• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Pengertian Antibiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Pengertian Antibiotik"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik

2.1.1 Pengertian Antibiotik

Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan ataumenghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007).

Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme, yang dalam jumlah kecik dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain (Harmita dan Radji, 2008).

2.1.2 Penggolongan Antibiotik

Penggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik (Tjay & Rahardja, 2007)

a. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum.

(2)

turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-amino di dalam molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama banyak bacilli gram-negatif. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif. Aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan

mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin.

c. Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan bacilli. Tidak efektif Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit kelamin), dan beberapa protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan monosiklin.

(3)

e. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh srteptomyces lincolnensis (AS 1960). Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja lebih sempit dar ipada makrolida,n terutama terhadap kuman gram positif dan anaerob. Berhubung efek sampingnya hebat kini hanya digunakan bila terdapat resistensi terhadap antibiotika lain. Contohnya linkomisin.

f. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis DNAnya dihindarkan. Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi.

g. Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum luas. Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol.

(4)

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Anonim, 2008).

3. Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut (Stringer, 2006) :

a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan β-Laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.

b. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol.

(5)

d. Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino benzoat), dan glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba.

e. Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA.

4. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut (Kee, 1996) :

a. Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.

(6)

obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.

5. Berdasarkan daya hambat antibiotik, terdapat 2 pola hambat antibiotik terhadap kuman yaitu (Anonim, 2008) :

a. Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, dan eritromisin.

b. Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid.

2.1.3 Penggunaan Antibiotik

(7)

dan akan mereka gunakan lagi untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya, sedangkan 53% orang akan mengobati dirinya sendiri dengan antibiotik ketika sakit. Dan 16% dokter meresepkan antibiotik pada pasien dengan demam yang tidak spesifik, 17% dokter merasa pasien dengan batuk perlu antibiotik, 18% dokter merekomendasikan antibiotik untuk diare dan 49% dokter mengobati telinga bernanah dengan antibiotik. Penggunaan dan penggunaan antibiotik yang terlalu berlebihan tersebut dapat memicu terjadinya resistensi antibiotik (WHO, 2011).

2.1.4 Efek Samping Antibiotik

Penggunaan antibiotik yang sembarangan dan tidak tepat dosis, dapat menggagalkan terapi pengobatan yang sedang dilakukan. Selain itu dapat menimbulkan bahaya seperti :

1. Resistensi, ialah tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik yang merupakan suatu mekanisme alami untuk bertahan hidup. Ini dapat terjadi apabila antibiotik diberikan atau digunakan dengan dosis yang terlalu rendah atau masa terapi yang tidak tepat.

2. Suprainfeksi, yaitu infeksi sekunder yang timbul ketika pengobatan terhadap infeksi primer sedang berlangsung dimana jenis dan infeksi yang timbul berbeda dengan infeksi primer (Tjay & Rahardja, 2007).

2.1.5 Resistensi Antibiotik

(8)

Resistensi terhadap antibiotik bisa di dapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, gen yang mengkode mekanisme resistensi ditransfer dari satu organisme ke organisme lain (Anonim, 2008). Secara klinis resistensi yang di dapat, adalah dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu obat menjadi resisten.

2.1.6 Penggunaan Antibiotik yang Rasional

Kunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang resisten adalah dengan menggunakan antibiotika secara tepat dan rasional. Pengobatan rasional dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan individunya, untuk waktu yang cukup dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi diri dan komunitasnya (Darmansjah, 2011). WHO menyatakan bahwa lebih dari setengah penggunaan obat diberikan secara tidak rasional (WHO, 2001). Menurut WHO, kriteria pemakaian obat yang rasional, antara lain :

a. Sesuai dengan indikasi penyakit Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik.

b. Diberikan dengan dosis yang tepat Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit.

c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat. Jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.

d. Lama pemberian yang tepat. Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu.

(9)

f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah.

g. Meminimalkan efek samping dan alergi obat 2.1.7 Sediaan Antibiotik

Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan suatu formula yang dikombinasikan dengan satu atau lebih zat bukan obat yang bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus. Melalui penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan dihasilkan sediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam (Ansel, 2008).

2.1.8 Kebijakan Pemerintah Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik

(10)

2.2 Rumah Sakit

2.2.1 Defini Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu institusi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar & Amalia, 2004). 2.2.2 Tugas Rumah Sakit

Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar & Amalia, 2004).

2.2.3 Fungsi Rumah Sakit

Guna menjalankan tugas-tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi yaitu :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

(11)

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Siregar & Amalia, 2004).

2.2.4 Klasifikasi Rumah Sakit

Suatu klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan, yang diberikan, pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Disamping itu, agar dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk suatu golongan rumah sakit tertentu (Siregar & Amalia, 2004).

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :

(12)

digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan penderita.

2. Jenis Pelayanan, berdasarkan jenis pelayanan rumah sakit terdiri atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, ibu hamil, dan sebagainya. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti rumah sakit kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata, lepra, TB, ketergantungan obat, rumah sakit rehabilitasi dan penyakit kronis.

(13)

4. Tempat Tidur, rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut:

a. Dibawah 50 tempat tidur b. 50-99 tempat tidur c. 100-199 tempat tidur d. 200-299 tempat tidur e. 300-399 tempat tidur f. 400-499 tempat tidur g. 500 tempat tidur dan lebih

5. Afiliasi Pendidikan, rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu rumah sakit pendidikan dan rumah sakit nonpendidikan. Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatric, dan bidang spesialiss lain. Dalam rumah sakit demikian, residen melakukan pelayanan/perawatan penderita dibawah pengawasan staf medik rumah sakit. Rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residen dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas disebut rumah sakit nonpendidikan.

(14)

2.2.5 Tipe-Tipe Rumah Sakit

Jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, rumah sakit di Indonesia dibedakan atas 5 macam yakni:

1. Rumah Sakit kelas A

Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah rumah sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top reverral hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.

2. Rumah Sakit kelas B

Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialisluas dan sub spesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit kelas B didirikan disetiap ibukota provinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit kelas B.

3. Rumah Sakit kelas C

(15)

4. Rumah Sakit kelas D

Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D ini juga menampung pelayanan rujukkan yang berasal dari PUSKESMAS.

5. Rumah Sakit kelas E

Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak rumah sakit kelas E yang telah ditemukan. Misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak, dan lain sebagainya yang seperti ini (Siregar & Amalia, 2004).

2.2.6 Ruang Intensif

(16)

2.2.7 Rumah Sakit Prof.Dr.H.Aloei Saboe

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboei kota Gorontalo berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboei Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo. Terletak diarea lahan seluas 54.000 M2 (Anonim, 2013).

2.2.7 Sejarah Berdirinya RSUD Prof. Dr.H.Aloei Saboe

Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H.Aloei Saboe Kota Gorontalo pertama kali dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929 dengan nama Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo.

Pada tahun 1979, Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas C berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 51/Men.Kes/SK/II/79 sebagai rumah sakit kelas C pada tanggal 17 September tahun 1987 Nama Rumah Sakit Kotamadya Gorontalo di ubah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H.Aloei Saboe Gorontalo yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikotamadya Gorontalo Nomor 97 Tahun 1987. Nama tersebut diambil dari salah seorang perintis kemerdekaan putera Gorontalo yang banyak berjasa dalam bidang kesehatan yaitu Almarhum ALOEI SABOE yang memperoleh gelar adat (TAA LOO TINEPA LIPU).

(17)

Tanggal 19 Maret 2001 adalah awal dimulainya relokasi bangunan Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H.Aloei Saboe dengan dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan gedung baru rumah sakit. Empat tahun kemudian tepatnya tanggal 19 Maret mulai dimanfaatkan Gedung Baru Rumah Sakit Prof.Dr.H.Aloei Saboe Kota Gorontalo.

(18)
[image:18.595.86.544.128.708.2]

2.2.8 Struktur Organisasi

Gambar 1. Sturuktur organisasi RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe (Anonim, 2013)

DIREKTUR

Dr. Andang Ilato MM DIREKTUR

Dr. Andang Ilato MM

KELOMPOK

KOMITE KELOMPOK

KOMITE

WADIR PELAYANAN

Dr. Medy Sarita

WADIR UMUM & KEUANGAN

Zamroni Agus, SE

BIDANG KEUANGAN

Marwan Mursidi, S.Sos

BIDANG PERENC. &

MEDREC BIDANG PERENC. &

MEDREC BIDANG UMUM &

KEPEGAWAIAN BIDANG UMUM & KEPEGAWAIAN BIDANG KEPERAWATAN BIDANG KEPERAWATAN

SUBBID RT DAN

PERLENGKAPAN SUBBID RT DAN PERLENGKAPAN SUBBID PELAYANAN MEDIS SUBBID PELAYANAN MEDIS SUBBID PERBENDAHARAAN

SUBBID ETIKA & MUTU KEPERAWATAN

Rosni, A.Md, Kep

SUBBID VERIVIKASI

Yanto Y Pontoh, SE,

SUBBID VERIVIKASI SUBBID ETIKA &

MUTU KEPERAWATAN SUBBID PENUNJANG MEDIS SUBBID PENUNJANG MEDIS SUBBID MEDIKAL RECORD

Dr. Jefri Mustafa, PH

SUBBID PERBENDAHARAAN

SUBBID DATA & SISTIM

INFORMASI

SUBBID DATA & SISTIM INFORMASI SUBBID HUKUM DAN

HUMAS SUBBID HUKUM

DAN HUMAS

SUBBID SARANA PERALATAN

MEDIS & LOGISTIK

KEPERAWATAN

Meske U. Patuti, S.Si,

SUBBID SARANA PERALATAN MEDIS & LOGISTIK KEPERAWATAN SUBBID AKUNTANSI BIDANG PELAYANAN

Dr. H. Bobi H. Oko, M.Kes

SUBBID BIMBINGAN & PELAY.KEPERAWATAN

Abd. Wahab Pakaya, S.Kep, Ns

SUBBID PENYUSUNAN PRG & LAPORAN

Balidin, S.Pd, M.Si

SMP

(19)

2.2.9 Ruang Intensif RSUD ALoei Saboe

Ruang Intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei saboe terdiri atas :

1. ICU (Intensive Care Unit), suatu unit pelayanan intensif yang memberikan penanganan dan perawatan terhadap kasus-kasus dengan sakit kritis yang memerlukan pemantauan, tindakan dan terapi yang intensif dengan tujuan menekan angka kematian (mortalitas) dan angka kecacatan (morbiditas).

2. ICCU (Intensive Coronary Care Unit), merupakan unit perawatan untuk penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner, serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat dan gagal jantung.

3. PICU ( Pediatric Intensive Care Unit), sebuah unit perawatan intensif anak, biasanya disingkat PICU adalah sebuah area dalam rumah sakit yang mengkhususkan diri dalam merawat bayi yang sakit kritis, anak-anak, dan remaja. PICU biasanya diarahkan oleh satu atau lebih intensif pediatrik atau konsultan PICU dan dikelola oleh dokter, perawat, dan terapis pernafasan yang secara khusus terlatih dan berpengalaman dalam perawatan intensif anak. Unit ini juga mungkin memiliki praktisi perawat, asisten dokter, fisioterapi, pekerja sosial, spesialis anak. Rasio untuk pasien PICU umumnya lebih tinggi dari pada ruang lain di rumah sakit. rumah sakit.

(20)

Gambar

Gambar 1. Sturuktur organisasi RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe (Anonim, 2013)

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang jenis pewarna alami dan sintetik yang diizinkan serta yang dilarang digunakan

Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat

pada tahun 1979 sesuai dengan keputusan Gubernur Sumatera Utara No.150 tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 Rumah Sakit Umum Medan ditetapkan menjadi “Rumah Sakit Dr.Pirngadi

Sejak 1 Januari tahun 2006 Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung ditetapkan sebagai rumah sakit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Akreditasi rumah sakit, selanjutnya disebut akreditasi adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan

b. pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat bahwa pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas