KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK
BERBASIS POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL
DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN
TANAH YANG BERBEDA
oleh
MARIA ULFAH
F 34102055
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK
BERBASIS POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL
DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN
TANAH YANG BERBEDA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh
MARIA ULFAH
F34102055
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK
BERBASIS POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL
DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN
TANAH YANG BERBEDA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARIA ULFAH
F34102055
Dilahirkan di Tasikmalaya
pada tanggal 27 Mei 1983
Tanggal Lulus :
Bogor, 3 Februari 2007
Menyetujui,
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc
MARIA ULFAH (F34102055). Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis PHA dengan Pemlastis DMF, DEG dan PEG pada Lingkungan Tanah yang Berbeda. Di bawah bimbingan Anas Miftah Fauzi dan Khaswar Syamsu. 2007.
RINGKASAN
Kemajuan teknologi mengakibatkan perubahan pola hidup manusia. Penggunaan plastik sebagai kemasan atau untuk kegunaan lainnya merupakan salah satu akibat dari adanya kemajuan teknologi. Menurut Roach (2003), konsumsi dunia terhadap plastik pada tahun 2001 menunjukkan angka sebesar 500 M- 1 Triliun kantong plastik. Pada dekade 50-an, konsumsi plastik (dunia) mencapai 5 juta ton per tahun dan pada tahun 2006 mencapai 100 juta ton per tahun. Peningkatan konsumsi sebesar ± 20% per tahun mengakibatkan penumpukan sampah yang tidak dapat didegradasi sehingga merusak keseimbangan lingkungan.
Keseimbangan lingkungan akan tetap terjaga diantaranya dengan mengurangi sampah yang tidak dapat didegradasi. Salah satu alternatif untuk mengurangi sampah plastik yaitu dengan memproduksi plastik yang ramah lingkungan. PHA merupakan salah satu produk plastik yang biodegradable. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk memproduksi PHA, diantaranya penelitian pembuatan bioplastik PHA dengan substrat minyak sawit dan DMF serta DEG yang ditambahkan sebagai pemlastis. Beda halnya dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini yang digunakan sebagai substratnya adalah hidrolisat pati sagu dan pemlastis tambahannya adalah PEG (selain DMF dan DEG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioplastik dengan penambahan pemlastis DMF 25% (Juari, 2006), bioplastik dengan pemlastis DEG 20% (Delvia, 2007) dan bioplastik dengan pemlastis PEG 30% (Rais, 2007) merupakan bioplastik yang memiliki karakteristik terbaik.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan lumpur pada media pendegradasi terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik dan mengetahui pengaruh penambahan pemlastis terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik.
Bioplastik yng dihasilkan dapat tergolong ke dalam plastik yng ramah lingkungan apabila mudah atau dapat terdegradasi secara alami. Pengujian biodegradasi bioplastik dapat dilakukan dengan cara penghitungan CO2 yang
dihasilkan selama proses penguraian. Penghitungan CO2 dilakukan selama 50
hari. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bioplastik PHA murni atau tanpa pemlastis maupun PHA dengan penambahan pemlastis dapat terdegradasi pada tanah. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media tanah dengan
penambahan lumpur lebih banyak dibandingkan akumulasi CO2 hasil biodegradsi
bioplastik pada media tanah tanpa penambahan lumpur. Akumulasi CO2 hasil
biodegradasi pada media tanah dengan penambahan lumpur menunjukkan angka sebesar 63,80 mg untuk PHA murni; 46,64 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,68 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 18, 04 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media
murni; 41,36 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,02 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 15,84 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG.
Laju akumulasi CO2 dari masing-masing bioplastik yaitu sebesar 1,28
mg/hari untuk PHA murni, 0,91 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,41 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,36 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah dengan penambahan lumpur) dan 1,22 mg/hari untuk PHA murni; 0,83 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,40 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,32 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah tanpa penambahan lumpur).
MARIA ULFAH. F34102055. Biodegradation Study of PHA Bioplastics added with DMF, DEG and PEG Plasticizers in a Variety Soil Media. Superviced by Anas Miftah Fauzi and Khaswar Syamsu. 2007
SUMMARY
Technology progression caused great effects to human’s life. Plastic is one of the output which is mainly used for packaging. The world consumption of polimer materials was around 500 trillion - 1 billion in 2001 (Roach, 2003). The average consumptionh of plasics was only 5 million ton per year in the 50’s, but in the year 2006 it reaches 100 million ton per year. The accumulation of plastic wastes with a persistence feature in our environment caused a serious ecological damage.
In order to solve plastic wastes problems it is necessary to produce biodegradable polimer as an alternative to replace the hazard synthetic plastics. Among the candidates for biodegradble plastics, PHAs have been drawing much attention because of their similar material properties to conventional plastics and complete biodegradability. The previous research on PHA, has developed PHA bioplastic production using palm oil substrate with an addition of DMF and DEG plasticizers. In this research, hydrolyzed sago starch is used in the production of PHA bioplastic with an addition of PEG, DMF and DEG plasticizers. The best plasticizer concentration for each plasticizers are 25% for DMF (Juari, 2006), 20% for DEG (Delvia, 2007) and 30% for PEG (Ris, 2007).
The purposes of this research are to study the sludge addition effects toward the bioplastic’s biodegradability in the degradation media, and to study the bioplastic’s plasticizers effects towards the bioplastic’s biodegradability. The bioplastic’s biodegradability can be measured by calculating CO2 production
during the degradation process (50 days).
The results of this research showed that native PHA bioplastic and PHA bioplastic with plasticizers addition could degrade well in soil media. Sludge addition into soil media produced higher CO2 accumulation than media without
media sludge addition. Media with sludge addition, accumulated CO2 about 63,80
mg for native PHA bioplastic; 46,64 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,68 mg for PHA+DMF bioplastic and 18,04 mg for PHA+PEG bioplastic. Media without sludge addition, accumulated CO2 about 60,94 mg for native PHA bioplastic;
41,36 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,02 mg for PHA+DMF bioplastic and 15,84 mg for PHA+PEG bioplastic.
The CO2 accumulation rate, in sludge added media for each bioplastics are
1,28 mg/day for native PHA bioplastic; 0,91 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,41 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,36 mg/day for PHA+PEG bioplastic. In media without sludge addition, the CO2 accumulation rate for each bioplastics
are 1,22 mg/day for native PHA bioplastic; 0,83 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,40 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,32 mg/day for PHA+PEG bioplastic.
The results of this research showed that sludge addition into soil media could increase the biodegradation rate. However, the ddition of plasticizers could inhibit the bioplastic’s biodegradation process.
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
“Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA)
dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada
Lingkungan Tanah yang Berbeda” adalah karya asli saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing akademik dan referensi sebagai rujukannya.
Bogor, Februari 2007
Yang membuat pernyataan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada
tanggal 27 Mei 1983 dari pasangan Bapak Elly Ahmad
Gozali dan Ibu Enyas Supartini. Penulis merupakan anak
ketiga dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan
di Taman Kanak-kanak PUI (Persatuan Umat Islam) tahun
1990-1991, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar di
SD PUI tahun1990-1996; di SLTPN 1 Tasikmalaya tahun
1996-1999 dan di SMUN 3 Tasikmalaya tahun 1999-2002.
Setelah lulus dari sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan di
Institut Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2002.
Selama pendidikan di IPB, penulis pernah mengikuti beberapa seminar
yang diadakan di IPB diantaranya Stadium General “ Succes Story Alumni Teknologi Industri Pertanian” (2003), Agrotechnopreuneur (2005) Blue Ocean Strategy (2006) dan “Peluang Bisnis Di Dunia Pendidikan” (2006). Selain itu, tahun 2004-2006 penulis menjadi pengajar privat di sebuah lembaga yang ada di
Bogor. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Raya
Sugarindo Inti dan menyusun laporan PL (Praktek Lapang) dengan judul
‘Mempelajari Poduksi Bersih di PT. Raya Sugarindo Inti’. Untuk menyelesaikan
tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul ‘Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda’
di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng dan Dr. Ir. Khaswar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT., karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul “Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β
-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan
Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda”. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua Orang Tua (Umi dan Yaya); Teh Nouri; A Deni; Teh Rida, Aang
Yusuf, serta adik-adik dan keponakan (Mina, Deden, Dinda dan Raqa), atas
dukungan, do’a dan semua bantuan yang sangat diperlukan oleh penulis.
2. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku dosen pembimbing 1 yang
memberikan bimbingan selama penulis melangsungkan pendidikan di TIN
FATETA IPB.
3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc selaku dosen pembimbing 2 yang berkenan
memberikan bimbingan pada saat penelitian sampai penulis bisa
menyelesaikan tugas akhir.
4. Ir. Muslich, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan,
bimbingan dan saran dalam memperbaiki tugas akhir ini.
5. Savitri, Arban, Juari, Vico, Eva, Dosi, Dede dan Iwal yang telah bekerjasama
dan memberikan masukan kepada penulis untuk perbaikan dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Mba Desi, Kurnia dan Yuli yang selalu memberi bantuan kepada penulis
selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.
7. Kemuning Crew’s; Teh Iar, Nawang, Ima, Ayu, Nia, Fitri, Mimi dan Yani atas
kebersamaan dan kesetiakawanannya yang sangat dibutuhkan oleh penulis.
8. TIN’ers 39 yang telah menjadi teman yang terbaik bagi penulis.
9. Ibu Ega, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Sugiardi dan seluruh Laboran
Laboratorium TIN FATETA IPB serta Staf dan Karyawan TIN FATETA IPB
10. Staf dan Karyawan PAU (Pusat Antar Universitas) atas semua bantuan yang
telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi yang disusun ini belum sempurna, akan tetapi
penulis berharap hasil karya atau skripsinya ini bermanfaat bagi pembaca atau pun
dapat di realisasikan dalam kehidupan nyata.
Bogor, Februari 2007
KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK
BERBASIS POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL
DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN
TANAH YANG BERBEDA
oleh
MARIA ULFAH
F 34102055
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK
BERBASIS POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL
DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN
TANAH YANG BERBEDA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh
MARIA ULFAH
F34102055
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK
BERBASIS POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL
DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN
TANAH YANG BERBEDA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARIA ULFAH
F34102055
Dilahirkan di Tasikmalaya
pada tanggal 27 Mei 1983
Tanggal Lulus :
Bogor, 3 Februari 2007
Menyetujui,
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc
MARIA ULFAH (F34102055). Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis PHA dengan Pemlastis DMF, DEG dan PEG pada Lingkungan Tanah yang Berbeda. Di bawah bimbingan Anas Miftah Fauzi dan Khaswar Syamsu. 2007.
RINGKASAN
Kemajuan teknologi mengakibatkan perubahan pola hidup manusia. Penggunaan plastik sebagai kemasan atau untuk kegunaan lainnya merupakan salah satu akibat dari adanya kemajuan teknologi. Menurut Roach (2003), konsumsi dunia terhadap plastik pada tahun 2001 menunjukkan angka sebesar 500 M- 1 Triliun kantong plastik. Pada dekade 50-an, konsumsi plastik (dunia) mencapai 5 juta ton per tahun dan pada tahun 2006 mencapai 100 juta ton per tahun. Peningkatan konsumsi sebesar ± 20% per tahun mengakibatkan penumpukan sampah yang tidak dapat didegradasi sehingga merusak keseimbangan lingkungan.
Keseimbangan lingkungan akan tetap terjaga diantaranya dengan mengurangi sampah yang tidak dapat didegradasi. Salah satu alternatif untuk mengurangi sampah plastik yaitu dengan memproduksi plastik yang ramah lingkungan. PHA merupakan salah satu produk plastik yang biodegradable. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk memproduksi PHA, diantaranya penelitian pembuatan bioplastik PHA dengan substrat minyak sawit dan DMF serta DEG yang ditambahkan sebagai pemlastis. Beda halnya dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini yang digunakan sebagai substratnya adalah hidrolisat pati sagu dan pemlastis tambahannya adalah PEG (selain DMF dan DEG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioplastik dengan penambahan pemlastis DMF 25% (Juari, 2006), bioplastik dengan pemlastis DEG 20% (Delvia, 2007) dan bioplastik dengan pemlastis PEG 30% (Rais, 2007) merupakan bioplastik yang memiliki karakteristik terbaik.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan lumpur pada media pendegradasi terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik dan mengetahui pengaruh penambahan pemlastis terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik.
Bioplastik yng dihasilkan dapat tergolong ke dalam plastik yng ramah lingkungan apabila mudah atau dapat terdegradasi secara alami. Pengujian biodegradasi bioplastik dapat dilakukan dengan cara penghitungan CO2 yang
dihasilkan selama proses penguraian. Penghitungan CO2 dilakukan selama 50
hari. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bioplastik PHA murni atau tanpa pemlastis maupun PHA dengan penambahan pemlastis dapat terdegradasi pada tanah. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media tanah dengan
penambahan lumpur lebih banyak dibandingkan akumulasi CO2 hasil biodegradsi
bioplastik pada media tanah tanpa penambahan lumpur. Akumulasi CO2 hasil
biodegradasi pada media tanah dengan penambahan lumpur menunjukkan angka sebesar 63,80 mg untuk PHA murni; 46,64 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,68 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 18, 04 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media
murni; 41,36 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,02 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 15,84 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG.
Laju akumulasi CO2 dari masing-masing bioplastik yaitu sebesar 1,28
mg/hari untuk PHA murni, 0,91 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,41 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,36 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah dengan penambahan lumpur) dan 1,22 mg/hari untuk PHA murni; 0,83 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,40 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,32 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah tanpa penambahan lumpur).
MARIA ULFAH. F34102055. Biodegradation Study of PHA Bioplastics added with DMF, DEG and PEG Plasticizers in a Variety Soil Media. Superviced by Anas Miftah Fauzi and Khaswar Syamsu. 2007
SUMMARY
Technology progression caused great effects to human’s life. Plastic is one of the output which is mainly used for packaging. The world consumption of polimer materials was around 500 trillion - 1 billion in 2001 (Roach, 2003). The average consumptionh of plasics was only 5 million ton per year in the 50’s, but in the year 2006 it reaches 100 million ton per year. The accumulation of plastic wastes with a persistence feature in our environment caused a serious ecological damage.
In order to solve plastic wastes problems it is necessary to produce biodegradable polimer as an alternative to replace the hazard synthetic plastics. Among the candidates for biodegradble plastics, PHAs have been drawing much attention because of their similar material properties to conventional plastics and complete biodegradability. The previous research on PHA, has developed PHA bioplastic production using palm oil substrate with an addition of DMF and DEG plasticizers. In this research, hydrolyzed sago starch is used in the production of PHA bioplastic with an addition of PEG, DMF and DEG plasticizers. The best plasticizer concentration for each plasticizers are 25% for DMF (Juari, 2006), 20% for DEG (Delvia, 2007) and 30% for PEG (Ris, 2007).
The purposes of this research are to study the sludge addition effects toward the bioplastic’s biodegradability in the degradation media, and to study the bioplastic’s plasticizers effects towards the bioplastic’s biodegradability. The bioplastic’s biodegradability can be measured by calculating CO2 production
during the degradation process (50 days).
The results of this research showed that native PHA bioplastic and PHA bioplastic with plasticizers addition could degrade well in soil media. Sludge addition into soil media produced higher CO2 accumulation than media without
media sludge addition. Media with sludge addition, accumulated CO2 about 63,80
mg for native PHA bioplastic; 46,64 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,68 mg for PHA+DMF bioplastic and 18,04 mg for PHA+PEG bioplastic. Media without sludge addition, accumulated CO2 about 60,94 mg for native PHA bioplastic;
41,36 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,02 mg for PHA+DMF bioplastic and 15,84 mg for PHA+PEG bioplastic.
The CO2 accumulation rate, in sludge added media for each bioplastics are
1,28 mg/day for native PHA bioplastic; 0,91 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,41 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,36 mg/day for PHA+PEG bioplastic. In media without sludge addition, the CO2 accumulation rate for each bioplastics
are 1,22 mg/day for native PHA bioplastic; 0,83 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,40 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,32 mg/day for PHA+PEG bioplastic.
The results of this research showed that sludge addition into soil media could increase the biodegradation rate. However, the ddition of plasticizers could inhibit the bioplastic’s biodegradation process.
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
“Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA)
dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada
Lingkungan Tanah yang Berbeda” adalah karya asli saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing akademik dan referensi sebagai rujukannya.
Bogor, Februari 2007
Yang membuat pernyataan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada
tanggal 27 Mei 1983 dari pasangan Bapak Elly Ahmad
Gozali dan Ibu Enyas Supartini. Penulis merupakan anak
ketiga dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan
di Taman Kanak-kanak PUI (Persatuan Umat Islam) tahun
1990-1991, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar di
SD PUI tahun1990-1996; di SLTPN 1 Tasikmalaya tahun
1996-1999 dan di SMUN 3 Tasikmalaya tahun 1999-2002.
Setelah lulus dari sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan di
Institut Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2002.
Selama pendidikan di IPB, penulis pernah mengikuti beberapa seminar
yang diadakan di IPB diantaranya Stadium General “ Succes Story Alumni Teknologi Industri Pertanian” (2003), Agrotechnopreuneur (2005) Blue Ocean Strategy (2006) dan “Peluang Bisnis Di Dunia Pendidikan” (2006). Selain itu, tahun 2004-2006 penulis menjadi pengajar privat di sebuah lembaga yang ada di
Bogor. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Raya
Sugarindo Inti dan menyusun laporan PL (Praktek Lapang) dengan judul
‘Mempelajari Poduksi Bersih di PT. Raya Sugarindo Inti’. Untuk menyelesaikan
tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul ‘Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda’
di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng dan Dr. Ir. Khaswar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT., karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul “Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β
-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan
Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda”. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua Orang Tua (Umi dan Yaya); Teh Nouri; A Deni; Teh Rida, Aang
Yusuf, serta adik-adik dan keponakan (Mina, Deden, Dinda dan Raqa), atas
dukungan, do’a dan semua bantuan yang sangat diperlukan oleh penulis.
2. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku dosen pembimbing 1 yang
memberikan bimbingan selama penulis melangsungkan pendidikan di TIN
FATETA IPB.
3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc selaku dosen pembimbing 2 yang berkenan
memberikan bimbingan pada saat penelitian sampai penulis bisa
menyelesaikan tugas akhir.
4. Ir. Muslich, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan,
bimbingan dan saran dalam memperbaiki tugas akhir ini.
5. Savitri, Arban, Juari, Vico, Eva, Dosi, Dede dan Iwal yang telah bekerjasama
dan memberikan masukan kepada penulis untuk perbaikan dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Mba Desi, Kurnia dan Yuli yang selalu memberi bantuan kepada penulis
selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.
7. Kemuning Crew’s; Teh Iar, Nawang, Ima, Ayu, Nia, Fitri, Mimi dan Yani atas
kebersamaan dan kesetiakawanannya yang sangat dibutuhkan oleh penulis.
8. TIN’ers 39 yang telah menjadi teman yang terbaik bagi penulis.
9. Ibu Ega, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Sugiardi dan seluruh Laboran
Laboratorium TIN FATETA IPB serta Staf dan Karyawan TIN FATETA IPB
10. Staf dan Karyawan PAU (Pusat Antar Universitas) atas semua bantuan yang
telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi yang disusun ini belum sempurna, akan tetapi
penulis berharap hasil karya atau skripsinya ini bermanfaat bagi pembaca atau pun
dapat di realisasikan dalam kehidupan nyata.
Bogor, Februari 2007
DAFTAR ISI
E. TANAH DAN MIKROORGANISME PENDEGRADASI ... 8
F. BIODEGRADASI ... 11
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14
A. ALAT DAN BAHAN ... 14
B. METODOLOGI ... 14
C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
A. KARAKTERISTIK BIOPLASTIK ... 18
B. KARAKTERISTIK MEDIA ... 20
C. BIODEGRADASI BIOPLASTIK ... 23
a. Perbedaan Media Pendegradasi ... 23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Mikroorganisme Pendegradasi PHA ... 10
Tabel 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biodegradabilitas ... 13
Tabel 3. Karakteristik Bioplastik ... 19
Tabel 4. Perubahan Bobot Bioplastik Pada Media dengan Lumpur ... 60
Tabel 5. Perubahan Bobot Pada Media Tanpa Lumpur ... 60
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Rantai PHA ... 5
Gambar 2. Struktur Rantai Dimetil Ftalat ... 7
Gambar 3. Struktur Rantai Dietil Glikol ... 8
Gambar 4. Struktur Rantai Polietilen Glikol ... 8
Gambar 5. PHA Basah Hasil Sentrifugasi ... 18
Gambar 6. PHA Hasil Ekstraksi ... 19
Gambar 7. Bioplastik yang merupakan produk akhir ... 19
Gambar 8. Kurva Perubahan pH Media Pendegradasi ... 21
Gambar 9. Kurva Total Mikroorganisme Media Pendegradasi ... 22
Gambar 10. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA murni ... 25
Gambar 11. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA+DMF ... 26
Gambar 12. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA+DEG ... 26
Gambar 13. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA+PEG ... 27
Gambar 14. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi Bioplastik
Pada Media dengan Lumpur ... 28
Gambar 15. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi Bioplastik
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Kultivasi PHA ... 38
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Hilir ... 39
Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Bioplastik ... 41
Lampiran 4. Diagram Alir Pengujian Biodegradasi Bioplastik ... 42
Lampiran 5. Diagram Alir Pengukuran Kadar CO2 ... 43
Lampiran 6. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 Blanko
(dengan lumpur) ... 44
Lampiran 7. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 Blanko
(tanpa lumpur) ... 45
Lampiran 8. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA
(dengan lumpur) ... 46
Lampiran 9. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA
(tanpa lumpur) ... 47
Lampiran 10. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DMF
(dengan lumpur) ... 48
Lampiran 11. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DMF
(tanpa lumpur) ... ... 49
Lampiran 12. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DEG
(dengan lumpur) ... 50
Lampiran 13. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DEG
(tanpa lumpur) ... 51
Lampiran 14. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+PEG
(dengan lumpur) ... 52
Lampiran 15. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+PEG
(tanpa lumpur) ... 53
Lampiran 16. Data Gabungan Hasil Rata-rata Produksi CO2
(dengan lumpur) ... 54
Lampiran 17. Data Gabungan Hasil Rata-rata Produksi CO2
(tanpa lumpur)... 55
Lampiran 18. Perubahan Laju Produksi CO2 Harian Biodegradasi
Lampiran 19. Perubahan Laju Produksi CO2 Harian Biodegradasi
(tanpa lumpur) ... 57
Lampiran 20. Perubahan Laju Produksi CO2 Akumulasi Harian
Hasil Biodegradasi (dengan lumpur) ... 58
Lampiran 21. Perubahan Laju Produksi CO2 Akumulasi Harian
Hasil Biodegradasi (tanpa lumpur) ... 59
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Plastik merupakan bahan kemasan yang sangat digemari dan banyak
digunakan pada zaman modern ini, sehingga permintaan terhadap plastik terus
meningkat. Menurut Roach (2003), konsumsi (dunia) plastik pada tahun 2001
yaitu sebesar 500 Milyar sampai 1 Triliyun kantong. Informasi lain menunjukkan
bahwa konsumsi plastik (dunia) sebanyak 5 juta ton per tahun pada dekade 50-an
dan sekarang penggunaan plastik tersebut mencapai 100 juta ton per tahun. Oleh
karena itu peningkatan konsumsi plastik mencapai 20 % per tahun (Anonima,
2006). Situasi tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan
bahaya pemakaian plastik yang memiliki sifat tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme, sehingga penumpukan plastik terjadi dan dapat merusak
lingkungan (Martono et al., 2002). Menurut Kristanto (2002), bahan yang mengandung senyawa kimia tertentu sebagai bahan berbahaya dan beracun jika
dilepaskan ke lingkungan, maka akan mengakibatkan pencemaran sungai, tanah
maupun udara dan akhirnya dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh penumpukan plastik
yang tidak dapat didegradasi dapat dikurangi dengan mencari atau membuat
plastik alternatif yang ramah lingkungan dan dapat terurai secara alami. Plastik
alternatif ini dapat dibuat dengan bahan yang berasal dari pertanian seperti pati
yang berasal dari singkong, sagu, ataupun jagung sebagai substratnya. Pada
penelitian kali ini bahan yang digunakan adalah pati sagu sebagai substrat dan
Ralstonia eutropha sebagai mikroorganismenya. Penggunaan sagu sebagai substrat dilakukan karena persediaan sagu di Indonesia cukup banyak dimana
Indonesia memiliki areal sagu terbesar di dunia dengan luas areal sekitar
1.128.000 hektar atau 51,3% dari 2.201.000 hektar areal sagu dunia, namun
pemanfaatannya belum maksimal (Abner dan Miftahorrahman, 2002). Selain itu,
penggunaan sagu sebagai substrat dimaksudkan untuk menurunkan biaya produksi
Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) merupakan salah satu poliester yang
memiliki kekuatan dan kekerasan yang baik, serta dapat divariasikan untuk
berbagai penggunaan dengan cara mengubah komposisinya. PHA pun telah
memiliki image atau citra plastik yang dapat didegradasi secara biologis dan kompatibel.
Penelitian terdahulu telah mencoba membuat plastik dengan minyak sawit
sebagai substratnya, Ralstonia eutropha sebagai mikroorganisme, serta Dimetil Ftalat (DMF) dan Dietil Glikol (DEG) sebagai pemlastisnya. Plastik hasil
penelitian tersebut kemudian diuji tingkat biodegradabilitasnya dalam media padat
buatan (tanah). Pengujian biodegradsi tersebut menghasilkan kesimpulam bahwa
penambahan pemlastis dalam pembuatan plastik berpengaruh terhadap tingkat
degradasi plastik yaitu menurunkan tingkat degradabilitas plastik. PHA yang
ditambah pemlastis DMF lebih sulit didegradasi dibandingkan dengan PHA yang
ditambah pemlastis DEG. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan
oleh PHA+DEG dan PHA+DMF berturut-turut sebesar 38,75 mg dan 36,54 mg
(Santo, 2003).
Pada penelitian terdahulu, tanah yang digunakan sebagai media degradasi
yaitu tanah tanpa adanya perlakuan. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini
dicoba menggunakan tanah dengan dua perlakuan yaitu tanah dengan penambahan
lumpur dan tanah tanpa penambahan lumpur. Lumpur yang digunakan adalah
lumpur sawah, karena lumpur sawah memiliki sifat yang mirip dengan tanah
dimana lumpur tersebut merupakan tanah yang tergenang akan tetapi jenis
mikroorganisme yang hidup di dalamnya yaitu jasad renik anaerob fakultatif. Jadi
dengan penambahan lumpur dimaksudkan untuk menambah variasi
mikroorganisme yang dapat mendegradasi bioplastik.
Plastik yang diuji biodegradasinya adalah plastik dengan penambahan
pemlastis DMF 25%, DEG 20% dan PEG 30% yang merupakan plastik terbaik
B. Tujuan
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu:
1) . Mengetahui pengaruh penambahan lumpur pada media tanah terhadap laju
biodegradasi bioplastik PHA.
2) . Mengetahui pengaruh penambahan pemlastis Dimetil Ftalat (DMF), Dietil
Glikol (DEG) dan Polietilen Glikol (PEG) terhadap biodegradasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Substrat Pati Sagu
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur
rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain
mempunyai rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa
sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1989).
Sirup glukosa (hidrolisat pati) adalah cairan jernih dan kental dengan
komponen utama glukosa dan diperoleh dari hidrolisa pati dengan cara kimia atau
enzimatik (SNI 01-2978-1992). Konversi pati secara enzimatis terdiri dari dua
tahap, yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi terjadi setelah gelatinisasi
dengan adanya aktifitas enzim α-amilase yang memecah ikatan α-1,4 dibagian
dalam rantai polisakarida secara acak sampai menghasilkan glukosa, maltosa,
maltodekstrin dan α-limit dekstrin. Sakarifikasi dengan enzim amiloglukosidase
(AMG) selanjutnya akan mengubah maltodekstrin menjadi glukosa. Tidak seperti
likuifikasi yang hanya memakan waktu sekitar 60 menit, sakarifikasi biasanya
memakan waktu yang lebih lama yaitu 24-96 jam.
B. Poli-β-Hidroksialkanoat
Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) adalah suatu famili poliester termoplastis
bermolekul tinggi yang terbentuk secara alami atau melalui cara bioteknologi
khusus (Utz et al., 1991 ). Menurut Lee dan Choi (1999), PHA terbagi dalam dua kelompok berdasarkan jumlah unit monomernya yaitu PHA berantai pendek
Gambar 1. Struktur PHA (Atkinson dan Mavituna, 1991)
Timmins et al. (1993) menyatakan bahwa PHA dibentuk dalam sitoplasma sel dalam bentuk granula yang sebagian dapat menjadi kristal dan sebagian lagi
tidak. Granula tersebut mengandung PHA depolimerase yang terdapat dalam
membran protein atau pada sitoplasma yang menyebabkan terjadinya degradasi
polimer. PHA memiliki karakterisktik kimia dan fisik yang dibutuhkan bagi
penggunaannya sebagai termoplastik komersial. Polimer ini dapat digunakan lebih
lanjut melalui pencetakan larutan maupun pelelehan untuk membentuk serat, film,
plastik fleksibel dan plastik rigid.
Kelompok poliester PHA terdiri atas: (1) poli-β-hidroksibutirat (PHB) denga metil sebagai gugus alkilnya, (2) poli-β-hidroksivalerat (PHV) dengan etil
sebagai alkilnya, (3) poli-β-hidroksikaproat (PHC) dengan propil sebagai gugus
alkilnya, (4) poli-β-hidroksiheptanoat (PHH) dengan butil sebagai gugus alkilnya, (5) β-hidroksioktanoat (PHO) dengan pentil sebagai gugus alkilnya, (6) hidroksinonanoat (PHN) dengan heksil sebagai gugus alkilnya, (7) poli-β-hidroksidekanoat (PHD) dengan heptil sebagai gugus alkilnya, (8) poli-β
-hidroksiundekanoat (PHUD) dengan oktil sebagai gugus alkilnya, dan (9) poli-β
-hidroksidodekanoat (PHOD) dengan nonil sebagai gugus alkilnya (Atkinson dan
Mavituna, 1991).
Menurut Ayorinde et al. (1998), galur-galur bakteri yang dikenal dapat memproduksi PHA adalah Pseodomonas oleovorans, Alcaligenes extorquens dan
Pseudomonas cepacia. Galur-galur bakteri tersebut dan sumber karbon yang digunakan sangat berpengaruh terhadap PHA yang dihasilkan.
Menurut Dawes dan Sutherland (1976), PHA tergolong homopolimer mikroba
linier yang tersusun atas monomer yang sama.
Holmes (1986) menyatakan bahwa PHB dan kopolimer-kopolimernya
dapat didegradasi secara sempurna oleh berbagai bakteri dan jamur menjadi
karbondioksida, air dan energi. Enzim ekstraseluler yang dikeluarkan oleh
organisme akan membelah molekul PHB di permukaan polimer. Selain itu,
membran lipida bakteri mengandung dua PHB depolimerase spesifik yang
berbeda. Enzim yang satu dapat memecah polimer berbobot molekul tinggi
menjadi dimer, sedangkan enzim yang lainnya memecah dimer menjadi monomer.
Poli-β-Hidroksibutirat (PHB) adalah termoplastik biodegradable yang disintesis oleh mikroorganisme. Di dalam sel, PHB adalah cadangan makanan
intraseluler yang disintesis selama kondisi pertumbuhan tidak seimbang. Beberapa
bakteri mampu mensintesis dan mengakumulasi PHB selama fase pertumbuhan
stasioner saat sel kekurangan zat nutrisi tetapi sumber karbon berlebih.
(Toshiomi,1997).
PHB adalah materi atau bahan dengan berbagai sifat yang diinginkan,
contohnya serat kaca (glass fiber) yang ditambahkan dapat meningkatkan kekuatan tarik. PHB juga sesuai untuk jaringan tubuh manusia dan memiliki sifat
barrier atau menghambat terhadap gas yang serupa dengan film-film pelapis yang terbaik. PHB bersifat biodegradable dan apabila dicampurkan dengan polimer yang bukan biodegradable dapat menghasilkan plastik biodegradable (bioplastik) (Toshiomi, 1997).
C. Ralstonia eutropha
Bakteri Ralstonia eutropha dahulu lebih dikenal dengan nama Alcaligenes eutrophus. Genus bakteri Ralstonia eutropha mampu menyimpan PHB dalam jumlah yang cukup besar (menurut Schlegel dan Gottschalk, 1962 yang dikutif
dalam Lafferty, 1988).
Ralstonia eutropha merupakan bakteri kemoautotrof fakultatif yang dapat mengakumulasi PHA sebagai cadangan energi dalam kondisi kultur yang
mengandung sedikit mineral atau oksigen. Akumulasi PHA terjadi setelah kondisi
pada kondisi keterbatasan oksigen dibandingkan kondisi keterbatasan amonium.
Ralstonia eutropha mampu mengakumulasi hingga 80 % polimer dalam bobot kering sel (Chakraborty, 2004).
Ralstonia eutropha berbentuk batang, batang bulat maupun bulat dengan diameter 0,5-1,0 mikrometer dan panjang 0,5-2,6 mikrometer. Koloni Ralstonia eutropha pada nutrient agar tidak berwarna, uji oksidase dan katalase positif dan biasanya tidak menghidrolisis selulosa, gelatin dan DNA (Ishizaki dan Tanaka,
1991).
D. Pemlastis
Pemlastis adalah bahan kimia dengan bobot molekul kecil yang tidak
mudah menguap. Penambahan pemlastis dimaksudkan untuk memperbaiki sifat
plastik sehingga dapat mengakibatkan terjadinya modifikasi pada susunan tiga
dimensi molekul, menurunkan gaya tarik intermolekul, meningkatkan mobilitas
rantai dan menurunkan Tg (glass transition temperature) bahan amorf (Cuq, 1997).
Dimetil Ftalat (DMF) dapat larut dalam alkohol, eter dan kloroform serta
memiliki titik didih 134-138oC. penampakan Dimetil Ftalat adalah tidak berwarna
dan tidak berbau (MERCK, 1999). Struktur kimia Dimetil Ftalat dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Dimetil Ftalat (MERCK, 1999)
Dietil Glikol (DEG) merupakan pemlastis dengan senyawa yang tidak
berwarna, hampir tidak berbau, higroskopik dan memiliki rasa manis yang tajam,
dan titik didih 244-245oC. Dietil Glikol dapat bercampur dengan air, alkohol, eter,
benzene dan toluene (MERCK, 1999). Struktur kimia DEG dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Struktur DEG (MERCK, 1999)
Polietilen Glikol (PEG) merupakan golongan senyawa polieter dari etilen
oksida. Rumus umum PEG adalah C2nH4n+2On+1 dengan bobot molekul rata-rata
sesuai dengan angka yang tertera setelahnya. PEG 400 misalnya, memiliki bobot
molekul rata-rata 400 g/mol atau berkisar antara 380-420 g/mol (Anonimb, 2006).
Struktur kimia PEG dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur PEG (MERCK, 1999)
E. Tanah dan Mikroorganisme Pendegradasi
Tanah adalah suatu benda alam yang menempati lapisan kulit bumi yang
teratas, yang terdiri atas butir tanah, air, udara, sisa tumbuhan dan hewan dan
merupakan tempat tumbuh tanaman. Lapisan tanah atas yang tebalnya antara
10-30 cm, warnanya coklat sampai kehitam-hitaman lebih gembur dan biasanya
disebut tanah olah atau tanah pertanian. Lapisan tanah atas ini merupakan tempat
hidup dan berkembangbiak semua jasad hidup tanah (Girisonta, 1981).
Sifat-sifat tanah bergantung pada besar kecilnya partikel-partikel yang
merupakan komponen tanah tersebut, misalnya tanah pasir berbeda dengan tanah
kemampuan menahan panas. Penyinaran (radiasi) dari matahari berpengaruh besar
terhadap kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Partikel tanah,
elemen-elemen, pH, udara, air, sinar, adalah komponen-komponen anorganik yang
merupakan faktor alam. Komponen-komponen anorganik maupun organik
merupakan substrat atau medium yang baik bagi kehidupan mikroorganisme.
Mikroorganisme-mikroorganisme penghuni tanah merupakan populasi campuran
dari (a) protozoa, seperti amoeba, flagelata, ciliata; (b) bakteri, seperti
Clostridium, Rhizobium; (c) Alga atau ganggang, seperti alga biru, alga hijau, diatom dan (d) jamur, terutama jamur yang bertingkat rendah seperti jamur lendir,
ragi dan Phycomycetes maupun Ascomycetes (Dwidjoseputro, 1978).
Tanah tergenang (lumpur) memiliki persediaan oksigen yang menurun
sampai mencapai nol. Laju difusi oksigen udara melalui lapisan air atau pori yang
berisi air, 10.000 kali lebih lambat daripada melalui udara atau pori yang berisi
udara. Jasad renik aerob dengan cepat menghabiskan udara yang tersisa dan
menjadi tak aktif lagi atau mati. Bakteri anaerob atau anaerob fakultatif
berkembangbiak dengan cepat dan mengambil alih proses pemecahan bahan
organik tanpa menggunakan oksigen, dan sebagai gantinya menggunakan
komponen tanah yang teroksidasi sebagai penangkap elektron (Pedro, 1993).
Terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme yang diketahui dapat
mensintesa dan mengakumulasi PHA secara intraseluler. PHA yang diakumulasi
di dalam sel dapat didegradasi oleh enzim-enzim PHA intraseluler depolimerase.
Selain itu, PHA dan polimer yang di buat dari PHA dan telah dibuang ke
lingkungan dapat didegradasi oleh enzim-enzim PHA ekstraseluler depolimerase
yang diekskresikan oleh bermacam-macam bakteri dan jamur (Lee dan Choi,
Tabel 1. Mikroorganisme pendegradasi PHA
EKOSISTEM ORGANISME
Tanah Acidovorax delafieldii; Acremonium sp.; Acidovorax facilis; Arthrobacter viscosus; Aspergilus fumigatus; Bacillus polymyxa; Cephalosphorium sp.; Cythopaga johnsonae; Eupenicillium sp.; Mucor sp.; Paecilomyces marquandii; Penicillium dametzii; Penicillium chermisinum; Penicillium daelae; Penicillium funiculosum; Penicillium ochlochloron; Penicillium resrictum; Polyporus circinatus; Pseudomonas lemoignei; Pseudomonas syringae; Xanthomonas manophilia; dan Zooglea ramigera.
Tanah, kompos Acidovorax facilis; Aspergilus sp.; Aspergilus penicilloides; Bacillus megaterium; Penicillium simplicissimum; Pseudomonas sp.; Stertomyces sp.; san Variovorax paradoxus.
Lumpur buangan Alcaligenes faecalis
Sedimen estuaria Ilyobacter delafieldii
Air Danau Comamonas acidovorans; Pseudomonas cepacia; Pseudomonas stutzeri dan Pseudomonas vesicularis.
Air Laut Comamonas testosterone
Laboratorium Pseudomonas pickettii
Kompos Verticillium leptobactrum
Sumber : Brandl et al. (1995)
Terdapat 295 mikroba dominan yang mampu mendegradasi PHB dan
PHB-co-PHV dalam tanah, dimana 105 bakteri gram negatif yang sebagian besar
adalah Acidovorax facilis dan Varovorax paradoxus, 36 strain Bacillus, 68 strain
Pada umumnya pH optimum bagi kebanyakan mikroorganisme adalah
antara 5,5-8,5 atau antara 6,0-8,0 (Baker dan Herson, 1994). Tetapi beberpa
mikroorganisme dapat tumbuh dalam kondisi sangat asam atau sangat basa. Bagi
kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum adalah 4 dan 9 (Pelczar
dan Chan, 1986).
Menurut Utz et al. (1991), kecepatan pelapukan sangat tergantung dari lahan alaminya. Beberapa jenis lahan alami ini (dengan kecepatan pelapukan
semakin kecil) adalah: pelapukan dalam air buangan anaerob lebih cepat daripada
pelapukan dalam sediment laut, air buangan aerob, tanah dan air laut.
F. Biodegradasi
Biodegradasi adalah penyederhanaan sebagian atau penghancuran seluruh
bagian struktur molekul senyawa oleh reaksi-reaksi fisiologis yang dikatalisis oleh
mikroorganisme. Biodegradabilitas merupakan kata benda yang menunjukkan
kualitas yang digambarkan dengan kerentanan suatu senyawa (organik atau
anorganik) terhadap perubahan bahan akibat aktivitas-aktivitas mikroorganisme
(Madsen, 1997).
Biodegradasi adalah perubahan senyawa kimia menjadi komponen yang
lebih sederhana melalui bantuan mikroorganisme. Dua batasan tentang
biodegradasi adalah (1) Biodegradasi Tahap Pertama (Primary Biodegradation), merupakan perubahan sebagian molekul kimia menjadi komponen lain yang lebih
sederhana; (2) Biodegradasi tuntas (Ultimate Biodegradation), merupakan perubahan molekul kimia secara lengkap sampai terbentuk CO2, H2O dan
senyawa organik lain (Gledhill,1974).
Biodegradasi senyawa akan menghasilkan karbondioksida dan atau metan,
air dan biomassa (Kaplan di dalam Ching et.al, 1993). CO2 terlepas di dalam
proses respirasi, dimana karbohidrat (gula) dioksidasikan dan terbentuklah energi.
CO2 terlepas juga di dalam proses fermentasi dan di dalam proses penguraian
lainnya yang dilakukan oleh mikroorganisme. Jika zat karbon tidak terlepas lagi
ke udara, maka kehidupan akan berhenti. Di dalam sirkulasi zat karbon ini,
mikroorganisme memegang peranan penting yaitu sebagai pengurai
Degradasi secara umum terdiri atas 3 jenis, yakni: (1) degradasi kimia,
yaitu degradasi oleh zat kimia; (2) degradasi fisik yang meliputi degradasi termal,
mekanik, radiasi dan fotooksidasi; (3) biodegradasi oleh mikroorganisme seperti
jamur, bakteri dan aktinomicetes. Proses degradasi kemudian berlanjut dengan
jalan memperluas permukaan melalui pengikisan dan pelubangan material
polimer. Dengan adanya pengikisan dan pelubangan ini, maka kecepatan
degradasi akan meningkat karena lubang yang terbentuk mempercepat difusi
oksigen dan enzim ke dalam matriks polimer (Stacy et al. 1989).
Degradabilitas merupakan sifat senyawa kimia yang sangat penting untuk
menentukan toksisitas senyawa tersebut bagi lingkungan. Senyawa yang tidak
terdegradasi akan bertahan dalam lingkungan, sehingga dapat menyebabkan efek
beracun bagi biota dalam jangka waktu yang panjang. Senyawa yang dapat
didegradasi dapat dihilangkan dalam saluran pembuangan, unit pengolahan
limbah ataupun dalam lingkungan tanpa mempengaruhi keseimbangan
lingkungan. Tingkat degradasi sebuah senyawa tidak hanya bergantung dari daya
tahan molekul senyawa tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
tempat ia berada. Keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah pH,
potensial redoks, keberadaan mikroorganisme yang sesuai, ketersediaan nutrisi
yang memadai, konsentrasi senyawa dan keberadaan serta konsentrasi dari
substrat yang lain (Kristanto, 2002).
Menurut Andrady (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
biodegradabilitas senyawa polimer antara lain adalah panjang rantai molekul
polimer, kompleksitas struktur polimer dan hidrofilitas polimer. Faktor lain yang
Tabel 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biodegradabilitas
PARAMETER FAKTOR
Fisiko-Kimia Ekosistem Suhu, pH, kadar air, potensi redoks,
ketersediaan nutrisi, keberadaan
inhibitor
Mikrobiologi Ekosistem Kepadatan populasi, deversitas
mikroba, aktivitas mikroba, distribusi
spatial mikroorganisme, kemampuan
beradaptasi.
Sifat-sifat primer bahan Komposisi polimer, berat molekul,
distribusi berat molekul, suhu transisi
gelas (Tg), porositas, hidrofobisitas dan
jenis ikatan antar monomer.
Proses pembuatan bahan Jenis pembuatan, karakteristik
permukaan , ketebalan bahan dan zat
aditif dan pengisi yang digunakan.
PHA merupakan polimer biodegradable yang terakumulasi sebagai cadangan makanan dan energi pada beberapa mikroorganisme dalam kondisi yang
tidak seimbang, dimana sumber energi (karbon) yang berlimpah, sedangkan
nutrisi seperti N, P, S dan O terbatas (Lee dan Choi, 1999).
Polimer biodegradable adalah molekul-molekul besar yang dapat dihancurkan atau diuraikan oleh mikroorganisme, khususnya bakteri dan jamur.
Kriteria polimer biodegradable yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah serta
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk kultivasi PHA adalah bioreaktor skala 13
liter dengan volume kerja 10 liter, erlenmeyer, penyaring vakum, oven, shaking waterbath, termometer, neraca analitik, rotary shaking inkubator, autoklaf, pH meter, sentrifuse, homogenizer, refrigator, freezer, desikator, clean bench, aerator dan pipet mikro. Alat yang digunakan untuk casting bioplastik adalah plat kaca dan alat (tempat) yang digunakan untuk menguapkan pelarut adalah lemari asap.
Alat yang digunakan untuk pengujian biodegradasi bioplastik adalah botol yang
dirangkai menjadi biometer (modifikasi dari Andrady, 2000). Alat yang
digunakan untuk TPC (Total Plate Count) adalah cawan petri, mikro pipet, tabung ulir, Colonimetri, inkubator dan autoklaf.
Bahan-bahan untuk kultivasi bakteri dan isolasi PHA adalah nutrient broth, (NH4)2HPO4, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4 0,1 M, FeSO4.7H2O,
MnCl2.4H2O, CoSO4.7H20, CaCl2.7H2O, CuCl2.2H2O, ZnSO4.7H2O, buffer
tris-hidroklorida, NaOH, NaOCl, NH4OH dan hidrolisat pati sagu. Proses kultivasi
tersebut menggunakan strainRalstonia eutropha IAM 12368 yang diperoleh dari IAM Culture Collection, Institute of Molecular and Celular Bioscience, The University of Tokyo. Bahan yang digunakan untuk media degradasi adalah tanah dengan penambahan lumpur dan tanah tanpa penambahan Lumpur yang berasal
dari daerah Cikabayan IPB Darmaga, urea dan K2HPO4. Bioplastik yang diujikan
adalah PHA murni, PHA dengan pemlastis DMF, PEG dan DEG. Untuk bahan
analisis digunakan NaOH 0.1 N, HCl 0.1 N, nutrient agar (NA) dan aquades.
B. Metodologi
Sebelum digunakan, media tanah di uji terlebih dahulu untuk mengetahui
pH dan jumlah mikroba yang ada di dalamnya. pH diukur dengan menggunakan
pH meter. Tanah yang berbentuk padat, diencerkan dengan perbandingan tanah:air
yaitu sebesar 1:9 (gr:ml) supaya pH tanah dapat terbaca.
yang akan dihitung bakterinya diencerkan terlebih dahulu ke dalam 9 ml aquades
dalam tabung ulir yang telah disterilisasi. Pada pengenceran ke 4 diambil
sampelnya sebanyak 1 ml dan dituangkan ke dalam cawan petri, kemudian
dimasukkan nutrient agar ke dalam cawan tersebut sehingga tercampur antara
sampel dan agar. Nutrient agar digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri
yang akan dihitung. Cawan yang telah berisi sampel dan agar dimasukkan ke
dalam inkubator selama 48 jam. Pada jam ke 48, bakteri yang ada dalam cawan
dihitung dengan menggunakan alat Colonimetri.
Bioplastik yang akan di uji biodegradasi adalah bioplastik PHA murni,
PHA dengan pemlastis DMF, PHA dengan pemlastis DEG dan PHA dengan
pemlastis PEG. Bioplastik yang digunakan adalah hasil kultivasi PHA dan casting
dari PHA yang ditambah pemlastis. Diagram alir proses kultivasi PHA dapat
dilihat pada Lampiran 1. Sebelum pembentukan plastik, untuk menghasilkan PHA
dari cairan hasil kultivasi diperlukan proses hilir cairan kultivasi sehingga
menghasilkan PHA. Diagram alir proses hilir dapat dilihat pada Lampiran 2.
Setelah dihasilkan PHA dari proses hilir, pembuatan bioplastik hasil perpaduan
antara PHA dengan pemlastis bisa dilakukan. Diagram alir proses pembuatan
bioplastik dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pengujian biodegradasi ini diawali dengan mempersiapkan terlebih dahulu
media pendegradasi, kemudian menebarkannya ke dalam labu erlenmeyer agar
suhu, kelembaban, kadar oksigen, serta penyebaran mikroba merata di tiap bagian.
Mikroba yang terdapat dalam media tersebut dapat dipercepat pertumbuhannya
dengan cara menambahkan urea dan K2HPO4 sebesar 0,1 % dan 0,05 % dari bobot
substrat bioplastik yang digunakan. Bioplastik yang diuji adalah bioplastik
berbobot ±0,1 gram. Bioplastik tersebut diletakkan diantara tumpukan media,
sehingga diharapkan dapat didegradasi secara merata. Diagram alir pengujian
biodegradasi bioplastik dapat dilihat pada Lampiran 4.
Penghitungan CO2 hasil biodegradasi dapat dilakukan dengan
menggunakan botol yang dirangkai menjadi biometer (Andrady, 2000). Natrium
hidroksida (NaOH) 0,1 N sebanyak 50 ml ditempatkan dalam botol 1.
Biodegradasi akan berlangsung dan menghasilkan CO2 yang mengalir dari botol 2
1 dianalisa untuk mengetahui jumlah CO2 yang dihasilkan pada saat proses
biodegradasi. Pengukuran CO2, yaitu dengan cara menambahkan 2 tetes indikator
fenolpthalein (PP) ke dalam erlenmeyer yang berisi NaOH yang telah menangkap
CO2 yang dihasilkan. Larutan HCl ditambahkan pada larutan tersebut sampai
warna merah menghilang. Proses dilanjutkan dengan menambahkan 2 tetes
indikator metil jingga dan dititrasi kembali dengan HCl 0,1 N sampai warna
kuning berubah menjadi merah muda. Jumlah HCl yang ditambahkan pada tahap
kedua titrasi berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi oleh
larutan NaOH atau dihasilkan pada proses biodegradasi PHA. Setelah itu
dilakukan konversi ml HCl yang digunakan sebagai titran pada titrasi kedua
menjadi mg CO2 dengan menggunakan mol ekivalen HCl = mol ekivalen CO2.
Jadi 1 ml 0,1 N HCl = 4,4 mg CO2. Diagram alir pengukuran kadar CO2 dapat
dilihat pada Lampiran 5. Reaksi yang terjadi dalam titrasi (sampel dan blanko)
adalah sebagai berikut:
1) . Perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna (indikator PP)
Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3
2) . Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda (indikator Metil Jingga)
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2
Jumlah CO2 yang dihasilkan dalam biometer dibandingkan dengan blanko,
kemudian dilakukan penggantian labu setiap 2 hari sekali selama 50 hari atau
sampai perbedaan CO2 yang didapatkan pada labu uji dan labu blanko menjadi
nol. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Pengujian ini akan
menghasilkan kurva hubungan antara produksi CO2 dan waktu serta perbandingan
laju biodegradasi bioplastik dengan pemlastis yang berbeda (Andrady, 2000).
Selain penghitungan atau pengukuran CO2, dilakukan penghitungan persen
kehilangan bobot yang menunjukkan terjadinya proses biodegradasi. Rumus
penghitungan persentase kehilangan bobot adalah sebagai berikut:
Persentase Kehilangan Bobot (%) = Bobot awal (gr) - Bobot Akhir (gr) x 100%
Bobot Awal
Penghitungan laju produksi CO2 yang dilakukan adalah penghitungan laju
produksi CO2 harian dilakukan dengan cara membagi produksi CO2 per 2 hari.
Rumus penghitungan laju produksi CO2 harian adalah sebagai berikut:
Laju Produksi CO2 Harian = Produksi CO2 tiap analisa
2
Sedangkan Rumus penghitungan laju produksi CO2 akumulasi harian adalah
sebagai berikut:
Laju Produksi CO2 Harian = Produksi CO2 akumulasi harian
Akumulasi hari
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan Maret-Desember 2006. Penelitian persiapan
bahan baku dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, dan penelitian uji biodegradasi
dilaksanakan di Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Pengemasan
Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB. Pengujian biodegradasi
dilakukan pada media tanah berlumpur yang berasal dari daerah Cikabayan IPB
Darmaga, berlangsung selama 50 hari dan analisa CO2 dilakukan setiap dua hari
sekali. Bioplastik yang diuji adalah bioplastik PHA murni, PHA dengan pemlastis
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Bioplastik
Bioplastik yang akan diuji tingkat biodegradabilitasnya pada penelitian ini
adalah plastik yang dihasilkan Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai substratnya. Pembuatan bioplastik diawali dengan proses kultivasi
Ralstonia eutropha sehingga menghasilkan cairan kultivasi yang kemudian cairan tersebut harus melalui proses hilir, sehingga dapat menghasilkan bubuk PHA
sebagai bahan baku dalam pembuatan bioplastik. Cairan kultivasi harus
mengalami proses hilir karena tidak semua cairan tersebut dapat digunakan untuk
pembuatan bioplastik. Proses hilir dilakukan melalui dua tahap yaitu digest
dengan NaOH dan ekstraksi dengan pelarut. Digest dengan NaOH dimaksudkan untuk mengikat kotoran-kotoran yang masih tercampur dalam cairan hasil
kultivasi. Proses tersebut dilakukan dengan cara sentrifugasi yaitu memisahkan
PHA dari pengotor. Produk yang dihasilkan berupa PHA berwarna cokelat dan
memiliki kadar air yang tinggi, sehingga perlu dilakukan pengeringan.
Pengeringan PHA menggunakan oven. PHA hasil sentrifugasi dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. PHA Basah hasil sentrifugasi
PHA kering yang dihasilkan belum bisa digunakan sebagai bahan baku
untuk pembuatan bioplastik, karena masih ada kotoran-kotoran yang terdapat
didalamnya. Penghilangan kotoran dilakukan dengan cara melarutkan PHA dalam
kloroform (ekstraksi). Penggunaan kloroform yaitu untuk melarutkan PHA
sehingga dapat dilakukan pemisahan antara PHA dengan pengotor. PHA hasil
Gambar 6. PHA hasil ekstraksi yang telah mengalami pengecilan ukuran
PHA hasil ekstraksi digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
bioplastik melalui proses pencampuran antara PHA dengan pemlastis.
Penggunaan variasi persentase pemlastis dimaksudkan untuk mengetahui pada
persentase berapa bioplastik dengan karakteristik yang terbaik dapat dihasilkan.
Bioplastik yang memiliki karakteristik yang terbaik adalah bioplastik hasil
pencampuran PHA dengan DMF 25% (Juari, 2006), PHA dengan DEG 20%
(Delvia, 2007) dan PHA dengan PEG 30% (Rais, 2007). Karakteristik bioplastik
terbaik yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3 dan bioplastik yang merupakan
produk akhir dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 3. Karakteristik Bioplastik (Juari, 2006; Rais, 2007 dan Delvia, 2007)
Bioplastik Kuat Tarik (MPa)
Perpanjangan Putus (%)
Titik Leleh (Tm) (oC)
PHA+DMF 25% 3,382 23,88 166,71
PHA+PEG 30% 0,083 8,635 158,95
PHA+DEG 20% 0,07 7,01 167,51
PHA murni 3,571 7,00 168,72
Dari Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan karakteristik plastik dengan
variasi pemlastis. Bioplastik dengan pemlastis DMF menghasilkan kuat tarik
sebesar 3,382 MPa dan lebih tinggi dari pada bioplastik dengan penambahan
pemlastis DEG serta PEG. Kuat tarik yang tinggi menunjukkan tingginya
kekuatan bahan tersebut dalam menahan gaya yang diberikan.
Perpanjangan putus merupakan perubahan panjang material sampai
material tersebut putus akibat menerima gaya regangan. Penambahan pemlastis
dapat meningkatkan perpanjangan putus karena terbentuknya ikatan antara PHA
dengan pemlastis sehingga mobilitas molekul akan mengalami peningkatan.
Titik leleh merupakan salah satu sifat termal suatu polimer ketika polimer
tersebut mengalami perubahan sifat/bentuk karena peningkatan atau penurunan
suhu. Titik leleh bioplastik dengan penambahan pemlastis PEG, DMF dan DEG
secara berturut-turut adalah 158,95oC; 166,71oC dan 167,51 oC, sedangkan titik
leleh PHA murni adalah 168,72 (Rais,2007; Juari 2007 dan Delvia, 2007).
Bioplastik dengan penambahan PEG memiliki titik leleh yang lebih rendah,
sehingga bioplastik tersebut akan mudah mengalami perubahan sifat atau bentuk
daripada bioplastik yang lainnya.
B. Karakteristik Media
Mengetahui karakterisitik media diperlukan untuk mengetahui jumlah
mikroorganisme yang berperan dalam proses biodegradasi serta kondisi yang
mendukung berlangsungnya degradasi polimer. Media yang digunakan dalam
proses biodegradasi adalah media padat atau tanah dengan dua perlakuan yaitu
tanah dengan penambahan lumpur dan tanah tanpa penambahan lumpur.
Parameter yang diukur dan dihitung untuk mengetahui karakteristik media adalah
pH dan jumlah mikroorganisme. pH media tanah perlu diketahui untuk
memperkirakan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada media tanah sesuai
dengan referensi yang telah ada serta untuk mengetahui perbedaan pH sebelum
dengan pH sesudah proses biodegradasi berlangsung. Hasil pengukuran pH tanah
0.00
Gambar 8. Kurva Perubahan pH Media Pendegradasi
Pada pengukuran awal yang dilakukan adalah pengukuran pH tanah, pH
lumpur dan pH campuran tanah dengan lumpur. Hasil pengukuran menunjukkan
bahwa tanah yang digunakan memiliki nilai pH sebesar 5,32; nilai pH lumpur
sebesar 5,49 dan pH campuran antara tanah dengan lumpur yaitu 5,42. Ketiga
nilai pH tersebut masih berada dalam selang pH pertumbuhan mikroorganisme
yang toleran dalam media tanah yaitu antara 4-9. Jadi dalam kondisi tanah dan
lumpur yang alami, proses degradasi dapat berlangsung karena mikroorganisme
yang berperan sebagai pengurai masih bisa mempertahankan hidupnya meski
dalam kondisi asam. Nilai pH tanah dan lumpur yang menunjukkan asam
mengakibatkan pH campuran tanah dan lumpur masih pada selang asam yaitu
sebesar 5,42.
pH awal media pendegradasi menunjukkan kondisi asam, akan tetapi pH
akhir setelah proses degradasi dihentikan menunjukkan tingkat keasaman yang
menurun atau penetralan (pH mendekati 7). Kondisi penetralan terjadi karena
selain pemutusan ikatan molekul polimer, proses biodegradasi pun merupakan
proses mineralisasi yang menghasilkan CO2, air dan energi. Oleh karena itu,
kondisi tanah yang tergolong asam kuat akan mengalami penurunan tingkat
keasaman dikarenakan adanya penambahan air pada media pendegradasi.
pH akhir antar media menunjukkan nilai yang berbeda dikarenakan bahan
atau bioplastik yang diuji bervariasi, sehingga perbedaan jenis pemlastis pun dapat
dengan pH awal, karena faktor yang mempengaruhi pH lebih sedikit dibandingkan
dengan tanah yang diberi polimer atau sampel bioplastik.
Kondisi pH telah mendukung berlangsungnya proses biodegradasi, akan
tetapi masih diperlukan informasi mengenai jumlah mikroorganisme yang mampu
mendegradasi bioplastik dari awal sampai akhir berlangsungnya proses
biodegradasi. Untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan penghitungan
mikroorganisme dengan metode TPC (Total Plate Count) dan Colonimetri sebagai alat penghitungan. Proses penghitungan bakteri dilakukan pada media
tanah, lumpur dan campuran tanah dengan lumpur pada awal degradasi serta
semua media dengan sampel yang berbeda pada akhir degradasi. Hasil
pengukuran dapat dilihat pada Gambar 9.
0.00
Total Mikroorganisme Aw al Total Mikroorganisme Akhir
Gambar 9. Kurva Total Mikroorganisme Media Pendegradasi
Sama halnya dengan pH, penghitungan total mikroorganisme pun
dilakukan pada awal dan akhir proses degradasi. Pada awal degradasi, total
mikroorganisme yang ada dalam media lebih sedikit jika dibandingkan dengan
total mikroorganisme saat media setelah proses degradasi. Total mikroorganisme
pada lumpur lebih banyak daripada tanah, karena lumpur merupakan tanah yang
tergenang sehingga bakteri yang hidup didalamnya lebih bervariasi, misalnya
adanya bakteri anaerobik fakultatif yang bisa hidup pada kondisi kekurangan
Total mikroba pada tanah maupun campuran tanah dengan lumpur yang
digunakan sebagai media degradasi PHA dan PHA+DEG lebih banyak
dibandingkan yang lainnya, karena pada kondisi tersebut mikroorganisme mampu
menggunakan bioplastik sebagai bahan nutrisinya. Media yang digunakan untuk
degradasi bioplastik dengan pemlastis DMF dan PEG memiliki total
mikroorganisme yang lebih sedikit karena pada kondisi tersebut mikroorganisme
sulit mempertahankan dirinya dengan keterbatasan kemampuan mendegradasi
bioplastik sehingga nutrisi yang dibutuhkan terbatas.
C. Biodegradasi Bioplastik
Polimer bersifat bidegradable ketika polimer tersebut dapat terurai secara alami. Tingkat biodegradabilitas antar polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya total mikroba yang berperan sebagai pengurai, ketebalan polimer, dan
jenis pemlastis yang ditambahkan serta kondisi media yang digunakan.
a. Perbedaan Media Pendegradasi
Penelitian yang dilakukan menggunakan dua perlakuan media yaitu media
tanah dengan penambahan lumpur dan tanah tanpa penambahan lumpur.
Bioplastik yang diuji adalah PHA murni, PHA+DMF, PHA+DEG dan PHA+PEG
dengan blanko atau tanah tanpa sampel bioplastik sebagai kontrol atau
pembanding.
Penambahan lumpur pada tanah meningkatkan degradasi PHA daripada
tanah tanpa penambahan lumpur. Keberhasilan proses degradasi dilihat dari
jumlah CO2 yang dihasilkan selama proses berlangsung. Total CO2 yang
dihasilkan oleh masing-masing perlakuan (blanko, PHA murni, PHA+DMF,
PHA+DEG dan PHA+PEG) dapat dilihat pada lampiran 6-15. Pada Lampiran 6
dan 7, produksi CO2 blanko dari hari ke 0 cenderung meningkat sampai hari ke 12
karena mikroba masih mampu mempertahankan hidupnya tanpa harus menambah
nutrisi. Proses degradasi mulai hari ke 14 sampai hari ke 50 cenderung menurun
karena nutrisi yang diperlukan semakin terbatas dan tidak dapat dilakukan
penambahan tanpa adanya sumber nutrisi lain (PHA).
Produksi CO2 pada biodegradasi PHA Murni dapat dilihat pada Lampiran