• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Dengan Pemlastis Dimetil Ftalat,Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah Yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Dengan Pemlastis Dimetil Ftalat,Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah Yang Berbeda"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK

BERBASIS POLI-

β

-HIDROKSIALKANOAT (PHA)

DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL

DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN

TANAH YANG BERBEDA

oleh

MARIA ULFAH

F 34102055

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK

BERBASIS POLI-

β

-HIDROKSIALKANOAT (PHA)

DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL

DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN

TANAH YANG BERBEDA

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

oleh

MARIA ULFAH

F34102055

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK

BERBASIS POLI-

β

-HIDROKSIALKANOAT (PHA)

DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL

DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN

TANAH YANG BERBEDA

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MARIA ULFAH

F34102055

Dilahirkan di Tasikmalaya

pada tanggal 27 Mei 1983

Tanggal Lulus :

Bogor, 3 Februari 2007

Menyetujui,

Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc

(4)

MARIA ULFAH (F34102055). Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis PHA dengan Pemlastis DMF, DEG dan PEG pada Lingkungan Tanah yang Berbeda. Di bawah bimbingan Anas Miftah Fauzi dan Khaswar Syamsu. 2007.

RINGKASAN

Kemajuan teknologi mengakibatkan perubahan pola hidup manusia. Penggunaan plastik sebagai kemasan atau untuk kegunaan lainnya merupakan salah satu akibat dari adanya kemajuan teknologi. Menurut Roach (2003), konsumsi dunia terhadap plastik pada tahun 2001 menunjukkan angka sebesar 500 M- 1 Triliun kantong plastik. Pada dekade 50-an, konsumsi plastik (dunia) mencapai 5 juta ton per tahun dan pada tahun 2006 mencapai 100 juta ton per tahun. Peningkatan konsumsi sebesar ± 20% per tahun mengakibatkan penumpukan sampah yang tidak dapat didegradasi sehingga merusak keseimbangan lingkungan.

Keseimbangan lingkungan akan tetap terjaga diantaranya dengan mengurangi sampah yang tidak dapat didegradasi. Salah satu alternatif untuk mengurangi sampah plastik yaitu dengan memproduksi plastik yang ramah lingkungan. PHA merupakan salah satu produk plastik yang biodegradable. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk memproduksi PHA, diantaranya penelitian pembuatan bioplastik PHA dengan substrat minyak sawit dan DMF serta DEG yang ditambahkan sebagai pemlastis. Beda halnya dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini yang digunakan sebagai substratnya adalah hidrolisat pati sagu dan pemlastis tambahannya adalah PEG (selain DMF dan DEG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioplastik dengan penambahan pemlastis DMF 25% (Juari, 2006), bioplastik dengan pemlastis DEG 20% (Delvia, 2007) dan bioplastik dengan pemlastis PEG 30% (Rais, 2007) merupakan bioplastik yang memiliki karakteristik terbaik.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan lumpur pada media pendegradasi terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik dan mengetahui pengaruh penambahan pemlastis terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik.

Bioplastik yng dihasilkan dapat tergolong ke dalam plastik yng ramah lingkungan apabila mudah atau dapat terdegradasi secara alami. Pengujian biodegradasi bioplastik dapat dilakukan dengan cara penghitungan CO2 yang

dihasilkan selama proses penguraian. Penghitungan CO2 dilakukan selama 50

hari. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bioplastik PHA murni atau tanpa pemlastis maupun PHA dengan penambahan pemlastis dapat terdegradasi pada tanah. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media tanah dengan

penambahan lumpur lebih banyak dibandingkan akumulasi CO2 hasil biodegradsi

bioplastik pada media tanah tanpa penambahan lumpur. Akumulasi CO2 hasil

biodegradasi pada media tanah dengan penambahan lumpur menunjukkan angka sebesar 63,80 mg untuk PHA murni; 46,64 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,68 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 18, 04 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media

(5)

murni; 41,36 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,02 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 15,84 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG.

Laju akumulasi CO2 dari masing-masing bioplastik yaitu sebesar 1,28

mg/hari untuk PHA murni, 0,91 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,41 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,36 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah dengan penambahan lumpur) dan 1,22 mg/hari untuk PHA murni; 0,83 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,40 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,32 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah tanpa penambahan lumpur).

(6)

MARIA ULFAH. F34102055. Biodegradation Study of PHA Bioplastics added with DMF, DEG and PEG Plasticizers in a Variety Soil Media. Superviced by Anas Miftah Fauzi and Khaswar Syamsu. 2007

SUMMARY

Technology progression caused great effects to human’s life. Plastic is one of the output which is mainly used for packaging. The world consumption of polimer materials was around 500 trillion - 1 billion in 2001 (Roach, 2003). The average consumptionh of plasics was only 5 million ton per year in the 50’s, but in the year 2006 it reaches 100 million ton per year. The accumulation of plastic wastes with a persistence feature in our environment caused a serious ecological damage.

In order to solve plastic wastes problems it is necessary to produce biodegradable polimer as an alternative to replace the hazard synthetic plastics. Among the candidates for biodegradble plastics, PHAs have been drawing much attention because of their similar material properties to conventional plastics and complete biodegradability. The previous research on PHA, has developed PHA bioplastic production using palm oil substrate with an addition of DMF and DEG plasticizers. In this research, hydrolyzed sago starch is used in the production of PHA bioplastic with an addition of PEG, DMF and DEG plasticizers. The best plasticizer concentration for each plasticizers are 25% for DMF (Juari, 2006), 20% for DEG (Delvia, 2007) and 30% for PEG (Ris, 2007).

The purposes of this research are to study the sludge addition effects toward the bioplastic’s biodegradability in the degradation media, and to study the bioplastic’s plasticizers effects towards the bioplastic’s biodegradability. The bioplastic’s biodegradability can be measured by calculating CO2 production

during the degradation process (50 days).

The results of this research showed that native PHA bioplastic and PHA bioplastic with plasticizers addition could degrade well in soil media. Sludge addition into soil media produced higher CO2 accumulation than media without

media sludge addition. Media with sludge addition, accumulated CO2 about 63,80

mg for native PHA bioplastic; 46,64 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,68 mg for PHA+DMF bioplastic and 18,04 mg for PHA+PEG bioplastic. Media without sludge addition, accumulated CO2 about 60,94 mg for native PHA bioplastic;

41,36 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,02 mg for PHA+DMF bioplastic and 15,84 mg for PHA+PEG bioplastic.

The CO2 accumulation rate, in sludge added media for each bioplastics are

1,28 mg/day for native PHA bioplastic; 0,91 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,41 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,36 mg/day for PHA+PEG bioplastic. In media without sludge addition, the CO2 accumulation rate for each bioplastics

are 1,22 mg/day for native PHA bioplastic; 0,83 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,40 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,32 mg/day for PHA+PEG bioplastic.

The results of this research showed that sludge addition into soil media could increase the biodegradation rate. However, the ddition of plasticizers could inhibit the bioplastic’s biodegradation process.

(7)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

“Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA)

dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada

Lingkungan Tanah yang Berbeda” adalah karya asli saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing akademik dan referensi sebagai rujukannya.

Bogor, Februari 2007

Yang membuat pernyataan

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada

tanggal 27 Mei 1983 dari pasangan Bapak Elly Ahmad

Gozali dan Ibu Enyas Supartini. Penulis merupakan anak

ketiga dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan

di Taman Kanak-kanak PUI (Persatuan Umat Islam) tahun

1990-1991, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar di

SD PUI tahun1990-1996; di SLTPN 1 Tasikmalaya tahun

1996-1999 dan di SMUN 3 Tasikmalaya tahun 1999-2002.

Setelah lulus dari sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan di

Institut Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA

melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2002.

Selama pendidikan di IPB, penulis pernah mengikuti beberapa seminar

yang diadakan di IPB diantaranya Stadium General “ Succes Story Alumni Teknologi Industri Pertanian” (2003), Agrotechnopreuneur (2005) Blue Ocean Strategy (2006) dan “Peluang Bisnis Di Dunia Pendidikan” (2006). Selain itu, tahun 2004-2006 penulis menjadi pengajar privat di sebuah lembaga yang ada di

Bogor. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Raya

Sugarindo Inti dan menyusun laporan PL (Praktek Lapang) dengan judul

‘Mempelajari Poduksi Bersih di PT. Raya Sugarindo Inti’. Untuk menyelesaikan

tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul ‘Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda’

di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng dan Dr. Ir. Khaswar

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT., karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

yang berjudul “Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β

-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan

Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda”. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua Orang Tua (Umi dan Yaya); Teh Nouri; A Deni; Teh Rida, Aang

Yusuf, serta adik-adik dan keponakan (Mina, Deden, Dinda dan Raqa), atas

dukungan, do’a dan semua bantuan yang sangat diperlukan oleh penulis.

2. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku dosen pembimbing 1 yang

memberikan bimbingan selama penulis melangsungkan pendidikan di TIN

FATETA IPB.

3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc selaku dosen pembimbing 2 yang berkenan

memberikan bimbingan pada saat penelitian sampai penulis bisa

menyelesaikan tugas akhir.

4. Ir. Muslich, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan,

bimbingan dan saran dalam memperbaiki tugas akhir ini.

5. Savitri, Arban, Juari, Vico, Eva, Dosi, Dede dan Iwal yang telah bekerjasama

dan memberikan masukan kepada penulis untuk perbaikan dalam penyusunan

skripsi ini.

6. Mba Desi, Kurnia dan Yuli yang selalu memberi bantuan kepada penulis

selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.

7. Kemuning Crew’s; Teh Iar, Nawang, Ima, Ayu, Nia, Fitri, Mimi dan Yani atas

kebersamaan dan kesetiakawanannya yang sangat dibutuhkan oleh penulis.

8. TIN’ers 39 yang telah menjadi teman yang terbaik bagi penulis.

9. Ibu Ega, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Sugiardi dan seluruh Laboran

Laboratorium TIN FATETA IPB serta Staf dan Karyawan TIN FATETA IPB

(10)

10. Staf dan Karyawan PAU (Pusat Antar Universitas) atas semua bantuan yang

telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi yang disusun ini belum sempurna, akan tetapi

penulis berharap hasil karya atau skripsinya ini bermanfaat bagi pembaca atau pun

dapat di realisasikan dalam kehidupan nyata.

Bogor, Februari 2007

(11)

KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK

BERBASIS POLI-

β

-HIDROKSIALKANOAT (PHA)

DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL

DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN

TANAH YANG BERBEDA

oleh

MARIA ULFAH

F 34102055

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK

BERBASIS POLI-

β

-HIDROKSIALKANOAT (PHA)

DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL

DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN

TANAH YANG BERBEDA

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

oleh

MARIA ULFAH

F34102055

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK

BERBASIS POLI-

β

-HIDROKSIALKANOAT (PHA)

DENGAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,DIETIL GLIKOL

DAN POLIETILEN GLIKOL PADA LINGKUNGAN

TANAH YANG BERBEDA

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MARIA ULFAH

F34102055

Dilahirkan di Tasikmalaya

pada tanggal 27 Mei 1983

Tanggal Lulus :

Bogor, 3 Februari 2007

Menyetujui,

Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc

(14)

MARIA ULFAH (F34102055). Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis PHA dengan Pemlastis DMF, DEG dan PEG pada Lingkungan Tanah yang Berbeda. Di bawah bimbingan Anas Miftah Fauzi dan Khaswar Syamsu. 2007.

RINGKASAN

Kemajuan teknologi mengakibatkan perubahan pola hidup manusia. Penggunaan plastik sebagai kemasan atau untuk kegunaan lainnya merupakan salah satu akibat dari adanya kemajuan teknologi. Menurut Roach (2003), konsumsi dunia terhadap plastik pada tahun 2001 menunjukkan angka sebesar 500 M- 1 Triliun kantong plastik. Pada dekade 50-an, konsumsi plastik (dunia) mencapai 5 juta ton per tahun dan pada tahun 2006 mencapai 100 juta ton per tahun. Peningkatan konsumsi sebesar ± 20% per tahun mengakibatkan penumpukan sampah yang tidak dapat didegradasi sehingga merusak keseimbangan lingkungan.

Keseimbangan lingkungan akan tetap terjaga diantaranya dengan mengurangi sampah yang tidak dapat didegradasi. Salah satu alternatif untuk mengurangi sampah plastik yaitu dengan memproduksi plastik yang ramah lingkungan. PHA merupakan salah satu produk plastik yang biodegradable. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk memproduksi PHA, diantaranya penelitian pembuatan bioplastik PHA dengan substrat minyak sawit dan DMF serta DEG yang ditambahkan sebagai pemlastis. Beda halnya dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini yang digunakan sebagai substratnya adalah hidrolisat pati sagu dan pemlastis tambahannya adalah PEG (selain DMF dan DEG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioplastik dengan penambahan pemlastis DMF 25% (Juari, 2006), bioplastik dengan pemlastis DEG 20% (Delvia, 2007) dan bioplastik dengan pemlastis PEG 30% (Rais, 2007) merupakan bioplastik yang memiliki karakteristik terbaik.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan lumpur pada media pendegradasi terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik dan mengetahui pengaruh penambahan pemlastis terhadap tingkat biodegradabilitas bioplastik.

Bioplastik yng dihasilkan dapat tergolong ke dalam plastik yng ramah lingkungan apabila mudah atau dapat terdegradasi secara alami. Pengujian biodegradasi bioplastik dapat dilakukan dengan cara penghitungan CO2 yang

dihasilkan selama proses penguraian. Penghitungan CO2 dilakukan selama 50

hari. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bioplastik PHA murni atau tanpa pemlastis maupun PHA dengan penambahan pemlastis dapat terdegradasi pada tanah. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media tanah dengan

penambahan lumpur lebih banyak dibandingkan akumulasi CO2 hasil biodegradsi

bioplastik pada media tanah tanpa penambahan lumpur. Akumulasi CO2 hasil

biodegradasi pada media tanah dengan penambahan lumpur menunjukkan angka sebesar 63,80 mg untuk PHA murni; 46,64 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,68 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 18, 04 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG. Akumulasi CO2 hasil biodegradasi bioplastik pada media

(15)

murni; 41,36 mg untuk PHA dengan pemlastis DEG; 20,02 mg untuk PHA dengan pemlastis DMF dan 15,84 mg untuk PHA dengan pemlastis PEG.

Laju akumulasi CO2 dari masing-masing bioplastik yaitu sebesar 1,28

mg/hari untuk PHA murni, 0,91 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,41 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,36 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah dengan penambahan lumpur) dan 1,22 mg/hari untuk PHA murni; 0,83 mg/hari untuk PHA+DEG; 0,40 mg/hari untuk PHA+DMF; 0,32 mg/hari untuk PHA+PEG (pada media tanah tanpa penambahan lumpur).

(16)

MARIA ULFAH. F34102055. Biodegradation Study of PHA Bioplastics added with DMF, DEG and PEG Plasticizers in a Variety Soil Media. Superviced by Anas Miftah Fauzi and Khaswar Syamsu. 2007

SUMMARY

Technology progression caused great effects to human’s life. Plastic is one of the output which is mainly used for packaging. The world consumption of polimer materials was around 500 trillion - 1 billion in 2001 (Roach, 2003). The average consumptionh of plasics was only 5 million ton per year in the 50’s, but in the year 2006 it reaches 100 million ton per year. The accumulation of plastic wastes with a persistence feature in our environment caused a serious ecological damage.

In order to solve plastic wastes problems it is necessary to produce biodegradable polimer as an alternative to replace the hazard synthetic plastics. Among the candidates for biodegradble plastics, PHAs have been drawing much attention because of their similar material properties to conventional plastics and complete biodegradability. The previous research on PHA, has developed PHA bioplastic production using palm oil substrate with an addition of DMF and DEG plasticizers. In this research, hydrolyzed sago starch is used in the production of PHA bioplastic with an addition of PEG, DMF and DEG plasticizers. The best plasticizer concentration for each plasticizers are 25% for DMF (Juari, 2006), 20% for DEG (Delvia, 2007) and 30% for PEG (Ris, 2007).

The purposes of this research are to study the sludge addition effects toward the bioplastic’s biodegradability in the degradation media, and to study the bioplastic’s plasticizers effects towards the bioplastic’s biodegradability. The bioplastic’s biodegradability can be measured by calculating CO2 production

during the degradation process (50 days).

The results of this research showed that native PHA bioplastic and PHA bioplastic with plasticizers addition could degrade well in soil media. Sludge addition into soil media produced higher CO2 accumulation than media without

media sludge addition. Media with sludge addition, accumulated CO2 about 63,80

mg for native PHA bioplastic; 46,64 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,68 mg for PHA+DMF bioplastic and 18,04 mg for PHA+PEG bioplastic. Media without sludge addition, accumulated CO2 about 60,94 mg for native PHA bioplastic;

41,36 mg for PHA+DEG bioplastic; 20,02 mg for PHA+DMF bioplastic and 15,84 mg for PHA+PEG bioplastic.

The CO2 accumulation rate, in sludge added media for each bioplastics are

1,28 mg/day for native PHA bioplastic; 0,91 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,41 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,36 mg/day for PHA+PEG bioplastic. In media without sludge addition, the CO2 accumulation rate for each bioplastics

are 1,22 mg/day for native PHA bioplastic; 0,83 mg/day for PHA+DEG bioplastic; 0,40 mg/day for PHA+DMF bioplastic and 0,32 mg/day for PHA+PEG bioplastic.

The results of this research showed that sludge addition into soil media could increase the biodegradation rate. However, the ddition of plasticizers could inhibit the bioplastic’s biodegradation process.

(17)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

“Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA)

dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada

Lingkungan Tanah yang Berbeda” adalah karya asli saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing akademik dan referensi sebagai rujukannya.

Bogor, Februari 2007

Yang membuat pernyataan

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada

tanggal 27 Mei 1983 dari pasangan Bapak Elly Ahmad

Gozali dan Ibu Enyas Supartini. Penulis merupakan anak

ketiga dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan

di Taman Kanak-kanak PUI (Persatuan Umat Islam) tahun

1990-1991, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar di

SD PUI tahun1990-1996; di SLTPN 1 Tasikmalaya tahun

1996-1999 dan di SMUN 3 Tasikmalaya tahun 1999-2002.

Setelah lulus dari sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan di

Institut Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA

melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2002.

Selama pendidikan di IPB, penulis pernah mengikuti beberapa seminar

yang diadakan di IPB diantaranya Stadium General “ Succes Story Alumni Teknologi Industri Pertanian” (2003), Agrotechnopreuneur (2005) Blue Ocean Strategy (2006) dan “Peluang Bisnis Di Dunia Pendidikan” (2006). Selain itu, tahun 2004-2006 penulis menjadi pengajar privat di sebuah lembaga yang ada di

Bogor. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Raya

Sugarindo Inti dan menyusun laporan PL (Praktek Lapang) dengan judul

‘Mempelajari Poduksi Bersih di PT. Raya Sugarindo Inti’. Untuk menyelesaikan

tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul ‘Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda’

di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng dan Dr. Ir. Khaswar

(19)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT., karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

yang berjudul “Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β

-Hidroksialkanoat (PHA) dengan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan

Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda”. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua Orang Tua (Umi dan Yaya); Teh Nouri; A Deni; Teh Rida, Aang

Yusuf, serta adik-adik dan keponakan (Mina, Deden, Dinda dan Raqa), atas

dukungan, do’a dan semua bantuan yang sangat diperlukan oleh penulis.

2. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku dosen pembimbing 1 yang

memberikan bimbingan selama penulis melangsungkan pendidikan di TIN

FATETA IPB.

3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc selaku dosen pembimbing 2 yang berkenan

memberikan bimbingan pada saat penelitian sampai penulis bisa

menyelesaikan tugas akhir.

4. Ir. Muslich, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan,

bimbingan dan saran dalam memperbaiki tugas akhir ini.

5. Savitri, Arban, Juari, Vico, Eva, Dosi, Dede dan Iwal yang telah bekerjasama

dan memberikan masukan kepada penulis untuk perbaikan dalam penyusunan

skripsi ini.

6. Mba Desi, Kurnia dan Yuli yang selalu memberi bantuan kepada penulis

selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.

7. Kemuning Crew’s; Teh Iar, Nawang, Ima, Ayu, Nia, Fitri, Mimi dan Yani atas

kebersamaan dan kesetiakawanannya yang sangat dibutuhkan oleh penulis.

8. TIN’ers 39 yang telah menjadi teman yang terbaik bagi penulis.

9. Ibu Ega, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Sugiardi dan seluruh Laboran

Laboratorium TIN FATETA IPB serta Staf dan Karyawan TIN FATETA IPB

(20)

10. Staf dan Karyawan PAU (Pusat Antar Universitas) atas semua bantuan yang

telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi yang disusun ini belum sempurna, akan tetapi

penulis berharap hasil karya atau skripsinya ini bermanfaat bagi pembaca atau pun

dapat di realisasikan dalam kehidupan nyata.

Bogor, Februari 2007

(21)

DAFTAR ISI

E. TANAH DAN MIKROORGANISME PENDEGRADASI ... 8

F. BIODEGRADASI ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14

A. ALAT DAN BAHAN ... 14

B. METODOLOGI ... 14

C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. KARAKTERISTIK BIOPLASTIK ... 18

B. KARAKTERISTIK MEDIA ... 20

C. BIODEGRADASI BIOPLASTIK ... 23

a. Perbedaan Media Pendegradasi ... 23

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Mikroorganisme Pendegradasi PHA ... 10

Tabel 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biodegradabilitas ... 13

Tabel 3. Karakteristik Bioplastik ... 19

Tabel 4. Perubahan Bobot Bioplastik Pada Media dengan Lumpur ... 60

Tabel 5. Perubahan Bobot Pada Media Tanpa Lumpur ... 60

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Rantai PHA ... 5

Gambar 2. Struktur Rantai Dimetil Ftalat ... 7

Gambar 3. Struktur Rantai Dietil Glikol ... 8

Gambar 4. Struktur Rantai Polietilen Glikol ... 8

Gambar 5. PHA Basah Hasil Sentrifugasi ... 18

Gambar 6. PHA Hasil Ekstraksi ... 19

Gambar 7. Bioplastik yang merupakan produk akhir ... 19

Gambar 8. Kurva Perubahan pH Media Pendegradasi ... 21

Gambar 9. Kurva Total Mikroorganisme Media Pendegradasi ... 22

Gambar 10. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA murni ... 25

Gambar 11. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA+DMF ... 26

Gambar 12. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA+DEG ... 26

Gambar 13. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi PHA+PEG ... 27

Gambar 14. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi Bioplastik

Pada Media dengan Lumpur ... 28

Gambar 15. Kurva Produksi CO2 Biodegradasi Bioplastik

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Kultivasi PHA ... 38

Lampiran 2. Diagram Alir Proses Hilir ... 39

Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Bioplastik ... 41

Lampiran 4. Diagram Alir Pengujian Biodegradasi Bioplastik ... 42

Lampiran 5. Diagram Alir Pengukuran Kadar CO2 ... 43

Lampiran 6. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 Blanko

(dengan lumpur) ... 44

Lampiran 7. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 Blanko

(tanpa lumpur) ... 45

Lampiran 8. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA

(dengan lumpur) ... 46

Lampiran 9. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA

(tanpa lumpur) ... 47

Lampiran 10. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DMF

(dengan lumpur) ... 48

Lampiran 11. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DMF

(tanpa lumpur) ... ... 49

Lampiran 12. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DEG

(dengan lumpur) ... 50

Lampiran 13. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+DEG

(tanpa lumpur) ... 51

Lampiran 14. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+PEG

(dengan lumpur) ... 52

Lampiran 15. Rekapitulasi Pengukuran Produksi CO2 PHA+PEG

(tanpa lumpur) ... 53

Lampiran 16. Data Gabungan Hasil Rata-rata Produksi CO2

(dengan lumpur) ... 54

Lampiran 17. Data Gabungan Hasil Rata-rata Produksi CO2

(tanpa lumpur)... 55

Lampiran 18. Perubahan Laju Produksi CO2 Harian Biodegradasi

(25)

Lampiran 19. Perubahan Laju Produksi CO2 Harian Biodegradasi

(tanpa lumpur) ... 57

Lampiran 20. Perubahan Laju Produksi CO2 Akumulasi Harian

Hasil Biodegradasi (dengan lumpur) ... 58

Lampiran 21. Perubahan Laju Produksi CO2 Akumulasi Harian

Hasil Biodegradasi (tanpa lumpur) ... 59

(26)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Plastik merupakan bahan kemasan yang sangat digemari dan banyak

digunakan pada zaman modern ini, sehingga permintaan terhadap plastik terus

meningkat. Menurut Roach (2003), konsumsi (dunia) plastik pada tahun 2001

yaitu sebesar 500 Milyar sampai 1 Triliyun kantong. Informasi lain menunjukkan

bahwa konsumsi plastik (dunia) sebanyak 5 juta ton per tahun pada dekade 50-an

dan sekarang penggunaan plastik tersebut mencapai 100 juta ton per tahun. Oleh

karena itu peningkatan konsumsi plastik mencapai 20 % per tahun (Anonima,

2006). Situasi tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan

bahaya pemakaian plastik yang memiliki sifat tidak dapat diuraikan oleh

mikroorganisme, sehingga penumpukan plastik terjadi dan dapat merusak

lingkungan (Martono et al., 2002). Menurut Kristanto (2002), bahan yang mengandung senyawa kimia tertentu sebagai bahan berbahaya dan beracun jika

dilepaskan ke lingkungan, maka akan mengakibatkan pencemaran sungai, tanah

maupun udara dan akhirnya dapat menurunkan kualitas lingkungan.

Penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh penumpukan plastik

yang tidak dapat didegradasi dapat dikurangi dengan mencari atau membuat

plastik alternatif yang ramah lingkungan dan dapat terurai secara alami. Plastik

alternatif ini dapat dibuat dengan bahan yang berasal dari pertanian seperti pati

yang berasal dari singkong, sagu, ataupun jagung sebagai substratnya. Pada

penelitian kali ini bahan yang digunakan adalah pati sagu sebagai substrat dan

Ralstonia eutropha sebagai mikroorganismenya. Penggunaan sagu sebagai substrat dilakukan karena persediaan sagu di Indonesia cukup banyak dimana

Indonesia memiliki areal sagu terbesar di dunia dengan luas areal sekitar

1.128.000 hektar atau 51,3% dari 2.201.000 hektar areal sagu dunia, namun

pemanfaatannya belum maksimal (Abner dan Miftahorrahman, 2002). Selain itu,

penggunaan sagu sebagai substrat dimaksudkan untuk menurunkan biaya produksi

(27)

Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) merupakan salah satu poliester yang

memiliki kekuatan dan kekerasan yang baik, serta dapat divariasikan untuk

berbagai penggunaan dengan cara mengubah komposisinya. PHA pun telah

memiliki image atau citra plastik yang dapat didegradasi secara biologis dan kompatibel.

Penelitian terdahulu telah mencoba membuat plastik dengan minyak sawit

sebagai substratnya, Ralstonia eutropha sebagai mikroorganisme, serta Dimetil Ftalat (DMF) dan Dietil Glikol (DEG) sebagai pemlastisnya. Plastik hasil

penelitian tersebut kemudian diuji tingkat biodegradabilitasnya dalam media padat

buatan (tanah). Pengujian biodegradsi tersebut menghasilkan kesimpulam bahwa

penambahan pemlastis dalam pembuatan plastik berpengaruh terhadap tingkat

degradasi plastik yaitu menurunkan tingkat degradabilitas plastik. PHA yang

ditambah pemlastis DMF lebih sulit didegradasi dibandingkan dengan PHA yang

ditambah pemlastis DEG. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan

oleh PHA+DEG dan PHA+DMF berturut-turut sebesar 38,75 mg dan 36,54 mg

(Santo, 2003).

Pada penelitian terdahulu, tanah yang digunakan sebagai media degradasi

yaitu tanah tanpa adanya perlakuan. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini

dicoba menggunakan tanah dengan dua perlakuan yaitu tanah dengan penambahan

lumpur dan tanah tanpa penambahan lumpur. Lumpur yang digunakan adalah

lumpur sawah, karena lumpur sawah memiliki sifat yang mirip dengan tanah

dimana lumpur tersebut merupakan tanah yang tergenang akan tetapi jenis

mikroorganisme yang hidup di dalamnya yaitu jasad renik anaerob fakultatif. Jadi

dengan penambahan lumpur dimaksudkan untuk menambah variasi

mikroorganisme yang dapat mendegradasi bioplastik.

Plastik yang diuji biodegradasinya adalah plastik dengan penambahan

pemlastis DMF 25%, DEG 20% dan PEG 30% yang merupakan plastik terbaik

(28)

B. Tujuan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu:

1) . Mengetahui pengaruh penambahan lumpur pada media tanah terhadap laju

biodegradasi bioplastik PHA.

2) . Mengetahui pengaruh penambahan pemlastis Dimetil Ftalat (DMF), Dietil

Glikol (DEG) dan Polietilen Glikol (PEG) terhadap biodegradasi

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Substrat Pati Sagu

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur

rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain

mempunyai rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa

sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1989).

Sirup glukosa (hidrolisat pati) adalah cairan jernih dan kental dengan

komponen utama glukosa dan diperoleh dari hidrolisa pati dengan cara kimia atau

enzimatik (SNI 01-2978-1992). Konversi pati secara enzimatis terdiri dari dua

tahap, yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi terjadi setelah gelatinisasi

dengan adanya aktifitas enzim α-amilase yang memecah ikatan α-1,4 dibagian

dalam rantai polisakarida secara acak sampai menghasilkan glukosa, maltosa,

maltodekstrin dan α-limit dekstrin. Sakarifikasi dengan enzim amiloglukosidase

(AMG) selanjutnya akan mengubah maltodekstrin menjadi glukosa. Tidak seperti

likuifikasi yang hanya memakan waktu sekitar 60 menit, sakarifikasi biasanya

memakan waktu yang lebih lama yaitu 24-96 jam.

B. Poli-β-Hidroksialkanoat

Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) adalah suatu famili poliester termoplastis

bermolekul tinggi yang terbentuk secara alami atau melalui cara bioteknologi

khusus (Utz et al., 1991 ). Menurut Lee dan Choi (1999), PHA terbagi dalam dua kelompok berdasarkan jumlah unit monomernya yaitu PHA berantai pendek

(30)

Gambar 1. Struktur PHA (Atkinson dan Mavituna, 1991)

Timmins et al. (1993) menyatakan bahwa PHA dibentuk dalam sitoplasma sel dalam bentuk granula yang sebagian dapat menjadi kristal dan sebagian lagi

tidak. Granula tersebut mengandung PHA depolimerase yang terdapat dalam

membran protein atau pada sitoplasma yang menyebabkan terjadinya degradasi

polimer. PHA memiliki karakterisktik kimia dan fisik yang dibutuhkan bagi

penggunaannya sebagai termoplastik komersial. Polimer ini dapat digunakan lebih

lanjut melalui pencetakan larutan maupun pelelehan untuk membentuk serat, film,

plastik fleksibel dan plastik rigid.

Kelompok poliester PHA terdiri atas: (1) poli-β-hidroksibutirat (PHB) denga metil sebagai gugus alkilnya, (2) poli-β-hidroksivalerat (PHV) dengan etil

sebagai alkilnya, (3) poli-β-hidroksikaproat (PHC) dengan propil sebagai gugus

alkilnya, (4) poli-β-hidroksiheptanoat (PHH) dengan butil sebagai gugus alkilnya, (5) β-hidroksioktanoat (PHO) dengan pentil sebagai gugus alkilnya, (6) hidroksinonanoat (PHN) dengan heksil sebagai gugus alkilnya, (7) poli-β-hidroksidekanoat (PHD) dengan heptil sebagai gugus alkilnya, (8) poli-β

-hidroksiundekanoat (PHUD) dengan oktil sebagai gugus alkilnya, dan (9) poli-β

-hidroksidodekanoat (PHOD) dengan nonil sebagai gugus alkilnya (Atkinson dan

Mavituna, 1991).

Menurut Ayorinde et al. (1998), galur-galur bakteri yang dikenal dapat memproduksi PHA adalah Pseodomonas oleovorans, Alcaligenes extorquens dan

Pseudomonas cepacia. Galur-galur bakteri tersebut dan sumber karbon yang digunakan sangat berpengaruh terhadap PHA yang dihasilkan.

(31)

Menurut Dawes dan Sutherland (1976), PHA tergolong homopolimer mikroba

linier yang tersusun atas monomer yang sama.

Holmes (1986) menyatakan bahwa PHB dan kopolimer-kopolimernya

dapat didegradasi secara sempurna oleh berbagai bakteri dan jamur menjadi

karbondioksida, air dan energi. Enzim ekstraseluler yang dikeluarkan oleh

organisme akan membelah molekul PHB di permukaan polimer. Selain itu,

membran lipida bakteri mengandung dua PHB depolimerase spesifik yang

berbeda. Enzim yang satu dapat memecah polimer berbobot molekul tinggi

menjadi dimer, sedangkan enzim yang lainnya memecah dimer menjadi monomer.

Poli-β-Hidroksibutirat (PHB) adalah termoplastik biodegradable yang disintesis oleh mikroorganisme. Di dalam sel, PHB adalah cadangan makanan

intraseluler yang disintesis selama kondisi pertumbuhan tidak seimbang. Beberapa

bakteri mampu mensintesis dan mengakumulasi PHB selama fase pertumbuhan

stasioner saat sel kekurangan zat nutrisi tetapi sumber karbon berlebih.

(Toshiomi,1997).

PHB adalah materi atau bahan dengan berbagai sifat yang diinginkan,

contohnya serat kaca (glass fiber) yang ditambahkan dapat meningkatkan kekuatan tarik. PHB juga sesuai untuk jaringan tubuh manusia dan memiliki sifat

barrier atau menghambat terhadap gas yang serupa dengan film-film pelapis yang terbaik. PHB bersifat biodegradable dan apabila dicampurkan dengan polimer yang bukan biodegradable dapat menghasilkan plastik biodegradable (bioplastik) (Toshiomi, 1997).

C. Ralstonia eutropha

Bakteri Ralstonia eutropha dahulu lebih dikenal dengan nama Alcaligenes eutrophus. Genus bakteri Ralstonia eutropha mampu menyimpan PHB dalam jumlah yang cukup besar (menurut Schlegel dan Gottschalk, 1962 yang dikutif

dalam Lafferty, 1988).

Ralstonia eutropha merupakan bakteri kemoautotrof fakultatif yang dapat mengakumulasi PHA sebagai cadangan energi dalam kondisi kultur yang

mengandung sedikit mineral atau oksigen. Akumulasi PHA terjadi setelah kondisi

(32)

pada kondisi keterbatasan oksigen dibandingkan kondisi keterbatasan amonium.

Ralstonia eutropha mampu mengakumulasi hingga 80 % polimer dalam bobot kering sel (Chakraborty, 2004).

Ralstonia eutropha berbentuk batang, batang bulat maupun bulat dengan diameter 0,5-1,0 mikrometer dan panjang 0,5-2,6 mikrometer. Koloni Ralstonia eutropha pada nutrient agar tidak berwarna, uji oksidase dan katalase positif dan biasanya tidak menghidrolisis selulosa, gelatin dan DNA (Ishizaki dan Tanaka,

1991).

D. Pemlastis

Pemlastis adalah bahan kimia dengan bobot molekul kecil yang tidak

mudah menguap. Penambahan pemlastis dimaksudkan untuk memperbaiki sifat

plastik sehingga dapat mengakibatkan terjadinya modifikasi pada susunan tiga

dimensi molekul, menurunkan gaya tarik intermolekul, meningkatkan mobilitas

rantai dan menurunkan Tg (glass transition temperature) bahan amorf (Cuq, 1997).

Dimetil Ftalat (DMF) dapat larut dalam alkohol, eter dan kloroform serta

memiliki titik didih 134-138oC. penampakan Dimetil Ftalat adalah tidak berwarna

dan tidak berbau (MERCK, 1999). Struktur kimia Dimetil Ftalat dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Dimetil Ftalat (MERCK, 1999)

Dietil Glikol (DEG) merupakan pemlastis dengan senyawa yang tidak

berwarna, hampir tidak berbau, higroskopik dan memiliki rasa manis yang tajam,

dan titik didih 244-245oC. Dietil Glikol dapat bercampur dengan air, alkohol, eter,

(33)

benzene dan toluene (MERCK, 1999). Struktur kimia DEG dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Struktur DEG (MERCK, 1999)

Polietilen Glikol (PEG) merupakan golongan senyawa polieter dari etilen

oksida. Rumus umum PEG adalah C2nH4n+2On+1 dengan bobot molekul rata-rata

sesuai dengan angka yang tertera setelahnya. PEG 400 misalnya, memiliki bobot

molekul rata-rata 400 g/mol atau berkisar antara 380-420 g/mol (Anonimb, 2006).

Struktur kimia PEG dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur PEG (MERCK, 1999)

E. Tanah dan Mikroorganisme Pendegradasi

Tanah adalah suatu benda alam yang menempati lapisan kulit bumi yang

teratas, yang terdiri atas butir tanah, air, udara, sisa tumbuhan dan hewan dan

merupakan tempat tumbuh tanaman. Lapisan tanah atas yang tebalnya antara

10-30 cm, warnanya coklat sampai kehitam-hitaman lebih gembur dan biasanya

disebut tanah olah atau tanah pertanian. Lapisan tanah atas ini merupakan tempat

hidup dan berkembangbiak semua jasad hidup tanah (Girisonta, 1981).

Sifat-sifat tanah bergantung pada besar kecilnya partikel-partikel yang

merupakan komponen tanah tersebut, misalnya tanah pasir berbeda dengan tanah

(34)

kemampuan menahan panas. Penyinaran (radiasi) dari matahari berpengaruh besar

terhadap kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Partikel tanah,

elemen-elemen, pH, udara, air, sinar, adalah komponen-komponen anorganik yang

merupakan faktor alam. Komponen-komponen anorganik maupun organik

merupakan substrat atau medium yang baik bagi kehidupan mikroorganisme.

Mikroorganisme-mikroorganisme penghuni tanah merupakan populasi campuran

dari (a) protozoa, seperti amoeba, flagelata, ciliata; (b) bakteri, seperti

Clostridium, Rhizobium; (c) Alga atau ganggang, seperti alga biru, alga hijau, diatom dan (d) jamur, terutama jamur yang bertingkat rendah seperti jamur lendir,

ragi dan Phycomycetes maupun Ascomycetes (Dwidjoseputro, 1978).

Tanah tergenang (lumpur) memiliki persediaan oksigen yang menurun

sampai mencapai nol. Laju difusi oksigen udara melalui lapisan air atau pori yang

berisi air, 10.000 kali lebih lambat daripada melalui udara atau pori yang berisi

udara. Jasad renik aerob dengan cepat menghabiskan udara yang tersisa dan

menjadi tak aktif lagi atau mati. Bakteri anaerob atau anaerob fakultatif

berkembangbiak dengan cepat dan mengambil alih proses pemecahan bahan

organik tanpa menggunakan oksigen, dan sebagai gantinya menggunakan

komponen tanah yang teroksidasi sebagai penangkap elektron (Pedro, 1993).

Terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme yang diketahui dapat

mensintesa dan mengakumulasi PHA secara intraseluler. PHA yang diakumulasi

di dalam sel dapat didegradasi oleh enzim-enzim PHA intraseluler depolimerase.

Selain itu, PHA dan polimer yang di buat dari PHA dan telah dibuang ke

lingkungan dapat didegradasi oleh enzim-enzim PHA ekstraseluler depolimerase

yang diekskresikan oleh bermacam-macam bakteri dan jamur (Lee dan Choi,

(35)

Tabel 1. Mikroorganisme pendegradasi PHA

EKOSISTEM ORGANISME

Tanah Acidovorax delafieldii; Acremonium sp.; Acidovorax facilis; Arthrobacter viscosus; Aspergilus fumigatus; Bacillus polymyxa; Cephalosphorium sp.; Cythopaga johnsonae; Eupenicillium sp.; Mucor sp.; Paecilomyces marquandii; Penicillium dametzii; Penicillium chermisinum; Penicillium daelae; Penicillium funiculosum; Penicillium ochlochloron; Penicillium resrictum; Polyporus circinatus; Pseudomonas lemoignei; Pseudomonas syringae; Xanthomonas manophilia; dan Zooglea ramigera.

Tanah, kompos Acidovorax facilis; Aspergilus sp.; Aspergilus penicilloides; Bacillus megaterium; Penicillium simplicissimum; Pseudomonas sp.; Stertomyces sp.; san Variovorax paradoxus.

Lumpur buangan Alcaligenes faecalis

Sedimen estuaria Ilyobacter delafieldii

Air Danau Comamonas acidovorans; Pseudomonas cepacia; Pseudomonas stutzeri dan Pseudomonas vesicularis.

Air Laut Comamonas testosterone

Laboratorium Pseudomonas pickettii

Kompos Verticillium leptobactrum

Sumber : Brandl et al. (1995)

Terdapat 295 mikroba dominan yang mampu mendegradasi PHB dan

PHB-co-PHV dalam tanah, dimana 105 bakteri gram negatif yang sebagian besar

adalah Acidovorax facilis dan Varovorax paradoxus, 36 strain Bacillus, 68 strain

(36)

Pada umumnya pH optimum bagi kebanyakan mikroorganisme adalah

antara 5,5-8,5 atau antara 6,0-8,0 (Baker dan Herson, 1994). Tetapi beberpa

mikroorganisme dapat tumbuh dalam kondisi sangat asam atau sangat basa. Bagi

kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum adalah 4 dan 9 (Pelczar

dan Chan, 1986).

Menurut Utz et al. (1991), kecepatan pelapukan sangat tergantung dari lahan alaminya. Beberapa jenis lahan alami ini (dengan kecepatan pelapukan

semakin kecil) adalah: pelapukan dalam air buangan anaerob lebih cepat daripada

pelapukan dalam sediment laut, air buangan aerob, tanah dan air laut.

F. Biodegradasi

Biodegradasi adalah penyederhanaan sebagian atau penghancuran seluruh

bagian struktur molekul senyawa oleh reaksi-reaksi fisiologis yang dikatalisis oleh

mikroorganisme. Biodegradabilitas merupakan kata benda yang menunjukkan

kualitas yang digambarkan dengan kerentanan suatu senyawa (organik atau

anorganik) terhadap perubahan bahan akibat aktivitas-aktivitas mikroorganisme

(Madsen, 1997).

Biodegradasi adalah perubahan senyawa kimia menjadi komponen yang

lebih sederhana melalui bantuan mikroorganisme. Dua batasan tentang

biodegradasi adalah (1) Biodegradasi Tahap Pertama (Primary Biodegradation), merupakan perubahan sebagian molekul kimia menjadi komponen lain yang lebih

sederhana; (2) Biodegradasi tuntas (Ultimate Biodegradation), merupakan perubahan molekul kimia secara lengkap sampai terbentuk CO2, H2O dan

senyawa organik lain (Gledhill,1974).

Biodegradasi senyawa akan menghasilkan karbondioksida dan atau metan,

air dan biomassa (Kaplan di dalam Ching et.al, 1993). CO2 terlepas di dalam

proses respirasi, dimana karbohidrat (gula) dioksidasikan dan terbentuklah energi.

CO2 terlepas juga di dalam proses fermentasi dan di dalam proses penguraian

lainnya yang dilakukan oleh mikroorganisme. Jika zat karbon tidak terlepas lagi

ke udara, maka kehidupan akan berhenti. Di dalam sirkulasi zat karbon ini,

mikroorganisme memegang peranan penting yaitu sebagai pengurai

(37)

Degradasi secara umum terdiri atas 3 jenis, yakni: (1) degradasi kimia,

yaitu degradasi oleh zat kimia; (2) degradasi fisik yang meliputi degradasi termal,

mekanik, radiasi dan fotooksidasi; (3) biodegradasi oleh mikroorganisme seperti

jamur, bakteri dan aktinomicetes. Proses degradasi kemudian berlanjut dengan

jalan memperluas permukaan melalui pengikisan dan pelubangan material

polimer. Dengan adanya pengikisan dan pelubangan ini, maka kecepatan

degradasi akan meningkat karena lubang yang terbentuk mempercepat difusi

oksigen dan enzim ke dalam matriks polimer (Stacy et al. 1989).

Degradabilitas merupakan sifat senyawa kimia yang sangat penting untuk

menentukan toksisitas senyawa tersebut bagi lingkungan. Senyawa yang tidak

terdegradasi akan bertahan dalam lingkungan, sehingga dapat menyebabkan efek

beracun bagi biota dalam jangka waktu yang panjang. Senyawa yang dapat

didegradasi dapat dihilangkan dalam saluran pembuangan, unit pengolahan

limbah ataupun dalam lingkungan tanpa mempengaruhi keseimbangan

lingkungan. Tingkat degradasi sebuah senyawa tidak hanya bergantung dari daya

tahan molekul senyawa tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan

tempat ia berada. Keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah pH,

potensial redoks, keberadaan mikroorganisme yang sesuai, ketersediaan nutrisi

yang memadai, konsentrasi senyawa dan keberadaan serta konsentrasi dari

substrat yang lain (Kristanto, 2002).

Menurut Andrady (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

biodegradabilitas senyawa polimer antara lain adalah panjang rantai molekul

polimer, kompleksitas struktur polimer dan hidrofilitas polimer. Faktor lain yang

(38)

Tabel 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biodegradabilitas

PARAMETER FAKTOR

Fisiko-Kimia Ekosistem Suhu, pH, kadar air, potensi redoks,

ketersediaan nutrisi, keberadaan

inhibitor

Mikrobiologi Ekosistem Kepadatan populasi, deversitas

mikroba, aktivitas mikroba, distribusi

spatial mikroorganisme, kemampuan

beradaptasi.

Sifat-sifat primer bahan Komposisi polimer, berat molekul,

distribusi berat molekul, suhu transisi

gelas (Tg), porositas, hidrofobisitas dan

jenis ikatan antar monomer.

Proses pembuatan bahan Jenis pembuatan, karakteristik

permukaan , ketebalan bahan dan zat

aditif dan pengisi yang digunakan.

PHA merupakan polimer biodegradable yang terakumulasi sebagai cadangan makanan dan energi pada beberapa mikroorganisme dalam kondisi yang

tidak seimbang, dimana sumber energi (karbon) yang berlimpah, sedangkan

nutrisi seperti N, P, S dan O terbatas (Lee dan Choi, 1999).

Polimer biodegradable adalah molekul-molekul besar yang dapat dihancurkan atau diuraikan oleh mikroorganisme, khususnya bakteri dan jamur.

Kriteria polimer biodegradable yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah serta

(39)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk kultivasi PHA adalah bioreaktor skala 13

liter dengan volume kerja 10 liter, erlenmeyer, penyaring vakum, oven, shaking waterbath, termometer, neraca analitik, rotary shaking inkubator, autoklaf, pH meter, sentrifuse, homogenizer, refrigator, freezer, desikator, clean bench, aerator dan pipet mikro. Alat yang digunakan untuk casting bioplastik adalah plat kaca dan alat (tempat) yang digunakan untuk menguapkan pelarut adalah lemari asap.

Alat yang digunakan untuk pengujian biodegradasi bioplastik adalah botol yang

dirangkai menjadi biometer (modifikasi dari Andrady, 2000). Alat yang

digunakan untuk TPC (Total Plate Count) adalah cawan petri, mikro pipet, tabung ulir, Colonimetri, inkubator dan autoklaf.

Bahan-bahan untuk kultivasi bakteri dan isolasi PHA adalah nutrient broth, (NH4)2HPO4, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4 0,1 M, FeSO4.7H2O,

MnCl2.4H2O, CoSO4.7H20, CaCl2.7H2O, CuCl2.2H2O, ZnSO4.7H2O, buffer

tris-hidroklorida, NaOH, NaOCl, NH4OH dan hidrolisat pati sagu. Proses kultivasi

tersebut menggunakan strainRalstonia eutropha IAM 12368 yang diperoleh dari IAM Culture Collection, Institute of Molecular and Celular Bioscience, The University of Tokyo. Bahan yang digunakan untuk media degradasi adalah tanah dengan penambahan lumpur dan tanah tanpa penambahan Lumpur yang berasal

dari daerah Cikabayan IPB Darmaga, urea dan K2HPO4. Bioplastik yang diujikan

adalah PHA murni, PHA dengan pemlastis DMF, PEG dan DEG. Untuk bahan

analisis digunakan NaOH 0.1 N, HCl 0.1 N, nutrient agar (NA) dan aquades.

B. Metodologi

Sebelum digunakan, media tanah di uji terlebih dahulu untuk mengetahui

pH dan jumlah mikroba yang ada di dalamnya. pH diukur dengan menggunakan

pH meter. Tanah yang berbentuk padat, diencerkan dengan perbandingan tanah:air

yaitu sebesar 1:9 (gr:ml) supaya pH tanah dapat terbaca.

(40)

yang akan dihitung bakterinya diencerkan terlebih dahulu ke dalam 9 ml aquades

dalam tabung ulir yang telah disterilisasi. Pada pengenceran ke 4 diambil

sampelnya sebanyak 1 ml dan dituangkan ke dalam cawan petri, kemudian

dimasukkan nutrient agar ke dalam cawan tersebut sehingga tercampur antara

sampel dan agar. Nutrient agar digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri

yang akan dihitung. Cawan yang telah berisi sampel dan agar dimasukkan ke

dalam inkubator selama 48 jam. Pada jam ke 48, bakteri yang ada dalam cawan

dihitung dengan menggunakan alat Colonimetri.

Bioplastik yang akan di uji biodegradasi adalah bioplastik PHA murni,

PHA dengan pemlastis DMF, PHA dengan pemlastis DEG dan PHA dengan

pemlastis PEG. Bioplastik yang digunakan adalah hasil kultivasi PHA dan casting

dari PHA yang ditambah pemlastis. Diagram alir proses kultivasi PHA dapat

dilihat pada Lampiran 1. Sebelum pembentukan plastik, untuk menghasilkan PHA

dari cairan hasil kultivasi diperlukan proses hilir cairan kultivasi sehingga

menghasilkan PHA. Diagram alir proses hilir dapat dilihat pada Lampiran 2.

Setelah dihasilkan PHA dari proses hilir, pembuatan bioplastik hasil perpaduan

antara PHA dengan pemlastis bisa dilakukan. Diagram alir proses pembuatan

bioplastik dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengujian biodegradasi ini diawali dengan mempersiapkan terlebih dahulu

media pendegradasi, kemudian menebarkannya ke dalam labu erlenmeyer agar

suhu, kelembaban, kadar oksigen, serta penyebaran mikroba merata di tiap bagian.

Mikroba yang terdapat dalam media tersebut dapat dipercepat pertumbuhannya

dengan cara menambahkan urea dan K2HPO4 sebesar 0,1 % dan 0,05 % dari bobot

substrat bioplastik yang digunakan. Bioplastik yang diuji adalah bioplastik

berbobot ±0,1 gram. Bioplastik tersebut diletakkan diantara tumpukan media,

sehingga diharapkan dapat didegradasi secara merata. Diagram alir pengujian

biodegradasi bioplastik dapat dilihat pada Lampiran 4.

Penghitungan CO2 hasil biodegradasi dapat dilakukan dengan

menggunakan botol yang dirangkai menjadi biometer (Andrady, 2000). Natrium

hidroksida (NaOH) 0,1 N sebanyak 50 ml ditempatkan dalam botol 1.

Biodegradasi akan berlangsung dan menghasilkan CO2 yang mengalir dari botol 2

(41)

1 dianalisa untuk mengetahui jumlah CO2 yang dihasilkan pada saat proses

biodegradasi. Pengukuran CO2, yaitu dengan cara menambahkan 2 tetes indikator

fenolpthalein (PP) ke dalam erlenmeyer yang berisi NaOH yang telah menangkap

CO2 yang dihasilkan. Larutan HCl ditambahkan pada larutan tersebut sampai

warna merah menghilang. Proses dilanjutkan dengan menambahkan 2 tetes

indikator metil jingga dan dititrasi kembali dengan HCl 0,1 N sampai warna

kuning berubah menjadi merah muda. Jumlah HCl yang ditambahkan pada tahap

kedua titrasi berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi oleh

larutan NaOH atau dihasilkan pada proses biodegradasi PHA. Setelah itu

dilakukan konversi ml HCl yang digunakan sebagai titran pada titrasi kedua

menjadi mg CO2 dengan menggunakan mol ekivalen HCl = mol ekivalen CO2.

Jadi 1 ml 0,1 N HCl = 4,4 mg CO2. Diagram alir pengukuran kadar CO2 dapat

dilihat pada Lampiran 5. Reaksi yang terjadi dalam titrasi (sampel dan blanko)

adalah sebagai berikut:

1) . Perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna (indikator PP)

Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3

2) . Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda (indikator Metil Jingga)

NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2

Jumlah CO2 yang dihasilkan dalam biometer dibandingkan dengan blanko,

kemudian dilakukan penggantian labu setiap 2 hari sekali selama 50 hari atau

sampai perbedaan CO2 yang didapatkan pada labu uji dan labu blanko menjadi

nol. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Pengujian ini akan

menghasilkan kurva hubungan antara produksi CO2 dan waktu serta perbandingan

laju biodegradasi bioplastik dengan pemlastis yang berbeda (Andrady, 2000).

Selain penghitungan atau pengukuran CO2, dilakukan penghitungan persen

kehilangan bobot yang menunjukkan terjadinya proses biodegradasi. Rumus

penghitungan persentase kehilangan bobot adalah sebagai berikut:

Persentase Kehilangan Bobot (%) = Bobot awal (gr) - Bobot Akhir (gr) x 100%

Bobot Awal

Penghitungan laju produksi CO2 yang dilakukan adalah penghitungan laju

(42)

produksi CO2 harian dilakukan dengan cara membagi produksi CO2 per 2 hari.

Rumus penghitungan laju produksi CO2 harian adalah sebagai berikut:

Laju Produksi CO2 Harian = Produksi CO2 tiap analisa

2

Sedangkan Rumus penghitungan laju produksi CO2 akumulasi harian adalah

sebagai berikut:

Laju Produksi CO2 Harian = Produksi CO2 akumulasi harian

Akumulasi hari

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Maret-Desember 2006. Penelitian persiapan

bahan baku dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses Pusat Penelitian

Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, dan penelitian uji biodegradasi

dilaksanakan di Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Pengemasan

Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB. Pengujian biodegradasi

dilakukan pada media tanah berlumpur yang berasal dari daerah Cikabayan IPB

Darmaga, berlangsung selama 50 hari dan analisa CO2 dilakukan setiap dua hari

sekali. Bioplastik yang diuji adalah bioplastik PHA murni, PHA dengan pemlastis

(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Bioplastik

Bioplastik yang akan diuji tingkat biodegradabilitasnya pada penelitian ini

adalah plastik yang dihasilkan Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai substratnya. Pembuatan bioplastik diawali dengan proses kultivasi

Ralstonia eutropha sehingga menghasilkan cairan kultivasi yang kemudian cairan tersebut harus melalui proses hilir, sehingga dapat menghasilkan bubuk PHA

sebagai bahan baku dalam pembuatan bioplastik. Cairan kultivasi harus

mengalami proses hilir karena tidak semua cairan tersebut dapat digunakan untuk

pembuatan bioplastik. Proses hilir dilakukan melalui dua tahap yaitu digest

dengan NaOH dan ekstraksi dengan pelarut. Digest dengan NaOH dimaksudkan untuk mengikat kotoran-kotoran yang masih tercampur dalam cairan hasil

kultivasi. Proses tersebut dilakukan dengan cara sentrifugasi yaitu memisahkan

PHA dari pengotor. Produk yang dihasilkan berupa PHA berwarna cokelat dan

memiliki kadar air yang tinggi, sehingga perlu dilakukan pengeringan.

Pengeringan PHA menggunakan oven. PHA hasil sentrifugasi dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. PHA Basah hasil sentrifugasi

PHA kering yang dihasilkan belum bisa digunakan sebagai bahan baku

untuk pembuatan bioplastik, karena masih ada kotoran-kotoran yang terdapat

didalamnya. Penghilangan kotoran dilakukan dengan cara melarutkan PHA dalam

kloroform (ekstraksi). Penggunaan kloroform yaitu untuk melarutkan PHA

sehingga dapat dilakukan pemisahan antara PHA dengan pengotor. PHA hasil

(44)

Gambar 6. PHA hasil ekstraksi yang telah mengalami pengecilan ukuran

PHA hasil ekstraksi digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan

bioplastik melalui proses pencampuran antara PHA dengan pemlastis.

Penggunaan variasi persentase pemlastis dimaksudkan untuk mengetahui pada

persentase berapa bioplastik dengan karakteristik yang terbaik dapat dihasilkan.

Bioplastik yang memiliki karakteristik yang terbaik adalah bioplastik hasil

pencampuran PHA dengan DMF 25% (Juari, 2006), PHA dengan DEG 20%

(Delvia, 2007) dan PHA dengan PEG 30% (Rais, 2007). Karakteristik bioplastik

terbaik yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3 dan bioplastik yang merupakan

produk akhir dapat dilihat pada Gambar 7.

Tabel 3. Karakteristik Bioplastik (Juari, 2006; Rais, 2007 dan Delvia, 2007)

Bioplastik Kuat Tarik (MPa)

Perpanjangan Putus (%)

Titik Leleh (Tm) (oC)

PHA+DMF 25% 3,382 23,88 166,71

PHA+PEG 30% 0,083 8,635 158,95

PHA+DEG 20% 0,07 7,01 167,51

PHA murni 3,571 7,00 168,72

(45)

Dari Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan karakteristik plastik dengan

variasi pemlastis. Bioplastik dengan pemlastis DMF menghasilkan kuat tarik

sebesar 3,382 MPa dan lebih tinggi dari pada bioplastik dengan penambahan

pemlastis DEG serta PEG. Kuat tarik yang tinggi menunjukkan tingginya

kekuatan bahan tersebut dalam menahan gaya yang diberikan.

Perpanjangan putus merupakan perubahan panjang material sampai

material tersebut putus akibat menerima gaya regangan. Penambahan pemlastis

dapat meningkatkan perpanjangan putus karena terbentuknya ikatan antara PHA

dengan pemlastis sehingga mobilitas molekul akan mengalami peningkatan.

Titik leleh merupakan salah satu sifat termal suatu polimer ketika polimer

tersebut mengalami perubahan sifat/bentuk karena peningkatan atau penurunan

suhu. Titik leleh bioplastik dengan penambahan pemlastis PEG, DMF dan DEG

secara berturut-turut adalah 158,95oC; 166,71oC dan 167,51 oC, sedangkan titik

leleh PHA murni adalah 168,72 (Rais,2007; Juari 2007 dan Delvia, 2007).

Bioplastik dengan penambahan PEG memiliki titik leleh yang lebih rendah,

sehingga bioplastik tersebut akan mudah mengalami perubahan sifat atau bentuk

daripada bioplastik yang lainnya.

B. Karakteristik Media

Mengetahui karakterisitik media diperlukan untuk mengetahui jumlah

mikroorganisme yang berperan dalam proses biodegradasi serta kondisi yang

mendukung berlangsungnya degradasi polimer. Media yang digunakan dalam

proses biodegradasi adalah media padat atau tanah dengan dua perlakuan yaitu

tanah dengan penambahan lumpur dan tanah tanpa penambahan lumpur.

Parameter yang diukur dan dihitung untuk mengetahui karakteristik media adalah

pH dan jumlah mikroorganisme. pH media tanah perlu diketahui untuk

memperkirakan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada media tanah sesuai

dengan referensi yang telah ada serta untuk mengetahui perbedaan pH sebelum

dengan pH sesudah proses biodegradasi berlangsung. Hasil pengukuran pH tanah

(46)

0.00

Gambar 8. Kurva Perubahan pH Media Pendegradasi

Pada pengukuran awal yang dilakukan adalah pengukuran pH tanah, pH

lumpur dan pH campuran tanah dengan lumpur. Hasil pengukuran menunjukkan

bahwa tanah yang digunakan memiliki nilai pH sebesar 5,32; nilai pH lumpur

sebesar 5,49 dan pH campuran antara tanah dengan lumpur yaitu 5,42. Ketiga

nilai pH tersebut masih berada dalam selang pH pertumbuhan mikroorganisme

yang toleran dalam media tanah yaitu antara 4-9. Jadi dalam kondisi tanah dan

lumpur yang alami, proses degradasi dapat berlangsung karena mikroorganisme

yang berperan sebagai pengurai masih bisa mempertahankan hidupnya meski

dalam kondisi asam. Nilai pH tanah dan lumpur yang menunjukkan asam

mengakibatkan pH campuran tanah dan lumpur masih pada selang asam yaitu

sebesar 5,42.

pH awal media pendegradasi menunjukkan kondisi asam, akan tetapi pH

akhir setelah proses degradasi dihentikan menunjukkan tingkat keasaman yang

menurun atau penetralan (pH mendekati 7). Kondisi penetralan terjadi karena

selain pemutusan ikatan molekul polimer, proses biodegradasi pun merupakan

proses mineralisasi yang menghasilkan CO2, air dan energi. Oleh karena itu,

kondisi tanah yang tergolong asam kuat akan mengalami penurunan tingkat

keasaman dikarenakan adanya penambahan air pada media pendegradasi.

pH akhir antar media menunjukkan nilai yang berbeda dikarenakan bahan

atau bioplastik yang diuji bervariasi, sehingga perbedaan jenis pemlastis pun dapat

(47)

dengan pH awal, karena faktor yang mempengaruhi pH lebih sedikit dibandingkan

dengan tanah yang diberi polimer atau sampel bioplastik.

Kondisi pH telah mendukung berlangsungnya proses biodegradasi, akan

tetapi masih diperlukan informasi mengenai jumlah mikroorganisme yang mampu

mendegradasi bioplastik dari awal sampai akhir berlangsungnya proses

biodegradasi. Untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan penghitungan

mikroorganisme dengan metode TPC (Total Plate Count) dan Colonimetri sebagai alat penghitungan. Proses penghitungan bakteri dilakukan pada media

tanah, lumpur dan campuran tanah dengan lumpur pada awal degradasi serta

semua media dengan sampel yang berbeda pada akhir degradasi. Hasil

pengukuran dapat dilihat pada Gambar 9.

0.00

Total Mikroorganisme Aw al Total Mikroorganisme Akhir

Gambar 9. Kurva Total Mikroorganisme Media Pendegradasi

Sama halnya dengan pH, penghitungan total mikroorganisme pun

dilakukan pada awal dan akhir proses degradasi. Pada awal degradasi, total

mikroorganisme yang ada dalam media lebih sedikit jika dibandingkan dengan

total mikroorganisme saat media setelah proses degradasi. Total mikroorganisme

pada lumpur lebih banyak daripada tanah, karena lumpur merupakan tanah yang

tergenang sehingga bakteri yang hidup didalamnya lebih bervariasi, misalnya

adanya bakteri anaerobik fakultatif yang bisa hidup pada kondisi kekurangan

(48)

Total mikroba pada tanah maupun campuran tanah dengan lumpur yang

digunakan sebagai media degradasi PHA dan PHA+DEG lebih banyak

dibandingkan yang lainnya, karena pada kondisi tersebut mikroorganisme mampu

menggunakan bioplastik sebagai bahan nutrisinya. Media yang digunakan untuk

degradasi bioplastik dengan pemlastis DMF dan PEG memiliki total

mikroorganisme yang lebih sedikit karena pada kondisi tersebut mikroorganisme

sulit mempertahankan dirinya dengan keterbatasan kemampuan mendegradasi

bioplastik sehingga nutrisi yang dibutuhkan terbatas.

C. Biodegradasi Bioplastik

Polimer bersifat bidegradable ketika polimer tersebut dapat terurai secara alami. Tingkat biodegradabilitas antar polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya total mikroba yang berperan sebagai pengurai, ketebalan polimer, dan

jenis pemlastis yang ditambahkan serta kondisi media yang digunakan.

a. Perbedaan Media Pendegradasi

Penelitian yang dilakukan menggunakan dua perlakuan media yaitu media

tanah dengan penambahan lumpur dan tanah tanpa penambahan lumpur.

Bioplastik yang diuji adalah PHA murni, PHA+DMF, PHA+DEG dan PHA+PEG

dengan blanko atau tanah tanpa sampel bioplastik sebagai kontrol atau

pembanding.

Penambahan lumpur pada tanah meningkatkan degradasi PHA daripada

tanah tanpa penambahan lumpur. Keberhasilan proses degradasi dilihat dari

jumlah CO2 yang dihasilkan selama proses berlangsung. Total CO2 yang

dihasilkan oleh masing-masing perlakuan (blanko, PHA murni, PHA+DMF,

PHA+DEG dan PHA+PEG) dapat dilihat pada lampiran 6-15. Pada Lampiran 6

dan 7, produksi CO2 blanko dari hari ke 0 cenderung meningkat sampai hari ke 12

karena mikroba masih mampu mempertahankan hidupnya tanpa harus menambah

nutrisi. Proses degradasi mulai hari ke 14 sampai hari ke 50 cenderung menurun

karena nutrisi yang diperlukan semakin terbatas dan tidak dapat dilakukan

penambahan tanpa adanya sumber nutrisi lain (PHA).

Produksi CO2 pada biodegradasi PHA Murni dapat dilihat pada Lampiran

Gambar

Gambar 1. Struktur PHA (Atkinson dan Mavituna, 1991)
Gambar 2. Struktur Dimetil Ftalat (MERCK, 1999)
Gambar 4. Struktur PEG (MERCK, 1999)
Tabel 1. Mikroorganisme pendegradasi PHA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poly-3- Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstonia eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu dengan Penambahan Dimetil Ftalat (DMF)..

Penggunaan pemlastis sintetis seperti dimetil ftalat (DMF) (Juari, 2006) dalam pembuatan bioplastik menggunakan PHA masih menghasilkan karakteristik bioplastik yang masih

Berdasarkan hasil analisis bobot jenis yang ditunjukkan pada Gambar 4, pencirian bobot jenis plastik paduan dengan penambahan pemlastis polietilena glikol menunjukkan