• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karet yang Elastis dan Dinamis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karet yang Elastis dan Dinamis"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KARET YANG ELASTIS DAN DINAMIS

Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si, M.Sc

Departemen Hama & Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU Medan 20154

zuliyanti@yahoo.com

a. Sejarah Karet

Karet (Hevea brasilienis Muell. Arg.) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet pertama kali diperkenalkan orang Indian dari Peru dan dibawa ke Perancis. Karet yang diambil de la

Condamine berasal dari jenis Casilloa elastica Cerv. Aublet (1775), termasuk dari 11

spesies yang tergolong karet. Permintaan terhadap karet untuk dijadikan jas hujan, sepatu bot dan semakin berkembang satelah vulkanisasi oleh Good Year pada tahun 1893 di USA. Proses vulkanisasi yang mencampur karet dengan belerang telah membuat revolusi

industri berjalan pesat dengan jumlah dan mutu karet yang lebih meningkat. Permintaan semakin bertambah naik, seiring dengan penemuan ban angin oleh Dunlop pada tahun 1888 yang digunakan untuk sepeda. Selanjutnya dengan penemuan mobil pada tahun 1895 sehingga pasokan karet dari Brasil terasa semakin berkurang. Untuk menyahuti pangsa pasar, pada tahun 1872, Farris mengirimkan 2000 biji karet dari Brasil ke Kebun Raya Kew, Inggris. Tahun 1875, kedua kiriman tersebut mengalami kegagalan. Selanjutnya Wickham pada bulan Juni 1876 mengirimkan kembali 70.000 biji karet ke Kew. Sebanyak 1397 biji berkecambah, kira-kira 1900 biji dikirim ke Srilanka, beberapa ke Malaysia dan hanya 2 biji ke Kebun Raya Bogor, Indonesia. Kedua biji tersebut berkembang dan menjadi sumber plasma nutfah karet di Indonesia.

Impor biji karet dilakukan sejak tahun 1882 sebanyak 35 biji ke Malaysia, 33 berkecambah. Tahun 1890 dari Kew dikirimkan kembali ke Bogor, dilanjutkan tahun 1898 dari Brazilia via Paris ke perkebunan Ucing di Jawa (Djikman, 1951). Ridley dan Curtis mencoba penyadapan ”sirip ikan” lalu dikembangkan menjadi penyadapan

”bentuk v” menjadi irisan spiral kiri. Kraena pengaruh kerusakan perkebunan teh, hama

(2)

karet pertama kali di Indonesia terdapat pada tahun 1902 seluas 176 hektar berlokasi di Pantai Timur Sumatera dan Aceh. Sedangkan perkebunan di Jawa Barat dibuat pada tahun 1906 dengan luas 10125 hektar. Perkebunan karet rakyat yang pertama ditemukan pada tahun 1908 di Kalimantan dan Sumatera.

Pertumbuhan dan perkembanagn karet setelah ditanam memerlukan beberapa perlakuan sebagai berikut: penyiangan sekitar pohon (penyiangan barisan pohon) serta penyiangan gawangan (penyiangan antar barisan pohon). Disamping itu pemberantasan lalang dengan cara pembakaran, pencangkulan, pembajakan dengan traktor, kimiawi, mekanika dan pemberanatsan hama dan penyakit tanaman sangat memegang peranan penting bagi perawatan tanaman karet.

b. Hama-Hama Tanaman Karet

Yang termasuk jenis-jenis hama tanaman karet yang sering dijumpai di TBM dan pembibitan adalah tungau (mites) dan rayap yang mengganggu pertumbuhan tunas atau pucuk yang baru tumbuh. Tanda-tanda tanaman karet yang terkena hama sangat spesifik tergantung jenis hamanya. Jenis-jenis hama dan cara pemberantasannya adalah dilakukan secara spesifik, simultan dan berkesinambungan dengan cara kultur teknis, mekanis, kimiawi dan biologi kontrol. Jenis-jenis hama tanaman karet adalah sebagai berikut: 1. Kutu Lak (Laccifer greeni Chamberlis) menyerang dan menghisap cairan jaringan

tanamn karet sehingga ranting-ranting lemah dan menggugurkan daun, terbentuknya jelaga hitam pada permukaan daun dan menghambat fotosintesis. Penyebaran kutu lak dilakukan semut. Pemberantasan menggunakan kimiawi (Anthio 3 EC=0.15%+ Surfaktan Citrowett=0.025%, Albolineum 2%, Formalin 0.15%) atau rotansi 3 minggu sampai dengan serangan habis dibasmi (Djikman, 1951; Sianturi, 1989). 2. Kutu Scalle Insects (Saissetia nigru) yang menghisap cairan tanaman dan diternakan

oleh semut. Pemberantasan menggunakan Albolineum (2%) disemprot dengan rotasi 1-2 mg, Tamorun (0.05-0.1%) disemprot dengan rotasi 1-2 minggu sampai serangan hilang (Djikman, 1951).

(3)

pucuk-pucuk muda, tanmanamelengkung dan daun-daun keriting. Pemberantasan menggunakan Albolineum dan Tamorun (Djikman, 1951).

4. Nacoleia (Lamroserna diemenatis) merupakan ulat penyerang daun tanaman yang diberantas menggunakan Bidrin=0.2% + Citrowett=0.025%) (Tjahdjadi, 2001).

5. Tarsonemus translucens (Tungau Karet) yang menyerang daerah persemaian sehingga bibit gugur pada daun muda. Tungau ini menghisap cairan sel yang membentuk bintik-bintik kuning pada daun muda. Tindakan kuratif dilakukan dengan blowing (serbuk belerang 5-10 kg/hektar), Medol 1% (dosis 300-400 liter/hektar), Endrin 19.2%, EC kadar 0.1% dengan volume cairan 500 liter/hektar (Kartasapoetra,1993). 6. Helotrichia serrata (Uret Tanah) yang menyebabkan tanaman menjadi layu, berwarna

kuning bahkan mati. Penyemprotan Endosulfan 0.1%, Furadan 3G, Diazinon 10G atau Basudin 10 G di sekitar batang (Sianturi, 1989).

7. Belalang (Sexava nigricornis) menyerang tanamn muda dengan memakan daun-daun terutama pada musim kemarau. Pemberantasan menggunakan Dictophos dan Methonyl (Sianturi,1989; Tjahdjadi, 2001).

8. Rayap (Captotermis curvignatus dan Microtermes inspiratus) menyerang Tanaman Baru Tanam (TBM). Captotermes dibandingkan dengan Microtermes berbeda dari ukuran dan daya rusak serangannya. Tanaman karet yang luka akibat serangan hama diulas dengan carbolinium. Pemberantasan Captotermes menggunakan emulsi HCH, Dieldrin (0.25%), Emulsi Aldrin 40%, WP 0.125%, Endrin 20%, Furadan 3G, Agrolene 26, WP 0.2%, Lindamul 250, EC 0.2%, EG sepertiga persen sebanyak setengah liter sampai satu liter bagi tiap pohon karet yang terserang. Manakala batang bawah atau leher akar dikikis atau dikerok dan membuang tanahnya lalu diguyur dengan Aldrin (0.25%) dengan rotasi 1 kali seminggu hingga rayap musnah. Di Afrika Selatan menggunakan 5% campuran Pentachloorpenol dan solar yang disiramkan pada pangkal batang yang terserang (Kartasapoetra,1993; Sianturi, 1989).

c. Faktor Yang Mempengaruhi Hama Tanmaan Karet

(4)

1. Faktor Eksternal

Suhu/temperature yang mempengaruhi aktivitas dan penyebaran geografis/lokal

dan perkembangan serangga. Suhu maksimum 15°C, suhu optimum 26°C -31°C dan suhu maksimum untuk pertumbuhan serangga berkisar 238°C-45°C

Kelembaban (RH) yang mempengaruhi cairan tubuh serangga. Preferensi

serangga terhadap tempat hidup dan persembunyian (terutama: iklim mikro) dengan RH optimum sebesar 73-100%.

Cahaya mempengaruhi perilaku serangga. Ada sebagian serangga akan

mempercepat masa produksinya pada musim kering, manakala sebagian serangga lainnya akan melakukan diapause pada musim kering.

Curah hujan menyebabkan RH meningkat, entomopatogen yang ada di areal

perkebunan dapat berkembang dengan baik. Tetapi hujan lebat menyebabkan tanah terendam sehingga banayak serangga tanah akan mati.

Makanan (Nutrisi) banyak tersedia di daerah tropis dengan plasma nutfah yang

beranekaragam, seperti kayu/bahan utama selulosa untuk rayap banyak ditemukan di hutan tropis di Indonesia.

Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air merupakan kebutuhan mutlak bagi

organisme hidup. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan dan penyebaaran biji. Manakala bagi hewan dan manusia air diperlukan untuk air minum dan sarana pendukung lainnya. Bagi unsur abiotik lain (tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk).

Garis Lintang sangat mempengaruhi perbedaan distribusi organisme di permukaan

bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu.

2. Faktor Internal

Fekunditas (Kemampuan bertelur imago betina).

Siklus hidup.

(5)

Musuh alami berperan penting dalam menekan populasi hama. Musih alami

serangga dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu predator mangsa dan parasitoid inang. Entomopatogen (seperti jamur, virus dan bakteri) sendiri akan menimbulkan penyakit yang berbahaya bagi kehidupan organisme.

Kompetitor. Apabila terdapat jenis lain atau individu lain yang kebutuhannya

sama di suatu tempat yang sama maka akan terjadi kompetisi. Kompetisi terbagai atas intraspesifik menyebabkan pemencaran dan perkelahian serta kompetisi interspesifik (hama berbeda dengan sumber makanan sama).

Referensi:

1. Djikman MJ Hevea. 1951. Thirty Years of Research in the Rar East. University of Miami Press, Florida. 329p.

2. Kartasapoetra AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara, Jakarta. 184-187.

3. Rukmana R & U Sugandi. 2001. Pengendalian Hama Tumbuhan. Kanisius,Yogyakarta 4. Sianturi HSD. 1989. Budidaya Tanaman Karet. USU Press, Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya proporsi perilaku menggosok gigi setiap hari di semua Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah di atas 80%, sementara perilaku menggosok gigi yang benar

dengan mengurangi keanekaaragaman fungsi , heteroginitas keanggotaan, serta STRUKTUR Mengelola: 1.Bisnis 2.Perubahan PROSES 1.Customer Value strategy 2.Continous

Proses menyusui dapat dilakukan segera setelah bayi lahir, bayi yang lahir cukup bulan akan memiliki naluri untuk menyusu pada ibunya 20-30 menit setelah melahirkan

modelfoto, bisa berupa foto di catwalk, studio atau lokasi khusus, dan berbeda dengan kategori Model yang tidak menonjolkan unsur-unsur detil

Permainan peran atau role playing dapat digunakan sebagai : (a) alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati perilakunya sewaktu bermain peran; (b)

Dalam penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya permasalahan sosial yang dialami anak di SDN Sosial 1 Kota Cimahi tentang perkembangan interaksi sosial anak

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis..

merupakan salah satu jenis ikan kakap yang banyak dicari oleh konsumen. sebagai bahan konsumsi masyarakat yaitu sebagai lauk-pauk harian