dari Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc) Menggunakan Homogenizer dengan Kombinasi InversiKomposisi dan Suhu"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN NANOGINGEROL DARI EKSTRAK JAHE

(Zingiber officinale Rosc) MENGGUNAKAN HOMOGENIZER

DENGAN KOMBINASI INVERSI KOMPOSISI DAN SUHU

LIZA HARMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pembuatan Nanogingerol dari Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc) Menggunakan Homogenizer dengan KombinasiInversi Komposisi dan Suhu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Istitut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Liza Harmi

(3)

RINGKASAN

LIZA HARMI. Pembuatan Nanogingerol dari Ekstrak Jahe (Zingiber officinale

Rosc) Menggunakan Homogenizer dengan Kombinasi Inversi Komposisi dan Suhu. Dibimbing oleh ERLIZA NOOR dan AKHIRUDDIN MADDU.

Sumber bahan baku herbal di Indonesia cukup melimpah, salah satu tanaman herbal yang banyak dimanfaatkan yaitu jahe (Zingiber officinale Rosc). Namun zat aktif pada jahe ini belum optimal dimanfaatkan karena sifatnya yang hidrofobik sehingga kurang larut didalam air serta kecepatan dan daya serapnya kedalam tubuh masih rendah. Oleh sebab itu perlu dicarikan alternatif pengembangan proses produksi untuk meningkatkan efisiensi serta memperbaiki sifat fisik zat aktif untuk penggunaan dalam berbagai aspek fungsionalnya. Salah satu proses yang dapat dikembangkan adalah dengan teknologi nano.

Nanogingerol merupakan senyawa aktif yang berasal dari ekstrak jahe Sebagai komponen lipofilik nanogingerol dapat meningkatkan efektivitas zat aktif ketika digunakan dalam sistem pengiriman, seperti obat, perisa, antioksidan dan agen antimikroba. Bentuk nano dapat memperbaiki sifat fisik ekstrak jahe yang sangat hidrofobik dengan sukar larut dalam air dan bioavailabilitas yang rendah menjadi lebih baik.Penelitian ini mempelajari dampak dari pembuatan nanogingerol dengankombinasi inversi komposisi dan suhu terhadap sifat fisik nanogingerol dengan menggunakan metode berenergi rendah yaitu homogenizer. Homogenizer yang digunakan yaitu Ultra Turrax dengan kecepatan 22.000 rpm dalam 10 menit. Komposisi fase minyak adalah 10, 30, 50 % dan suhu 30, 40, 50

o

C dengan penambahan Tween 80 sebagai emulsifier.

Nanogingerol terbaik dengan ukuran < 100 nm diperoleh pada kombinasi fase minyak 30% dan ukuran relatif stabil pada selang suhu 30-50oC. Nanogingerol memiliki keunggulan dibanding ekstrak jahe dengan kestabilan emulsi selama 30 hari, kelarutan yang dapat larut sempurna pada pelarut polar, dan bioavailabilitas yang lebih tinggi (13,22 %). Perubahan ukuran pada penambahan komposisi fase minyak disebabkan oleh faktor viskositas, namun pada kenaikan suhu dipengaruhi oleh gaya antar muka pada droplet.

(4)

SUMMARY

LIZA HARMI. Fabrication of Nanogingerol from Ginger Extract (Zingiber officinale Rosc) by Homoginezer with Combining Phase Inversion Composition and Temperature Method. Supervised by ERLIZA NOOR and AKHIRUDDIN MADDU.

Herbal raw material sources in Indonesia is relatively abundant, one of the herbs that are widely used ginger (Zingiber officinale Rosc). However, the active component in ginger is not optimally utilized because it is lipophylic so it is less soluble in water as well as the speed and the bioavilability into the body is low. Therefore it is necessary to find an alternative to the production process to increase efficiency and improve the physical properties of active component for use in various functional aspects. One of the processes that can be developed is by nanotechnologies.

Nanogingerol is an active compound derived from an extract ginger. As a lipophylic active component nanogingerol could improve the effectiveness when use in a delivery system, such as drug, flavor, antioxidant and antimicrobial agent. The nano form would overcome the gingerol extract form that has a highly hydrophobic compound with low water solubility and poor bioavailability. This study was examined the impact of system inversion composition and temperature conditions on the formations of nanogingerol by using a low energy homogenizer. The processes were used Ultra Turrax with a speed of 22,000 rpm in 10 minutes.

The compositions of organic phase were 10-50% and temperature set at 30-50 oC,

with the addition of Tween 80 as emulsifier.

The best of nanogingerol with droplet size < 100 nm are obtained on a combination of the organic phase of 30% and the relative size of temperature

stable at 30-50 oC. Nanogingerol has an advantage compared to extract ginger

with the stability for 30 days, the solubility that can dissolve perfectly on polar solvent, and bioavailability higher (13,22 %). Change the droplet size to adding composition organic phase the factors viscosity, but in temperature increase droplet size droplet changes effected by force between advance.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

PEMBUATAN NANOGINGEROL DARI EKSTRAK JAHE

(Zingiber officinale Rosc)MENGGUNAKAN HOMOGENIZER

DENGAN KOMBINASI INVERSI KOMPOSISI DAN SUHU

LIZA HARMI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Pembuatan Nanogingerol dari Ekstrak Jahe (Zingiber officinale

Rosc) Menggunakan Homogenizer dengan Kombinasi InversiKomposisi dan Suhu

Nama : Liza Harmi NRP : F351110101

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Erliza NoorDr Ir Akhiruddin Maddu, MSi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MSc

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2013 ini adalah Nanoemulsi, dengan judul: Pembuatan Nanogingerol dari Ekstrak Jahe (Zingiber

officinale Rosc) Menggunakan Homogenizer dengan Kombinasi

InversiKomposisi dan Suhu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof.Dr.Ir. Erliza Noor dan Bapak Dr.Ir.Akhiruddin Maddu, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Prof.Dr.Ir.Khaswar Syamsu MScdan Dr.Ir. Titi Candra Sunarti, MSi yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu penghargaan penulis sambaikan kepada Departemen Pertanian RI melalui Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) yang telah membiayai penelitian ini, besarta staf dan karyawan yang telah memberikan izin dan membantu penelitian selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, anak, bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Perumusan Masalah 2

1.3.Tujuan Penelitian 2

1.4.Ruang Lingkup 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1.Nanoemulsi 3

2.2.Pembuatan Nanoemulsi 4

2.3. Jahe 5

2.4.Surfaktan 7

2.5.Ko-surfaktan 9

3. METODE PENELITIAN 10

3.1.Waktu dan Tempat Pelaksanaan 10

3.2.Bahan dan Alat 10

3.3.Metode Penelitian 10

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16

4.1.Karakterisasi Ekstrak Jahe 16

4.2.Karakteristik Nanogingerol 17

Ukuran Partikel Nanogingerol 17

Kestabilan Nanogingerol 21

Kelarutan Nanogingerol 24

Komposisi Zat Aktif Nanogingerol 25

Bioavailabilitas Nanogingerol 26

5. KESIMPULAN DAN SARAN 27

DAFTAR PUSTAKA 28

(11)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia jahe segar per 100 (g) bahan 6

2 Spesifikasi Tween 80 8

3 Sifat-sifat fisika etanol 9

4 Formulasi sediaan nanogingerol 14

5 Perbandingan ekstrak jahe dengan standar LPTI dan BP Kimia

Bogor 16

6 Uji stabilitas nanogingerol 22

7 Karakteristik fisik nanogingerol 23

8 Nilai kelarutan nanogingerol ekstrak jahe pada tingkat kepolaran

Pelarut 24

DAFTAR GAMBAR

1 Rimpang jahe emprit 5

2 Struktur molekul gingerol 7

3 Struktur molekul shogaol 7

4 Struktur kimia Tween 80 8

5 Proses Penyediaan Ekstrak Jahe 11

6 Proses Pembuatan nanogingerol 13

7 Sistematika Penelitian Tahap III 15

8 Rata-rata ukuran droplet nanogingerol pada metode kombinasi

Inverse komposisi dan suhu 18

9 Nilai viskositas (cP) nanogingerol pada metode kombinasi

Inverse komposisi dan suhu 20

10 Hubungan antara ukuran droplet (nm) dengan viskositas (cP)

nanogingerol 21

11 Hubungan antara ukuran droplet (nm) dengan konduktivitas

listrik (mV) nanogingerol 23

12 Kelarutan nanogingerol pada berbagai tingkat polaritas pelarut 25 13 Absorbansi penetrasi nanogingerol dan ekstrak jahe pada

panjang gelombang 280 nm 27

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sistematika penelitian tahap I, II dan III 33

2 Cara membuat larutan buffer phospat 34

(13)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sumber bahan baku herbal di indonesia cukup melimpah, salah satu tanaman herbal yang banyak dimanfaatkan yaitu jahe (Zingiber officenale Rosc). Penggunaan jahe secara modern umumnya dimanfaatkan dalam bentuk ekstrak murni. Semakin berkembangnya industri yang menggunakan ekstrak jahe maka kebutuhan akan ekstrak jahe juga semakin besar, baik volume maupun jenisnya. Namun produktivitas tanaman jahe ini semakin lama semakin menurun.Pasokan ekspor jahe Indonesia untuk pasar dunia semakin menurun yaitu urutan ke empat belas karena produktivitas jahe Indonesia menurun 0,11% setiap tahun menjadi rata-rata 19,06 ton/ha pada kurun 2005-2008 (Balitro 2012).

Pemanfaatan ekstrak jahe berkhasiat multi guna semakin meluas baik sebagai rempah-rempah, pangan fungsional, obat, penyedap, penyegar, kosmetik, parfum dan beragam kebutuhan industri lainnya. Namun zat aktif pada jahe ini belum optimal dimanfaatkan karena sifatnya yang hidrofobik sehingga kurang larut dalam air serta kecepatan dan daya serapnya kedalam tubuh masih yang masih rendah.Karena produktivitas yang menurun dan kebutuhan yang terus meningkat serta sifat zat aktif jahe yang masih sukar terserap oleh tubuh maka perlu dicarikan alternatif pengembangan proses produksi untuk meningkatkan efisiensi serta memperbaiki sifat fisik zat aktif untuk penggunaan dalam berbagai aspek fungsionalnya. Salah satu proses yang dapat dikembangkan adalah dengan nanoteknologi.

Nanoteknologi merupakan salah satu bidang rekayasa yang penting dan sedang berkembang pesat saat ini karena dapat diaplikasikan secara luas dalam bidang lingkungan, industri, makanan, biomedis dan lain sebagainya.Penelitian bidang rekayasa nanoteknologi telah menjadi prioritas dibeberapa negara maju.Penelitian nano partikel sebagai pembawa zat aktif dan pengantar zat aktif pada produk herbal telah berkembang beberapa tahun terakhir.Sidqi (2011) telah melakukan penelitian peningkatan bioavailabilitas zat aktif temulawak dengan penyalutan menggunakan nanokitosan.Nanoemulsi (10-200 nm) memiliki sifat-sifat dan performansi serta fenomena yang unik dan jauh lebih unggul dibanding dengan emulsi biasa (1-20 µ m) (Devarajan dan Ravichandran 2011).Dengandemikian material nanoemulsi dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga menjadi lebih efektif, efisien dan berdaya guna (Debnath et al. 2011).

Nanoemulsi merupakan bagian dari nanoteknologi yang memiliki banyak manfaat seperti meningkatkan kelarutan komponen, meningkatkan bioavailabilitas, meningkatkan penyerapan dan mengurangi dosis penggunaan (McClement 2013) .Penyerapannya zat aktif terkaitdengan besarnya ukuran partikel. Ukuran mikron dapat terabsorbsi hanya 50% sedangkan ukurannano dapat terabsorbsi oleh tubuh hampir 100% (Suptijah 2009).

(14)

menjadi produk makanan seperti minuman berkarbonasi dan

saladdressingmenggunakan homogenisasi bertekanan tinggi. Metoda lainyang

dapat dikembangkan untuk pembuatan nanoemulsi adalah dengan metode berenergi rendah. Metode berenergi rendah menghasilkan ukuran emulsi yang dipengaruhi oleh sistem komposisi (rasio dan tipe surfaktan, rasio minyak dalam air), persiapan emulsi (bahan tambahan, kecepatan aduk) dan kondisi lingkungan (suhu) (McClements 2013). Nanoemulsi minyak dalam air dan koloid merupakan dua jenis sistem dispersi yang cocok untuk pengantar komponen lipofilik pada industri farmasi dan makanan (Rao dan McLements2012). Nanoemulsi tidak terbentuk secara spontan, namun dapat dihasilkan dengan metode yang memanfaatkan energi kimia dalam sistem emulsi, cara ini cocok digunakan untuk bahan seperti protein dan golongan peptida (Herrera 2012).

Pembuatan nanogingerolini menggunakan metodeberenergi rendah dengan mengkombinasikan rasio fase minyak dalam fase air dan suhu lingkungan. Pelarut organik yang digunakan dipilih berdasarkan kelarutannya dalam air, titik didih, dan legalitas (Lee dan McClements 2010) dan suhu lingkungan diatur berdasarkan stabilitas zat aktif dan pelarut organik yang digunakan dalam persiapan pembuatan nanoemulsi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi teknologi dalam pembuatan nanogingerolmenggunakan metode rendah energi dan dapat memperbaiki sifat fisik, kelarutan serta bioavailabilitas zat aktif sehingga lebih efektif dan hemat dalam penggunaan ekstrak jahe nantinya.

1.2Perumusan Masalah

Dari penelitian ini dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Metode apa yang dapat diterapkan untuk menghasilkan nanogingerol pada proses pembentukannya?

2. Bagaimana sifat fisik dari nanogingerol yang dihasilkan serta kelarutannya pada berbagai tingkat polaritas larutan?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi terbaik proses pembuatan nanogingerol ekstrak jahe menggunakanhomogenizer dengankombinasi inversikomposisi dan suhu, mendapatkan kualitas terbaik dari nanogingerol yang dihasilkan.

1.4Ruang Lingkup

(15)

1. Bahan baku yang digunakan pada proses pembuatan nanogingeroladalah ekstrak jahe yang dihasilkan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol metode maserasi.

2. Nanogingerol dibuat dengan metode kombinasiinversi komposisi dan suhu menggunakan homogenizer.

3. Untuk memperoleh hasil yang diinginkan, dilakukan karakterisasi nanogingerol meliputi ukuran partikel, dan kestabilannya serta sifat fisik penunjang seperti viskositas, pH, dan konduktivitas listrik.

4. Aplikasi nanogingerolakan dilihat dari kelarutannya pada berbagai tingkat polaritas pelarut dan bioavailabilitasnya.

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Nanoemulsi

Nanoteknologi adalah bidang ilmu modern yang mempelajari desain, sintesis, dan manipulasi struktur partikel-partikel mulai dari sekitar 1-100 nm (Korbenkandi dan Siavash 2012). Nanoteknologi dengan cepat memperoleh posisi penting di sejumlah bidang seperti keperawatan, kesehatan, kosmetik, makanan dan minuman, kesehatan lingkungan, mekanika, optik, ilmu biomedis, industri kimia, elektronik, pengiriman agen obat, ilmu energi, optoelektronik, katalisis, reorograpi, transistor elektron tunggal, emisi cahaya, alat optik nonlinier, dan aplikasi fotoelektrokimia (Herrera 2012).

Dalam dua dekade, nanoteknologi dengan cepat muncul sebagai salah satu bidang yang paling menjanjikan dan menarik untuk penelitian.Nanoteknologi secara nyata dapat meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas banyak bahan-bahan fungsional.Tingginya hidrophobisitas dari beberapa zat bioaktif membuat mereka tidak larut dalam air, dan oleh sebab itu zat aktif tersebut sulit diserap oleh tubuh (Herrera 2012).

(16)

2.2Pembuatan nanoemulsi

Salah satu metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan nanoemulsi adalah menggunakan metoda rendah energi, salah satunya metode inversi suhu (Phase Inverse Temperature/PIT), metode ini didasarkan pada perubahan dalam kelarutan jenis surfaktan nonionik dengan suhu. Surfaktan bersifat hidrofilik pada suhu rendah tetapi menjadi lipofilik dengan meningkatnya suhu karena dehidrasi rantai polyoxyethylene (Herrera 2012). Pada suhu yang rendah, lapisan surfaktan memiliki kelengkungan positif secara spontan yang membentuk fase minyak (o/w). Pada temperatur yang tinggi, kelengkungan menjadi negatif secara spontan membentuk kecenderungan fase air (w/o) (Ee et al. 2008).

Metode rendah energi lain yang dapat digunakan untuk mempersiapkan nanoemulsi adalah metode inversi komposisi (Phase Inverse Composition/PIC), di mana suhu dipertahankan konstan dan komposisi fase air dan minyak berubah dengan mencampur dua bagian fase bersama-sama. Dengan menggunakan metode ini menghasilkan nanomaterial yang berbeda seperti koloid ( Dinsmore et al. 2002), Liu et al. (2006) menggunakan surfaktan nonionikpolioksietilena (PEO) untuk persiapan parafin dalam air danmelaporkan bahwa pembuatan nanoemulsi dengan metode ini menggunakan high pressure homogenizationmenghasilkan diameter partikel mulai dari 100 sampai 200 nm. Surfaktan digunakan dalam sistem ini adalah kombinasi dari Span 80, sorbitan monooleate dengan HBL rendah ( 4.3 ), dan tween 80 serta ethoxilated sorbitan monoolate ester dengan HLB tinggi. Dua surfaktan memiliki sifat yang sama yang dapat dicampuran dengan mudah. Peng et al. (2010) mengadopsi sebuah metoda analisis rendah energi menggabungkan gabungan metode PIT dan PIC untuk mempersiapkan nanoemulsi air dalam minyak (w/o). Tujuan pekerjaan mereka adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari hubungan antara rasio surfaktan, w/o rasio, dan stabilitas emulsi. Mereka menemukan bahwa penambahan satu jenis surfaktan untuk penstabil dapat menghasilkan nanoemulsi yang baik. Pendapat ini juga disetujui oleh ilmuwan lain yang melaporkan bahwa untuk membentuk nanoemulsi, campuran surfaktan murni umumnya menghasilkan nanoemulsi yang baik dan dapat digunakan diberbagai aplikasi (Herrera 2012).

Tahapan lain yang umum digunakan dalam beberapa literatur dalam menghasilkan nanoemulsi yaitu sebagai berikut: Tahap preemulsi fasa lemak dan air dapat dicampur dengan menggunakan blender berkecepatan tinggi seperti Ultra-Turrax yang di operasikan pada kecepatan 20.000 rpm selama 1 menit. Preemulsi yang dihasilkan kemudian di homogenkan selama 20 menit, menggunakan ultrasonik. Selama proses disarankan suhu sampel dikontrol dengan bak air biasa untuk mencegah denaturasi protein serta tidak meningkatkan viskositas sampel secara signifikan. Dengan melakukan ini, suhu sampel tidak boleh naik lebih tinggi dari 40oC selama tahap ultrasonifikasi. Kemudian emulsi didinginkan dengan cepat sekitar suhu (22,5oC). Ukuran partikel yang diperoleh dengan proses ini dapat bervariasi dari 0,2 sampai 1 nm tergantung pada kondisi sistem yang diatur (Alvarez Cerimedo et al. 2010).

(17)

surfaktan untuk makanan yang saat ini tersedia untuk menstabilkan sistem nanoemulsi (Sjoblom 2009). Banyak surfaktan sintetik yang tidak dibolehkan aplikasinya di beberapa negara, atau yang hanya dapat digunakan pada konsentrasi rendah karena masalah regulasi, ekonomi atau sensorik. Sulit untuk mempersiapkan mikroemulsi atau nanoemulsi dari minyak dalam jumlah besar (Woosteret al. 2008)

McLements dan Rao (2012) telah melakukan penelitian untuk membentuk faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan stabilitas mikroemulsi, nanoemulsi dan emulsi menggunakan surfaktan sukrosa monopalmitat (SMP) dan Tween 80 sebagai surfaktan dan minyak lemon sebagai fasa minyak. Selain itu, studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa minyak lemon dapat digunakan untuk membentuk berbagai dispersi koloid dengan sukrosa monoester (Choi et al. 2009).Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa nanoemulsi dan mikroemulsi menggunakan SMP dapat memfasilitasi sistem emulsi berbasis koloid untuk komponen lipofilik makanan. Komposisi minyak lemon pada proses produksi dan stabilitas mikroemulsi dan nanoemulsi didapatkan stabil dengan surfaktan nonionik (Tween 80) (McLements dan Rao 2012).

2.3 Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc) termasuk salah satu komoditas pertanian berupa tanaman rempah yang mempunyai nilai sosial dan ekonomi cukup tinggi.Produk jahe telah dijadikan salah satu komoditas ekspor bahkan termasuk dalam sembilan besar rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia.

Secara botanis tanaman jahe dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Pteridophyta

Sub Divisi : Angiospermae Class : Monochotyledoneae Ordo : Scitamineae

Family : Zingiberceae Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale

(Paimin dan Murhananto 2000).

(18)

Berdasarkan bentuk dan warna rimpangnya jahe dibedakan atas 3 jenis yaitu jahe putih kecil biasa disebut jahe emprit, jahe besar sering disebut jahe gajah atau badak, dan jahe merah atau jahe suntil (Paimin dan Murhananto 2000).Rimpang jahe (Gambar 1) mengandung beberapa komponen kimia (Tabel 1) antara lain air, serat kasar, pati, minyak atsiri, oleoresin, dan abu.Menurut Koswara (2006) komponen oleoresin yang telah diekstraksi dari rimpang jahe memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah cita rasa yang lengkap, bersih, bebas dari mikroba serta cemaran lain, bebas enzim dan masih mengandung anti oksidan alami, kadar air sangat rendah, umur simpan yang lama, kekurangan minyak essensial bisa dikurangi karena adanya resin dan memerlukan tempat penyimpanan yang lebih kecil dibanding dengan penyimpanan rempah-rempah segar.

Senyawa kimia yang terkandung dalam jahe secara umum terdiri dari minyak menguap (volatile oil), dan ada minyak tidak menguap (non volatile oil), dan pati.Minyak atsiri termasuk jenis minyak menguap dan merupakan suatu komponen yang memberi aroma yang khas, kandungan minyak tidak menguap disebut oleoresin, yakni suatu komponen yang memberikan rasa pahit dan pedas.Oleoresin dapat diperoleh dengan ekstraksi, konsentrasi (pemekatan), standarisasi minyak essensial dan komponen non volatil dari rempah-rempah, biasa dalam bentuk cairan kental atau pasta (Koswara 2006).

Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 (g) bahan

Komponen Jumlah

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, ( 1981)

Oleoresin

(19)

Oleoresin jahe terbuat dari ekstraksi tepung jahe kering berukuran 30-60 mesh, bentuknya berupa cairan pekat berwarna cokelat tua.Minyak oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik tertentu seperti etanol, aseton, diklorida, isopropenol, dan heksan, dengan kandungan minyak oleoresin 15-35% (Suharjono 1989). Oleoresin termasuk minyak tak menguap sehingga cara mengekstraknya pun pada keadaan hampa udara. Komponen dalam oleoresin adalah gingerol, zingerone, shogaol, resin, minyak atsiri dan masih banyak kandungan di dalamnya (Paimin dan Murhananto 2000).

Gingerol (Gambar 2) merupakan salah satu senyawa utama terdapat pada oleoresin jahe.Gingerol memiliki khasiat analgesik (meredakan nyeri) antipiretik (menurunkan panas), anti bakteri, anti koagulan (pencegah penggumpalan darah) (Septiani 2013). Senyawa (6)-gingerol, (6)-shogaol dan zingeron jugadapat digunakan sebagai antioksidan (Ravindran dan Babu 2005).

Gambar2. Struktur molekul gingerol (C12H26O4) (Baskar 2012)

Gambar 3. Struktur molekul shogaol (CO17H24O3) (Baskar 2012)

Shagaol (Gambar 3) adalah senyawa yang memiliki struktur kimia mirip dengan gingerol. Shogaol terbentuk selama penyimpanan atau karena proses panas yang digunakan seperti ketika jahe dikeringkan (Septiani 2013).

2.4Surfaktan

Menurut Perkins (1998) surfaktan berasal dari kata surface active agen.Surfaktan banyak digunkan karena dapat mempengaruhi sifat permukaan dan antar muka. Penggunaan surfaktan harus mendukung proses nano/mikroemulsi dari fase minyak dan juga harus mempunyai potensi larut yang baik untuk senyawa aktif yang digunakan (Debnath et al. 2011). Pemilihan surfaktan sangat penting untuk formulasi nanoemulsi.

Tween 80

(20)

aktif yang sukar larut dalam air. Surfaktan nonionikTween80 memiliki sinonim seperti: Crillet 4, Crillet 50, Montanox 80, Polyoxyethyene 20 oleate, (Z)-sorbitan mono-9-octadecenoate, Polisorbat 80. Nama kimiawi Tween 80 adalah polyoxyethyene 20-sorbitan 42 monooleate dengan rumus formula C64H124O26 dan

bobot molekul 1310 g/mol. Struktur Tween80 terlihat pada Gambar 4 dibawah ini.Tween 80 merupakan sabun nonionik dan pengemulsi yang diperoleh dari polyoxilated sorbitol dan asam oleat (Tarirai 2005).

Tween 80 berwujud cairan kental berwarna kuning yang larut dalam air dan juga dalam etanol. Grup hidrofilik senyawa ini adalah poliester yang juga diketahui sebagai grup polioksietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida (Sukriya 2011)

Gambar 4. Struktur kimia Tween80

Tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi (konsentrasi 1-15%); agen pelarut (konsentrasi 1-10%);wetting agent, dispensing/suspending (konsentrasi 0,1-3%) dan sebagai surfaktan nonionik (Tarirai et al. 2005). Tween 80 memiliki karakteristik bau dan hangat, serta sedikit berasa pahit. Tween 80 merupakan cairan kuning berminyak pada 5°C, larut dalam air dan etanol, tapi tidak larut dalam minyak sayuran dan mineral, memiliki nilai HBL 15 (Utami 2010). Surfaktan dengan nilai HBL 8-18 cocok digunakan untuk nanoemulsi minyak dalam air (Devarajan dan Ravichandaran 2011).Spasifikasi Tween 80 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi Tween80

No Parameter Ciri

1 Rumus molekul C64H124O26

2 Massa molar 1310 g/mol

3 Warna cairan Kental berwarna amber 4 Kerapatan 1,06 – 1,09 g/ ml, cairan

minyak 5 Titik leleh -

6 Kelarutan Sangat larut dalam air, larut dalam etanol

7 Viskositas (25oC)

(21)

2.5Ko-surfaktan

Sebagian besar surfaktan tidak dapat menurunkan tegangan antarmuka minyak-air yang cukup untuk menghasilkan nanoemulsi sehingga memerlukan penambahan kosurfaktan untuk membawa tegangan permukaan mendekati nol. Biasanya HLB kosurfaktan lebih rendah dari nilai HLB surfaktan untuk memodifikasi keseluruhan HLB dari sistem. Tidak seperti surfaktan, kosurfaktan saja tidak mampu membentuk struktur seperti misel sendiri.Kosurfaktan alkohol rantai panjang dan atau menengah lebih banyak digunakan seperti hexanol, pentanol dan oktanol, yang dikenal untuk mengurangi antarmuka minyak/air dan memungkinkan pembentukan nanoemulsisecara spontan (Debnath et al. 2011).

Etanol

Nilai HLB pada etanol berkisar antara 7-9 (Hartomo dan Widiatmoko 1993).Etanol merupakan salah satu kosurfaktan yang sering digunakan dalam pembentukan nanoemulsi maupun makroemulsi (Utami 2012).Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atauCH3CH2OH dengan titik didihnya

78,4 °C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil dan dapat bercampur dengan air (Sharma dan Sarangdevot 2012).Etanol sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena sifatnya yang tidak beracun.Sifat-sifat fisika dari etanol disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat-sifat fisika etanol

Berat molekul 46.07 g/mol

Titik lebur -112 oC

Titik didih 78.4 oC

Densitas 0.7893 g/ml

Indek bias 1.36143

Viskositas 20 oC 1.17 cP

Panas penguapan 22.6 kal/g

Merupakan cairan tidak berwarna

(22)

3. METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret–September 2013 di Laboratorium Teknik Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Kimia Bahan Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.Pengujian nanogingerol dengan PSA dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor dan analisis gingerol di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Bogor.Analisis bioavailabilitas di Laboratorium Non steril, Departemen Farmasi UI.

3.2Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe emprit (Zingiber

officinale Rosc var. amarum) yang berumur 9 bulan.Bahan kimia yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain aquades, ethanol 98%, surfaktan (Tween 80), buffer phospat, NaOH, HCl, heksan, etil asetat, aseton, etanol, metanol.Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass, timbangan digital, gelas ukur, pH meter, kompor listrik, saringan, alat pengaduk, thermometer, magnetic stirrer, homogenizer, pipet, dan alat uji Particle size analyzer(PSA) dan alat uji kandungan kimia ekstrak jahe dan alat sel difusi Franz

3.3Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah proses penyediaan ekstrak jahe. Tahap kedua adalah proses pembuatan nanogingerol. Pada tahap ketiga,nanogingerolyang dihasilkan dilihat kelarutannya dalam berbagai tingkat kepolaran pelarut dan dilihat bioavailabilitasnya secara invitro.Sistematika penelitian ini dapat diuraikan secara rinci pada Lampiran 1.

Tahap I: Penyediaan ekstrak jahe

(23)

(Anam 2010). Proses penyediaan ekstrak jahe dapat dilihat pada Gambar 5. Destilat yang keluar merupakan ekstrak jahe yang dikenal juga dengan oleoresin dan kemudian dianalisis meliputi indeks bias, berat jenis, % rendemen dan kadar zat aktifnya.

Pembersihan

Pemotongan

Pengeringan

Pengecilan ukuran 40 mesh

Ekstraksi dengan pelarut Etanol 98% Perbandingan 1:5, Suhu 40 0C, Selama 3 jam

Pemisahan pelarut dengan Rotari Vacum Evaporator, Suhu 40 0C, tekanan 5 bar

Analisis: - Indeks bias

- Berat jenis - Rendemen - Kadar gingerol

Jahe

Etanol

Ekstrak Jahe

Gambar 5. Proses Penyediaan Ekstrak Jahe

(i) Indeks Bias (SNI 06-1312-1998)

Ke dalam alat refraktometer yang telah dialirkan air pada suhu 25°C ditempatkan ekstrak jahe pada permukaan prisma dan tutup dengan memutar skrup.Dibiarkan alat beberapa menit kemudian di baca.

(ii) Bobot Jenis (SNI 06-1312-1998)

(24)

menit, kemudian ditimbang (berat piknometer kosong). Setelah itu isi piknometer dengan aquades secara pelan-pelan hingga tidak terjadi gelembung udara dan diletakkan di water bath yang mempunyai sirkulasi air pada suhu 25oC selama 30 menit, kemudian diangkat, dilap sampai bersih kemudian diletakkan didalam neraca analitik selama 30 menit dan ditimbang beratnya (berat piknometer + oleoresin). Selanjutnya dikosongkan piknometer tersebut dan dicuci dengan etanol dan dietil eter kemudian keringkan dengan arus udara kering. Diisi piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung, piknometer di taruh kembali dalam water bathyang mempunyai sirkulasi air pada suhu 25 oC selama 30 menit, kemudian diangkat, dilap sampai bersih kemudian diletakkan didalam neraca analitik selama 30 menit dan ditimbang beratnya (berat piknometer + aquades)

m2 - m

Bobot Jenis = --- m1 - m

dimana : m adalah bobot piknometer kosong

m1 adalah bobot piknometer berisi air pada suhu 25 oC

m2 adalah bobot piknometer berisi ekstrak jahe pada suhu 25 oC

(iii) Rendemen (%)

Oleoresin yang diperoleh ditimbang beratnya dengan neraca analitik. berat oleoresin

Rendemen (%) = --- X 100 % berat jahe kering sebelum disuling

(iv) Analisis Gingeroldan Shogaol (Lee et al. 2007)

Pengujian komposisi kandungan (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol pada ekstrak jahe dilakukan dengan menggunakan metode LC-PDA (liquid

chromatography-photodiode array detection)ekstrak jahe kemudian dianalisis

dengan HPLC (Shim pack ODS VP C18 150Lx4.6). Suhu kolom oven 40oC.Panjang gelombang 280 nm dan laju alir fase gerak 1 ml/menit.Pelarut yang digunakan dalam kolom C-18 adalah air dan asetonitril (fase gerak).

Tahap II Pembuatan nanogingerol

(25)

buffer kedalam beaker glass. Selanjutnya dilarutkan Tween 80 sebanyak 10% (dari fase minyak) dalam larutan buffer.Untuk lebih jelasnya formulasi sediaan nanoegingerol tersaji pada Tabel 4.Pencampuran fase minyak dan fase air menggunakan homogenizerUltra Thurrax T8kecepatan 22.000 rpm selama 10 menit.Pengadukan 10 menit pertama ini disebut dengan preemulsi.Dilanjutkan proses pembuatannanogingerolpada suhu perlakuan 30, 40, 50 oC menggunakan

homogenizer kecepatan 22.000 rpm selama 10 menit. Tahapan pembuatan

nanogingerol dapat dilihat pada Gambar 6.Akhir tahap ini nanogingeroldianalisis sifat fisiknya meliputi ukuran droplet, kestabilan, kelarutan serta analisis penunjang sepertipH, viskositas, dan konduktivitas listrik.

Dinginkan dengan Ultra Thurrax T8 kecepatan 22 000 rpm selama 10 menit, suhu ruang Pengadukan dengan homogenizer Ultra Thurrax T8

kecepatan 22 000 rpm, dengan perlakuan suhu 30, 40, 500C selama 10 menit

Nanogingerol

Gambar 6. Proses Pembuatan nanogingerol

(26)

Fase minyak

Nanogingerol diukur dengan viskometer rotary, sampel diukur pada suhu ruang ( 27 ± 0.2 °C)

(ii) Analisis pH (SNI 06-2413-1991)

Nilai pH dihitung dengan pH meter, alat dihidupkan dan dibiarkan sebentar hingga angka stabil.pH meter distandarkan dengan larutan buffer 7. Nilai pH diukur dengan cara mencelupkan elektroda pH kedalam larutan sampai menunjukkan angka yang stabil. Sebelum pencelupan elektroda dibilas dengan akuades dan dilap degan tisu kering. Pengukuran dilakukan minimal 3 kali untuk larutan sampel yang sama.

(iii) Stabilitasnanogingerol (Yunus et al. 2013)

Uji stabilitas nanoemulsi dilakukan dengan menyimpan nanogingerolselama 3 -30 hari pada suhu ruang (28°C).Kemudian diamati secara visual atau kualitatif perubahan tekstur atau penampilan (homogenitas).Adanya endapan diberi tanda (+) dan tidak adanya endapan diberi tanda (-).

(iv) Analisis Ukuran Droplet dengan PSA (Particle size analyzer)

Analisis dispersi dan ukuran droplet nanogingerol dilakukan menggunakan mikroskop digital Particulate Sisteme-Particle Sizer Analyzer yang dapat mengukur distribusi ukuran dengan kisaran 2 nm hingga 7000 nm menggunakan

dynamic ligh scattering dan gerak Brown. Ukuran droplet dihitung berdasarkan fungsi kolerasi Stokes-Einstein dan gerak Brown yang ditetapkan sebagai fungsi translasi. Keluaran yang dihasilkan merupakan sistem dari metode statistik,

commulant dan laplace dimana masing-masing sistem menghasilkan distribusi ukuran dalam intensitas, jumlah dan volume.

Tahap IIIAplikasi Nanogingerol

(27)

Nanogingerol

Aplikasi nanogingerol

Analisis - kelarutan - bioavailabilitas

Gambar 7. Sistematika Penelitian Tahap III

(i) Uji kelarutan (Hermawati 2004)

Uji sifat kelarutannanogingerol dilakukan dengan mencampur dalam gelas ukur 100 ml nanogingerol dengan pelarut organik (1:1) dari berbagai tingkat polaritas yaitu heksan, etil asetat, aseton, etanol, metanol dan air dengan nilai polaritas berturut-turut : 0, 38, 47, 68, 73 dan 90. Masing-masing fase pelarut organik kemudian diukur volumenya sebelum dicampur dan setelah dicampur, pertambahan volum fase organik merupakan nilai kelarutan.

(ii) Uji Bioavailabilitasnanogingerol secara invitro ( Baskar 2012)

Salah satu cara metode in vitro untuk mengukur jumlah zat aktif gingerol yang terpenetrasi malalui sel/membran yaitu dengan menggunakan sel difusi Franz yang terbagi atas dua kompertemen yaitu kompertemen donor dan kompertemen reseptor yang terpisahkan oleh suatu pelapis atau potongan membran. Membran yang digunakan dalam uji penetrasi ini menggunakan membran berupa potongan usus kambing.Membran diletakkan diantara kedua kompertemen yang dilengkapi O-ring untuk menjaga letak membran.Selanjutnya kompertemen reseptor diisi dengan larutan penerima yaitu buffer phosfat pH 7.4.Suhu pada sel dijaga 37 oC dengan sirkulasi air menggunakan water jacket di sekeliling kompertemen reseptor. Sediaan yang akan di uji diaplikasikan pada membran usus. Kemudian pada interval waktu tertentu cairan dari kompertemen reseptor diambil beberapa ml. Selanjutnya jumlah zat aktif yang terpenetrasi melalui usus dapat dianalisis dengan metode yang sama dengan uji gingerol.

(28)

4.1Karakteristik Ekstrak Jahe

Jahe yang digunakan merupakan jenis jahe emprit (Zingiber officenale var. Amarum) yang telah berumur 9 bulan. Jahe ini digunakan karena kandungan senyawa (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shagaolnya tertinggi dari jenis lain seperti jahe gajah dan jahe merah (Fathona 2011). Ektraksi jahe pada penelitian ini menggunakan pelarut etanol dengan proses yang mengacu pada penelitian Anam (2010). Penelitian terhadap ekstrak jahe dengan melihat karakteristik yang dihasilkannya.

Ekstrak jahe yang dihasilkanmemiliki rendemen sebesar 22,30%, total rendemen yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan total rendemen yang dihasilkan dari penelitian Anam (2010) yaitu sebesar 22,12% dengan menggunakan pelarut etanol 70% dan waktu ekstraksi 3 jam dengan perbandingan bubuk jahe dan pelarut 1:5. Karakteristik ekstrak jahe hasil penelitian dibandingkan standar oleoresin relatif memenuhi standar mutu ekstrak jahe LPTI dan BP Kimia Bogor, yang di sajikan seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan ekstrak jahe dengan standar LPTI dan BP Kimia Bogor

Karakteristik Standar

Ekstrak Jahe

Produk Ekstrak Jahe

Warna Coklat tua Coklat tua

Bentuk Cairan kental Cairan pekat

Aroma Aroma khas jahe Aroma khas jahe

Indek Bias 1.468-1.490 1.340

Berat Jenis 0.891-0.916 0.98

(29)

memberikan kepedasan aroma yang berkisar antara 4-7% juga sangat berpotensi sebagai antioksidan (Balachandran et al. 2006) sehingga berpotensi diaplikasikan untuk berbagai industri seperti makanan, minuman, biomedis dan kosmetik.

4.2. Karakteristik Nanogingerol

Pada proses pembuatan nanogingerol dibutuhkan kosurfaktan sebagai pembantusurfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan sehingga nanogingerol yang terbentuk akanlebih stabil. Kosurfaktan yang digunakan dalam pembuatan nanogingerol ini adalah etanol 96%.Etanol merupakan salah satu kosurfaktan yang sering digunakan dalam pembentukan nanoemulsi maupun makroemulsi (Utami 2012). Penggunaan etanol juga membantu kelarutan ekstrak jahe yang akan digunakan karena ektrak jahe yang digunakan merupakan oleoresin yang diekstrak dalam pelarut etanol.

Tween 80 dalam sediaan nanogingerol berperan sebagai surfaktan karena larut dalam air dan etanol. Tween 80 atau dikenal juga dengan sebutan polisorbat biasa digunakan dalam kosmetik, produk makanan, formula oral, parental dan topikal dan umumnya dianggap sebagai material yang tidak toksik dan tidak mengiritasi (American Pharmaceutical Co. 1994). Tween 80 ini dipilih karena nilai HLBnya adalah 15 dan merupakan surfaktan nonionik. Surfaktan dengan nilai HLB 8-18 cocok digunakan untuk formulasi nanoemulsi minyak dalam air (Devarajan dan Ravichandran 2011).Liu et al. (2006) melaporkan hasil penelitiannya menggukan surfaktan nonionik seperti polioksietilen untuk persiapan nanoemulsi minyak paraffin dalam air menggunakan metode fase inversi komposisi menghasilkan nanoemulsi yang stabil dengan diameter 100 sampai 200 nm.

Fase air atau fase terdispersi pada persiapan nanogingerol menggunakan buffer phospat pH 7. Buffer phosphat pH 7 digunakan agar pada saat pencampuran dengan surfaktan Tween 80 tidak terjadi reaksi penyabunan, dimana Tween 80 dapat mengalami reaksi penyabunan pada lingkungan asam kuat atau basa kuat (American Pharmaceutical Co. 1994)

Ukuran partikel nanogingerol

Nanoemulsi minyak dalam air merupakan tetesan minyak yang berdiameter < 100 nm, terdispersi dalam fase air secara terus menerus dan droplet dikelilingi oleh molekul pengemulsi (Solans et al. 2005). Partikel nanogingerol di ukur menggunakan PSA (Particle size analyzer). Hasil penelitian yang ditampilkan ini merupakan nilai rata-rata dari pembacaan alat dengan

polydispersity index (PDI) kecil dari 0.3, dimana nilai PDI pada

(30)

Kecilnya ukuran droplet pada proses produksi nanoemulsi tergantung pada berbagai faktor misalnya jenis homogenizer, kondisi operasi (suhu, intensitas energy dan waktu), kondisi sampel (jenis minyak, konsentrasi minyak, dan jenis pengemulsi), dan sifat fisikokimia sampel (tegangan antarmuka dan viskositas) (Lee dan McClemen 2010). Pada penelitian ini ukuran droplet nanogingerol yang terbentuk dipengaruhi oleh konsentrasi fase minyak, kondisi suhu operasi serta karakteristik viskositas nanogingerol yang dihasilkan.

Gambar 8. Rata-rata ukuran droplet nanogingerolpada kombinasiinversi komposisi (a) dan suhu (b)

Nanogingerol yang dihasilkan denganmetode kombinasiinversi komposisi fase minyak 10% dan suhu 30-50oC memiliki ukuran droplet > 100 nm. Komposisi fase minyak 30% dan suhu 30-50oC telah menghasilkan nanogingerol dengan ukuran < 100 nm.Pada konsentrasi 50% hanya kondisi suhu 30oC saja yang menghasilkan ukuran droplet < 100 nm, peningkatan suhu operasi menjadi 40-50oC membuat droplet kembali membesar dengan ukuran > 100 nm.Pada penelitian ini ukuran droplet semakin kecil dengan semakin tingginya konsentrasi fase minyak namun partikel kembali membesar karena adanya pengaruh suhu pada proses pembuatan nanogingerol.Pada suhu 30 oC ukuran droplet lebih dipengaruhi oleh viskositas sediaan nanogingerol, sedangkan pada konsentrasi fase minyak 50%, bila suhu dinaikkan hingga 50 oC ukuran droplet lebih dipengaruhi oleh kondisi atau jenis surfaktan. Konsentrasi fase minyak 30%,

(31)

ukuran droplet cenderung lebih stabil (< 100 nm) terhadap peningkatan suhu operasi hingga 50 oC.

Menurut Mason et al. (2006) salah satu mekanisme yang dapat menganggu distribusi dan pembentukan ukuran menjadi lebih besar yaitu peleburan yang disebabkan oleh pecahnya film dari fase kontinyu sehingga bergabung dua droplet atau lebih menjadi ukuran lebih besar. Pada penelitian ini formulasi nanogingerol menggunakan Tween 80 dimana surfaktan ini sangat tidak stabil dengan adanya panas. Tween 80 bersifat hidrofilik pada suhu rendah tetapi menjadi lipofilik dengan meningkatnya suhu karena dehidrasi rantai polyoxyethylene (Herrera 2012).Pada konsentrasi sediaan nanogingerol 50% dengan suhu 40-50oC molekul memiliki energi aktifasi yang besar dan konsentrasi droplet semakin banyak sehingga droplet lebih sering berinteraksi sehingga beberapa droplet bergabung menjadi lebih besar (>100 nm) yang disebabkan oleh pecahnya lapisan Tween 80 karena dehidrasi rantai polyoxyethylen yang disebabkan peningkatan suhu operasi sampai 50oC. Sedangkan pada konsentrasi 30% dengan suhu 40-50 oC sistememulsi masih bisa mempertahankan lapisan surfaktan dipermukaan droplet karena gaya elektrostatiknya dapat meniadakan gaya Van der Walls sehingga menghasilkan gaya tolak yang kuat yang dapat mencegah droplet mendekat dan bergabung. Anggraeni (2014) juga menyatakan bahwa bila gaya Van der Walls dan gaya elektrostatik saling meniadakan dan nilainya makin mendekati nol, resultan gaya tersebut umumnya menghasilkan gaya tolak yang lebih besar.

Penelitian yang dilakukan oleh Trancoso et al. (2012) mengenai rasio minyak jagung dalam heksana (fase minyak) di mana kondisi homogenisasi, jumlah dan jenis emulsi dan fasa air konstan dalam pembuatan nanoemulsi dimana ukuran droplet yang diperolehmenurun sekitar 44% setelah homogenisasi dengan semakin meningkatnya fase minyak dari 0% hingga 95%. Sedangkan pengaruh suhu, Shinoda dan Saitu (1969) juga telah melakukan penelitian pengaruh tipe emulsi dengan metode kombinasi suhu yang menyatakan bahwa emulsi yang mengandung surfaktan polioksietilena nonylphenylether 3% ukuran droplet yang dihasilkan sangat kecil tapi kurang stabil terhadap peleburan karena pecahnya lapisan surfaktan yang dipengaruhi oleh peningkatan suhu, tipe emulsi minyak dalam air ini relatif stabil pada suhu 20-65oC namun peningkatan suhu diatas 65oC akan membuat koalesensi droplet dalam emulsi.

Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi fase minyak yang ditambahkan pada proses pembuatan nanogingerolnilai viskositasnya juga semakin meningkat yang akan mempengaruhi terhadap ukuran droplet yang semakin kecil.Tesch dan Schubert (2002) pada penelitiannya mengenai nanoemulsi protein menyatakan bahwa peningkatan viskositas pada nanoemulsi bisa mengurangi ukuran dropletnanoemulsi karena peningkatan viskositas adalahcara untuk mengurangi penggabungan partikel pada waktu pengadukan pada pembuatan emulsi.

(32)

menjelaskan bahwa jumlah minyak yang ditambahkan pada fese organik (fase minyak) pada proses pembuatan emulsi berpengaruh terhadap nilai viskositas nonoemulsi minyak dalam air atau air dalam minyak.

Gambar 9. Nilai viskositas (cP) nanogingerol padakombinasi inversi komposisi (a) dan suhu (b)

Pada zat cair, viskositas disebabkan oleh kekuatan kohesi antara molekul (Giancoli 1996). Kohesi merupakangaya tarik menarik antara partikel yang sejenis. Dalam hal ini meningkatnya konsentrasi fase minyak maka jumlah droplet yang terkandung dalam sistem emulsi juga semakin banyak sehingga semakin besar gaya kohesi yang terjadi di dalam nanogingerol, sehingga semakin besar viskositasnya. Nanum karena pengaruh suhu yang dinaikkan hingga 50oC pada konsentrasi fase minyak 50% menyebabkan nanogingerol memilikienergi aktivasi tinggi sehingga viskositas turun.Penurunan viskositas ini sesuai dengan pendapat Marpaung (2014) bahwa pemanasan zat cair menyebabkan molekul memperoleh energi, sehingga molekul bergerak dan gaya interaksi antar molekul melemah dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan suhu.

(33)

Gambar 10. Hubungan antara ukuran droplet (nm) dengan viskositas (cP) nanogingerol

Pada Gambar 10 perubahan ukuran droplet pada penambahan fase minyak disebabkan oleh viskositas nanogingerol. Namun karena adanya kenaikan suhu, perubahan ukuran droplet disebabkan oleh gaya antar muka yang terdapat dalam sistem emulsi. Secara umum penelitian ini pada suhu 30 oC, ukuran droplet semakin kecil dengan semakin tingginya konsentrasi fase minyak yang ditambahkan pada proses produksi nanoemulsi yang berpengaruh terhadap peningkatan viskositas nanoemulsi. Sedangkan peningkatan suhu operasi pada pembuatan nanoemulsi,ukuran droplet lebih dipengaruhioleh kondisi dan jenis surfaktan yang digunakan.

Dari studi proses pembuatan nanogingerol menggunakan metode kombinasi inverse komposisi dan suhu ini diperoleh bahwa proses pembuatan nanongingerol yang terbaik diperoleh dengan metode kombinasi fase minyak 30% pada suhu 30-50 oC dengan rata-rata ukuran droplet < 100 nm.

Kestabilan nanogingerol

(34)

Tabel 6 . Uji stabilitas nanogingerol

Ket: (-) = tidak terdapat endapan (+) = terdapat endapan/ agregasi

Nanogingerol yang dihasilkan dengan metode kombinasi iversi komposisi dan suhu cenderung homogen dan stabil dinilai secara kualitatif dimana hasil uji stabilitas emulsi diamati pada suhu ruang (+ 30oC) selama tiga hari sampai 30 hari yang tersaji pada Tabel 6. Stabilitas, sifat fisikokimia, dan sifat fungsional dari nanoemulsi dipengaruhi oleh komposisi fase dan kondisi proses produksi nanoemulsi yang menghasilkan konsentrasi droplet dalam emulsi, distribusi dan ukuran droplet (McClement 2010).

Nanogingerol yang dibuat pada suhu 30, 40, 50 oC dengan konsentrasi fase minyak 10% hanya stabil pada penyimpanan di suhu ruang selama 3 hari namun tidak stabil setelah 30 hari sedangkan penambahan fase minyak 30% dan 50% relatif stabil setelah disimpan di suhu ruang selama 30 hari. McClement (2005) juga menjelaskan bahwa emulsi yang mengandung Tween 80 (non ionik surfaktan) akan tahan terhadap agregasi dan pembentukan endapan namun dapat terionisasi pada permukaan aktif. Nanogingerol yang dibuat pada suhu 30, 40, 50

o

C dengan fase minyak 10% dan disimpan selama 30 hari ditemukan adanya endapan, hal ini disebabkan juga karena ukuran droplet yang lebih besar yaitu >150 nm dibandingkan dengan fase minyak 30% dan 50% yaitu berkisar kecil dari <114 nm. Ukuran droplet yang semakin kecil membuat nanoemulsi stabil secara kinetik sehingga dapat mencegah terjadinya sedimentasi dan agregasi selama penyimpanan (Solanset al. 2005) karena berbagai gaya yang menarik antara droplet menurun seiring dengan penurunan ukuran droplet sedangkan tolakan antara droplet meningkat (McClement 2005) sehingga energi aktivasinya tinggi terkait dengan elektostatik tolakan antara droplet membuat tingkat agregasi dan sedimentasi relatif sangat lambat.

(35)

terdispersi dipermukaan droplet sehingga nilai muatan listrik nanogingerol yang dihasilkan menjadi semakin negatif.

Gambar 11.Hubungan antara ukuran droplet (nm) dengan konduktivitas listrik (mV) nanogingerol.

Adanya muatan negatif pada droplet nanogingerol memegang peranan penting dalam menentukan sifat-sifat fungsional dan aplikasi tertentu nantinya seperti interaksi dengan komponen makanan lain, interaksi dengan molekul dan struktur dalam saluran tubuh.Sifat-sifat listrik nanogingerol ditandai dengan muatan listrik (muatan ion) yang sejalan dengan nilai pH.Karakteristik listrik nanoemulsi dapat dikontrol dengan jenis emulsi yang digunakan dimana surfaktan nonionik akan menghasikan muatan netral atau sedikit negatif (Ziani et al. 2011).Nanogingerol ini menghasilkan karakteristik listrik muatan negatif karena menggunakan surfaktan nonionik Tween 80.pH nanoemulsi yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 6.82 hingga 7.04 serta memiliki muatan listrik negatif berkisar antara -12 mV hingga -23 mV (Tabel 7), sehingga memiliki tolakan elektrostatik yang besar antara dropletnya.Hasil ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan McClement (2005) yang menyatakan bahwa pada pH 6-8 nanoemulsi minyak dalam air menggunakan surfaktan protein akan menghasilkan muatan negatif yang besar sehingga mencegah droplet untuk saling mendekat dan teragregasi sehingga nanoemulsi dapat bertahan stabil hingga 15 hari pada suhu 5, 20 dan 37oC. Guzey dan McClement (2007) juga yang telah melakukan penelitian

(36)

nanoemulsi minyak pada pH netral, menggunakan emulsi β-laktoglobulin yang bermuatan listrik negatif juga menghasilkan tolakan elektrostatik yang besar antara dropletnya.

Kelarutan nanogingerol

Nanogingerol yang digunakan dalam uji kelarutan pada percobaan ini adalah sediaan nanogingerol dengan ukuran droplet terkecil yaitu dengan proses kombinasi komposisi fase minyak 50% dengan suhu 30 oC dengan rata-rata ukuran droplet 31 nm, pH 6.82.Nanogingerol ini kelarutannya akan dibandingkan dengan ekstrak jahe. Uji sifat kelarutan nanogingeroldilakukan dengan mencampur dalam gelas ukur 10 ml nanogingerol dengan pelarut organik (1:1) dari berbagai tingkat polaritas yaitu heksan, etil asetat, aseton, etanol, metanol dan air dengan nilai polaritas berturut-turut : 0, 38, 47, 68, 73 dan 90. Masing-masing fase pelarut organik kemudian diukur pertambahan volumenya sebelum dicampur dan setelah dicampur, pertambahan volume fase organik merupakan nilai kelarutan.

Kelarutan suatu zat merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu proses formulasi sediaan nanoemulsi nantinya untuk pemanfaatan lebih lanjut. Kelarutan suatu zat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut.Nanogingerol yang dihasilkan setelah diuji kelarutan pada berbagai tingkat kepolaran pelarut maka dihasilkan bahwa nanogingerol ini tidak dapat larut pada n-Heksan (non polar) dan larut sempurnapada pelarut etil asetat, aseton, etanol, metanol dan air (Gambar 12).Bila dibandingkan dengan ekstrak jahe yang dapat larut sempurna pada pelarut n-Heksan, etil asetat, aseton dan etanol tapi tidak dapat larut sempurna pada metanol dan air,nanogingerol ini dapat larut sempurna pada pelarut polar.Nilai kelarutan nanogingerol pada berbagai tingkat kepolaran pelarut dapat dilihat pada Tabel 8.Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan sifat ektrak jahe apabila menjadi nanoemulsi yaitudapat larut sempurna pada berbagai tingkat kepolaran pelarut.Hal ini didukung oleh Pujaatmaka (1986) yang menyatakan bahwa kelarutansuatu zat ke dalam suatu pelarut sangat ditentukan oleh kecocokan sifat antara zat terlarut dengan zat pelarut yaitu sifat like dissolve like diantaranya disebabkan karena polaritasnya. Namun pada penelitian ini tidak diujikan nilai polaritas nanoemulsi yang dihasilkan

Tabel 8. Nilai kelarutan nanogingerol ekstrak jahe pada tingkat kepolaran pelarut Jenis pelarut Kepolaran Kelarutan

(37)

Polaritas lapisan antar muka tergantung pada sifat dari berbagai molekul yang terdapat pada droplet nanogingerol. Nanoemulsi minyak dalam air biasanyamemiliki kutub hidrophilik dari pengemulsi disekeliling droplet dalam fase air, namun ada juga beberapa karakter nanoemulsi yang non-polar apabila droplet minyak tidak seluruhnya tertutupi oleh pengemulsi yang terdapat dalam fase air (McClement 2013).Pada penelitian ini droplet minyak seluruhnya tertutupi oleh surfaktan Tween 80 karena sifatnya yang larut sempurna dalam air.

Gambar 12.Kelarutan nanogingerolpada berbagai tingkat polaritas pelarut (dari kiri ke kanan) n-heksan, etil asetat, aseton, etanol, methanol dan air. Selain polaritas, nilai pH juga sangat mempengaruhi kelarutan nanoemulsi untuk aplikasi komersial nantinya seperti untuk produk makanan, minuman dan farmasi.Pada percobaan pembuatan nanogingeroldengan metode kombinasi komposisi dan suhuini nilai pH nanoemulsi yang dihasilkan berkisar antara 6.82 – 7.04, nilai pH ini mendekati nilai pH cairan biologis manusia dimana Utami (2012) menyatakan bahwa kondisi pH cairan biologis manusia adalah +7.4, sehingga akan lebih mudah terserap dalam tubuh. Nilai pH nanoemulsi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel7.Selain itu nanoemulsi ini menggunakan surfaktan Tween 80 yang apabila dimanfaatkan lebih lanjut nantinya harus memperhatikan kondisi pH larutan karena menurut American Pharmaceutical Co.

(1994) emulsi yang menggunakan Tween 80 dapat mengalami reaksi penyabunan pada lingkungan asam kuat atau basa kuat. Kelarutan nanoemulsi ini menentukan bagaimana ia berinteraksi dengan molekul lain, partikel dan permukaan biologis seperti saluran cerna.

Komposisi zat aktif nanogingerol

(38)

banyak penambahan fase minyak, jumlah zat aktif nanoemulsi juga semakin meningkat.Untuk lebih jelasnya komposisi zat aktif nanogingerol terdapat pada Lampiran 3.Komponen tertinggi dari nanogingerol adalah [6]-gingerol.Pada ekstrak jahe murni terlihat bahwa komponen tertinggi juga pada senyawa [6]-gingerol (Tabel 5). Dari zat aktif yang terdapat pada nano[6]-gingerol ini terlihat bahwa proses produksi nanogingerol menggunakan metode ini tidak mendegradasi komponen utama zat aktif yang terdapat dalam nanogingerol.Proses produksi nanogingerol ini dilakukan pada kisaran pH 6.82-7.04 dan pada kisaran suhu 30- 50oC, proses pembentukan nanogingerol ini tidak melampaui kondisi ekstrim yang dapat menyebabkan kerusakan zat aktif. Menurut Ravindran dan Babu (2005) kecepatan degradasi dari [6]-gingerol menjadi [6]-shogaol tergantung pada pH dan suhu, stabilitas terbaik pada pH 4, sedangkan pada suhu 100°C dan pH 1, degradasi perubahan relatif cukup cepat.

Bioavailabilitasnanogingerol

Pengujian dilakukan untuk mengetahui jumlah gingerol yang terpenetrasi ke dalam sel membran usus.Pengujian dilakukan dengan metode difusi

Franz.Membran yang digunakan yaitu usus kambing. Cairan sel yang digunakan

merupakan buffer phospat pH 7,4. Kemudian usus dimasukkan kedalam medium larutan reseptor buffer phosphat 7,4 sebagai cairan reseptor. Buffer phosphat 7,4 dianggap simulasi cairan biologis manusia karena kondisi pH yang sama (Utami 2012). Jumlah zat aktif gingerol yang terpenetrasi pada cairan sel diuji dengan metode HPLC.

(39)

Gambar 13. Absorbansi penetrasi nanogingerol dan ekstrak jahe pada panjang gelombang 280 nm

Kemampuan penetrasi dari sediaan nanogingerol ini lebih cepat dan lebih besar dibandingkan dengan sediaan ektrak jahe karena ukuran droplet nanogingerol yang lebih kecil yaitu berskala nano dibandingkan dengan ektrak jahe yang dropletnya masih berukuran mikro.Hal ini juga dinyatakan oleh Huang

et al. (2010), bahwa nanoemulsi memiliki banyak manfaat seperti meningkatkan kelarutan komponen, meningkatkan bioavailabilitas, meningkatkan penyerapan dan mengurangi dosis penggunaan.

Selain ukuran, konduktivitas listrik juga mempengaruhi kemampuan penetrasi nanogingerol.Nanogingerol yang diujikan ini bermuatan –15 mV sedangkan ekstrak jahe murni bermuatan +76 mV. Nanoemulsi yang bermuatan negatifakan mempengaruhi distribusi dan bioavalabilitasnya kedalam sel atau tubuh karena menurut Hasyim (2012) sifat ionik yang terdapat dalam sediaan nanoemulsi/nanopartikel sangat membantu dalam sistem penghantarannya karena akan sangat mudah dilepas dari matriknya dari pada sediaan yang bersifat kationik.

5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Nanogingerol terbaik dengan ukuran < 100 nm diperoleh pada kombinasi fase minyak 30% dan ukuran relatif stabil pada selang suhu 30-50oC. Nanogingerol memiliki keunggulan dibanding ekstrak jahe dengan kestabilan emulsi selama 30 hari, kelarutan yang dapat larut sempurna pada pelarut polar, dan bioavailabilitas yang lebih tinggi (13,22 %). Perubahan ukuran pada penambahan komposisi fase minyak disebabkan oleh faktor viskositas, namun pada kenaikan suhu dipengaruhi oleh gaya antar muka pada droplet.

(40)

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk melakukan penelitianstabilitas nanogingerol pada berbagai suhu dan lama penyimpanan serta bioavailabilitas nanogingerol ekstrak jahe lebih mendalam sehingga pemanfaatan dan aplikasi nanogingerolini dapat diperluas dan aplikasinya bisa lebih selektif.

DAFTAR PUSTAKA

Alvarez-Cerimedo MS, Huck-Iriar C, Candal RJ, Herrera ML. 2010.Stability of Emulsions for Mulated with High Concentrations of Sodium Caseinate and Trehalose.Food Res Int. 43: 1482-1493.

American Pharmaceutical Codex. 1994. Handbook of PharmaceuticalExipients. London Pharmaceutical Press.

Anam C. 2010. Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) Kajian dari Ukuran Bahan, Pelarut, Waktu dan Suhu.Jur Pertanian Mapeta ISSN1411-2817.Vol xii no2.

Anggraeni RD. 2014. Bab 5 Unit Koagulasi-flokulasi.www.scribd.com. [Diunduh pada Juli 2014]

Anonim, Product Spesification Oleoresin 708. Indesco.

Balachandran S, Kentish SE, Mawson R. 2006. The Effect of Both Preparation Method and Season on the Super Critical Extraction of Ginger.Sep. Purif. Technol 48(2);94-105.

Balitro.2012. Rencana Strategis Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah 2012-2014. Kementrian Pertanian. Indonesia.

Baskar V, Selvakumar K, Madhan R, Srinivasan G, Muralidharan M. 2012. Study on Improving Bioavailability Ratio of Anti-inflammatory Compound from Ginger Through Nano Transdermal Delivery. Asian J of Pharm and Clin.Research vol 5 (3); 241-246.

Buckley TH. 1989. Buku Pengangan bagi Para Teknisi Laboratorium: terjemahan Nilawati. IPB-Australia Project. Bogor.

Bhattarai S, Tan VH, Duke CC. 2001. The Stability of Gingerol and Shogaol in Aqueous Solution.J Pharm Sci 90: 1658-1664.

Debnath S, Satayanarayana, Kumar GV. 2011. Nanoemulsion a method to improve the solubility of lipophilic drugs. J of adv in Pharmaceutical Sci vol 2(2-3): 72-83.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharatara Karya Aksara. Jakarta

(41)

Dinsmore AD, Hsu MF, Nikolaides MG, Manuel M, Bausch AR, Weitz DA. 2002. Colloidosomes:selectively permeable capsules composed of colloidal particles. J Sci. 298:1006–1009

Ee SL, Duan X, Liew J, Nguyen QD. 2008. Droplet Size and Stability of Nanoemulsions Produced by The Temperature Phase Inversion Methode.

Chem Eng J.140; 626-631.

Fathona D, Wijaya CH. 2011. Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan Penerimaan Panelis terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale var. Rascoe), Jahe Emprit (Zingiber officinale var. Amarum) dan Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum).[Skripsi]Fakultas Teknologi Pertanian Program Studi TIP.IPB. Bogor.

Giancoli DC. 1996. Physics 4th Ed. Springer-Verlag

Guzey D, McClement DJ. 2007. Impact of Electrostatic Interactions on Formation and Stability of Emulsion Containing Oil Droplets coated by Beta-lactoglobulin-pectin Complex. J of Agric and Food Chem. 55(2);475-485. Hartomo AJ, Widiatmoko. MC. 1993. Emulsi dan Pangan

InstantBerlesitin.Yogyakarta.Andi Oflset

Hasyim AA. 2012. The Delivery of Nanoperticles. Jeneza Trdine 9, 51000 Rijeka. Croatia.

Huang Q, Yu H, Ru Q. 2010. Bioavailability and Delivery of Nutraceuticals using Nanotechnology.J Food Sci. 75; R50-70.

Herrera ML. 2012. Analytical Technique for Studying the Physical Properties of

Lipid Emulsion ; Nano and Micro Food Emulsions. Springer.

Korbenkandi, H. Siavash I. 2012. The Delivery of Nanoparticle; edited by Abbas A Hashim. Intech. Croatia.

Koswara S. 2006. Teknologi Enkapsulasi Flavor Rempah-rempah.www.ebookpangan.com. [20 Januari 2013]

Lee Sj, McClement DJ. 2010. Fabrication of Protein Stabilized Nanoemulsion Using a Combinezed Homoginization and Amphiphilic Solvent Dissolution/evaporation Approach. J Food Hydrocolloids 24; 560-569.

Lee SJ, Choi SJ, Li Y, Decker EA, McClement DJ. 2011. Protein Stabilized Nanoemulsions and Emulsions: Comparizon of Phisicochemical Stability, Lipid Oxidation dan Lipase Digestibility. J Agric Food Chem. 59; 415-427 Li Y, McClement DJ. 2010. Structured Emulsion Based Delivery System;

Controlling the Didestion and Release of Lipophilic Food Componant. Adv Colloid Interface Sci. 159; 213-228.

Li Y, Zheng J, Xiao H, McClements DJ. 2012. Nanoemulsion: Based Delivery Systems for Poorly Water-soluble Bioactivecompounds: Influence of Formulation Parameters on Polymethoxyflavone Crystallization. Food Hydrocolloids Sci.27: 517-528.

Liu W, Sun D, Li C, Liu Q, Xu JJ. 2006. Formation and Stability of Paraffin Oil in Water Nanoemulsion Prepared by the Emulsion Inversion Point Method.

Colloid interface Sci.303: 557-563.

Marpaung M. 2014. Viskositas dan Rheologi. Percobaan II.www.academis.edu. [5 Januari 2014].

(42)

Mason TG, Wilking JN, Meleson K, Chang CB, Gravas SM. 2006. Nanoemulsions: Formation, structure and physical properties. J of Physic

Condens Matter 18; R635-R666.

McClement DJ. 2013. Edible Lipid Nanoparticle: Digestion, Absorpsion and Potensial Toxicity. Progress in Lipid Research 52; 409-423.

McClement DJ. 2011. Edible Nanoemulsion: Fabrication, Properties and Functional Performance. J Soft Matter 7(6); 2297-2316.

McClement DJ. 2010. Emulsion Design to Improve the Delivery of Funcional Liphophilic Component. An Rev of Food Sci and Tech. 1(1); 241-256.

McClements DJ. 2005. Food Emultions: Principles, Practices and

Techniques.CRC Press. New York, pp 265-339

McClements DJ, Li Y. 2010. Structured Emulsion-based Delivery Systems: Controlling the Digestion and Release of Lipophilic Food Components.Adv Colloid Interface Sci. 159:213–228.

McClements DJ, Rao J. 2011. Food Greed Microemulsion, Nanoemulsion and Emulsions: Fabrication from Sucrose Monopalmitate and Lemon Oil. JFood Hydrocolloids Sci. 25: 1413-1423.

McClements DJ, Cheng Q. 2011. Formation of Nanoemulsions Stabilized by Model Food-grade Emulsifiers Using High-pressure Homogenization: Factors Affecting Particle Size. JFood Hydrocolloids Sci. 25: 1000-1008.

Ochomo M, Monsalve-Gonzales A. 2009. Natural Flavor Enhancement Composition for Food Emulsion. US Patent 2009/0196972 A1. Clorox Co. Oakland.

Paimin FB, Murhananto. 2000. Budidaya, Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 4-17.

Peng LC, Liu CH, Kwan CC, Huang KF. 2010. Optimization of Water in Oil Nanoemulsions by Mixed Surfactants. JColloids Surf a Physicochem Eng Asp. 370: 136-142.

Perkins WS. 1998. Surfactans A Primer. p51-54. infohouse.p2ric.org. [11 Juni 2014].

Perry RH, Chilton CH. 1999. Chemical Engineer’s Handbook.7th edition.McGraw-Hill Kogakusha. Tokyo.

Pharmaceutical Codex. 1994. London Pharmaceutical Press.

Prasetyo S, Cantawinata AS. 2010. Pengaruh Temperature, Rasio Bubuk Jahe Kering dengan Etanol dan Ukuran Bubuk Jahe Kering Terhadap Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingeber officinale, Rosc). Prosseding Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 4-5 Agustus 2010. ISSN; 1411-4216; c23-1-c23-7.

Pujaatmaka AH. 1986. Kamus Kimia. Balai Pustaka. Jakarta.

Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robins SRJ. 1981. Spices Vol III. Longman Inc. New York.

Qian C, Decker EA, Xiao H, McClement DJ. 2012. Physical and Chemical

Stability of β-caroten-encriched Nanoemulsions: Influence oh pH, Ionic Strength. Temperature and Emulsifier Type.J Food Chemistry 132; 1221-1229.

Gambar

Gambar 5. Proses Penyediaan Ekstrak Jahe
Gambar 6. Proses Pembuatan nanogingerol
Gambar 7. Sistematika Penelitian Tahap III
Tabel 5. Perbandingan ekstrak jahe dengan standar LPTI dan BP Kimia Bogor  Karakteristik  Standar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini rnenunjukkan bahwa ekstrak jahe merah, herba suruhan maupun campurannya memiliki efektivitas yang sama dalam menurunkan konsentrasi asam urat darah tikus

Jika dilihat dari derajat kristalinitas dan ukuran partikel, nanosilika yang dihasilkan pada kondisi suhu 150 o C dan waktu 4 jam serta suhu 180 o C dan waktu 6 jam tidak

Penambahan ekstrak jahe 3% lebih disukai oleh konsumen daripada dengan konsentrasi lainnya, karena penambahan ekstrak jahe yang lebih tinggi dapat mengurangi rasa serta aroma

Penelitian ini adalah uji kadar protein dan organoleptik pada keju tradisional dari susu sapi dengan penambahan ekstrak jahe (Zingiber officinale, Rosc). Penelitian ini

Tujuan penelitian ini untuk menentukan suhu dan waktu optimum hidrolisis enzimatik terhadap jumlah glukosa yang dihasilkan menggunakan variasi suhu (30, 40, 50 dan 60) o C

Ekstrak adalah sediaan galenik yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia hewani atau nabati menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

Viskositas Kinematik Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 65 o C 35 Gambar LD.1 Hasil Analisis GC Komposisi Bahan Baku Minyak Jelantah LD-1 Gambar LD.2 Hasil Analisis AAS

Disampaikan pada Seminar Nasional &amp; Kongres PATPI 2008 “Penerapan Ilmu dan Teknologi untuk Meningkatkan Kualitas dan Ketahanan Pangan dalam Memperluas Akses Pasar..