• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan PA 1 Maret 2016 F. Teologi UKDW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahan PA 1 Maret 2016 F. Teologi UKDW"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Bahan Pengantar PA Fakultas Teologi Penderitaan Sebagai Kasih Karunia Allah

(I Petrus 2 : 18 – 25) Pendahuluan

Pada bahan pengantar PA Selasa lalu, Sdri. Cathalia menyimpulkan bahwa teks I Petrus 2:11-17 berisi mengenai ajakan penulis kepada orang-orang Kristen perantau yang menjadi tujuan dari surat Petrus ini untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik sebagai kesaksian yang hidup di tengah-tengah orang-orang kafir.1 Demikian juga, bahan penanggap yang memberikan persetujuan terhadap bahan pengantar PA, dengan memberikan beberapa tambahan dan contoh kasus bagaimana layaknya sebagai orang-orang Kristen menyikapi permasalahan kejahatan sosial-politik yang terjadi di bangsa Indonesia, misal: Korupsi, sedangkan penulis surat Petrus dalam bagian ini memberikan nasihat mengenai kepatuhan terhadap pemerintah. Bagian selanjutnya dari diskusi PA fakultas Teologi akan secara khusus membahas teks I Petrus 2:18-25.

Pembahasan

a. Hamba: hidup dalam penderitaan sebagai kasih karunia (ayat 18-20)

Dalam perikop ini, nasihat dari penulis surat Petrus ditujukan khusus kepada para hamba-hamba Kristen yang hidup dalam perantauan. Barclay mengatakan, kata yang penulis gunakan untuk “hamba-hamba” bukanlah  (douloi) –kata yang biasa digunakan dalam PB-, melainkan

(oiketai) yang menunjuk budak-budak dalam negeri atau dalam rumah tangga.2 Tentu saja, kita sudah tidak asing dengan budaya perbudakan yang terjadi pada zaman tersebut dan bagaimana mereka diperlakukan oleh para majikannya. Namun demikian, hal yang menjadi persoalan adalah mengapa Petrus memberikan nasihat ini? Mengingat, para budak/hamba bahkan tidak memiliki hak atas kehidupannya sendiri, ketika ia menjadi hamba dari seorang tuan. Oleh sebab itulah, secara otomatis seorang hamba harus tunduk kepada tuannya, baik itu tuan yang baik ataupun kejam sekalipun. Bartlett menjelaskan, “mungkin saja bahwa yang dimaksudkan hamba adalah orang-orang Kristen yang takut kepada Allah saja.”3 Berdasarkan argumen di atas, kita dapat memahami bahwa nasihat ini ditujukan kepada orang-orang Kristen pada umumnya yang dimetaforakan sebagai hamba-hamba. Pada satu sisi, saya mungkin sepakat dengan pemahaman seperti ini, mengingat dalam konteks penulisan surat ini, orang-orang Kristen hidup sebagai perantauan, sekaligus mereka sedang hidup dalam penderitaan dan dianiaya karena iman mereka saat itu. Namun demikian, di sisi yang lain, saya juga masih bertanya-tanya, benarkah bahwa kata hamba atau (oiketai) digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan orang-orang Kristen atau justru maksud penulis asli ialah hamba dalam

1 Bahan Pengantar PA Sdri. Cathalia pada Selasa, 23 Februari 2016, h.2.

2 William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Yakobus, 1&2 Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 334. Bdk. Simon J. Kistemaker, New Testament Commentary: Peter and Jude (Michigan: Baker Book House, 1990), 104, “budak rumah tangga memiliki

kehidupan yang lebih baik daripada orang merdeka yang sering tidur di jalanan-jalanan kota atau tinggal dalam ruang-ruang yang sangat murah. Oleh majikannya mereka diberikan tempat yang layak, makanan dan minuman yang cukup.”

(2)

artian secara harafiah. Jika hamba diartikan secara harafiah, maka saya menebak bahwa maksud penulis menuliskan nasihat ini agar menghindari terjadinya konflik masa/keributan akibat pemberontakan budak-budak. Akan tetapi, jika diartikan secara metafora, maka permasalahannya akan berlanjut siapakah orang-orang Kristen yang dimaksudkan, apakah orang Kristen non-Yahudi atau orang Kristen Yahudi?

Beberapa ahli biblika belum sepakat mengenai penerima/pembaca asli dari surat Petrus ini. Sebagian menganggap bahwa alamat surat ini ialah orang-orang Kristen non-Yahudi (I Petrus 2:10), sedangkan sebagian lagi menganggap bahwa alamat surat ini ialah untuk orang-orang Kristen Yahudi (I Petrus 2:12). Bagi saya sendiri, ini sebuah permasalahan yang menarik untuk didalami. Mengapa? karena akan ada nuansa tertentu ketika kita membaca teks ini dari sudut pandang masing-masing kelompok, terutama menyangkut penghayatan kasih karunia Allah dalam penderitaan yang dialami sebagai orang Kristen. Sebagai orang-orang Kristen non-Yahudi, mungkin saja penghayatan kasih karunia Allah di dalam penderitaan tidaklah seberat orang Kristen Yahudi. Maksudnya ialah, orang-orang Kristen saat itu (baik non-Yahudi maupun Yahudi) tentu saja mengalami penderitaan dan penganiayaan, hal ini disebabkan sejak jaman pemerintahan kaisar Nero, orang-orang Kristen dijadikan ‘kambing hitam’ sehingga mereka dipersalah-salahkan jika terjadi hal-hal yang buruk di wilayah mereka, dan hal ini pun terus berlanjut pada pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian, kita sudah belajar dan mengetahui dalam sejarah gereja mula-mula bagaimana orang Kristen mengalami penderitaan dan penganiayaan. Akan tetapi, jika pembaca aslinya ialah orang Kristen Yahudi, maka mereka mengalami penderitaan berkali-kali lipat dibandingkan orang Kristen non-Yahudi. Pertama, bangsa Yahudi berkali-kali mengalami penjajahan dari bangsa lain, bahkan periode waktunya sangat lama. Kedua, ketika kekristenan mulai menyebar dan sebagian orang Yahudi menjadi Kristen, mereka pun masih hidup dalam penjajahan, bahkan permulaan abad 2 harus mengalami diaspora. Ketiga, status sosial akibat penjajahan tersebut menjadikan orang-orang Yahudi sebagai budak-budak dari bangsa Romawi. Terakhir, sekalipun menjadi seorang Kristen yang notabenenya mereka percaya bahwa telah dibebaskan dan diselamatkan oleh Kristus, namun mereka nyatanya belum dapat menikmati apa yang disebut dengan kemerdekaan tersebut, justru mereka mengalami penindasan dan penganiayaan. Oleh sebab itulah, penekanan terhadap tema menghayati kasih karunia Allah di dalam penderitaan menjadi sebuah topik menarik yang dibahas oleh penulis surat ini. Apalagi jika surat ini ditujukan bagi orang-orang Kristen Yahudi, sehingga muncul ‘nuansa istimewa’ yang mungkin tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

b. Kristus: Guru Teladan Penderitaan (ayat 21-25)

(3)

peringatan akan peristiwa baptisan.4 Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kali digunakan kalimat, seperti: orang-orang pilihan (I Pet 1:2); dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umatNya (I Pet 2:10); sebagai orang merdeka (I Pet 2:16); Sebab untuk itulah kamu dipanggil (I Pet 2:21); dst. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa surat Petrus ini sebagai surat yang memberikan kekuatan kepada orang-orang Kristen dalam masa penganiayaan agar tetap teguh di dalam baptisan mereka (iman percaya kepada Kristus).

Setelah penulis mengingatkan pembaca akan makna baptisan yang diterima sebagai kekuatan di dalam penderitaan, maka bagian selanjutnya pembaca asli dibawa ke dalam sebuah ingatan akan penderitaan yang dialami oleh Kristus. Neyrey mengatakan,

“fokus nasihat ini ialah keadaan buruk dan sukar para hamba sangat diakui dan penderitaan mereka menjadi pusat perhatian di sini. Penderitaan, terutama dalam tingkat perbudakan, merupakan kenyataan pahit kehidupan. Tetapi, surat ini berusaha menafsirkan pengalaman itu dalam terang kerigma Kristen mengenai penderitaan Yesus. Dengan demikian, orang Kristen akan memandang penderitaan dalam kehidupan mereka sebagai suatu pemulihan bagi sikap yang tak bertanggungjawab.”5

Menarik memang ketika penderitaan yang dialami oleh orang-orang Kristen ataupun hamba (jika diartikan secara harafiah) dikaitkan dengan teladan Kristus ketika mengalami penderitaan. Hal ini dibenarkan oleh Kistemaker bahwa kata teladan (example) yang digunakan dalam teks ini berasal dari dunia pendidikan. Dalam pendidikan, kata ini berkaitan dengan pelatihan-pelatihan yang diterima seorang anak di sekolah.6 Dengan demikian, penderitaan dan penganiayaan yang dialami oleh orang-orang Kristen dipandang sebagai hal positif, serta sebagai langkah orang-orang Kristen meneladani (sebagai seorang murid) penderitaan Kristus yang memperkuat penghayatan iman mereka di tengah-tengah penderitaan dan penganiayaan yang dialami sebagai kasih karunia Allah.

Pada karyanya, penulis tidak hanya menekankan orang-orang Kristen harus meneledani penderitaan Kristus saja, melainkan ia memberikan contoh penderitaan yang dialami oleh Kristus. Pada bagian akhir ini, penulis mengutip nas PL dalam Yesaya 53. Bagi C.S. Song,

“Hal yang amat penting dicatat di sini ialah bahwa melalui penderitaanlah jabatan mesianis Yesus terkait dengan kedudukan seorang nabi sebagai hamba yang digambarkan begitu agung dalam “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan” dalam Deutro Yesaya, khususnya dalam pasal 53.”7

Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa justru karena Kristus mengalami penderitaan, maka kasih karunia Allah nyata dalam dan melalui penderitaan Kristus. Seorang Mesias tidak dapat dipahami terpisah dari penderitaan. Penderitaan adalah intisari sifat mesianis.8 Akhirnya, maksud dan tujuan dari bagian perikop ini ialah mengingatkan kembali kepada orang-orang Kristen yang mengalami perbudakan, penganiayaan, penindasan yang membuat mereka mengalami penderitaan untuk melihat kasih karunia Allah melalui penderitaan Kristus di atas

4 Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 293.

5 Jerome H. Neyrey, “ Tafsiran I Petrus” dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, ed. Dianne Bergant & Robert J. Karris, (Jogjakarta: Kanisius, 2002), 450.

6 Simon J. Kistemaker, New Testament Commentary: Peter and Jude (Michigan: Baker Book House, 1990), 109.

(4)

kayu salib. Hal ini dilakukan supaya mereka pun tetap teguh di dalam baptisan (iman percaya kepada Kristus) ketika mengalami penderitaan, karena kasih karunia Allah justru ada di dalam dan melalui penderitaan itu sendiri.

Pertanyaan diskusi

1. Sebagian besar orang Kristen masih menganggap bahwa penderitaan yang dialami oleh manusia merupakan teguran, bahkan hukuman dari Allah. Mustahil rasanya, ketika penderitaan dihayati sebagai kasih karunia Allah, sekalipun Kristus telah menderita. Bagaimana pendapat anda?

2. Sudah tentu, penghayatan akan penderitaan Kristus akan dialami secara berbeda antara orang merdeka – budak/hamba; orang kaya – miskin; sehat – sakit; sukacita – dukacita; dll, padahal sejauh pembacaan teks ini ditujukan bagi orang-orang yang mengalami ketertindasan. Apakah orang yang tidak mengalami penderitaan bisa menghayati penderitaan Kristus?

Referensi

Dokumen terkait

Asrama Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) yang terletak di kawasan Seturan merupakan asrama bagi mahasiswa Teologi. Mahasiswa Teologi yang tinggal di asrama tersebut

Survei cepat Kemenkes RI (2010) di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menunjukkan hasil bahwa tidak ada pemeriksaan kesehatan secara rutin di sekolah; jika siswa

Dalam penelitian ini, karikatur tentang kenaikan harga BBM yang dimuat dalam surat kabar Kompas disajikan sebagai suatu bentuk komunikasi visual yang mengandung muatan pesan

Dengan kondisi tersebut masyarakat memerlukan suatu ruang yang dapat mewadahi segala aktivitas kesenian, khususnya kesenian tradisonal untuk menambah pengetahuan

Dengan ketentuan, sebanyak 100 responden menjawab 5 unsur pertanyaan dalam kuisioner yang memiliki 3 kategori jawaban yang terdiri dari hal yang positif (disebut hal

Tiba-tiba air datang, tiang listrik roboh, mobil juga diserang tsunami, anak-anak, istri dan semua keluargaku hilang karena tsunami (sambil menangis). Saya, saya berusaha

sesuai waktu yang ditentukan dengan menunjukkan bukti transkrip nilai yang telah ditempuh. 3) Mahasiswa yang mendaftarkan diri di luar waktu yang telah ditentukan tidak

Syukur Alhamdulillah, penulis telah menyelesaikan karya tulis akhir yang berjudul “Hubungan Perubahan Pola Makan Yang Tidak Teratur Dengan Angka Kejadian Dispepsia