• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kedudukan Dan Peranan Wanita Dalam Sistem Keluarga Ie Jepang Dan Sistem Keluarga Tradisional Batak Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kedudukan Dan Peranan Wanita Dalam Sistem Keluarga Ie Jepang Dan Sistem Keluarga Tradisional Batak Toba"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERTAMBAHAN PENDUDUK, AKSES PANGAN

DAN USAHA PENGENTASAN KEMISKINAN TERHADAP

JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

WIWIED HARTANTI

080304013

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAMPAK PERTAMBAHAN PENDUDUK, AKSES PANGAN

DAN USAHA PENGENTASAN KEMISKINAN TERHADAP

JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

WIWIED HARTANTI

080304013

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara,Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

( Dr.Ir.Satia Negara L.M.Ec ) ( Ir.Hasudungan Butar-butar,MSi NIP :196304021997031001 NIP : 196111151986031002

)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

WIWIED HARTANTI : “Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara”, yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Bapak Ir. Hasudungan Butar - Butar, Msi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara, untuk mengetahui akses pangan di Sumatera Utara, untuk mengetahui pengaruh pertambahan penduduk, akses pangan, dan usaha pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis indeks komposit akses pangan dan analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pengkategorian, akses pangan Sumatera Utara selama enam tahun yakni mulai tahun 2005 sampai 2010 berada pada kategori baik. Dan berdasarkan hasil regresi linier berganda, jumlah penduduk, indeks komposit akses pangan, dan RTS penerima program Raskin secara bersama berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin. Akan tetapi secara parsial variabel indeks komposit akses pangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Wiwied Hartanti lahir di Purwodadi 27 Januari 1990 dari Bapak Parno dan

Ibu Misinem. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan sebagai berikut:

1. Sekolah dasar di SD Swasta Al Jam’iyatul Washliyah, masuk tahun 1997

dan lulus tahun 2002.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Sunggal, masuk tahun 2002

dan lulus tahun 2005.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sunggal, masuk tahun 2005 dan

lulus tahun 2008.

4. Tahun 2008 masuk di Departemen Agribisnis jurusn Agribisnis FP USU

melalui jalur PMP.

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli 2012 di

Desa Serdang, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan.

6. Melaksanakan penelitian pada bulan Agustus sampai dengan bulan

Oktober 2012 di Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan

Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) USU, Badan Kenaziran

Musola (BKM) Al-Mukhlisin FP USU, Forum Silaturahmi Mahasiswa

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, hidayah, dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini

tidak akan berhasil tanpa dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan, serta

kritikan membangun yang disampaikan kepada penulis. Untuk itu dalam

kesempatan ini dengan setulus hati, penulis mengucapkan terima kasih yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. Selaku ketua pembimbing skripsi,

yang mana telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memotivasi agar

skripsi ini lebih cepat selesai.

2. Bapak Ir. Hasudungan Butar - Butar, Msi. Selaku anggota pembimbing

skripsi, yang mana telah banyak membimbing, mengarahkan dan

memotivasi sehingga skripsi ini cepat selesai.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP USU

dan Bpak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Program

Studi Agribisnis FP USU.

4. Para dosen, staf pegawai Program Studi Agribisnis FP USU.

5. Seluruh Instansi yang terkait dengan penelitian ini yang membantu penulis

(6)

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada

ayahanda tercinta Parno, S.Pd. dan ibunda Misinem serta adik tercinta

M. Alfarizi, atas kasih sayang, keikhlasan, doa serta dukungan moril kepada

penulis selama menjalani pendidikan sampai saat ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada M. Rullyanda Azmi yang telah

memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis, serta kepada teman-teman

seperjuangan Stambuk 2008 khususnya kepada Annisa Chairina, Nur Meity

Utari, Suci Rahmadani, Lisa Lestari, Asni, Rofiqoh Ahmad, Silvira, Ameriyani

Harahap, M. Fachri, Alfan Bachtar Harahap yang telah banyak membantu dan

memotivasi penulis dalam penyelesaiaan skirpsi ini.

Semoga segala kebaikan mereka dibalas Allah SWT dengan pahala yang

berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masi jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan semua

pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2013

(7)

DAFTAR ISI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 30

Metode Pengumpulan Data ... 30

Metode Analisis Data ... 30

Definisi dan Batasan Operasional ... 36

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Jumlah Penduduk Sumatera Utara ... 38

Ketersediaan Pangan di Sumatera Utara ... 43

Ketersediaan Beras per Kapita per Hari Sumatera Utara ... 43

Program Beras Untuk Keluarga Miskin di Sumatera Utara ... 44

Produk domestik Regional Bruto per Kapita Sumatera Utara ... 46

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Penduduk Sumatera Utara ... 50

Akses Pangan Sumatera Utara ... 53

Akses Fisik ... 54

Akses Ekonomi ... 55

Akses Sosial ... 58

Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan, dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara ... 60

Implementasi Kebijakan ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 72

Saran ... 73

(9)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010

4

2. Range Indikator Analisis Akses Pangan 32

3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Sumatera Utara Tahun 2010 Menurut Kabupaten/Kota

39

4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005-2010 Menurut Kabupaten/Kota

40

5. Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005 -2010 Menurut Kabupaten/Kota

42

6. Produksi Bersih dan Ketersediaan Beras per kapita per hari Sumatera Utara Tahun 2005-2010

43

7. Rumah Tangga Sasaran, Pagu dan Realisasi Program Raskin Sumatera Utara tahun 2005-2010

46

8. Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2005-2010

47

9. Produk Domestik Regional Bruto Per kapita Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 – 2010

48

10. Persentase Penduduk Sumatera Utara yang Tidak Tamat Sekolah dasar tahun 2005 - 2010

49

11. Jumlah Penduduk dan Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005-2010

52

12. Rasio Ketersediaan Beras Sumatera Utara Tahun 2005-2010

56

13. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas Harga Berlaku dan Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara Tahun 2005-2010

57

14. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Kondisi Akses Pangan Sumatera Utara Tahun 2005-2010

58

15. Persentase Penduduk yang Tidak Tamat Sekolah dasar dan Kondisi Akses Pangan Tahun 2005 – 2010

(10)

16. Indeks Komposit Akses Pangan Sumatera Utara Tahun 2005 - 2010

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran 29

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2007 (Jiwa)

2. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 – 2010 (Jiwa)

3.

4.

Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 – 2010 (Jiwa)

Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999 – 2011

5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 (%)

6.

Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 (%)

Persentase Angkatan Kerja Berumur 15 Tahun Ke atas Menurut Tertinggi Yang Ditamatkan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 (%)

Produk Domestik Regional Bruto Per kapita Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 (Rp)

Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 ( Juta Rp)

Produksi Bersih Beras di Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010

Ketersediaan Beras Per kapita (F) Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010

Rumah Tangga Sasaran, Pagu dan Realisasi Program Raskin Tahun 2005 – 2010

(13)

ABSTRAK

WIWIED HARTANTI : “Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara”, yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Bapak Ir. Hasudungan Butar - Butar, Msi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara, untuk mengetahui akses pangan di Sumatera Utara, untuk mengetahui pengaruh pertambahan penduduk, akses pangan, dan usaha pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis indeks komposit akses pangan dan analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pengkategorian, akses pangan Sumatera Utara selama enam tahun yakni mulai tahun 2005 sampai 2010 berada pada kategori baik. Dan berdasarkan hasil regresi linier berganda, jumlah penduduk, indeks komposit akses pangan, dan RTS penerima program Raskin secara bersama berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin. Akan tetapi secara parsial variabel indeks komposit akses pangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak dulu, masalah penduduk sudah menjadi perhatian. Jumlah penduduk

Sumatera Utara dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan meskipun laju

pertumbuhannya tidak terus meningkat dari laju pertumbuhan tahun sebelumnya.

Pertambahan jumlah penduduk identik dengan pertambahan jumlah penduduk

miskin, dan kesulitan memperoleh pangan.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2000-2010

diperoleh laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,22 % per tahun. Angka ini lebih

kecil jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 1990-2000

yang sebesar 1,32 %, jauh dibawah dari pertumbuhan penduduk nasional yaitu

1,43 persen. Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, adalah termasuk

dua kabupaten/kota dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk

terbanyak. Pertumbuhan penduduk tersebut bisa berdampak luas pada sektor

pembangunan dan berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk pertumbuhan

ekonomi (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010).

Banyak ahli ekonomi yang telah mengemukakan pendapat mereka

mengenai masalah kesejahteraan masyarakat dan menjadi perdebatan diantara

mereka sendiri. Beberapa di antara mereka ada yang mendukung teori korelasi

antara penduduk dan pembangunan, namun ada juga diantara mereka yang

mengasumsikan ini adalah sebuah pembalikan fakta terhadap kegagalan ekonomi

yang ada. Menurut Malthus dalam Silalahi (2011) penduduk (seperti juga

(15)

dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi

ini. Isu kependudukan telah lama menjadi permasalahan global, Malthus

berpendapat bahwa pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali

merupakan ancaman besar bagi negara. Dalam karyanya “Essay on the principle

of population” (esai tentang prinsip-prinsip populasi), Malthus mengatakan

bahwa jumlah penduduk meningkat tidak terkendali mengikuti barisan ukur

(1, 2, 4, 8, dan seterusnya) sedangkan produksi pangan bertambah menurut

barisan hitung (1, 2, 3, 4, dan seterusnya) sehingga diprediksi manusia akan

mengalami kekurangan pangan tidak mampu mencukupi ledakan penduduk.

Prediksi akan terjadinya krisis pangan tidak hanya di Indonesia tetapi di

seantero dunia, harus dapat disikapi tidak hanya oleh pemerintah pusat saja, akan

tetapi lebih kepada pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh

Indonesia. Dalam hal ini justru sebenarnya pemerintah daerah (provinsi dan

kabupaten/kota) seharusnya dari sejak dini sudah mengambil langkah-langkah

kebijakan untuk mengantisipasi krisis pangan tersebut. Berdasarkan berita

waspada 14 Agustus 2010, Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang

masuk dalam kategori kerawanan pangan. Sebab masih banyak masyarakat

Sumatera Utara yang mengkonsumsi beras cukup tinggi.

Ketidakseimbangan pertambahan penduduk dengan pertambahan produksi

pangan ini sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup, dimana lingkungan

hidup diperas dan dikuras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pertumbuhan

penduduk yang cepat dan jumlah yang makin besar akan menggerus sumber yang

tersedia. Jumlah penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan sumber

(16)

dikonsumsi, hal itu akan melahirkan kelangkaan yang mengarah pada perebutan

sumber daya di antara penduduk yang dapat memicu konflik. Ancaman paling

nyata adalah meningkatnya kemiskinan, terutama bila laju pertumbuhan penduduk

tidak dibarengi kemampuan menyediakan kebutuhan dasar: pangan, sandang,

papan. Logika pemikiran ini sangat dipengaruhi mazhab Malthusian yang

berhipotesis bahwa pertumbuhan penduduk bergerak secara eksponensial (cepat),

sementara sumber daya pendukung, terutama pasokan kebutuhan dasar,bergerak

secara aritmetikal atau lambat (Komunitas timur Indonesia, 2011).

Prediksi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan,

pada tahun 2015 dunia akan semakin berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan

pangannya. Diramalkan, pertumbuhan penduduk mencapai 1,3 persen, sementara

pertumbuhan produksi pangan 3,5 persen. Namun, ironisnya prediksi FAO juga

menyatakan pada tahun 2015 kelaparan akan menimpa sekitar 500 juta penduduk

dunia karena produksi dikuasai oleh negara-negara maju, sementara negara-negara

berkembang termasuk Indonesia, menjadi konsumennya. Permasalahan ketahanan

pangan dan kemiskinan yang masih melilit adalah dua masalah krusial yang

dihadapi bangsa ini dan jika dikaji lebih jauh, kedua masalah tersebut memiliki

keterkaitan yang secara simultan harus diatasi (Lesmana, 2007).

Kemiskinan juga sering menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan

dalam berbagai forum baik nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan

itu sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu

keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan

dalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan kondisi kemiskinan di suatu negara

(17)

tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya

tingkat kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan meningkatnya

kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Hudayana, 2009).

Permasalahan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang

terus dihadapi di sejumlah daerah di Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Sumatera

Utara. Berdasarkan berita resmi statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Sumatera Utara jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera Utara pada

periode 1999-2011 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelas mengenai

jumlah dan presentase penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999-2011,

dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara

(18)

persentase penduduk miskin kembali naik dan mencapai 1979,7 ribu jiwa (15,66%). Jumlah ini kembali turun pada bulan Maret 2007, dan terus menurun dari tahun ke tahun hingga pada September 2011 persentase penduduk miskin menjadi 10,38 %.

Menurut Anderson and Roumasset (1996) dalam Lesmana (2007), karena

kemiskinan, sebagian besar pendapatan yang diperoleh oleh penduduk miskin di

negara berkembang dialokasikan untuk makanan. Konsumen di

negara-negara miskin selalu dalam resiko akan kelaparan dan kerapuhan terhadap

guncanan-guncangan harga yang berujung terhadap kelangkaan pangan. Untuk

mengantisipasi masalah tersebut, sejumlah negara miskin mengambil langkah aksi

publik (public action) untuk meningkatkan ketahanan pangannya. Umumnya

tipikal pendekatan yang diambil bertujuan mengurangi jumlah populasi yang

mengalami kelaparan dengan meningkatkan pendapatan kaum miskin dan secara

simultan mengelola ekonomi pangan dalam rangka meminimalkan

guncangan-guncangan yang akan memicu kelangkaan pangan.

Pada dasarnya, kemiskinan adalah masalah yang berdimensi ganda (multi

dimensional). Hal ini berarti bahwa kemiskinan semestinya dikonseptualisasikan

untuk mengindikasikan lebih dari sekedar taraf hidup yang rendah seperti yang

sering diukur dengan tingkat pendapatan atau pengeluaran yang tidak memadai

secara normatif. Konsep kemiskinan juga harus merujuk pada rendahnya kualitas

dari komponen-komponen sumber daya pembangunan manusia (human

developmentresources), seperti kekurangan gizi, status kesehatan yang buruk dan tingkat pendidikan yang kurang memadai. Selain itu. dimensi penting lainnya dari

kemiskinan juga sering dikaitkan dengan insiden kerawanan pangan

(19)

pangan" atau food security di sini didefinisikan sebagai akses dari semua penduduk di suatu negara atau wilayah untuk memenuhi konsumsi kebutuhan

dasar makanan yang cukup, yang dibutuhkan untuk bisa hidup secara layak

(aktif dan sehat).

Menurut Baliwati (2004), Akses pangan merupakan salah satu aspek dari

empat aspek ketahanan pangan, selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan

(security), dan waktu (time). Akses pangan ini oleh Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara (2010) didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga untuk

secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi

cadangan pangan mereka sendiri dan hasil dari rumah/pekarangan sendiri,

pembelian, barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan.

Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok ,

daya beli pangan (ukuran kemampuan masyarakat rata-rata penduduk dalam

membeli pangan), persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD)

merupakan indikator yang dipakai dalam mengukur akses pangan

(Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2010).

Kondisi kemiskinan di Sumatera Utara terus mengalami tren penurunan.

Meskipun demikian, tantangan ke depan untuk mencapai target yang ditentukan

juga masih cukup besar. Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan agenda

nasional. Kebijakan itu meliputi penyediaan lapangan kerja untuk penduduk yang

menghendakinya, memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan kesehatan

serta usaha-usaha menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Berbagai ikhtiar

penanggulangan kemiskinan di wilayah kabupaten/kota memiliki tekanan dan

(20)

Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan hanya dengan

menggunakan pendekatan sektoral semata, akan tetapi harus menggunakan

pendekatan yang lebih terpadu, sistemik, dan menyentuh pada akar permasalahan

kemiskinan. Belajar dari pengalaman penanggulangan kemiskinan yang dilakukan

selama ini, permasalahan utama dalam penanggulangan kemiskinan adalah belum

optimalnya koordinasi antar sektor dan pemangku kepentingan lainnya dalam

implementasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Koordinasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan

merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan

kemiskinan. Koordinasi kebijakan adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh

pemerintah dan pemangku kepentingan untuk menyelaraskan setiap keputusan

yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, sehingga dalam pelaksanaan

program, tidak mengalami benturan atau inkonsitensi antara satu kebijakan

dengan kebijakan lainnya.

Diperlukan suatu disain kebijakan pangan yang koheren yang akan

menggandeng strategi ketahanan pangan dengan strategi pertumbuhan yang pada

gilirannya akan menjangkau kaum miskin. Pertambahan penduduk, akses pangan

dan kemiskinan, ketiga indikator tersebut berkaitan erat dengan kemiskinan hal

tersebut yang menjadi dasar ketertarikan penulis mengadakan penelitian dengan

objek pertambahan penduduk, akses pangan dan kemiskinan serta kebijakan

dalam menangani masalah kemiskinan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian

(21)

Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara”

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka identifikasi masalah yang

dirmuskan adalah sebagai berikut:

1.Bagaimanakah tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara ?

2.Bagaimanakah akses pangan di Sumatera Utara ?

3.Bagaimanakah pengaruh jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan

kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1.Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara

2.Untuk mengetahui akses pangan di Sumatera Utara

3.Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan

kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan

(22)

2.Bahan masukan bagi pemerintah terutama dalam rangka mengevaluasi

kebijaksanan dan menyusun perencanaan dalam rangka peningkatan

(23)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka Pertambahan penduduk

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis

Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang

dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan

oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi (Chairany, 2010).

Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu,

dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah

populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan

penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan

sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan

penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia

(Fadhli, 2010).

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam

masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah penduduk pada khususnya.

Karena di samping berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi penduduk juga

akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah atau negara

maupun dunia (Sasya, 2012).

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2012) tingkat pertumbuhan

penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah

(24)

yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk ini, tidak hanya di

bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah

pemilih untuk pemilu yang akan datang. Tetapi prediksi jumlah penduduk dengan

cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang

akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis

kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas,

mortalitas dan migrasi.

Faktor-Faktor Pertambahan Penduduk

Pertambahan penduduk pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor – faktor demografi

sebagai berikut :

1. Kematian (Mortalitas)

2. Kelahiran (Natalitas)

3. Migrasi (Mobilitas)

Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan

penduduk dinamakan faktor non alami.

1.Kematian

Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara

permanen. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk

menghitung besarnya angka kematian caranya hampir sama dengan perhitungan

angka kelahiran. Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung

kematian (pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas).

a.) Faktor pendukung kematian (pro mortalitas)

Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk

(25)

- Sarana kesehatan yang kurang memadai.

- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.

- Terjadinya berbagai bencana alam.

- Terjadinya peperangan.

- Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri.

- Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.

b.) Faktor penghambat kematian (anti mortalitas)

Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor

ini adalah:

- Lingkungan hidup sehat.

- Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.

- Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain.

- Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.

- Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk.

2.Kelahiran (Natalitas)

Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor

yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro

natalitas). Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: Kawin

pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu,

anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua,

anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki, anak menjadi kebanggaan bagi orang

tua, anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila

(26)

Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk

menjadi besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain:

adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah

anak, adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16

tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun, anggapan anak menjadi beban

keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, adanya pembatasan tunjangan

anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak

kedua, penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.

3. Migrasi

Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke

tempat lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang

merupakan perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara ke negara

lain dan juga migrasi internal yang merupakan perpindahan penduduk yang

berkutat pada sekitar wilayah satu negara saja.

Faktor-faktor terjadinya migrasi, yaitu :

1. Persediaan sumber daya alam

2. Lingkungan social budaya

3. Potensi ekonomi

4. Alat masa depan (Sasya,2012)

Akses Pangan

Akses pangan tingkat rumahtangga adalah kemampuan suatu rumahtangga

untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai

cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga,

(27)

pangan. Keluarga dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti produksi

rumahtangga (hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya perikanan); berburu,

mencari ikan atau mengumpulkan pangan yang hidup liar; mendapatkan

bantuan/pemberian pangan melalui jaringan sosial; bantuan dari pemerintah,

distribusi-distribusi NGO atau food for work projects (pangan hasil/imbalan

pekerjaan); serta barter/tukar-menukar atau membeli dari pasar

(World Food Programme 2005).

Menurut Baliwati (2004), akses pangan merupakan salah satu aspek dari

empat aspek ketahanan pangan,selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan

(security), dan waktu (time). Berdasarkan World Food Programme (2005), Akses pangan rumah tangga dibagi menjadi tiga dimensi,yaitu dimensi akses fisik, akses

ekonomi, dan akses sosial.

• Akses fisik dapat diamati berdasarkan jarak pasar terdekat dalam suatu

wilayah dan ketersediaan pangan di warung sekitar pemukiman penduduk

wilayah tersebut. Pasar merupakan salah satu sarana dan prasarana yang

tersedia di suatu wilayah untuk menunjang kebutuhan akan pangan setiap

individu dalam wilayah tersebut. Salah satu tujuan pasar adalah

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memungkinkan akses

masyarakat terhadap pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangannya

meningkat.

• Akses ekonomi dapat dilihat dari tingkat kemiskinan berdasarkan data

pengeluaran total (pengaluaran pangan dan non pangan) keluarga per

kapita perbulan dengan menggunakan acuan dari data garis kemiskinan

(28)

• Akses sosial dapat diamati dari tingkat pendidikan,

perhatian,dorongan/dukungan maupun bantuan sosial baik berupa

pinjaman ataupun pemberian pangan/uang dari sanak keluarga, tetangga,

maupun teman.

Salah satu parameter atau indikator untuk mengukur/melihat daya beli

masyarakat adalah pendapatan penduduk. Karena data pendapatan tidak tersedia

maka sebagai alternatif, maka digunakan data Product Domestic Regional Bruto

(PDRB) per tahun atas dasar harga berlaku. Dalam penentuan batasan ranges

untuk PDRB diasumsikan pendapatan minimum penduduk adalah 1 $ per hari.

Penetapan nilai minimum tersebut didasarkan pada standar pendapatan minimum

yang ditetapkan FAO sebesar 2 $ per hari, namun karena nilai tersebut relatif

tinggi jika diterapkan untuk tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia

maka diturunkan menjadi 1 $ per hari. Karena mengacu pada standar FAO maka

nilai rupiah PDRB dikonversi ke dalam bentuk dollar ($), dalam hal ini

diasumsikan nilai 1 dollar saat ini adalah Rp 9500,-. Semakin tinggi tingkat

pendapatan penduduknya, maka semakin baik kondisi akses pangannya. Jika

tingkat pendapatan penduduk lebih kecil dari 1095 $ per tahun, maka akses

pangannya termasuk dalam kategori rendah (Badan Ketahanan Pangan, 2011).

Kemiskinan

Menurut Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai suatu standar

tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah

atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku

(29)

langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan

moral, dan rasa harga diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin.

Menurut Sumodiningrat (1999) klasifikasi kemiskinan ada lima kelas,

yaitu :

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar

minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh

tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat

pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin

atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan

miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan,

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan,

sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.

Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak

didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah derajat dari

kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan

hidup tidak dapat terpenuhi.

2. Kemiskinan Relatif

Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami kemiskinan

relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa

memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.

Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan

pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal

(30)

menunjukkan ketimpangan pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan

pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur

ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah tertentu.

Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan

sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan,

kesehatan, dan perumahan.

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat

yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki

tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.

Alfian (1980) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang

diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak

dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia

bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman

sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya.

Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum

dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang

memanfaatkan kesempatan yang ada.

4. Kemiskinan Kronis

a.Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi sosial budaya

yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif.

b.Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah yang kritis akan

(31)

c.Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan

kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.

5. Kemiskinan Sementara

Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1) perubahan siklus ekonomi

dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2) perubahan yang bersifat musiman,

dan 3) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya

tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

Ciri-Ciri Kemiskinan

Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup dibawah garis

kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :

1.Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang

cukup, modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri

sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat

terbatas.

2.Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan

kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan

maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh

kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka

yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya

meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi.

3.Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar.

Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi

untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena

(32)

adik-adik di rumah, sehingga secara turun-temurun mereka terjerat dalam

keterbelakangan garis kemiskinan.

4.Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan. Banyak diantara mereka tidak

memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh

tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman

maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian

bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran

tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung

mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa

maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota.

5.Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak

mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota dibanyak negara

sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa.

Apabila di negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan

pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota,

maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga

dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di

kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk

miskin yang pindah ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan.

Menurut Sumedi dan Supadi (2004) masyarakat miskin mempunyai

beberapa ciri sebagai berikut:1) tidak memiliki akses ke proses pengambilan

keputusan yang menyangkut hidup mereka, 2) tersingkir dari institusi utama

masyarakat yang ada, 3) rendahnya kualitas sumber daya manusia termasuk

(33)

penghasilan, 4) Terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas sumber daya

manusia seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme,

5) Rendahnya kepemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air

bersih dan penerangan.

Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut

Hartomo dan Aziz (1997) yaitu :

1). Pendidikan yang Terlampau Rendah

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang

mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.

Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan

keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.

2). Malas Bekerja

Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib)

menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.

3). Keterbatasan Sumber Alam

Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak

lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan

masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.

4). Terbatasnya Lapangan Kerja

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi

masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja

baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi

(34)

5). Keterbatasan Modal

Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk

melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang

mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.

6). Beban Keluarga

Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak

diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan

karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau

beban untuk hidup yang harus dipenuhi.

Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat

disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu :

1. Rendahnya Taraf Pendidikan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan

diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat

dimasuki.Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang

untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

2. Rendahnya Derajat Kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan

fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya Lapangan Kerja

Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga

diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau

kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran

(35)

4. Kondisi Keterisolasian

Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil

dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau

oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati

masyarakat lainnya.

Nasikun dalam Suryawati (2005) menyoroti beberapa sumber dan proses

penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1) Pelestarian Proses Kemiskinan

Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan

suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya

justru melestarikan.

2) Pola Produksi Kolonial

Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial,

yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani

skala besar dan berorientasi ekspor.

3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti

manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.

Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan

terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak

(36)

5) Peminggiran Kaum Perempuan

Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas

kedua,sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah

dari laki-laki.

6) Faktor Budaya dan Etnik

Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti,

pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat

istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

Menurut Lincolin Arsyad (2004), indikator kemiskinan ada

bermacam-macam yaitu konsumsi beras per kapita per tahun, tingkat pendapatan dan

tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9 komponen yaitu kesehatan, konsumsi

makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial,

sandang, rekreasi dan kebebasan.

Usaha Pengentasan Kemiskinan

Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki peran yang

besar. Namun dalam kenyataannya, program yang dijalankan oleh pemerintah

belum mampu menyentuh pokok yang menimbulkan masalah kemiskinan ini.

Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi

kemiskinan salah satunya adalah Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin).

Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)

Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan

yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Masalah ini

menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

(37)

(Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin) adalah sebuah program dari

pemerintah. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen

Dalam Negeri dan Perum Bulog sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama)

Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum Bulog Nomor : 25 Tahun

2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, Pemerintah

Daerah dan masyarakat. Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan

akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam

rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan

konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut,

Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa

merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga

terjangkau ( Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 ).

Tujuan Program RASKIN adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah

Tangga Sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam

bentuk beras. Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program

RASKIN adalah:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan.

2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara

(BUMN).

3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.

4. Undang-Undang No. 41 Tahun 2008, tentang Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

(38)

6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum

BULOG.

7. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah.

8. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional 2004 - 2009.

9. Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005, tentang Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan.

10. Peraturan Presiden RI No. 38 Tahun 2008, tentang Rencana Kerja

Pemerintah Tahun 2009.

11. Inpres Nomor 1 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional.

12. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang “Perubahan atas Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah”.

13. Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi RASKIN

Pusat.

(Pedoman Umum Raskin 2009)

Hingga pelaksanaan tahun 2007, Rumah Tangga Rasasaran Penerima

Manfaat (RTS-PM) Raskin hanya mencakup 47% - 83% dari RTS terdata, dan

baru sejak 2008 mencakup seluruh RTS terdata. Melalui program Raskin, setiap

RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih

murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama pelaksanaan program, jumlah

beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali

(39)

bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah

Rp.1.000 per Kg di titik distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi

Rp.1.600 per Kg. Frekuensi distribusi juga mengalami perubahan antara 10 - 13

kali per tahun atau rata- rata satu kali per bulan (Hastuti dkk, 2012).

Landasan Teori Garis kemiskinan

Menurut Sajogyo (1977) cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan

kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok

berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan

mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada

tiga golongan orang miskin yaitu golongan lapisan miskin yang mempunyai

pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang

dari 480 kg, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan per kapita per

tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki

pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Sajogyo

mengunakan nilai tukar beras kg/kapita/tahun agar dapat dibandingkan dengan

nilai tukar antar daerah dan antar zaman.

Bank Dunia dalam BPS, menetapkan bahwa seseorang dikatakan miskin

apabila pendapatannya dibawah US $ 2 per hari. Badan Pusat Statistik (BPS) juga

memberikan pemikiran untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara

menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang

dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa setiap orang harus memenuhi 2100

kilo kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kilo kalori ini merupakan batas garis

(40)

pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan

air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah dalam angka

Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS sendiri akan selalu

mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah

(Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2004).

Kemiskinan menurut Inpres nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan

Program Raskin, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Hal ini dapat dilihat

dari tingkat pengeluaran keluarga yang terdiri atas 4 anggota keluarga.

1. Golongan sangat miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan 1.900 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.120.000,- per

minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah

Rp.480.000,- per rumah tangga per bulan.

2. Golongan miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai 2.100 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.150.000,- per minggu atau bila

disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.600.000,- per rumah

tangga per bulan.

3. Golongan hampir miskin yaitu mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan 2.300 kalori per hari, yang senilai sampai dengan Rp.175.000,-

per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah

Rp.700.000,- per rumah tangga per bulan (Asa’ad, 2007).

Kerangka Pemikiran

Pertambahan penduduk Sumatera Utara yang dilihat dari pertumbuhan

(41)

kemiskinan, seperti yang dikatakan Jhingan (2002) pertumbuhan penduduk pesat

memperberat tekanan pada lahan , pengangguran dan memicu kemiskinan.

Malthus dalam Silalahi (2011) berpendapat bahwa manusia hidup

membutuhkan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat

dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan

terhadap penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan,

hal inilah merupakan sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia.

Akses pangan yang terdiri dari akses fisik, ekonomi, dan sosial memiliki

beberapa indikator yang digunakan dalam pemetaan akses pangan,

indikator-indikator tersebut merupakan beberapa indikator-indikator dari sembilan indiktor

kemiskinan menurut Lincolin Arsyad (2004). Indikator tersebut adalah rasio

konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok untuk akses fisik,

pendapatan per kapita perekonomian rakyat untuk akses ekonomi, jumlah

penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD) untuk akses sosial.

Sehingga keduanya pertambahan penduduk dan akses pangan berpengaruh

terhadap kemiskinan. Program Raskin sebagai salah satu program dalam usaha

pengentasan kemiskinan diharapkan akan berpengaruh dalam mengurangi jumlah

(42)

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

v

Keterangan :

: Mempengaruhi

Gambar 1:Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah,tinjauan pustaka, dan kerangka

pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :

1. Akses pangan di Sumatera Utara berada pada kategori baik.

2. Jumlah penduduk, Akses Pangan, dan Program Beras untuk keluarga Miskin

(RASKIN) berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di

Sumatera Utara.

Pertambahan Penduduk

Akses Pangan

Usaha Pengentasan Kemiskinan Kemiskinan Akses Fisik

Akses sosial

(43)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di propinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini

ditentukan secara sengaja purposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan penelitian berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk Sumatera Utara yang terus

meningkat selama enam tahun terakhir.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di

peroleh dari instansi yang terkait dengan penelitian, antara lain : Kantor BPS

Sumatera Utara, Kantor Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, Perum

BULOG Divre Sumatera Utara.

Metode Analisis Data

Untuk hipotesis 1 dalam melakukan pengolahan data indikator akses

pangan , langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Untuk melihat tingkatan dari setiap indikator (secara individu) maka dibuat

ranges. Nilai ranges berkisar antara 0 – 100%. Kecuali untuk ketersediaan

pangan nilainya <0.5 - >1.5. (Ranges dan tingkatan kondisi akses pangan

secara individu dapat dilihat pada Tabel 2.)

2. Berdasarkan ranges yang telah ditetapkan dilakukan pengkategorian mulai

dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi (kategori menggunakan istilah

kondisi akses pangan).

3. Untuk mengetahui kondisi akses pangan maka semua indikator individu

(44)

mendekati 0 berarti akses pangan semakin tinggi/baik, sebaliknya jika

semakin mendekati 1 maka akses pangan semakin rendah/buruk.

Indeks Komposit Akses Pangan dihitung dengan cara sebagai berikut:

IKomposit = 1/3 (Ik + ITTSD + IPDRB)

Dimana :

IK = Indeks ketersediaan pangan

ITTSD = Indeks penduduk yang tidak tamat sekolah dasar

I PDRB = Indeks pendapatan per kapita

4. Cara mengindeks indikator PDRB dan penduduk tidak tamat sekolah dasar ke

dalam bentuk indeks untuk menstandarisasi ke dalam skala 0 sampai 1 adalah

sebagai berikut :

Indeks Xij = (P-Q)/R * S + T

dimana :

Xij = Nilai ke – j dari faktor/indikator ke – i

P = nilai faktor/indikator yang bersangkutan

Q = nilai minimum faktor indikator yang bersangkutan

R = selisih nilai rentangan faktor indikator yang bersangkutan

S = selisih nilai rentangan indeks komposit ketahanan pangan

T = nilai minimal rentangan indeks komposit yang bersangkutan

Untuk indeks ketersediaan pangan cara mengindeksnya adalah sebagai

berikut:

Dimana:

IK : Rasio ketersediaan pangan

(45)

Cnorm : Konsumsi normatif (300gr)

5.Kondisi akses pangan dibagi dalam 6 tingkatan mulai dari sangat rendah –

rendah – cukup rendah – cukup tinggi – tinggi – sangat tinggi berdasarkan nilai

indeks komposit

Tabel 2. Range Indikator Analisis Akses Pangan

Katagori Indikator Range Kondisi Akses

pangan Sumber: Badan Ketahanan Pangan SumateraUtara 2011

Adapun range indeks akses pangan komposit adalah sebagai berikut :

>= 0,80 akses pangan sangat rendah = prioritas 1

0,64 - < 0,8 akses pangan rendah = prioritas 2

0,48 - < 0,64 akses pangan cukup rendah = prioritas 3

0,32 - < 0,48 akses pangan cukup tinggi = prioritas 4

0,16 - < 0,32 akses pangan tinggi = prioritas 5

<0,16 akses pangan sangat tinggi = prioritas 6

(46)

Untuk hipotesis 2 analisis data dilakukan dengan mengukur tingkat regresi

antara variabel independen dan dependen, menggunakan analisis regresi linier

berganda. Data yang diperoleh akan diproses dengan program SPSS 2000 versi 17

Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut

= bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana :

= Jumlah penduduk miskin (Jiwa)

bo = Konstanta

X1 =Jumlah penduduk (Jiwa)

X2 = Indeks komposit akses pangan

X3 = RTS Program RASKIN

b1,b2,b3 = Koeifisien regresi berganda X1,X2,X3 e = variabel pengganggu (eror)

Uji-F

Kriteria uji :

F-hitung ≤ F-tabel : H0 diterima, artinya variabel bebas secara bersama – sama tidak berpengaruh nyata terhadap varibel terikat pada

tingkat kepercayaan tertentu.

F-hitung > F-tabel : H1 diterima artinya variabel bebas secara bersama – sama

berpengaruh nyata terhadap varibel terikat pada tingkat

(47)

Uji-t

Selain dilakukan uji variabel bebas secara bersama-sama, dilakukan pula

uji parsial (uji-t). Uji-t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang

terdapat dalam model secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Mekanisme uji statistik t adalah sebagai berikut :

Hipotesis: H0 = Perubahan suatu variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel terikat.

Hipotesis: H1 = Perubahan suatu variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel terikat.

Kriteria uji adalah sebagai berikut :

Jika t-hitung ≤ t-tabel maka H0 diterima

Jika t-hitung > t-tabel maka H1 diterima

Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda

Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil

estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala

heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model

regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi

persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yakni tidak terdapat

heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi

(48)

Uji Heteroskedasitisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau

tidak terjadi heteroskedastisitas

Dasar analisisnya adalah sebagai berikut:

a. Jika grafik scatterplotada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk

pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika grafik scatterplotada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan

di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

(Sumodiningrat, 2001).

Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Dalam model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji

Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation

factor (VIF) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Apabila nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil daripada 10 maka

(49)

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana

variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud korelasi

dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan

dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai variabel sebelumnya atau nilai periode

sesudahnya (Santosa&Ashari, 2005).

Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

- Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

- Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi

- Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif

Definisi dan Batasan Operasional sebagai berikut :

Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam

penelitian ini,maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Definisi Operasional

1. Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu.

2. Akses pangan tingkat rumah tangga adalah kemampuan suatu

rumahtangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus

melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan

pangan rumahtangga, jual-beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam,

dan pemberian atau bantuan pangan.

3. Akses pangan yang diteliti terdiri dari akses fisik yang menggunakan rasio

ketersediaan pangan pokok sebagai indikator, akses ekonomi yang

menggunakan pendapatan per kapita, akses sosial yang menggunakan

(50)

4. Usaha pengentasan kemiskinan yang diteliti adalah Program Beras untuk

keluarga miskin (RASKIN).

5. Kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi

berbagai kebutuhan seperti pangan, perumahan, pakaian, pendidikan,

kesehatan, dan sebagainya.

6. Indeks komposit akses pangan dalah gabungan indeks indikator individu

yang digunakan untuk mengetahui aksess pangan.

7. Konsumsi normatif adalah jumlah pangan serelia yang harus dikonsumsi

seseorang per hari untuk memperoleh kilo kalori energy dari serelia.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara

2. Waktu Penelitian bulan Agustus tahun 2012

(51)

GAMBARAN UMUM PROVINSI SUMATERA UTARA

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak 12.982.402

jiwa. Jumlah ini menurun sebesar 226.182 jiwa dari tahun 2009 yang jumlah

penduduk pada tahun ini adalah sebesar 13.248.386 jiwa. Di tahun 2009 ini juga

menjadi tahun dengan jumlah penduduk tertinggi dalam kurun waktu 2005 –

2010. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 terlihat bahwa penyebaran penduduk

Sumatera Utara menurut kabupaten/kota rata-rata dibawah lima persen, dan hanya

lima kabupaten/kota yang persebarannya diatas lima persen.

Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat adalah tiga

kabupaten/kota dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak

yang masing-masing berjumlah 2.097.610 jiwa , 1.790.431 jiwa, dan 966.133 jiwa

Sedangkan Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah

penduduk paling sedikit yang berjumlah 40.505 jiwa.

Dengan luas wilayah Provinsi Sumatera Utara sekitar 71.680,68 kilo meter

persegi yang didiami oleh 12.982.402 Jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan

penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 181 orang per kilo meter

persegi. Kabupaten/kota yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya

adalah Kota Medan yakni sebanyak 7.913 jiwa per kilo meter persegi sedangkan

yang paling rendah adalah Kabupaten Pakpak Bharat yakni sebanyak 33 orang per

(52)

Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Sumatera Utara Tahun 2010 Menerut Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa) (Jiwa/KM2)

15 Humbang Hasundutan 171.650 75

16 Pakpak Bharat 40.505 33

32 Padang Sidempuan 191.531 1.671

33 Gunung Sitoli 126.202 269

Sumatera Utara 12.982.204 181

(53)

Selama enam tahun terakhir, yakni tahun 2005 – 2010, Medan, sebagai Ibu

Kota Provinsi Sumatera Utara adalah kota dengan jumlah penduduk tertinggi.

Disusul Kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jumlah Penduduk miskin

Sumatera Utara selama enam tahun terakhir cukup berfluktuasi, hal ini dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005-2010 Menurut Kabupaten/Kota

Tahun Penduduk Miskin Persentase

(Jiwa) (%)

Sumber :Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2005-2010

Jumlah penduduk miskin dari tahun 2005 - 2010 mengalami fluktuasi dari

tahun ketahun meskipun terlihat ada kecenderungan menurun. Persentase

penduduk miskin tahun 2005 sebesar 14,68 persen. Sedangkan pada tahun 2006

terjadi kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0,98 persen dari tahun 2005,

dimana persentase penduduk miskin pada tahun 2006 menjadi sebesar 15,66

persen. Kenaikan persentase penduduk miskin tahun 2006 ini dikarenakan karena

adanya dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2005.

Kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut ternyata berpengaruh terhadap

golongan masyarakat menengah kebawah sehingga golongan masyarakat yang

tadinya tidak masuk dalam kategori masyarakat miskin (masih berada diatas garis

kemiskinan) menjadi masuk kedalam kategori kelompok miskin (berada dibawah

garis kemiskinan).Jumlah penduduk miskin terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu

(54)

2010 sebanyak 1.477.100 jiwa (11,38 %), angka ini bertambah sebanyak 2.840

jiwa bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2009 yang

berjumlah 1.474.260 jiwa (11,13%), tahun ini juga menjadi tahun dengan jumlah

penduduk miskin terkecil selama periode 2005-2010.

Pada tabel 5 dapat kita lihat perkembangan persentase penduduk miskin

Sumatera Utara pada periode tahun 2005 – 2010 menurut kabupaten/kota. Daerah

di Sumatera Utara yang tingkat kemiskinannya paling rendah adalah Kabupaten

Deli Serdang. Pada tahun 2005 persentase penduduk miskin di daerah ini sebesar

6,3 persen kemudian mengalami penurunan sebesar 0,01 persen pada tahun 2006

sehingga menjadi 6,29 persen dan pada tahun 2007 juga kembali mengalami

penurunan sebesar 0,63 persen dari tahun 2005 dimana pada tahun 2007 penduduk

miskin didaerah ini hanya 5,67 persen. Penurunan persentase terus terjadi hingga

tahun 2009. Pada tahun 2010 persentase penduduk miskin di Deli Serdang

kembali naik menjadi 5,34 persen, akan tetapi persentase ini masih dibawah

persentase penduduk miskin Deli Serdang pada tahun 2007 dan daerah lain pada

tahun 2010. Penurunan persentase penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang

diduga karena banyak pendapatan rata-rata per kapita penduduk sudah berada

diatas garis kemiskinan yang telah ditetapkan.

Sedangkan daerah di Sumatera Utara yang tingkat kemiskinannya paling

Tinggi adalah Kabupaten Nias Selatan . Pada tahun 2005 persentase penduduk

miskin di daerah ini sebesar 38,84 persen kemudian mengalami penurunan

sebesar 1,18 persen pada tahun 2006 sehingga menjadi 37,66 persen persentase

penduduk miskin terus mengalami penurunan hingga tahun 2010 dan masuk

(55)

Tabel 5. Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara tahun 2005 – 2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara , 2005-2010

(56)

Ketersediaan Pangan di Sumatera Utara

Pemantauan ketersediaan bahan pangan yang rutin dilakukan adalah

terhadap bahan pangan strategis meliputi beras, jagung, kedelai, gula putih,

daging, kacang tanah, ubi kayu, minyak goreng, dan telur. Untuk

Beras,perkembangan ketersediaan selama tahun 2005 – 2010 dapat dilihat pada

uraian berikut:

Ketersediaan Beras Per Kapita Per Hari

Persoalan persaingan antara pertumbuhan penduduk dan produksi pangan

telah menjadi perhatian sejak dulu. Pertambahan penduduk menyebabkan

meningkatnya kebutuhan akan pangan. Ketersediaan bahan pangan pokok di

Sumatera Utara dari tahun 2005- 2010 secara umum cukup tersedia. Untuk beras

sebagian besar ketersediaan yang ada di peroleh dari produksi lokal, sedangkan

impor atau dari provinsi lain hanya untuk memperkuat ketersediaan yang ada.

Gambaran produksi bersih beras dan ketersediaan beras per kapita per hari

pada tahun 2005-2010 di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel di bawah ini .

Tabel 6. Produksi Bersih Beras dan Ketersediaan Beras Per kapita Per hari (F) Sumatera Utara Tahun 2005 - 2010

Tahun Pnetto Beras F

(gram) (gram)

2005 1.952.447.327.582,02 433,95

2006 1.703.388.871.109,12 369,11

2007 1.844.522.770.461,89 393,75

2008 1.892.075.612.556,12 397,46

2009 1.998.042.281.378,79 413,19

2010 2.028.853.677.689,70 428,16

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2010

Dari tabel 6 dapat dilihat produksi bersih beras (P netto) Sumatera Utara

Gambar

 Tabel 1Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Gambar 1:Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Range Indikator Analisis Akses Pangan
Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Pada kegiatan penelitian kali ini dari segala aspek sudah mengalami kenaikan yang signifikan dilihat dari hasil siklus 1 dan siklus 2 yang selalu menagalami

Manusia (sering tidak sadar) mengirimkan seseorang untuk suatu kelompok (sosial kategorisasi) dan membandingkan dirinya dengan orang lain (sosial), dan berusaha untuk

Telah dilakukan evaluasi kinerja sistem supply udara untuk area FFL menggunakan CDT- 2.2 dan CDT-2.1 yang telah dilakukan perbaikan untuk mengetahui kondisi operasi VAC

Proses frais naik lebih banyak digunakan karena alasan tersebut, akan tetapi keausan pahat lebih cepat karena mata potong lebih banyak menggesek benda kerja

Sementara pada informan 3, hanya menerapkan keterbukaan dan sikap empati sedangkan aspek komunikasi persuasi yang lain seperti sikap mendukung, sikap mendukung,

2. Pendingin diperlukan untuk meredam suhu dan membersihkan kotoran selama proses penggerindaan pada saat putaran roda gerinda yang sangat tinggi memerlukan langkah

Ketidakbermaknaan korelasi tingkat gejala adiksi internet dengan aktivitas yang dilakukan jika tidak tersedia dana, dapat dijelaskan karena sebagian besar