• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)

1.1.1 Definisi Keselamatan Pasien

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Kementerian Kesehatan RI, 2009).

Rumah Sakit merupakan organisasi yang sangat kompleks dan padat masalah. Permasalahan internal yang dihadapi akibat kompleksnya permasalahan di rumah sakit, masih diperberat dengan munculnya masalah regional dan global, yakni perubahan yang sangat cepat, tantangan persaingan bebas, tuntutan perencanaan strategis berbasis kinerja, serta dimulainya era litigious society, di mana masyarakat yang dilayani oleh rumah sakit kini mulai gemar menuntut dan semakin cerdas dalam menentukan pilihan (Widajat, 2009). Tuntutan-tuntutan masyarakat ini disebabkan oleh ketidakpuasannya terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit akibat meningkatnya kasus-kasus seperti: kesalahan medis (medical error), kecelakaan (medical accident), kejadian nyaris celaka (KNC), atau kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi di rumah sakit.

Menurut Depatemen Kesehatan (2006) keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Salah satu tujuan penting dari penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit adalah mencegah dan mengurangi terjadinya Insiden Keselamatan Pasien (IKP) dalam pelayanan kesehatan.

(2)

Insiden Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang seharusnya tidak terjadi. Insiden Keselamatan Pasien ini meliputi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera (KPC) dan Kejadian Sentinel .

Keselamatan pasien merupakan hak Pasien. Pasien berhak memeperoleh keamanaan dan keselamatan dirinya selama masa perawatan di Rumah Sakit (Kemenkes,2009). UU No 36/2009 Pasal 53 (3) tentang kesehatan menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan nyawa pasien. Keselamatan pasien telah menjadi prioritas untuk layanan kesehatan seluruh dunia (Choo, et al. 2010)

1.1.2 Jenis-Jenis Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Menurut Departemen Kesehatan RI, 2008 menyatakan Insiden keselamatan pasien/ patient safety incident merupakan kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang tidak seharusnya terjadi (dapat dicegah). Adapun beberapa jenis insiden adalah sebagai berikut :

1) Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ adverse event yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis.

2) Kejadian nyaris cedera (KNC)/ near miss merupakan suatu insiden yang tidak menyebabkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu

(3)

tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dapat terjadi karena:

a. "keberuntungan" (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat).

b. "pencegahan" (misalnya secara tidak sengaja pasien akan diberikan suatu obat dengan dosis lethal, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan).

c. "peringanan" (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat dengan dosis lethal, segera diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya, sehingga tidak menimbulkan cidera yang berarti).

Kejadian Nyaris Cedera mengacu pada salah satu definisi dalam literatur safety

management sebagai suatu kejadian yang berhubungan dengan keamanan pasien

yang berpotensi atau mengakibatkan efek diakhir pelayanan, yang dapat dicegah sebelum konsekuensi aktual terjadi atau berkembang (Aspden, 2004). KNC juga diungkapkan sebagai kejadian yang berpotensi menimbulkan cedera atau kesalahan, yang dapat dicegah karena tindakan segera atau karena kebetulanm dimana hasil akhir pasien tidak cedera (Medical Human Reseources, 2008).

KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian tidak diharapkan, frekuensi kejadian ini tujuh sampai seratus kali lebih sering terjadi. Data KNC harus dianalisis agar pencegahan dana pembentukan sistem dapat dibuat sehingga cedera aktual tidak terjadi. Sebagian besar kasus KNC memberi dampak pada pada penyebab insiden atau proses hingga kejadian nyaris cedera itu terjadi (Mustikawati, 2011).

(4)

Terciptanya keselamatan pasien sangat didukung oleh sistem pelaporan yang baik setiap kali inisiden terjadi. Faktor penyebab kejadian nyaris cedera sulit didapatkan jika tidak didukung oleh dokumentasi yang baik (sistem pelaporan). Hal ini dapat mengakibatkan langkah pencegahan dan implementasi untuk perbaikan sulit dilakukan (Cahyono,2008)

1.2 Program Keselamatan Pasien di rumah sakit

Rumah sakit merupakan tempat yang paling kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan test dan prosedur, dan beragam profesi serta latar belakang sumber daya manusia yang memberikan pelayanan kepada pasien selama 24 jam secara terus menerus (Depkes, 2008). Rumah sakit sebagai pemberi layanan kesehatan harus memperhatikan dan menjamin keselamatan pasien. Rumah sakit merupakan organisasi yang berisiko tinggi terhadap terjadinya incident keselamatan pasien yang diakibatkan oleh kesalahan manusia. Kesalahan terhadap keselamatan paling sering disebabkan oleh kesalahan manusia terkait dengan risiko dalam hal keselamatan, dan hal ini disebabkan oleh kegagalan sistem di mana individu tersebut bekerja (Reason, 2009).

1.2.1 Standar Keselamatan Pasien di rumah sakit

Standar Keselamatan pasien berdasarkan “Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang diterbitkan pada tahun 2006. Menguraikan tentang Standar Keselamatan Pasien, yang dimana standar tersebut terdiri dari tujuh standar, yaitu : 1. Hak pasien, 2. Mendidik pasien dan keluarga, 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, 6. Mendidik staf

(5)

tentang keselamatan pasien, dan 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Adapunn uraian tujuh standar keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

1.2.1.1 Hak Pasien

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. Kriteria dari standar I ini adalah:

a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur, termasuk kemungkinan terjadinya KTD.

1.2.1.2 Mendidik Pasien dan Keluarga

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria dari standar II ini adalah:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:

a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur. b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

(6)

d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit. f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

1.2.1.3 Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan

Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria dari standar III ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.

b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.

c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.

d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

(7)

1.2.1.4 Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria dari standar IV ini adalah:

a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.

c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua kejadian tidak diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.

d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

(8)

1.2.1.5 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

a) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan.

c) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.

e) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria dari standar V ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near

(9)

c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.

d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near Miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.

f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.

g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.

h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan

(10)

pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.

i. Tersedianya sasran terukur dan pengumpulan informasi mia objekenggunakan kritertif untuk mengevaluasi efetivitas perbaikan kinerja rumash sakit dan keselamatan pasien,termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

1.2.1.6 Mendidik staf tentang keselamatan pasien

a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas

b) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria dari standar VI ini adalah sebagai berikut:

a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.

b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (team work) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

(11)

1.2.1.7 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

a) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.

b) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria dari standar VII ini sebagai berikut :

a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.

b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

1.3 Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di rumah sakit

Salah satu startegi dalam merancang sistem keselamatan pasien adalah bagaimana mengenali kesalahan sehingga dapat dilihat dan segera diambil tindakan guna memperaiki efek yang terjadi. Upaya untuk mengenali dan melaporkan kesalahan ini dilakukan melalui sistem pelaporan. Kegagalan aktif (petugas yang melakukan kesalahan) atau yang berkombinasi dengan konsisi laten akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan berupa kejadian nyaris cedera (KNC), KTD, atau bahkan kejadian yang menyebabkan kematian atau cedera serius (sentinel). Berhenti sampai tahap melaporkan saja tentu tidak akan meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, yang lebih penting adalah bagaimana melakukan suatu

(12)

pembelajaran dari keselahan tersebut sehingga dapat diambil solusi agar kejadian yang sama tidak terulang kembali (Iskandar, 2014).

Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah jantung dari mutu layanan, yang merupakan bagian penting dalam proses belajar dan pembenahan ke dalam revisi dari kebijakan, termasuk standar prosedur operasional (SPO) dan panduan yang ada. Rumah sakit wajib untuk melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC) dan kejadian sentinel. Pelaporan insiden dilakukan secara internal dan eksternal. Pelaporan internal dilakukan dengan mekanisme/ alur pelaporan keselamatan pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit. Pelaporan eksternal dilakukan dengan pelaporan dari rumah sakit ke KKP-RS nasional. Dalam lingkup rumah sakit, unit kerjakeselamatan pasien rumah sakit melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur rumah sakit. (Departemen Kesehatan, 2008).

1.3.1 Jenis dan Metode Pelaporan

Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi kejadian tidak diharpakan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan kejadian sentinel, berdasarkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008). Pelaporan insiden dapat dilakukan dengan dua cara ,seperti secara internal dan eksternal. Pelaporan internal dilakukan dengan mekanisme/ alur pelaporan keselamatan pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit. Pelaporan eksternal dilakukan dengan pelaporan dari rumah sakit ke KKP-RS nasional. Dalam lingkup rumah sakit, unit kerjakeselamatan pasien rumah sakit melakukan pencatatan

(13)

kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur rumah sakit

Banyak metode yang digunakan mengidentifikasi resiko, salah satu caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis insiden keselamatan pasien. Sehingga, dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya/potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Adapun ketentuan terkait pelaporan insiden sesuai dengan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008) akan di jabarkan sebagai berikut:

1. Insiden sangat penting dilaporkan karena akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

2. Memulai pelaporan insiden dilakukan dengan membuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.

3. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.

4. Pelapor adalah siapa saja atau semua staf rumah sakit yang pertama menemukan kejadian atau yang terlibat dalam kejadian.

5. Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi

(14)

formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan.

Penelitian dari Rat Dewa pada tahun 2014 mengemukakan laporan KNC di RSUP Sanglah Denpasar pada masing-masing ruang rawat inap tidak seragam. Perbedaan jumlah rata-rata ini memiliki faktor yang spesifik sehingga menyebabkan adanya perbedaan jumlah pelaporan tersebut. Sesuai dengan teori dari Mark (2001), bahwa Budaya keselamatan pasien terkait dengan motivasi pelaporan kejadian keselamatan pasien yang dilaksanakan dengan penuh kejujuran dan tanpa budaya menyalahkan (blame free culture), sehingga untuk mempromosikan budaya belajar dari kesalahan, manajemen rumah sakit harus dapat mengidentifikasi budaya keselamatan pasien yang komprehensif.

1.4 Tipe Insiden, Sub Tipe Insiden, Pelapor, Potensi Korban, Divisi Kejadian, Penyebab (petugas), Faktor Pemicu.

Menurut Buku “Pedoman Pelaporan Keselamatan Pasien” (2008), Untuk mengisi Tipe insiden di dalam suatu laporan, harus melakukan analisis dan investigasi terlebih dahulu. Insiden terdiri dari : Tipe Insiden dan Subtipe insiden yang dapat clilihat pada tabel dibawah ini:

1.4.1 Tipe Insiden dan Sub Tipe Insiden

Medication error merupakan salah satu penyebab error yang signifikan di

Rumah Sakit. Kejadian medication error terkait dengan praktisi, produk obat, prosedur, lingkungan atau sistem yang melibatkan prescribing, dispensing, dan administration. (Rusmi, dkk,2012). Medication error sering sekali tidak terungkap dan hampir tidak ada upaya untuk mencegah. Untuk mencegah terjadinya medication

(15)

error diperlukan kerjasama antar Pelaksana Program pencegahan medication error

(PIP) oleh tim multidisiplin (Muladi, 2015).

Menurut Departement Kesehatan RI (2008), analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian seperti kesalahan penulisan resep (perscreption error), kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan pengobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction) menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas keterkaitan kejadian antara ”kesalahan merupakan hal yang manusiawi” (to err is human).

Menurut Buku Pedoman Pelaporan Keselamatan Pasien pada tahun 2008. Tipe Insiden dibedakan menjadi 15 Kelompok yang disetiap 1 kelompok tersebut mempunyai sub tipe insiden.

a. Tipe insiden pertama adalah adminitrasi klinik, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu proses (serah terima, perjanjian, daftar tunggu/antrian, rujukan/konsultasi, admisi, keluar/pulang dari ranap/RS, pindah perawatan,identifikasi pasien,consent, pembagian tugas,dan respon terhadap kegawatdaruratan) dan masalah (tidak performance ketika dibutuhkan/indikasi, tidak lengkap, tidak tersedia, salah pasien dan salah proses/salah pelayanan)

b. Tipe insiden kedua adalah proses/prosedur klinis, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu proses (skrining/pencegahan/medical

check up, Diagnosis/assesment, prosedur/pengobatan, general care,

test/investigasi, spesimen/hasil, belum dipulangkan) dan masalah (tidak

performance ketika dibutuhkan/indikasi, tidak lengkap, tidak tersedia, salah

(16)

c. Tipe insiden ketiga adalah dokumentasi, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu dokumen yang terkait (order /peminatan, chart/rekam medik/konsultasi, checklist, form/sertifikat, instruksi /informasi /kebijakan /SOP, label /identitas /kartu, surat/email/rekaman komunikasi, laporan/hasil/photo) dan masalah (dokumen hilang/tidak tersedia, terlambat mengakses dokumen, salah dokumen/salah orang, tidak jelas/membingungkan dan informasi dalam dokumen tidak lengkap).

d. Tipe insiden keempat adalah infeksi nosokomial (Hospital associated

infection), yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu tipe

organisme (bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa, ricketisia, prion/partikl protein yang infeksius, organisme tidak teridentifikasi) dan tipe/bagian infeksi (bloodstream, bagian yang dioperasi, abses, pneumonia, kanul IV, protesis infeksi, drain/tube urin, dan jaringan lunak).

e. Tipe insiden kelima adalah medikasi/cairan infus, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi tiga yaitu medikasi/cairan infus yang terkait (daftar medikasi dan daftar cairan infus), proses penggunaan medikasi/cairan infus (peresapan, persiapan/dispensing, pemaketan, pemberian, supply/pesan, penyimpanan, monitoring) dan masalah (salah pasien, salah obat, salah dosis/kekuatan/frekuensi, salah formulasi/presentasi, salah rute pemberian, salah jumlah/kuantitas, salah dispensing label/intruksi, kontraindikasi, salah penyimpanan, ommited medicine or dose, obat kadaluarsa, dan adverse drug

(17)

f. Tipe insiden keenam adalah transfusi darah/produk darah, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi tiga yaitu transfusi darah/produk darah terkait (produk selular, faktor pembekuan, albumin/plasma protein dan imunoglobin), proses transfusi darah/produk darah terkait (test pre transfusi, peresepan, persiapan, pengantaran, pemberian, penyimpanan, monitoring, presentasi/pemaketan dan supply/pesan) , dan masalah (salah pasien, salah darah/produk darah, salah dosis /frekuensi, salah jumlah form, salah

dispensing/intruksi, kontraindikasi, salah penyimpanan, obat atau dosis yang

diabaikan, darah kadaluarsa dan efek samping (adverse effect).

g. Tipe insiden ketujuh adalah nutrisi, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi tiga yaitu nutrisi yang terkait (diet umum dan diet khusus), proses nutrisi (peresepan /permintaan, persiapan /manucfatur /proses memasak

supply/order, presentation, dispensing/alokasi, pengantaran, pemberian dan

penyimpanan), dan masalah (salah pasien, salah diet, salah jumlah, salah frekuensi, salah konsistensi, dan salah penyimpanan.

h. Tipe insiden kedelapan adalah oksigen/gas, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi tiga yaitu oksigen/gas terkait (daftar oksigen/gas terkait), proses penggunaan oksigen/gas (label cilinder/warna kode, peresepan, pemberian, pengantaran, supply/order dan penyimpanan) dan masalah (salah pasien, salah gas, salah rate/flow/konsentrasi, salah mode pengantaran, kontraindikasi, salah penyimpanan, gagal pemberian dan kontaminasi.

i. Tipe insiden kesembilan adalah alat medis/alat kesehatan, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu tipe alat medis/alat kesehatan (daftar

(18)

alat medis/alat kesehatan/equipment property) dan masalah (presentation / pemaketan tidak baik, ketidak tersediaan, inappropiate for task, tidak bersih/tidak steril, kegagalan/malfungsi, dislodgement/removal, user error.

j. Tipe insiden kesepuluh adalah perilaku pasien, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu perilaku pasien (tidak kooperatif, tidak pantas/sikap bermusuhan/kasar, beresiko/sembrono/berbahaya, masalah dengan penggunaan substansi/abuse, mengganggu, diskriminasitif/berprasangka, berkeliaran, melarikan diri, sengaja mencederai diri, bunuh diri) dan agresion/assault (agresi verbal, kekerasan fisik, kekerasa seksual, kekerasan terhadap mayat, dan ancaman nyawa).

k. Tipe insiden kesebelas adalah jatuh, yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu tipe jauh (tersandung, slip, kolaps, hilang keseimbangan) dan keterlibatan saat jatuh (velbed, tempat tidur, kusi, strecher, toilet, peralatan terapi, tangga dan dibawa/dibantu oleh orang lain.

l. Tipe insiden kedua belas adalah kecelakaan yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi sembilan yaitu benturan tumpul (kontak dengan benda/binatang, kontak dengan orang, hancur remuk dan gesekan kasar), serangan tajam/tusukan (cakaran/sayatan, tusukan, gigitan/sengatan, serangan tajam dan lainnya), kejadian mekanik lain (benturan akibat ledakan bom, kontak dengan mesin), peristiwa mekanik lain, mekanisme panas (panas yang belebihan dan dingin yang berlebihan), ancaman pada pernafasan (ancaman mekanik pernafasan, tenggelam/hampir tenggelam, pembatasan oksigen-kekurangan tempat, confinement to oxygen-deficient place), paparan bahan

(19)

kimia atau substansi lainnya (keracunan bahan kimia atau substansi lain dan bahan kimia korosif) , mekanisme spesifik yang lain menyebabkan cedera (paparan listrik/radiasi, paparan suara/getaran, paparan tekanan udara,dan paparan karena gravitasi rendah, dan paparan karena dampak cuaca/bencana alam.

m. Tipe insiden ketigabelas adalah infrastruktur/bangunan/benda lain yang terasang tetap yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu keterlibatan struktur/bangunan (daftar struktur, daftar bangunan dan daftar furniture) dan masalah (inadekuat dan damaged / faulty / worm).

n. Tipe insiden keempat belas adalah resource/manajemen organisasi yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi tujuh yaitu beban kerja manajemen yang berlebihan, ketersedian/keadekuatan tempat tidur/pelayan, sumber daya manusia, ketersediaan staff, organisasi, kebijakan/ SOP, dan ketersediaan..

o. Tipe insiden kelimabelas adalah laboratorium/patologi yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi tujuh yaitu pengambilan/pick up, trasnport, sorting,

(20)

1.4.2 Pelapor

Pelapor adalah orang yang dapat melaporkan kejadian dari insiden keselamatan pasien. Perawat memiliki kewajiban membuat laporan mengenai insiden keselamatan pasien. Pelayanan keperawatan berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. (Adib, 2009)

Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008) pelapor dikategorikan sebagai berikut :

1. Karyawan a. Dokter b. Perawat

c. Petugas lainnya (radiologi, laboratorium, fisiotherapist dll) 2. Pasien

3. Pendamping pasien 4. Pengunjung

1.4.3 Potensi Korban

Potensi Korban adalah orang yang beresiko menjadi korban keselamatan pasien. Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008) potensi korban dikategorikan sebagai berikut :

1. Karyawan a. Dokter b. Perawat

c. Petugas lainnya (radiologi, laboratorium, fisiotherapist dll) 2. Pasien

(21)

4. Pengunjung 1.4.4 Divisi Kejadian

Divisi Kejadian adalah Kejadian yang dikelompokkan berdasarkan katagori spesialisasi Ilmu Kedokteran.Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008) divisi/ spesialisasi insiden jika melibatkan pasien adalah dikategorikan sebagai berikut :

1. Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya 2. Anak dan Subspesialisasinya

3. Bedah dan Subspesialisasinya

4. Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya 5. THT dan Subspesialisasinya

6. Mata dan Subspesialisasinya 7. Saraf dan Subspesialisasinya 8. Anastesi dan Subspesialisasinya

9. Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya 10. Jantung dan Subspesialisasinya

11. Paru dan Subspesialisasinya 12. Jiwa dan Subspesialisasinya

13. Orthopedi,Traumatologi dan Subspesialisnya 14. Bedah Syaraf dan Subspesialisnya

15. Urologi dan Subspesialisnya

16. Patologi Klinik dan Subspesialisnya 17. Mikrobiologi Klinik dan Subspesialisnya 18. Radiologi dan Subspesialisnya

(22)

20. Radiologi dan Subspesialisnya 21. Neurologi dan Subspesialisnya 22. Gizi dan Subspesialisnya 23. Gigi dan Subspesialisnya

1.4.5 Penyebab (petugas)

Penyebab adalah orang yang mengakibatkan terjadinya sebuah insiden. Faktor individu atau petugas sangat berpengaruh terhadap budaya keselamatan pasien seperti, beban kerja, tingkat stress, tingkat kelelahan, perasaan takut disalahkan, perasaan malu, dan keterlibatan keluarga/pasien.(Buerhaus, et.al, 2011)

Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008) penyebab dari segi petugas dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Dokter b. Perawat

c. Petugas lainnya (radiologi, laboratorium, fisiotherapist dll) 1.4.6 Faktor Pemicu

Faktor pemicu adalah faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya insiden . Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008) Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat menggunakan Faktor kontributor (bisa pilih lebih dari 1) yaitu :

a. Faktor Eksternal / di luar RS b. Faktor Organisasi dan Manajemen c. Faktor Lingkungan kerja

(23)

e. Faktor Petugas / Staf f. Faktor Tugas

g. Faktor Pasien h. Faktor komunikasi

1.5 Strategi Pengendalian Kejadian Nyaris Cedera

Program keselamatan pasien (patient safety) adalah program yang bertujuan untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena sebagian besar KTD dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan hak-haknya (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Adanya program keselamatan pasien rumah sakit merupakan suatu sistem dimana rumah sakit menerapkan asuhan pasien yang lebih aman, meliputi kegiatan pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko, implementasi solusi agar dapat meminimalkan timbulnya risiko,meminimalisir angka kejadian nyaris cedera, pelaporan dan analisis kejadian, proses belajar dari kejadian, perencanaan tindak lanjut kejadian, serta strategi pencegahan terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Dengan adanya program keselamatan pasien yang dilaksanakan di setiap rumah sakit, diharapkan dapat mengurangi jumlah insiden keselamatan pasien, yang dimana dapat berpedoman pada 7 Standar Keselamatan pasien yang berdasarkan pada “Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit” yang diterbitkan pada tahun 2006

(24)

Referensi

Dokumen terkait

3 Di antara 3 kelompokpilar daya-saing, yaitu Kelompok Persyaratan Dasar, Kelompok Penopang Efisiensi, dan Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis, hanya Kelompok Persyaratan

laki yang jatuh cinta pada ibu dan adik kandungnya. Materi lawakan adegan pertama.. 6 Jurnal Pendidikan Seni Musik Edisi ... Setelah adegan pertama berakhir

Dalam Proyek Tugas Akhir kali ini Saya memiliki gagasan untuk membuat suatu sistem pengaman rumah berupa tombol emergency yang dikontrol oleh sebuah mikrokontroller

dari 111 kPa pada 50 °C atau 130 kPa pada 55 °C dan sesuai lebih besar dari 100 kPa pada suhu 50 °C atau 117 kPa pada 55 °C untuk cairan di Kelompok Pengemasan III Kelas 3 atau

Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa sehingga akhirnya terpencar

Sehingga melalui proposal ini kami mohon bantuan koleksi buku sebanyak 500 Eksemplar, majalah, komik edukatif, CD pembelajaran, atau yang lain lain yang sifatnya mendidik

Poerwoekoesoema, S.,1956 ,Jati Jawa (Tectona grandis L.F) Terjemahan Yayasan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.. Samigan, T., 1982, Dendrologi Kerjasama

Berdasarkan hal tersebut Dinas Sosial Kabupaten Tabalong di bawah perintah Kementerian Sosial Republik Indonesia melakukan pemberdayaan bagi KAT dengan memberikan