Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh : Rizka Azizah 102017024006
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Tutor Sebaya Terhadap Hasil Belajar Matematika” (Penelitian di MTs Al-Inaayah Rawakalong Gunung Sindur Bogor)”, disusun oleh RIZKA AZIZAH Nomer Induk Mahasiswa : 102017024006, Telah diujikan pada tanggal 28 Desember 2009 dan telah diterima dan disahkan oleh dewan penguji skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S-1) pada jurusan Pendidikan Matematika.
Jakarta, 28 Desember 2009
Sidang Munaqosah Tanggal Tanda Tangan
Ketua
Maifalinda Fatra,M.Pd. ………. ………. NIP.19700528 199603 2 002
Sekretaris
Otong Suhyanto, M.Si ………. ………. NIP.19681104 199903 1 001
Anggota Penguji I,
Maifalinda Fatra,M.Pd. ………. ………. NIP.19700528 199603 2 002
Penguji II,
Dra. Afidah Mas’ud ………. ………. NIP.150228775
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Terhadap Hasil Belajar Matematika” (Penelitian di MTs Al- Inaayah Rawakalong Gunung Sindur Bogor), yang disusun oleh Rizka Azizah Nomor Induk Mahasiswa: 102017024006, Jurusan Pendidikan Matematika telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan fakultas.
Jakarta, Desember 2009
Yang Mengesahkan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Ali Hamzah. M. Pd Drs. Bambang Aryan. M.Pd NIP 194803231982031001 NIP 131 974 684
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh :
RIZKA AZIZAH 102017024006
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelas Sarjana Pendidikan (S. Pd)
OLEH : RIZKA AZIZAH
102017024006
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Ali Hamzah. M. Pd Drs. Bambang Aryan. M.Pd NIP 194803231982031001 NIP 131 974 684
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
NIM : 102017024006 Jurusan / Semester : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2002
Alamat : Jl. Tegal Parang Utara VI RT.006/04 No.14 Mampang Prapatan Jakarta Selatan 12790
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Tutor Sebaya terhadap Hasil Belajar Matematika” (Penelitian di MTs Al-Inaayah Rawakalong Gunung Sindur Bogor) Adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama : 1. Drs. Ali Hamzah. M. Pd NIP 194803231982031001 2. Drs. Bambang Aryan. M. Pd NIP 131 974 684
Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekwensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, Desember 2009
Yang Menyatakan,
Inaayah Rawakalong Gunung Sindur Bogor). Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Proses pembelajaran harus memiliki karakteristik melayani keinginan dan kebutuhan siswa, bukan transformasi pengetahuan menurut selera sekolah maupun pendidik. Model Pembelajaran Tutor Sebaya adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya, juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar Matematika siswa yang menggunakan pembelajaran Tutor Sebaya dengan pembelajaran Konvensional. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen. Sampelnya adalah kelas VII-B dengan jumlah siswa 30 dan VII-C dengan jumlah siswa 29. Hasil penelitian yang dilakukan didapatkan rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen sebesar 69,55 dan dikelas kontrol sebesar 63, pengujian hipotesisnya menggunakan uji “t” dengan hasil thitung 6,32 >
ttabel 1,67 yang sebelumnya diuji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas.
Dari hasil penelitian ini dapat dibuktikan bahwa Model pembelajaran Tutor Sebaya lebih baik dari pada model pembelajaran Konvensional, artinya terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran Tutor Sebaya dibanding model pembelajaran Konvensional.
Kata Kunci: Model, Tutor Sebaya, Pembelajaran Matematika
iii
Puja, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akhir akademis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta guna mencapai gelar sarjana pendidikan matematika. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai atas bantuan banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan dorongan, baik moril maupun materil. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, dan Bpk. Otong Suhyanto, M.Si, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan arahan.
3. Ibu Tita Khalis Maryati, M.Kom, Dosen Penasehat Akademik, yang sudah memberikan bimbingan, nasehat, serta memotivasi penulis dari awal semester sampai akhir semester.
4. Bapak Drs. Ali Hamzah. M. Pd, Dosen Pembimbing I, dan Bapak Bambang Aryan, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang sudah memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan semangat yang takkan terlupakan dan akan membekas dihati
iv
penelitian dan memberikan segala fasilitas yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
7. Pimpinan dan staf Perpustakaan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan fasilitas kepada penulis untuk menelaah serta memberi pinjaman sumber literatur yang di perlukan.
8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Ayahanda tersayang Ma’mun dan Ibunda tercinta Nadjibah, yang tak henti-hentinya mendoakanku, mendidik, memotivasi, selalu sabar dan selalu memberikan limpahan kasih sayang kepadaku, terimakasih atas segalanya, hanya Allah SWT, yang dapat membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk kalian.
9. Untuk Kakandaku Ahmad Subhan yang telah memberikan pinjaman komputer dan WARNET-nya (laatansa Computer) dalam pencarian bahan skripsi yang diperlukan, kakanda dan adikku Nurhasri Ainun, Nurul Inaayah dan yang lainnya yang selalu cerewet memberikan motivasinya agar cepat dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Sahabat-sahabatku yang baik hati tempat curhat dikala duka maupun suka Ningrum (terima kasih atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini), Ayu, Wiyah, Ikam, dan Teman-teman Angkatan 2002 A dan B, Yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dalam melewati hari-hari kuliah yang penuh suka dan duka, karena kalianlah hari-hari kuliah menjadi sangat menyenangkan dan berwarna.
v
Jakarta, Desember 2009
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... i
ABSTRAKSI... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II : LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10
A. Landasan Teori ... 10
1. Pembelajaran Matematika... 10
2. Model Pembelajaran ... 14
3. Pembelajaran Tutor Sebaya... 16
4. Pembelajaran Konvensional... 21
5. Belajar dan Hasil Belajar Matematika ... 23
a. Definisi Belajar ... 23
b. Tujuan Belajar... 26 c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar 27
b. Perbandingan, Bentuk Desimal dan Persen ... 34
c. Operasi Pada Pecahan ... 37
B. Kerangka Berpikir... 40
C. Pengajuan Hipotesis ... 41
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN... 42
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42
B. Metode Penelitian ... 42
C. Popupasi dan Sampel ... 43
D. Tehnik Pengumpulan Data... 44
E. Instrumen Penelitian ... 45
1. Uji Validitas ... 45
2. Uji Reabilitas... 46
3. Pengujian Taraf Kesukaran ... 46
F. Tehnik Analisis Data... 48
1. Uji Normalitas... 48
2. Uji Homogenitas ... 48
3. Uji Hipotesis Penelitian ... 49
BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 51
A. Deskripsi Data... 51
1. Hasil Belajar Matematika... 51
2. Data Hasil Pengamatan ... 55
B. Pengujian Prasyarat... 56
1. Uji Normalitas... 57
2. Uji Homogenitas ... 57
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN – LAMPIRAN
Pembelajaran ... 16
Tabel 2 Desain Penelitian... 43
Table 3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian... 44
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 52
Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Eksperimen... 53
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelas Kontrol... 54
Tabel 7 Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 55
Tabel 8 Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika Kelas Eks... 56
Tabel 9 Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika Kelas Kontrol ... 57
Tabel 10 Uji Validitas Tes Hasil Belajar Siswa... 99
Tabel 11 Uji Validitas Tes Hasil Belajar Siswa (yang valid) ... 100
Tabel 12 Uji Reabilitas Tes Kemampuan Siswa... 101
Tabel 13 Taraf Kesukaran Soal... 102
Tabel 14 Daya Beda Soal ... 103
Tabel 15 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 106
Tabel 16 Uji Normalitas Kelompok Kontrol... 106
Tabel 17 Uji Homogenitas ... 107
Tabel 18 Nilai- nilai r Product Moment ... 108
Tabel 19 Nilai Kritis untuk Uji Liliefors... 109
Tabel 20 Luas dibawah Lengkungan Kurva Normal ... 110
Tabel 21 Nilai Persentil untuk Distribusi F... 111
Tabel 22 Nilai Persentil untuk Distribusi t... 112
Tabel 23 Nilai t untuk berbagai df ... 113
x
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol... 80
Lampiran 3 Pembagian Kelompok Belajar Kelas Eksperimen ... 94
Lampiran 4 Instrumen Penelitian ... 95
Lampiran 5 Kunci Jawaban ... 98
Lampiran 6 Perhitungan Uji Validitas Tes Kemampuan Siswa ... 99
Lampiran 7 Rekap Hasil Uji Validitas yang Valid... 100
Lampiran 8 Perhitungan Uji Reabilitas ... 101
Lampiran 9 Perhitungan Taraf Kesukaran Soal... 102
Lampiran 10 Daya Beda Soal ... 103
Lampiran 11 Perhitungan Daftar Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 104
Lampiran 12 Perhitungan Daftar Frekuensi Kelompok Kontrol ... 105
Lampiran 13 Uji Normalitas kelompok Eksperimen dan kontrol ... 106
Lampiran 14 Uji Homogenitas ... 107
Lampiran 15 Surat Bimbingan Skripsi ... 114
Lampiran 16 Surat Izin Penelitian ... 115
Lampiran 17 Surat Bukti Penelitian dari Sekolah ... 116
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia terlebih pada masa kini, pendidikan merupakan suatu kebutuhan. Dunia
pendidikan dituntut untuk lebih memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya
meningkatkan kemajuan bangsa. Selain itu pendidikan juga dituntut untuk
membentuk manusia yang berakhlak mulia, kreatif, mandiri dan bertanggung
jawab, yang semuanya itu berdasarkan atas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa
Muhibbin Syah mengatakan “Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah
proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,
pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan”.1 Bisa
dikatakan bahwa setiap Negara atau bangsa selalu menyelenggarakan pendidikan
demi cita-cita nasional bangsa yang bersangkutan. Hal yang bersangkutan dengan
pendidikan itu tertuang dalam undang-undang system pendidikan nasional bab II
pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.2
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
1
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung:PT. Rosda Karya, 2003), edisi revisi, h.10
2
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”3 Menurut Ahmad D. Marimba
“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama”.4
Sedangkan dalam Islam pendidikan hal yang sangat urgent karena itu
seseorang yang memiliki pengetahuan atau ilmu mempunyai kedudukan atau
derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT :
☺
☺
)
ﺎﺠ ا
د
ﺔ
:
11
(
Artinya “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS:Al-Mujadilah :11)
Begitu pula dalam Hadist Rosulullah SAW bersabda:
ﺐ ﻃا
ﻌ ا
ﻦ
يﺪﻬ ا
ﻲ ا
ﺪﻬ ا
ي
Artinya :“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang kubur
Sudah menjadi kenyataan bahwa dunia pendidikan adalah dunia yang
penuh kritik. Diakui oleh Mastuhu bahwa debat akademik mengenai masalah
pendidikan tidak pernah selesai. Menurutnya, hal ini disebabkan karena salah satu
keunikan dalam kehidupan manusia tidak pernah sepi dari nilai-nilai luhur yang
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
4
dicita-citakan. Sejalan dengan itu, Malik Fajar berpendapat bahwa “pendidikan
dapat dipahami sebagi pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup
seseorang”.5 Oleh karenanya pendidikan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan hidup dan kehidupan manusia.
Pendidikan bukanlah suatu hal yang statis atau tetap, melainkan suatu hal
yang dinamis sehingga menuntut adanya suatu perubahan atau perbaikan secara
terus menerus. Perubahan dapat dilakukan dalam hal metode mengajar,
buku-buku, alat-alat laboratorium, maupun materi-materi pelajaran. Matematika
merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih banyak
dibanding pelajaran lain. Pelajaran matematika dalam pelaksanaan pendidikan
diberikan kepada semua jenjang
Matematika dari tahun ke tahun berkembang semakin meningkat sesuai
dengan tuntutan zaman. Tuntutan zaman mendorong manusia untuk lebih kreatif
dalam mengembangkan atau menerapkan matematika sebagai ilmu dasar. Salah
satu hambatan dalam pelajaran matematika adalah bahwa siswa kurang tertarik
pada matematika. Banyak siswa yang mengalami kesulitan bila mengahadapi
soal-soal matematika. Hal ini dapat mengakibatkan prestasi belajar matematika
sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lain.Keadaan ini sangat
ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu dan
pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk ilmu pengetahuan.
Matematika saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan. Alih-alih
difavoritkan, mata pelajaran ini kerap dianggap momok bagi sebagian besar
peserta didik.
Tugas pendidik matematika menjadi ganda. Pertama, bagaimana materi ajar sampai kepada peserta didik sesuai dengan standar kurikulum. Kedua, bagaimana proses pembelajaran berlangsung dengan pelibatan peserta didik
secara penuh, dalam artian proses pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan
dengan menyenangkan. Sebuah tantangan bagi pendidik matematika untuk
senantiasa berpikir dan bertindak kreatif di tengah kegetiran nasib guru. Namun,
5
penulis yakin masih banyak pendidik yang menanggapi kegetiran hidup dengan
sikap optimistik dan penuh tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban sebagai
pendidik.
Pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan Matematika masih
terbilang buruk. Menurut Zulkardi dalam makalahnya beliau mengatakan :
“Masalah utama dalam pendidikan di Indonesia adalah rendahnya hasil belajar
murid di sekolah. Dalam konteks pendidikan matematika hasil belajar tidak hanya
pada aspek kemampuan mengerti matematika sebagai pengetahuan atau kognitif
tetapi juga aspek sikap (attitude) terhadap matematika”.6
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran masih banyak
para pengajar pelajaran matematika yang menggunakan satu jenis model
pengajaran yang dianggap konvensional, sehingga pola pengajaran matematika
tidak mengalami perubahan apalagi perkembangan. Jika dalam pengajaran
matematika tidak menggunakan metode, strategi, tehnik, dan model pembelajaran
yang tepat, maka materi matematika yang cukup rumit akan bertambah rumit.
Dengan demikian penggunaan metode, strategi, tehnik dan model pembelajaran
dalam pelajaran matematika dipandang cukup penting.
Nilai ujian nasional (UN) oleh mayoritas diasumsikan sebagai tanda
sukses tidaknya seseorang dalam menyelesaikan studinya di sekolah, dan
beberapa yang dinyatakan tidak lulus dikarenakan nilai matematikanya tidak
memenuhi standar kelulusan yang telah ditetapkan. Standar kelulusan UN setiap
tahun akan dinaikkan. Tahun lalu standar kelulusan untuk setiap mata pelajaran
yang diujikan adalah 5,25. Tetapi untuk tahun 2010, Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) menaikkan standar kelulusan menjadi 5,5.7
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya nilai UN yang dicapai oleh
siswa SMP. Pertama, kurangnya motivasi siswa didik untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi pendidikan
dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung. Kedua, merebaknya sikap
6
Zulkardi, Peningkatan Mutu Pendidikan Matematika melalui mutu Pembelajaran, diambil dari sebuah artikel dalam situs www.pmri.or.id, tahun 2003
7
instan yang melanda kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh kuatnya
sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali
sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang
seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai
persoalan sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh.
Sikap instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal
yang yang wajar terjadi. Ketiga, guru dinilai kurang kreatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, baik dalam pemilihan materi ajar, metode pembelajaran,
maupun media pembelajaran, sehingga siswa didik cenderung pasif dan bosan
dalam menghadapi atmosfer pembelajaran di kelas. Suasana kelas bagaikan
“kerangkeng penjara” yang pengap dan sumpek; tanpa ada celah “kebebasan”
bagi peserta didik untuk menikmati kegiatan pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan. Yang lebih mencemaskan, siswa didik diperlakukan bagaikan
“tong sampah” ilmu pengetahuan yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu,
tanpa memiliki kesempatan untuk melakukan pendalaman, refleksi dan dialog.
Rendahnya minat belajar matematika disebabkan karena matematika terasa
sulit dan banyak guru matematika mengajarkan materi-materi dengan
menggunakan metode yang tidak menarik, dimana guru menerangkan materi
(Teacher telling) sementara murid mencatat pelajaran.8 Metode yang tidak menarik tersebut menyebabkan murid menjadi malas dalam belajar dan tidak
memiliki keinginan untuk memperdalam pelajaran tersebut.
Berdasarkan pengalaman empiris, kurang kreatifnya guru dalam
melakukan inovasi pembelajaran memiliki pengaruh yang cukup signifikan
terhadap kemampuan siswa dalam dalam menguasai kompetensi yang seharusnya
dicapai. Metode drill yang dilakukan menjelang pelaksanaan UN, dinilai terlalu
banyak memberikan intervensi dan tekanan psikologis kepada siswa. Akibatnya,
siswa cenderung hanya mampu menjadi penghafal kelas wahid daripada menjadi
seorang pembelajar yang haus ilmu pengetahuan. Mereka diperlakukan secara
8
Sawali, Diskusi kelompok terbimbing model tutor sebaya,
http://sawali.info/2007/12/29/diskusi-kelompok-terbimbing-model-tutor-sebaya/, 29 December
mekanis bagaikan robot sehingga tidak memiliki kesempatan untuk melakukan
refleksi dan pendalaman materi ajar.
Matematika diakui penting, tetapi sulit dipelajari. Maka tidak jarang siswa
yang awalnya menyenangi pelajaran matematika, beberapa bulan kemudian
menjadi tidak acuh sikapnya. Mungkin salah satu penyebabnya adalah cara
mengajar guru tidak cocok baginya. Guru hanya mengajar dengan satu metode
yang kebetulan tidak cocok dan sukar dimengerti oleh siswa.
Seorang guru dituntut untuk menguasa berbagai model-model
pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan
dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau
maksimal. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa.
Oleh karena itu dalam membelajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting.9 Menurut Depdiknas tujuan pertama
pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih
mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki
orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran
kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain
perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting
ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya,
mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Pembelajaran tutor sebaya merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Pengajaran tutor sebaya ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap pengajaran klasikal dengan kelas yang terlampau besar dan padat sehingga guru
atau tenaga pengajar tak dapat memberikan bantuan individual, bahkan sering
tidak mengenal para pelajar seorang demi seorang. Selain itu para pendidik
mengetahui bahwa para siswa menunjukkan perbedaan dalam cara-cara belajar.
Pengajaran klasikal yang menggunakan proses belajar-mengajar yang sama bagi
semua siswa tidak akan sesuai bagi kebutuhan dan kepribadian setiap siswa. Maka
karena itu perlu dicari sistem pengajaran yang membuka kemungkinan
memberikan pengajaran bagi sejumlah besar siswa dan di samping itu memberi
kesempatan bagi pengajaran tutor sebaya.
Pada Skripsi ini akan dijelaskan suatu model pembelajaran kooperatif yang berpotensi membuat siswa sebagai pusat pembelajaran. Salah satunya pembelajaran kooperatif model tutor sebaya. Dengan diadakannya penelitian tentang pembelajaran model tutor sebaya diharapkan dapat memberikan motivasi kepada siswa agar memperoleh hasil belajar yang baik khususnya dalam mata pelajaran matematika.
9
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti
dan mengajukannya dengan judul skripsi “Pengaruh Model Pembelajaran Tutor
Sebaya Terhadap Hasil Belajar Matematika”.
B.
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Masih rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
2. Kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan seorang guru
matematika dalam menyampaikan pokok bahasan tertentu akan
mempengaruhi hasil belajar siswa
3. Pada saat proses balajar matematika, banyak guru yang kurang
memperhatikan apakah siswanya dapat menerima prosedur pembelajaran
yang dilakukan.
C.
Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini terarah, mendalam dan tidak terlalu luas jangkauannya,
maka penelitian ini difokuskan pada :
1. Subjek penelitian adalah siswa MTs Al-Inaayah Rawakalong Gunung
Sindur Bogor Kelas VII semester 1
2. Model pembelajaran pada penelitian ini menggunakan model tutor sebaya
dalam kelompok. Sedangkan pembelajaran konvensional lebih cenderung
pada ceramah (guru menanamkan pengetahuan kepada siswa)
3. Hasil belajar mata pelajaran Matematika dibatasi pada ranah kognitif pada
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut di
atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah : “Apakah Terdapat perbedaan
Hasil belajar Matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran tutor sebaya
dengan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional?”
E.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1) Mengetahui pengaruh dari pada tutor sebaya terhadap hasil belajar
matematika siswa
Adapun kegunaan dari penelitian ini memiliki dua kegunaan. Yaitu :
1) Kegunaan Praktis
Hasil penelitian yang mengungkap pembelajaran matematika dengan
menggunakan metode tutor sebaya terhadap hasil belajar matematika
siswa ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para guru
ataupun para pemegang kebijakan sekolah untuk diterapkan pada
pembelajaran matematika ataupun pada pelajaran yang lainnya.
2) Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi
khasanah dalam dunia pendidikan, khususnya pada pembelajaran
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Matematika
Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa inggris “Intruction” yang berarti proses membuat orang belajar1. Tujuannya ialah membantu orang belajar atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar.“Pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”2 Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. 3 Hakikat belajar sebenarnya adalah proses pembelajaran, yaitu proses berubahnya tingkah laku siswa melalui berbagai pengalaman yang dilaluinya. Proses belajar atau proses berubahnya tingkah laku tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila didukung oleh faktor-faktor yang selalu mempengaruhi belajar siswa.
Proses belajar adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian
1
Jhon Echols dan Hasan Sadily, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia,1995)
2
http://id.wikipedia.org/wiki/pembelajaran, diakses tanggal 9 Oktober 2009.
3
interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima. Dalam interaksi belajar mengajar ditandai sejumlah unsur yaitu : tujuan yang hendak dicapai, siswa, guru, dan sumber belajar lainnya, bahan atau materi pelajaran, metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar.
Matematika adalah ilmu yang sangat dibutuhkan manusia dan kental dengan kehidupannya sejak awal kehidupan dunia ini. Sebagai ilustrasi beberapa pertanyaan ini dapat menjadi perbandingan dan bahan renungan, seperti: Dapatkah kita membayangkan bagaimana dunia ini sekarang seandainya matematika tidak ada? Dapatkah kita mendengarkan radio, melihat televisi, naik kereta api, mobil atau pesawat terbang, berkomunikasi lewat telepon atau Handphone (HP), dan lain sebagainya? Dapatkah kita membayangkan kacaunya dunia ini seandainya orang tidak bisa berhitung secara sederhana, tidak bisa memahami ruang di mana dia tinggal, tidak bisa memahami harga suatu barang di suatu supermarket? Apa yang terjadi seandainya orang Malang mengatakan 7 + 5 = 12, sedangkan orang Surabaya berpendapat 7 + 5 = 75, atau kejadian-kejadian yang lain.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Pelaksanaan pembelajaran matematika juga dimulai dari yang sederhana ke kompleks. Menurut Karso matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.4 Matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep matematika harus
4
dipahami lebih dulu sebelum memanipulasi simbol-simbol tersebut. Mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A. Seseorang perlu memahami konsep A terlebih dahulu. Tanpa memahami konsep A tidak mungkin orang tersebut dapat memahami konsep B. ini berarti bahwa mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang diketahuinya. Karena itu untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari orang tersebut itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika.
Matematika sebagai disiplin ilmu memiliki beberapa predikat dalam jajaran ilmu-ilmu yang lain. Dikalangan pelajar matematika mendapat predikat tambahan yaitu sebagai suatu mata pelajaran yang tidak disukai, seperti yang dikatakan oleh Russefendi bahwa matematika bagi anak-anak merupakan pelajaran yang tidak disenangi.5 Namun menurut Ery Soekresno dan Irwan Rinaldi, Setiap orang dapat menikmati matematika. Sebab, matematika adalah ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Kalaupun menemui kesulitan banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Seperti, faktor psikologis yang ada dalam benak bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit.6
Karena itu, dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan mengunakan strategi, pendekatan, metode, tehnik dan model yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Menurut petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah, bahwa penerapan strategi yang dipilih dalam pembelajaran matematika haruslah bertumpu pada dua hal, yaitu: Optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran dan optimalisasi keterlibatan seluruh indra siswa7.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
5
E.T. Russefendi, Pengajaran Matematika Modern, (Bandung : Tarsito, 1988), h.134
6
Ery Soekresno dan Irawan Rinaldi, 8 Kiat Anak Mencintai Matematika, (Bandung: Asy Syaamil, 2001), h.2
7
sistematis, kritis, dan kreatif, serta berkemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Namun demikian, walaupun matematika memiliki peran yang sangat besar, matematika masih menjadi ”momok” bagi kebanyakan siswa. Nilai Ujian Akhir Sekolah tahun 2007 di Kecamatan Wonosobo baru mencapai 7,00. Jika dibandingkan dengan standar ideal Kurikulum 2006 yang mengidealkan ketercapaian materi 75%, maka nilai ini masih jauh dari yang diharapkan.8
Agar tujuan pembelajaran Matematika dapat tercapai maksimal, maka harus diupayakan agar semua siswa lebih mengerti dan memahami materi yang diajarkan daripada harus mengejar target kurikulum tanpa dibarengi pemahaman materi. Dalam prakteknya, pembelajaran berorientasi pada siswa ini dapat dilaksanakan dengan cara pendampingan siswa satu persatu atau per kelompok. Penjelasan materi dan contoh pengerjaan soal diberikan secara klasikal di depan kelas. Kemudian ketika siswa mengerjakan latihan soal guru (beserta asistennya) keliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Tugas guru adalah membantu siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya sampai benar. Siswa yang pandai akan mendapat perhatian yang kurang sementara siswa yang lemah akan mendapat perhatian yang lebih intensif.9
Penyampain bahan ajar perlu beragam, bahkan mungkin tidak harus terus menerus dilaksanakan dalam kelas. Disini, kreatifitas guru sangat penting untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang secara khusus cocok dengan kelas yang dibinanya termasuk segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran, baik sarana maupun prasarana, dalam arti seorang guru jangan memaksa kehendaknya kepada siswanya.
Ada dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika yaitu: pembentukan sifat berfikir kritis dan kreatif. Untuk pembinaan
8
Andriana Sutinah, Makalah Pembelajaran Interaktif berbasis multimedia di Sekolah Dasar, http://media.diknas.go.id/media/document/4271.pdf, 2006
9
hal tersebut, seorang guru perlu memperhatikan daya imajinasi dan rasa ingin tahu siswa. Dengan demikian, siswa mendapat kesempatan bertanya dan berpendapat, sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna.
Tujuan Pembelajaran matematika disekolah mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu : Pertama, Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan didunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. Kedua, mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pokir matematika dalam kehidupan sehari-haridan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.10
2. Model Pembelajaran
Model dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “pola, contoh, acuan dan ragam”.11 Dalam kamus lain dijelaskan bahwa “Model adalah pola dari sesuatu yang akan dibuat, contoh dari sesuatu yang akan dibuat.”12 Model dalam kamus bahasa inggris adalah “Design or kind of Product.”13 Sedangkan menurut Salamah “Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperhatikan pola pembelajaran tertentu.”14 Dari pengertian tersebut disimpulkan bahwa model adalah contoh yang akan dilakukan sehingga menghasilkan sesuatu. Model-model pembelajaran berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan peserta didik. Guru yang profesional dituntut mampu pengembangkan model perbelajaran, baik teoritik maupun praktek, yang meliputi
10
Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,……Hal.58
11
http://pusatbahasa.diknas.go.id/diakses tanggal 8 Nov 2009
12
Eko Hadi Wiyono, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Jakarta: Palanta, 2007), hal. 410
13
Oxford Leaner’s Pocket Dictionary. 1995, New York, Oxford University Press, Walton Street, hal. 267
14
aspek-aspek, konsep, prinsip, dan teknik. Memilih model yang tepat merupakan persyaratan untuk membantu siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Dikutip dari Shuel oleh Kevin Barry dan Len king, “Learning is enduring change in behavior, or in the capacity to behave in a given fashion, which results from practice or other form of experience”. Dari pembelajaran dapat mengubah tingkah laku atau dalam kapasitas pembentukan karakteryang didapat dari latihan dan pengalaman.”15 Definisi lain “pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakakukan kegiatan pada situasi tertentu.”16
Gunter et al (1990:67) mendefinisikan an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help students achieve alearning objective (Burden & Byrd, 1999:85).17
Menurut Ahmad Sudrajat “Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.”18 seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan
15
Kevin Barry dan Len king, Beginning Teaching and Beyond, Third edition, (Australia: Thomson, 2006), hal. 8
16
Siti Djuwariyah, Penerapan Metode Belajar Aktif sebagai upaya Meningkatkan Prestasi Belajar pada Siswa kelas 6, (Probolinggo: Diknas Probolinggo, 2007), hal.4
17
www.freewebs.com/.../MODEL_MODEL_PEMBELAJARAN.pdf
18
strategi pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Tabel 1
Hirarkis pendekatan, Strategi, Metode, Tehnik dan Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran :
1) Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik. 2) Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
3) Langkah-langkah mengajar yang duperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. 19
3. Pembelajaran Tutor Sebaya
Sekolah memiliki banyak potensi yang dapat ditingkatkan efektifitasnya untuk menunjang keberhasilan suatu program pengajaran. Potensi yang ada
19
disekolah, yaitu semua sumber-sumber daya yang dapat mempengaruhi hasil dari proses belajar mengajar. Keberhasilan suatu program pengajaran tidak disebabkan oleh satu macam sumber daya, tetapi disebabkan oleh perpaduan antara berbagai sumber-sumber daya yang saling mendukung menjadi suatu sistim yang integral.
Dalam arti luas sumber belajar tidak harus selalu guru. Sumber belajar dapat orang lain yang bukan guru, melainkan teman dari kelas yang lebih tinggi, teman sekelas, atau keluarganya di rumah. Sumber belajar bukan guru dan berasal dari orang yang lebih pandai disebut tutor. Ada dua macam tutor, yaitu tutor sebaya dan tutor kakak. Tutor sebaya adalah teman sebaya yang lebih pandai, dan tutor kakak adalah tutor dari kelas yang lebih tinggi.
Tutor sebaya dikenal dengan pembelajaran teman sebaya atau antar peserta didik, hal ini bisa terjadi ketika peserta didik yang lebih mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri dan kemudian membantu peserta didik lain yang kurang mampu. Caranya, Setiap hari alokasikan waktu khusus agar peserta didik dapat saling membantu dalam belajar misalnya: matematika atau bahasa, baik satu-satu maupun dalam kelompok kecil.
Tutor Sebaya merupakan salah satu model pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik. Ini merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Rasa saling menghargai dan mengerti dibina di antara peserta didik melalui kerja sama. Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama.20
Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000:25). Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu.21
20
zainurie.files.wordpress.com/2007/11/model-model-pembelajaran.ppt
21
Tutor sebaya akan merasa bangga atas perannya dan juga belajar dari pengalamannya. Hal ini membantu memperkuat apa yang telah dipelajari dan diperoleh atas tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Ketika mereka belajar dengan “tutor sebaya”, peserta didik juga mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang bermakna. Penjelasan tutor sebaya kepada temannya lebih memungkinkan berhasil dibandingkan guru. Dikarenakan, peserta didik melihat masalah dengan cara yang berbeda dibandingkan orang dewasa dan mereka menggunakan bahasa yang lebih akrab.
Dede Supriyadi mengemukakan bahwa “Tutor sebaya adalah seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, tutor tersebut diambil dari kelompok yang prestasinya lebih tinggi.” Ischak dan Warji mengemukakan bahwa, “Tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran, memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang dipelajarinya”. Sedangkan menurut Conny Semiawan, dkk mengemukakan bahwa tutor sebaya adalah “ Siswa yang pandai dapat memberikan bantuan kepada siswa yang kurang pandai. Bantuan tersebut dapat dilakukan kepada teman-teman sekelasnya diluar sekolah”.22
Mengingat bahwa siswa adalah unsur pokok dalam pengajaran maka siswalah yang harus menerima dan mencapai berbagai informasi pengajaran yang pada akhirnya dapat mengubah tingkah lakunya sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, maka siswa harus dijadikan sebagai sumber pertimbangan didalam pemilihan sumber pengajaran.
Tutor sebaya dalah sumber belajar selain guru, yaitu teman sebaya yang lebih pandai memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya di sekolah. Bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan. Bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami. Dengan teman sebaya tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu dan sebagainya untuk bertanya maupun minta bantuan.
22
Diskusi kelompok terbimbing dengan model tutur sebaya merupakan kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran dengan menggunakan tutor sebaya. Tutur sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik.
Model pembelajaran Tutor Sebaya akan menghidupkan suasana yang kompetitif, sehingga setiap kelompok akan terus terpacu untuk menjadi kelompok yang terbaik. Oleh karena itu, selain aktivitas anggota kelompok, peran ketua kelompok atau tutor sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan. Ketua kelompok dipilih secara demokratis oleh seluruh siswa. Misalnya, jika di suatu kelas terdapat 46 siswa, berarti ada 9 kelompok dengan catatan ada satu kelompok yang terdiri atas 6 siswa. Sebelum diskusi kelompok terbentuk, siswa perlu mengajukan calon tutor. Seorang tutor hendaknya memiliki kriteria: (1) memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas; (2) mampu menjalin kerja sama dengan sesama siswa; (3) memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik; (4) memiliki sikap toleransi dan tenggang rasa dengan sesama; (5) memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang terbaik; (6) bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab; dan (7) suka membantu sesamanya yang mengalami kesulitan.
perkembangan akademis kelompoknya kepada guru pembimbing pada setiap materi yang dipelajari.23
Muntasir dalam bukunya “Pengajaran Terprogram” mengemukakan bahwa Tutor berfungsi sebagai tukang atau pelaksana mengajar, cara mengajarnya telah disiapkan secara khusus dan terperinci. Fungsi lainnya adalah dengan adanya tutor sebaya siswa yang kurang aktif menjadi aktf karena tidak malu lagi untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat secara bebas, sebagaimana diungkapkan oleh M. Saleh Muntasir bahwa dengan pergaulan antara para tutor dengan murid-muridya mereka dapat mewujudkan apa yang terpendam dalam hatinya, dan khayalannya.24
Peran guru dalam metode diskusi kelompok terbimbing model tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator, mediator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa. Sebagai mediator gurupun menjadi perantara dalam hubungan manusia. Untuk keperluan itu guru harus trampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi.25
Tutor sebaya merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,
kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda,
23
Sawali, Diskusi Kelompok Terbimbing Model Tutor Sebaya,
http://sawali.info/2007/12/29/diskusi-kelompok-terbimbing-model-tutor-sebaya/, 29 Desember 2007
24
Smkswadayatmg weblog, Penerapan Metode Tutor Sebaya dalam Upaya Mengoptimalkan Pembelajaran Mata Pelajaran KKPI,
http://smkswadayatmg.wordpress.com/2007/09/27/penerapan-metode-tutor-sebaya-dalam-upaya-mengoptimalkan-pemebelajaran-mata-pelajaran-kkpi/, 27 September 2007
25
penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu. Melalui model pembelajaran kooperatif ini diharapkan tidak cuma kemampuan akademik yang dimiliki siswa tetapi juga ketrampilan yang lain. Keterampilan-keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000:47-55), antara lain26:
1 Keterampilan-keterampilan Sosial 2 Keterampilan Berbagi
3 Keterampilan Berperan Serta
4 Keterampilan-keterampilan Komunikasi 5 Pembangunan Tim
6 Keterampilan-keterampilan Kelompok
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional bisa disebut dengan pembelajaran tradisional. Pengajaran tradisional adalah pengajaran yang umumnya dilakukan oleh guru-guru di sekolah-sekolah.
Pendekatan pembelajaran konvensional atau konservatif saat ini adalah pendekatan pembelajaran yang paling banyak dikritik. Namun pendekatan pembelajaran ini pula yang paling disukai oleh para guru. Terbukti dari observasi yang lakukan di sekolah-sekolah di Jawa Tengah, hampir 80% guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional. Sebagaimana dikatakan oleh Philip R. Wallace tentang Pendekatan konservatif, pendekatan konvensional memandang
bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan
materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan
siswa lebih banyak sebagai penerima.27
Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran secara klasikal dimana pada prosesnya lebih berpusat pada guru atau instruktur.28 Pada proses pembelajaran ini keaktifan siswa tidak optimal. Dalam pelaksanaannya juga, pembelajaran ini menitikberatkan pada metode ceramah dan Tanya jawab.
26
nsant.student.fkip.uns.ac.id/files/.../makalah-model-pembelajaran1.doc
27
Sunartombs, http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/
28
Metode ceramah seperti yang kita ketahui cara pembelajarannya lebih besar kepada dominasi guru, sementara kedudukan siswa hanya penerima pelajaran secara pasif. Dalam hal ini guru seolah-olah bertugas memindahkan atau mentransfer pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa.
Menurut Nasution metode ini banyak digunakan oleh guru dengan menyamaratakan semua murid dalam kemampuan, latar belakang kecepatan, dan cara belajar, dan juga mengharapkan hasil belajar yang sama dari semua anak.29
Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat. Banyak kita temukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika didominasi oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.
Andrias Harefa menyebutkan pembelajaran konvensional sebagai pendidikan ‘gaya bank’ dimana guru mengajar, murid belajar, guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa, guru berpikir, murid dipikirkan, guru mengatur, murid diatur, guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti, guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya, guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri, guru adalah sumber belajar, murid adalah obyeknya.30 Dengan detidak pernah ada dialog, yang ada hanya monolog, tidak ada kreativitas yang ada hanya hafalan, tidak ada orisinilitas yang ada hanyalah peniruan dan pembajakan.
Dalam pembelajaran konvensional biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pelajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan metode ceramah. Pembelajaran ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar, karena komunikasi yang digunakan oleh guru
29
Nasution, Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), H. 45
30
dalam interaksinya dengan siswa adalah satu arah. Siswa hanya mendengar, mencatat dan sekali-kali bertanya mengenai hal-hal apa yang disampaikan oleh guru.
Beberapa karakteristik pola pembelajaran konvensional antara lain menyadarkan kepada hapalan, pimilihan informasi ditentukan oleh guru, cenderung terfokus pada satu bidang tertentu, memberikan sekumpulan informasi kepada siswa tanpa menindaklanjuti apakah siswa tersebut paham ataupun tidak. Seperti yang disampaikan Erman, kelemahan metode ini adalah :
1. Pelajaran berjalan membosankan, siswa-siswi menjadi pasif, karena tidak berkesempatan menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Siswa aktif membuat catatan saja.
2. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.
3. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ceramah lebih cepat terlupakan
4. Ceramah memyebabkan belajar siswa menjadi belajar menghapal (rote learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.31 Ciri pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berorentasi kepada siswa dan disajikan melalui sumber belajar yang menantang, merangsang daya cipta untuk menemukan dan diselenggarakan dengan penuh kasih sayang.32
5. Belajar dan Hasil Belajar Matematika 1) Definisi belajar
Kehidupan sehari-hari, dalam prosesnya kita banyak sekali melakukan berbagai macam kegiatan yang mana kegiatan tersebut merupakan gejala atau hasil dari belajar bahkan merupakan proses dalam belajar. Misalnya kita berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa nasional, makan dan minum dengan menggunakan alat-alat makan, menulis dan lain sebagainya.
31
Erman Suherman, Strategi Pembelajaan Matematika Kontemporer, …….h. 202
32
Kata belajar telah lama dan banyak dikenal dalam kehidupan sehari-hari sejak manusia melakukan aktivitas belajar, karena belajar merupakan salah satu dari kebutuhan manusia, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar.33
Jakob Sumardjo pernah mengingatkan bahwa manusia “hidup untuk belajar” dan bukan “belajar untuk hidup”.34 Bila seseorang belajar untuk hidup, untuk mendapatkan pekerjaan, memperoleh jabatan dana sebagainya, maka ia akan menjadi pemburu gelar dan atribut-atribut simbolis, mereka akan merasa puas bila sudah diwisuda dan sudah merasa tamat belajar. Ini membuat mereka berhenti membaca dan menulis usai lulus. Sebaliknya, bila orang menyadari bahwa hidup untuk belajar, maka ia tidak mementingkan gelar atau simbol-simbol gelar, yang terpenting adalah mengeluarkan potensi dirinya dan membuat dirinya menjadi nyata bagi sesamanya.
Ada dua jenis belajar yang perlu dibedakan, yakni belajar konsep dan belajar proses. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar kepada pemehaman fakta dan prinsip, banyak bergantung pada apa yang diajarkan guru, yakni bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih menekankan pada masalah bagaimana bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajari.35
Banyak sekali pengertian tentang belajar. Untuk lebih memahami apa itu belajar, ada beberapa pendapat tentang pengertian belajar
a) Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning mengemukakan “ Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamanya yang berulang-ulang dalam situasi tersebut, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
33
Ali Imron, belajar dan pembelajaran, (Jakarta:pustaka jaya, 1996), hal.2
34
Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, Penerbit Harian Kompas, (Jakarta: 2000), hal. 53
35
kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.36
b) Menurut Croncbach yang diterjemahkan oleh Sumadi bahwa “belajar yang sebaikya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu sipelajar menggunakan panca indranya.” 37
Pendapat di atas menunjukkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari latihan dan pengalaman dalam arti perubahan-perubahan tersebut, yang disebabkan pertumbuhan dan kematangan berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis dalam interaksi dengan lingkungan dan masyarakat. Belajar dikatakan bermakna jika siswa mampu menghubungkan informasi baru dengan konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitifnya.
Menurut Chaplin dalam Dictionary of Psychology ia membatasi belajar dengan dua rumusan yaitu: 1) “…Acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience”.( belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai sebab latihan dan pengalaman). 2) “Process of acquiring responses as result of special partice” (belajar iyalah proses memperoleh respon-pespon sebagai akibat adanya latihan khusus).38
Selanjutnya Slameto mengatakan bahwa proses belajar yang bermakna untuk mencapai pengertian-pengertian baru dan retensi yang baik, materi-materi belajar slalu dan hanya dapat dipelajari bila dihubungkan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta informasi-informasi yang relevan yang telah dipelajari sebelumnya. Substansi serta sifat organisasi latar belakang pengetahuan ini mempengaruhi ketepatan serta kejelasan pengertian-pengertian baru yang
36
Ngalim Purwanto, Psikologi pendidikan, (Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya, 1991), hal 85
37
Sumadi Surya Brata, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 231
38
ditimbulkan kemampuan memperoleh kembali pengertian-pengertian baru yang terorganisasi struktur kognitif siswa.39
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
2) Tujuan Belajar
Belajar adalah suatu aktifitas yang bertujuan. Tujuan belajar ini ada yang benar-benar disadari dan ada pula yang kurang begitu disadari oleh orang yang belajar. Tujuan belajar tersebut erat kaitannya dengan perubahan atau pembentukan tingkah laku tertentu. Dan tujuan belajar yang positif serta dapat dicapai secara efektif hanyalah mungkin terjadi dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Menurut Winarno, tujuan belajar disekolah itu ditunjukan untuk mencapai: Pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan kecekatan atau keterampilan, dan pembentukan sikap dan perbuatan. Tujuan belajar tersebut dalam sunia pendidikan sekarang lenih dikenal dengan tujuan pendidikan menurut Taksonomi Bloom yaitu tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.40
Tujuan belajar kognitif untuk memperoleh pengetahuan fakta atau ingatan, pemahaman, aplikasi dan kemampuan analisis dan evaluasi. Tujuan belajar efektif untuk memperoleh sikap, apresisi, karakterisasi dan tujuan psikomotorik untuk memperoleh keterampilan fisik yang berkaitan dengan keterampilan gerak maupun keterampilan ekspresi verbal dan non verbal.
39
Slameto, Belajar dan fakto-faktornya yang mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal.123
40
3) Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa disekolah yang secara garis besarnya dapat dibagi dalam dua bagaian yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa. Faktor-faktor yang berasal dari luar siswa (eksternal) tersiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental. Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) adalah faktor berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis.
a) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan siswa ini dapat dibagi menjadi dua bagian: factor lingkungan alam atau non social dan factor social. Yang termasuk factor lingkungan non social seperti: suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), letak dan gedung sekolah. Factor lingkungan social baik berwujud manusia dan representasinya termasuk budayanya.
b)Faktor Instrumental
Factor instrumental ini terdiri dari gedung atau sarana fisik kelas, alat pengajaran, media pengajaran, metode pengajaran, kurikulum, serta strategi belajar mengajar yang digunakan dalam pembelajaran.
c) Faktor Kondisi Internal Siswa
Faktor internal siswa ini terbagi atas dua yaitu kondisi fisiologis dan psikologis siswa. Kondisi fisiologis terdiri atas kondisi kesehatan dan kebugaran fisik dan kondisi panca indranya terutama penglihatan dan pendengaran. Adapun kondisi psikologisnya seperti: minat, bakat, intelegensi, motivasi dan lain-lain.
4) Hasil Belajar
Hasil belajar yang diugkapkan Sudjana bahwa pada hakekatnya “ hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang mencangkup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.41 Aspek kognitif berkenaan dengan masalah pengetahuan dan kecakapan intelektual. Aspek afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai serta apresiasi. Dan aspek psikomotor berkenaan dengan ketrampilan-ketrampilan terutama kelincahan tubuh dan koordinasinya. Proses pengajaran disekolah diarahkan untuk mencapai tiga aspek tersebut. Namun lebih ditekankan pada aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar merupakan proses kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang sehingga mengakibatkan manusia selalu berubah. Dengan belajar manusia mengalami perubahan –perubahan dan perkembangan dalam proses kedewasaan yang mungkin terjadi. Winarno menjelaskan bahwa hasil belajar
41
merupakan proses kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang sehingga mengakibatkan manusia selalu berubah.42 Dengan belajar manusia mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan dalam proses kedewasaan yang mungkin terjadi.
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku, dalam pengertian luas mencangkup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.43 Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Horward kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yaitu: keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Hasil belajar dalam kecakapan kognitif mempunyai hirarki, yaitu: informasi non verbal, informasi fakta dan pengetahuan verbal, konsep dan prinsip, pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dipelajari dengan cara pengindraan terhadap obyek-obyek dan peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dengan cara membaca. Semua itu penting untuk memperoleh konsep-konsep dan konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsip. Kemudian prinsip-prinsip itu penting didalam pemecahan masalah dan kreaktivitas.44
Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.45 Kalimat tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan Suherman, bahwa matematika mengandung arti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan nalar.46 Hal ini bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi / eksperimen disamping penalaran.
42
Joula Ekaningsih Paormin, Agar anak pintar matematika, ( Jakarta: Pusps Swara, 1998), hal.31
43
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya), H.3
44
Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam system Kredit semester, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1991), H. 131
45
E.T.Ruseffendi, Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer, ( Bandung : Tarsito, 1980), H.148
46
Oleh karena itu bahwa tercapainya hasil belajar matematika akan dipengaruhi oleh adanya transfer belajar. Transfer belajar dapat diamati melalui struktur kognitif yang telah dimiliki siswa tentang konsep dan teorema yang telah dipelajari dan di ingat oleh siswa sebelumnya.47
Jadi siswa dapat dikatakan telah belajar matematika, bila ia telah mampu memahami suatu konsep matematika dan kemudian ditransformasikan dalam bentuk yang lebih luas, sehingga ia dapat mengembangkan cara berfikir untuk memecahkan masalah yang baru berdasarkan konsep yang ada.
Menurut Romiszowski hasil belajar dikelompokkan menjadi dua macam yaitu: pengetahuan dan ketrampilan.48Pengetahuan terdiri dari empat katagori yaitu fakta, prosedur, konsep dan prinsip. Ketrampilan terdiri dari empat katagori juga yaitu: berfikir atau kognitif, bertindak atau motorik, bereaksi atau bersikap dan interaksi. Penilaian hasil belajar diperoleh melalui tes dan non tes.
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.49
Sebuah tes dapat dikatakan baik sebagai alat ukur jika memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu: validitas, reabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis.50selain itu tes juga dibedakan atas dua bentuk tes yaitu tes subjektif yang pada umumnya berbentuk esai atau uraian dan tes objektif seperti tes benar salah (true-false), tes pilihan ganda (multiple choice test), menjodohkan (matching test), dan tes isian (completion test).51
47
Ratna Willis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), H.112
48
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar, (Jakarta: Debdikbud dan Rineka Cipta, 1998), hal.183
49
Wayan Nurkancana, Drs. P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan Usaha Nasional, (Surabaya: 1986), cet. IV, hal.25
50
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Ed. Revisi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), cet.7, h.57-58
51
6. Pecahan
1. Pecahan dan Lambangnya a. Arti Pecahan
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menerapkan konsep pecahan. Sebagai contoh pizza yang kita pesan direstoran telah dipotong menjadi beberapa bagian, sebuah semangka dipotong menjadi dua bagian sama besar (
2 1
), kemudian masing-masing semangka ini dibagi lagi menjadi empat bagian sama besar sehingga besar setiap bagian adalah seperdelapan (
8 1 ). Bilangan 2 1 , 8 1 tersebut merupakan bilangan pecahan. Maka dapat juga dikatakan pecahan adalah satu bagian utuh yang dibagi menjadi beberapa bagian yang sama besar.
Pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian dari suatu benda, atau bagian dari suatu himpunan. Contoh : apabila daerah lingkaran A dibagi dalam 8 bagian yang sama, maka setiap bagian adalah seperdelapan dari seluruh daerah.52
Pada pecahan
2 1
, 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut, sedangkan
pada pecahan
8 1
, 1 disebut pembilang dan 8 disebut penyebut. Jika pembilang = a
dan penyebut = b maka pecahan itu adalah
b a
, dari bentuk
b a
, perlu diperhatikan bahwa jika b=0 maka pecahan itu tidak ada nilainya atau tidak terdefinisi. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyebut pecahan tidak boleh nol.
Dalam pecahan sering dikenal istilah pecahan senama, yaitu pecahan-pecahan yang penyebutnya sama. Perhatikan bahwa
8 1 dan 8 3 adalah pecahan
senama karena penyebutnya sama yaitu 8. sedangkan
8 1 dan 7 3 bukan pecahan senama karena penyebutnya berbeda, yaitu 8≠7.
52