KEEFEKTIFAN MODEL
TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS V SD GUGUS KRESNO
KECAMATAN JATI KUDUS
Skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
oleh
ARINI RETNO WARDANI 1401412022
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Penandatangan di bawah ini:
nama : Arini Retno Wardani NIM : 1401412022
jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
judul skripsi : Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus
menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, bukan hasil jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2016 Peneliti
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi atas nama Arini Retno Wardani, NIM 1401412022, yang berjudul
“Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus” telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:
hari : Jumat
tanggal : 19 September 2016
Semarang, 19 September 2016
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dra. Wahyuningsih, M.Pd. NIP. 195212101977032001
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi atas nama Arini Retno Wardani, NIM 1401412022, yang berjudul
“Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus” telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:
hari : Selasa
tanggal : 30 Agustus 2016
Panitia Ujian skripsi,
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. NIP. 195604271986031001
Drs. Isa Ansori, M.Pd. NIP. 196008201987031003
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dra. Wahyuningsih, M.Pd. NIP. 195212101977032001
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah
untuk dirinya sendiri” (QS. Al-Ankabut:6)
“Siapapun yang menempuh suatu jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan memberikan kemudahan jalannya menuju surga” (H.R Muslim)
“Raihlah ilmu dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar” (Khalifah Umar)
PERSEMBAHAN
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan PGSD.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang; 2. Prof. Fakhruddin, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang;
3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang;
4. Dra. Wahyuningsih, M.Pd., Pembimbing I; 5. Drs. Mujiyono, M.Pd., Pembimbing II;
6. Bambang Priyono, S.Pd., Kepala SD 1 Pasuruhan Lor; 7. Sulikun, S.Pd, Kepala SD 2 Ploso;
8. semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan motivasi yang diberikan mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti, pembaca dan semua pihak.
Semarang, Agustus 2016 Peneliti
vii
ABSTRAK
Wardani, Arini Retno.2016. Keefektifan Model TAI terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus. Skripsi. Jurusan PGSD. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing (1) Dra. Wahyuningsih, M.Pd. Pembimbing (2) Drs. Mujiyono, M.Pd.
Berdasarkan hasil refleksi bersama guru ditemukan masalah mengenai rendahnya hasil belajar matematika di SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus. Hal ini disebabkan karena ada guru yang menggunakan model pembelajaran mirip dengan sintaks model TPS, namun pelaksanaan diskusi belum optimal. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus dengan model TAI lebih efektif daripada model TPS?. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan model TAI daripada model TPS terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasi-Experimental dengan bentuk Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus tahun ajaran 2015/2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling sehingga didapatkan SD 1 Pasuruhan Lor sebanyak 22 siswa sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model TAI dan SD 2 Ploso sebagai kelas kontrol sebanyak 19 siswa menerapkan model TPS. Teknik pengumpulan data hasil belajar menggunakan teknik tes yang berbentuk pilihan ganda.
Hasil penelitian menggunakan data nilai tes awal dan tes akhir menunjukkan bahwa rata-rata nilai tes akhir kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol yaitu 80,56 dan 77,24. Keefektifan model TAI didasarkan pada pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t satu pihak kanan. Berdasarkan analisis uji t didapatkan thitung = 3,35 dan ttabel = 2,042, didukung menggunakan nilai gain diperoleh thitung sebesar 3,39 lebih besar dibandingkan ttabel sebesar 2,042 serta menggunakan nilai N-Gain diperoleh thitung sebesar 4,343 lebih besar dibandingkan ttabel sebesar 2,042 Ha diterima dan Ho ditolak, maka hasil belajar siswa kelas eksperimen dengan model TAI lebih efektif dibandingkan dengan hasil belajar siswa kelas kontrol dengan model TPS. Dari hasil uji keefektifan, rata-rata gain pada kelas eksperimen 27,27 dan pada kelas kontrol rata-rata gain sebesar 18,94 serta rata-rata N-Gain pada kelas eksperimen 0,61 dan pada kelas kontrol rata-rata N-Gain sebesar 0,44 sehingga peningkatan hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dikategorikan sedang.
Simpulan penelitian ini adalah hasil belajar matematika dengan model TAI dan model TPS mencapai ketuntasan belajar serta hasil belajar siswa menggunakan model TAI lebih efektif daripada menggunakan model TPS. Saran bagi guru yaitu hendaknya menggunakan model TAI pada pembelajaran matematika sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR DIAGRAM ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xiiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 12
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Manfaat Penelitian ... 13
1.4.1 Manfaat Teoretis ... 13
1.4.2 Manfaat Praktis ... 13
1.4.2.1 Manfaat Bagi Guru ... 13
1.4.2.2 Manfaat Bagi Siswa ... 14
1.4.2.3 Manfaat Bagi Sekolah ... 14
1.5 Definisi Operasional ... 14
1.5.1 Keefektifan ... 14
1.5.2 Model TAI ... 15
1.5.3 Model TPS ... 15
1.5.4 Hasil Belajar ... 15
ix
2.1 Kajian Teori ... 16
2.1.1 Hasil Belajar ... 16
2.1.2 Efektivitas Pembelajaran ... 18
2.1.3 Hasil Belajar ... 20
2.1.4 Hakikat Matematika ... 25
2.1.5 Pembelajaran Matematika SD ... 26
2.1.6 Materi Bangun Ruang ... 30
2.1.7 Model Pembelajaran ... 41
2.1.8 Pembelajaran Kooperatif ... 42
2.1.9 Model Pembelajaran TAI ... 44
2.1.9.1 Pengertian Model Pembelajaran TAI ... 44
2.1.9.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran TAI ... 45
2.1.9.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TAI ... 46
2.1.11 Model Pembelajaran TPS ... 48
2.1.11.1 Pengertian Model Pembelajaran TPS ... 48
2.1.11.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran TPS ... 49
2.1.11.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TPS ... 50
2.1.12 Teori Belajar yang Mendukung Model TAI dan Model TPS ... 51
2.1.12.1 Teori Kontruktivisme ... 51
2.1.12.2 Teori Belajar Van Hielle... 53
2.2 Kajian Empiris ... 54
2.3 Kerangka Berpikir ... 56
2.4 Hipotesis Penelitian ... 60
BAB III METODE PENELITIAN ... 61
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 61
3.1.1 Jenis Penelitian ... 61
3.1.2 Desain Eksperimen ... 61
3.2 Prosedur Penelitian ... 63
3.2.1 Persiapan Penelitian ... 63
3.2.2 Pelaksanaan Penelitian ... 64
x
3.3 Subjek Penelitian, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 65
3.3.1 Subjek Penelitian ... 65
3.3.2 Lokasi Penelitian ... 65
3.3.3 Waktu Penelitian ... 65
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 65
3.4.1 Populasi Penelitian ... 65
3.4.2 Sampel Penelitian ... 66
3.5 Variabel Penelitian ... 67
3.5.1 Variabel Bebas (Variabel Independen) ... 68
3.5.2 Varibel Terikat (Variabel Dependen) ... 68
3.5.3 Variabel Kontrol ... 68
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 69
3.6.1 Teknik Tes ... 69
3.6.2 Dokumentasi ... 70
3.7 Uji Coba Instrumen, Uji Validitas, dan Uji Reliabilitas ... 70
3.7.1 Uji Coba Instrumen ... 70
3.7.2 Uji Validitas ... 71
3.7.2.1 Validitas Instrumen Tes ... 71
3.7.2.2 Uji Taraf Kesukaran Butir Soal ... 73
3.7.2.3 Uji Daya Pembeda Butir Soal ... 74
3.7.3 Uji Reliabilitas ... 76
3.8 Analisis Data ... 78
3.8.1 Analisi Data Awal ... 78
3.8.1.1 Uji Normalitas Data Awal ... 78
3.8.1.2 Uji Homogenitas Data Awal ... 79
3.8.2 Analisis Tes Akhir ... 80
3.8.2.1 Uji Normalitas Tes Akhir ... 80
3.8.2.2 Uji Homogenitas Tes Akhir ... 81
3.8.2.3 Uji Hipotesis ... 82
3.8.2.3.1 Uji Hipotesis 1 (Uji Ketuntasan Belajar Model TAI) ... 82
xi
3.8.2.3.3 Uji Hipotesis 3 (Uji Keefektifan Pembelajaran) ... 85
3.8.2.3.4 Perhitungan Gain dan N-Gain ... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 89
4.1 Hasil penelitian ... 89
4.1.1 Analisis Data Awal ... 90
4.1.1.1 Data UAS Semester 1 ... 91
4.1.1.1.1 Uji Normalitas ... 92
4.1.1.1.2 Uji Homogenitas ... 94
4.1.1.2 Data Tes Awal ... 97
4.1.1.2.1 Uji Normalitas ... 99
4.1.1.2.2 Uji Homogenitas ... 100
4.1.2 Analisis Tes Akhir ... 101
4.1.2.1 Data Tes Akhir ... 101
4.1.2.1.1 Uji Normalitas ... 103
4.1.2.1.2 Uji Homogenitas ... 104
4.1.2.2 Uji Hipotesis ... 105
4.1.2.2.1 Uji Hipotesis 1 (Uji Ketuntasan Belajar Model TAI) ... 105
4.1.2.2.2 Uji Hipotesis 2 (Uji Ketuntasan Belajar Model TPS) ... 106
4.1.2.2.3 Uji Hipotesis 3 (Uji Kefektifan Pembelajaran) ... 108
4.1.2.2.4 Uji Peningkatan Rata-rata (Gain dan N-Gain) ... 109
4.2 Pembahasan ... 114
4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian ... 115
4.2.3 Implikasi Hasil Penelitian ... 119
4.2.3.1 Implikasi Teoretis ... 119
4.2.3.2 Implikasi Praktis ... 121
4.2.3.3 Implikasi Pedagogis ... 123
BAB V PENUTUP ... 124
5.1 Simpulan ... 124
5.2 Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 127
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Nilai UAS Semester I Siswa Kelas V SD Gugus Kresno
Kecamatan Jati Kudus Tahun Ajaran 2015/2016 ... 5
Tabel 2.1 Kurikulum Matematika Kelas V Semester 2 Sekolah Dasar ... 28
Tabel 3.1 Valid dan Tidak Valid ... 73
Tabel 3.2 Taraf Kesukaran Soal (TK) ... 74
Tabel 3.3 Daya Pembeda Soal (DP) ... 76
Tabel 3.4 Reliabilitas ... 77
Tabel 3.5 Kriteria Nilai Gain ... 87
Tabel 3.6 Kriteria Nilai N-Gain ... 88
Tabel 4.1 Nilai UAS Matematika Semester 1 ... 91
Tabel 4.2 Uji Normalitas Data UAS SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus ... 93
Tabel 4.3 Uji Homogenitas Data Tiga Sekolah ... 94
Tabel 4.4 Uji Homogenitas SD 1 Pasuruhan Lor dan SD 2 Ploso ... 95
Tabel 4.5 Uji Homogenitas SD 1 Pasuruhan Lor dan SD 4 Ploso ... 96
Tabel 4.6 Uji Homogenitas SD 2 Ploso dan SD 4 Ploso ... 96
Tabel 4.7 Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 97
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Tes Awal ... 100
Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Tes Awal ... 101
Tabel 4.10 Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 102
Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Tes Akhir ... 103
Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Tes Akhir ... 104
Tabel 4.13 Uji Ketuntasan Belajar Kelas Eksperimen ... 106
Tabel 4.14 Uji Ketuntasan Belajar Kelas Kontrol ... 107
Tabel 4.15 Hasil Uji Varians ... 108
Tabel 4.16 Hasil Uji Keefektifan Pembelajaran ... 109
Tabel 4.17 Hasil Peningkatan Rata-rata Menggunakan Nilai Gain ... 110
Tabel 4.18 Hasil Peningkatan Rata-rata Menggunakan Nilai N-Gain ... 111
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 62
xv
DAFTAR BAGAN
xvi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Kognitif Siklus I... 121
Diagram 4.1 Ketuntasan Nilai UAS SD Gugus Kresno Kecamatan Jati
Kudus ... 91 Diagram 4.2 Nilai Rata-rata Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 98 Diagram 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen... 98 Diagram 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 99 Diagram 4.5 Nilai Rata-rata Tes Akhir Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ... 102 Diagram 4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 102 Diagram 4.7 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol... 103 Diagram 4.8 Peningkatan Hasil Belajar antara Kelas Eksperimen dan
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 131
Lampiran 2 Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 135
Lampiran 3 Analisis Validitas, Daya Beda, Tingkat Kesukaran, dan Reliabilitas Soal Uji Coba ... 137
Lampiran 4 Rekapitulasi Hasil Analisis Soal Uji Coba... 152
Lampiran 5 Data Nilai UAS Semester 1 Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus ... 154
Lampiran 6 Uji Normalitas Data UAS SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus ... 159
Lampiran 7 Uji Homogenitas Data UAS SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus ... 179
Lampiran 8 Data Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen... 189
Lampiran 9 Data Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 190
Lampiran 10 Uji Normalitas Data Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen ... 191
Lampiran 11 Uji Normalitas Data Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 195
Lampiran 12 Uji Homogenitas Data Nilai Tes Awal ... 199
Lampiran 13 Data Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 202
Lampiran 14 Data Hasil Tes Akhir Kelas Kontrol ... 203
Lampiran 15 Uji Normalitas Data Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 204
Lampiran 16 Uji Normalitas Data Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol ... 208
Lampiran 17 Uji Homogenitas Data Nilai Tes Akhir ... 212
Lampiran 18 Uji Hipotesis 1 (Ketuntasan Belajar Kelas Eksperimen) ... 215
Lampiran 19 Uji Hipotesis 2 (Ketuntasan Belajar Kelas Kontrol) ... 217
Lampiran 20 Uji Hipotesis 3 (Keefektifan Pembelajaran) ... 219
Lampiran 21 Uji Peningkatan Rata-rata Menggunakan Nilai Gain... 228
Lampiran 22 Uji Peningkatan Rata-rata Menggunakan Nilai N-Gain ... 231
Lampiran 23 Silabus Pembelajaran ... 234
Lampiran 24 RPP Kelas Eksperimen ... 246
xviii
Lampiran 26 Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 286
Lampiran 27 Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 289
Lampiran 28 Lembar Uji Coba, Tes Awal dan Tes Akhir Siswa ... 291
Lampiran 29 Surat Izin Penelitian ... 294
Lampiran 30 Surat Keterangan Telah Penelitian ... 297
Lampiran 31 Tabel r Product Moment ... 300
Lampiran 32 Daftar Normal Standar z ... 301
Lampiran 33 Daftar Nilai Kritis L Uji Liliefors ... 302
Lampiran 34 Daftar Distribusi Chi Kuadrat ... 303
Lampiran 35 Daftar Nilai-nilai untuk Distribusi F ... 304
Lampiran 36 Daftar Nilai-nilai untuk Distribusi T ... 305
Lampiran 37 Daftar Distribusi Normal Baku ... 306
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang besar jumlah penduduknya,
tetapi bangsa yang besar yaitu bangsa yang sumber daya manusianya berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut, salah satunya
dapat dilakukan melalui pendidikan. Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Perkembangan dan kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi ini membuat keadaan selalu berubah, tidak pasti, kompetitif, dan
menuntut peran aktif dalam persaingan global agar dapat bersaing dengan warga bangsa lain serta diperlukan ilmu yang universal untuk menghadapi hal tersebut. Menurut Depdiknas (2006:147) tentang standar isi matematika merupakan ilmu
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta
teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.
Menurut Depdiknas (2006:148) tentang standar isi tujuan dari mata
pelajaran matematika yaitu siswa memiliki kemampuan untuk memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Selain
itu, siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti dan
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Siswa juga dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Kemudian siswa juga dapat mengomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Siswa juga memiliki
Menurut Heruman (2013:1-2) seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang belum dapat berpikir
secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif. Untuk itu, konsep-konsep matematika dapat dipahami dengan mudah oleh siswa apabila
bersifat konkret. Pengajaran matematika harus dilakukan secara bertahap. Pembelajaran matematika harus dimulai dari tahapan konkret. Lalu diarahkan pada tahapan semi konkret, semi abstrak dan pada akhirnya siswa dapat berpikir
dan memahami matematika secara abstrak.
Menurut Pitadjeng (2006:14) pada saat ini banyak orang yang tidak
menyukai matematika, termasuk anak-anak yang masih duduk dibangku SD-MI. Mereka menganggap bahwa matematika sulit dipelajari, serta guru kebanyakan tidak menyenangkan, membosankan, menakutkan, killer, angker dan sebagainya.
Anggapan ini menyebabkan mereka semakin takut untuk belajar matematika. Sikap ini tentu saja mengakibatkan prestasi belajar matematika mereka menjadi
rendah. Akibat lebih lanjut lagi mereka menjadi semakin tidak suka terhadap matematika. Karena takut dan tidak suka belajar matematika, maka prestasi belajar matematika mereka menjadi semakin merosot.
Berdasarkan hasil penelitian Trends in Mathematics and Science Study
(TIMSS) yang diikuti Indonesia tahun 2011 dalam bidang sains dan matematika,
prestasi belajar siswa Indonesia di bidang sains dan matematika, menurun. Siswa Indonesia masih dominan dalam level rendah, atau lebih pada kemampuan menghafal dalam pembelajaran sains dan matematika. Indonesia berada diurutan
turun 11 poin dibandingkan TIMSS 2007. Hal ini juga akan berpengaruh pada siswa di SD karena merupakan jenjang sekolah pertama (Mullis 2011:42).
Sedangkan hasil survei Programme for International Student Assessment
(PISA) tahun 2012 yang menilai kemampuan anak di bidang matematika,
membaca dan sains yang diikuti oleh negara-negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), diikuti oleh lebih dari 510.000 siswa di 65 negara dan wilayah, di bidang matematika
Indonesia berada di peringkat bawah yaitu peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes dengan rata-rata skor 375. Oleh karena itu, diperlukan
perbaikan pembelajaran matematika khususnya di SD yang merupakan jenjang sekolah pertama (Gurria, 2012:5).
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan peneliti bersama kolaborator
ditemukan masalah mengenai pelaksanaan pembelajaran matematika pada siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya beberapa masalah di lapangan, diantaranya adalah 1) rendahnya hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada setiap kelas yang sebagian besar siswanya belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM); 2) selama
ini ada guru dalam menggunakan model pembelajaran yang mirip dengan sintaks model Think Pair Share (TPS), namun dalam pelaksanaan diskusi yang dilakukan
belum optimal; 3) pembentukan kelompok belajar oleh guru berdasarkan tempat duduk siswa sehingga dalam menciptakan kelompok belajar kurang heterogen; 4) guru belum menggunakan media belajar yang dapat menarik siswa untuk belajar;
Permasalahan tersebut berdampak pada perolehan hasil belajar pada lima sekolah dari Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus pada Ulangan Akhir Semester
(UAS) I pembelajaran matematika terdapat beberapa masalah terkait dengan pembelajaran matematika. Berikut ini tabel nilai UAS ganjil siswa kelas V SD
Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus.
Tabel 1.1
Daftar Nilai UAS Semester 1 Siswa Kelas V
SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus Tahun Ajaran 2015/2026
Sekolah Banyak
Siswa KKM
Rata-rata Ketuntasan Belajar Mencapai KKM Belum Mencapai KKM SD 1 Pasuruhan Lor 22 65 66,3 9 siswa
(40,9%)
13 siswa (59,1%)
SD 5 Pasuruhan Lor 21 63 66,7 8 siswa (38,1%)
13 siswa (61,9%)
SD 1 Ploso 26 63 50,3 7 siswa
(26,9%)
8 siswa (73,,1%)
SD 2 Ploso 19 65 64,7 11 siswa
(57,9%)
8 siswa (42,1%)
SD 4 Ploso 32 63 59,5 20 siswa
(62,5%)
12 siswa (37,5%)
Menurut Djamarah (2010:108) pembelajaran dapat dinyatakan berhasil
apabila 75% atau lebih dari banyaknya siswa yang mengikuti proses belajar mengajar dapat mencapai taraf keberhasilan minimal atau mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan, apabila kurang dari 75% maka harus
pembelajaran yang dilakukan guru kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus belum berhasil dan masih tergolong rendah.
Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui bagaimana keefektifan variasi suatu model pembelajaran dalam matematika terhadap hasil belajar matematika.
Peneliti ingin memecahkan masalah tersebut dengan menerapkan dua model pembelajaran kooperatif untuk melihat keefektifan model TAI dan model TPS terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD.
Menurut Huda Miftahul (2014:114) model pembelajaran kooperatif bisa diterapkan untuk semua subjek pelajaran, pada siswa dalam semua tingkatan
umur, jika guru memang berkeinginan untuk menekankan proses formulasi dan pemecahan masalah dalam beberapa aspek ilmu pengetahuan dibanding memasukan informasi yang belum terstruktur dan belum ditetapkan. Sedangkan
menurut Sadker dan Sadker (dalam Huda Miftahul 2014:66), salah satu manfaat pembelajaran kooperatif adalah siswa yang diajari dengan dan dalam
struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi. Hal ini khususnya berlaku bagi siswa-siswa SD untuk mata pelajaran matematika. Jadi, model pembelajaran kooperatif bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika
untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan efektif agar siswa tidak kesulitan lagi dalam menerima pelajaran atau materi-materi yang diberikan oleh
guru serta mampu meningkatkan hasil pembelajaran matematika.
Model pembelajaran kooperatif yang lain yang dipandang mampu membuat suasana kelas menjadi lebih kondusif dan pembelajaran menjadi lebih
matematika yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Menurut Slavin (2015:15) model pembelajaran TAI adalah model pembelajaran yang dirancang
khusus untuk mata pelajaran matematika pada kelas 3-6 sekolah dasar yang memiliki dasar pemikiran untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan
individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Model kooperatif tipe TAI memiliki dasar pemikiran untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan
maupun pencapaian prestasi siswa. Menurut Fathurrohman (2015:74) model kooperatif tipe TAI mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan
pembelajaran individual. Ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas
keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab sesama (Daryanto 2012:246). Kelebihan model TAI di antaranya: siswa yang lemah dapat terbantu
dalam menyelesaikan masalahnya, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, adanya tanggung jawab kelompok dalam menyelesaikan permasalahannya, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam
suatu kelompok, mengurangi kecemasan (reduction of anxiety), menghilangkan
perasaan “terisolasi” dan panik, menggantikan bentuk persaingan (competition)
dengan saling kerja sama (cooperation), melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar, mereka dapat berdiskusi (discuss), berdebat (debate), atau menyampaikan gagagsan, konsep, dan keahlian sampai benar-benar
responsibility) terhadap teman lain dalam proses belajarnya, mereka dapat belajar menghargai (learn to appreciate), perbedaan etnik (etchnicity), perbedaan tingkat
kemampuan (performance level), dan cacat fisik (disability) (Shoimin 2014:202). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Model TAI merupakan
pembelajaran kooperatif yang pada pelaksanaannya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen sesuai kemampuan akademik siswa beranggotakan 4-5 orang siswa dan sesama anggota kelompok berbagi tanggung
jawab.
Model TAI merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
dapat diterapkan pada pembelajaran matematika SD. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa melakukan kegiatan diskusi yang terdiri dari 4-5 orang. Hal ini lebih dibutuhkan siswa agar mereka bisa saling bertukar pendapat dengan
berbagai macam karakteristik, menumbuhkan sikap tanggung jawab pada setiap siswa dalam kelompok tidak hanya siswa yang memiliki nilai akademik lebih, dan
saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah. Menurut Wisudawati (2014:69) TAI bertujuan untuk dapat mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Kombinasi ini sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena setiap siswa mempunyai kemampuan kognitif yang berbeda-beda dalam
Menurut Hamdayama (2014:201) model pembelajaran TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Semua resitasi atau
diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok dan memiliki prosedur-prosedur built-in untuk memberikan lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, untuk merespon, dan untuk saling membantu (Arends 2008:15).
Kelebihan dari model TPS adalah mudah diterapkan di berbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap kesempatan, menyediakan waktu berpikir untuk
meningkatkan kualitas respons siswa, siswa lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep dalam mata pelajaran, siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi, siswa dapat belajar dari siswa lain, setiap siswa dalam
kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagi atau menyampaikan idenya (Shoimin 2014:211).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model TPS adalah model yang memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain dan juga memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri
serta bekerja sama dengan orang lain.
Penelitian ini juga didukung oleh jurnal internasional yang dilakukan oleh
Awofala (2013:9-10) dengan judul “Effects of Framing and Team Assisted Individualised Instructional Strategies on Senior Secondary School Students‟ Attitudes Toward Mathematics” menjelaskan tentang model pembelajaran TAI.
than those taught with the traditional method. Also, the mean attitudes toward mathematics scores of students taught with the team-assisted individualisation were significantly higher than those taught with the traditional method. The difference between the mean post-treatment attitudes scores of students in the FRS and TAI groups was statistically not significant. Therefore, the TAI strategy was the most efficient of the treatment conditions and the direction of decreasing effect of instructional strategy on attitudes
toward mathematics is CGS< FRS< TAI.”
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menyatakan bahwa sikap berarti terhadap matematika puluhan siswa diajarkan dengan strategi framing secara
signifikan lebih tinggi daripada yang diajarkan dengan metode tradisional. Juga, sikap berarti terhadap nilai matematika siswa diajarkan dengan TAI secara
signifikan lebih tinggi daripada yang diajarkan dengan metode tradisional. Perbedaan antara sikap setelah perlakuan, puluhan mahasiswa di FRS dan kelompok TAI secara statistik tidak signifikan. Oleh karena itu, strategi TAI
adalah yang paling efisien dari kondisi perlakuan dan arah penurunan pengaruh strategi pembelajaran pada sikap terhadap matematika adalah CGS <FRS < TAI.
Penelitian oleh Rahmawati (2014:112-113) dengan judul “Keefektifan Pembelajaran Kooperatif STAD dan TAI Ditinjau dari Aktivitas dan Prestasi Belajar Matematika Siswa” tentang pembelajaran kooperatif STAD dan TAI
menunjukkan bahwa 1) pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari aktivitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika; 2)
pembelajaran kooperatif tipe TAI ditinjau dari aktivitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV sekolah dasar.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Widiantara (2014:7-8) dengan judul
“Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Berbantuan Media Visual Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD” tentang pembelajaran kooperatif tipe TPS menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran
Kooperatif tipe TPS berbantuan media visual dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional.
Pembelajaran matematika sangat diperlukan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif maka siswa akan bekerja sama dan saling membantu untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan berdiskusi siswa dapat saling bertukar pendapat serta saran yang dapat membuat pemahaman siswa tentang konsep-konsep pelajaran matematika
lebih baik. Oleh sebab itu, diperlukan penerapan model pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif, pembelajaran akan lebih bermakna dan akan mempermudah siswa dalam menemukan dan memahami konsep-konsep yang
sulit.
Namun antara model pembelajaran tipe TAI dan model TPS belum
“Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus.
1.2
Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menguji Keefektifan model TAI terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati
Kudus. Adapun rumusan masalah dapat dirinci sebagai berikut.
1.2.1 Apakah hasil belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno
Kecamatan Jati Kudus dengan model TAI dapat mencapai KKM?
1.2.2 Apakah hasil belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus dengan model TPS dapat mencapai KKM?
1.2.3 Apakah pembelajaran matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus dengan model TAI lebih efektif daripada model
TPS?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus dengan model pembelajaran TAI dapat
mencapai KKM.
1.3.2 Mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus dengan model pembelajaran TPS dapat
1.3.3 Mengetahui apakah pembelajaran matematika pada siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus dengan model TAI lebih efektif
daripada model TPS.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dilihat dari manfaat teoretis dan praktis
adalah sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu pendidikan dan menambah kajian ilmu pengetahuan khususnya dalam menerapkan model pembelajaran inovatif yang
dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.
1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1Bagi Guru
Memberikan pengalaman bagi guru untuk menciptakan pembelajaran lebih aktif, efektif, dan inovatif pada suatu mata pelajaran. Guru juga tidak hanya
berperan memberikan informasi kepada siswa, tetapi juga pembimbing, fasilitator, dan motivator. Memberikan alternatif kepada guru untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang aktif, partisipatif, kondusif, dan menyenangkan, serta dapat hasil yang optimal. Meningkatkan kreativitas guru dalam upaya pemilihan model
1.4.2.2Bagi Siswa
Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika,
meningkatkan motivasi belajar siswa, menumbuhkan semangat kerja sama siswa dalam kelompok sehingga proses belajar lebih bermakna, meningkatkan
kreativitas dan daya pikir secara optimal dalam pembelajaran matematika, meningkatkan keterampilan sosial dalam individu siswa, dan meningkatkan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika serta mampu meningkatkan hasil
belajarnya.
1.4.2.3Bagi Sekolah
Membantu sekolah mengembangkan mutu pendidikan agar lebih berkualitas sesuai tuntutan perkembangan masyarakat, menumbuhkan kerja sama antar guru yang berdampak positif pada kualitas pembelajaran di sekolah, dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam memotivasi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efesien, memberikan masukan kepada
lembaga pendidikan dasar dengan menggunakan model pembelajaran pembelajaran yang beragam.
1.5
Definisi Operasional
1.5.1 Keefektifan
Keefektifan dalam penelitian ini adalah keberhasilan suatu perlakuan
berupa pemberian model TAI pada pembelajaran matematika siswa kelas V SD Gugus Kresno Kecamatan Jati Kudus. Keberhasilan diukur menggunakan tes awal dan tes akhir yang dianalisis menggunakan uju t kemudian diperkuat dengan uji
1.5.2 Model TAI
Model TAI merupakan model pembelajaran kooperatif dengan
pembentukan kelompok yang heterogen dan menonjolkan kegiatan tutor sebaya dalam kelompok.
1.5.3 Model TPS
Model TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang mengelompokkan siswa secara berpasangan dengan teman sebangku.
1.5.4 Hasil Belajar
Hasil belajar dalam penelitian ini berdasarkan tes awal (pretest) sebelum
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
Teori-teori yang akan dikaji meliputi teori-teori yang sesuai dengan
variabel penelitian, antara lain teori tentang hasil belajar, teori tentang pembelajaran matematika, teori tentang model TAI dan model TPS.
2.1.1 Hakikat Belajar
Setiap orang baik disadari atau tidak, selalu melaksanakan kegiatan belajar. Menurut Slameto (2013:2) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya dalam interaksi dengan
lingkungannya. Menurut Gagne (dalam Suprijono 2012:2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Sedangkan Sudjana (dalam Hamiyah dan Jouhar 2014:2) belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-sapek lain yang ada pada individu yang belajar.
(psikomotorik) untuk menjadi lebih baik yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan di sekitarnya.
Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran. Menurut aliran behavioristik (dalam Hamdani 2010:23) pembelajaran adalah
usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Sedangkan Lefrancois (dalam Yamin 2013:15) berpendapat bahwa pembelajaran (instruction) merupakan persiapan
kejadian-kejadian eksternal dalam suatu situasi belajar dalam rangka memudahkan pembelajar belajar, menyimpan (kekuatan mengingat informasi), atau mentransfer
pengetahuan dan keterampilan.
Rusman (2014:1) pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen
tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan
menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Sutikno (2014:12) pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.
Dari pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yaitu kegiatan yang dirancang yang memungkinkan interaksi
2.1.2 Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berasal dari bahasa inggris yaitu
effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Wragg (dalam Susanto 2015:188) pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau suatu hasil belajar yang diinginkan.
UNESCO (dalam Hamdani 2010:194-195) menetapkan empat pilar pendidikan yang harus diperhatikan untuk mencapai efektivitas belajar antara lain
sebagai berikut:
a. Learning to know
Seorang guru berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran. guru
dituntut untuk perperan aktif sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan siswa, dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.
b. Learning to do
Sekolah hendaknya memfasiliatsi siswa untuk mengaktualisasikan keterampilan, bakat, dan minatnya. Pembinaan terhadap keterampilan siswa perlu
dilakukan.
c. Learning to live together
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu ditumbuhkembangkan.
d. Learning to be
Pengembangan diri secara maksimal erat hubungannya dengan bakat dan
minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi individu, serta kondisi lingkungannya. Bagi siswa yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan baik apabila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya, bagi siswa
yang pasif, peran guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa secara maksimal. Kemampuan diri yang terbentuk
di sekolah secara maksimal memungkinkan siswa untuk mengembangkan diri pada tingkat yang lebih lanjut.
Menurut Hamdani (2010:194) efektivitas merupakan suatu konsep yang
sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan individu dalam mencapai sasaran atau tingkat pencapaian tujuan-tujuan.
Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. berdasarkan pemahan tersebut dapat dikemukakan aspek-aspek efektivitas belajar, yaitu: 1) peningkatan
pengetahuan; 2) peningkatan keterampilan; 3) peruabahan sikap; 4) perilaku; 5) kemampuan adaptasi; 6) peningkatan integrasi; 7) peningkatan partisipasi; 8)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran mencakup dua aspek yaitu aspek kuantitatif berupa hasil yang dapat
diukur peningkatannya dan kualitatif berupa perubahan sikap. Efektifitas belajar dalam penelitian ini yang diukur adalah berdasarkan pencapaian hasil belajar.
2.1.3 Hasil Belajar
Kemampuan yang dimiliki siswa berbeda-beda setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Bloom (dalam Suprijono 2013:6) hasil belajar
mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan kognitif terdiri dari knowledge (pengetahuan, ingatan); comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh); application (menerapakan); analysis
(menguraikan, menentukan hubungan); synthesis (mengorganisasikan, merencanakan); dan evaluating (menilai). Kemampuan afektif terdiri dari
receiving (sikap menerima); responding (memberikan respon), valuing (nilai);
organization (organisasi); characterization (karakterisasi. Kemampuan
psikomotorik meliputi initiatory, pre-rountie, dan rountinized.
Menurut Suprijono (2013:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Menurut
Jihad dan Haris (2012:14) hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris
dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Menurut Caroll
siswa antara lain: (1) bakat siswa; (2) waktu yang tersedia bagi siswa; (3) waktu yang diperlukan guru untuk menjelaskan materi; (4) kualitas pengajaran; dan (5)
kemampuan siswa.
Menurut Susanto (2014:5) hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana, hasil belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pembelajaran. Hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk
pemikiran Gagne (Suprijono 2013:5) hasil belajar berupa: 1. Informasi Verbal
Kemampuan mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik
lisan maupun tulisan. Kemampuan secara spesfik terhadap angsangan spesifik, kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan. 2. Keterampilan Intelektual
Kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan
intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan
3. Strategi Kognitif
Kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri,
kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan Motorik
Kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi.
5. Sikap
Kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Kingsley (dalam Sudjana 2009:45) membagi tiga macam hasil belajar yaitu: (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan pengertian; (3) sikap
dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar,yakni: (1) informasi verbal; (2) keterampilan intelektual; (3) strategi kognitif; (4) sikap; dan (5) keterampilan motoris.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang
Penelitian ini menggunakan ranah kognitif untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Pada awalnya, 6 kategori dalam ranah kognitif oleh Bloom
mencakup pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dalam perkembangannya, Krathwohl (dalam Kosasih 2015:21-24) merevisi
temuan Bloom ini menjadi 6 kategori sebagai berikut: C1 remember (mengingat),
understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai), creating (mencipta). Dalam penilitian ini yang
digunakan kategori C1 sampai C4. Berikut ini merupakan penjelasan tentang kategori dalam ranah kognitif oleh Bloom.
a. Mengingat
Mengingat adalah kompetensi yang paling mendasar dalam ranah kognitif. Kompetensi mengingat ditandai oleh peserta didik untuk mengenali kembali
sesuatu objek, ide, prosedur, prinsip, atau teori yang pernah diketahuinya dalam proses pembelajaran, tanpa memanipulasikannya dalam bentuk atau simbol lain.
Kompetensi mengingat ditandai oleh aktivitas peserta didik yang bersifat hafalan, misalnya tentang pengertian, rumus-rumus, dan sejumlah fakta. Tujuan pembelajaran yang berupa pengetahuan ditandai oleh kata-kata kerja operasional
sebagai berikut: mengutip, menyebutkan, mendaftar, menunjukkan, melabeli, memasangkan, menamai, menandai, meniru, mencatat, mengulang, memilih,
menyatakan, memberi kode, menomori, menelusuri, dan menuliskan kembali. b. Memahami
Kompetensi memahami juga dapat disebut dengan istilah “mengerti”.
konsep, rumus, ataupun fakta-fakta untuk kemudian menafsirkan dan menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri. Kata-kata kerja operasional yang dapat
digunakan sebagai indikator untuk pencapaian kompetensi ini adalah sebagai berikut: memperkirakan, memprediksi, menjelaskan, menerangkan,
mengemukakan, mengkategorikan, mencirikan, memerinci, menguraikan, menjabarkan, mengasosiasikan, membandingkan, menghitung, mengontraskan, membedakan, mengubah, mempertahankan, mencontohkan, merumuskan,
merangkum, dan menyimpulkan. c. Menerapkan (Mengaplikasikan)
Menerapkan merupakan kemampuan melakukan atau mengembangkan sesuatu sebagai wujud dari pemahaman konsep tertentu. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan sebagai indikator untuk pencapaian kompetensi
ini adalah sebagai berikut: melakukan, mengurutkan, menyusun, menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi, menghitung, membangun, membuat, membiasakan,
menggambarkan, menggunakan, mengoperasikan, memproduksi, memproses, dan mengaitkan.
d. Menganalisis
Menganalisis merupakan kemampuan memisahkan suatu fakta atau konsep ke dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk
memproleh pemahaman atas konsep tersbut secara utuh. Adapun kata-kerja kerja operasional yang dapat digunakan sebagai indikator untuk pencapaian kompetensi ini adalah sebagai berikut: menganalisis, menelaah, mengidentifikasikan,
mendeteksi, mendiagnosis, mendiagramkan, mengorelasikan, merasionalkan, menjelajah, menyimpulkan, menemukan, dan mengukur.
e. Mengevaluasi
Mengevaluasi adalah kemampuan di dalam menunjukkan kelebihan dan
kelemahan sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu. Termasuk dalam kemampuan ini adalah pemberian tanggapan, kritik, dan saran. Adapun kata-kata kerja operasional yang menandai kemampuan dalam mengevaluasi adalah sebagai
berikut: menilai, mengkritik, memutuskan, menanggapi, mengomentari, mengulas, menunjukkan kelebihan dan kekurangan, dan menyarankan.
f. Mencipta
Mencipta merupakan kompetensi kognitif paling tinggi, sebagai perpaduan sekaligus pemuncak dari kompetensi-kompetensi lainnya. Mencipta merupakan
kemampuan ideal yang seharusnya dimiliki oleh seorang peserta didik setelah mempelajari kompetensi tertentu. Ia tidak sekadar tahu, tetapi lebih dari itu, ia
bisa melakukannya.
2.1.4 Hakikat Matematika
Penguasaan matematika yang kuat sejak dini diperlukan untuk menguasai
dan mencipta teknologi di masa depan. Menurut Depdiknas (dalam Hamzah dan Muhlisrarini 2014:48) matematika berasal dari akar kata mathema artinya
pengetahuan, mathanein artinya berpikir atau belajar. Dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan matematika adalah ilmu tentang bilangan hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah
Menurut Depdiknas (20016:147) standar isi matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Selanjutnya, Ruseffendi (dalam Heruman 2013:1) matematika adalah bahasa simbol, ilmu
deduktif yang tidak menerima pembuktian secara deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan truktur yang terorgansasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya
ke dalil.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu
universal yang berperan penting bagi manusia karena matematika dapat meningkatkaan kemampuan berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, dan sistematis.
2.1.5 Pembelajaran Matematika SD
Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari
SD untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkotruksi pengetahuan
akan mencapai hasil yang maksimat apabila pembelajaran berjalan secara efektif (Susanto 2015:186-187).
Menurut Depdiknas (2006:148) mata pelajaran matematika memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasi gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk keadaan atau memperjelas masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Untuk mencapai tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika, seorang
Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada tingkat satuan SD/MI yaitu: 1) bilangan; 2) geometri dan pengukuran; 3) pengolahan data. Ketiga aspek
tersebut menjadi materi pokok pembelajaran matematika di SD/MI yang diwujudkan dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) mata
pelajaran matematika. Standar kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester;
standar kompetensi terdiri atas sejumlah kompetensi dasar sebagai acuan baku yang harus dicapai dan berlaku secara nasional (Depdiknas 2006:47).
[image:46.595.120.504.487.703.2]Materi pelajaran matematika kelas V Semester 2 yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Kurikulum Matematika Kelas V Semester 2 Sekolah Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya
5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan
5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Geometri dan
Pengukuran 6. Memahami sifat-sifat
bangun dan hubungan antar bangun
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang 6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai bangun
ruang sederhana
6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri
6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana
Menurut Heruman (2013:2-3) langkah pembelajaran matematika di SD yang
menekankan pada konsep-konsep matematika adalah sebagai berikut.
a) Penanaman konsep dasar (penanaman konsep) yaitu pembelajaran yang
menggunakan media atau alat peraga untuk menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. b) Pemahaman konsep yaitu lanjutan pembelajaran dari penanaman konsep.
Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Kedua, pembelajaran
pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari pemahaman konsep.
c) Pembinaan keterampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari pemahaman konsep
Dapat disimpulkan bahwa langkah pembelajatan matematika di sekolah dasar dimulai dengan menanamkan konsep dasar dilanjutkan pemahanan konsep
agar siswa lebih memahami konsep matematika kemudian pembinaan keterampilan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep
matematika.
2.1.6 Materi Bangun Ruang
Materi yang dipelajari siswa kelas V Semester 2 yaitu bilangan, geometri,
dan pengukuran. Materi yang digunakan pada penelitian ini yaitu geometri tentang sifat-sifat bangun ruang. Materi tersebut terdapat dalam Standar Isi pada
Standar Kompetensi 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun. Kompetensi dasar yang diambil hanya satu kompetensi dasar yaitu 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang.
Menurut Suharjana (2008:5) bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun
tersebut. Unsur-unsur bangun ruang adalah sisi, rusuk, dan titik sudut. Sisi adalah sekat (bagian) yang membatasi bagian dalam dan bagian luar. Rusuk adalah pertemuan antara dua buah sisi atau perpotongan dua bidang sisi. Sedangkan titik
sudut adalah perpotongan tiga bidang sisi atau perpotongan tiga rusuk atau lebih. Berikut sifat bangun ruang yang dijadikan materi dalam penelitian.
Berdasarkan bentuk sisi yang dimilikinya, bangun ruang dikelompokkan menjadi bangun ruang sisi datar dan bangun ruang sisi lengkung. Bangun ruang sisi datar terdiri dari kubus, balok, prisma, dan limas. Bangun ruang sisi lengkung
adalah bangun ruang yang memiliki sisi lengkung. Sisi lengkung adalah sisi yang membentuk lengkungan kurva. Hanya ada tiga macam bangun ruang yang
memiliki sisi lengkung yaitu tabung, kerucut, dan bola. Untuk lebih mudah
mengingatnya bisa menggunakan jembatan keledai BOTAK, “BOla, TAbung,
Kerucut.
a. Sifat-sifat Bangun Kubus
1) Memiliki 6 buah sisi yang kongruen.
bidang ABCD bidang EFGH bidang ABFE
bidang CDHG bidang BCGF
bidang ADHE
2) Memiliki 12 rusuk yang sama panjang.
rusuk kubus: AB, BC, CD, AD, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, EH
3) Memiliki 8 titik sudut.
yaitu diagonal sisi, diagonal ruang, dan bidang diagonal. a. Diagonal sisi
Diagonal sisi adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan pada setiap sisi kubus.
Diagonal sisi kubus ABCDEFGH:
Terdapat 12 diagonal sisi pada bangun kubus yaitu AC, BD, GE, FH, DE, AF, CH, DG, BG, CF, AH, DE
b. Diagonal ruang
Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang
Diagonal ruang kubus ABCDEFGH:
Terdapat 4 diagonal ruang pada bangun kubus yaitu AG, BH, CE, DF
c. Bidang diagonal
Bidang diagonal adalah bidang yang dibatasi oleh dua rusuk dan dua diagonal
sisi pada kubus.
Bidang diagonal kubus ABCDEFGH:
Terdapat 6 bidang diagonal pada bangun kubus yaitu ACGE, BCHE, ABGH,
BDHF, ADGF, CDEF
1) Memiliki 6 buah sisi yang berbentuk persegi panjang
bidang ABCD bidang EFGH
bidang ABFE bidang CDHG bidang BCGF
bidang ADHE
2) Memiliki 3 pasang sisi berhadapan yang kongruen
ABCD=EFGH ABFE=CDHG BCGF=ADHE
3) Memiliki 12 rusuk yaitu AB, BC, CD, AD, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, EH.
4) Memiliki 4 rusuk yang sejajar dan sama panjang AB=CD=EF=GH
AE=DH=BF=CG
AD=BC=EH=FG
5) Memiliki 8 titik sudut yaitu A, B, C, D, E, F, G, H
6) Memiliki 3 diagonal.
a. Diagonal sisi
Diagonal sisi adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang
berhadapan pada setiap sisi balok (Suharjana, 2008: 35).
Diagonal sisi balok ABCDEFGH:
Terdapat 12 diagonal sisi pada bangun balok yaitu AC, BD, GE, FH, DE, AF, CH, DG, BG, CF, AH, DE
b. Diagonal ruang
Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang
berhadapan dalam suatu ruang balok (Suharjana 2008:5). Diagonal ruang balok ABCDEFGH:
c. Bidang diagonal
Bidang diagonal adalah bidang yang dibatasi oleh dua rusuk dan dua diagonal sisi pada balok.
Bidang diagonal balok ABCDEFGH adalah:
c. Sifat-sifat Bangun Prisma Segitiga
1) memiliki 5 sisi yaitu 2 berbentuk segitiga dan 3 berbentuk persegi panjang yaitu
bidang ABC merupakan bidang alas
bidang DEF merupakan bidang atap
bidang-bidang tegaknya adalah bidang ABED, BCFE, dan ACFD
2) memiliki 9 rusuk yaitu
rusuk-rusuk tegaknya adalah AD, BE, dan CF.
rusuk-rusuk lainnya adalah AB, BC, CA, DE, EF, dan FD 3) memiliki 6 titik sudut yaitu A, B, C, D, E, dan F
4) memiliki diagonal sisi.
a) Diagonal sisi
Diagonal sisi adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut
Diagonal sisi prisma segitiga ABCDEF:
Terdapat 6 diagonal sisi pada bangun prisma segitiga yaitu BF, CE, AE,
BD, AF, dan CD
d. Sifat-sifat Bangun Limas Segiempat
1) memiliki 5 sisi yaitu 1 berbentuk segiempat dan 4 berbentuk segitiga yaitu bidang ABCD merupakan bidang alas
bidang-bidang tegaknya adalah bidang TAB, TBC, TCD, dan TDA 2) memiliki 8 rusuk
rusuk-rusuk tegaknya adalah TA, TB, TC, dan TD.
3) memiliki 5 titik sudut dan salah satu titik sudutnya disebut pula titik puncak A, B, C, D, dan T (salah satu titik sudutnya disebut pula titik puncak (T))
Menurut Suharjana (2008:7) sifat-sifat bangun ruang tabung dan bangun ruang kerucut sebagai berikut.
e. Sifat-sifat Bangun Tabung
1) memiliki sisi bawah yang disebut alas, sisi atas yang disebut tutup dan sisi lengkung yang disebut selimut tabung;
2) memiliki 2 rusuk lengkung: rusuk lengkung atas dan rusuk lengkung bawah;
3) tidak memiliki titik sudut;
4) garis OA, OB, dan OC disebut jari-jari alas tabung; 5) garis AB disebut diameter atau garis tengah alas tabung;
6) garis AP dan BQ disebut tinggi tabung. (a) Benda yang sifatnya seperti bangun tabung
f. Sifat-sifat Bangun Kerucut
1) memiliki 2 sisi yaitu 1 sisi alas berbentuk lingkaran dan 1 sisi berbentuk
bidang lengkung (selimut kerucut); 2) memiliki 1 rusuk lengkung;
3) T merupakan titik puncak;
4) garis OA, OB, dan OC disebut jari-jari alas kerucut; 5) garis AB disebut diameter atau garis tengah alas kerucut;
6) garis TO disebut tinggi kerucut;
7) garis TA dan TB yaitu garis yang menghubungkan titik puncak kerucut
dengan titik pada keliling alas disebut garis pelukis kerucut. (a) Benda yang sifatnya seperti bangun kerucut
Caping, topi ulang tahun, cetakan nasi tumpeng, cup ice cream, Rumah Adat
Wae Rebo, Manggarai, NTT, dll. g. Sifat-sifat Bangun Bola
1) memiliki 1 sisi berbentuk bidang lengkung (selimut bola);
2) tidak memiliki rusuk; 3) tidak memiliki titik sudut; 4) jari-jari = r = AO = BO;
5) diameter = AC; 6) titik pusat = O.
(a) Benda yang sifatnya seperti bangun bola
Bola sepak, bola basket, bola tenis, globe (tiruan bumi), dll.
2.1.7 Model Pembelajaran
Berbagai cara telah dilakukan guru agar dapat membuat siswa tertarik mengikuti pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran. Menurut Rusman (2014:144) model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,
petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting
lainnya.
Menurut Joyce dan Weil (dalam Trianto 2007:1) “Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skill,
value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching
them how to learn.” Hal ini berarti bahwa model pembelajaran merupakan model pembelajaran dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk
mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu mereka juga mengajarkan bagaimana
mereka belajar.
Dari beberapa pendapat ahli, dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
2.1.8 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sistem pembelajaran yang ada. Pembelajaran kooperatif menggantikan sistem pembelajaran yang individual. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
yang menonjolkan kerjasama siswa dalam kelompok agar saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Kerja sama tersebut dapat dibangun dengan berbagai
kegiatan belajar misalnya dengan saling membantu memecahkan persoalan, diskusi membahas suatu permasalahan, mencari sumber belajar untuk saling disajikan, dan lain sebagainya. Menurut Slavin (2015:4) pembelajaran kooperatif
dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.
Pembelajaran kooperatif mengingatkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan pada aspek sosial individu dalam berinteraksi. Inti dari pembelajaran kooperatif adalah bekerjasama untuk saling mendukung dalam keberhasilan bagi semua anggota kelompok.
Menurut Chaplin (dalam Suprijono 2013:56) “a collection of individuals who have some charactericticin commonor who are pursuing a common goal.
Two or more persons who interact in any way constitute a group. It is not
necessary, however, for the members of a group to interact directly or in face to
face manner”. Maksud dari pendapat Chaplin tersebut dapat ditafsirkan bahwa
kelompok dapat terdiri dari 2 orang anggota atau lebih. Anggota kelompok tidak harus selamanya bertatapan secara langsung dalam berinteraksi. Menurut Sani
(2014:187-188) “beberapa model pembelajaran kooperatif yang umum dikenal adalah: pembelajaran kooperatif tipe cooperative script, pembelajaran kooperatif
think pair share, pembelajaran investigasi bekelompok, pembelajaran TAI,
pembelajaran two stay-two stray.”
Dari penjelaskan tersebut, dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif
atau cooperative learning <