• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON TANAMAN JAGUNG TERHADAP APLIKASI PUPUK NITROGEN DAN PENYISIPAN TANAMAN KEDELAI Maize Respond toward Nitrogen Application and Intercropped Soybean

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESPON TANAMAN JAGUNG TERHADAP APLIKASI PUPUK NITROGEN DAN PENYISIPAN TANAMAN KEDELAI Maize Respond toward Nitrogen Application and Intercropped Soybean"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON TANAMAN JAGUNG TERHADAP

APLIKASI PUPUK NITROGEN DAN PENYISIPAN TANAMAN KEDELAI

Maize Respond toward Nitrogen Application and Intercropped Soybean

Oleh:

A. Sarjito dan B. Hartanto

Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNSOED

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji respon tanaman jagung terhadap penerapan system tumpangsari jagung-kedelai dan pemupukkan nitrogen. Penelitian dilakukan selama lima bulan, mulai Juli – Nopember 2003. Penelitian merupakan percobaan lapang berpola faktorial 4 X 3. Percobaan diulang tiga kali. Jagung ditanam secara monokultur (P0) maupun tumpangsari dengan kedelai varietas Lokal (P1), Burangrang (P2), dan Lokon (P3). Pemupukkan nitrogen terdiri atas tiga dosis, yaitu: N0: kontrol, N1: pemupukkan urea 75 kg per hektar, dan N2: pemupukkan 150 kg urea per hektar. Pengaruh tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil jagung bergantung pada tingkat pemupukkan nitrogen. Walaupun tumpangsari menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman, tumpangsari jagung-burangrang memberikan nilai Indeks Panen tertinggi dibandingkan dengan pola tanam monokultur ataupun yang lain. Kecuali itu tumpangsari juga meningkatkan serapan N pada tanaman jagung. Pemupukkan nitrogen mengakibatkan peningkatan pertumbuhan dan hasil jagung. Hasil tertinggi diperoleh pada dosis 150 kg urea per hektar.

Kata kunci: pertumbuhan dan hasil jagung, nitrogen, dan penyisipan kedelai.

ABSTRACT

This research project aimed at evaluating the respond of maize toward intercropping and nitrogen application in the maize-soybean intercropping. The research was carried out for five months, from July to November 2003. A 4 x 3 factorial experiment was laid out in a Randomized Completely Block Design with three replications. Maize was planted in monoculture (P0) and in intercropping system with three different varieties of soy been, i.e. Local (P1), Burangrang (P2), and Lokon (P3). Application of nitrogen fertilizer consisted of N0: control, N1: 75 kg urea per hectare, and N2: 150 kg urea per hectare. Intercropping effects on maize growth and yield depend on nitrogen fertilized. Although intercropping reduced crop production, maize-Burangrang intercropping resulted in the highest value of harvest index. In addition, intercropping increased maize’s N uptake. Nitrogen application caused the improvement of maize growth and yield.

Key words: maize growth and yield, nitrogen, and intercropped soybean.

PENDAHULUAN

Jagung merupakan penghasil bahan makanan utama ke dua setelah padi dan merupakan komoditas penting di Indonesia. Indonesia, sebagai Negara agraris selalu dihadapkan pada masalah

(2)

meningkat rata-rata 2.52% per tahun dengan produksi rata-rata 2.67 ton per hektar (Sudana, 2003). Hal ini terjadi karena berbagai faktor, seperti luas kepemilikan lahan oleh petani, kebiasaan petani menanam jagung dalam pola tumpangsari, penggunaan varietas tidak unggul dan bermutu, dan tingkat budidaya yang rendah.

Tumpangsari merupakan pilihan tepat bagi petani dengan kepemilikan lahan sempit karena beberapa hal. Tumpangasri memberikan hasil panen lebih dari satu kali (Johu et al., 2002), meningkatkan penggunaan cahaya (Hirota, et al., 1995), meningkatkan fiksasi nitrogen secara alami (Ito, et al., 1996). Kecuali itu, tumpangsari menekan resiko kegagalan panen akibat serangan hama/penyakit.

Pertumbuhan dan hasil jagung pada system tumpangsari bergantung pada jenis tanaman yang disisipkan. Johu et al. (2002) melaporkan bahwa penyisipan buncis pada tumpangsari jagung-buncis menyebabkan penurunan kedua tanaman. Sebaliknya, Supartoto et al. (1996) menyatakan bahwa penyisipan kacang hijau pada tumpangsari jagung-buncis justru meningkatkan hasil panen 43.1% dibandingkan monokultur, walaupun hasil kacang hijau mengalami penurunan. Kombinasi jagung dan kedelai cukup menguntungkan. Perbedaan tipe dan karakteristik kedua tanaman memungkinkan jagung dan kedelai ditumpangsarikan. Menurut Hirota et al., (1995) daun kedelai menyebar secara mendatar sehingga memungkinkannya untuk mendapatkan cahaya secara cukup. Kecualitu itu, pola perakaran akan meluas secara nyata jika jagung dan kedelai ditumpangsarikan. Kedelai juga mampu memfiksasi N bebas dari udara,

sehingga dapat menghemat konsumsi pupuk nitrogen. Menurut Suarna et al. (1985) keberadaan kedelai mampu manambah nitrogen sebanyak 84 kg N hingga 160 kg N, bergantung pada kondisi lingkungannya.

Keberhasilan penyisipan kedelai pada tumpangsari jagung-kedelai juga ditentukan oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah, mengingat jagung sangat responsif terhadap pemupukkan N. Pemberian 150 kg N per hektar pada system tumpangsari menghasilkan bobot 1000 biji maksimal (293.47 g) dibandingkan perlakuan lain dan kontrol (Ali et al., 2002). Penambahan urea hingga 400 kg per hektar justru menekan

tinggi tanaman dan cenderung

menurunkan hasil (Irdiana et al., 2002). Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti menganggap perlu melakukan penelitian tentang penyisipan kedelai pada tumpangsari dengan dosis pupuk nitrogen rendah. Tujuannya adalah untuk mengkaji respon tanaman jagung terhadap upaya penyisipan kedelai dan dosis pemupukan nitrogen rendah.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di lahan Soybean Research and Development Center Fakultas Pertanian Unsoed. Analisis tanah dan jaringan dilakukan di lboratorium tanah dan agronomi, Fakultas Pertania Unsoed. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian + 110 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah inseptisol. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, mulai Juli 2003 sampai dengan Nopember 2003.

Penelitian ini merupakan

(3)

Percobaan diulang tiga kali. Jagung ditanam secara monokultur (P0) maupun tumpangsari dengan kedelai varietas Lokal (P1), Burangrang (P2), dan Lokon (P3). Pemupukkan nitrogen terdiri atas tiga dosis, yaitu: N0: 0 kg N (control), N1: 34.5 kg N per hektar, dan N2: 69 kg N per hektar.

Jagung ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 100 cm. Kedelai ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 2 cm. Keduanya ditanam pada saat yang sama. Sebelum penanaman, petak diberi pupuk dasar dengan takaran: 75 kg SP 36 per hektar dan 100 kg KCl per hektar. Pupuk N (urea) diberikan dua kali, yaitu setengah dosis diberikan pada saat tanaman berumur 3 minggu dan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur 7 minggu.

Pengamatan, untuk mengetahui respon tanaman jagung, dilakukan terhadap variable pertumbuhan dan hasil tanaman. Variabel pertumbuhan meliputi: tinggi tanaman, laju fotosintesis dan transpirasi pada tingkat daun, indeks luas daun (ILD), biomassa akar, panjang akar dan serapan N. Variabel hasil tanaman meliputi: bobot tongkol berklobot, bobot tongkol nir klobot, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, dan indeks panen. Data hasil pengamatan dialasis dengan Uji F dan jika berbeda dilanjutkan dengan uji jarak ganda

Duncan’s (DMRT) pada tingkat

kesalahan 5%.

Laju fotosintesis dan transpirasi pada tingkat daun diukur dengan alat LCA 4 (Leaf Chamber Anayises Type 4). Analisis kadar N dalam 100 g jaringan dilakukan di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Unsoed. Metode yang digunakan adalah analisis jaringan metode destruksi basah (Kjedhal).

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komponen Pertumbuhan Jagung. Pertumbuhan tanaman jagung tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh penyisipan tanaman kedelai maupun peningkatan dosis pupuk nitrogen. Tinggi tanaman, laju fotosintesis, dan laju transpirasi tanaman jagung serta indeks luas daun (ILD) tidak dipengaruhi oleh penyisipan anaman kedelai. Sementara, pemupukkan nitrogen hanya mampu meningkatkan ILD, biomassa akar dan panjang akar tanaman jagung (Table 1). Interaksi kedua perlakuan hanya terjadi pada variabel panjang akar (Tabel 2).

Penyisipan tanamn kedelai tidak menimbulkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung bagian atas dan persaingan hara nitrogen, tetapi menghambat tanaman jagung bagian bawah permukaan tanah. Tinggi tanaman dan laju fotosintesis jagung tidak tertekan oleh penyisipan kedelai, baik varietas Lokal, Burangrang, maupun Lokon (Table 1). Jagung memiliki habitus tanaman lebih tinggi dibanding dengan kedelai, sehingga masih dapat memperoleh cahaya matahari secara maksimal. Menurut Ofori dan Stern (1987), kombinasi antara jagung dn kedelai dalam tumpangsari merupakan kombinasi yang ideal karena keduanya memiliki habitus dan perakaran berbeda.

(4)

Tabel 1. Respon pertumbuhan tanaman jagung terhadap penerapan pola tanam (P) dan pemupukkan nitrogen (N)

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Laju fotosintesis (mmol m-1 sec-1)

Laju transpirasi (µmol m-I sec-1) ILD

Biomassa akar (g)

Panjang akar (cm)

Tanpa penyisipan 181 a 41.78 a 4.92 a 3.68 a 111 a 23.28 ab Penyisipan

kedelai Lokal 162 a 47.33 a 5.23 a 3.52 a 69 b 21.50 bc Penyisipan

Burangrang 152 a 45.66 a 5.31 a 2.82 a 84 ab 24.34 a Penyisipan Lokon 166 a 45.19 a 4.69 a 3.76 a 75 b 21.00 c

0 kg N 158 a 42.28 a 5.05 a 2.60 b 56.21 c 21.05 b 34.5 kg N 160 a 47.13 a 5.40 a 3.57 ab 86.21 b 22.07 b 69 kg N 177 a 45.57 a 4.67 a 4.17 a 112.05 a 24.47 a

Pola tanam

Dosis nitrogen per hektar

Keterangan: Huruf yang sama pada variable pertumbuhan sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan’s.

menyebabkan sebagian ruang tumbuh perakaran jagung dimanfaatkan oleh kedelai. Menurut Ofori dan Stern (1987) persaingan antara dua tanaman dalam sistem tumpangsari lebih banyak terjadi pada bagian bawah, terutama persaingan ruang tumbuh dan unsur hara. Kecuali itu, dapat juga disebabkan oleh persaingan air yang mengakibatkan

penurunan fotosintat. Penurunan ini menyebabkan jumlah fotosintat yang ditranslokasikan ke seluruh tubuh tanaman berkurang (Nugroho et al., 1999), termasuk ke bagian akar tanaman.

Hasil analisis menunjukkan bahwa panjang akar jagung dipengaruhi oleh pola tanam dan dosis pupuk N (Tabel 2). Penambahan pupuk N meningkatkan

Tabel 2. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan’s panjang akar tanaman jagung pada pola tanam dan dosis pupuk N berbeda.

Jagung monokultur Jagung + Lokal Jagung + Burangrang Jagung + Lokon

0 kg N 21.50 bcd 22.99 abc 21.63 bcd 18.08 d

34.5 kg N 22.40 abc 20.43 cd 25.54 a 19.91 cd

69 kg N 25.94 a 21.08 cd 25.85 a 25.02 ab

(5)

panjang akar tanaman jagung monokultur, namun peningkatan yang nyata terjadi pada dosis pupuk 69 kg N per hektar. Menurut Irdiana et al. (2002), pemberian nitrogen hingga 300 kg urea (138 kg N) per hektar meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung. Gejala yang sama juga terjadi pada jagung yang disisipi kedelai Lokon. Pada saat jagung disisipi kedelai varietas Burangrang, peningkatan panjang akar secara nyata terjadi pada dosis 34.5 kg N per hektar dan ini tidak berbeda nyata dengan dosis 69 kg N per hektar. Pada saat jagung disisipi kedelai varietas Lokon, peningkatan panjang akar jagung secara nyata terjadi pada dosis 49 kg N per hektar. Pada varietas Lokal, penambahan

dosis pupuk N tidak memberikan pengaruh nyata.

Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan’s pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan N disajikan pada Tabel 3. Pada saat jagung berumur 64 hst, penyisipan kedelai dan penambahan dosis pupuk N tidak berpengaruh nyata. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat jagung berumur 94 (memasuki fase generatif). Penyissipan kedelai varietas Lokal dan Lokon menurunkan serapan N, tetapi tidak demikian halnya denga varietas Burangrang. Hal terkahir terjadi karena penyisipan kedelai varietas Burangrang tidak menghambat pemanjangan akar jagung (Tabel 2). Mendasarkan variabel

Tabel 3. Angka rerata dan hasil analisis pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan N terhadap serapan nitrogen.

Serapan N (% N per 100 g bobot kering tanaman)

64 hst 94 hst

Tanpa penyisipan 2.37 2.16 a

Penyisipan kedelai Lokal 2.11 1.57 ab

Penyisipan kedelai Burangrang 2.56 1.88 a

Penyisipan kedelai Lokon 1.76 1.15 b

F hitung 0.12 3.99

F t .05 3.05 3.05

0 kg N 3.06 1.10 c

34.5 kg N 1.49 1.54 b

49 kg N 2.05 2.07 a

F hitung 0.88 10.38

F t .05 3.44 3.44

Perlakuan

(6)

Panjang akar dan serapan N, varietas Burangrang merupakan varietas kedelai yang paling cocok ditumpangsarikan dengan tanaman jagung.

B. Komponen Hasil Jagung.

Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan’s pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap komponen hasil jagung disajikan pada Tabel 4. Penyisipan kedelai berakibat penurunan bobot tongkol berklobot, bobot tongkol nir klobot, dan bobot biji per tanaman. Akan tetapi, pengaruh penyisipan kedelai terhadap bobot 100 biji dan indeks panen ditentukan oleh dosis pupuk nitrogen (Tabel 5 dan 6). Penurunan bobot tongkol dan bobot biji per tanaman mudah dipahami, karena

penyisipan tanaman kedelai

mengakibatkan persaingan antar tanaman dalam hal ruang tumbuh, air, dan unsur hara. Hasil ini sejalan dengan hasil

penelitian Johu et al. (2002), Ofori dan Stern (1987), Hayahi dan Shigenaga (1993).

Pemupukan N meningkatkan bobot tongkol berklobot, bobot tongkol nir klobot, dan bobot biji per tanaman. Jagung, sebagai tanaman biji-bijian

pengahsil karbohidrat memang

membutuhkan nitrogrn dalam jumlah banyak. Menurut Irdiana et al., (2002) enambahan urea hingga 300 kg per hektar meningkatkan tinggi dan hasil tanaman. Menurut Ali et al. (2002) penambahan pupuk urea mapu meningkatkan bobot 1000 biji.

Pada bobot 100 biji dan indeks panen pengaruh pemeupukkan nitrogen bergantung pada ada tidaknya penyisipan kedelai. Bobot 100 biji jagung tidak berbeda pada saat ditanam secara monokultur maupun disisipi kedelai varietas Lokal. Pada saat disisipi kedelai

Tabel 4. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap komponen hasil jagung.

Bobot tongkol berklobot

Bobot tongkol nir klobot

Bobot biji per tanaman

Bobot 100

biji Indeks panen

(g) (%)

Tanpa penyisipan 149.13 a 129.97 a 104.41 a 27.57 40.21 Penyisipan kedelai Lokal 105.14 b 89.73 b 69.73 b 26.33 39.19 Penyisipan kedelai Burangrang 114.85 b 99.57 b 78.87 b 26.2 40.84 Penyisipan kedelai Lokon 96.27 b 84.19 b 66.41 b 25.62 35.98 F hitung 6.24 n 5.96 n 5.73 n 1.31 tn 1.04 tn

F t .05 3.05 3.05 3.05 3.05 3.05

0 kg N 80 b 69 b 54.68 b 24.91 b 35.41 34.5 kg N 124 a 107 a 83.88 a 25.99 b 40.13 49 kg N 145 a 126 a 101.00 a 28.38 a 41.62 F hitung 17.22 n 16.12 n 14.17 n 8.20 n 3.11 tn

F t .05 3.44 3.44 3.44 3.44 3.44

Perlakuan

(7)

Tabel 5. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap bobot 100 biji jagung.

Jagung monokultur Jagung + Lokal Jagung + Burangrang Jagung + Lokon

0 kg N 26.05 abcd 27.29 abc 22.69 d 23.61 cd

34.5 kg N 28.15 ab 25.08 bcd 27.01 abc 23.72 cd

69 kg N 28.49 ab 26.61 abcd 28.90 ab 29.51 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan.

Tabel 6. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap indeks panen jagung.

Jagung monokultur Jagung + Lokal Jagung + Burangrang Jagung + Lokon

0 kg N 40.79 ab 37.43 ab 38.67 ab 24.57 c

34.5 kg N 41.13 ab 33.80 bc 40.10 ab 45.50 ab

69 kg N 38.53 ab 46.33 a 43.77 ab 37.87 ab

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan.

varietas Burangrang dan Lokon, bobot 100 biji justru meningkat sejalan dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen. Hasil ini memberikan dua informasi penting. Pertama, pada pola tumpangsari terjadi persaingan antar tanaman, yang terlihat pada saat jagung disisipi kedelai varietas Burangrang dan Lokon yang tidak ditambah pupuk nitrogen (Tabel 5). Kedua, penyisipan tanaman kedelai tidak menurunkan hasil tanaman jagung jika disertai dengan pemupukan nitrogen yang memadai. Kedua fenomena ini juga terjadi pada variabel indeks panen. Penyisipan kedelai pada tumpangsari jagung-kedelai memang mengakibatkan hasil panen jagung menurun (Ofori dan Stern, 1987), tetapi pemupukan nitrogen

sampai taraf 300 kg urea dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil tanaman jagung (Ali et al., 2002).

KESIMPULAN

Secara umum, penyisipan tanaman kedelai pada pola tumpangsari

jagung-kedelai menyebabkan penurunan

(8)

diberi pupuk nitrogen sebanyak 34.5 kg N per hektar (45.50%) dan jagung-Burangrang diberi pupuk 69 kg N per hektar (43.77%).

DAFTAR PUSTAKA

Ali, J., J. Bakht, M. Shafi, S. Khan, dan W.A. Shah. 2002. Effects of various levels of N and P on yield and yield component of maize. Pakistan J. of Agron. 1(1): 12-14.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2001. Swasembada pangan, mungkinkah?. Warta Penel. Dan Pengemb. Pert. 23(4). On-line: http://www.deptan.go.id/ balitbangtan/swasembada warta w234-9.htm. Diakses: 25 juli 2003.

Hayashi, Y. dan S. Shigenaga. 1993. Distribution of maize and soybean root system under single cropping and intercrooping condition. Jpn. J. Trop. Agric. 37(2): 93-100.

Hirota, O., A. Hashem, dan A. Hamid. 1995. Yield, Photosynthesis and canopy structure of maize-mungbean intercropping system. Jpn. J. Trop. Agric. 39(3): 168-176

Irdiana, I., Y. Sugito, dan A. Soegianto. 2002. Pengaruh takaran pupuk organic cair dan takaran urea terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata) varietas Bisi Sweet. Agrivita 24(1): 9-15.

Ito, O., R. Matsunaga, K. Kagayama, S. TObita, J.J. Adu-Gyamfi, J.

Kashiwagi,, T.P Rao dan D. Devi. 1996. Dinamics of roots and nitrogen in cropping system of the semi-arid tropics. JIRCAS J. (3): 33-48.

Johu, P. Y. Sugito, dan B. Guritno. 2002. Pengaruh populasi dan jumlah tanaman per lubang tanaman jagung (Zea mays L.) dalam pola tumpangsari dengan kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Agrivita 24(1): 17 -24.

Nugroho, A., Syamsulbahri, D. Hariyono, A. Soegianto dan I. Hariatin. 1999. Upaya meningkatkan hadil jagung manis melalui pemberian kompos Azolla dan pupuk N. Agrivita 22(1): 11-17.

Ofori, F. dan W.R. Stern. Sereal-legum intercropping system. Adv. In Agron. 41 Pp.

Suarna, I.M., I.M. Oka, dan T.G.O. Susila. 1986. Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman, Balitbang, Bogor. Sudana, W., 2003. Mengurangi impor

jagung dengan intensifikasi. On-line: http://pustaka.Bogor.net/publ/ warta/w245-08.htm. Diakses: 25 Juli 2003.

Supartoto, Widyasunu, P. dan

Gambar

Tabel 1. Respon pertumbuhan tanaman jagung terhadap penerapan pola tanam (P) dan pemupukkan nitrogen (N)
Tabel 3. Angka rerata dan hasil analisis pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan N terhadap serapan nitrogen
Tabel 4. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap komponen hasil jagung
Tabel 5. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap bobot 100 biji jagung

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara parsial maupun secara bersama-sama yang signifikan antara kualifikasi akademik, pengalaman kerja dan

Sedangkan terdapat 3 sub variabel yang berpengaruh tetapi tidak signifikan yaitu percaya diri yang memiliki pengaruh secara parsial sebesar 15,1% percaya diri

[r]

Berkaitan dengan hal tersebut, maka diibutuhkan adanya hubungan kewenangan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah yang dalam hal ini adalah dalam

Menciptakan budaya pada suatu badan usaha bisa berbeda-beda satu sama lain seperti, budaya pada Walt Disney yang dibuat oleh pendiri pada awal perusahaan beroperasi atau

Dari sekian banyak kota di Indonesia, Kota Bandung merupakan salah satu kota yang sudah dapat men-cover kebutuhan stok darah hariannya Namun dari hasil wawancara

Orang tua dryclean memilih mengasuhkan anak kepada orang lain dibanding mengasuh sendiri karena pekerjaan mereka tidak bisa ditangani orang lain dan harus

maka kesimpulan dari penelitian ini adalah (i) Pemanfaatan teknologi Radio F9iirequency Identification (RFID) dapat digunakan sebagai alat untuk mengakses kunci magnetik dan