• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pendederan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pendederan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

!" #$%#$& $'$!( ( !) !* !*+! $,- ' ,$#.+ ,$ $#

!-+. !/ / # ! . ! -$! ( $ 0 1

0$'0$!* ! #&%( #( #( +/$ !/# -$ 1 !2 *#( (

Pengembangbiakan ikan patin pada kolam kolam buatan membutuhkan penanganan yang serius. Tahap pendederan merupakan tahap dimana tingkat kematian benih cukup tinggi karena benih ikan masih sangat peka terhadap perubahan kualitas air dan suhu air . Untuk mengurangi tingkat kematian benih ikan pada tahap pendederan, kondisi tempat pemeliharaan harus dijaga kualitas air dan suhu airnya. Sistem resirkulasi akuakultur dapat digunakan sebagai alternatif pembenihan ikan patin di daerah yang sumber daya airnya terbatas karena tidak perlu mengganti air setiap hari.

Tujuan utama penelitian ini adalah merancang suatu sistem resirkulasi air tertutup untuk pendederan benih ikan patin.

Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu golongan ikan

catfish yang banyak terdapat di negara Asia. Ikan patin memiliki beberapa keunggulan antara lain adalah ukuran individu yang besar serta mutu daging yang digemari masyarakat.

Tahap pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih ikan patin dari ukuran + 0.5 inci sampai dengan benih berukuran + 1 inci dimana benih siap ditebar ke kolam. Sistem resirkulasi air (SRA) didesain untuk meminimalisasi atau mengurangi ketergantungan terhadap penggantian air dan pembilasan pada proses budidaya perikanan. Selain itu, SRA juga memudahkan untuk pengontrolan kualitas air dan pemberian nutrisi. Komponen sistem pemeliharaan ikan resirkulasi meliputi bak budidaya ikan, filter (filter fisik, filter biologi, dan filter kimia), pompa, bak reservoir air, dan jaringan pipa air.

Tempat penelitian dilakukan di Wisma Wageningen, Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006. Tahapan penelitian adalah Identifikasi kebutuhan dan permasalahan, perancangan konsep sistem resirkulasi air, pembuatan prototipe sistem resirkulasi air, Evaluasi prototipe sistem resirkulasi air, penyusunan dokumen untuk perancangan produk

berupa gambar detail, gambar susunan, spesifikasi dan bill of material. Metode

evaluasi antara lain pengukuran debit dan tinggi muka air, analisis keseragaman debit penyaluran, analisis koefisienhead loss, efesiensi pompa danturnover time.

Kebutuhan dan permasalahan yang mendasari perancangan sistem

(3)

Konsep produk yang dikembangkan adalah suatu sistem resirkulasi yang tersusun dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan subsistem pengkondisian dan suplai. Perancangan ptototipe sistem resirkulasi air adalah rangka, bak, filter, sistem perpipaan.

Keseragaman debit penyaluran bak budidaya pada masing masing kondisi yaitu, kondisi 1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 = 70.92 %. Nilai koefisienhead loss kondisi 1 pada subsistem 1 hingga subsistem 4

berturut turut adalah 1912.862, 0.846, 60.056, 0.006. Nilai koefisien head loss

kondisi 2 pada subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut turut adalah 2724.073,

0.522, 117.309, 0.006, 478.185. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada

subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut turut adalah 4475.952, 0.350, 203.368,

0.006, 86.430. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada subsistem 1 hingga

subsistem 5 berturut turut adalah 3677.921, 0.846, 143.969, 0.006, 205.480. Efisiensi pompa untuk kondisi 1, 2, 3 dan 4 berturut turut adalah 52.06 %,

54.63 %, 58.46 %, 53.85 %. Nilai turnover time pada kondisi 1, 2, 3 dan 4

berturut turut adalah 1.78 jam, 2.26 jam, 2.78 jam, 2.57 jam.

(4)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

3

Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

(5)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

3

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

$ $#. ! 4 / - !** 5 # - 678 /$ !*. # 9

!** + +, 4- '0 #

!9 -+:+$ &*&#2 4- '0 #

#&%( #( +/$ !/# -$ 1 !2 ( *# '0$'0$!* . / '$.

!* - +$

#( # ; 1 ! < #' 1 !2

(6)

; =

<

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1985 di Palangkaraya dari orang

tua bernama Suwido Hester Limin dan Agustina Dewel. Penulis adalah anak

pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Katolik

Santo Don Bosco pada tahun 1996, lalu melanjutkan ke SLTP Katolik Santo

Paulus dan tamat tahun 1999.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 5 Palangkaraya. Pada tahun yang

sama penulis melanjutkan studi di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian

Bogor (USMI).

Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapang di BPBAT Sukamandi,

Subang, Jawa Barat dengan judul ” ,4 . - .!$. ! #- !$ ! 4 /

'0 !$ ! . ! -$! /$ +. ' !/$2 +0 !*2 3 1 # -”.

Pada tahun 2006 penulis melakukan penelitian masalah khusus dengan

judul> !) !* !*+! $,- ' ,$#.+ ,$ $# +!-+. !/ / # ! . ! -$!

(7)

i

Puji syukur ke hadirat Tuhan., karena atas karunia Nya lah akhirnya

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil

penelitan penulis yang berjudul Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk

Pendederan Ikan Patin. Skripsi ini mengkaji proses pendesainan, manufaktur, dan

analisis rancangan sistem resirkulasi akuakultur untuk pembenihan beberapa jenis

ikan konsumsi air tawar terutama ikan patin.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu kelancaran pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi, yaitu:

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr., selaku dosen pembimbing, atas

segala bimbingan, arahan, dan dukungannya.

2. Dr. Satyanto K. Saptomo dan atas segala kerjasama, bimbingan, arahan,

dan dukungannya.

3. Rudiyanto, STP M.Si. atas segala kerjasama, bimbingan, arahan, dan

dukungannya.

4. Orang tua dan adik tercinta atas doa dan dukungannya.

5. Rekan sebimbingan: Hanhan dan Didik atas kerjasama dan bantuannya.

6. Mulyawatullah atas bantuannya dalam dalam pembuatan sistem resirkulasi

7. Yossi Handayani atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Teman teman TEP 39 atas dorongan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.

Penulis berharap tulisan ini bermanfaat bagi pembaca secara umum maupun pihak

yang ingin mengembangkan pembenihan ikan secara intensif menggunakan

sistem resirkulasi.

(8)

ii

DAFTAR ISI

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((($$

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( $?

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( ?

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( ?$

( < (((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 1

( 3 (((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( A. IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus)... 2

B. PEMBENIHAN IKAN PATIN... 3

C. SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR (SRA) ... 3

D. PROSES PERANCANGAN TEKNIK ... 6

E. MANAJEMEN KUALITAS AIR ... 8

F. ALIRAN AIR DALAM PIPA ... 10

( ((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( @ A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 13

B. BAHAN DAN ALAT... 13

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 14

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 15

A( < < (((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( A. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN PERMASALAHAN... 20

B. PERANCANGAN KONSEP SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR... 20

C. PERANCANGAN PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR ... 21

D. EVALUASI PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR... 23

E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI PRODUK ... 27

(9)

iii B. KESIMPULAN ... 28

(10)

iv

Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)………. 2

Gambar 2. Skema SRA yang dikembangkan Setiawanet al. (2004) ... 5

Gambar 3. Tahapan perancangan sistem resirkulasi air……… 14

Gambar 4. Skema subsistem penyaluran ……….. 17

Gambar 5. Skema konsep sistem resirkulasi air ……….. 20

Gambar 6. Hasil pengukuran debit bak suplai ke bak budidaya ……….. 23

(11)
(12)

!" #$%#$& $'$!( ( !) !* !*+! $,- ' ,$#.+ ,$ $#

!-+. !/ / # ! . ! -$! ( $ 0 1

0$'0$!* ! #&%( #( #( +/$ !/# -$ 1 !2 *#( (

Pengembangbiakan ikan patin pada kolam kolam buatan membutuhkan penanganan yang serius. Tahap pendederan merupakan tahap dimana tingkat kematian benih cukup tinggi karena benih ikan masih sangat peka terhadap perubahan kualitas air dan suhu air . Untuk mengurangi tingkat kematian benih ikan pada tahap pendederan, kondisi tempat pemeliharaan harus dijaga kualitas air dan suhu airnya. Sistem resirkulasi akuakultur dapat digunakan sebagai alternatif pembenihan ikan patin di daerah yang sumber daya airnya terbatas karena tidak perlu mengganti air setiap hari.

Tujuan utama penelitian ini adalah merancang suatu sistem resirkulasi air tertutup untuk pendederan benih ikan patin.

Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu golongan ikan

catfish yang banyak terdapat di negara Asia. Ikan patin memiliki beberapa keunggulan antara lain adalah ukuran individu yang besar serta mutu daging yang digemari masyarakat.

Tahap pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih ikan patin dari ukuran + 0.5 inci sampai dengan benih berukuran + 1 inci dimana benih siap ditebar ke kolam. Sistem resirkulasi air (SRA) didesain untuk meminimalisasi atau mengurangi ketergantungan terhadap penggantian air dan pembilasan pada proses budidaya perikanan. Selain itu, SRA juga memudahkan untuk pengontrolan kualitas air dan pemberian nutrisi. Komponen sistem pemeliharaan ikan resirkulasi meliputi bak budidaya ikan, filter (filter fisik, filter biologi, dan filter kimia), pompa, bak reservoir air, dan jaringan pipa air.

Tempat penelitian dilakukan di Wisma Wageningen, Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006. Tahapan penelitian adalah Identifikasi kebutuhan dan permasalahan, perancangan konsep sistem resirkulasi air, pembuatan prototipe sistem resirkulasi air, Evaluasi prototipe sistem resirkulasi air, penyusunan dokumen untuk perancangan produk

berupa gambar detail, gambar susunan, spesifikasi dan bill of material. Metode

evaluasi antara lain pengukuran debit dan tinggi muka air, analisis keseragaman debit penyaluran, analisis koefisienhead loss, efesiensi pompa danturnover time.

Kebutuhan dan permasalahan yang mendasari perancangan sistem

(13)

Konsep produk yang dikembangkan adalah suatu sistem resirkulasi yang tersusun dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan subsistem pengkondisian dan suplai. Perancangan ptototipe sistem resirkulasi air adalah rangka, bak, filter, sistem perpipaan.

Keseragaman debit penyaluran bak budidaya pada masing masing kondisi yaitu, kondisi 1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 = 70.92 %. Nilai koefisienhead loss kondisi 1 pada subsistem 1 hingga subsistem 4

berturut turut adalah 1912.862, 0.846, 60.056, 0.006. Nilai koefisien head loss

kondisi 2 pada subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut turut adalah 2724.073,

0.522, 117.309, 0.006, 478.185. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada

subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut turut adalah 4475.952, 0.350, 203.368,

0.006, 86.430. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada subsistem 1 hingga

subsistem 5 berturut turut adalah 3677.921, 0.846, 143.969, 0.006, 205.480. Efisiensi pompa untuk kondisi 1, 2, 3 dan 4 berturut turut adalah 52.06 %,

54.63 %, 58.46 %, 53.85 %. Nilai turnover time pada kondisi 1, 2, 3 dan 4

berturut turut adalah 1.78 jam, 2.26 jam, 2.78 jam, 2.57 jam.

(14)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

3

Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

(15)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

3

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

$ $#. ! 4 / - !** 5 # - 678 /$ !*. # 9

!** + +, 4- '0 #

!9 -+:+$ &*&#2 4- '0 #

#&%( #( +/$ !/# -$ 1 !2 ( *# '0$'0$!* . / '$.

!* - +$

#( # ; 1 ! < #' 1 !2

(16)

; =

<

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1985 di Palangkaraya dari orang

tua bernama Suwido Hester Limin dan Agustina Dewel. Penulis adalah anak

pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Katolik

Santo Don Bosco pada tahun 1996, lalu melanjutkan ke SLTP Katolik Santo

Paulus dan tamat tahun 1999.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 5 Palangkaraya. Pada tahun yang

sama penulis melanjutkan studi di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian

Bogor (USMI).

Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapang di BPBAT Sukamandi,

Subang, Jawa Barat dengan judul ” ,4 . - .!$. ! #- !$ ! 4 /

'0 !$ ! . ! -$! /$ +. ' !/$2 +0 !*2 3 1 # -”.

Pada tahun 2006 penulis melakukan penelitian masalah khusus dengan

judul> !) !* !*+! $,- ' ,$#.+ ,$ $# +!-+. !/ / # ! . ! -$!

(17)

i

Puji syukur ke hadirat Tuhan., karena atas karunia Nya lah akhirnya

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil

penelitan penulis yang berjudul Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk

Pendederan Ikan Patin. Skripsi ini mengkaji proses pendesainan, manufaktur, dan

analisis rancangan sistem resirkulasi akuakultur untuk pembenihan beberapa jenis

ikan konsumsi air tawar terutama ikan patin.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu kelancaran pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi, yaitu:

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr., selaku dosen pembimbing, atas

segala bimbingan, arahan, dan dukungannya.

2. Dr. Satyanto K. Saptomo dan atas segala kerjasama, bimbingan, arahan,

dan dukungannya.

3. Rudiyanto, STP M.Si. atas segala kerjasama, bimbingan, arahan, dan

dukungannya.

4. Orang tua dan adik tercinta atas doa dan dukungannya.

5. Rekan sebimbingan: Hanhan dan Didik atas kerjasama dan bantuannya.

6. Mulyawatullah atas bantuannya dalam dalam pembuatan sistem resirkulasi

7. Yossi Handayani atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Teman teman TEP 39 atas dorongan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.

Penulis berharap tulisan ini bermanfaat bagi pembaca secara umum maupun pihak

yang ingin mengembangkan pembenihan ikan secara intensif menggunakan

sistem resirkulasi.

(18)

ii

DAFTAR ISI

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((($$

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( $?

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( ?

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( ?$

( < (((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 1

( 3 (((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( A. IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus)... 2

B. PEMBENIHAN IKAN PATIN... 3

C. SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR (SRA) ... 3

D. PROSES PERANCANGAN TEKNIK ... 6

E. MANAJEMEN KUALITAS AIR ... 8

F. ALIRAN AIR DALAM PIPA ... 10

( ((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( @ A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 13

B. BAHAN DAN ALAT... 13

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 14

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 15

A( < < (((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((( A. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN PERMASALAHAN... 20

B. PERANCANGAN KONSEP SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR... 20

C. PERANCANGAN PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR ... 21

D. EVALUASI PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR... 23

E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI PRODUK ... 27

(19)

iii B. KESIMPULAN ... 28

(20)

iv

Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)………. 2

Gambar 2. Skema SRA yang dikembangkan Setiawanet al. (2004) ... 5

Gambar 3. Tahapan perancangan sistem resirkulasi air……… 14

Gambar 4. Skema subsistem penyaluran ……….. 17

Gambar 5. Skema konsep sistem resirkulasi air ……….. 20

Gambar 6. Hasil pengukuran debit bak suplai ke bak budidaya ……….. 23

(21)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan derajathardness……….. 9

Tabel 2. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 1 ……… 24

Tabel 3. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 2 ……… 25

Tabel 4. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 3 ……… 25

Tabel 5. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 4 ……… 25

Tabel 6. Debit hasil pengukuran dan debit ideal ... 26

Tabel 7. Nilai efisiensi pompa ... 27

Tabel 8. Kebutuhan energi pompa ... 28

(22)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema konsep sistem resirkulasi air ……… 30

Lampiran 2. Denah peletakan bak pada sistem resirkulasi ………... 31

Lampiran 3. Gambar komponen sistem resirkulasi air ………. 32

Lampiran 4. Gambar susunan sistem resirkulasi air ……… 42

Lampiran 5. Kebutuhan bahan untuk bak, rangka dan filter ……… 45

Lampiran 6. Kebutuhan bahan untuk sistem penyaluran air ……… 46

Lampiran 7. Kebutuhan bahan total untuk sistem resirkulasi air ………. 47

(23)

1

(

<

(

Permintaan pasar ekspor terhadap ikan patin dewasa ini cukup tinggi,

dikarenakan ikan patin mempunyai beberapa keunggulan antara lain ukuran

individu yang besar serta mutu daging yang digemari masyarakat. Negara negara

pengimpor ikan patin terbesar di dunia adalah Uni Eropa, Amerika Serikat dan

Rusia. Selama ini kebutuhan negara negara tersebut dipenuhi oleh negara

Vietnam sebagai pengekspor terbesar ikan patin.

Pengembangbiakan ikan patin pada kolam kolam buatan membutuhkan

penanganan yang serius mulai dari tahap pembenihan, pendederan, pemeliharaan

dan pembesaran sampai pemanenan agar memberikan hasil yang optimum. Tahap

pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih ikan patin dari ukuran + 0.5 inci

sampai dengan benih berukuran + 1 inci dimana benih siap ditebar ke kolam

pembesaran. Tahap pendederan merupakan tahap dimana tingkat kematian benih

cukup tinggi karena benih ikan masih sangat peka terhadap perubahan kualitas air

dan suhu air. Untuk mengurangi tingkat kematian benih ikan pada tahap

pendederan, kondisi tempat pemeliharaan harus dijaga kualitas air dan suhu

airnya. Para petani biasanya membenihkan ikan patin di dalam ruang tertutup

pada bak bak budidaya yang airnya diganti setiap hari. Tujuan penggantian air

setiap hari adalah untuk menjaga kualitas air di bak budidaya. Sistem resirkulasi

akuakultur dapat digunakan sebagai alternatif pembenihan ikan patin di daerah

yang sumber daya airnya terbatas karena tidak perlu mengganti air setiap hari.

Pada penelitian ini akan dilakukan rancang bangun sistem resirkulasi

akuakultur tertutup untuk pendederan benih ikan patin. Sistem resirkulasi ini akan

terdiri dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan

subsistem pengkondisian.

( 3

Tujuan umum penelitian ini adalah merancang suatu sistem resirkulasi

(24)

2

(

3

(

Pangasius merupakan salah satu golongan ikancatfish yang banyak terdapat

di negara Asia. Di Indonesia ikan Pangasius ini dikenal dengan sebutan ikan

patin. Klasifikasi ikan patin menurut Robert dan Vidtharyanon (1991) dalam

Arifianto (2002) adalah sebagai berikut:

Ordo : Ostariophysi

Subordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies: :Pangasius hypopthalmus

Nama Inggris : catfish

Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

(Sumber:www.planetcatfish.com)

Secara umum ikan patin yang ada di Indonesia memiliki bentuk badan yang

sedikit memipih, kulit tidak bersisik, mulut subterminal dengan dua pasang sungut

peraba (barbels). Memiliki patil pada sirip punggung dan sirip dada, sirip analnya

panjang dimulai dari belakang anal sampai pangkal sirip ekor. Ikan ini memiliki

beberapa sifat biologis diantaranya noeturnal atau melakukan aktifitas pada

malam hari seperti halnya ikan catfish yang lainnya, omnivora dan sesekali

muncul di permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara langsung (Susanto

dan Amri, 1998).

Ikan patin memiliki beberapa sifat yang menguntungkan untuk

dibudidayakan, seperti ukuran per individu besar, fekunditas yang cukup tinggi,

(25)

3

( <

Peningkatan produksi ikan patin dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap

pembenihan dan tahap pembesaran. Kegiatan pembenihan antara lain melalui

pemijahan buatan menggunakan hipofisa benih berukuran 0.5 1 inci. Pembenihan

secara intensif dilakukan di dalam ruang tertutup yang mempunyai suhu stabil

antara 28 °C sampai 30 °C. Ukuran ruang ini minimal 20 m2dengan dinding dan

lantai berupa tembok (Khairuman, 2002). Benih patin yang baru satu hari menetas

dipelihara dalam akuarium kaca atau bak fiberglass selama 2 3 minggu. Menurut

Susanto 1997, pada bak ukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm dapat dipelihara 500 ekor

benih patin umur 1 – 15 hari, atau kepadatan 3 ekor per liter air. Setelah itu benih

didederkan selama satu bulan sampai siap untuk dimasukkan ke kolam

pembesaran. Pembesaran ikan patin di kolam dan jaring apung dengan

menggunakan benih berukuran 2 4 inci hasil pndederan (Susanto, 1997).

Pendederan ikan patin biasanya dilakukan di kolam dengan kedalaman air 75

cm. Ikan yang ditebar memiliki ukuran 0.5 inci dengan kepadatan 120 ekor/m2.

Untuk pendederan di jaring apung kepadatan ikan adaalah 75 – 100 ekor/m3

(Khairuman, 2002). Pakan yang digunakan adalah cacing dan pellet dengan

frekuensi pemberian pakan antara 3 8 kali sehari. Setelah ikan mencapai ukuran 1

inci, pakan yang diberikan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakan tiga

kali sehari. Ikan dipanen setelah ikan berukuran 2 3 inci (pendederan 20 – 40 hari)

dan tingkat kelangsungan hidup rata rata 90% (Sukarsono, 1997 dalam Aryanto,

2001). Selain itu, pendederan ikan patin juga dapat dilakukan di akuarium dengan

kepadatan 7 ekor/liter air untuk ukuran benih 0.5 – 1 inchi dengan masa

pemeliharaan selama 30 hari (Nuraeni, 1998 dalam Ariyanto, 2001). Pemeliharaan

ikan patin menggunakan sistem resirkulasi dapat meningkatkan tingkat

kelangsungan hidup menjadi 98.36 % (Guk guk, 2000).

Kondisi air optimum untuk pembenihan ikan patin berdasarkan penelitian

Arifianto (2002) adalah air dengan kandungan NH3(ammonia) 0.626 ppm, NO2

(nitrit) 0.52 ppm, dan NO3(nitrat) 0.632 ppm, DO 5.65 ppm, dan pH air 6.91.

(

Sistem resirkulasi air (SRA) didesain untuk meminimalisasi atau mengurangi

(26)

4 perikanan. Selain itu, SRA juga memudahkan untuk pengontrolan kualitas air dan

pemberian nutrisi. Ada lima jenis SRA yang umum digunakan, yaitu SRA

pembesaran, SRA pembenihan, SRA pemeliharaan, SRA penampungan

sementara, SRA display.

SRA pembesaran digunakan untuk melakukan pembesaran (pendederan) ikan

dengan padat tebar yang tinggi. SRA ini memerlukan manajemen yang terpadu

terutama dalam hal kualitas air dan pemberian nutrisi.

SRA pembenihan digunakan untuk memijahkan ikan. Parameter lingkungan,

seperti suhu, photoperiodisme (interval gelap dan terang dalam satu hari), pH,

kesadahan, dan konduktifitas perlu dikontrol untuk memicu terjadinya pemijahan.

Selain itu, ukuran, kebiasaan, dan prilaku ikan perlu diperhitungkan pada saat

memilih tipe dan ukuran tangki.

SRA pemeliharaan digunakan untuk memelihara ikan dalam jangka waktu

yang cukup lama, seperti untuk pemeliharaan dan pematangan gonad induk.

Dalam SRA ini, ikan yang dipelihara umumnya tidak dalam fase pertumbuhan

yang cepat, sehingga pemberian nutrisi tidak seefektif seperti dalam SRA

pembesaran.

SRA penampungan sementara umum digunakan di tempat penjualan ikan.

Pemeliharaan biasanya dilakukan selama 1 21 hari. SRA ini perlu didesain untuk

mengakomodir perubahan dan fluktuasi jenis dan jumlah ikan. Oleh karena itu,

biofilter perlu dirancang agar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal bentuk

dan kapasitas.

SRA display digunakan untuk menampilkan keindahan ikan, umum

digunakan di akuarium ikan hias. Oleh karena itu, manajemen kualitas air perlu

ditekankan kepada pengontrolan partikulat terlarut dan kejernihan air.

Setiawan et al. (2004) mengembangkan SRA untuk pendederan benih ikan

patin pada ruangan berpemanas kolektor surya. Komponen SRA tersebut yaitu

akuarium budidaya, tangki sedimentasi/filtrasi, tangki pengkondisi, dan sistem

penyaluran air. Skema komponen komponen tersebut adalah sepeti yang terdapat

(27)

5

Controller &&' %&# -$! < -) #9

1 2

3

& # & )-&#

B +,- % ! & # & )-&#

& # & )-&#

( C+ #$+' %&# -$! < -) #9 ( &!/$-$&!$!* !. @( /$' !- -$&! !.

Gambar 2. Skema SRA yang dikembangkan Setiawan et. al. (2004).

Akuarium budidaya digunakan sebagai tempat pembesaran/pendederan benih

ikan patin. Akuarium ini berbentuk persegi panjang tebuat dari bahan fiberglass

dengan lubang drainase di bagian bawah akuarrium. Dalam SRA tersebut terdapat

enam buah akuarium budidaya.

Tangki pengkondisi berbentuk sama seperti akuarium budidaya. Tangki

pengkondisi digunakan untuk mengkondisikan air (mengatur DO dan suhu) dan

untuk menjaga head aliran suplai air ke akuarium budidaya.

Tangki filtrasi digunakan untuk menjaga kualitas air. Sistem filtrasi yang

digunakan adalah filtrasi biologi (biofilter) dan filtrasi fisik (sedimentasi dan

penyaringan menggunakan kerikil).

Sistem penyaluran air yang digunakan terdiri dari pompa, pipa PVC dan

selang plastik. Suplai air diberikan menggunakan pipa PVC ½”. Drainase

(28)

6 (

Rancangan teknik adalah suatu proses sistematik yang merupakan solusi dari

sesuatu yang dibutuhkan manusia. Perancangan adalah sesuatu yang sangat

penting dalam bidang teknik. Pengertian perancangan dapat disederhanakan

menjadi suatu metode terstruktur untuk memecahkan masalah (Harsokusumo,

1999). Secara umum tahapan tahapan pada suatu proses perancangan adalah

sebagai berikut : 1) diidentifikasikannya kebutuhan, 2) analisa masalah dan,

spesifikasi produk dan perencanaan, 3) perancangan konsep produk, 4)

perancangan produk, 5) evaluasi produk hasil rancangan, 6) penyusunan dokumen

berupa gambar produk hasil rancangan dan spesifikasi pembuatan produk.Masing

masing fase dalam proses perancangan dijelaskan sebagai berikut.

1. Analisa Masalah, Spesifikasi Produk dan Perencanaan Proyek

Kebutuhan produk baru diperlukan sebagai problem perancangan atau

masalah perancangan. Sebagaimana halnya sebuah problem atau masalah,

maka perlu ada pemecahan masalah yang berupa solusi melalui analisis

masalah. Dalam hal masalah tersebut adalah masalah perancangan, maka

solusinya dapat berupa solusi alternatif yang semuanya benar. Salah satu

diantara solusi tersebut dapat merupakan solusi terbaik, karena itu harus ada

sesuatu cara untuk memilih solusi terbaik tersebut.

Hasil analisis yang utama adalah pernyataan masalah atau problem

statement tentang produk baru. Pernyataan masalah tersebut belum berupa

solusi/produk baru, tetapi mengandung keterangan keterangan tentang produk

yang akan dirancang.

Pernyataan masalah setidaknya mengandung tiga buah unsur, yaitu :

• pernyataan masalah itu sendiri

• beberapa kendala atau constraints yang membatasi solusi masalah

tersebut dan spesifikasi produk

• kriteria keterterimaan (acceptability criteria) dan kriteria lain yang

harus dipenuhi produk

Spesifikasi produk merupakan dokumen yang sangat penting dalam

proses perancangan. Spesifikasi produk mengandung keinginan keinginan

(29)

7 dasar dan pemandu bagi perancang dalam merancang produk dan spesifikasi

produk tersebut akan menjadi tolak ukur pada evaluasi hasil rancangan dan

evaluasi produk yang sudah jadi.

Spesifikasi produk mengandung hal hal berikut :

• Kinerja atauperfomanceyang harus dapat dicapai suatu produk

• Kondisi lingkungan seperti temperatur, tekanan dan lain lain yang

akan dialami produk

• Kondisi operasi lain

• Jumlah produk yang akan dibuat

• Dimensi produk

• Berat produk

• Ergonomik

• Keamanan dan keselamatan (safety)

• Harga produk

Jika waktu penyelesaian perancangan dan pembuatan produk tercantum

dalam spesifikasi, maka perlu dibuat jadwal penyelesaian setiap fase dan

langkah dalam proses perancangan dan pembuatan produk. Hal ini merupakan

suatu perencanaan proyek.

2. Fase Perancangan Konsep Produk

Konsep produk adalah solusi alternatif dari masalah dalam bentuk skema.

Masalah dalam hal ini adalah produk baru yang dipandang sebagai masalah

perancangan yang memerlukan solusi. Fase ini dalam bahasa perancangan

dikenal dengan fase pencarian konsep konsep produk yang memenuhi fungsi

dan karakteristik produk sebagaimana tercantum dalam spesifikasi produk.

3. Perancangan Produk

Fase perancangan produk terdiri dari beberapa langkah, tetapi pada

intinya pada fase ini solusi solusi alternatif dalam bentuk skema

dikembangkan lebih lanjut menjadi produk atau benda teknik yang bentuk,

material dan dimensi komponen komponennya. Fase perancangan produk

diakhiri dengan dengan perancangan detail komponen komponen produk,

yang kemudian akan dituangkan dalam gambar gambar detail untuk proses

(30)

8 4. Evaluasi Hasil Perancangan Produk

Produk harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum produk tersebut dibuat

berdasarkan gambar perancangan produk. Produk harus dievaluasi apakah

produk tersebut memenuhi spesifikasi produk yang telah ditentukan pada fase

pertama perancangan produk. Produk memenuhi spesifikasi apabila dapat

memenuhi fungsinya, mempunyai karakteristik yang harus dipunyainya dan

dapat melakukan kinerja sesuai dengan yang disyaratkannya.

5. Gambar dan Spesifikasi Pembuatan Produk

Gambar hasil rancangan produk terdiri dari (1) gambar semua komponen

produk lengkap dengan bentuk geometrinya, dimensi, kekasaran/kehalusan

permukaan dan material, (2) gambar susunan, (3) spesifikasi yang memuat

keterangan keterangan yang tidak terdapat pada gambar dan (4) bill of

material.

( 3

Ikan hidup dan bernafas di air, sehingga kualitas air penting untuk dijaga

dengan Sistem resirkulasi akuakultur khususnya untuk densitas ikan yang padat.

Beberapa faktor kualitas air yang perlu diperhatikan (PIRSA Aquaculture SA,

1999) adalah sebagai berikut.

1. Suhu

Menjaga suhu optimal untuk pertumbuhan adalah sesuatu yang penting.

Ikan dapat tumbuh dengan cepat pada suhu optimal dengan memperbaiki

konversi rasio pakan. Ikan juga dapat terhindar dari stress dan penyakit apabila

berada pada suhu air optimal. Suhu air juga mempengaruhi kelarutan suatu zat

dalam air. Semakin tinggi suhu air maka kelarutan suatu zat dalam air semakin

besar. Selain itu suhu air juga mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air,

dimana semakin tinggi suhu air maka kandungan oksigen terlarutnya semakin

besar.

2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu faktor kualitas air yang paling

kritis. Konsentrasi Do dipengaruhi oleh suhu air, stocking, laju pakan serta

efektifitas aerasi yang dipasang pada sistem resirkulasi. Konsentrasi DO harus

(31)

9 pertumbuhan ikan. Konsentrasi DO juga mempengaruhi bakteri pada biofilter,

dimana biofilter tidak akan efesien pada DO dibawah 2 ppm.

Penurunan DO dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya

lajustocking yang terjadi pada sistem resirkulasi akuakultur dan dekomposisi

bahan organik seperti faesesdan sisa pakan. DO yang rendah mengakibatkan

stress pada ikan, konversi pakan menurun dan dapat menyebabkan kematian.

3. pH(pondus Hydrogenii)

pH adalah suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen (H+)

terlarut dalam air. Kisaran pH adalah 0 14 dengan pH 7 pada kondisi netral,

pH dibawah 7 untuk kondisi asam dan pH diatas 7 untuk kondisi basa. Kisaran

pH air optimal untuk budidaya ikan secara umum adalah 6.5 9.

pH pada sistem resirkulasi ikan cenderung menurun disebabkan oleh

meningkatnya konsentrasi karbon dioksida terlarut yang dihasilkan oleh

respirasi ikan dan respirasi bakteri pada biofilter. Karbon dioksida akan

bereaksi dengan air membentuk asam karbon dan menyebabkan pH menurun.

4. Karbon Dioksida

Karbon dioksida dihasilkan oleh respirasi ikan dan respirasi bakteri

biofilter pada sistem resirkulasi akuakultur. Konsentrasi karbon dioksida yang

tinggi dapat menurunkan pH.

5. Alkalinitas danHardness

Alkalinitas menyebutkan jumlah karbonat dan bikarbonat dalam air,

sedangkan hardness menyebutkan konsentrasi kalsium dan magnesium.

Kalsium dan magnesium berikatan dengan karbonat dan bikarbonat.

Alkalinitas dan hardness mempunyai hubungan yang erat dan diukur pada

level yang sama. Kategori air berdasarkan derajat hardness ditunjukkan pada

tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan derajathardness

!/+!* ! - *&#$

0 75 mg/l Soft

75 150 mg/l Moderate

150 300 mg/l Hard

(32)

10

Nilai alkalinitas dan hardness direkomendasikan di atas 50 mg/l yang

mana sebagai buffer/stabilisator yang baik untuk pH yng meningkat karena

respirasi ikan dan respirasi bakteri biofilter.

(

1. Bilangan Reynold

Aliran viskos dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu aliran laminer dan

turbulen. Dalam aliran laminer partikel partikel zat cair bergerak teratur

mengikuti lintasan yang saling sejajar. Sedangkan pada aliran turbulen gerak

partikel partikel zat cair tidak teratur. Reynold menunjukkan bahwa aliran

laminer dan aliran turbulen dapat diklasifikasikan dengan suatu bilangan

tertentu. Bilangan tersebut disebut bilangan Reynold dengan rumus sebagai

berikut :

v ud ud

Re= ρ = (1)

dimanaρ adalah densitas (kg/m3); u adalah kecepatan (m/detik); d adalah

diameter pipa (m); # adalah viskositas dinamik (kg.detik/meter); ν adalah

viskositas kinematik (m2/detik).

2. Kehilangan Tekanan pada Aliran Laminer

Kehilangan tekanan pada aliran laminer dapat dihitung secara teori apabila

diketahui kecepatan, sifat sifat fluida dan dimensi pipa. Kehilangan tekanan

pada aliran laminer diberikan oleh persamaan Hagen Poiseuille (Sleigh, 2001).

2 d

Lu 32

P= (2)

apabila dinyatakan dalam bentuk head maka menjadi

2

dimana NP adalah kehilangan tekanan (kg/m2); u adalah kecepatan

(m/detik); d adalah diameter pipa (m); L adalah panjang pipa (m); # adalah

viskositas dinamik (kg.detik/m); ρ adalah densitas (kg/m3) dan g adalah

(33)

11 3. Kehilangan Tekanan pada Aliran Turbulen

Kehilangan tekanan pada aliran turbulen diberikan oleh persamaan Darcy

Weisbach yang ditulis dalam bentuk sebagai berikut :

2gd

dimana hf adalah kehilangan head karena gesekan (m) dan f adalah

koefisien gesekan

4. Koefisien Gesekan (f)

4.1 Nilaifpada Aliran Laminer

Nilai f harus diperhitungkan dengan benar agar mendapatkan nilai head

loss yang benar juga. Persamaan head loss yang diturunkan pada aliran

laminer sebanding dengan persamaan head loss yang diturunkan pada aliran

turbulen, yang membedakan adalah nilai f secara empiris. Dengan

menggabungkan persamaan (3) dan persamaan (4) maka akan didapatkan

persamaan yang merupakan persamaan Darcy untuk aliran laminer. Persamaan

tersebut diberikan sebagai berikut :

Re

4.2 Persamaan Blasius untukf

Blasius pada tahun 1913 (Sleigh, 2001) adalah orang pertama yang

memberikan rumus empiris yang akurat untuk nilai f pada aliran turbulen di

pipa halus. Persamaan Blasius diberikan sebagai berikut :

25

4.3 Persamaan Colebrook White untukf

Colebrook dan White telah melakukan eksperimen menggunakan beberapa

pipa komersial dengan berdasarkan persamaan yang diberikan oleh von

Karman dan Prandtl. Eksperimen tersebut menghasilkan persamaan

(34)

12

5. Kehilangan Tekanan Lokal(Local Head Loss)

Selain kehilangan tekanan karena gesekan, selalu ada perubahan tekanan

karena belokan, cabang dan valve. Pada jaringan pipa yang panjang

kehilangan tekanan lokal dapat diabaikan, tetapi pada jaringan pipa yang

pendek kehilangan head lokal jauh lebih besar jika dibandingkan dengan

kehilangan head akibat gesekan. Secara umum kehilangan head lokal

dinyatakan sebagai berikut :

2g u k

hL = L (8)

dimana hL adalah kehilangan tekanan lokal (m) dan kL adalah koefisien

kehilangan tekanan lokal.

6. Hukum Bernoulli

Analisis aliran dalam pipa dapat dianalisis dengan menggunakan hukum

Bernoulli. Hukum Berboulli menyatakan konservasi energi sepanjang garis

aliran dengan prinsip total energi (head) pada sistem tidak berubah. Hukum

Bernoulli menyatakan total energi per unit berat adalah merupakan

penjumlahan tekanan per unit berat dan energi potensial per unit berat (Sleigh,

2001 dan Nekrasov, 1969). Hukum Bernoulli dapat dituliskan dalam

persamaan sebagai berikut :

2

Persamaan Bernoulli hanya berlaku untuk aliran mantap (steady),densitas

konstan (incompressible fluid), kehilangan karena gesekan diabaikan dan

persamaan menghubungkan dua titik kondisi sepanjang garis aliran tunggal.

Dalam kenyataannya sejumlah energi akan hilang karena gesekan dan

lokal. Dengan memperhatikan kedua kehilangan energi tersebut maka

persamaan Bernoulli dapat ditulis menjadi persamaan berikut (Sleigh, 2001) :

(35)

13

(

( ;

Tempat penelitian dilakukan di Wisma Wageningen, Laboratorium Teknik

Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu

Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006.

( <

Bahan yang digunakan dalam pembuatan prototipe sistem resirkulasi adalah

sebagai berikut:

1. Bak fiber berdiameter 80 cm

2. Pipa PVC ½ ” dan 1½”

3. Selang plastik 2” dan 1”

4. Pompa submersibelhead4.2 m, 110 W

5. Besi siku 50 x 50 x 5 mm

6. Zeolit

7. Plat alumunium tebal 2 mm

8. Plat strip alumunium 20 x 2 mm dan 20 x 1 mm

9. Kasa kawat

10. Stop kran ½”

11. Sambungan sambungan pipa PVC ½” dan 1½”, yaitu knee, tee, sok drat

luar, dop ulir, reducer 1½” ke ½”, dan stop kran ½”

12. Klem selang 1” dan 2”

13. Karet dudukan 50x50.mm

Alat yang digunakan dalam pembuatan prototipe sistem resirkulasi adalah

sebagai berikut:

1. Gerinda potong diameter 14” merek Makita

2. Gerindaportable4” dan mata gerinda pemotong serta pengikis

3. Gergaji besi.

4. Riveterdan pakurivet

(36)

14

6. Satu unitPersonal Computer(PC) dengan program MS Excel, MS word

dan AutoCAD 2004 yang digunakan untuk perhitungan data dan desain

gambar

7. Gelas ukur 100 ml dan gelas ukur 1000 ml

8. Stopwatch, jangka sorong, meteran dan penggaris

( <

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode perancangan

teknik sesuai dengan tahapan tahapan pada perancangan teknik (Harsokusumo,

1999) dimana tahapan perancangan dijelaskan dalam gambar 3.

(37)

15

( ;

1. Pengukuran Debit dan Tinggi Muka Air

Pengukuran debit air menggunakan metode volumetrik yaitu dengan

mengukur waktu yang diperlukan untuk mengisi gelas ukur bervolume 1000

ml. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing masing

bak. Pengukuran debit air dilakukan pada saluran inlet yang masuk ke bak

budidaya dan bak filter, selain itu pengukuran juga dilakukan pada saluran

overflowdari bak suplai yang masuk ke bak tandon/penampungan sementara.

Pengukuran tinggi muka air dilakukan dengan menggunakan pita ukur.

Pada saat pengukuran tinggi muka air dalam bak diukur relatif terhadap dasar

bak, sedangkan pada saat perhitungan digunakan tinggi muka air relatif

terhadap datum (lantai ruangan). Tinggi muka air terhadap datum didapat

dengan menambahkan tinggi muka air relatif terhadap dasar bak dengan tinggi

rangka masing masing bak.

Pengukuran debit air dan tinggi muka air dilakukan pada empat kondisi

bukaan katup penyaluran berbeda. Bukaan katup pada masing masing kondisi

dijelaskan dengan ekspresi matematika sebagai berikut.

kondisi 1 > kondisi 2 > kondisi 4 > kondisi 3

Pengukuran pada masing masing bukaan katup dilakukan setelah aliran pada

keadaan relatif mantap.

2. Analisis Keseragaman Debit Penyaluran

Keseragaman debit penyaluran dapat dihitung dengan rumus :

%

3. Analisis KoefisienHead Loss

Analisis hidrolis dilakukan untuk menentukan persamaan hidrolis sistem

resirkulasi. Variabel yang dicari dalam analisis ini adalah konstanta

kehilangan head pada tiap komponen sub sistem penyaluran. Asumsi yang

digunakan dalam analisis adalah bahwa sistem berada pada kondisi steady

(mantap) dan jumlah air pada sistem resirkulasi akuakultur tetap (tidak ada air

yang terbuang). Analisis dilakukan menggunakan prinsip kekekalan massa dan

(38)

16

z1dan z2= tinggi titik 1 dan 2 dari datum (m); hLossMiinor = kehilangan head

karena belokan atau sambungan (m); hLossMayor = kehilangan head karena

gesekan (m); ρ = massa jenis fluida (kg/m3); g = percepatan gravitasi

(m/detik2). Pada jaringan pipa yang pendek, kehilangan head lebih banyak

dipengaruhi oleh hLossMinordibandingkan hLossMayor. hLossMinor dapat dirumuskan

sebagai :

Dimanak= koefisisen kehilangan head minor sambungan atau belokan ;v

= kecepatan aliran pada sambungan atau belokan (m/detik).

Subsistem penyaluran air pada sistem resirkulasi akuakultur terdiri dari

empat komponen, yaitu

1. Penyaluran bak pengkondisi ke bak budidaya

2. Penyaluran bak ke bak filtrasi

3. Penyaluran bak filtrasi ke bak tandon

4. Penyaluran bak tandon ke bak pengkondisi

5. Overflow bak pengkondisi

(39)

17 Gambar 4. Skema subsistem penyaluran.

Persamaan hidrolis untuk masing masing komponen adalah sebagai

berikut:

1. Penyaluran bak suplai/pengkondisi ke bak budidaya (subsistem

penyaluran 1)

2. Penyaluran bak budidaya ke bak filtrasi (subsistem penyaluran 2)

(

)

3. Penyaluran bak filtrasi ke bak tandon (subsistem penyaluran 3)

g

4. Penyaluran bak tandon ke bak pengkondisi (subsistem penyaluran 4)

(

)

5. Overflow bak pengkondisi (subsistem penyaluran 5)

(40)

18 6. Kesetimbangan debit dalam sistem penyaluran

Q1= Q2= Q3 (20)

Q4= Q1+ Q5 (21)

Dimana:

z1= tinggi air di bak pengkondisi (m)

z2= tinggi outlet suplai air bak budidaya (m)

z3= tinggi permukaan air di bak budidaya (m)

z4= tinggi outlet drainase bak budi daya (m)

z5= tinggi air di bak filtrasi (m)

z6= tinggi air di bak tandon (m)

z7= tinggi outlet pompa (m)

z8= tinggi outlet pipa overflow (m)

hp= pertambahan head yang dihasilkan oleh pompa (m)

k1=koefisien kehilangan head pada sub sistem penyaluran 1

k2=koefisien kehilangan head pada sub sistem penyaluran 2

k3=koefisien kehilangan head pada sub sistem penyaluran 3

k4=koefisien kehilangan head pada sub sistem penyaluran 4

k5=koefisien kehilangan head pada sub sistem penyaluran 5

v1=kecepatan aliran pada sub sistem penyaluran 1 (m/s)

v2=kecepatan aliran pada sub sistem penyaluran 2 (m/s)

v3=kecepatan aliran pada sub sistem penyaluran 3 (m/s)

v4=kecepatan aliran pada sub sistem penyaluran 4 (m/s)

v5=kecepatan aliran pada sub sistem penyaluran 5 (m/s)

Q1=debit aliran pada sub sistem penyaluran 1 (m3/s)

Q2=debit aliran pada sub sistem penyaluran 2 (m3/s)

Q3=debit aliran pada sub sistem penyaluran 3 (m3/s)

Q4=debit aliran pada sub sistem penyaluran 4 (m3/s)

Q5=debit aliran pada sub sistem penyaluran 5 (m3/s)

Persamaan 15, 16, 17 dan 19 berturut turut digunakan untuk mencari nilai

koefisien head loss subsistem penyaluran 1, 2, 3 dan 5. Data yang perlu

diketahui dalam analisis ini adalah data ketinggian muka air dan debit air.

(41)

19

Reynold yang harus dihitung terlebih dahulu. Dengan diketahuinya nilai k4

maka dapat dihitung head pompa pada kondisi tersebut.

Data tinggi muka air diukur dengan menetapkan permukaan lantai sebagai

datum. Debit diukur secara volumetrik menggunakan gelas ukur 1 liter (untuk

pengukuran debit pada sub sistem penyaluran 1 dan 5) dan ember 4 liter

(untuk pengukuran debit pada sub sistem penyaluran 2 dan 4 ). Nilai Q1

merupakan penjumlahan debit yang masuk ke dalam setiap bak budidaya dan

nilaih1merupakan nilai rata rata tinggi air setiap bak budidaya.

4. Efisiensi Pompa

Efisiensi pompa adalah perbandingan antara debit pompa yang dihasilkan

pada suatu nilai head dengan debit pompa pada nilai head tersebut yang sesuai

dengan spesifikasi pabrik. Efisiensi pompa diberikan oleh rumus berikut :

%

dimana Qradalah debit pompa hasil pengukuran pada suatu nilai head pompa

dan Qiadalah nilai debit pompa sesuai dengan spesifikasi pabrik.

5. Turnover Time

Turnover timeadalah waktu yang diperlukan untuk menyaring seluruh air

yang ada di sistem resirkulasi akuakultur. Turnover time dirumuskan sebagai

berikut :

dimana Vtotaladalah volume air total yang ada di sistem resirkulasi akuakultur

(42)

20

Subsistem penkondisian dan suplai

Subsistem budidaya

Subsistem filtrasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

( < <

Kebutuhan dan permasalahan yang mendasari perancangan sistem resirkulasi

akuakultur ini antara lain :

1. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat digunakan untuk kegiatan

pembenihan atau pendederan ikan di dalam ruangan.

2. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat menghemat penggunaan air

sehingga kegiatan pembenihan ikan dapat dilakukan di daerah yang

sumber daya airnya terbatas,

3. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat dikendalikan kondisi air dan

alirannya.

(

Konsep produk yang dikembangkan adalah suatu sistem resirkulasi yang

tersusun dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan

subsistem pengkondisian dan suplai. Bak pada sistem resirkulasi ini dapat

diklasifikasikan menjadi empat jenis bak, yaitu bak budidaya, bak filtrasi, bak

tandon (penampungan sementara) dan bak penkondisian/suplai. Skema sistem

resirkulasi akuakultur terdapat pada gambar 5.

(43)

21 Masing masing subsistem pada sistem resirkulasi akuakultur dijelaskan

sebagai berikut.

1. Subsistem Budidaya

Subsistem budidaya berfungsi sebagai lingkungan tempat budidaya ikan.

Subsistem ini tediri dari 12 bak budidaya yang terbuat dari bahan fiber.

2. Subsistem Filtrasi

Subsistem filtrasi berfungsi untuk memperbaiki kualitas air pada sistem

resirkulasi akuakultur. Subsistem ini terdiri dari bak filtrasi, bak tandon

dan filter. Bak filtrasi dan bak tandon terbuat dari bahan fiber sedangkan

kerangka filter terbuat dari bahan aluminium. Filter yang digunakan adalah

filter fisik dan biologis. Filter fisik menggunakan kawat kasa berukuran 1

mm sedangkan filter kimia menggunakan bahan zeolit. Bak tandon pada

subsistem ini berfungsi sebagai penampungan sementara air hasil filtrasi.

Air yang ditampung di bak tandon dialirkan ke bak suplai dengan

menggunakan pompa terendam.

3. Subsistem Pengkondisian dan Suplai

Subsistem pengkondisian dan suplai terdiri dari sebuah bak fiber yang

berfungsi sebagai penyedia air yang telah diperbaiki kualitas airnya untuk

dialirkan ke subsistem budidaya. Selain sebagai penyuplai, subsistem ini

juga berfungsi sebagai pengkondisi terutama sebagai pengkondisi suhu dan

pengkondisi oksigen terlarut. Subsistem ini dapat berfungsi sebagai

pengkondisi suhu dan oksigen terlarut apabila dipasangkan alat pemanas

dan aerator.

(

1. Rangka

Rangka pada sistem resirkulasi akuakultur berfungsi sebagai dudukan bak

agar terjadi perbedaan tinggi muka air untuk masing masing subsistem.

Rangka terbuat dari besi siku 5 x 5 cm berketebalan 2 mm dengan

(44)

22 Rangka untuk bak budidaya dibuat sebanyak dua belas buah dengan tinggi

masing masing rangka 60 cm.Rangka untuk bak filter dibuat sebanyak satu

buah dengan tinggi rangka 35 cm. Rangka untuk bak tandon dan bak suplai

digabung menjadi satu, sehingga rangkanya mempunyai dua dudukan

bertingkat. Tinggi dudukan untuk bak tandon adalah 30 cm dan tinggi

dudukan untuk bak suplai adalah 250 cm. Denah peletakan sistem resirkulasi

ditampilkan pada lampiran 2.

2. Bak

Bak yang digunakan untuk sistem resirkulasi ini berukuran diameter atas

76 cm, diameter bawah 72 cm, tinggi 60 cm, tinggi overflow52 cm dan lebar

kuping 2 cm. Bak terbuat dari bahan fiber dengan ketebalan + 4 mm. Jumlah

bak total sebanyak 15 bak dengan rincian 1 bak suplai/pengkondisian, 1 bak

filtrasi, 1 bak tandon dan 12 bak budidaya.

3. Filter

Filter yang digunakan pada sistem resirkulasi ini adalah filter mekanis dan

filter kimia. Filter mekanis berupa rangka filter berukuran diameter 40 cm dan

tinggi 50 cm. Rangka filter dipasang kawat kasa berukuran 1 mm. Kawat kasa

berfungsi sebagai filter mekanis yang menyaring kotoran kotoran di air

sebelum memasuki filter kimia.

Filter kimia yang digunakan adalah batuan zeolit. Batuan zeolit

dimasukkan ke dalam rangka filter yang telah dibuat sebelumnya. Zeolit

berfungsi untuk menjaga pH air serta menyerap NH3NO3 dan H2S yang

terlarut dalam air.

4. Sistem Perpipaan

Sistem perpipaan berfungsi untuk menyalurkan air dari satu subsistem ke

subsistem lainnya. Sistem perpipaan pada sistem resirkulasi ini terdiri 5

subsistem penyaluran, yaitu :

a. Subsistem penyaluran dari bak suplai/pengkondisi ke bak budidaya

b. Subsistem penyaluran dari bak budidaya ke bak filter

c. Subsistem penyaluran dari bak filter ke bak tandon

d. Subsistem penyaluran dari bak tandon ke bak suplai/pengkondisi

(45)

23 !

"

#$%& #$%& #$%& #$%& #$%' #$%' #$%' #$%' #$%( #$%( #$%( #$%(

( A

1. Keseragaman Debit Penyaluran Bak Budidaya

Pengukuran debit dilakukan pada empat kondisi bukaan katup. Pada setiap

kondisi, pengukuran dilakukan pada saat keadaan mantap (steady). Rata rata

debit dari bak suplai ke bak budidaya pada kondisi 1 = 35.17 ml/detik, kondisi

2 = 29.86 ml/detik , kondisi 3 = 23.30 ml/detik, kondisi 4 = 25.70 ml/detik.

Gambar 6 menampilkan hasil pengukuran debit dari bak suplai ke bak

budidaya pada masing masing kondisi.

Gambar 6. Hasil pengukuran debit bak suplai ke bak budidaya

Keseragaman debit penyaluran bak budidaya pada masing masing kondisi

yaitu, kondisi 1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi

4 = 70.92 %. Keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada masing

(46)

24

! " ) * +

Gambar 7. Hasil perhitungan keseragaman debit ke bak budidaya.

Nilai keseragaman dipengaruhi oleh nilai koefisien head loss dan beda

tinggi antar bak budidaya. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah masing masing bak budidaya mempunyai tinggi yang sama, namun

faktor kemiringan lantai dalam ruangan dapat mempengaruhi tinggi masing

masing bak budidaya sehingga dapat mempengaruhi debit yang masuk ke bak

budidaya.

2. Analisa KoefisienHead Loss

Tabel 2, tabel 3, tabel 4 dan tabel 5 menampilkan hasil perhitungan

koefisienhead losspada masing masing kondisi.

Tabel 2. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 1

$ + ,*"

$ ,* "

$ " , !"

$ , "

(47)

25 Tabel 3. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 2

$ ) , )

$ ,!

$ ), +

$ , "

$ ! )*, *!

Tabel 4. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 3

$ )!,+!

$ , !

$ , "*

$ , "

$ ! *",

Tabel 5. Hasil perhitungan koefisienhead losspada kondisi 4

$ ")),+

$ ,* "

$ ,+"+

$ , "

$ ! !, *

Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa nilai head loss terbesar

terdapat pada subsistem penyaluran 1. Hal ini sesuai dengan persamaan

Darcy Weisbach pada persamaan 4, dimana head loss berbanding lurus

dengan kecepatan aliran dan berbanding terbalik dengan diameter saluran.

Pada subsistem penyaluran 1 kecepatan aliran untuk kondisi 1 = 13.83

cm/detik, kondisi 2 = 11.74 cm/detik, kondisi 3 = 9.16 cm/detik, kondisi 4 =

10.11 cm/detik, sedangkan diameter saluran yang dilewati 1.8 cm.

Pada subsistem 1, k5tidak memiliki nilai karena tidak ada aliran di saluran

overflow.Tidak terjadinya aliran di saluranoverflowdisebabkan karena tinggi

muka air di bak suplai tidak mencapai tinggi lubangoverflow di bak tersebut.

Nilai k4 pada sistem penyaluran 4 ini dihitung dengan persamaan Blasius

karena nilai bilangan Reynold pada masing masing kondisi lebih dari 4000.

Nilai bilangan Reynold lebih dari 4000 menunjukkan aliran pada subsistem

(48)

26 3. Efisiensi Pompa

Tabel 6 menampilkan nilai debit riil hasil pengukuran dan debit ideal

sesuai dengan spesifikasi pabrik.

Tabel 6. Debit hasil pengukuran dan debit ideal

, * ,!+ ,)

,!* )+ ,!+ ,")

!!,"! ))+, * ,"

, )*!,! ,"

Tabel 7 menampilkan nilai efisiensi pompa untuk masing masing kondisi

Tabel 7. Nilai efisiensi pompa

! , " ! ," !*, " ! ,*!

Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa nilai efisiensi pompa untuk sistem

resirkulasi akuakultur ini berkisar antara 52.06 % 58.46 %. Semakin kecil

efisiensi pompa berarti pompa tersebut semakin boros, karena diperlukan energi

yang semakin besar untuk memompa setiap m3 air. Pompa terendam yang

dipasang di SRA ini mempunyai daya 100 W dan head maksimal 4.2 m. Energi

yang diperlukan untuk mengalirkan setiap m3 air pada saat kondisi riil (Er) dan

kondisi ideal (Ei) ditampilkan pada tabel 8.

Tabel 8. Kebutuhan energi pompa

! !

Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan turnover time pada masing

masing kondisi. Turnover time padamasing masing kondisi mempunyai nilai

yang berbeda karena debit aliran air yang masuk ke bak filtrasi pada masing

(49)

27 relatif tetap. Debit aliran masuk ke bak filtrasi pada kondisi 1 = 459.92

ml/detik, kondisi 2 = 360.87 ml/detik, kondisi 3 = 294.07 ml/detik, kondisi 4 =

328.40 ml/detik.

Tabel 9. Hasil perhitunganturnover timeuntuk masing masing kondisi

&!/$,$ +#!&? # -$' / -$.

+#!&? # -$' : '

kondisi 1 6422.18 1.78

kondisi 2 8149.82 2.26

kondisi 3 10013.50 2.78

kondisi 4 9262.35 2.57

(

Gambar komponen produk dan gambar susunan dilampirkan pada lampiran 3

dan 4. Bill of materialatau kebutuhan bahan ditampilkan dalam lampiran 5, 6 dan

(50)

28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

(

Sistem resirkulasi untuk pembenihan ikan yang dirancang dapat berfungsi

dengan baik. Sistem ini terdiri tiga subsistem, yaitu subsistem budidaya,

subsistem filtrasi, dan subsistem suplai/pengkondisian. Sistem resirkulasi air yang

dirancang memiliki keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada kondisi

1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 = 70.92 %.

Efisiensi pompa pada kondisi 1 = 52.06 %, kondisi 2 = 54.63 %, kondisi 3 =

58.46 %, kondisi 4 = 53.85 %. Turnover time pada kondisi 1 = 1.78 jam, kondisi 2

= 2.26 jam, kondisi 3 = 2.78 jam, kondisi 4 = 2.57 jam.

(

1. Perlu dilakukan pengukuran tinggi muka air dengan mempertimbangkan

kemiringan lantai sehingga hasil perhitungan akan lebih tepat.

2. Perlu dilakukan perhitungan debit air yang melalui jaringan pipa sehingga

(51)

29

DAFTAR PUSTAKA

Arifianto, T. 2002. Teknik Perbaikan Filter Fisik dan Filter Kimia pada Sistem

Resirkulasi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Skripsi.

Jurusan Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Guk guk, L. R. 2000. Kinerja Sistem Resirkulasi dalam Pendederan Ikan Patin (Pangasius sutchi Fowler). Skripsi. Jurusan Budidaya Perikanan. Institut

Pertanian Bogor.

Harsokusumo, K. 1999. Pengantar Perancangan Teknik. ITB Press. Bandung.

Khairuman dan Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

PIRSA Aquaculture SA.1999. Recirculation System in Aquaculture. Adelaide.

http://www.iaasa.org.au/index.php

Rudiyanto. 2006. Permodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur

Terkendali. Tesis. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, B.I. 2004, L.O. Nelwan, dan Sukenda. 2004. Rancang Bangun Sistem

Resirkulasi Air Terkendali untuk Pembenihan Ikan Patin (Pangasius

hypopthalmus). Laporan RUT X LPPM IPB. Bogor.

Sleigh, A. 2001.Fluid Flow in Pipes. School of Civil Engineering. University of

Leeds,http://www.efm.leeds.ac.uk/CIVE/CIVE2400/pipe%20flow2.pdf.

Gambar

Gambar�1.�Ikan�patin�(Pangasius�hypophthalmus)�
Gambar�2.�Skema�SRA�yang�dikembangkan�Setiawan�et.�al.�(2004).�
Tabel�1.�Klasifikasi�air�berdasarkan�derajat�hardness�
Gambar�3.�Tahapan�perancangan�sistem�resirkulasi�akuakultur�
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan, maka dapat diketahui hasil dari pengujian ini yaitu variabel profitabilitas, likuiditas, tangible, resiko bisnis berpengaruh

Didasari analisa yang dilakukan, se- bagai akhir dari rangkaian penlditian, maka dapnt disimpulkan bahwa motif hias yang terdapat pada kain tenun songket sebagai

Dalam usaha dakwah yang berterusan terhadap masyarakat Orang Asli di Pahang, sudah pasti terdapat cabaran dan dugaan yang perlu ditempuhi oleh setiap dai dalam siri-siri dakwah

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah sistem informasi yang berbasis SMS Gateway yang mencakup informasi kehadiran dosen dimana dosen mengirimkan sms dengan format

1) Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan. Caranya antara lain dilakukan dalam bentuk peningkatan frekuensi pertemuan peneliti

Dengan melihat variabel independent Tingkat Inflasi tidak berpengaruh terhadap investasi sektor industri di surabaya hal ini disebabkan karena apabila tingkat

Dalam konteks pendidikan Islam, dikotomi lebih dipahami sebagai dualisme sistem pendidikan antara pendidikan agama Islam dan pendidikan umum yang memisahkan kesadaran keagamaan

Sedangkan analisis berdasarkan tabel nilai kisaran klasifikasi tingkatan menurut Arifin S, dkk (2006) belum sesuai dengan kenyataan di lapangan. Adapun lokasi-lokasi