• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomatriconditioning, Perendaman Akar Atau Penyemprotan Tanaman Dengan Agens Hayati Untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil Dan Mutu Benih Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biomatriconditioning, Perendaman Akar Atau Penyemprotan Tanaman Dengan Agens Hayati Untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil Dan Mutu Benih Padi"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BIOMATRICONDITIONING

, PERENDAMAN AKAR ATAU

PENYEMPROTAN TANAMAN

DENGAN AGENS HAYATI

UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,

MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI

KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biomatriconditioning,

Perendaman Akar atau Penyemprotan Tanaman dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Kirana Nugrahayu Lizansari

(4)

RINGKASAN

KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI. Biomatriconditioning, Perendaman Akar

atau Penyemprotan Tanaman dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Padi. Komisi pembimbing: SATRIYAS ILYAS (Ketua) dan MUHAMMAD MACHMUD (Anggota).

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), menurunkan produksi padi hingga 80%.

Sifat patogen Xoo adalah terbawa benih, ditularkan melalui udara, tular tanah, bahkan tular air. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan I bertujuan memperoleh konsentrasi agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B) terbaik untuk perendaman akar bibit, yang efektif mengendalikan

HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi di rumah kaca. Percobaan I menggunakan rancangan lingkungan rancangan acak kelompok dan rancangan perlakuan petak terbagi. Petak utama adalah perlakuan benih dan anak petak adalah konsentrasi agens hayati untuk perendaman akar bibit. Hasil percobaan I menunjukkan, biomatriconditioning (matriconditioning dengan agens hayati P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 4.5 x 108 cfu mL-1) meningkatkan daya tumbuh,

indeks vigor dan bobot kering bibit padi dibandingkan kontrol negatif.

Biomatriconditioning juga meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering tanaman,

jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, dan jumlah gabah total per rumpun, serta menurunkan tingkat keparahan penyakit HDB. Perendaman akar dalam suspensi P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B 106 cfu mL-1

meningkatkan jumlah anakan produktif per rumpun. Perlakuan perendaman akar menurunkan tingkat keparahan penyakit HDB pada umur 91 HST.

Biomatriconditioning dilanjutkan dengan perendaman akar dalam suspensi agens

hayati 108 cfu mL-1 menurunkan populasi Xoo terbawa benih dibandingkan

kontrol (benih dengan Xoo tanpa perlakuan benih tanpa perendaman akar bibit). Percobaan II bertujuan memperoleh konsentrasi agens hayati filosfir F112 terbaik untuk penyemprotan tanaman, yang efektif mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi di lapangan. Percobaan II menggunakan rancangan lingkungan rancangan acak kelompok dan rancangan perlakuan petak terbagi. Petak utama adalah perlakuan benih dan anak petak adalah konsentrasi agens hayati untuk penyemprotan tanaman. Hasil percobaan II menunjukkan,

biomatriconditioning meningkatkan bobot kering bibit umur 21 HST

dibandingkan kontrol negatif. Biomatriconditioning mengurangi keparahan

penyakit HDB pada 72 HST, meningkatkan bobot gabah bernas per rumpun, dan viabilitas benih hasil panen. Penyemprotan tanaman dengan F112 108 cfu mL-1

menurunkan keparahan penyakit HDB 72 HST dibandingkan kontrol tanpa penyemprotan maupun penyemprotan dengan bakterisida (streptomisin 0.1%), meningkatkan jumlah anakan produktif, bobot gabah panen, dan viabilitas benih hasil panen dibandingkan kontrol tanpa penyemprotan.

(5)

SUMMARY

KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI. Biomatriconditioning, Root Soaking, or Plant Spray with Biological Agents to Control Bacterial Leaf Blight, and to

Increase Yield and Seed Quality of Rice. Supervised by SATRIYAS ILYAS

(Chair) and MUHAMMAD MACHMUD (Member).

Bacterial leaf blight (BLB) disease which caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) could decrease rice production up to 80%. Characteristics of Xoo are seedborne, airborne, soilborne, and waterborne. This research consisted of two experiments. Experiment I was aimed to obtain the best concentration of biological agents (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B) for soaking the seedling roots, which effectively controlled BLB, increased yield and seed quality of rice in a green house. Experiment I was conducted using a split plot design; the main plot was seed treatment and the subplot was concentration of biological agents for soaking the seedling roots. Results of experiment I showed that biomatriconditioning (matriconditioning with biological agents Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B 4.5 x 108 cfu mL-1) improved seedling emergence, vigor index and dry weight of rice seedlings compared to negative control. Biomatriconditioning increased plant height, plant dry weight, number of tillers, number of productive tillers, and total number of grains per panicle, and reduced the severity of BLB. Soaking the roots in a suspension of P. diminuta A6 and B. subtilis 5/B 106 cfu mL-1 increased the number of productive tillers. Root

soaking treatment reduced the severity of BLB at 91 day after planting (DAP). Biomatriconditioning followed by soaking the seedling roots in a suspension of the biological agents 108 cfu mL-1 reduced population of seed borne Xoo

compared to control (seed inoculated with Xoo, without seed treatment and without soaking the roots). Experiment II was aimed to obtain the best concentration of phyllosphere biological agent F112 for plant spray, which effectively controlled BLB, increased yield and seed quality of rice in the field.

Experiment II was conducted using a split plot design; the main plot was seed treatment and the subplot was concentration of biological agents for plant spray. The results of experiment II showed that biomatriconditioning increased dry weight of rice seedlings at 21 DAP compared to negative control. Biomatriconditioning reduced the severity of BLB at 72 DAP, increased weight of filled grains, and viability of harvested seeds. Plant spray using F112 (108 cfu mL -1) reduced severity of BLB at 72 DAP compared to untreated control and

bacteridal spray (streptomycin 0.1%), increased number of productive tillers, weight of filled grains, and viability of harvested seeds compared to untreated control.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

BIOMATRICONDITIONING

, PERENDAMAN AKAR ATAU

PENYEMPROTAN TANAMAN

DENGAN AGENS HAYATI

UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,

MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai September 2014 ini ialah kesehatan benih, dengan judul Biomatriconditioning,

Perendaman Akar atau Penyemprotan Tanam dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Padi. Penulis menyampaikan terimakasih atas bimbingan Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Dr Drs Muhammad Machmud, MSc, APU yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini. Penelitian dalam tesis ini dibiayai dari Hibah Kompetensi 2013 Dijten DIKTI KEMENDIKBUD yang diketuai oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Fresh Graduate yang telah penulis

terima selama ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endah Retno Palupi, M Sc selaku ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih yang selalu memberikan solusi dan semangat, Bapak Candra Budiman, SP. MSi, Bapak Ahmad Zamzami, SP. MSi yang telah banyak memberi saran, Seluruh staf dan Kepala Balai Kebun Percobaan Muara, BBPADI, Ciapus yang membantu kelancaran penelitian. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Samsi Abdul Qodar, SP dan Ibu Rahayu Kartika, SP MSi selaku rekan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Joko Supriyono, S.Pd, Ibu Lestari Endahing Warni, SP, BRIGADIR Wahyu Teguh Wibowo, SH yang setia mendampingi, Adikku Madani Lizansari dan IPDA Rizki Ari, STK, Bapak Kapten Infantri Lulus Harsoyo dan Ibu Juarmiah atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih penulis ucapkan kepada teman-temanku Nafi‟atul Munawaroh, SP, Satriati Eka Putri, SP dan Fatisa Layla Sidika, SP yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

2 PERCOBAAN I BIOMATRI CONDITIONING DAN OPTIMASI KONSENTRASI PERENDAMAN AKAR BIBIT DENGAN AGENS HAYATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,

MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI 4

Pendahuluan 4

Bahan dan Metode 6

Simpulan 18

3 PERCOBAAN II BIOMATRICONDITIONING DAN OPTIMASI KONSENTRASI PENYEMPROTAN TANAMAN DENGAN AGENS HAYATI UNTUK MENGURANGI KEPARAHAN HAWAR DAUN BAKTERI, MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI DI

LAPANGAN 19

Pendahuluan 19

Bahan dan Metode 21

Simpulan 31

4 PEMBAHASAN UMUM 32

5 SIMPULAN UMUM 34

UCAPAN TERIMA KASIH 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 39

(12)

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya tumbuh, indeks vigor, dan

bobot kering bibit pada umur 14 HST 11

2. Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap tinggi

tanaman (cm) pada umur 49 HST 12

3. Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap bobot kering

(g per tanaman) pada umur 49 HST 13

4. Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan

penyakit HDB (%) pada umur 49 HST 13

5. Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan

penyakit HDB (%) pada umur 91 HST 14

6. Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah

anakan per rumpun pada umur 56 HST 15

7. Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah anakan produktif per rumpun pada umur 91 HST 15 8. Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah

gabah total (bernas dan hampa) per rumpun pada saat panen 16 9. Interaksi perlakuan benih dan perendaman akar terhadap populasi Xoo

(x106 cfu mL-1) yang diekstraksi dari 400 butir benih padi hasil panen 17 10. Daya tumbuh dan bobot kering bibit padi pada umur 21 HST 25 11. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan penyemprotan tanaman

terhadap bobot kering brangkasan (g per tanaman) pada umur 42 HST 26 12. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan penyemprotan tanaman

terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 56 HST 26 13. Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap

keparahan penyakit HDB tanaman (%) pada umur 72 HST 27 14. Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap jumlah

anakan produktif per rumpun tanaman 28

15. Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap bobot

gabah bernas per rumpun tanaman (g) 29

16. Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap daya berkecambah benih padi (%) pada umur 6 minggu setelah panen 29 17. Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap

populasi Xoo (x106 cfu mL-1) yang diekstraksi dari 400 butir benih

padi hasil panen 30

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi varietas padi IR64 40

2. Komposisi media YDCA (Atlas 2010) 41

3. Komposisi media NA (Atlas 2010) 41

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2012) melaporkan hampir semua daerah pertanaman padi di Indonesia telah terserang penyakit HDB. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit utama padi, yang tersebar di berbagai ekosistem di negara-negara penghasil padi termasuk di Indonesia. Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan daerah endemik HDB dengan tingkat serangan yang beragam. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2011) melaporkan serangan HDB pada tahun 2011 mencapai 115.257 ha dan 62 ha mengalami puso.

Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae

(Xoo). Perkembangan penyakit HDB di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh

Reitsman dan Schure pada tahun 1950 (Reitsma dan Schure, 1950). Xanthomonas

oryzae pv. oryzae dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan

dari mulai pesemaian sampai menjelang panen. Patogen menginfeksi tanaman padi pada bagian daun melalui luka atau lubang alami berupa stomata dan merusak klorofil daun. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis yang apabila terjadi pada tanaman muda mengakibatkan mati dan pada tanaman fase generatif mengakibatkan pengisian gabah menjadi kurang sempurna (ICRR 2015).

Gejala penyakit HDB pada tanaman di persemaian, biasanya dicirikan oleh warna menguning pada tepi daun yang tidak mudah diamati. Gejala yang ditemukan pada fase pertumbuhan anakan sampai fase pemasakan adalah gejala hawar (water soaked) sampai berupa garis kekuningan pada daun bendera. Gejala

mulai tampak pada ujung daun kemudian bertambah lebar, sampai menyebabkan pinggir daun berombak. Selain itu ditemukan juga eksudat bakteri berwarna susu atau berupa tetes embun pada daun muda di pagi hari. Pada stadia perkembangan gejala penyakit lebih lanjut, luka berubah warna mejadi kuning memutih. Selanjutnya pada daun yang terinfeksi parah, warna daun cenderung menjadi abu-abu disertai dengan muncul jamur saprofit (IRRI 2008).

Penyakit HDB memiliki banyak patotipe (strain) dan dapat merusak padi

pada berbagai stadia tumbuh sehingga sulit dikendalikan. Saat ini di Indonesia terdapat 12 patotipe Xoo yang sebaran dan dominasinya mudah berubah karena pengaruh varietas, musim, dan lokasi (Kadir 2007). Patotipe Xoo paling dominan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY adalah ras VIII, diikuti oleh ras IV dan III (Suparyono et al. 2004). Varietas tahan adalah salah satu solusi dalam

(14)

2

teknologi ramah lingkungan di lapangan. Hal ini dilihat dari banyaknya petani dalam mengamankan produksi pertanian akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) menggunakan pestisida secara berlebihan, sehingga menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan, seperti terjadinya ledakan hama, timbulnya hama sekunder, matinya musuh alami, rusaknya lingkungan, bahkan penolakan pasar akibat produk mengandung residu pestisida (Tyasningsiwi 2004).

Serangkaian kegiatan penelitian telah dilakukan oleh tim peneliti (KKP3T 2007-2009 dan Hibah Bersaing 2009-2010) untuk mengatasi penyakit HDB pada padi yang disebabkan oleh patogen terbawa benih Xanthomonas oryzae pv. oryzae

(Xoo) melalui pendekatan teknologi benih mendapatkan beberapa hasil yaitu metode pengujian kesehatan benih padi, mendapatkan pestisida nabati yang dapat menghambat Xoo, mendapatkan agens hayati rizobakteri yang bersifat antagonis terhadap Xoo (bioprotectant) yang juga berperan sebagai biofertilizer

(menghemat penggunaan pupuk P) dan biostimulant (menghasilkan IAA) atau

PGPR. Agens hayati yang diintegrasikan dalam perlakuan invigorasi benih pada benih padi terinfeksi Xoo telah terbukti dapat mengurangi infeksi Xoo dan meningkatkan vigor benih, pertumbuhan tanaman dan hasil di rumah kaca dan lapangan (Ilyas dan Machmud 2013).

Hasil pengujian isolat Pseudomonas diminuta A6, Pseudomonas aeruginosa

A54, Bacillus subtilis 11/C, Bacillus subtilis 5/B, dan Pseudomonas mallei A33

memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Xoo. Semua isolat rizobakteri yang diuji menghasilkan senyawa siderofor, mampu melarutkan fosfat, serta menunjukkan aktifitas IAA dan enzim fosfatase pada rizobakteri yang diuji. Semua perlakuan benih dengan agens hayati (benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P. diminuta A6, benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P. aeruginosa A54, benih terinfeksi Xoo direndam suspensi B. subtilis 5/B, benih

terinfeksi direndam suspensi isolat B. subtilis 11/C, benih terinfeksi diberi matriconditioning + bakterisida 0.2%, benih terinfeksi diberi matriconditioning + P. diminuta isolat A6, benih terinfeksi diberi matriconditioning + P. aeruginosa

A54, benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan benih

terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 11/C) mampu menekan

pertumbuhan Xoo pada benih padi varietas Ciherang yang diuji (Agustiansyah et al. 2010). Selain itu telah diteliti oleh Zamzami et. al. (2014) isolat bakteri filosfir

F112, F198, dan F57 memiliki tingkat antagonisme yang tinggi terhadap Xoo. Hasil penelitian Ilyas et al. (2009) menunjukkan perlakuan benih (seed

treatment) saja kurang optimal untuk mengendalikan penyakit HDB di lapangan.

Hal ini disebabkan Xoo bukan saja merupakan patogen seedborne, tetapi juga soilborne dan airborne. Ilyas et. al. (2014) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6+ B. subtilis 5/B dilanjutkan perendaman akar

bibit dengan + P. diminuta A6+ B. subtilis 5/B 106cfu mL-1 meningkatkan bobot

kering tanaman dan jumlah anakan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan benih dengan matriconditioning + bakterisida 0.2% atau perendaman

akar bibit dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 108 cfu mL-1 efektif

mengendalikan penyakit HDB sampai fase vegetatif. Zamzami et. al. (2014)

menyatakan penyemprotan tanaman padi menggunakan agens hayati A112 meningkatkan bobot kering tanaman. Sementara itu, benih yang diberi perlakuan

matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B diikuti dengan

(15)

3 hayati F112 menurunkan tingkat keparahan HDB pada padi dari 10% menjadi 1.3%. Semua perlakuan benih dan penyemprotan tanaman dengan agens hayati yang dilakukan pada tanaman padi belum dapat meningkatkan produksi benih sehat karena konsentrasi agens hayati yang diaplikasikan belum optimum.

Oleh karena itu perlakuan benih dengan agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B) perlu diikuti dengan perendaman akar bibit

(root soaking) sebelum dipindahtanamkan ke sawah dan penyemprotan tanaman

(foliar spray) menggunakan konsentrasi terbaik. Penelitian ini dilakukan untuk

mendapatkan konsentrasi perendaman akar bibit dengan agens hayati rizosfir yang efektif mengendalikan HDB sampai panen, dan memperoleh konsentrasi agens hayati filosfir F112 untuk penyemprotan tanaman yang efektif mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. memperoleh konsentrasi agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus

subtilis 5/B) terbaik untuk perendaman akar bibit, yang efektif

mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.

2. memperoleh konsentrasi agens hayati filosfir F112 terbaik untuk penyemprotan tanaman padi, yang efektif mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.

.

(16)

4

2

PERCOBAAN I

BIOMATRICONDITIONING DAN OPTIMASI KONSENTRASI

PERENDAMAN AKAR BIBIT DENGAN AGENS HAYATI

UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,

MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI

DI RUMAH KACA

Pendahuluan

Latar belakang

Direktorat Perlindungan Pangan (2011) melaporkan luas penularan HDB di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 110 248 ha, 12 ha di antaranya puso. Luas penularan yang paling parah terjadi di Jawa Barat 40 486 ha, Jawa Tengah 30 029 ha, Jawa Timur 23 504 ha, Banten 3 745 ha, dan Sulawesi Tenggara 2 678 ha. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2005) melaporkan di Indonesia penyebaran penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, pertanaman padi yang terinfeksi HDB mencapai 37 229 ha, meningkat 31,8% dari tahun sebelumnya yang hanya 25 403 ha.

Penyakit HDB termasuk penyakit yang sulit dikendalikan karena bakteri Xoo memiliki keragaman patotipe yang tinggi dan virulensinya mudah berubah dalam waktu relatif singkat untuk menyesuaikan diri dengan ketahanan varietas pada inangnya. Pemanfaatan rhizobakteri (bakteri yang hidup di rizosfir tanaman) dikombinasikan teknik invigorasi benih yaitu matriconditioning diharapkan dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman padi sekaligus mengendalikan penyakit HDB. Conditioning merupakan upaya perlakuan benih sebelum tanam dengan

menyeimbangkan potensi air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme dalam benih, sehingga benih siap berkecambah, tetapi struktur penting dari embrio (radikula) belum muncul (Hardegree dan Emmerich 1992 dalam Ilyas

1995). Hal ini berguna untuk mempercepat dan menyeragamkan perkecambahan benih serta meningkatkan persentase pemunculan kecambah (Ilyas 1995).

Matriconditioning merupakan proses perbaikan fisiologis dan biokimia benih

dengan menggunakan media yang berpotensial matriks tinggi, sedangkan potensial osmotiknya negligible (dapat diabaikan) (Khan et al. 1992). Pada benih

jagung hibrida, perlakuan hidrasi benih yang berbeda menggunakan

matriconditioning dapat meningkatkan daya berkecambah, menurunkan T50,

meningkatkan panjang akar, dan panjang tajuk dibanding dengan perlakuan

osmoconditioning dan hydropriming (Afzal et al. 2002).

Serangkaian kegiatan penelitian dilakukan oleh tim peneliti (KKP3T 2007-2009 dan Hibah Bersaing 2007-2009-2010) untuk mengendalikan penyakit HDB pada padi melalui pendekatan teknologi benih telah mendapatkan beberapa hasil, yaitu metode pengujian kesehatan benih padi, agens hayati rizobakteri yang bersifat antagonis terhadap Xoo (bioprotectant) yang juga berperan sebagai biofertilizer

(menghemat penggunaan pupuk P) dan biostimulant (menghasilkan IAA) atau

(17)

5 meningkatkan vigor benih, pertumbuhan tanaman dan hasil di rumah kaca dan lapangan (Ilyas dan Machmud 2013).

Hasil penelitian Ilyas et al. (2011) menunjukkan bahwa perlakuan benih

padi saja kurang optimal untuk mengendalikan penyakit HDB di lapangan. Patogen Xoo yang bersifat seedborne perlu dikendalikan dengan perlakuan benih

yaitu matriconditioning plus agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B),

sedangkan sifat soilborne Xoo dikendalikan dengan perendaman akar bibit

sebelum dipindahtanamkan ke sawah. Ilyas et al. (2014) menyatakan bahwa

perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B dilanjutkan

perendaman akar bibit dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 106 cfu mL-1

meningkatkan bobot kering tanaman dan jumlah anakan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan benih dengan matriconditioning + bakterisida 0.2%

atau perendaman akar bibit dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 108cfu mL-1

efektif mengendalikan penyakit HDB sampai fase vegetatif. Oleh karena itu perlakuan benih dengan agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) perlu

diikuti dengan perendaman akar bibit sebelum dipindahtanamkan ke lapangan dengan konsentrasi terbaik untuk mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) terbaik untuk perendaman akar bibit padi yang

(18)

6

Bahan dan Metode

Lokasi Percobaan dan Waktu Percobaan

Percobaan I dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Februari 2014 di Laboratorium Kesehatan Benih, Laboratorium Teknologi Benih 1, Laboratorium Molecular Marker and Spectrophotometry, Laboratorium Post

Harvest, dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi

dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Bogor. Sumber Benih Padi, Xoo, dan Rizobakteri

Benih padi kelas benih dasar yang digunakan sebanyak 2 kg varietas IR 64 (Lampiran 1) berasal dari Balai Benih Jetis, Ponorogo, yang dipanen pada bulan September 2012. Benih ini telah disimpan selama 12 bulan di dalam ruangan bersuhu 26 °C dan RH 30%, mempunyai daya berkecambah 89.7%, dan mengandung Xoo terbawa benih 3.7 x 106 cfu mL-1.

Isolat Xoo yang digunakan diisolasi dari daun padi varietas Ciherang bergejala HDB dari Cikarawang, Bogor, Oktober 2013 dan diberi kode KNL 13-1. Media yang digunakan untuk menumbuhkan Xoo adalah yeast dectrose CaCO3 agar (YDCA) (Lampiran 2). Isolat rizobakteri yang digunakan adalah P. diminuta

A6 dan B. subtilis 5/B dari koleksi Agustiansyah et al. (2010) dari hasil proyek

kerjasama kemitraaan penelitian pertanian dengan perguruan tinggi [KKP3T] tahun 2007 yang diketuai oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas MS. Kedua isolat ini telah diuji ulang potensi antagonisnya oleh Palupi (2012). Media nutrient agar (NA)

(Lampiran 3) dan King‟s B agar (Lampiran 4) digunakan untuk menumbuhkan

Bacillus subtilis 5/B dan Pseudomonas diminuta A6. Bakterisida sintetis yang

digunakan berbahan aktif streptomisin sulfat 20%. Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) - RKLT.

Petak utama adalah perlakuan benih yang terdiri atas empat taraf, yaitu B0 =

kontrol negatif (benih tanpa inokulasi Xoo); B1 = kontrol positif (benih diinokulasi

Xoo); B2 = benih diinokulasi Xoo kemudian diberi matriconditioning +

bakterisida 0.2% (Ilyas et al. 2007); dan B3 = benih diinokulasi Xoo kemudian

diberi matriconditioning + agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B)

konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1. Anak petak adalah konsentrasi perendaman akar

bibit yang terdiri atas 4 taraf, yaitu K0 = kontrol tanpa perendaman; K1= akar bibit

direndam larutan bakterisida 0.1%; K2 = akar bibit direndam dengan suspensi P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B konsentrasi 106cfu mL-1; K3 = akar bibit direndam

dengan suspensi P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B konsentrasi 108 cfu mL-1.

Perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Model aditif rancangan percobaan ini adalah:

Yijk = μ+ Kk + αi + δik + βj + (αβ)ij+ εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada faktor perlakuan benih taraf ke-i, faktor

konsentrasi suspensi perendaman akar taraf ke-j, dan kelompok ke-k μ = rataan

(19)

7 αi = pengaruh faktor perlakuan benih ke-i

δik = komponen acak perlakuan benih

βj = pengaruh faktor konsentrasi perendaman ke-j

(αβ)ij = komponen interaksi antara faktor perlakuan benih dan faktor

konsentrasi perendaman akar

εijk = pengaruh acak konsentrasi perendaman akar

Data dianalisis statistik, dan jika pada analisis ragam (taraf kepercayaan 95%) terdapat pengaruh nyata dari perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Mattjik et. al 2006). Kegiatan yang akan

dilaksanakan dalam percobaan ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: Pengujian Awal Kesehatan Benih Padi

Sebelum benih digunakan, keberadaan Xoo terbawa benih diuji menggunakan metode grinding (Ilyas et. al. 2007). Sebanyak 400 butir benih

(setara dengan 10 g) disterilisasi permukaan dengan merendamnya dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCL) 1% selama 1 menit kemudian dicuci air steril, ditiriskan, dikeringanginkan selama 15 menit di dalam laminar. Setelah benih kering angin kemudian dimasukkan dalam penggerus dan ditambahkan akuades steril 90 mL dan digerus. Hasil gerusan diinkubasi pada suhu 15 0C selama 2 jam

agar mengendap dan terbentuk supernatan. Selanjutnya larutan yang berada di atas supernatan diambil sebanyak 10 mL menggunakan mikro pipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian diencerkan secara bertingkat sampai 10-5.

Suspensi yang telah diencerkan (10-5) dituangkan dan disebar merata sebanyak

200 μl ke cawan petri yang berisi media YDCA secara duplo. Biakan diinkubasi pada suhu kamar (± 25 °C). Pengamatan dilakukan mulai 72 jam setelah inkubasi terhadap setiap pengenceran koloni Xoo yang terbentuk dihitung pada 7 hari setelah inkubasi.

Penyiapan Media Semai dan Media Tanam

Tanah berjenis latosol diambil dari KP. Leuwikopo IPB, Bogor, dengan status belum pernah disawahkan. Tanah disterilkan dengan menjemur di dalam rumah kaca selama 1 minggu. Tanah untuk media semai dimasukkan ke dalam bak (30 cm x 27 cm x 25 cm) sebanyak 25 kg per bak dan dilumpurkan dengan air. Jumlah bak penyemaian 12 unit. Sebagai media tanam padi, tanah yang telah disterilkan kemudian dilumpurkan dan dimasukkan ke dalam ember plastik (20 cm x 28 cm x 20 cm) sebanyak 25 kg tanah per ember. Jumlah ember untuk memindah tanaman setelah persemaian adalah 48 unit.

Pembuatan Suspensi Xoo dan Agens Hayati

Isolat Xoo KNL-01 disubkultur pada cawan petri berisi media YDCA (Lampiran 2). Biakan Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang berumur 48

jam dipindahkan ke media nutrient broth NB, diinkubasi selama 48 jam dengan shaker pada suhu 28-30 °C. Biakan Xoo dihitung kerapatan selnya per mL

(colony forming unit = cfu mL-1) dengan spektrofotometer. Suspensi patogen Xoo

diencerkan sampai konsentrasi 4.5 x 108cfu mL-1 (Agustianyah et al. 2010).

Isolat P. diminuta A6 dibiakkan pada media King‟S B agar (Lampiran 4),

(20)

8

Biakan P. diminuta A6 yang berumur 72 jam kemudian diambil 1 ose dan

diperbanyak dalam elmeyer berisi 100 mL media NB. Biakan B. subtilis 5/B yang

berumur 72 jam kemudian diambil 1 ose dan diperbanyak dalam elmeyer berisi 100 mL media NB. Biakan diinkubasi menggunakan shaker selama 48 jam,

kemudian diukur jumlah koloninya (cfu mL-1) menggunakan spektrofotometer.

Suspensi agens hayati diencerkan sampai konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1 untuk

perlakuan beih dan 106 atau 108 cfu mL-1 untuk perendaman akar(Agustianyah et al. 2010).

Sterilisasi Benih dan Inokulasi Benih dengan Xoo

Sterilisasi permukaan benih dilakukan dengan merendam benih 43.2 g dalam larutan natrium hipoklorit 1% (sebanyak 10 mL NaOCl dicampur 40.3 mL akuades) selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquades (Ilyas et. al. 2007).

Benih hasil sterilisasi sebanyak 10.8 g per perlakuan direndam dalam suspensi Xoo 7.8 mL selama 24 jam untuk memastikan benih terinfeksi Xoo sebelum diberi perlakuan bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 0.2% atau agens hayati kecuali kontrol negatif. Kemudian benih dikering-anginkan selama 12-24 jam.

Perlakuan Benih

Perlakuan benih yang diberikan adalah: B0 = kontrol negatif (benih tidak

diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih), B1 = kontrol positif (benih

diinokulasi Xoo, tetapi tidak diberi perlakuan benih), B2 = benih dengan

perlakuan matriconditioning + bakterisida 0.2%, dan B3 = benih dengan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B. Cara perlakuan adalah

dengan melembabkan benih dalam larutan pelembab (larutan bakerisida atau agens hayati), kemudian ditambahkan arang sekam (yang lolos saringan diameter 32 mesh) dan diaduk merata, sehingga benih terlapisi oleh arang sekam. Nisbah benih : arang sekam : larutan pelembab yaitu 1 : 0.8 : 1.2 (g : g : ml).

Matriconditioning dilakukan selama 30 jam pada suhu 25 °C (Agustiansyah et al.

2010).

Penyemaian Benih, Perendaman Akar Bibit dan Pindah Tanam

Benih yang telah diberi perlakuan kemudian disemai sampai bibit umur 14 hari setelah tanam (HST) pada media yang telah disiapkan. Bibit padi yang telah berumur 14 HST dipilih yang tumbuh normal memiliki performa fisik baik (tidak etiolasi, dan tidak bergejala kresek). Bibit dicabut kemudian akarnya direndam selama 1 jam dalam suspensi agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) atau

larutan bakterisida 0.2% sebanyak 20 mL sesuai dengan kombinasi perlakuan. Selanjutnya bibit ditanam pada ember berisi tanah lumpur yang telah disiapkan, tiga bibit per set. Kemudian bibit ditanam pada ember ukuran diameter 28 cm yang berisi tanah lumpur yang telah diinokulasi Xoo 200 mL per ember konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1, tiga bibit per ember.

Pemeliharaan

(21)

9 kg ha-1 Urea, 50 kg ha-1 SP-36, dan 100 kg ha-1 KCl (Ilyas et al. 2009). Seluruh

pupuk SP-36, KCl, dan sepertiga dosis Urea diaplikasikan pada 21 hari setelah tanam (HST). Sisa pupuk Urea diberikan sepertiga dosis keseluruhan pada 56 HST dan sisanya pada primordia bunga. Penyiangan dilakukan pada saat gulma diperkirakan telah mengganggu pertumbuhan tanaman.

Pengamatan

Peubah yang diamati meliputi tiga komponen, yaitu vegetatif, generatif atau panen, dan kesehatan tanaman dan benih.

a. Komponen vegetatif 1. Daya berkecambah (%)

Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama first count (5 HST) dan kedua (14

Daya tumbuh bibit diamati berdasarkan persentase benih yang berkecambah pada hitungan pertama 7 HST dan hitungan kedua 14 HST di lingkungan suboptimum suhu siang 38 0C RH 35%.

DT (%) = Σ K hit I + Σ K hit II x100% Σ benih yang ditanam 3. Indeks vigor (%)

Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama pada uji daya berkecambah (Copeland dan McDonald 1995) yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan rumus:

IV (%) = Σ KN hitungan I x 100% Σ benih yang ditanam 4. Bobot kering bibit di persemaian(g)

Sebelumnya bagian biji yang masih menempel pada bibit dihilangkan terlebih dahulu. Bibit normal berumur 14 HST dioven pada suhu 80 0C

selama 24 jam. Kecambah dimasukkan ke desikator selama 30 menit. Bibit kering ditimbang dengan timbangan analitik.

5. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman padi diukur dari permukaan pangkal bawah batang sampai ujung daun tertinggi, diukur setiap minggu mulai 21 sampai 63 HST. 6. Bobot kering tanaman (g)

Diambil 1 tanaman per perlakuan per ember kemudian bagian akar dan batang dipisahkan terlebih dahulu. Selanjutnya brangkasan dioven pada suhu 80 0C selama 24 jam. Brangkasan dimasukkan ke dalam desikator

(22)

10

7. Jumlah anakan (anakan rumpun-1)

Jumlah anakan dihitung pada 28 sampai 63 HST perumpun tanaman pada setiap satuan percobaan.

8. Panjang akar tanaman (cm)

Panjang akar tanaman dihitung pada saat panen. Panjang akar dihitung dari pangkal batang bawah sampai ujung akar.

b. Pengamatan panen

Komponen generatif atau panen yang diamati yaitu jumlah anakan produktif, primordia bunga, jumlah malai per rumpun, jumlah panen per rumpun, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah hampa permalai, bobot gabah bernas per malai, bobot 1000 butir.

c. Pengamatanan komponen kesehatan tanaman dan benih

Kesehatan tanaman yang diamati antara lain toksisitas, kejadian penyakit, tingkat keparahan, uji peroksidase dan pembentukan lignin tanaman, uji kesehatan benih (melihat patogen terbawa benih setelah panen).

1. Kejadian penyakit (%) pada bibit

Kejadian penyakit dihitung berdasarkan persentase tanaman yang menunjukkan gejala kresek yaitu daun berwarna putih pucat sampai kuning dari bagian tepi ujung daun (seperti terkena air panas).

Kejadian penyakit (%) = Jumlah bibit sakit x 100% Jumlah keseluruhan bibit 2. Tingkat keparahan HDB (%)

Tingkat keparahan HDB diamati berdasarkan persentase luas daun terserang dibandingkan luas total permukaan daun pada 28-84 HST pada seluruh satuan percobaan (dihitung berdasarkan IRRI 1996)

Tingkat keparahan = Σ (n x v) x 100% Z x N

Keterangan

n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori serangan

Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi N = Jumlah daun yang diamati

3. Toksisitas

Setiap tanaman diamati mulai 7 HST hingga 42 HST terhadap perubahan warna daun dari hijau ke putih.

4. Uji patogen terbawa benih

Pengujian patogen terbawa benih digunakan untuk melihat patogen terbawa benih setelah panen dengan metode grinding. Langkah kerja

(23)

11 Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan Bibit di Persemaian

Perlakuan biomatriconditioning (matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1)) berpengaruh nyata meningkatkan

daya tumbuh benih, indeks vigor bibit, dan bobot kering bibit dibandingkan kontrol negatif (tanpa inokulasi Xoo dan tanpa perlakuan benih).

Biomatriconditioning menghasilkan daya tumbuh benih 93.3% dan indeks vigor

72.0%, dan bobot kering bibit 0.15 g sementara kontrol negatif 65.5% dan 20.6%, 0.05 g (Tabel 1). Peningkatan daya tumbuh benih, indeks vigor bibit, dan bobot kering bibit disebabkan oleh kombinasi matriconditioning dengan agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B). Matriconditioning merupakan perlakuan yang

disarankan untuk meningkatkan performa perkecambahan (Khan et. al 1992).

Namun daya tumbuh dan indeks vigor perlakuan benih dengan

biomatriconditioning atau matriconditioning + bakterisida 0.2 % tidak berbeda

nyata dengan kontrol positif (benih diinokulasi Xoo tanpa perlakuan benih). Pengaruh imbibisi pada proses perkecambahan menyebabkan perlakuan benih tidak berpengaruh nyata meningkatkan daya tumbuh, indeks vigor, dan bobot kering bibit umur 14 HST dibandingkan dengan kontrol positif.

Tabel 1 Pengaruh perlakuan benih terhadap daya tumbuh, indeks vigor, dan bobot kering bibit pada umur 14 HST

Perlakuan benih tumbuh Daya

(%)b

a Kontrol negatif = benih tidak diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, kontrol

positif = benih diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, HST = hari setelah tanam. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. KK =15.6%.

Hasil pengujian Afzal et. al (2004) menunjukkan bahwa daya berkecambah

benih canola dengan perlakuan hydropriming atau matriconditioning (serat jerami

sebagai matriks) lebih baik dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan benih. Keunggulan matricondirioning dapat meningkatkan kapasitas menahan air dan

meningkatkan porositas sehingga meningkatkan ketersediaan oksigen bagi benih saat proses perkecambahan. Sutariati et. al (2006) melaporkan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6, matriconditioning + P. aeruginosa A54, atau

perendaman dalam P. diminuta A6 adalah perlakuan yang secara nyata

meningkatkan berat kering kecambah normal dibandingkan perlakuan lain. Perlakuan benih dengan berbagai isolat rizobakteri (Bacillus sp., Pseudomonas

sp., dan Serratia sp.) memberikan dampak positif terhadap perkecambahan benih

(24)

12

menyatakan pengujian isolat P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B mampu

memproduksi IAA yang dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui aktivitas kemampuan mengkolonisasi akar tanaman.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi

Perlakuan benih dan perendaman akar pada 49 HST belum menunjukkan interaksi. Biomatriconditioning berpengaruh nyata menghasilkan tinggi tanaman

tertinggi pada umur 49 HST yaitu 57.2 cm dibandingkan perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (Tabel 2). Zamzami et. al.

(2014) melaporkan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B di rumah

kaca meningkatkan daya tumbuh, tinggi tanaman, dan bobot kering tanaman. Sementara itu, perendaman akar tidak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman. Kloepper dan Schroth (1978) menemukan bahwa keberadaan bakteri yang hidup di sekitar akar mampu memacu pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan pada bibit atau benih.

Tabel 2 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 49 HST

a Kontrol negatif = benih tidak diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, kontrol

positif = benih diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, HST = hari setelah tanam. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. KK = 6.12%.

Biomatriconditioning meningkatkan bobot kering tanaman dari 0.7 g

menjadi 1.3 g dibandingkan dengan kontrol positif umur 49 HST (Tabel 3). Perlakuan benih matriconditioning + bakterisida 0.2 % tidak berbeda nyata

dengan biomatriconditioning. Sementara itu perlakuan perendaman akar bibit

tidak berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering tanaman. Zamzami et. al.

(2014) menyatakan matriconditioning + P.diminuta A6 + B. subtilis 5/B di rumah

kaca meningkatkan bobot kering tanaman dari 1.3 g menjadi 1.9 g pada 56 HST. Ashrafuzzman et al. (2009) melaporkan peningkatan tinggi tanaman, panjang akar,

bobot kering akar dan tanaman padi yang diperlakukan dengan menginokulasikan rhizobakteri. Mathivanan et. al. (2014) melaporkan pengaruh perlakuan benih

dengan agens hayati Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. meningkatkan daya

(25)

13 Tabel 3 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap bobot kering (g

per tanaman) pada umur 49 HST

Perlakuan benih

Perlakuan benih dan perendaman akar bibit tidak menunjukkan interaksi terhadap persentase keparahan penyakit hawar daun bakteri (HDB) sampai 49 HST. Biomatriconditioning menurunkan persentase keparahan penyakit HDB dari

21.4 % menjadi 13.6%, sedangkan matriconditioning + bakterisida 0.2% tidak

dapat menurunkan persentase keparahan penyakit HDB. Sementara itu, perendaman akar bibit dengan bakterisida 0.1% menurunkan presentase keparahan penyakit dari 19.0% menjadi 4.8% (Tabel 4). Pengendalian penyakit menggunakan bakterisida sintetis sering diterapkan oleh petani. Sigee (1993) menyatakan penggunaan bakterisida sintetis yang berlebihan dapat memberikan efek resisten pada patogen sehingga penggunaannya harus ditekan seefisien dan seefektif mungkin.

Tabel 4 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan penyakit HDB (%) pada umur 49 HST

Perlakuan benih

aKontrol negatif = benih tidak diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, kontrol

(26)

14

Jeyalaxmi et al. (2010) melaporkan perlakuan Pseudomonas spp. pada benih

diikuti dengan aplikasi di tanah pada 30 hari setelah semai dan penyemprotan daun pada 60 dan 75 hari setelah tanam didapati paling efektif menekan HDB minimum hingga 1.1%. Skala serangan yang tinggi disebabkan oleh munculnya hama belalang yang melukai jaringan tanaman sehingga peluang inokulum Xoo untuk menginfeksi pertanaman padi menjadi lebih besar. Penurunan daya hambat agens antagonis terhadap perkembangan penyakit dapat disebabkan oleh kecepatan beradaptasi dengan lingkungan belum tercapai secara optimal, sehingga agen antagonis belum mampu berkompetisi dengan patogen maupun mikroorganisme lain karena konsentrasi yang belum optimum (Nuryanto et al.

2004).

Biomatriconditioning berpengaruh nyata menurunkan persentase keparahan

penyakit HDB dari 21.7% menjadi 12.7% dibandingkan kontrol positif, namun tidak berbeda nyata dengan matriconditioning + bakterisida 0.2%. Sedangkan

perendaman akar menggunakan agens hayati 108 cfu mL-1 menurunkan persentase

keparahan penyakit dari 24.1% menjadi 13.3% (Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan penyakit HDB (%) pada umur 91 HST

Perlakuan benih

Hasil pengujian yang dilakukan Agustiansyah et at. (2013a) menunjukkan

agens hayati Pseudomonas diminuta A6 dan Bacillus subtilis 5/B mampu

menghasilkan senyawa siderofor. Kloepper dan Schroth (1978) menyatakan kemampuan PGPR sebagai agens hayati karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen.

Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi

Tidak terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar bibit terhadap jumlah anakan pada 56 HST. Biomatriconditioning 4.5 x 108 cfu mL-1

meningkatkan jumlah anakan dari 7.5 anakan per rumpun menjadi 10.0 anakan per rumpun dibandingkan kontrol negatif. Sementara itu, perendaman akar menggunakan suspensi agens hayati 108 cfu mL-1 meningkatkan jumlah anakan

(27)

15 Tabel 6 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah anakan

per rumpun pada umur 56 HST

Perlakuan benih

Selanjutnya, perlakuan benih atau perendaman akar berpengaruh nyata meningkatkan jumlah anakan produktif per rumpun pada 91 HST (Tabel 7). Tidak terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah anakan produktif. Biomatriconditioning meningkatkan jumlah anakan produktif

dari 13.5 anakan per rumpun menjadi 21.1 anakan per rumpun.

Biomatriconditioning 108 cfu mL-1 tidak berbeda nyata dengan matriconditioning

+ bakterisida 0.2 %. Sementara itu perendaman akar menggunakan agens hayati 106 cfu mL-1 atau 108 cfu mL-1 meningkatkan jumlah anakan dari 15.6 anakan per

rumpun menjadi 20.0 atau 19.6 anakan per rumpun dibandingkan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perendaman akar + bakterisida 0.1%. Budiman (2009) melaporkan tinggi tanaman dan jumlah anakan meningkat pada tanaman padi yang benihnya diperlakukan dengan matriconditioning + P. diminuta.

Tabel 7 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah anakan produktif per rumpun pada umur 91 HST

Perlakuan benih

(28)

16

meningkatkan jumlah gabah total 84.39% dari 1346 menjadi 2482 butir per rumpun, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol positif. Perendaman akar dengan agens hayati 108 tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah gabah

total dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 8 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah gabah total (bernas dan hampa) per rumpun pada saat panen

Perlakuan benih

Meskipun belum terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar bibit, namun jumlah gabah total yang dihasilkan oleh biomatriconditioning

dilanjutkan perendaman akar dengan agens hayati 108 cfu mL-1 meningkatkan

jumlah gabah total hingga 108% dibandingkan kontrol (tanpa perlakuan benih dan tanpa perendaman akar). Agustiansyah et. al (2013a) melaporkan perlakuan

matriconditioning plus agens hayati mampu meningkatkan jumlah gabah bernas

dan total jumlah gabah. Rhizobakteri akan membentuk koloni pada akar tanaman dan memanfaatkan eksudat pada akar tanaman (Pieterse et al. 2002; Antoun &

Prevost 2006). Khan et. al (2009) menyatakan rhizobakteri Pseudomonas spp. dan

Bacillus spp. memiliki kemampuan yang efektif dalam memperbaiki ketersediaan

fosfat di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Bobot kering gabah bernas dan hampa telah diamati namun serangan walang sangit pada seluruh pertanaman membuat hasilnya kurang valid.

Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar bibit padi terhadap mutu patologis benih (Tabel 9). Populasi Xoo terbawa benih terbanyak terdapat pada benih yang diinokulasi Xoo tanpa diberi perlakuan benih dan tanpa perendaman akar bibit sebanyak 7.9 x 106 cfu mL-1. Sementara itu, biomatriconditioning 4.5 x 108 cfu mL-1 dilanjutkan dengan perendaman akar bibit

dengan agens hayati 108 cfu mL-1 menurunkan populasi Xoo dari 7.9 x 106cfu mL -1 menjadi 1.2 x 106 cfu mL-1 dibandingkan dengan kontrol (benih diinokulasi Xoo

tanpa perlakuan benih dan tanpa perendaman akar). Apabila tanpa perlakuan perendaman bibit, perlakuan benih dengan cara biomatriconditioning ataupun

matriconditioning plus bakterisida sama efektifnya menurunkan populasi Xoo dari

(29)

17 Tabel 9 Interaksi perlakuan benih dan perendaman akar terhadap populasi Xoo

(x106 cfu mL-1) yang diekstraksi dari 400 butir benih padi hasil panen

Perlakuan benihb a Detil sama dengan Tabel 1. bHuruf kapital ke samping (dalam satu baris) menunjukkan

pengaruh perendaman akar bibit, sedangkan huruf kecil ke bawah (dalam satu kolom) menunjukkan pengaruh perlakuan benih berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. KK =23.14%.

Agustiansyah (2013b) melaporkan agens hayati (Pseudomonas diminuta A6

dan Bacillus subtilis 5/B) memproduksi senyawa anti patogen seperti siderofor

berfungsi mengkelat unsur Fe (besi) sehingga menghambat pertumbuhan patogen Xoo. Selain itu, agens hayati tersebut juga menghasilkan senyawa peroksidase yang berperan sebagai pengakatalisis reaksi akhir dalam pembentukan lignin dan fenol lain, yang berhubungan dengan pembentukan pertahanan untuk penguatan dinding sel. Nuryanto dan Sudir (2004) menyatakan bakteri antagonis yang diintroduksi dengan cara yang tepat pada lingkungan yang sesuai dapat bertahan hidup lebih lama, sehingga mampu menekan jumlah inokulum awal penyebab penyakit, laju perkembangan penyakit, dan gangguan fisiologi selama pertumbuhan tanaman.

(30)

18

Simpulan

1. Biomatriconditioning (matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B

konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1) meningkatkan daya tumbuh, indeks vigor

bibit, dan bobot kering bibit dibandingkan kontrol negatif.

2. Biomatriconditioning meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering tanaman,

jumlah anakan dibandingkan kontrol positif, serta meningkatkan jumlah anakan produktif dan jumlah gabah total per rumpun dibandingkan kontrol negatif. Perendaman akar menggunakan agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) meningkatkan jumlah anakan produktif dibandingkan kontrol

tanpa perendaman.

3. Biomatriconditioning menurunkan persentase keparahan penyakit HDB

pada 49 HST dan 91 HST. Sementara itu, perendaman akar menggunakan agens hayati 108 cfu mL-1 menurunkan persentase keparahan penyakit pada

91 HST.

4. Biomatriconditioning dilanjutkan dengan perendaman akar dengan suspensi

agens hayati 108 cfu mL-1 meningkatkan jumlah gabah total dibandingkan

(31)

19

3

PERCOBAAN II

BIOMATRICONDITIONING DAN OPTIMASI KONSENTRASI

PENYEMPROTAN TANAMAN DENGAN AGENS HAYATI

UNTUK MENGURANGI KEPARAHAN HAWAR DAUN

BAKTERI, MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH

PADI DI LAPANGAN

Pendahuluan

Latar belakang

Hawar daun bakteri (HDB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Xoo tumbuh optimum pada lingkungan

tropis/panas yang merupakan zona iklim pertanaman padi, sehingga berpengaruh menurunkan produksi padi (Mew et al. 1993). Kerugian yang disebabkan oleh

HDB adalah penurunan hasil panen bahkan puso. Kehilangan hasil karena penyakit HDB bervariasi antara 15–80%, dipengaruhi oleh stadia tanaman saat penyakit timbul (Susanto et al. 2012). Serangan HDB pada tahun 2012 seluas 81

119 ha (puso 33 ha) dengan puncak serangan terjadi pada bulan Februari. Serangan terluas terjadi di Provinsi Jawa Barat (40 404 ha), diikuti Jawa Tengah dan Jawa Timur (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2012).

Serangkaian kegiatan penelitian telah dilakukan untuk mengatasi penyakit HDB melalui pendekatan teknologi benih. Beberapa hasil penelitian pengujian agens hayati rizobakteri bersifat antagonis (bioprotektan) terhadap Xoo, berperan

sebagai biofertilizer (menghemat penggunaan pupuk P), dan biostimulant

(menghasilkan IAA) atau PGPR (Agustiansyah et al. 2013a). Agens hayati yang

diintegrasikan dalam perlakuan matriconditioning (disebut sebagai biomatriconditioning) pada benih padi terinfeksi Xoo telah terbukti dapat

mengurangi infeksi Xoo dan meningkatkan vigor benih, pertumbuhan tanaman dan hasil di rumah kaca dan lapangan (Zamzami et al. 2014).

Penelitian terdahulu melaporkan bahwa agens hayati rizobakteri isolat

Pseudomonas diminuta A6 dan Bacillus subtilis 5B merupakan dua isolat yang

memiliki kemampuan terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman yang diaplikasikan melalui perlakuan benih (Agustiansyah et al. 2010; Agustiansyah et al. 2013b). Hasil penelitian Agustiansyah et al. (2010) menunjukkan perlakuan

benih saja kurang optimal untuk mengendalikan penyakit HDB di lapangan karena patogen Xoo tidak saja terbawa benih (seedborne) tetapi juga terbawa

tanah (soilborne) dan udara (airborne), sehingga tanaman dapat terinfeksi di

lapangan melalui gesekan daun yang terinfeksi Xoo.

Zamzami et al. (2014) mengisolasi bakteri dari filosfer daun padi sehat di

antara pertanaman padi terserang HDB, dan diperoleh isolat F112, F198, dan F57 yang memiliki antagonisme tinggi terhadap Xoo. Perlakuan biomatriconditioning

dengan rizobakteri P. diminuta dan B. subtilis pada benih padi diikuti

(32)

20

belum dapat meningkatkan produksi benih padi sehat, karena konsentrasi agens hayati yang diaplikasikan 106 colony forming unit per mL (cfu mL-1) diduga

belum optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

biomatriconditioning plus agens hayati rizobakteri diikuti penyemprotan tanaman

menggunakan agens hayati filosfer F112 dengan konsentrasi berbeda dalam mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.

Tujuan

(33)

21 Bahan dan Metode

Lokasi Percobaan dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Benih, Laboratorium Teknologi Benih 1, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor, dan Kebun Percobaan Muara, BBPADI, Ciapus, Bogor, Januari-Agustus 2014.

Rancangan percobaan

Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot)-RKLT.

Petak utama adalah perlakuan benih, terdiri atas 4 taraf yaitu B0 = kontrol negatif (benih tanpa inokulasi Xoo), B1 = kontrol positif (benih diinokulasi Xoo), B2 = benih diinokulasi Xoo kemudian di matriconditioning + bakterisida 0.2%

(berbahan aktif streptomisin sulfat 20%) (Ilyas et al., 2007), dan B3 = benih

diinokulasi Xoo kemudian di matriconditioning + agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1. Anak petak adalah konsentrasi

penyemprotan tanaman yang terdiri atas 4 taraf yaitu R0 = kontrol tanpa penyemprotan, R1 = penyemprotan tanaman dengan bakterisida 0.2%, F2 = penyemprotan tanaman dengan agens hayati F112 106 cfu mL-1, R3 =

penyemprotan tanaman dengan agens hayati F112 108 cfu mL-1. Perlakuan diulang

3 kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Model aditif rancangan ini adalah: Yijk = μ+ Kk + αi + δik + βj + (αβ)ij+ εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada faktor perlakuan benih taraf ke-i, faktor

konsentrasi suspensi penyemprotan daun taraf j, dan kelompok ke-k

μ = rataan

Kk = pengaruh aditif kelompok ke-k

αi = pengaruh faktor perlakuan benih ke-i

δik = komponen acak perlakuan benih

βj = pengaruh faktor konsentrasi penyemprotan ke-j

(αβ)ij = komponen interaksi antara faktor perlakuan benih dan faktor

konsentrasi penyemprotan daun

εijk = pengaruh acak konsentrasi penyemprotan daun

Jika pada analisis ragam (taraf kepercayaan 95%) terdapat pengaruh nyata dari perlakuan, maka dilakukan analisis lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Mattjik et. al 2006).

Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam percobaan ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu:

Penyiapan Lahan

(34)

22

Subkultur Xoo dan Agens hayati

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan isolat bakteri yang

diisolasi dari tanaman bergejala HDB di Kebun Percobaan Muara, BBPADI, Ciapus. Isolat Xoo yang digunakan berbeda dengan Xoo percobaan 1 karena virulensi Xoo percobaan satu telah menurun. Cara menyiapkan isolat dengan cara menumbuhkan bakteri Xoo pada media yeast extract dextrose calcium carbonate agar (YDCA) (Lampiran 2) selama 48 jam. Kemudian dibuat suspensinya dengan

cara mengambil 10 ooze biakan bakteri dimasukkan dalam 500 mL nutient broth

(NB) (Lampiran 3) kemudian dishaker selama 48 jam. Suspensi Xoo diencerkan hingga mencapai konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1 menggunakan spektrofotometer

(Thompson 1996). Agens hayati yang digunakan terdiri atas isolat P. diminuta A6

dibiakkan pada medium King‟S B agar (Lampiran 4) sedangkan B. subtilis 5/B,

F112 pada media nutrient agar (NA), masing-masing selama 48 jam. Kemudian

masing-masing isolat dibuat suspensinya dengan cara mengambil 10 ooze biakan bakteri dimasukkan dalam 500 mL nutient broth (NB) kemudian dishaker selama

48 jam. Suspensi agens hayati diencerkan hingga konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1

untuk perlakuan benih dan 106 atau 108 cfu mL-1 untuk penyemprotan tanaman

menggunakan alat spektrofotometer.

Sterilisasi Benih dan Inokulasi Xoo pada Benih

Sterilisasi permukaan benih dilakukan dengan merendam benih 10 kg dalam larutan natrium hipoklorit NaOCl 1% selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquades (Ilyas et. al. 2007). Benih hasil sterilisasi direndam dalam suspensi Xoo

selama 24 jam untuk memastikan benih terinfeksi Xoo sebelum diberi perlakuan bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 0.2 % atau agens hayati kecuali kontrol negatif. Kemudian benih dikering-anginkan selama 3-12 jam.

Perlakuan Benih

Perlakuan benih terdiri atas kontrol negatif (B0) yaitu benih tidak diinokulasi Xoo dan tidak mendapat perlakuan benih, kontrol positif (B1) yaitu benih diinokulasi Xoo tetapi tidak mendapat perlakuan benih. Perlakuan

matriconditioning B2 (matriconditioning + bakterisida 0.2%) atau B3

(matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis). Perlakuan matriconditioning

dengan cara melembabkan benih dalam larutan pelembab (larutan bakerisida atau agens hayati) kemudian ditambahkan arang sekam (32 mesh) dan diaduk merata, sehingga benih terlapisi oleh arang sekam. Nisbah benih:arang sekam:larutan pelembab adalah 1:0.8:1.2 (g:g:ml), matriconditioning dilakukan selama 30 jam

pada suhu 25 °C (Agustiansyah et al. 2010).

Penyemaian, Penanaman, dan Pemeliharaan

Benih padi disemai pada petak persemaian hingga bibit berumur 21 hari setelah tanam (HST). Penanaman bibit dilakukan pada setiap petakan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Jumlah bibit yang digunakan adalah 3 bibit per lubang tanam.

(35)

23 tanaman. Pengairan dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: 1) pada saat tanam sampai dengan 21 HST, petakan dibuat macak-macak; 2) pada tanaman umur 28-70 HST, petakan diairi setinggi 2-5 cm; 3) pada 77 HST sampai dengan fase pembentukan primordia bunga, petakan diairi setinggi 5 cm, dibiarkan mengering sendiri, kemudian diairi kembali, demikian berulang-ulang; 4) pada fase berbunga sampai 10 hari sebelum panen (HSP), petakan diairi terus-menerus setinggi 5 cm, dan 5) pada 10 HSP sampai panen, petakan tidak diairi. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk alami (pupuk kandang dari kotoran kambing) dan pupuk kimia. Pupuk kandang diaplikasikan pada saat pengolahan lahan dengan dosis 5 ton ha-1. Pemupukan selanjutnya menggunakan 200 kg ha-1 Urea, 50 kg

ha-1 SP-36 dan 100 kg ha-1 KCl. Sepertiga dosis Urea, SP-36, dan KCl diaplikasikan pada 21 HST. Pada 42 HST, pemupukan Urea kembali dilakukan (sepertiga dosis keseluruhan). Pada saat munculnya primordia bunga, sepertiga dosis pupuk urea diaplikasikan kembali.

Penyemprotan Tanaman dengan Agens Hayati dan Bakterisida

Penyemprotan tanaman dengan agens hayati dimaksudkan untuk pencegahan infeksi Xoo terhadap tanaman padi. Oleh karena itu, penyemprotan tanaman dilakukan pada 40, 60 dan 80 HST (fase kritis pertumbuhan tanaman padi) menggunakan sprayer ukuran 10 liter sesuai dengan masing-masing

perlakuan. Penyemprotan dilakukan sampai seluruh daun terbasahi dan hampir menetes dari daun (dosis 500 L ha-1). Penyemprotan tanaman terdiri atas R0

(tanaman tidak disemprot, kontrol), R1 (tanaman disemprot bakterisida streptomisin sulfat 0.2%), R2 (tanaman disemprot dengan agens hayati F112 konsentrasi 106 cfu mL-1), R3 (tanaman disemprot dengan agens hayati F112 108 cfu mL-1).

Pengamatan

Peubah yang diamati meliputi tiga komponen, yaitu vegetatif, generatif atau panen, dan kesehatan tanaman dan benih.

a. Komponen vegetatif

Tinggi tanaman padi diukur dari permukaan pangkal bawah batang sampai ujung daun tertinggi, diukur setiap minggu mulai 42 sampai 84 HST pada 5 tanaman contoh setiap satuan percobaan.

3. Bobot kering brangkasan (g per rumpun)

(36)

24

mengering dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang bobotnya.

4. Jumlah anakan (anakan rumpun-1)

Jumlah anakan dihitung pada 42 sampai 84 MST perumpun tanaman pada setiap satuan percobaan.

5. Panjang akar tanaman (cm)

Panjang akar tanaman dihitung pada akhir fase vegetatif antara 84 HST. Panjang akar dihitung dari pangkal batang bawah sampai ujung akar. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 3 tanaman dari setiap petak percobaan, kemudian hasilnya dirata-ratakan.

b. Pengamatan panen

Komponen generatif atau panen yang diamati yaitu jumlah anakan produktif, primordia bunga, jumlah malai per rumpun, jumlah panen per rumpun, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah hampa permalai, bobot gabah bernas per malai, bobot 1000 butir. Produksi benih per m2

diamati pada saat panen (119 HST) dengan menimbang gabah bernas (GKG) per rumpun dari rumpun contoh dan dikonversi ke m2 dengan

mengkalikannya dengan jumlah rumpun per m2. c. Pengamatanan komponen kesehatan tanaman dan benih

Kesehatan tanaman yang diamati antara lain toksisitas, kejadian penyakit, tingkat keparahan, uji peroksidase dan pembentukan lignin tanaman, uji kesehatan benih (melihat patogen terbawa benih setelah panen).

1. Toksisitas

Setiap tanaman diamati mulai 28 HST hingga 42 HST terhadap perubahan warna daun dari hijau ke putih.

2. Tingkat keparahan HDB (%)

Tingkat keparahan HDB diamati berdasarkan persentase luas daun terserang dibandingkan luas total permukaan daun pada 84 HST pada lima tanaman contoh per satuan percobaan.

3. Patogen terbawa benih (cfu mL-1)

Patogen terbawa benih diuji setelah panen terhadap keberadaan Xoo menggunakan metode grinding. Metode grinding dilakukan dengan

terlebih dahulu 400 butir benih (setara dengan 10 g) disterilisasi permukaan dengan merendamnya selama 1 menit dalam larutan natrium hipoklorit 1%. Setelah itu, 400 butir benih ditambahkan aquades steril 90 mL, kemudian digerus. Suspensi hasil gerusan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 15 0C. Supernatan diencerkan secara bertingkat sampai 10-5.

Kemudian suspensi yang telah diencerkan (10-5) dituangkan dan disebar

Gambar

Tabel 2 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap tinggi tanaman
Tabel 3 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap bobot kering (g
Tabel 5 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan
Tabel 6 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah anakan per rumpun pada umur 56 HST
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Agustus 2015 dengan judul Aktinomiset Filosfer Padi sebagai Agens Pengendali

Penelitian Keandalan Bakteri Pasteuria penetrans Sebagai Agens Pengendali Hayati Nematoda Puru Akar Meloidogyne incognita Pada Tanaman Kopi (Coffea arabica) dilaksanakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan agens hayati dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman berdasarkan peubah yang diamati seperti tinggi tanaman,

Efektivitas formula tersebut sebagai agens biokontrol sangat dipengaruhi oleh kestabilan populasi sel bakteri dalam bahan pembawa dan penempelan bakteri di filosfer daun

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh penggunaan agens hayati dari kelompok bakteri dan jamur endofit untuk mengendalikan penyakit kuning yang disebabkan oleh

subtilis 5/B ( biomatriconditioning ) yang dikombinasikan dengan penyemprotan agens hayati filosfir F112 pada daun umur 4 dan 5 minggu setelah semai (MSS) dengan volume 1-2

Perlakuan benih dengan pestisida nabati atau agens hayati sebagai bioprotektan terbukti dapat mengendalikan patogen terbawa benih, sehingga dapat diperoleh benih yang

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh penggunaan agens hayati dari kelompok bakteri dan jamur endofit untuk mengendalikan penyakit kuning yang disebabkan oleh