Terapi Kognitif Penderita Agorafobia Sebagai Gangguan
Kecemasan dalam Psikologi Abnormal
Nahariyatul Mufidatul Izzah
Abstrak
Dalam psikologi abnormal dikatakan bahwa perasaan cemas yang tidak sesuai dengan situasi bisa disebut sebagai perilaku abormal. Salah satu bentuk kecemasan (anxiety) adalah fobia. Fobia terjadi saat seseorang merasakan kecemasan yang lebih besar bila dibandingkan dengan ancaman yang dihasilkan. Orang yang memiliki sifat fobia akan merasakan takut akan suatu hal yang spesifik dan biasanya tidak rasional semisal takut dengan keramaian (agorafobia). Salah satu penanganan yang dapat dilakukan yaitu melalui terapi kognitif.
Kata kunci: abnormal, fobia, agorafobia, terapi kognitif
asih sulit mendefinisikan berilaku abnormal karena batas antara perilaku normal dan perilaku abormal masih sangat abstrak. Jika kita membatasi definisi kita tentang perilaku abnormal pada gangguan mental yang dapat didiagnosis, berarti satu dari dua diantara kita secara langsung telah mengalaminya (R.C. Kesseler 1994;Jeffrey dkk 2003:3). Contoh gangguan mental tersebut adalah gangguan mood, skizofrenia, disfungsi seksual dan gangguan penyalahgunaan zat.
M
Para ahli tidak mendapat kesepakatan untuk dapat menggambarkan tingkah laku normal dan abnormal. Tetapi secara umum perilaku abnormal dapat diartikan sebagai “tingkah laku jauh dari norma”. Merupakan hal yang lumrah bila kita merasakan cemas saat akan menghadapi tes wawancara atau merasa depresi saat cita-cita kita yang sudah di depan mata tidak terealisasikan.
Tapi perilaku cemas dan depresi ini dikatakan abnormal jika tidak sesuai dengan situasinya. Maka didapatlah kriteria dimana suatu perilaku sudah dikatakan sebagai perilaku abnormal. Yakni:
Perilaku yang tidak biasa
Perilaku yang tidak dapat diterima
Persepsi atau persepsi yang sala terhadap realitas
Orang-orang tersebut berada pada stres personal yang signifikan
perilaku maladiktif atau self-defeating
perilaku berbahaya
Budaya ternyata memiliki peranan terhadap tingkah laku yang dihasilkan anggotanya. Bisa saja suatu perilaku tidak dianggap abnormal pada kebudayaan namun dianggap sebagai normal oleh kebudayaan B. Suatu budaya dapat memberi tanggapan pada distres mental dan tingkah laku normal karena budaya memeberikan ‘label’ terhadap tingkah laku yang mereka anggap abnormal. Maka dari itu tingkah laku abnormal seharusnya diidentifikasi dimana tingkah laku terjadi dan dimana mereka dianggap sebagai problem agar tidak terjadi pertentangan pendapat hanya karena beda pandangan budaya.
Keabnormalan dari sudut pandang biologis disebabkan oleh keadaan jasmani seseorang yang mungkin tidak dalam keadaan sempurna untuk mengerjakan tugasnya sehingga menghambat perkembangan maupun fungsi pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah cacat genetik pada kromosom tubuh seseorang sehingga menyebabkan dia menderita sindrom Down.
Faktor psikososial berasal dari lingkungan keluarga atau dari pengalaman pribadi. Contohnya perilaku orang tua yang tidak sesuai dengan kepribadian anak membuatnya bersifat memberontak atau dari trauma masa kecil.
Tuntuntan masyarakat pada faktor sosiokultural terkadang memberikan tekanan pada beberapa orang. Contoh akibat dari tekanan sosial seperti keterpaksaan menjalankan suatu peran sosial yang sebenarnya tidak sesuai dengan kepribadiannya. Membuat tingkat depresi seseorang terus bertambah bila tidak segera dibenahi.
Penggologan atau klasifikasi tingkah laku abnormal atau biasa dikenal sebagai
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) dicetus oleh kalangan profesi psikiatri di Amerika Serikat atau biasa disebut APAdimulai dari DSM-I (1952) dan DSM-II (1968). Penggunaan klasifikasi ini masih menemui masalah yaitu tidak konsistennya teori yang digunakan sehingga terbentuklah DSM-III (1980) dan DSM-III-R (1987) sebagai versi yang telah direvisi dari sebelumnya. Gangguan perilaku yang sering kita jumpai ternyata sudah diklasifikasi menjadi bab-bab yang cukup banyak berdasarkan ciri-ciri umum yang sama. Dalam artikel ini akan dibahas lebih spesifik tentang gangguan kecemasan terutama tentang Agorafobia
Anxietas/kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Jeffrey dkk, 2003:163).
Dalam kecemasan dan rasa takut yang normal, taraf kecemasan dianggap sebagai reaksi emosional sementara (state anxiety) yang umum sebagai reaksi terhadap ancaman. Sedangkan ketakutan merupakan reaksi normal terhadap suatu kenyataan atau khayalan dan hampir semua anak kecil mengalami masa takut ini. Kebanyakan ketakutan bersifat sementara dan isi ketakutan berubah-ubah yang dipengaruhi oleh umur dan pengalaman lingkungan.
masalah yang besar. Tapi bagi orang abnormal, ketakutan itu merupakan masalah yang sangat amat besar.
Bila dilihat dari sudut pandang perkembangan gangguan kecemasan, maka diperoleh keterikatan antara gangguan kecemasan pada masa anak-anak dan dewasa. Permulaan dari beberapa gangguan kecemasan orang dewasa nampaknya dimulai pada masa anak-anak atau masa remaja. Beberapa penelian mendukung teori tersebut seperti yang dikemukakan oleh Rutter, Tizard dan white more (inggris, 1981) menemukan bahwa anak-anak pada usia 11 tahun yang memiliki gangguan kecemasan, beresiko dua kali lebih besar terhadap berkembangnya masalah psikiatris pada masa remaja dibandingkan dengan anak usia 11 tahun yang tidak mengalami gangguan kecemasan (Linda, 1994:47). Jadi dengan terbuktinya pernyataan tersebut perlu dilakukan upaya perventif agar perilaku kecemasan yang dimaksud tidak sampai terbawa sampai dewasa.
DSM-IV mengakui tipe spesifik dari gangguan-gangguan kecemasan yakni: gangguan panik; gangguan fobia; gangguan kecemasan menyeluruh; gangguan obsesif-kompulsif; gangguan stres akut dan gangguan stres pasca trauma. Gangguan-gangguan kecemasan tidak berdiri sendiri secara eksklusif karena pasti terdapat keterkaitan antar satu gejala dengan gejala lain.
Gangguan kecemasan pertama adalah gangguan panik. Dalam serangan panik melibatkan kecemasan yang intens disertai simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar, nafas tersenggal-senggal dan cepat atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak, dan pusing tujuh keliling. Serangan-serangan tadi disertai rasa teror
yang luar biasa. Orang yang mengalami serangan panik menyadari perubahan yang dialami tubuhnya dan menganggap bahwa mereka terserang suatu penyakit tertentu padahal kepanikan merekalah yang mempersepsikan salah.
Gangguan kecemasan kedua adalah kecemasan menyeluruh. Ciri utama pederita GAD (generalized anxiety disorder) adalah cemas yang kronis. Ciri-ciri yang terkait adalah merasa tegang, was-was atau khawatir, mudah lelah, mempunyai kesulitan berkonsentrasi, iritabilitas dan gangguan tidur. GAD sering ditemukan dengan gejala kecemasan yang lain seperti agorafobia dan obsesif-kompulsif
Gangguan kecemasan ketiga adalah obsesif-kompulsif. Dalam gangguan ini penderita akan berpikir suatu aktivitas yang harus dikerjakan baik yang sudah dilakukan atau belum pikiran tersebut bersifat irasional dan persisten (tidak mau hilang). Seperti seseorang yang mencuci tangannya sebanyak 50 kali. Kegiatan mencuci tangan adalah sikap kompulsif repetitif (diulang-uang) dan akan terasa lega setelah mengalahkan kecemasan dari pikiran obsesif bahwa di tangannya masih terkandung bakteri.
berlangsung secara intens. Ciri-ciri reaksi stres traumatis seperti mengalami kembali peristiwa traumatis, menghindari petunjuk untuk stimuli yang diasosiasikan dengan peristiwa tersebut, mati rasa dalam responsivitas secara umum atau dalam segi emosional, mudah sekali terangsang gangguan fungsi atau distresemostional yang penting (Jeffrey dkk, 2003:175)
Gangguan kecemasan terakhir adalah gangguan fobia. Fobia berasal dari kata Yunanai phobos yang berarti ‘takut’. Takut beraitan erat dengan kecemasan karena takut adalah perasaan cemas sebagai respon pada suatu ancaman. Pada gangguan fobia, ketakutan yang dialami jauh melebihi penilaian tentang bahaya yang ada. Perlu diingat bahwa fobia yang dimaksud disini adalah fobia yang secara signifikan mempengaruhi gaya hidup atau berfungsinya seseorang. Rasa takut akan ular merupakan kewajaran pada tiap manusia. Dapat dikatakan sebagai fobia bila ketakutan tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari.
Sebagian besar penderita fobia menyembunyikan ketakutannya, atau tidak berterus terang kepada orang lain soal rasa takutnya yang tak wajar karena takut dianggap gila atau sakit jiwa oleh orang lain. Sebenarnya fobia bukanlah gangguan mental yang serius, orang yang menderita fobia tetap bisa beraktivitas normal dengan cara menghindari sumber rasa takutnya.
Umumnya fobia disebabkan oleh proses belajar yang tidak semestiya (faulty learning). Terwujud dengan peristiwa seperti pernah mengalami trauma sehingga terdapat rasa takut terhadap situasi tersebut dan berusaha untuk menghindari situasi tadi. Selain trauma bisa juga didapat dari
pengalaman menakutkan atau kejadian tidak menyenangkan.
Fobia juga dapat terjadi karena faktor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya aliran darah dan metabolisme di otak. Dapat juga karena ada sesuatu yang tidak normal di struktur otak. Tetapi kebanyakan psikolog setuju, bahwa fobia lebih sering disebabkan oleh kejadian traumatis.
Ada ratusan macam fobia tetapi pada dasarnya fobia-fobia tersebut merupakan bagian dari 3 jenis fobia, yang menurut buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV) ketiga jenis fobia itu adalah :
1. Fobia sederhana atau spesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Lebih ringkasnya fobia ini disebabkan oleh obyek atau situasi spesifik. DSM-IV-TR membagi fobia berdasarkan sumber ketakutannya: darah, cedera, dan penyuntikan, situasi (seperti pesawat terbang, lift, ruang tertutup), binatang (seperti ailurophobia: takut kucing, arachnophobia: takut laba-laba, cynophobia: takut anjing), dan lingkungan alami (seperti takut ketinggian)
Contoh: takut pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.
Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan dengan keberadaan orang lain. Individu yang mengalami fobia sosial biasanya menghindari situasi yang membuat dia merasa dievaluasi (ketakutan terhadap penilaianorang lain), mengalami kecemasan, atau melakukan perilaku yang tidak seharusnya. Contoh: takut jadi pusat perhatian. Orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai.
3. Fobia kompleks (Agoraphobia)
Fobia kompleks adalah ketakutan terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall). Orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah. Pembahasan
mengenai Agorafobia dan
penanganan secara kognitif akan di bawas lebih luas dalam artikel ini.
Agorafobia
Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka. Berasal dari kata yunani yang berarti “takut pada pasar”. Perasaan cemas pada penderita agorafobia ada pada saat berada di tempat umum seperti berbelanja di toko penuh sesak, jalan yang ramai, naik bus, dsb.
. Menurut Diagnosticand Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat ( DSM-IV-TR), agorafobia berhubungan erat dengan gangguan panik, namun International Classification of Diseases (ICD) 10 tidak
mengkaitkan gangguan panik dengan agorafobia dan kasus-kasus agorafobia didapati dengan atau tanpa serangan panik. Diperkirakan prevalensi agorafobia adalah 2-6%, walaupun fobia sering dijumpai namun sebagian besar pasien tidak mencari bantuan untuk mengatasinya atau tidak terdiagnosis secara medis.
Agorafobia dapat diikuti maupun tidak diikuti oleh gangguan panik. Pada agorafobia yang disertai dengan gangguan panik, mereka akan merasa ‘diserang’ oleh hasil pemikiran ketakutan mereka sendiri. Membuat orang tersebut membatasi aktivitas mereka pada keadaan ramai tadi dan mengakibatkan mereka cenderung untuk mengindar dan dalam keadaan tanpa pertolongan
Studi terakhir Silverman dkk (1988) memberikan dukungan kuat bahwa agorafobia berpengaruh terhadap keluarga dalam perkembangan gangguan kecemasan pada janin. Studi tersebut menyatakan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang
mengalami gangguan
tingkah laku dan psikologis dalam diri mereka sendiri. Tingkah laku agorafobia pada orang tua (misal panik, penghindaran) dapat merupakan faktor kunci yang
dihubungkan dengan
gangguan penyesuaian diri anak (Silverman, Cerny & Nelles, 1988, Linda,1994:75)
Etiologi (perkembangan penyebab gangguan-gangguan kecemaran) agorafobia belum diketahui secara pasti, tapi patogenesisfobia berhubungan dengan faktor-faktor biologis, genetik dan psikososial.
Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial dan penelitianlain yang menunjukkan adanya disfungsi dopaminergik pada fobia sosial mendukung adanya faktor biologis. Agorafobia diperkirakan dipicu oleh gangguan panik. Data penelitian menyimpulkan bahwa gangguan panik memiliki komponen genetik yang jelas, juga menyatakan bahwa gangguan panik dengan agorafobia adalah bentuk parah dari gangguan panik, dan lebih mungkinditurunkan.
Dari faktor psikososial, penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak tertentu yang ada predisposisi konstitusional terhadap fobia, memiliki temperamen inhibisi perilaku terhadap yang tidak dikenal dengan stres lingkungan yang kronis akan mencetuskan timbulnya fobia. Misalnya perpisahan dengan orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dapat mengaktifkan diatesis laten pada anak-anak yang kemudian akan menjadi gejala yang nyata. Menurut Freud, fobiayang disebut sebagai histeria cemas disebabkan tidak terselesaikannya konflik
oedipal masa anak-anak. Objek fobik merupakan simbolisasi dari sesuatu yang berhubungan dengan konflik.
Terdapat berbagai macam cara penanganan gangguan kecemasan. Salah satunya adalah dengan terapi kognitif
Terapi Kognitif
Terapi kognitif umumnya dipandang sebagai bentuk paling efektif dari pengobatan untuk serangan panik, gangguan panik, dan agorafobia.
Kognitif berasal dari bahasa latin cognitio yang berarti ‘pengetahuan’. Para teoretikus kognitif mempelajari pikiran/ keyakinan yang mendasari perilaku abnormal. Berfokus pada biasnya pemrosesan informasi tentang dunia yang dapat menimbulkan perilaku abnormal.
Terapi perilaku kognitif berfokus pada pola berpikir
dan perilaku yang
bukan pada peristiwa itu sendiri.
Terapi Perilaku Rasional-Emotif (REBT)
mempercayai bahwa
kecemasan dan depresi tidak disebabkan langsung oleh peristiwa negatif, tetapi oleh bagaimana kita mendistorsi artinya dengan memandang peristiwa tersebut dari kama mata gelap keyakinan (Jeffrey 2003:111). Pada terapi ini terapis membantu klien dalam medebat pemikiran irasional yang menyerang diri sendiri
(maladaptif) dan
mengembangkan keyakinan alternatif dan adaptif.
Terapi kognitif Beck mendorong klien dan mengubah kesalahan dalam berfikir (distorsi kognitif). Perkerjaan rumah yang harus dilakukan adalah pengujian realitas terhadap keyakinan negatif mereka.
REBT dan terapi kognitif Beck sebenarnya bergerak pada bidang dan tujuan yang sama. Yakni membantu klien menggantikan pikirandan keyakinan self-defeating
dengan yang lebih rasional. Peredaannya adalah REBT cenderung lebih konfrontatif dan memaksa dalam memperdebatkan keyakinan klien yang irasional sedangkan terapis kognitif cenderung menadopsi
pendekatan yang lebih halus dan kolaborai dalam membantu klien menemukan dan mengoreksi distorsi berpikir.
Penjabaran Terapi untuk Serangan Panik dan Gangguan Panik. Dalam paparan terapi untuk gangguan panik, Anda dihadapkan pada sensasi fisik panik dalam lingkungan yang aman dan terkendali,
memberikan Anda
Diagnosis
Diagnosis agorafobia berdasarkan gejala ansietas dan fobia yang tampak jelas. Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke-III (PPDGJ-III), diagnosis pasti agorafobia harus memenuhi semua kriteria denganadanya gejala ansietas yang terbatas pada kondisi yang spesifik yang harus dihindari oleh penderita.
Tabel 2.1 kriteria diagnostik untuk agorafobia
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
(a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbulharus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnyawaham atau pikiran obsesif;
(b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadidalam hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/keramaian, tempat umum, bepergiankeluar rumah, dan bepergian sendiri; dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakangejala yang menonjol (penderita menjadi “house-bound”).
Sedangkan menurut DSM-IV, agorafobia dapat
digolongkan atas gangguan panik dengan agorafobia dan agorafobia tanpa gangguan panik. Dengan kriteria diagnosis sebagai berikut:
Tabel 2.2 kriteria diagnostik untuk agorafobia tanpa riwayat gangguan panik
(a) Adanya agorafobia
berhubungan dengan rasa takut mengalami gejala mirip panik (misalnya, pusing atau diare).
(b) Tidak pernah memenuhi kriteria untuk panik.
(c) Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obatyang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
(d) Jika ditemukan suatu kondisi medis umum yang berhubungan, rasa takut yangdijelaskan dalam kriteria A jelas melebihi dari apa yang biasanya berhubungan dengan kondisi.
Setelah di diagnosis apakah seseorang mengalami agorafobia atau tidak, maka dimulai terapi kognitif pada pasien.
Terapi kognitif adalah suatu bentuk terapi jangka pendek yang teratur, yang memberikan dasar berpikir kepada pasien untuk mengerti masalahnya, memiliki kata-kata untuk menyatakan dirinya dan teknik-teknik untuk mengatasi keadaan perasaan yang sulit, serta teknik pemecahan masalah.