KAJIAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE
PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS DAN UAP
BLOK I ST 1.0 SICANANG BELAWAN DENGAN METODE
OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
HASBER F. H. SITANGGANG
NIM. 110421011PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PT. PLN (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
penghasil energi listrik yang tidak terlepas dari masalah efektivitas peralatan dan
mesin yang diakibatkan oleh six big losses. Dampak dari masalah tersebut akan
mengganggu mesin bekerja sesuai dengan hasil yang seharusnya dicapai. Oleh
karena itu perlu adanya perhatian yang khusus mengenai pemeliharaan dan
perawatan terhadap mesin dengan tujuan mesin dapat melakukan proses produksi
dengan lebih lama dan menghasilkan keuntungan yang diharapkan.Overall
Equipment Effectiveness (OEE) adalah salah satu alat untuk meningkatkan tingkat
efektifan pemanfaatan mesin dan peralatan. OEE merupakan sebagai salah satu
aplikasi program dari Total Productive Maintenance (TPM). Total Productive
Maintenance merupakan suatu prinsip manajemen untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi produksi perusahaan dengan menggunakan mesin
secara efektif. Penelitian ini mengukur nilai OEE satu lini produksi dari energi
listrik di PT. PLN (Persero) Sicanang Belawan dalam satu periode, dilanjutkan
dengan menganalisa nilai dengan menggunakan analisa pareto dari hasil yang
diperoleh oleh akar penyebab OEE tersebut.Kesimpulannya bahwa nilai hasil
analisa yang diperoleh rata-rata tidak melampaui nilai standar dari OEE<85 %,
oleh karena mesin masih dalam keadaan kurang baik..Faktor yang mungkin akan
mengalami drop secara cepat diprediksi adalah minor stoppages loss2275,49
jam,yield/scrap losses 2003,4 jam, reduce speed loss 2237,24 jam, breakdown
losses 399,56 jam dan synkron and adjustment losses 399,56 jamakibat yang
mungkin tidak begitu berdampak dalam waktu yang cepat, tetapi akan segera
menyerang mesin jika perawatan tidak dilakukan secara berkesinambungan dan
teratur.
Kata kunci : Overall Equipment Effectiveness (OEE), Total Productive
Maintenance, dan Six Big Losses.
PT. PLN (Persero) is a company engaged in the producer of electrical
energy which is inseparable from the effectiveness of machinery and equipment
problems caused by the six big losses. The impact of these problems will
interfere with the machine work in accordance with the results that should be
achieved. Hence the need for special attention regarding the maintenance and care
of the machine with the purpose of the machine is capable of committing a longer
production process and generate a profit as expected.Overall Equipment
Effectiveness (OEE) is one of the tools to enhance the effectiveness of the
utilization rate of machinery and equipment. OEE is as one of the application
programs of Total Productive Maintenance (TPM). Total Productive Maintenance
is a principle of management to improve productivity and efficiency of the
production company to use the machine effectively. This study measures the value
of OEE which one production line of electric energy in PT. PLN (Persero)
Sicanang Belawan in the period, followed by analyzing the value of using Pareto
analysis of the results obtained by the root causes of the OEE.The conclusion that
the value of the analysis results obtained on average exceeded the standard value
of OEE< 85%, because the engine is still in good condition.Factors that may
experience rapid drop predicted loss is minor stoppages 2275.49 hours,
yield/scrap losses 2003,4 hours, reduce speed loss 2237.24 hours, breakdown
losses 399,56 hours, and synkron and adjustment losses 399,56 hours as a result
of which may not have an impact in a short time, but will immediately attack the
machine if no have treat of maintenance as continously and directly.
Keywords: Overall Equipment Effectiveness (OEE), Total Productive
Maintenance, and Six Big Losses.
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRACT ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ...viii
DAFTAR TABEL ... …... ix
DAFTAR SIMBOL ... ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Permasalahan ... 2
1.3.Rumusan Masalah ... 2
1.4.Batasan Masalah ... 2
1.5.Asumsi-asumsi ... 3
1.6.Tujuan Penelitian ... 3
1.6.1.Tujuan Umum ... 3
1.6.2.Tujuan Khusus ... 3
1.7.Manfaat Penulisan ... 3
1.8.Metode Penelitian ... 4
1.9.Sistematika Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas ... 6
2.1.1. Prinsip Kerja PLTGU ... 7
2.1.2. Siklus PLTGU ... 8
2.1.3. Bagian Utama PLTGU... 9
2.1.3.1. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) ... 9
2.1.3.2. HRSG (Heat Recovery Steam Generator) ... 10
2.1.3.3. Turbin Uap (Steam Turbine) ... 10
2.2. Pemeliharaan (Maintenance) PLTGU ... 11
2.3. PLTGU ST 1.0 ... 12
2.4.1. Tujuan Maintenance ... 15
2.4.2. Jenis-jenis Maintenance ... 15
2.4.3. Total Productive Maintenance ... 20
2.4.3.1. Pengertian Total Productive Maintenance ... 21
2.4.4. Tujuan Total Productive Maintenance ... 25
2.4.5. Manfaat Total Productive Maintenance ... 26
2.4.5.1. Penurunan Mesin (Downtime) ... 27
2.4.5.2. Kerugian Akibat Penurunan Kecepatan (Speed Losses) ... 28
2.4.5.3. Kerugian Karena Terjadinya cacat (Defects) ... 28
2.5. Overall Equipment Effectiveness ... 29
2.5.1. Kesediaan Waktu Mesin (Availability) ... 30
2.5.2. Efisiensi Performansi (Performance Efficiency) ... 31
2.5.3. Perbandingan Kualitas Produk yang Dihasilkan (Rate of Quality Product) ... 32
2.5.4. Diagram Pareto ... 32
2.5.5. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram) ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
3.1. Metode Kuantitatif Eksperimen ... 35
3.2. Lokasi Penelitian ... 35
3.3. Rancangan Penelitian ... 35
3.4. Sumber dan Jenis Data ... 36
3.5. Variabel Penelitian ... 36
3.6. Instrumen Penelitian ... 36
3.7. Pelaksanaan Penelitian ... 36
3.8. Sistematis Penelitian ... 37
3.9. Analisa Data dan Pemecahan Masalah ... 39
3.10. Diagram Alir Penelitian ... 40
3.11. Pengumpulan Data ... 40
3.11.1. Data waktu Planned/ Pemeliharaan ST 1.0 ... 41
3.11.3. Data Waktu Setup ST 1.0 ... 43
3.11.4. Data Produksi ST 1.0 ... 44
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA ... 46
4.1. Pengolaha Data ... 46
4.1.1. Perhitungan Availability (AV) ... 46
4.1.2. Perhitungan Performancy Efficiency ... 48
4.1.3. Perhitungan Rate of Quality Product (RQP) ... 49
4.1.4. Perhitungan Overall Equipment Effectivenes (OEE) ... 50
4.1.5. Perhitungan Six Big Losses ... 51
4.1.5.1. Downtime Losses ... 51
4.1.5.2. Speed Losses ... 54
4.1.5.3. Defect Losses ... 57
4.2. Analisa Perhitungan ... 59
4.2.1. Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... 59
4.2.2. Analisa Perhitungan Six Big Losses ... 61
4.2.3. Analisa Diagram Sebab-Akibat ... 62
4.2.4. Penyelesaian Masalah ... 67
4.2.4.1. Penyelesaian Masalah Six Big Losses ... 67
4.2.4.2. Penerapan Total Productive Maintenance ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
5.1. Kesimpulan ... 70
5.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Gambar 2.1 Prinsip Kerja PLTGU ... 7
Gambar 2.2 Siklus Kombinasi ... 8
Gambar 2.3 Siklus Bryton, Siklus Rankine, Siklus Kombinasi ... 9
Gambar 2.4 Komponen Penyusun PLTG ... 9
Gambar 2.5 Heat Recovery Steam Generator ... 10
Gambar 2.6 Turbin Uap... 10
Gambar 2.7 Pillar-pilar TPM... 23
Gambar 2.8 Diagram Pareto ... 33
Gambar 2.9 Diagram Sebab Akibat ... 34
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 40
Gambar 4.1 Grafik Persentase OEE ... 60
Gambar 4.2 Diagram Total Time Big Six Losses ... 62
Gambar 4.3 Diagram Sebab Akibat Idling speed and Minor stopagges Losses ... 63
Gambar 4.4 Diagram Sebab Akibat Yield /Scrap Losses ... 63
Gambar 4.5 Diagram Sebab Akibat Reduce Speed Loss ... 64
Tabel 2.1 Jadual Pemeliharaan Mesin Turbin Gas dan Uap ST 1.0 ... 13
Tabel 3.1 Data Pemeliharaan ST 1.0Periode Mei 2014- Mei 2015 ... 41
Tabel 3.2 Data Waktu Operation ST 1.0Periode Mei 2014- Mei 2015 ... 42
Tabel 3.3 Data Waktu SynkronST 1.0Periode Mei 2014- Mei 2015 ... 43
Tabel 3.4 Data Produksi ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015... 44
Tabel 4.1 World Class of OEE ... 46
Tabel 4.2 Availabiliy ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015 ... 47
Tabel 4.3 Performance Efficiency ST 1.0 Periode Mei 2014-Juni 2015 .... 48
Tabel 4.4 Rate of Quality Product Turbin Gas dan Uap Mei 2014 – Mei 2015 ... 49
Tabel 4.5 Overall Equipment Effectiveness Turbin Gas dan Uap ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015 ... 51
Tabel 4.6 Breakdown Loss ST 1.0 Periode Mei 2014 –Mei 2015 ... 52
Tabel 4.7 Setup and Adjustment ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015 ... 53
Tabel 4.8 Idling and Minor Stoppages Loss ST 1.0 Juli 2014 – Mei 2015 ... 55
Tabel 4.9 Reduce Speed Loss ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015 ... 56
Tabel 4.10 Rework Loss ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015 ... 57
Tabel 4.11 Yield/Scrap Loss ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015 ... 59
Tabel 4.12. Persentase OEE Setiap Periodenya ... 60
Tabel 4.13. Total Time Six Big Losses Turbin Gas dan Uap ST 1.0 Periode Mei 2014 – Mei 2015 ... 61
Simbol Nama AV
Satuan
Availability %
- Breakdowntime Jam
- Downtime Jam
EF Equipment Failure (Breakdowns) Jam
- Ideal Cycle Time Jam/Kwh
IMS Idling and Minor Stoppages Loss Jam
- Loading Time Jam
- Net Operating Jam
- Non Productive Time Jam
- Operating Cycle Time Jam
- Operation Time Jam
OEE Overall Equipment Effectivenes (OEE) %
PE Performance Efficiency %
- Planned Down Time Jam
- Product Used Kwh
RQP Rate Of Quality Product %
RS Reduce Speed %
RL Rework Loss %
- Result Processed KWh
- Set up Jam
SA Setup and Adjustment Jam
- Total Actual Press Hours KWh
- Total Availability Time Jam
- Total Processed Amount KWh
YS Yield/Scrap Loss Jam
PT. PLN (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
penghasil energi listrik yang tidak terlepas dari masalah efektivitas peralatan dan
mesin yang diakibatkan oleh six big losses. Dampak dari masalah tersebut akan
mengganggu mesin bekerja sesuai dengan hasil yang seharusnya dicapai. Oleh
karena itu perlu adanya perhatian yang khusus mengenai pemeliharaan dan
perawatan terhadap mesin dengan tujuan mesin dapat melakukan proses produksi
dengan lebih lama dan menghasilkan keuntungan yang diharapkan.Overall
Equipment Effectiveness (OEE) adalah salah satu alat untuk meningkatkan tingkat
efektifan pemanfaatan mesin dan peralatan. OEE merupakan sebagai salah satu
aplikasi program dari Total Productive Maintenance (TPM). Total Productive
Maintenance merupakan suatu prinsip manajemen untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi produksi perusahaan dengan menggunakan mesin
secara efektif. Penelitian ini mengukur nilai OEE satu lini produksi dari energi
listrik di PT. PLN (Persero) Sicanang Belawan dalam satu periode, dilanjutkan
dengan menganalisa nilai dengan menggunakan analisa pareto dari hasil yang
diperoleh oleh akar penyebab OEE tersebut.Kesimpulannya bahwa nilai hasil
analisa yang diperoleh rata-rata tidak melampaui nilai standar dari OEE<85 %,
oleh karena mesin masih dalam keadaan kurang baik..Faktor yang mungkin akan
mengalami drop secara cepat diprediksi adalah minor stoppages loss2275,49
jam,yield/scrap losses 2003,4 jam, reduce speed loss 2237,24 jam, breakdown
losses 399,56 jam dan synkron and adjustment losses 399,56 jamakibat yang
mungkin tidak begitu berdampak dalam waktu yang cepat, tetapi akan segera
menyerang mesin jika perawatan tidak dilakukan secara berkesinambungan dan
teratur.
Kata kunci : Overall Equipment Effectiveness (OEE), Total Productive
Maintenance, dan Six Big Losses.
PT. PLN (Persero) is a company engaged in the producer of electrical
energy which is inseparable from the effectiveness of machinery and equipment
problems caused by the six big losses. The impact of these problems will
interfere with the machine work in accordance with the results that should be
achieved. Hence the need for special attention regarding the maintenance and care
of the machine with the purpose of the machine is capable of committing a longer
production process and generate a profit as expected.Overall Equipment
Effectiveness (OEE) is one of the tools to enhance the effectiveness of the
utilization rate of machinery and equipment. OEE is as one of the application
programs of Total Productive Maintenance (TPM). Total Productive Maintenance
is a principle of management to improve productivity and efficiency of the
production company to use the machine effectively. This study measures the value
of OEE which one production line of electric energy in PT. PLN (Persero)
Sicanang Belawan in the period, followed by analyzing the value of using Pareto
analysis of the results obtained by the root causes of the OEE.The conclusion that
the value of the analysis results obtained on average exceeded the standard value
of OEE< 85%, because the engine is still in good condition.Factors that may
experience rapid drop predicted loss is minor stoppages 2275.49 hours,
yield/scrap losses 2003,4 hours, reduce speed loss 2237.24 hours, breakdown
losses 399,56 hours, and synkron and adjustment losses 399,56 hours as a result
of which may not have an impact in a short time, but will immediately attack the
machine if no have treat of maintenance as continously and directly.
Keywords: Overall Equipment Effectiveness (OEE), Total Productive
Maintenance, and Six Big Losses.
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini manusia banyak mengembangkan sistem-sistem teknologi dari
yang manual sampai digital, hal-hal itu tidak lepas dari peranan energi listrik yang
sebagai tenaga yang menjalankannya. Kebutuhan tersebut kian hari semakin
meningkat sehingga diperlukan pembangunan berbagai stasiun pembangkit tenaga
listrik. Pembangkit tenaga listrik tersebut dapat berupa PLTU (Pembangkit Listrik
Tenaga Uap), PLTGU (PembangkitListrik Tenaga Gas dan Uap), PLTD
(Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), dan
lain-lain.
Atas dasar kebutuhan tersebut, dituntut adanya suatu sistem pemeliharaan
(Maintenance) yang dapat mengurangi tingkat kerusakan dan memperpanjang
umur mesin yang terdapat di dalam pembangkit tersebut. Sehingga diharapkan
sistem pemeliharaan (Maintenance) tersebut akan dapat memberikan
keuntungan-keuntungan, baik ditinjau dari segi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
pemeliharaan maupun waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemeliharaan.
Pemeliharaan tersebut mencakup mesin-mesin utama maupun mesin-mesin
penunjang yang terdapat di Perusahaaan Pembangkit Listrik tersebut.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) merupakan pembangkit
listrik yang mengandalkan siklus PLTG dan siklus PLTU sebagai penggerak
utamanya dalam upaya menaikkan efisiensi termal. Penggabungan siklus turbin
gas dengan siklus turbin uap dilakukan melalui peralatan pemindah panas berupa
boiler atau umum disebut “Heat Recovery Steam Generator”(HRSG). Adapun
metode perawatan yang dipakai penulis adalah Total Productive Maintenance.
Total Productive Maintenance (TPM) merupakan pengembangan dari
Preventive Maintenance (PM) yang adalah metode pemeliharaan mesin serta
peralatan. Langkah untuk mencegah atau mengatasi masalah tersebut dalam usaha
peningkatan efisiensi produksi dilakukan dengan TPM yang menggunakan
metode Efektivitas Seluruh Komponen Mesin (Overall Equipment Effectiveness )
sebagai pengukur serta penganalisis kinerja mesin maupun peralatan. Hal-hal
yang dilihat sebagai faktor yaitu Enam Kerugian Besar (Six Big Losses) yang
Maksud penulisan ini memberikan usulan perbaikan efektivitas mesin atau
peralatan dengan tujuan meningkatkan efisiensi dari produksi pembangkitan
listrik.
Dari uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Total Productive Maintenance pada Turbin Gas dan Uap di
PT. PLN (Persero) Pembangkit Bagian Sumatera Utara Sektor Pembangkit
Belawan.”
1.2. Permasalahan
Pembangkit listrik sering mengalami gangguan energi yang diproduksinya.
Dugaan sementara hal ini dikarenakan mesin pembangkit mengalami gangguan
operasional. Sebagaimana diketahui bahwa mesin sering mengalami penurunan
yang diduga pada sektor Availability, Performance Efficiency, dan Rate of Quality
Product . Penulis melihat bahwa OEE (Overall EquipmentEffectiveness) mempu
menghitung nilai efektivitas dan efisiensi mesin Turbin Gas dan Uap dengan
parameter penyebabnya yang disebut Six Big Losses. Penulis juga menduga hal
yang sama terjadi pada sistem Turbin Gas dan Uap.
1.3. Rumusan Masalah
Setelah mengenal latar belakang masalah dan permasalahan maka dapat
dirumuskan masalah yang terjadi, yaitu : Bagaimana perawatan dan perbaikan
yang diterapkan pembangkitan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kerja
mesin Turbin Gas dan Uap ST 1.0 dengan daya 50 MW ?
1.4. Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini mengingat keterbatasan peneliti dalam hal waktu dan dana:
1. Penulisan memfokuskan penelitian pada perawatan perbaikan mesin melalui
data operasi, tidak menyinggung mengenai biaya perawatan. Dan perawatan
yang diteliti ada di Blok I PLTGU, secara khusus Turbin Gas dan Uap ST
1.0.
2. Tingkat produktivitas dan efisiensi mesin atau peralatan diukur dengan
TotalProductive Maintenance (TPM) untuk mengetahui seberapa besar
kerugian pada mesin atau peralatan dalam memproduksi.
1.5. Asumsi-asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan adalah :
1. Perusahaan memakai sistem pemeliharaan total productive maintenance.
2. Proses produksi berjalan secara normal tanpa gangguan saat
dilakukannya penelitian.
3. Metode kerja yang dilakukan tidak berubah.
4. Pengukuran yang dilakukan bertujuan menganalisa permasalahan yang
berkaitan dengan efisiensi dan produktifitas yang belum pernah
diterapkan sebelumnya.
5. Dokumen yang digunakan secara jelas serta terperinci.
1.6. Tujuan Penelitian
1.6.1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan Skripsi ini adalah untuk mengetahuiTotal Productive
Maintenance pada sistem Turbin Gas dan Uap Sektor Pembangkitan Belawan.
1.6.2.Tujuan Khusus
Tujuan utama penelitian untuk mengetahui seberapa besar keefektifan mesin
Turbin Gas dan Uap beroperasi dari sudut pandang Total Productive Maintenance
dengan tolak ukur Overall Equipment Effectiveness (OEE) melalui faktor
penyebab yang disebut dengan 6 big losses : breakdown losses, setup and
adjustment, reduce speed losses, idling and minor stoppaged losses, rework losses
and yield/scraf losses.
1.7. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari Skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk penulis, manfaatnya dapat mengembangkan wawasan mengenai Total
2. Mengenal dasar - dasar perawatan dan perbaikan Turbin Gas dan Uap dan
hal-hal yang harus dilakukan, sehingga mampu memperpanjang jangka pakai
komponen-komponen Turbin Gas dan Uap tersebut.
3. Untuk pembaca, dimana dapat untuk memahami mengenai perawatan dan
perbaikan pada Turbin Gas dan Uap.
4. Bagi keseluruhan yaitu mengetahui betapa pentingnya perawatan mesin
sehingga mengurangi faktor-faktor penghambat produksi.
1.8. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai
berikut:
1. Metode yang digunakan adalah Metode Kuantitatif
2. Alat yang digunakan sebagai pengukur yaitu Overall Equipment
Effectiveness yaitu alat ukur Total Productive Maintenance.
3. Bahan/objek dilakukan penelitian adalah Pembangkitan PLTGU yaitu
ST 1.0 Sicanang-Belawan. KomponenPLTGU yang merupakan
komponen utamanya terdiri dari:
1. PLTG
2. HRSG
3. Turbin Uap
4. Tempat dilakukannya penelitian yaitu di Pembangkitan PT. PLN
PERSERO di Sicanang-Belawan, Sumatera Utara.
1.9. Sistematika Penulisan Skripsi
Agar penulisan mudah dipahami dan ditelusuri maka penulisan ini akan
disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut:
Menjelaskanan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, batasan masalah,
tujuan dari penelitian baik secara umum maupun secara khususnya,manfaat
penelitian, metodologi penelitian sampai ke sistematika penulisan dalam
Menampilkan dan menjelaskan mengenai tinjauan pustakaan yang berisi teori dan
pemikiran yang digunakan sebagai landasan teori serta pemikiran yang digunakan
sebagai landasan dalam pembahasan, pemecahan masalah dan menjelaskan hasil
kesimpulan dari penelitian ini dan menguraikan gambaran umum perusahaan PT.
PLN (Persero) Pembangkitan Bagian Sumbagut. Bab IILandasan Teori
Pada bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan, lokasi
penelitian, rancangan penelitian, sumber dan jenis data, variabel penelitian,
pelaksanaan penelitian, sistematis pengolahan data serta analisa data dan uraian
data penelitian yang berhasil didapat. Bab IIIMetode Penelitian
Menganalisis juga menjelaskan pemecahan masalah dan langkah –langkah
perencanaan yang dilakukan dalam memecahkan masalah OEE. Bab IVPengolahan, dan Analisa Data
Berisi kesimpulan dan saran yang menyimpulakan keseluruhan hasil penelitian
dari hasil pengolahan data serta langkah – langkah pemecahan yang harus
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap
Pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) merupakan Pembangkit
daya siklus gabungan pada dasarnya terdiri dari dua siklus utama, yakni siklus
Brayton (siklus gas) dan siklus Rankine (siklus uap) dengan turbin gas dan turbin
uap yang menyediakan daya ke jaringan. Dalam pengoperasian turbin gas, gas
buang sisa pembakaran yang keluar mempunyai suhu yang relatif tinggi. Sehingga
jika dibuang langsung ke atmosfer merupakan kerugian energi. Oleh karena itu,
panas hasil buangan turbin gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas
ketel uap yang dalam hal ini disebut Heat Recovery Steam Generator (HRSG),
disamping menghasilkan efisiensi yang tinggi dan keluaran daya yang lebih besar,
siklus gabung bersifat luwes, mudah dinyalakan dengan beban tak penuh, cocok
untuk operasi beban dasar dan turbin bersiklus dan mempunyai efisiensi yang
tinggi dalam daerah beban yang luas. Kelemahan berkaitan dengan keruwetannya,
karena pada dasarnya instalasi ini mengabungkan dua teknologi didalam satu
kompleks pembangkit daya.
Penggabungan siklus tunggal PLTG menjadi unit pembangkit siklus
kombinasi akan diperoleh beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut antara lain
adalah :
- Efisiensi termalnya tinggi,
- Biaya pemakaian bahan bakar (konsumsi energi) lebih rendah,
- Pembangunannya relatif cepat,
- Kapasitas dayanya bervariasi dari kecil hingga besar,
- Menggunakan bahan bakar gas yang bersih dan ramah lingkungan,
- Fleksibilitasnya tinggi.
PLTGU pada dasarnya ada dua sistem yakni : Unfired Recovery Boiler
Energi panas yang didapatkan oleh HRSG berasal dari flue gas unit turbin
Supplementary Firing In Heat Recovery Boiler
Sistem ini dibutuhkan bahan bakar tambahan baik pada beban puncak
maupun untuk beban dasar.
2.1.1. Prinsip Kerja PLTGU
Kompresor berfungsi untuk memampatkan udara dari luar menjadi udara
yang bertekanan tinggi, gas alam dibakar di ruang bakar bersama- sama dengan
udara yang bertekanan tinggi. Udara untuk pembakaran diperoleh dari kompresor
utama, sedangkan panas untuk awal pembakaran diihasilkan oleh ignitor. Didalam
sistem turbin gas, gas panas hasil pembakaran bahan bakar dialirkan untuk
memutar turbin gas sehingga menghasilkan energi mekanik yang digunakan untuk
memutar generator. Gas buang dari turbin gas yang masih mengandung energi
panas tinggi dialirkan ke HRSG untuk memanaskan air sehingga dihasilkan uap.
Setelah menyerahkan panasnya, gas buang di lepas ke atmosfir dengan temperatur
yang jauh lebih rendah, keluar menuju saluran buang (exhaust) dan selanjutnya ke
bypass stack.
Uap dari HRSG dengan tekanan dan temperatur tertentu diarahkan untuk
memutar turbin uap yang dikopel dengan generator sehingga dihasilkan energi
listrik. Uap bekas keluar turbin uap didinginkan didalam kondensor sehingga
menjadi air kembali. Air kondensat ini dipompakan sebagai air pengisi HRSG
untuk dipanaskan lagi agar berubah menjadi uap dan demikian seterusnya.
2.1.2. Siklus PLTGU
Siklus PLTGU terdiri dari gabungan siklus PLTG dan siklus PLTU. Siklus
PLTG menerapkan siklus Brayton, sedangkan siklus PLTU yang merupakan
siklus tertutup menerapkan siklus ideal Rankine. Kedua siklus tersebut dapat
digambarkan dengan diagram T – s. Siklus PLTU memanfaatkan daerah
pembuangan panas turbin gas atau berada dibawah siklus turbin gas, tetapi diatas
daerah temperatur udara luar (ambient temperatur). Karena siklus PLTU berada
dibawah, maka sering disebut bottoming cycle, sedangkan siklus PLTG karena
diatas biasa disebut toping cycle.
Siklus gabung atau siklus kombinasi adalah suatu siklus yang
memanfaatkan gas buang dari turbin gas untuk memanaskan air yang dalam hal
ini digunakan ketel atau pembangkit uap atau boiler. Panas gas buang dari PLTG
biasanya 500°C. Panas ini dapat dimanfaatkan dengan untuk memproduksi uap
yang digunakan sebagai fluida kerja di PLTU oleh Heat Recovery Steam
Generator(HRSG).
Gambar 2.3 Siklus Bryton, Siklus Rankine, Siklus Kombinasi (Michael J. Moran
dan Howard N. Shapiro, 2004).
2.1.3. Bagian Utama PLTGU
Adapun bagian utama Turbin Gas dan Uaptersebut adalah :
1. PLTG
2. HRSG
3. Turbin Uap
2.1.3.1. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas)
Unit ini selain sebagai pembangkit utama yang menghasilkan daya
tersendiri juga sebagai sumber energi panas yang dialirkan ke unit Boiler/HRSG
Gambar 2.4 Komponen Penyusun PLTG (dietzel, 1993).
Keterangan Gambar :
1. Udara Masuk 4.Turbin
2. Kompresor 5.Keluaran Turbin
2.1.3.2. HRSG ( Heat Recovery Steam Generator )
Unit ini adalah penghasil uap dengan menggunakan sumber energi panas
dari flue gas yang dihasilkan unit Turbin Gas. Unit ini pada dasarnya hanyalah
suatu alat penukar panas (Heat Exhanger). HRSG ini terdiri dari satu unit atau
lebih yang menghasilkan kondisi uap yang superheat
Gambar 2.5 Heat Recovery Steam Generator
(Sumber: PT.PLN(Persero) Sektor Belawan)
2.1.3.3. Turbin Uap ( Steam Turbine )
Turbin ini dapat digerakan oleh tingkat tekanan uap yang berbeda (single
pressure, dual pressure). Turbin dengan dual pressure tersebut terdiri dari High
Pressure dan Low Pressure.
Gambar 2.6 Turbin Uap
2.2. Pemeliharaan (Maintenance) PLTGU
Maintenance adalah perawatan untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kerusakan terlalu cepat terhadap semua peralatan di pabrik,
baik yang sedang beroperasi maupun yang berfungsi sebagai suku cadang.
Kerusakan yang timbul biasanya terjadi karena mesin mengalami keausan dan
umur limit pakai akibat pengoperasian yang terus-menerus, dan juga akibat
langkah pengoperasian yang salah.
Secara umum maintenance dapat dibagi dalam beberapa bagian, diantaranya
adalah:
1. Preventive Maintenance
Preventive maintenance adalah suatu kegiatan perawatan yang direncanakan
baik itu secara rutin maupun periodik, karena apabila perawatan dilakukan tepat
pada waktunya akan mengurangi down time dari peralatan. Preventive
maintenance dibagi menjadi:
a. Routine Maintenance, adalah suatu kegiatan prmrliharaan dan perawatan
yang dilakukan secara rutin.sebagai contoh dari kegiatan ini adalah
pembersihan fasilitas maupun peralatan, pelumasan, serta pemeriksaan
bahan bakarnya dan mungkin termasuk pemanasan
(warming-up)mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai beroperasi sepanjang
hari(Assauri, 1993).
b. Periodic Maintenance, adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu.sebagai contoh
untuk kegiatan periodik adalah penyetelan katup-katup pemasukan dan
pembuangan(Assauri, 1993).
2. Repair Maintenance
Repair Maintenance merupakan perawatan yang dilakukan terhadap
peralatan yang tidak kritis, atau disebut juga peralatan-peralatan yang tidak
mengganggu jalannya operasi.
3. Predictive Maintenance
Predictive Maintenance merupakan kegiatan monitor, menguji, dan
yang terjadi pada bagian utama, apakah peralatan tersebut berjalan dengan normal
atau tidak.
4. Corrective Maintenance
Corrective Maintenance adalah perawatan yang dilakukan dengan
memperbaikidan meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai
standar yang diterima.seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan
agar peralatan menjadi lebih baik.
5. Break Down Maintenance.
Kegiatan perawatan yang dilakukan setelah terjadi kerusakan atau kelainan
pada peralatan sehingga tidak dapat berfungsi seperti biasanya dan untuk
memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat, dan tenaga kerjanya.
6. Modification Maintenance.
Pekerjaan yang berhubungan dengan disain suatu peralatan atau unit.
Modifikasibertujuan menambah kehandalan peralatan atau menambah tingkat
produksi dan kualitas pekerjaan.
7. Shut Down Maintenance
Shut Down adalah kegiatan perawatan yang dilakukan terhadap peralatan
yang sengaja dihentikan pengoperasiannya. Shutdown maintenance pada turbine
gas terdiri dari Boroscope Inspection, Combustion Inspection, Hot Gas Path
Ispection dan Major Inspection.
2.3. PLTGU ST 1.0
PLTGU ST 1.0. merupakan mesin yang menjadi objek peneliti dengan
beban atau energi yang dihasilkan 50 MW, menggunakan bahan bakar Gas, yaitu
Liquid Natural Gas (LNG) juga bisa menggunakan dengan High Speed Diesel
(HSD).
Mesin ini mulai dioperasikan sejak 5 November 1993 memiliki waktu
pemeliharaan preventif yang dilakukan PLN Sicanang terhadap Turbin Gas dan
Uap ST 1.0. sesuai dengan waktu mesin beroperasi. Berikut adalah jadual
Tabel 2.1 Jadual Pemeliharaan Mesin Turbin Gas dan Uap ST 1.0
Hours
Equivalent
operating
hours
25.000 50.000 75.000 100.000 125.000 150.000
Inspection 2 sampai 5 kali sesuai dengan kebutuhan
Hot Gas Path
item
maintenance
(x) X (x) X (x) X
Major
Inspection
x X X
Sumber : PT. PLN (Persero) Sektor Belawan
Dengan: x : dilakukannya pemeliharaan
(x) : pemeliharaan Hot Gas Path bersamaan
Pada saat mesin telah beroperasi mencapai 8.000 jam maka akan dilakukan
pemeliharaan Inspection atau biasanya disebut Minor Inspection yaitu MI 1.
Pengecekan oli, pembersihan mesin, pengecekan mesin, pengencangan mur-mur
telah longgar, serta pengecekan yang lain. Diusia pakai mesin 16.000 jam juga
akan dilakukan Minor Inspection yaitu MI 2 begitu seterusnya. Saat mesin
mencapai usia pakai 25.000 jam, msin akan diberhentikan untuk pemeliharaan
Major Inspection, disini akan dilakukan pergantian mesin-mesin yang sudah tak
layak pakai ataupun telah mengalami kerusakan, bersamaan dengan pemeliharaan
di bagian Hot Gas Path (tempat terjadinya pembakaran). Biasanya
komponen-komponen Hot Gas Path akan diganti.
2.4. Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)
Maintenance merupakan suatu fungsi dalam suatu manufaktur yang sama
pentingnya dengan fungsi - fungsi lain seperti produksi. Hal ini dilakukan dengan
tujuan supaya kegiatan produksi dapat berjalan secara berkesinambungan. Dalam
dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan – kegiatan pemelihaaan dan perawatan
yang meliputi:
a. Kegiatan pengecekan
b. Memberikan minyak (lubrication)
c. Perbaikan/reparasi atas kerusakan - kerusakan yang ada
d. Penyesuain/penggantian spare part atau komponen
Ada dua jenis penurunan kemampuan mesin/peralatan yaitu:
1. Natural Deterioration yaitu menurunya kinerja mesin/peralatan secara alami
akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin /peralatan selama waktu
pemakaian walaupun penggunaan secara benar
2. Accerated Deterioration yaitu menurunya kinerja mesin/peralatan akibat
kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat keausan
mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan pelakuan yang tidak
seharusnya di lakukan terhadp mesin/peralatan.
Dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan keausan yang
timbul ketika proses produksi berjalan, dubutuhkan cara dan metode untuk
mengantisipasi dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan.
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau
menjaga mesin atau peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau
penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang
memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan
maintenance maka mesin/peralatan dapat di pergunakan sesuai dengan rencana
dan tidak mengalami kerusakan selama dipergunakan untuk proses produksi atau
sebelum jangka waktu tertentu direncanakan tercapai.
Menurut Corder et al.,dalam Dewi Mulyati yang mengatakan bahwa hasil
yang diharapkan dari kerugian pemeliharaan mesin/peralatan (equipment
maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagai berikut :
1. Perawatan dalam bentuk kondisi (condition maintenance) yaitu
mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga
komponen - komponen yang terdapat dalam mesin juga berfungsi umur
2. Pergantian komponen (replacement maintenace) yaitu melakukan tindakan
perbaikan dan penggatian komponen komponen mesin tepat waktunya sesuai
dengan jadwal yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi.
2.4.1. Tujuan Maintenance
Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil,
maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya
rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi
dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama
jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.
Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain (Assauri, 1993):
1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan dengan rencan
produksi.
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang di
butuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.
3. Untuk membantu mengurangi pemakain dan penyimpangan yang di luar
batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama
waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai
investasi tersebut.
4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien
keseluruhannya.
5. Untuk menjamin keselamatan orang yang mengunakan keselamatan tersebut
6. Memaksimumkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi (mengurangi
downtime)
7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.
2.4.2. Jenis- jenis Maintenance
Menurut (Assauri, 1993) maintenance dibagi menjadi :
1. Pemeliharaan terencana(planned maintenance )
Planned maintenance adalah yang terorganisir dan dilakukan dengan
pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana
akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pemeliharaan
secara aktif bagian maintenance melalui informasi dari catatan riwayat
mesin/peralatan.
Konsep planned maintenance di tunjukan untuk dapat mengatasi masalah
yang dihadapi manejer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance.komunikasi
dapat di perbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk
mengambil keputusan.Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance
antara lain laporan permintaan pemeliharaan,laporan pemeriksaan, laporan
perbaikan, dan lain-lain.pemeliharaan terencana dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Pemeliharaan pencegahan(preventive maintenance)
Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga
dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi
mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi (Assauri,
1993).
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang di berikan preventive
maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu du usahakan dalam kondisi
atau kedaan yang siap di pergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi
pada setiap saat.Sehingga dapatlah di mungkinkan pembuatan suatau rencana dan
jadual pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi
yang lebih tepat.
b. Pemeliharaan perbaikan(corrective maintenance)
Corrective maintenance adalah suatu kegiatan maintenance yang
dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
c. Pemeliharaan yang telah diprediksi(predictive maintenance)
Predictive maintenance adalah tindakan - tindakan maintenance yang
dilakukan pada tanggal yang di tetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan
evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu
dapat berupa data getaran,temperature,vibrasi,flow rate, dan lain lainnya.
Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari
maintenance untuk di lakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan
perusahaan.
2. Pemeliharaan tak terencana(unplanned maintenance)
Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency
maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah
tindakan maintenance yang dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat
beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.
Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan
pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari mesin/peralatan, dan
dapat memperkecil frekuensi kerusakan.
3. Pemeliharaan mandiri(autonomous maintenance)
Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu
kegiatan untuk dapat meningkatakan produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan
melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara
mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri.
Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5S, merupakan prinsip yang mendasari
kegiatan autonomous maintenance, yaitu:
1) Seiri (clearing up) : Pembersihan
Memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.
Membuang benda-benda yang tidak diperlukan. Hal ini merupakan kegiatan
klasifikasi barang yang terdapat ditempat kerja. Biasanya tempat kerja
dimuati dengan mesin yang tidak terpakai, cetakan , dan peralatan , benda
cacat, barang gagal, barang , barang dalam proses material, persedian dan
lain-lain.
2) Seiton (organazing) : Pengelompokan yang rapi
Menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah
penggunaanya. Kata seiton berasal dari bahas jepang yang artinya menyusus
berbagai benda dengan cara yang menarik. Maksudnya dalam 5-S ini berarti
mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya
dengan mudah dan cepat. Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk
Dengan kata lain menata semua barang yang ada setelah ringkas, dengan
pola teratur dan tertib.
3) Seiso (cleaning) : Membersihkan peralatan dan tempat kerja
Menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan keadaan bersih. Selalu
membersihkan, menjaga kerapian dan kebersihan. Ini adalah proses
pembersihan dasar dimana disuatu daerah dalam keadaan bersih. Meskipun
pembersihan besar-besaran dilakukan oleh pihak perusahaan beberapa kali
dalam setahun. Aktivitas itu cenderung mengurangi kerusakan mesin yang
diakubatkan oleh tumpahan minyak, abu dan sampah. Untuk itu bersihkan
semua mesin, peralatan dan tempat kerja, mengilangkan noda, dan limbah
serta menanggulangi sumber limbah.
4) Seikatsu (standarizing) : Penstandarisasian
Memperluar konsep kebersihan pada diri sendiri terus-menerus
memperaktekkan tiga langkah sebelumnya. Membuat standarisasi
pemeliharaan di tempat kerja seperti membuat standar pelumasan, standar
pengeceikan ataupun inspeksi mesin, membuat standar pencapaia, dan lainb
sebagainya.
5) Shitsuke (training and discipline) : Meningkatkan skil dan moral
Shitsuke merupakan sifat 5-S yang menitik beratkan pelatihan dan
pendisiplinan dengan pendidikan yang dilakukan sebelum memulai dunia
kerja, pelatihan, pengarahan serta diklat yang umumnya diberlakukan sesuai
dengan standar organisasi ataupun perusahaan.
Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan
membangun keahlian yang di butuhkan operator agar mereka mengetahui
tindakan apa yang harus dilakukan.
Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah:
1. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect)
2. Membuat standar pembersihan dan pelumasan
3. Menghilangakan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminete
problem and anaccesible area)
5. Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection)
6. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance)
7. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidies)
Tugas dan Pelaksanaan kegiatan maintenance
Semua tugas tugas atau kegiatan daripada maintenance dapat di
golongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut:
1. Inspeksi (Inspections)
Kegiatan inpeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara
berkala (routine scedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai denagn rencana
yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitas
mesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru di
beli,dan kegiatan pengembangan komponen komponen atau peralatan yang perlu
di ganti, serta melakukan penelitian penelitian terhadap kemingkinan
pengembanga komponen atau peralatan, juga berusaha mencegah terjadinya
kerusakan.
3. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya yaitu
dengan memperbaiki seluruh mesin/peralatan produksi, hal yang direkam saat
operasi hingga dapat dilakukannya perawatan.
4. Kegiatan Adminitrasi
Kegiatan adminitrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan
kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan sceduling, yaitu rencana kapan
kegiatan suatu mesin/peralatan tersebut harus di periksa, diservice dan di perbaiki.
5. Pemeliharaan bangunan
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang dilakukan tidak
2.4.3. Total Productive Maintenance
Agar perusahaan tetap mampu bersaing dalam kompetisi global yang
semakin menantang dan innovatif, maka diperlukan strategi penerapan yang
terbaik dalam mengelola sumber daya yang terdapat di dalam organisasi
perusahaan tersebut dilakukan secara tepat, efisien serta efektif. Just In Time (JIT)
dan Total Quality Management (TQM) adalah dua strategi yang banyak
digunakan oleh dunia industri dan beberapa waktu belakangan ini lahirlah Total
Productive Maintenance (TPM) sebagai sebuah strategi yang diyakini mampu
menjadi sarana pemeliharaan berkualitas yang strategis dan modern yang
merupakan hasil pengembangan dari JIT dan TQM itu sendiri.
Managemen pemeliharaan mesin/pemeliharaan modern yang dimulai
dengan apa yang disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang
menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya di
singkat dengan PM dan pertama kali di terapkan di industri-industri manufaktur di
Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya di tempatkan satu departemen yang
di sebut maintenance departement.
Preventive maintenance mulai di kenal pada tahun 1950-an, yang
kemudian berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan
kemudian berkembang pada tahun 1960-an muncul yang disebut productive
maintenance. Total productive maintenance (TPM) mulai berkembang pada
tahun1970-an pada perusahaan di negara jepang yang merupakan pengembangan
konsep maintenance yang di terapkan pada perusahaan industri manufaktur
Amerika Serikat yang disebut preventive maintenance. Seperti dapat dilihat pada
masa periode perkembangan PM di jepang di mana pada priode tahun1950-an
juga bisa di kategorikan sebagai priode “breakdown maintenance”. Peralatan yang
telah rusak harus mengalami pergantian, jadi banyak menghabiskan waktu
sehingga dikeluarkan banyak pemikiran untuk mengubah prinsip ini menjadi
prinsip pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance) serta dikembangkan
menjadi prinsip total productive maintenance.
Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan
pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive
maintenance) adalah untuk mencapai yang disebut dengan profitable PM.
2.4.3.1. Pengertian Total Productive Maintenance
TPM sesuai dengan nama kepanjangannya yang terdiri atas tiga buah
suku kata, yaitu :
(1) Total
Total berarti menyeluruh, yang menjelaskan bahwa aspek ini melibatkan
dari seluruh karyawan yang terdapat di dalam perusahaan, mulai dari tingkat
atas hingga karyawan tingkat bawah baik dalam mengoperasi maupun
dalam memelihara mesin ataupun peralatan.
(2) Productive
Productive merupakan upaya yang dilakukan supaya mesin maupun
peralatan tetap beroperasi secara produktif serta meminimaliskan atau
menghilangkan kerugian-kerugian yang terjadi diproduksi saat
pemeliharaan dilakukan.
(3) Maintenance
Berarti memelihara serta menjaga mesin dan peralatan secara mandiri yang
dilakuakan oleh operator produksi agar kondisi mesin atau peralatan
tersebut dalam keadaan prima dan terpelihara dengan menjaga kebersihan
mesin, melakukan pemeriksaan pelumasan dan hal-hal yang berkaitan
dengan pemeliharaan.
Total productive maintenanceyang menekankan pada pendayagunaan dan
keterlibatan sumber daya manusia dan sistem Preventive Maintenance untuk
memaksimalkan efektifitas peralatan dengan melibatkan semua departemen dan
fungsional organisasi (Nakajima, 1988).
TPM adalah hubungan kerja sama yang erat antara perawatan dan organisasi
produksi secara menyeluruh bertujuan untuk meningkatkan kualitas
produksi,mengurangi pemborosan(waste),mengurangi biaya produksi,
perawatan pada perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh defenisi dari total
productive maintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut:
1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatau sistem preventive maintenance
(PM) untuk memperpanjang umur pengunaan mesin/peralatan.
2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara
keseluruhan (overall equipment effectiveness).
3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti
engineering,bangian produksi, bagian maintenance).
4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkat managemen tertinggi
hingga para karyawan/operator lantai produksi.
5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM
melalui manajemen motivasi.
Kemudian menambahkan bahwa OEE juga merupakan cara efektif
menganalisis efisiensi sebuah mesin tunggal atau sebuah sistem permesinan
terintegrasi .Bagaimanapun suatu perusahaan menginginkan peralatan
produksinya dapat beroperasi 100% tanpa ada downtime, pada kinerja 100% tanpa
ada speed losses, dengan output 100% tanpa ada reject. Dalam kenyataannya, hal
ini sangat sulit tapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dicapai. Menghitung OEE
merupakan salah satu komitmen untuk mengurangi kerugian-kerugian dalam
peralatan produksi maupun proses melalui aktivitas TPM dan hal ini merupakan
tujuan utamanya (Ljungberg, 1998).
Menurut Nehete, S., et al, TPM terangkum di dalam delapan pillar yang
Gambar 2.7 Pillar-pilar TPM
Sumber :
Dengan pengertian :
1. 5S : TPM dimulai dari 5S. Masalahtidak dapatdengan jelasterlihat
ketikatempatkerja tidak terorganisir. Membersihkandanmengaturtempat
kerjamembantutimuntuk mengungkapmasalah.
Membuatmasalahterlihatdengan langkah pertamadariperbaikan. Definisi dari
5S is SEIRI (Sort Out), SEITON (Organize), SEISO (Shine the workplace),
SEIKETSU (Standardization), SHITSUKE (Self descipline).
2. Autonomous Maintenance : pilar ini diarahkan untuk mengembangkan
operator supaya dapat mengurus tugas pemeliharaan-pemeliharaan kecil,
sehingga tidak selalu tergantung kepada para maintenance terampil sehingga
waktu tidak terbuang banyak dan hal ini menjadi nilai tambah kegiatan dan
perbaikan teknis. Operator bertanggung jawab untuk memeliharaan peralatan
mereka dengan tujuan mencegah peralatan memburuk.
3. KOBETSU KAIZEN (Continuous Improvement) : “Kai” berarti mengubah,
and :”Zen” adalah baik (untuk mendapatkan lebih baik). Pada dasarnya
kaizen adalah penambahan-penambahan kecil yang mengarah perbaikan,
karyawan perusahaan. Kaizen bertolak belakang dengan inovasi-inovasi
besar. Kaizen tidak memerlukan banyak investasi. Dibelakang prinsipnya
yang adalah “ Banyak melakukan penambahan kecil yang bergerak secara
efektif dalam sebuah lingkungan perusahaan daripada perubahan yang besar
dalam kuantitas sedikit.pilar ini bertujuan mengurangi kerugian yang
mempengaruhi efisiensi pada lahan kerja. Jika diterapkan secara detail serta
melalui prosedur dapat menghilangkan kerugian metode sistematis saat
menggunakan peralatan Kaizen. Aktivitas ini tidak hanya dibatasi pada area
produksi, hal ini juga baik jika diterapkan pada bagian administrasi.
4. Planned Maintenance : tujuannya untuk membebaskan mesin dan peralatan
produksi dari produk cacat yang dihasilkan dengan tujuan memuaskan para
konsumen. Pemeliharaan ini dibagi menjadi 4 grup :
a. Preventive Maintenance
b. Breakdown Maintenance
c. Corrective Maintenance
d. Maintenance Prevention
5. Quality Maintenance : ini bertujuan untuk memuaskan konsumen melalui
tingginya kualitas tanpa cacat manufaktur. Fokus menghilangkan cara
sistematis yang tidak sesuai serta banyak fokus kepada perubahan.
Meningkatkan pengertian mengenai bagian-bagian mesin yang
mempengaruhi kualitas produk dan mulai konsen menghilangkan kualitas
yang buruk, dan menyingkirkan keraguan mengenai qualitas serta
menyingkirkan potensi keraguan tersebut.
6. Education & Training : tujuannya meningkatkan kemampuan-kemampuan
para pekerja yang bermoral tinggi dan yang menyukai pekerjaannya juga
membentuk kebutuhan seluruh fungsitalitas dengan efektifdan independen.
Pendidikan diberikan kepada operator untuk menambah kemampuannya.
7. Office TPM : Office TPM harus dimulai setelah mengaktifkan empat pillar
TPM lainnya seperti Autonomous Maintenance (AM), Countinous
Improvement (CI), Planned Maintenance (PM), dan Quality Maintenance
(QM). Office TPM harus dijalankan untuk meningkatkan produktivitas,
kerugian. Termasuk proses analisis dan prosedur-prosedur yang secara
otomatis meningkatkan kantor. Office TPM menggambarkan dua belas
kerugian besar, diantaranya :
a. Kerugian pada bagian prosedur, akuntan, pemasaran,
penjualan-penjualan.
b. Kerugian komunikasi.
c. Kerugian saat mesin mengalami perhentian mendadak.
d. Kerugian saat penyetelan mesin.
e. Kerugian akurasi mesin
f. Peralatan rusan
g. Sambungan komunikasi rusak.
h. Membuang waktu.
i. Ketidak ketersediaan.
j. Konsumen yang mengeluh.
k. Beban darurat.
l. Kerugian start up
8. Safety, Hygiene and Environment Control : fokusnya bagian ini adalah
membentuk lapangan kerja yang aman di daerah sekitar sehingga tidak rusak
akibat proses dan prosedur. Pillar ini akan saling membutuhan antar yang satu
dengan yang lain secara teratur. Kesatuan dari pillar-pilar ini merupakan
gabungan representif para pekerja yang sama baik dari sebuah perusahaan.
Kesatuan ini dikepalai oleh wakil presiden direktur senior (secara teknis).
Seluruh yang terpenting.
2.4.4. Tujuan Total Productive Maintenance
Tujuan dari total productive maintenance baik secara langsung, maupun
tidak langsung yaitu:
1. Mencapai OPE (Overall Plant Efficiency) paling minimum 80 %
2. Mencapai nilai OEE minimum 90 %
3. Mengurangi biaya manufaktur sebesar 30 %
4. Memenuhi pesanan konsumen sebesar 100 %
6. Mencapai tujuan dengan bekerja sebagai tim
7. Perubahan perilaku kerja operator
8. Membagi pengetahuan dan pengalaman
9. Menambah tingkat keyakinan karyawan dalam bekerja.
2.4.5. Manfaat Total Productive Maintenance
Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja
jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut:
1. Peningkatan produktifitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan
meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan
2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada
mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus
3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati karena produksi yang tanpa
gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan
4. Biaya produksi rendah karena rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai
tambah dapat dikurangi
5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja baik
6. Meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab dilegasikan
pada setiap orang.
Kegiatan dan tindakan tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya
berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan
meminimalkan downtime mesin/peralatan akan tetapi banyak faktor yang
menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin/peralatan saja.
Rendahnya produktifitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan sering diakibatkan oleh pengguna mesin/peralatan yang tidak efektif
dan efesien terdapat pada enam faktor yang disebut kerugian besar (six big
losses).
Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber
daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output, efisiensi
merupakan karakteristik proses mengukur perpormasi aktual dari sumberdaya
Sedangkan efektifitas merupakan karakteristik lain dari proses mengukur
derajat penyampaian output dari sistem produksi, efektifitas diukur dari rasio
aktual output terhadap output yang direncanakan. Dalam era persaingan bebas saat
ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kualitas output semata
akan dapat menyesatkan, karena pengukuran ini tidak memperhatikan
karakteristik utama dari proses yaitu : kapasitas efesiensi dan efektifitas.
Taisir, Osama (2010) berkata bahwa satu tujuan dari TPM dan OEE adalah
mengurangi atau menghilangkan apa yang disebut dengan six big losses yang
merupakan penyebab umum terjadinya kerugian efisiensi saat proses manufaktur.
Berlangsungnya kerugian dari efektifitas di dalam TPM tersebut didefinisikan
dengan istilah dari kualitas yang disebut kualitas produk dan kesediaan waktu
mesin. Mesin /peralatan seefisien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi
dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna, Untuk
dapat meningkatkan produtifitas mesin/peralatan yang digunakan maka perlu
dilakukan analisis produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan pada six big losses.
Merumuskan six big losses dalam formula dibawah ini (Nakajima, 1988):
2.4.5.1. Penurunan Mesin (Downtime)
1) Kerugian karena kerusakan mesin/peralatan (equipmentfailure/breakdown)
Kerusakan mesin/peralatan (equipment failure breakdown) akan
mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibar
dari produk yang di hasilkan cacat.
Formula matematis untuk breakdown losses sebagai berikut:
EF = ������������������
������������� x 100%
2) Kerugian karena pemasangan dan penyetelan (set-up and adjustment losses)
Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk
waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang di butuhkan untuk kegiatan
kegiatan menggati jenis produk ke jenis berikutnya untuk produksi selanjutnya.
Dengan kata lain total yang di butuhkan mesin tidak berproduksi guna menggati
peralatan (dies) bagi jenis produksi berikutnya sampai dihasilkan produksi sesuai
Formula matematis untuk set-up and adjusment losses sebagai berikut :
SA = �������� −��/����������
������������� x 100 %
2.4.5.2. Kerugian akibat penurunan kecepatan (speed losses)
1) Kerugian kerena beroperasi tanpa beban maupun berhenti sesaat (Idling and
minor stoppages)
Kerugian kerena beroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat
muncul jika factor ekternal mengakibatkan mesin/peralatan berhenti berulang
ulang mesin/peralatan beroperasi tampa mengahasilkan produk.
Formula matematis untuk idling and minor stoppages losses sebagai berikut:
IMS = �����������������
����������� x 100 %
2) Kerugian karena menurunnya kecepatan Produksi(Reduced speed)
Menurunnya kecepatan produksi timbul jika operasi lebih kecil dari
kecepatan yang di rancang beroperasi dalam kecepatan normal. Menurunnya
kecepatan produksi antara lain di sebabkan oleh:
1. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai karena berubahnya
jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin dan peralatan
yang digunakan.
2. Kecepatan produksi mesin/peralatan menurun akibat operator tidak
mengetahui berapa kecepatan normal mesin/peralatan sesungguhnya.
3. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah
pada mesin/peralatan dan kualitas produksi yang dihasilkan jika di
produksi pada kecepatan produksi yang lebih tinggi.
Formula matematis reduce speed losses sebagai berikut:
RS = �������������������� –�������������������
����������� x 100 %
2.4.5.3. Kerugian karena terjadinya cacat (Defects)
1) Kerugian karena produk cacat maupun karena kerja produk di proses
Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian
material,mengurangi jumlah produksi, limbah produksi produksi meningkat dan
biaya untuk mengerjakan ulang, kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya
tenaga kerja dan waktu yang di butuhkan untuk mengolah dan mengerjakan
kembaliataupun memperbaiki cacat produk Cuma sedikit akan tetapi kondisi
seperti ini bias menimbulkan masalah yang semakin besar.
Formula matematis untuk rework losses sebagai berikut:
RL = ���������������������
����������� x 100 %
2) Kerugian pada awal waktu produksi hingga mencapai waktu produksi yang
stabil(Reduced yield/scrap losses)
Reduced yieled losses adalah kerugian waktu dan material yang timbul
selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin/peralatan untuk menghasilkan produk
baru dengan kwalitas produk yang di harapkan. Kerugian yang timbul tegantung
pada faktor-faktor seperti keadaan operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya
penanganan dan pemasangan mesin/peralatan atau cetakan (dies) ataupun operator
tidak mengerti dengan kegiatan proses produksi yang ditimbulkan.
Formula matematis yield/scrap losses sebagai berikut:
YS = ��������������������
����������� x 100 %
2.5. Overall Equipment Effectiveness
Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big
losses pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses dapat
dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk digunakan
dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni downtimes losses, speed losses
dan defect losses.
OEE merupakan ukuran menyeluruh yang mengidentifikasikan tingkat
produktivitas mesin/peralatan dan kinerja secara teori. OEE adalah tingkat
keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan
Availability, Performance Efficiency, dan Rate of Quality Product (Roy Davis,
area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktivitas maupun effisiensi
mesin/peralatan dan dapat juga menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada
lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan
memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas
penggunaan mesin/peralatan.
Formula matematis dari overall equipment effectiveness (OEE) di rumuskan
sebagai berikut :
OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100%
Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat di tunjukkan
jika hanya didasari oleh perhitungan satu faktor saja, misalnya performance
efficiency saja. Dari enam pada six big losses baru minor stoppages saja yang
dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan. Keenam faktor data six big
losses harus diikutkan dalam penghitungan OEE, kemudian kondisi aktusal dari
mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat. OEE dihitung dengan menghasilkan
produk dari ketersediaan peralatan, efisiensi kerja proses dan tingkat kualitas
produk (Ljungberg, 1998; Dal et al, 2000.).
2.5.1. Kesediaan Waktu Mesin (Availability)
Availability merupakan rasio operation time terdapat waktu loading
timenya, sehingga dapat menghitung availability mesin di butuhkan nilai dari
Operation time, Loading time dan Downtime :
Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Availability = �������������
����������� x 100 %
Loading time adalah waktu yang tersedia (avaibility) per hari atau per
bulan di kurang dengan waktu downtime direncanakan (planned downtime).
Planned time adalah jumlah waktu mesin pada saat dilakukannya
pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan management lainya.
Lamanya Loading time dapat dicari dengan formula :
Operation time merupakan hasil pengurangan loading dengan waktu down
time (non operation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi
tersedia (avaibility time) setelah waktu downtime mesin keluarkan dari total
avaibility time yang di rencanakan.
Planned time mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan
mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment
failures/breakdown) mengakibatkan tidak ada output yang di hasilkan downtime
meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, pelaksanaan
prosedur set-up and adjustment dan lain - lainya. Untuk mencari lamanya terjadi
Downtime maka diperlukan formula sebagai berikut :
Downtime = Setup + Breakdown +waktu saat mesin berhenti
Operation time didapat dari data PT.PLN (Persero) sektor belawan
2.5.2. Efisiensi Performansi (Performance Efficiency)
Performnace efficiency merupakan hasil perkalian dari operation speed
rate dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang di hasilkan di kalikan
dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia yang melakukan
prosesn produksi (operation time).
Operation speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal
mesin berdasarkan kapasitas mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time)
dengan kecepatan actual mesin (actual cycle time). Persamaan matematikanya di
tunjukkan sebagai berikut :
Operation speed rate = ����� ����� ����
������ ����� ����
Net operatiaon rate merupakan perbandingan antara jumlah produk yang
di proses (processed amount) dikali actual cycle time dengan operation time. Net
operatioan time menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh minor stoppages dan
menurunya kecepatan produksi (reduced speed). Adapun cara mencari besarnya
net opertation dapat dicari dengan formula dibawah ini :
Net operation rate = ������ ���������� ����