• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sunda Zoku No Kekkon Shiki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sunda Zoku No Kekkon Shiki"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SUNDA ZOKU NO KEKKON SHIKI

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O l e h

IKA SARTIKA

NIM: 072203011

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad

SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya ini, sebagai

persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa

Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul

“Upacara Perkawinan Adat Sunda”.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam Kertas Karya ini

masih jauh dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk

kearah perbaikan.

Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi

Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Nandi. S, selaku Dosen Pembimbing yang dengan ikhlas telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

penulis sampai Kertas Karya ini dapat diselesaikan.

(3)

5. Seluruh staf pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.

6. Teristimewa kepada keluarga besar penulis, Ayahanda H. Agus Supriatna

dan Ibunda Hj. Mastuti, Mb’ Dewi Sundari, Amd dan Deq Agung Maulana

Putra. Terimakasih atas doa yang telah dipanjatkan, memberikan motivasi

dan semangat sehingga selesainya perkuliahan dan penyusunan Kertas

Karya ini.

7. Teman-teman stambuk 07, 08, 09, Iin, Kiki, Nisa dan juga Kakak dan

Abang alumni, Bang Marwan, Bang Andre, Bang Yahya dan semua pihak

yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam

penyusunan Kertas Karya ini.

Akhir kata penulis memohon maaf kepada pembaca atas segala kesalahan

dan kekurangan dalam pengerjaan kertas karya ini. Penulis mengharapkan semoga

Kertas Karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2010

Penulis

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 1

1.3 Tujuan Pemilihan Judul ... 2

1.4 Metode Penulisan... 2

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SUNDA ... 3

2.1 Letak Geografis ... 3

2.2 Penduduk ... 3

2.3 Agama ... 3

2.4 Mata Pencaharian ... 4

BAB III UPACARA PERKAWINAN ADAT SUNDA ... 5

3.1 Tahap Persiapan ... 5

3.2 Tahap Pelaksanaan ... 5

3.3 Tahap Akhir ... 13

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 16

4.1 Kesimpulan ... 16

4.2 Saran ... 16

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Alasan Pemilihan Judul

Dalam masyarakat tradisional, kebudayaan masih sangat dipegang teguh.

Hal ini dapat diwujudkan dalam pelaksanaan berbagai macam upacara tradisional

yang menjadi arena dan sarana sosialisasi bagi kebudayaan yang telah

dimantapkan lewat pewarisan tradisi. Dalam hal ini, penulis ingin

memperkenalkan salah satu kebudayaan Indonesia, yaitu Upacara Perkawinan

Adat Sunda.

Upacara Perkawinan Adat Sunda adalah suatu upacara yang sangat

menarik. Di dalam upacara ini banyak sekali pelajaran yang dapat diambil, yaitu

rasa kekeluargaan, sikap gotong royong, keteguhan memegang adat istiadat, dan

sikap kepercayaan kepada Agama.

Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk membahas tentang

Upacara Perkawinan dari suku ini, kemudian menuangkannya dalam kertas karya

ini.

1.2 Pembatasan Masalah

Dalam kertas karya ini, penulis hanya membahas tentang gambaran umum

masyarakat Sunda dan tahap-tahap pelaksanaan upacara perkawinan adat Sunda,

(6)

1.3Tujuan Pemilihan Judul

Adapun tujuan penulis mengangkat “Upacara Perkawinan Adat Sunda”

sebagai judul kertas karya adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperkenalkan Upacara Perkawinan agar dapat dilestarikan,

khususnya perkawinan adat Sunda.

2. Untuk mengetahui tujuan, alasan, dan tahap-tahap pelaksanaan dalam

Upacara Perkawinan Adat Sunda.

3. Untuk menambah wawasan pembaca dan juga penulis tentang Upacara

Perkawinan Adat Sunda.

4. Melengkapi persyaratan untuk dapat lulus dari Program Studi D3 Bahasa

Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

1.4Metode Penulisan

Penulisan kertas karya ini menggunakan metode kepustakaan (Library

Research) yaitu metode mengumpulkan data-data atau informasi dengan

membaca bahan-bahan berupa buku yang berhubungan dengan topik kertas karya

(7)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SUNDA

2.1 Letak Geografis

Secara geografis, Jawa Barat, tempat kebudayaan Sunda lahir, tumbuh,

dan berkembang, terletak pada posisi antara 5o 50’ dengan 7o 50’ Lintang Selatan

dan antara 104o 48’ dengan 108o 48’ Bujur Timur. Luas wilayahnya adalah 46.890

km2.

Bandung menjadi ibu kota Daerah Tingkat I Jawa Barat dan pusat

kebudayaan Sunda terletak hampir di tengah-tengah wilayah Jawa Barat. Kota ini

jaraknya sekitar 187 km dari Jakarta dan 964 km dari Banyuwangi di ujung timur

Pulau Jawa.

2.2 Penduduk

Sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah suku bangsa Sunda yang

memiliki bahasa sendiri. Banyak juga suku-suku lainnya yang berdomisili di Jawa

Barat, seperti suku Batak, Melayu dan lain-lain. Menurut sensus tahun 1961,

penduduk Jawa Barat tercatat 17.614.555 orang. Jawa Barat adalah daerah yang

padat penduduknya. Setiap tahun rata-rata bertambah 226.720 orang atau 1,9%.

2.3 Agama

Umumnya orang-orang Sunda sekarang ini penganut agama Islam yang

taat. Ini dibuktikan dengan banyaknya mesjid dan tajug-tajug (surau atau langgar)

dan pesantren-pesantren di daerah Jawa Barat. Disamping penganut agama Islam

(8)

Adat istiadat warisan leluhurnya tetap dipelihara sampai sekarang. Mereka

melaksanakan adat istiadatnya dengan tertib dalam kehidupannya sehari-hari.

Adat istiadat tersebut berhubungan erat dengan sistem kepercayaan lama orang

Sunda, yaitu sistem kepercayaan nenek moyang orang Sunda.

2.4 Mata Pencaharian

Umumnya orang Sunda hidup dari hasil bertani. Sistem pertanian adalah

sistem huma (ladang) dan sistem sawah. Tapi bagi orang Kanekes, menggarap

tanah dengan sistem sawah merupakan hal yang tabu. Disamping berladang,

sumber penghidupan mereka menyadap enau untuk dijadikan gula merah, mencari

madu lebah di hutan, berburu di hutan, menangkap ikan di sungai dan

mengupayakan tanaman keras untuk dipetik buahnya seperti pisang, durian, petai,

(9)

BAB III

UPACARA PERKAWINAN ADAT SUNDA

3.1 Tahap Persiapan

Yang dilakukan pada tahap persiapan pada Upacara Perkawinan Adat

Sunda adalah seperti berikut:

1. Menerima Dan Melaksanakan Lamaran

Acara Nyeureuhan atau Narosan atau lamaran adalah kelanjutan dari

Neundeun Omong (menaruh omongan) atau masa-masa penjajakan yang

dilakukan pihak orangtua laki-laki. Acara lamaran ini juga bisa terwujud kalau

diantara muda-mudi itu sudah saling menjalin hubungan, sementara kedua

orangtua mereka juga sudah saling merestui hubungan itu.

Lamaran ini adalah awal kesepakatan untuk menjalin hubungan lebih jauh

lagi. Saat inilah kedua keluarga besar itu untuk pertama kali bersilaturrahmi

secara formal.

2. Pembentukan Panitia

Sesuai hasil pembicaraan yang sudah disepakati saat acara lamaran,

keluarga Calon Pengantin Wanita segera membentuk panitia agar bisa

mempersiapkan gedung, undangan, menyewa pakaian, menghubungi katering, dan

lain-lain

3.2 Tahap Pelaksanaan

Sejak kepanitiaan mulai dibentuk, ada beberapa fase tugas yang harus

(10)

masih tetap dilestarikan hingga saat ini. Lima acara itu adalah lamaran, siraman,

seserahan, ngeuyeuk seureuh, akad nikah/pemberkatan gereja, dan saweran.

1. Ngebakan/Siraman

Siraman artinya memandikan. Secara filosofis, siraman itu dimaksudkan

sebagai upaya penyucian diri lahir bathin sebelum memasuki mahligai

perkawinan.

Upacara siraman ini merupakan kesempatan bagi si anak untuk memohon

doa restu kepada kedua orangtua maupun kepada sesepuh. Tujuannya agar dalam

mengarungi hidup baru nanti mendapatkan restu dan limpahan kebaikan dari

mereka. Upacara ini merupakan simbol penyucian diri, maka sebelum upacara

siraman ini dilangsungkan biasanya diselenggarakan pengajian.

2. Ngaras (Mencuci Kaki Orangtua)

Ngaras berarti membersihkan kaki kedua orangtua. Makna yang lebih

dalam dari upacara ini adalah harapan agar Calon Pengantin Wanita/Calon

Pengantin Pria bisa menjalani kehidupan rumah tangga seperti kedua orangtuanya.

Ngaras sebelum Calon Pengantin Wanita atau Calon Pengantin Pria

melaksanakan siraman. Upacara ini sebagai ungkapan rasa sayang dan hormat

seorang anak kepada kedua orangtuanya.

3. Ngecagkeun Aisan (Melepaskan Gendongan)

Upacara ngecagkeun aisan artinya melepaskan gendongan. Secara

simbolik inilah gendongan terakhir seorang ibu. Maknanya, selama ini selalu

(11)

mulai melepaskan tanggung jawabnya sebagai orangtua kepada putrinya yang

akan segera memasuki pintu gerbang rumah tangga.

4. Ngeningan (Mengerik)

Usai siraman, dengan diantar kedua orangtuanya ke kamar pengantin,

setelah itu Calon Pengantin Wanita menuju kamar mandi untuk mandi sendiri atau

membersihkan bunga-bunga bekas upacara siraman dan kotoran lain yang

menempel di tubuhnya. Sebelum dirias, Calon Pengantin Wanita menjalani

upacara ngeningan (mengerik rambut halus) yang berada di depan maupun

belakang kepalanya. Upacara ini biasanya dilakukan sendiri oleh juru rias.

5. Seserahan / Seren Sumeren

Seserahan/seren sumeren artinya menyerahkan atau memasrahkan.

Maksudnya adalah lanjutan dari tahapan lamaran yang sudah dilakukan oleh pihak

keluarga Calon Pengantin Pria ke rumah keluarga Calon Pengantin Wanita. Dalam

acara ini pihak keluarga Calon Pengantin Pria menyerahkan calon mempelai pria

untuk nantinya bisa dinikahkan dengan Calon Pengantin Wanita.

Dalam acara seserahan ini, keluarga Calon Pengantin Pria menyerahkan

beberapa bingkisan yang besar-kecil maupun banyak-sedikitnya tergantung pada

kesepakatan masing-masing keluarga. Biasanya barang-barang tersebut berupa

uang, pakaian perempuan, perhiasan, alat kecantikan dan keperluan wanita.

Bahkan di dusun-dusun juga ditambahkan dengan sirih-pinang, kue-kue, beras,

(12)

6. Upacara Ngarasulkeun

Malam hari sebelum barang-barang itu dibawa, di rumah keluarga Calon

Pengantin Pria biasanya diselenggarakan acara Ngarasulkeun. Acara ini

merupakan selamatan bagi Calon Pengantin Pria maupun keluarga besarnya agar

acara pernikahan maupun pestanya bisa berlangsung sukses tanpa halangan

apapun.

7. Ngeuyeuk Seureuh

Ngeuyeuk Seureuh berasal dari kata paheuyeuk-heuyeuk jeng beubeureuh

(bekerja sama dengan pacar). Ada yang mengatakan bahwa Ngeuyeuk itu berasal

dari kata Ngaheyeuk, yang artinya mengurus atau menyelenggarakan. Ngeuyeuk

juga bisa bergandeng-gandengan. Maksudnya, jalin kerjasama yang baik agar

pekerjaan itu bisa selesai dengan baik.

Waktu untuk melaksanakan upacara ini adalah di petang hari, sehari

sebelum hari perkawinan. Yang melaksanakan hanya wanita-wanita yang telah

berumur dan pimpinan seorang wanita yang ahli dalam upacara tersebut. Dibantu

oleh laki-laki yang juga sudah berumur yang bertugas membaca doa serta

membakar kemenyan waktu memulai upacara.

8. Akad Nikah (Walimah)

Upacara akad nikah (walimah) atau upacara adat perkawinan yang pokok,

baik secara adat maupun agama. Ditinjau dari segi agama, upacara ijab

kabul/pemberkatan gereja/peresmian di wihara adalah peristiwa yang wajib

dilakukan bagi mereka yang ingin memasuki bahtera rumah tangga. Yang

(13)

adalah pusat kegiatan keagamaan, sekaligus mengikuti tradisi lama. Yang

memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu atau Naib, ialah

pejabat Kantor Urusan Agama.

9. Sabada Nikah

Serangkaian upacara yang dilakukan setelah akad nikah adalah Sabada

(sesudah) Akad Nikah. Tujuannya adalah untuk memeriahkan acara pesta

perkawinan dan dilakukan usai pasangan sejoli itu resmi menjadi suami-isteri,

namun rangkaian ini adalah puncak dari rangkaian panjang Upacara Perkawinan

Adat Tradisional Sunda.

10. Nyawer

Asal kata Nyawer atau Sawer adalah awer, yang mempunyai arti “air

jatuh menciprat”. Perlengkapan upacara ini terdiri atas beras putih, irisan kunir

tipis, uang kecil (receh), dan biasanya uang logam mudah dilemparkan

(ditaburkan), bunga serta dua buah tektek (gulungan daun sirih membentuk

kerucut yang didalamnya berisi ramuan sirih seperti kapur, gambir, pinang dan

sebagainya). Semua perlengkapan tersebut dicampur-aduk dijadikan satu dalam

sebuah bokor yng terbuat dari perak atau perunggu. Maksud upacara ini

seolah-olah melemparkan atau menaburkan harta kekayaan yang harus dipunyai oleh

kedua mempelai setelah berumah tangga. Bukanlah sekedar membuang-buang

percuma, akan tetapi memberi petunjuk agar mereka setelah berbahagia, janganlah

(14)

Pembekalan untuk sepasang mempelai itu bisa secara langsung diberikan,

tapi banyak diantaranya yang berupa simbol-simbol. Salah satunya wujud

pembekalan itu berupa awer-awer nasehat.

11. Meuleum Harupat

Lelaki selalu diidentikkan dengan otot, kekuatan, kejantanan, kekerasan,

dan kegalakan. Dalam Upacara Perkawinan Adat Sunda, simbol ini divisualkan

dalam upacara Meuleum Harupat. Harupat adalah lambang sifat lelaki yang

gampang patah, keras dan hitam. Sikap pemarah lelaki digambarkan dengan nyala

lidi dari lidi ijuk (Meuleum Harupat) pada akhirnya harus bertekuk dengan sikap

lembut wanita. Api amarah lelaki itu menjadi padam ketika disiram dengan air

kelembutan seorang wanita.

12. Nincak Endog

Nincak dalam bahasa Indonesia artinya menginjak. Endog artinya telur.

Nincak Endog artinya menginjak telur. Telur yang digunakan dalam upacara ini

adalah telur ayam. Upacara ini biasanya dilangsungkan di depan pintu rumah.

Telur yang yang akan pergunakan untuk acara ini sebelumnya dimasukkan ke

kantung plastik. Telur dalam plastik kemudian ditaruh di atas cowet (cobek) yang

disatukan dengan elekan (bambu untuk kumparan benang tenun) dan di atasnya

diletakkan tunjangan (papan) yang sudah dibungkus dengan kain putih. Pengantin

pria menghadap ke pintu, sementara pengantin wanita berada di depannya

membelakangi pintu. Kemudian pengantin pria menginjak tunjangan itu

sekuat-kuatnya sehingga telur maupun cobeknya pecah. Pengantin wanita kemudian

(15)

Pada saat yang bersamaan jari jempol pengantin pria ditekankan ke ubun-ubun

pengantin wanita, sebagai simbol keseimbangan dan keharmonisan hidup. Kendi

yang dipakai untuk menyiram kaki pengantin pria itu kemudian dibanting sampai

pecah. Ini sebagai lambang kesepakatan kedua mempelai untuk tidak

mempersoalkan masa lalu mereka, membuang jauh sifat buruk yang selama ini

ada pada diri mereka dan menyatakan kepuasan hati.

13. Buka Pintu

Sebelum memasuki rumah keluarga pengantin wanita, pengantin pria

harus mengetuk pintu tiga kali. Dari dalam rumah pengantin wanita tidak

langsung membukakan pintu. Ia perlu memastikan apakah pria yang mengetuk itu

benar-benar buah hatinya yang baru saja menikahinya.

Dialog ini biasanya dilakukan dengan gaya berpantun atau sajak dan tidak

semua pengantin mampu melakukannya. Agar pembacaan pantun ini lebih

menarik, dialog ini biasanya dilakukan oleh sepasang Juru Sawer pria dan wanita.

Dialog biasanya diakhiri dengan tes dari si pengantin wanita untuk pengantin pria,

yaitu apakah sang pengantin mampu melafalkan dua kalimah sahadat atau tidak.

Setelah mempelai pria mengucapkan sahadat, maka pintu pun dibuka, pengantin

pria disambut oleh istrinya dengan sembah sungkem dan berjalan bersama-sama

menuju ke tempat Huap Lingkung.

14. Huap Lingkung

Huap Lingkung artinya saling suap-menyuapi. Selain sebagai simbol

mendapatkan rezeki secara adil untuk kedua mempelai, juga untuk lebih

(16)

Dulu acara ini selalu diselenggarakan dengan duduk di atas tikar atau

karpet. Tetapi sekarang umumnya acara pesta diselenggarakan di gedung

pertemuan atau di mesjid, maka Huap Lingkung pun diselenggarakan di kursi

pelaminan dan diapit orangtuanya masing-masing.

Acara ini dibagi dalam dua tahap. Pertama adalah suapan orangtua

pengantin wanita untuk menantu dan untuk putrinya. Kemudian kedua orangtua

pengantin pria menyuapi pengantin putri lalu pada putranya. Filosofi yang

terkandung adalah kedua orangtua dari kedua mempelai memberikan kasih

sayang yang sama kepada kedua mempelai.

Tahap berikutnya adalah suap-suapan diantara kedua mempelai

masing-masing sebanyak tiga suapan. Posisi duduk pengantin pria disebelah kiri dan

pengantin putri sebelah kanan. Tangan kanan pengantin pria merangkul pengantin

putri dengan jari tangannya mengarah ke mulut pengantin putri. Sebaliknya,

tangan kiri pengantin putri memegang bahu kiri pengantin pria, sementara tangan

kanan mengarah ke mulut pasangannya. Setelah posisi tepat, barulah dimulai

upacara Huap Lingkung.

Setelah itu mereka saling meminumkan air ke mulut pasangannya, yang

kemudian ditutup dengan acara Pabetot-betot Bakakak Ayam. Caranya kedua

mempelai masing-masing memegang paha ayam dan setelah diberi aba-aba oleh

juru rias, keduanya saling menarik paha ayam sekuatnya. Yang berhasil

mendapatkan yang lebih besar itulah yang menang dan konon dialah yang

nantinya yang akan mampu membawa rezeki yang lebih banyak. Setelah itu

potongan ayam yang besar itu harus digigit bersama, sebagai simbol bahwa meski

(17)

15. Ngaleupaskeun Japati

Ngaleupaskeun Japati artinya melepaskan merpati. Dengan diantar kedua

orangtua kedua mempelai, juru rias, keluarga, dan kerabat dekat, Raja dan Ratu

Sehari itu kemudian berjalan keluar ruangan. Di tempat ini telah disiapkan

sepasang merpati, sebagai “alat” utama untuk upacara Ngaleupaskeun Japati

(melepaskan merpati). Bagi masyarakat Sunda, merpati adalah sosok binatang

yang memiliki kebiasaan yang positif. Dengan dilepaskannya merpati,

mengabarkan kepada masyarakat luas bahwa kedua sejoli itu sudah resmi terikat

dalam pernikahan yang sah.

16.Doa Dan Ucapan Selamat

Dengan berakhirnya upacara Huap Lingkung, maka selesailah seluruh

rangkaian upacara adat yang diselenggarakan oleh keluarga pengantin putri.

Upacara ini biasanya diakhiri dengan doa yang dipimpin seorang ulama. Sebelum

kemudian memasuki acara pesta yang akan dihadiri oleh undangan, kedua

mempelai bersama kedua orangtua. Mereka menerima ucapan selamat dari

keluarga dan kerabat dekat mereka.

3.3 Tahap Akhir

Dalam Upacara Adat Sunda, ada dua upacara lagi yang masih sering

dilakukan usai perhelatan akbar di mesjid, gedung pertemuan, atau di rumah

pengantin wanita. Dua acara itu umumnya dilakukan di rumah pengantin pria,

(18)

1. Numbas

Sepasang pengantin Sunda zaman dulu, umumnya baru boleh “kumpul”

memasuki hari ketujuh usai akad nikah. Karena itu, usai malam pertama, biasanya

diselenggarakan upacara Numbas esok harinya. Ini adalah upacara syukuran atas

berlangsungnya malam pertama itu dengan selamat dan sukses. Maksudnya, sang

suami bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, sementara si istri juga masih

perawan.

Numbas adalah upacara spesifik yang mungkin hanya dilakukan di Tanah

Pasundan. Upacara yang dilakukan di rumah keluarga pengantin pria ini biasanya

tidak mengundang oranglain. Mereka cukup mengirim nasi tumpeng, peralatan

rumah tangga, peralatan dan pakaian wanita kepada pihak besan sebagai tanda

bahagia karena ia mendapatkan menantu yang tidak mengecewakan. Pihak

keluarga pengantin wanita yang mendapatkan kiriman itu tentu saja merasa lega

dan senang hati. Sebagai ungkapan rasa suka cita ini, pihak keluarga pengantin

wanita tidak ingin menikmatinya sendirian. Ia juga memasak nasi uduk dan

masakan itu langsung ia bagi-bagikan kepada para tetangga dan kerabat dekat,

terutama mereka yang banyak terlibat dalam acara perkawinan putrinya.

2. Ngunduh Mantu

Ngunduh Mantu adalah upacara penutup perhelatan Upacara Perkawinan

Tradisional Sunda. Acara yang diselenggarakan keluarga pengantin pria ini

biasanya diselenggarakan pada hari ketiga atau ketujuh setelah upacara akad

nikah. Umumnya penyelenggaraan acara ini tidak sebesar atau semeriah Upacara

Nyawer yang diselenggarakan pihak keluarga pengantin wanita, karena yang

(19)

Upacara Ngunduh Mantu ini dimaksudkan untuk memberikan pengalaman

pada pengantin putri agar dapat hidup di lingkungan keluarga pengantin pria.

Acara ini diselenggarakan sebagai ungkapan bahagia keluarga pria yang berhasil

mendapatkan menantu yang sesuai harapannya dan seluruh acara itu berlangsung

dengan sukses.

3. Pembubaran Panitia

Ditandai dengan sajian bubur sumsum, bubur halus yang terbuat dari

tepung beras dan diberi cairan gula kelapa, maka berakhirlah tugas seluruh

panitia. Bubur sumsum ini adalah simbol permohonan agar sumsum (saraf tulang

belakang) yang kecapaian selama ini bertugas membantu tuan rumah

menyelenggarakan pesta perkawinan segera bisa pulih. Acara ini sekaligus

sebagai ungkapan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

(20)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses perkawinan Adat Sunda terdiri dari beberapa tahap, yaitu Tahap

Persiapan, Tahap Pelaksaan, Puncak Acara, dan Tahap Akhir.

2. Serangkaian tata upacara adat yang rumit, merupakan tugas yang tidak

gampang bagi siapa pun untuk menyelenggarakan pesta perkawinan adat

Sunda ini.

3. Setiap tahapan upacara dari tahap persiapan sampai tahap akhir

mengandung makna simbolis yang tujuannya untuk kebahagiaan

mempelai atau keluarga masing-masing.

4. Hal yang paling menonjol dalam Upacara Perkawinan Adat Sunda ini

adalah sifat kebersamaan, gotong royong dan saling menghargai satu sama

lain.

4.2 Saran

Dari pembahasan tentang Upacara Perkawinan Adat Sunda ini, maka

penulis menyarankan:

1. Agar kita lebih bisa menghargai dan melestarikan kebudayaan kita.

2. Upacara-upacara perkawinan yang sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Artati Agoes. 2003. Kiat Sukses Menyelenggarakan Perkawinan Adat

Sunda. Jakarta, Gramedia Pustaka Umum.

Referensi

Dokumen terkait

resepsi yang diadakan setelah upacara, biasanya pengantin akan mengganti. kimono dengan pakaian pengantin

dampaknya terhadap keutuhan rumah tangga di Kecamatan Sumber Jaya. Upaya penasehatan yang dilakukan BP4 kepada pasangan calon pengantin. maupun keluarga yang

Pada saat dilakukan pesta perkawinan maka pengantin pria di jemput oleh pihak keluarga anak daro , hasil wawancara Pak Dodi tgl 13 Mei 2017 yang menjemput marapulai

Sebagai kelanjutan dari narosan atau ngelamar pihak orang tua calon pengantin pria mulai mempersiapkan kepada piahak calon mempelai wanita, dilakukan 3-7 hari

Jika pada upacara panggih adat Jawa di tempat lain pengantin putri tidak berjalan mengelilingi pengantin lelaki setelah membasuh kakinya, maka adat pengantin cara Surabaya ini

sebagai unit keluarga” penyesuaian terhadap perubahan ini biasanya lebih sulit bagi wanita daripada pria karena kehidupan wanita berpusat pada rumah dan anggota keluarga selama tahun

1) Risik Kono, merupakan ajang perkenalan keluarga calon pengantin. Orang tua pengantin pria, biasanya diwakili oleh ibunya akan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan

Kondisi ini mendorong seolah-olah iket Sunda hanya dipakai pada saat pria di Sunda mengikuti upacara adat atau dipakai pada busana tari pertunjukan yang menunjukkan tokoh dalam tari