TERHADAP GANGGUAN EMOSI
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
SUSI KARY ANTI
101070022993
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi diajukan sebagai tugas akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Psikologi
Pe bimbing I /
セヲャエᄋ@
I'
Disusun Oleh
SUSI KARY ANTI
101070022993
Dibawah bimbingan
Prof. Harddan asun, M.Si NIP/130 351146
Pembimbing II
セIセ@
b。セ。、ゥL@ Ph. D NIP: 150 326891
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Januari 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 22 Januari 2007
Sidang Munaqasah
gkap Anggota
0 215938
Anggota: Penguji I
M.Si
Sekretaris Merangkap Anggota
セセオェゥ@
IIProf. Ha \ an Yasun M. Si NI : 130 351146
Pembimbing II
Tak pernah aku bayangkan,
Hidup menjadi seorang pengamen jalanan,
Tidur ditepi jalan hanya beralas koran,
Rintik hujan membasahi tubuh tak aku rasakan,
Terik matahari tidak aku hiraukan,
Ancaman dan godaan datang silih berganti,
Semua itu demi satu tujuan,
Mencari kebenaran,
Lepas dari himpitan, pukulan dan kekerasan,
Aku ingin bebas ...
Aku ingin menggapai masa depanku sendiri,
Entah dimana?
<Beriftan merekg, k,asili sayang
<Tapi jangan sodorkg,n 6entuftpiR.f ranmu
Se6a6 mere/ta punya a[am piR.fran sencfiri
<Patut kgu 6eriftan rumali untuftraganya
<Tapi tidaft Untuftjiwanya
Se6a6 jiwa mere/ta ada(afi pengliuni masa depan
:Masa yang tiada dapat kgu k,unjungi
:MesR.f cfa[am impian
( C) Susi Karyanti
(D) Pengalaman Kekerasan Seksual Anak jalanan Terhadap Gangguan Emosi
(E) +87
(F) Memutuskan menjadi seorang anak jalanan merupakan keputusan yang sangat berat untuk anak perempuan ditambah lagi dengan kebutuhan ekonomi yang setiap hari makin meningkat, yang semua ini bagai dua sisi mata uang yang saling berlawanan. Kerasnya hidup menuntut mereka menjadi bagian dari kehidupan jalanan, mereka sangat sadar resiko yang akan menunggu mereka nantinya. Pengalaman menjadi korban kekerasanpun kerap mereka alami, dari kekerasan secara.fisik, psikis maupun seksual. Kekerasan seksual yang pernah mereka alami dapat menyebabkan kelabilan emosi atau mengalami gangguan emosi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tindak kekerasan seksual (pelecehan seksual) yang dialami anak
jalanan khususnya anak jalanan perempuan yang bekerja sebagai pengamen, tukang sapu gerbong kereta dan pengemis antara stasiun kereta Jakarta-Bogor terhadap gangguan emosi.
Penelitian ini dilakukan di stasiun Depok, stasiun Manggarai, dan stasiun Kola dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus. Data diperoleh dengan cara observasi dan wawancara. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yang kesemua subyek termasuk dalam kategori anak jalanan perempuan yang menghabiskan seluruh waktunya atau sebagian waktunya di jalanan hanya untuk mengamen, menjadi tukang sapu gerbong kereta
dan pengemis antara stasiun kereta Jakarta-Bogar.
Alhamdulillah, puji dan syukur atas Kehadirat Allah SWT yang sudah begitu banyak melimpahkan rahmat serta anugerah-Nya bagi kita semua, sehingga kita dapat senantiasa sehat wal afiat untuk terus bisa melakukan hal yang bermanfaat dalam setiap kesempatan yang diberikan oleh-Nya. Shalawat dan Salam selalu tercurah untuk junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW yang dengan tulus dan penuh kecintaan Beliau yang amat besar untuk
membimbing umat manusia dari zaman yang Jahiliyah ke zaman yang pesat terhadap keberadaban. Semoga kita semua mendapatkan syafaat dari
tangan lembutnya setiap saat. Amin.
Dengan segala daya dan upaya, penulisan skripsi ini dapat berjalan lancar dan selesai dengan baik walaupun sedikit tertunda dan masih banyak kekurangan. Sebagai tugas akhir, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi dari kampus tercinta U I N Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. Tak lepas dari perjuangan dan seluruh proses yang dilalui penulis demi
terselesaikannya skripsi ini karena tiada lain karena jasa dan dukungan, serta bimbingan yang tulus dari semua pihak yang berperan dalam penyusunan sebuah karya tulis sederhana ini.
Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yaitu :
1. Kepada kedua orang tuaku yang tercinta. Babeh A Rahmad dan Mama
Nelly Bustamam. Terimakasih atas semua dukungan baik moral, materi dan semua doanya. Maafkan Usy yang baru bisa mempersembahkan hadiah sederhana ini yang sudah terlalu lama tertunda. Meskipun tak dapat Usy ungkapkan namun cinta kasih kalian sela/u ada di hatiku sampai jasadku terkubur.
2. lbu Dra. Netty Hartati, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi U I N Syarif Hidayatullah Jakarta, lbu Dra Zahrotun Nihayah, M. Si Pembantu Dekan bidang Akademik, untuk seluruh dosen, staf dan karyawan, terima kasih banyak atas semuanya.
2. Keluarga besar Bustamam di Medan dan keluarga besar Manggarai. Kepada Mak Uo Faridha Hanum, sudah Usy buktiin yah Mak uo kalau Usy pasti Ju/us, Pak Uo Mosri Munir, Terimakasih atasja/an-jalannya keliling Sumatera Utara dan Aceh yang menyenangkan dan
dorongannya untuk mengemba/ikan semangat Usy yang le/ah pudar.
Kedua Alm. Opa N Omaku di surga I Love You. Dan para sepupuku yang baik hati dr. Dede, dr Melly, dr Jenny, Irma, Rian, Puput, Dita, Tiara, Raihan, Panji, Kharisma, Aulia, Makasih atasja/an-ja/an dan makan-makan yang paling mengenyangkan. dr. Rachmat Hidayat yang telah memberikan bantuan kepada penulis berupa hibahan komputernya, thengs yah abangQu sayang, kapan kita bisa ja/an lagi berdua?. Kepada kakek dan Nenek manggarai, Usy Ju/us makasih yah.
3. Sebuah kenangan yang indah di Psikologi U I N khususnya temen-temen angkt 2001 kelas B yang selalu mencipta mimpi dengan segenap asa bersama rasa duka dan sukaku sehingga pada . kesempatan di pengalaman ini dari semua teman-teman yang ku sayang dan memperhatikanku, membawa aku untuk mengukir segala kebahagiaan didalam benak dan hatiku (Alfun, Yeyen, Yuni, Lili, Uchi, Ochi, lhda, Nurma, Fauziah, lndi, Nana, ibu imah, lmha, Meri, Umaya, Hanum, Chusnul, Dian, Saeni, Windi, Dewi Robbi, Aksin, Hilman, ldham, Eko, Herman, Arul, Ale, Sugi, Halim, lchal, Aris, Agus, Bagus dan Komenk. Khusus sohib ku TIKOM (Tia dan Kokom) SUTlKOM, Rifa, Ainun, Dewi, temen-temen kelas B. Sahabatku Ani Herawati yang sudah bersedia mengantar penulis keperpustakaan untuk mencari bahan-bahan skripsi, Thengs ya dah mau nemenin.
Untuk teman-teman KKN Parakansalak (Awank, Mumu, Fadlan dan Maleni) kelompok PKL PSAA 04 Ceger (Nelli, Yuni, Rara, Pak Aksit, Fitri dan Mia Ul) dan tak lupa untuk temanku yang sedikit terlupa Maya Dini, tak ada kata terlambat untuk terus be/ajar, jika masih memerlukan bantuanku, Usy siap. Untuk teman-temanku di KSR PMl UlN Jakarta, serta terima kasih untuk semua orang yang kenal dan mengenalku yang tidak dapat kusebutkan satu demi satu. Terima kasih untuk setiap kesempatan selalu diberikan untuk hal yang pernah kita lakukan yang baik dan terbaik.
9. Serta komunitas anak-anak dan pengamen di stasiun Jakarta-Bogar. Anak-anak Pengamen di Tamanmini squre. Khususnya yang telah bersedia memberikan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis.
Terimakasih penulis ucapkan karena dengan keikhlasan hati kalian yang menjadi sumber inspirasi penulis hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Akhirnya kepada Allahlah aku berserah diri, walau penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Namun, semoga bisa berguna dan menjadi
sumbangan yang berharga khususnya bagi penulis, dan bagi siapa saja yang membacanya. Wassalam.
Jakarta, 22 Januari 2007
Halaman Persetujuan... 11
Halaman Pengesahan... 111
Motto ... iv
Dedikasi... vi
Abstraksi ···-···-··· vii
Kata Pengantar... 1x
Daftar lsi... x11
Daftar Tabel... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1-9 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ... c... 6
1.2. 1. Batasan Masalah... 6
1.2.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7
1.3.1. Tujuan Penelitian... 7
1.3.2. Manfaat Penelitian... 7
1.3.2.1. Manfaat Teoritis... 7
1.3.2.2. Manfaat Praktis... 8
1.4. S1stemat1ka Penulisan 8
ᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋMセᄋMᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋ@
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... .
2. 1. pengalaman ... .
2.2. Kekerasan ... .
2.3. Kekerasan Seksual ... .
2.4. Kekerasan Seksual Terhadap Anak ... .
2.5. Pelecehan Seksual ... .
2.5.1. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual ... .
2.6. Emosi ... .
2.6.1. Gangguan Emosi ... .
2.7. Anak Jalanan ... . 2. 7.1. Kategori Anak Jalanan ... .
2.7.2. Faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan ... .
2.7.3. Masalah-masalah Yang Dihadapi Anak Jalanan ... .
2.7.4. Ciri-ciri Anak Jalanan ... . 2.8. Kerangka Berfikir ... .
2. Tabel identitas subjek penelitian ... 66
3. Tabel bentuk-bentuk kekerasan seksual 78
ᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋセᄋᄋᄋBᄋᄋMᄋᄋᄋᄋᄋ@
1.1 Latar Belakang
Keberadaan anak jalanan sudah lazim kelihatan pada kota-kota besar. Kepekaan masyarakat terhadap mereka tampaknya kurang begitu tajarn. Padahal anak merupakan karunia llahi dan amanah yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Islam mengajarkan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga negara. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam
UUD
1945, UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the right of the child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) atau yang biasa disebut KHA.Anak yang seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain, belajar dan mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua, tetapi ketika ia pergi atau bahkan tinggal di jalan maka tak terbayangkan kehidupan apa yang akan mereka jalani. Kegiatan yang mereka lakukan pun akan kerap
pengemis. Secara sosiologis, anakjalanan sudah merupakan komunitas yang tidak dapat ditinggalkan dalam setiap diskursus tentang komunitas jalanan (Terloit, 2001 ).
Menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan suatu keterpaksaan yang harus diterima. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.
terjadi yakni penelantaran dari keluarga dan ingin hidup lepas dari
keteraturan keluarga. Penelantaran sebagai dampak kemiskinan keluarga yang ditampilkan dalam bentuk ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan fisik dan sosial anak serta perawatan keseharian dan kasih sayang dari orang tua.
Mulandar (dalam Terloit, 2001) mengatakan bahwa selain kemiskinan, terjadinya konflik dan eksploitasi dalam keluarga bagi anak jalanan yang masih memiliki dan tinggal bersama keluarga juga mendorong anak untuk turun ke jalanan. Tingkat konflik dan eksploitasi itu sendiri juga sangat
beragam. Mulai dari secara halus mendorong anak bekerja untuk membantu nafkah keluarga, melakukan penyiksaan secara fisik sampai melakukan pemerkosaan atau "rape" pada anak perempuan sendiri. Sudrajat (1997) juga menyatakan hilangnya hak dan perlindungan anak dari keluarga
menyebabkan anak kehilangan pegangan dan mengembangkan gaya hidupnya sendiri serta rentan terhadap penganiayaan (abuse), pelecehan seksual, sodomi, pembunuhan dan pelacuran anak dibawah umur.
seksuat.
Hasil kajian tentang pertindungan hukum bagi anak jalanan perempuan Kurniasih dkk (2003) anak perempuan yang turun kejatanan persoatannya sangat komptek mengingat perempuan lebih rentan terutama berkenaan dengan masatah-masatah kesusitaan. Lebih jauh lagi ketika mereka menjadi korban kekerasan atau petecehan seksuat dengan berbagai dampaknya seperti trauma, terganggu emosinya hingga mempunyai anak tanpa ayah yang tak jelas. Mereka berada di jatan ada yang berjuang membantu
ekonomi ketuarga dengan berbagai resiko, tetapi tidak sedikit karena kondisi keluarga yang tidak harmonis ditambah dengan ekonomi yang pas-pasan, putus sekolah, terpengaruh teman yang terlebih dahutu turun ke jalan dan sebagainya, sedangkan disatu pihak mereka juga membutuhkan
pertindungan.
Setain itu mereka juga kerap menghadapi ancaman dari lingkungan sekitar mereka yang tidak menginginkan kehadiran mereka, seperti petugas
selama berada di jalanan maupun di rumah jelas mempengaruhi perkembangan mereka, karena anak kehilangan konteks bermain dan
kesenangan yang penting bagi perkembangan sosial, kognitif dan emosional mereka (lrwanto, 1995).
Mengacu pada pasal tiga puluh empat UUD 1945 bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, memberi kesempatan bagi anak-anak yang kurang beruntung untuk mendapatkan perlindungan yang layak. Perlindungan adalah salah satu kebutuhan dari anak-anak jalanan untuk menapaki kehidupan mereka yang lebih baik tanpa adanya beban mental yang dalam.
menerus dalam perjalanan hidupnya, maka pelajaran itulah yang melekat dalam diri anak jalanan yang akan membentuk nilai-nilai baru dan membawa tindakan yang mengedepankan kekerasan sebagai jalan keluar untuk
mempertahankan hidupnya. Ketika memasuki masa dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan eksploitasi terhadap anak-anak jalanan.
1.2. Batasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Batasan Masalah
1) Pengalaman kekerasan seksua/ yang dimaksud adalah pensuwa pemaksaan yang berorientasi seksual yang pernah dialami, dirasai, ditanggung seseorang sehingga menyebabkan ia belajar melalui kejadian yang dialaminya, pengalaman kekerasan seksual termasuk didalamnya pelecehan seksual seperti diajak seseorang untuk menonton film porno, dipegang/ diremas/ diraba bagian tubuh, dipeluk dan dicium tanpa dikehendaki atau dipaksa hingga percobaan perkosaan.
berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian waktunya atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya di sepanjang stasiun kereta api antara Jakarta-Bogor (stasiun Kota, Manggarai dan Depok) yang berjenis kelamin perempuan.
1.2.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah yaitu:
1) Apakah jenis tindak kekerasan seksual yang mempengaruhi gangguan emosi pada anak jalanan?
2) Apakah pengalaman kekerasan seksual yang di alami anakjalanan mempengaruhi emosinya?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pengalaman kekerasan seksual anak jalanan terhadap gangguan emosi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1.3.2.1. Manfaat Teoritis
1.3.2.2. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan berguna untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi masyarakat, LSM dan pihak yang terkait guna mengeliminir kasus kekerasan seksual pada anak jalanan, dengan melihat faktor penyebab meluasnya kekerasan seksual yang terjadi pada anak jalanan, maka dapat dilakukan langkah preventif guna mencegah terjadinya tindak kekerasan khususnya tindak kekerasan seksual.
2) Setelah diketahui dampak negatif yang dari kekerasan seksual pada anak jalanan, diharapkan ada langkah konkret yang dilakukan oleh pihak yang terkait seperti masyarakat, LSM dan pemerintah OKI Jakarta agar dampak negatif ini dapat ditangani.
1.4. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American Psychological Assosiation (APA) style. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis menyusunnya dalam bentuk beberapa bab sebagai berikut:
BAB 1 : Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
dengan penelitian ini, yakni tentang pengalaman, kekerasan, kekerasan seksual, kekerasan seksual terhadap anak, pelecehan seksual, emosi, anak jalanan dan kerangka berfikir.
BAB 3 : Metodologi Penelitian. Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, alat bantu
pengumpulan data, teknik analisa data dan prosedur penelitian.
BAB 4 : Presentasi dan Analisa Data. Bab ini membahas gambaran umum subyek, observasi wawancara, analisis individual subyek dan perbandingan antar kasus.
2.1. Pengalaman
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2000) Pengalaman adalah yang pernah dialami, dijalani, dirasai, ditanggung. Menurut kamus lengkap psikologi Chaplin (dalam Kartono, 2004) menjelaskan pengalaman adalah satu kejadian yang telah dialami atau pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari praktik. Sedangkan menurut The Oxford Dictionary of English Ethimology (1996) experience is trial, observation of fact, condition or even by
which one is affected, knowledge resulting from observation, state of having
been occupied in some way.
Jadi dapat disimpulkan pengalaman adalah suatu peristiwa yang pernah dialami, dirasai, dijalani atau ditanggung oleh seseorang sehingga
menyebabkan orang tersebut dapat belajar dari peristiwa yang dialaminya terse but.
2.2. Kekerasan
Soekanto (1980) menjelaskan kekerasan adalah perbuatan yang dapat menimbulkan Iuka fisik, pingsan maupun kematian yang terdiri dari lima faktor, yaitu :
2) Kekerasan menggunakan alat
3) Kekerasan mengkombinasikan alat dengan tangan kosong 4} Kekerasan individual
5) Kekerasan kelompok
Menurut Mohammad (dalam Wulandari, 2004) kekerasan atau abuse
adalah penyalahgunaan kekuatan untuk memperlakukan orang lain yang dibawah kekuasaannya dengan menyakiti secara fisik, menghina dengan kata-kata kasar, melukai atau mencederai dengan tindakan atau mengambil keuntungan dari kekuasaan itu secara tidak adil. Hariti (dalam Wulandari, 2004) mengemukakan bahwa kekerasan adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang atau merusak suatu barang. Kekerasan bukan hanya suatu tindakan yang bertujuan atau berakibat melukai atau merusak barang tetapi ancamanpun dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian tentang kekerasan, antara lain melibatkan sebagai berikut ;
1) Melibatkan pelaku dan korban
2) Berupa tindakan nyata, mengintimidasi kebebasan seseorang atau sekedar ancaman
3) Berakibat kerugian bagi korban secara fisik, mental maupun materi.
2.3. Kekerasan Seksual
Menurut Hariti (dalam Wulandari, 2004) kekerasan seksual merupakan perbuatan yang mencakup pelecehan seksual tanpa persetujuan korban, atau disaat korban tidak menghendaki atau melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar yang tidak disukai korban, atau mengisolasinya dari kebutuhan seksual (dalam arti tidak bersedia memenuhi kebutuhan seksual dari korbannya). Sebagai contoh perkosaan, menyentuh atau meraba-raba korban, memaksa korban menonton film porno dll.
aktivitas-2.4. Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Menurut KOMNAS HAM (dalam Matindas, 2002) istilah kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap anak disebut secara eksplisit dalam ketentuan KHA, tepatnya pada pasal 34 yang berbunyi sebagai berikut ;
"Negara peserta berusaha untuk melindungi anak dari segala bentuk
ekaploitasi seksual dan kekerasan seksual. Untuk tujuan ini, Negara
peserta secara khusus akan mengamb1f langkah-langkah nasional,
bilateral dan multilateral yang tepat guna mencegah : (a)
Penjerumusan atau pemaksaan anak kedalam setiap kegiatan seksual ·
tidak sah; (b) Penggunaan anak yang eksploitatif dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual tidak sah lainnya; (c) Penggunaan anak yang eksploitatif dalam (semua) penampilan dan bahan pomografi".
2.5. Pelecehan Seksual
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) pengertian pelecehan seksual adalah pelecehan yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja melecehkan yang berarti menghinakan, memandang rendah, mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang berkenan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenan dengan perkara persetubuhan antara pria dan wanita. Dengan demikian berdasarkan pengertian tersebut maka pelecehan seksual berarti suatu bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal-hal yang berkenaan dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual antara pria dan wanita.
Woodrum ( dalam Dewi, 2001) menjelaskan pelecehan seksual ad al ah godaan seksual adalah dengan sengaja atau mengulangi komentar lisan yang tak diinginkan, isyarat atau hubungan seksual yang tak dikehendaki dan tidak disukai oleh target. Dalam sebuah situs
pelecehan.
:-:i: :..,' .
l .. ; _,., セᄋZA⦅Mj|ス@ ·: セ[[@ .. セ|ZNGNZZ@ : セNZオ@ ゥ、LLGABZセQᄋL@ .. MZZZZセᄋ[L@ 1._::-:1 ZセNZZQオ・ョッエ、」[j。」・ョ。OッッセIオ・ゥ・」・イQ。ョ@ -·-·---· -·--·-···"·-···---·---..--'---1---"'··---Jadi dapat disimpulkan bahwa pelecahan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan · tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga
menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya, pada diri orang yang menjadi korban.
2.5.1. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual
Matlin (1987) menjelaskan pelecehan seksual mencakup perilaku menatap, berbicara mengenai seksualitas, menyentuh tubuh
perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan seksual yang tidak diinginkan, mengajak kencan berulang kali hingga
pemerkosaan.
lmran (1989) menjelaskan lebih detil bentuk-bentuk yang dianggap pelecehan seksual, adalah sebagai berikut :
2) Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabatnya.
3) Mempertunjukkan atau memasang gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, buku bergambar kepada orang lain yang tidak menyukainya.
4) Bertanya atau menginterogasi seseorang atau bawahannya mengenai kehidupan pribadi ataupun kehidupan seksualnya. 5) Memberikan komentar yang tidak senonoh tentang penampilan,
pakaian atau gaya seseorang.
6) Terus menerus mengajak kencan seseorang yang telah jelas-jelas tidak mau.
7) Berkomentar yang merendahkan alas dasar stereotip gender. 8) Menggerakkan tangan atau tubuh secara tidak sopan terhadap
seseorang.
9) Memandang atau mengerlingkan mata pada seseorang tanpa dikehendaki.
10) Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki.
11) Mengamat-ngamati tubuh seseorang secara berlebihan tanpa dikehendaki.
13) Meminta imbalan seksual alas pekerjaan.
14) Perbuatan yang tidak senonoh yakni memamerkan tubuh telanjang atau ala! kelamin kepada seseorang yang terhina karenanya.
15) Telepon atau surat cabul.
16) Mengganggu fisik maupun serangan seksual atau perkosaan.
Till ( 1980) membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam dasar pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ)
1) Gender Arassment, yaitu pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan berdasarkan jenis kelamin.
2) Seductive Behavior, yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan.
3) Sexual Bribery, yaitu penyuapan untuk melakukan hal-hal yang berbau seks dengan memberikan janji akan suatu ganjaran.
4) Sexual Evercion, yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual.
5) Sexual Assault, yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan seksual yang terang-terangan atau kasar.
1) Bentuk visual. Tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam, gerak-gerik yang bersifat seksual.
2) Bentuk verbal. Siulan, gosip, gurauan seksual, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengancam (baik secara langsung maupun tak langsung).
3) Bentuk fisik. Menyentuh, mencubit, menepuk-nepuk, menyenggol dengan sengaja, meremas, mendekatkan diri tanpa diinginkan.
Menu rut Kremer & Marks ( dalam Abrar, 1997) menyebutkan
kekerasan seksual dan pelecehan seksual terdiri dari godaan verbal dan gangguan fisik, yaitu :
a) Komentar seksual yang merendahkan b) Gurauan seksual yang terus menerus c) Rayuan seksual yang tidak diharapkan
d) Ajakan kencan yang terus-menerus, walau sudah ditolak e) Permintaan layanan seksual yang tidak dikehendaki f) Tatapan negatif terhadap bagian tubuh tertentu g) Remasan dan rabaan yang tidak diinginkan h) Permintaan layanan seksual disertai ancaman i) Percobaan perkosaan
k) Perkosaan dan penganiayaan I) Perkosaan dan pembunuhan.
Dapat disimpulkan pelecehan seksual ini sangat luas rentangannya mulai dari main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai pemerkosaan dan pembunuhan.
2.6. Emosi
Emosi berasal dari kata "Emotus" atau "Emonene" yang artinya
mencerca yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misalnya emosi gembira akan mendorong perubahan suasana hati sekarang hingga menyebabkan individu tersebut tertawa (Singgih, 1996).
Goleman ( 1997) menjelaskan emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas dan melibatkan aspek-aspek biologis, psikis, serta kecenderungan untuk bertindak. Theodore (dalam Muttaqien, 2004) mendefinisikan "Emotion is a relatively shortterm evaluative response essentially positive or negative in nature involving distinct
somatic (and after cognitive) componenf'. Emosi adalah suatu
tanggapan evaluatif jangka pendek terhadap hal-hal positif atau negatif yang secara alamiah melibatkan (dan setelah kognisi) komponen-komponen biologis.
Feldman (1998) mendefinisikan emosi sebagai "Feelings that generally have both physiologycal and cognitive elements and that influence
behavior'. Atau umumnya perasaan mempunyai komponen-komponen fisiologis dan kognisi dan dapat mempengaruhi perilaku. Menurut James (dalam Wedge, 1997) emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek lingkungannya.
gradasinya. Menurut Crow (dalam Abror, 1989) mendefinisikan emosi sebagai pengalaman affektif (setia) yang menyertai penyesuaian batin yang menyeluruh dan keadaan mental dan fisiologis yang meluap-luap pada diri individu dan yang memperlihatkan sendiri pada tingkah laku yang jelas dan nyata. Persepsi terhadap satu rangsang diperlukan untuk menimbulkan emosi karena dapat diperlukan untuk memulai suatu pengalaman emosional.
Hillgard (1962) menjelaskan emosi adalah suatu kondisi dimana organisme mengalami pengalaman yang melibatkan perasaannya. Fryer(1961) mengemukakan bahwa emosi adalah terganggunya kondisi psikologis yang mengakibatkan disintegritas dalam aktivitas organisme, dan emosi dapat diamati melalui 3 aspek psikologis ; a) Reaksi-reaksi tingkah laku yang tidak teratur serta kacau
b) Reaksi-reaksi didalam tubuh yang berupa gangguan dan hambatan terhadap kerja susunan syaraf dan sistem kelenjar
c) Meningkatnya sensitivitas perasaan, baik perasaan menyenangkan ataupun menjengkelkan.
Harimann (1963) menjelaskan emosi merupakan ;
individu yang bersangkutan melalui introspeksi.
Dari berbagai macam definisi tentang emosi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa emosi adalah suatu kondisi yang dapat
mempengaruhi aspek kognisi, aspek biologis, aspek psikis dan berwujud dalam tingkah laku yang jelas dan nyata.
2.6.1. Gangguan Emosi
Menu rut Crow ( dalam Abror, 1989) emosi sangatlah mempengaruhi tingkah laku manusia karena sebagian besar respon manusia disebabkan oleh emosi yang kemudian diwujudkan dalam bentuk perilaku. Arti emosi tidak dapat diganti atau ditukar dengan istilah : perasaan (feeling), motif, perangsang (drives), dan dorongan (urgens)
serta keinginan (desires). Emosi menyatakan suatu keadaan yang meluap-luap yang timbul karena satu atau Jain ha!. Emosi mencakup gangguan yang mendalam dan Juas dan mencakup pula banyak sifat perasaan atau taraf kepuasan ataupun kejengkelan yang berlainan.
1) Emosi yang wajar itu dapat diramalkan sebelumnya, karena sesuai dengan bentuk rangsang atau penyebabnya
2) Emosi yang wajar itu berlangsung tidak terlalu lama dan tidak berlaruHarut
3) lntensitas reaksi-reaksi emosional yang wajar adalah sesuai dengan intensitas penyebabnya, jadi tidak kurang ataupun tidak berlebihan.
Jika seseorang tidak memperlihatkan emosinya sesuai dengan kriteria diatas, maka dapat disebut sebagai "Gangguan Emosi"
Sebuah situs internet Malaysia yang bertajuk tentang "Penderaan Emosi Pada Anak". Kassim (1998) menjelaskan gangguan emosi ialah terdapatnya gangguan yang diderita oleh anak pada fungsi mental atau emosi mereka. Gangguan ini dapat berupa gangguan mental atau tingkah laku, termasuk resah, kemurungan, pengasingan diri dan tingkah laku yang agresif.
" ... a condition exhibiting one or more of the following characteristics over a long period of time and to a marked degree that adverse1 ·
affects a child's educational performance.
1) An inability to learn that cannot be explained by intellectual, sensory, or health factors.
2) An inability to build or maintain satisfactory interpersonal relationships with peers and teachers.
3) Inappropriate types of behavior or feelings under normal circumstances.
4) A general pervasive mood of unhappiness or depression. 5) A tendency to develop physical symptoms or fears associated
with personal or school problems.
" ... Suatu kondisi yang memperlihatkan satu atau lebih karakteristik dalam suatu periode waktu yang lama dan pada suatu tingkat derajat yang ditandai dengan kurang baik yang mempengaruhi suatu
pencapaian bidang pendidikan anak.
1) Suatu ketidakmampuan untuk belajar itu tidak bisa dijelaskan oleh intelektual, perasaan, atau faktor kesehatan.
2) Suatu ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara hubungan antar pribadi yang baik dengan para guru dan panutan. 3) Jenis tidak sesuai perasaan atau perilaku dalam keadaan normal. 4) Suatu suasana hati ketidakbahagiaan atau mendapat tekanan dari
5) Suatu kecenderungan untuk mengembangkan ketakutan atau gejala fisik dihubungkan dengan pribadi atau permasalahan sekolah.
Setiap korban kekerasan seksual akan bereaksi secara berbeda terhadap kekerasan yang terjadi pada diri mereka, baik dari segi perilaku, reaksi emosi, dan waktu yang dibutuhkan untuk dapat pulih kembali. Herman (2001 ). Beberapa gangguan emosi yang umum muncul dan dialami oleh para korban adalah sebagai berikut :
1) Emotional Shock
Pada awalnya, korban akan berada dalam keadaan shock dimana mereka tidak dapat mengekspresikan perasaan mereka terhadap berbagai situasi yang terjadi disekitar mereka. Shock yang mereka alami tersebut merupakan mekanisme pertahanan alami dari otak yang bertujuan untuk melindungi individu dari tekanan yang parah dan keadaan emosional yang tidak terkendali.
2) Disbelief
3) Fear
Beberapa korban biasanya mengalami ketakutan akibat ancaman
yang dilakukan oleh pelaku. Mereka juga takut terhadap berbagai
reaksi yang mungkin timbul dimasyarakat mengingat penilaian
yang berlaku di masyarakat justru lebih sering menyudutkan korban
sebagai "pengundang" terjadinya kekerasan seksuaL Beberapa
korban bahkan merasa takut mereka tidak akan dipercaya oleh
keluarga dan teman mereka. Mereka dapat pula mengembangkan
rasa takut terhadap pria secara umum akibat dari trauma yang
dialami.
4) Embarrassment
Membicarakan tentang kekerasan seksual itu sendiri dengan orang
lain (termasuk polisi, staff medis, pihak advokasi, pengadilan, dll)
dapat menjadi sangat menyulitkan dan memalukan bagi beberapa
korban. Karena masalah seksual dan ketubuhan dianggap sebagai
sesuatu yang sangat pribadi, maka dapat menyebabkan rasa sakit
emosionaL
5) Guilt
Seringkali korban melakukan internalisasi terhadap mitos yang
kesalahan korban sendiri. Mereka merasa bersalah karena
seharusnya dapat menghentikan kejadian tersebut. Terlebih ketika pelakunya adalah seseorang yang mereka kenal, sehingga
menimbulkan penyesalan bahwa seharusnya ia lebih waspada terhadap sipenyerang tersebut.
6) Depression
Depresi merupakan reaksi normal yang mengikuti peristiwa yang traumatis dengan keterlibatan emosional yang tinggi. Yang
dimaksud dengan depresi 9 major depressive episode. Neale dkk (1996) adalah individu mengalami minimal 5 simptom berikut ini setiap hari selama minimal 2 minggu.
• Sedih
• Kehilangan minat dan kesenangan terhadap aktivitasnya
• Gangguan tidur (insomnia)
• Nafsu makan dan berat badan menurun
• Mengalami kelelahan dan kehilangan energi
• Konsep diri negatif, merasa diri tidak berharga
• Sulit berkonsentrasi dan mengambil keputusan
7) Anger
Seringkali korban mengalami rasa marah yang luar biasa terhadap penyerang mereka. Mereka merasa marah dan tidak berdaya.
Jadi dapat disimpulkan oleh penulis gangguan emosi yang disebabkan oleh tindakan kekerasan seksual (pelecehan seksual) ialah
menurunnya tingkat kesadaran seseorang untuk bertingkah laku normal setelah mendapatkan perlakuan (pelecehan seksual).
Gangguan emosi yang dapat timbul seperti : rasa takut bila bertemu dengan orang asing, merasa bersalah pada diri sendiri, gelisah, mempunyai prasangka buruk terhadap orang asing, cemas dan pemarah secara berlebihan.
2.7. Anak Jalanan
Pengertian anak jalanan sampai sekarang belum mempunyai keseragaman. Banyak istilah atau sebutan yang ditujukan kepada mereka seperti anak pasar, anak tukang semir, anak lampu merah, anak peminta minta, anak gelandangan, anak pengamen dan
UNICEF mengemukakan pengertian anak jalanan sebagai berikut; " Street children are those who have abandoned their home,
Nセ。ッQウN@ an 1mmeatare commumries before thev are sixteen years of age. and have drifted into anomadic street life" !Avubi. 1995)
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), tidak menentukan secara khusus batasan anak jalanan, tetapi bagi YKAI, yang saat ini dianggap anak jalanan, yaitu : kelompok anak-anak yang bekerja hampir sepanjang hari dijalan raya. (Philipina, 1990).
Batasan anak jalanan bagi DEPSOS RI ;
"Anak yang menggunakan sebagian waktunya dijalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang masih
mempunyai hubungan dengan keluarga atau putus hubungan dengan keluarga, dan anak-anak yang hidup mandiri sejak masa kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga" (Johanes, 1996).
seperti pengemis, pengamen, penyemir sepatu, melap mobil, penjaja keliling dan sebagainya, berusia dibawah 20 tahun dan bersekolah maupun tidak sekolah. Sedangkan menurut Masir (1999) anak jalanan adalah seseorang yang berusia 18 tahun yang melakukan aktivitas untuk hidup dijalan raya. Mereka melakukan dengan cara mengemis, menjual asongan, mengamen, melap mobil, menjual koran dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan oleh penulis bahwa yang dimaksud dengan anak jalanan adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian waktunya atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.
2. 7.1. Kategori Anak Jalanan
Hasil penelitian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) (dalam Childhope & Philipina, 1990) tentang anak jalanan menyimpulkan bahwa anak jalanan dibagi dalam dua kategori berdasarkan penggunaan waktu dan kegiatan mereka lakukan ;
1) Anak yang bekerja dija/anan (Children on Street)
penghasilannya digunakan untuk membantu kehidupan keluarga. Sebagian besar anak jalanan yang termasuk kategori ini masih
berhubungan dengan keluarga dan orang tuanya karena sebagian dari besar mereka masih tinggal bersama orang tuanya.
2) Anak yang hidup dijalanan (Children of Street)
Anak jalanan yang termasuk kategori ini menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan atau ditempat-tempat umum lainnya, tetapi hanya sedikit dari mereka yang menggunakan waktunya untuk
bekerja. Mereka jarang berhubungan dengan keluarganya dan mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindak kriminal serta menggunakan obat-obatan terlarang. Beberapa diantara mereka tidak memiliki rumah tinggal (homeless).
Anak-anak yang termasuk dalam kelompok Children on Street
mempunyai hubungan dengan kemiskinan keluarga ; karena kemiskinannya, orang tua tersebut tidak dapat melaksanakan
Sedangkan menu rut Sudrajat ( 1999) anak jalanan dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu : Pertama, anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalananl children the street). Kedua, anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (children on the street) Ketiga, Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable to be street children).
Baihaiqi (1999) membagi anak jalanan dalam 2 kategori. Pertama:
anak jalanan yang masih mempunyai komunitas. Artinya mereka masih memiliki orang tua, bekerja sebagai pedagang asongan dan mempunyai tempat tinggal yang jelas meskipun di tempat yang kumuh.
di jalan dan biasanya bekerja sebagai pengamen, pengemis, pemulung dan penyemir sepatu.
Hariadi dan Suyanto (1999) menyatakan bahwa secara garis besar dapat dibedakan 2 kategori anak jalanan, yaitu :
1) Anak jalanan yang masih tinggal dengan keluarga.
• Mereka berada di jalan karena terdorong oleh keinginan mendapatkan uang sendiri dan membantu orang tua. • Mereka masih sering pulang sehingga keterikatan dengan
orang tua maupun lingkungan masih kuat.
• Mereka masih memegang norma atau nilai yang dianut oleh komunitasnya.
• Beroperasi di sekitar atau dekat dengan tempat tinggal.
2) Anak jalanan yang bebas.
• Banyak yang berasal dari keluarga atau komunitas jalanan. • Sudah lama menjadi anak jalanan atau sudah masuk dalam
komunitas jalanan yang solid.
• Anak yang sudah lepas dari keluarga, baik karena adanya konflik maupun ketidakharmonisan keluarga.
• Cenderung mengabaikan norma-norma kemasyarakatan dan mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif, seperti mencuri barang, seks bebas dan lain-lain.
Sementara itu menurut (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia atau YKAI, 1999) anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1) Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya
(children of the street).
Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
2) Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua.
Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the
Mereka seringkali diindentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya · mereka bekerja dari pagi hingga sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.
3) Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya.
Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam di jalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan Koran.
4) Anak-anakjalanan yang berusia di atas 16 tahun.
Kartika (1997) menggolongkan anak jalanan berdasarkan eksistensinya di jalanan, yaitu :
1) Anakja/anan murni
Artinya anak jalanan yang tidak mempunyai ketergantungan kepada orang lain, baik orang tua, sanak saudara dan lain sebagainya. la sepenuhnya menggantungkan hidupnya kedunia jalanan, mencari makan di jalan dan tidur semaunya. Anak-anak tersebut seolah-olah hidup tak berkeluarga, bebas, liar, kucel dan tidak mengenal tata krama. Kebanyakan dari mereka kabur dari lingkungan keluarga karena kekerasan orang tua, broken home atau karena merasa terkekang hingga merasa tidak kerasan tinggal bersama orang tua. Dan sedikit dari mereka berasal dari keluarga miskin. Kelompok inilah yang susah sekali diberi pembinaan, disamping itu mereka rawan terhadap pengedaran obat narkotika, penularan penyakit seksual, AIDS, HIV serta kekerasan seksual lainnya.
2) Anak jalanan yang tidak murni
paling tidak cukup berimbang dalam diri anak tersebut, sehingga mudah dikendalikan dan motivasi mereka turun kejalan ialah dalam. rangka membantu ekonomi keluarga. Kelompok jalanan ini
berpenampilan agak rapi, tidak terlalu kusam dan tidurnya pun pulang kerumah keluarganya. Disamping itu mereka mempunyai kewajiban menyetor uang dari hasil mereka kepada orang tuanya.
Sedangkan Marnoto (2002) membagi kategori anak jalanan berdasarkan lamanya melakukan kegiatan di jalanan, yaitu :
1) Anak baru, yaitu anak yang kurang dari 1 tahun melakukan kegiatan di jalanan. Pada umumnya masih usia anak dan ada yang sudah usia remaja, selanjutnya disebut sebagai kelompok anyaran.
2) Anak yang sudah 1-3 tahun melakukan kegatan di jalanan. Mereka ada yang masih usia anak dan ada yang sudah usia remaja, selanjutnya mereka disebut sebagai kelompok madya. · 3) Anak lama, yaitu anak yang sudah lebih dari 3 tahun melakukan
2.7.2. Faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan
lrwanto (dalam Terloit, 2001) mengemukakan faktor-faktor penyebab seseorang menjadi anak jalanan :
1) Kemisl<inan
Kemiskinan selalu diasosiasikan dengan munculnya berbagai gejala sosial yang dianggap patologis oleh masyarakat seperti gelandangan, pelacuran, tindakan kriminal, dan lain-lain. Terjadinya anak jalanan pun tidak terlepas dari kemiskinan, bahkan dianggap sebagai faktor pendorong utama anak turun kejalanan. Martini (2000) menambahkan bahwa sebagian besar anak berada di jalanan karena alasan ekonomi, yaitu membantu orang tua memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Alasan ekonomi juga mendorong terjadinya eksploitasi terhadap anak karena orang tua menjadi tergantung pada penghasilan anak.
2) Partisipasi sel<olah
Faktor lainnya yang sering dihubungkan dengan anak-anak yang bekerja dan menghabiskan waktu luangnya di jalanan adalah
3) Disfungsi keluarga
Anak yang ditinggal sendiri karena berbagai sebab seperti kedua
orang tua meninggal dan anak ditinggalkan dendiri tanpa pendamping, . atau salah satu orang tuanya meninggal dan yang lainnya tidak ada karena dipenjara atau sedang merantau ketempat lain. Begitu juga dengan orang tuanya yang bercerai, salah satu orang tua menikah lagi.
Hal ini sebenarnya bisa diatasi bila ada anggota keluarga lain yang mau mengambil alih fungsi pengasuhan orang tua akan tetapi seringkali walaupun ada yang menggantikan fungsi pengasuhan itu, namun tidak sesuai dengan keinginan anak sehingga anak merasa · tertekan dan kabur dari rumah. Disfungsi keluarga juga berarti ayah atau ibu tidak memiliki penghasilan tetap atau memiliki penghasilan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga sehingga anak terpaksa mencari nafkah sendiri atau dimanfaatkan orang tua sebagai sumber penghasilan keluarga.
4) Kekerasan dalam keluarga
Meski tidak selalu demikian, tetapi seringkali ditemui bahwa latar belakang anak-anak memilih hidup di jalanan adalah karena
mengalami kekerasan di rumah. Hubungan antara ayah dan ibu yang buruk, tekanan kemiskinan, kelelahan dan sebagainya, dilampiaskan kepada anak mereka sehingga kekerasan yang dialami anak seringkali sebagai pelampiasan kemarahan orang tua alas persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Martini (2000) menyatakan kekerasan dalam keluarga dan
penelantaran oleh orang tua merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam meledaknya jumlah anak jalanan selain eksploitasi ekonomi oleh orang tua. Kekerasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang tua kandung tetapi juga dapat dilakukan oleh orang tua tiri mereka. Bentuk kekerasan trersebut tidak hanya secara fisik (dipukuli,· disiram air panas, dll) tapi juga penyiksaan secara psikologis yang bentuknya bisa dimarahi, dilecehkan, diacuhkan dan sebagainya yang menyebabkan suasana rumah menjadi tak bersahabat, dingin, kaku dan hampa.
1) Keluarga yang berantakan, sehingga anak memilih hidup dijalanan.
2) Penyiksaan di dalam keluarga sehingga anak lari dari rumah.
3) Tidak mempunyai keluarga.
4) Pemaksaan orang tua terhadap anak yang mencukupi kebutuhan keluarga.
5) Budaya yang menganggap anak harus mengabdi kepada orang tua.
6) Anak yang dipaksa hidup mandiri di jalanan.
7) Orang tua yang tidak bekerja sehingga anak sebagai sumber ekonomi menggantikan peranan yang seharusnya dilakukan orang tua.
8) Untuk mengisi peluang-peluang ekonomi jalanan.
9) Tidak mempunyai tugas yang harus dikerjakan dirumah.
10) Tidak patuh terhadap orang tua atau wali.
12) Tidak mempunyai hubungan erat dengan tetangga.
Sedangkan penyebab anak turun ke jalanan menurut Amal (2002) :
1) Membantu orang tua
Kegiatan mereka di jalanan ada hubungannya dengan kemiskinan keluarganya. Selain itu sumber kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal mereka sangat terbatas, tidak terdapat sarana pendidikan, kesehatan, perumahan yang layak, fasilitas air dan lain sebagainya, termasuk juga sarana bermain anak. Karena
keterbatasan-keterbatasan tersebut hampir seluruh anak turun kejalan.
2) Konf/ik dengan orang tua
Kemarahan orang tua merupakan ekspresi dan ketidakmampuan orang tua terutama dalam memberikan kasih sayang. Kemarahan orang tua merupakan bencana besar bagi sang anak. Anak belum siap menerima situasi tersebut dan akhirnya terpaksa lari dari rumah.
3) Mencari pengalaman
Mereka pada umumnya berasal dari luar Jakarta, pergi ke Jakarta untuk mencari pengalaman karena sudah mulai bosan hidup di
2.7.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Jalanan
Anak jalanan selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat kompleks. Mereka selalu menempati daerah-daerah yang rawan gejolak-gejolak sosial. Tempat-tempat yang biasa mereka singgahi seperti ; pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, perempatan jalanan, tempat pusat perbelanjaan (mall),
kendaraan umum, dan masih banyak lainnya (Yana, 2004).
Dengan melihat tempat-tempat mangkal yang biasa mereka datangi, Sanusi (dalam Yana, 2004) menjelaskan permasalahan yang dihadapi oleh anak jalanan, yaitu sebagai berikut :
1) Berkelahi dengan anakjalanan lainnya
Terjadinya perkelahian di kalangan anak jalanan biasanya dipicu oleh rasa tersinggung karena diejek atau membela teman-temannya yang diganggu pihak lain.
2) Eksploitasi anak }ala nan
3) Terlibat tindakan kriminal
Tindakan kriminal yang sering kali dilakukan oleh anak jalanan adalah mencuri, mencopet, atau melakukan pemukulan terhadap orang lain.
4) Kekerasan seksual
Kehidupan yang liar dan tidak adanya sarana yang memungkinkan anak untuk tinggal ditempat tetap seperti anak pada umumnya, membuat mereka rawan terhadap kekerasan seksual.
5) Rawan kecelakaan lalu lintas
Karena anak jalanan hidup di jalanan, maka anak jalanan rawan terhadap kecelakaan sehingga sangat disesalkan ketika terjadi kecelakaan yang menimpa mereka, sedikit orang saja yang mau bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
6) Rawan pengedaran narkotika
Kerasnya kehidupan yang mereka jalani, tidak jarang dari mereka di jadikan alat untuk mengedarkan barang-barang terlarang karena imbalannya yang besar melebihi hasil pekerjaannya yang biasa diperoleh tiap hari.
7) Razia atau kamtib
rnenghindari dirinya dari usaha penertiban rnelalui razia yang dilakukan oleh petugas kearnanan dan aparat seternpat.
8) Rawan penyakit menular
Selain itu perrnasalahan yang dihadapi oleh anak jalanan adalah rawannya terhadap penyakit rnenular seperti HIV atau AIDS, sehingga perkernbangan anak rnenjadi kurang sehat dan kurang diterirna oleh rnasyarakat.
Menurut Sudrajat (dalarn Triyanti, 2001) rnengernukakan rnasalah-rnasalah yang dihadapi anak jalanan, rneliputi :
1) Tingkat mikro
Yakni faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya seperti (a) Lari dari keluarga, di paksa bekerja, perpetualang, diajak ternan, kerniskinan keluarga, (b) Penyebab dari keluarga: terlantar,
2) Tingkat mesa
Faktor yang berhubungan dengan masyarakat (a) Pada masyarakat miskin, yaitu anak dipandang sebagai aset untuk membantu
peningkatan ekonomi keluarga, (b) Pada masyarakat urban, anak-anak mengikuti kegiatan orang tuanya, (c) Penolakan masyarakat dari' anggapan bahwa anak jalanan selalu melakukan ha! yang tidak terpuji.
3) Tingkat makro
Faktor yang berhubungan dengan struktur makro. (a) Ekonomi, adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu
membutuhkan modal dan keahlian, (b) Pendidikan, biaya sekolah yang tinggi dan perilaku guru yang diskriminatif, (c) Belum seragamnya unsur pemerintah memandang anak jalanan, sebagian berpandangan anak jalanan merupakan kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan sebagian yang lain berpandangan bahwa anak jalanan sebagai pembuat masalah (pendekatan
keamanan dan ketertiban).
2.7.4. Ciri-Ciri Anak Jalanan
badan tidak terurus_ Dan ciri psikis yang mudah dikenali juga, yakni 1) tidak peduli. 2) perpindahan tinggi. 3) peka. 4) kreatif. 5) semangat hidup tinggi. 6) berwatak keras. 7) berani mengambil resiko. Dan 8) mandiri.
Setiawan (2001) menjelaskan ciri-ciri sehingga seorang anak dapat disebut sebagai anakjalanan:
1) Berpendidikan rendah (kebanyakan murid putus sekolah bahkan sedikit sekali yang tamat SD).
2) Berada ditempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3-24 jam sehari.
3) Berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban, beberapa diantaranya mereka tidak jelas keluarganya).
4) Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan sektor informal).
Sedangkan menurut Karyanto (dalam Triyanti, 2001 ), ciri-ciri anak jalanan adalah :
1) Kebanyakan berasal dari keluarga miskin dari luar kola.
3) Termasuk kelompok subsisten, artinya hasil kerja mereka sehari hanya dimanfaatkan untuk hid up hari itu jug a.
4) Tinggal dalam kelompok-kelompok kecil, diantaranya disekitar sentra-sentra ekonomi, misalnya pasar, kompleks pertokoan, stasiun dan lain-lain.
5) Mobilitas yang tinggi, tetapi cenderung tetap berada di wilayah kekuasaan kelompok induk.
6) Sebagian besar tidak lulus SD, sebagian yang lain bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali.
Selain itu, Departemen Sosial (dalam lnsani, 2005) memberikan ciri-ciri umum anak jalanan yaitu :
1) Usia berkisar antara 6-18 tahun.
3) Waktu yang dihabiskan di jalanan rata-rata lebih dari 4 jam sehari, secara umum dibagi dalam tingkatan sebagai berikut : a). Children of the street. b) Children on the street. c). Vulnerable to be street.
4) Bertempat tinggal; a). Pasar, b). Terminal bus, c). Stasiun kereta api, d) Taman-taman kota, e). Daerah lokalisasi WTS, f).
Perempatan atau jalan raya, g), Pusat perbelanjaan/ mall, h). Kendaraan umum, i). Tempat pembuangan sampah.
5) Aktivitas ; a) Penyemir sepatu, b) Pengasong, c) Pemulung, d) Pengamen, e) Ojek payung, f) Pengelap mobil, g) Kuli, dan h) Profesi lainnya di jalan.
Dapat disimpulkan yang termasuk ciri-ciri anak jalanan dalam penelitian ini adalah :
1) Keluarga miskin yang berasal dari luar Jakarta
2) Berusia antara 13 sampai 18 tahun
3) Berpendidikan maksimal hingga sekolah lanjutan pertama
4) Bertempat tinggal dekat dengan mata pencahariannya
5) Memiliki profesi sebagai ; pengamen, asongan dan pemulung
7) Maksimal menghabiskan waktu untuk bekerja sekitar 7 jam.
2.8. Kerangka Berfikir
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa anak yang seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain, belajar dan mendapat perhatian serta kasih sayang dari orang tua, tapi ketika ia harus pergi ke jalan maka pastilah tak akan terbayangkan
kehidupannya yang akan mereka jalani. Kegiatan yang merekapun akan kerap mengandung beragam resiko, rawan akan kecelakaan atau resiko terkena penyakit.
Menjadi anak jalanan bukanlah suatu pilihan hidup yang
menyenangkan, melainkan suatu keterpaksaan yang harus diterima. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kuat, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan kehidupan jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan bentukan kepribadiannya.
Anak jalanan memiliki profesi yang berkaitan erat dengan dunia jalanan. Pekerjaan merekapun beragam, mulai menjadi tukang semir
sepatu, penjual asongan, penjajah koran, pengamen, joki, kuli pasar sampai menjadi pengemis (Terloit, 2001 ).
Mengacu pada padal 34 UUD 1945 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, memberi kesempatan kepada anak-anak yang kurang beruntung untuk mendapat perlindungan yang layak. Apabila ada seorang anak yang mendapat perlakuan yang salah, seperti kekerasan seksual, eksploitasi dan penelantaran dari orang-orang yang eharusnya melindungi mereka, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
Kelabilan emosi seseorang salah satunya dipengaruhi oleh tindak kekerasan seksual yang dapat berwujud dalam bentukan tingkah laku atau sikap yang beragam, seperti menjadi seorang yang introvert, trauma yang berkepanjangan, kehilangan emosi yang drastis atau bahkan menjadi seorang yang agresif (Heman, 2002).
Skema 2.1. Gambaran kerangka berfikir
Pengalaman Kekerasan
Seksual
q
l
Anak JalananJ
q
GangguanEmosi
1) Diajak seseorang untuk menonton film porno
2) Dipegang/ diremas/ diraba bagian tubuh, dipeluk
3) Dicium tanpa dikehendaki atau dipaksa
4) Diikuti oleh orang asing
1) Emotional shock 2) Gelisah
3) Mempunyai prasangka buruk terhadap orang asing
4) Kehilangan minat pada pekerjaan
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang bersifat subyektif pada anak jalanan, maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang digambarkan melalui pendekatan deskriptif yang menekankan pentingnya konteks, setting dan pemikiran subyek penelitian itu sendiri (Maleong, 1997).
Dalam menjalankan penelitian ini, peneliti berupaya untuk memahami situasi dan keunikannya, yaitu sebagai bagian dari konteks tertentu dan interaksi di dalamnya untuk mencapai pemahaman dari proses situasi yang unik ini maka penelitian kualitatif digunakan data yang bersifat deskriptif dengan metode wawancara mendalam, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, foto, rekaman video dan sebagainya. Hal ini yang membedakan penelitian kualitatif dengan kuantitatif yang menampilkan data dalam bentuk angka-angka (Poerwandari, 2001 ).
3.1.2. Metode Penelitian
Menurut Bogdan (da\am Munandir, 1990) menyatakan bahwa studi kasus adalah kajian yang rinci atas satu latar atau satu subyek atau satu tempat penyimpanan dokumen, atau satu peristiwa tertentu. Studi kasus ada\ah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meskipun batasan-batasan antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas, Punch (dalam Poerwandari, 2001 ).
Yin (2000) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan strategi dimana pertanyaan dalam penelitian ini berkenaan dengan "how" dan "why'',
penelitian inipun memiliki kontrol atas peristiwa-peristiwa yang terjadi, fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata. Menurut Yin (2000) pendekatan studi kasus memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
1) Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan fenomena dalam kehidupan nyata.
2) Batas antara fenomena dan konteks tidak jelas. 3) Menggunakan berbagai sumber yang jelas.
ilmiah. Sedangkan multiple case design menggunakan metodologi yang sama dengan single case design. Perbedaannya adalah menggunakan subyek lebih dari satu orang. Dalam hal ini peneneliti harus hati-hati dalam menyetarakan subyek, karena setiap kasus harus mengikuti replikasi pada masing-masing kasus. Setiap kasus harus dipandang secara menyeluruh dan terfokus. Pola yang digunakan dalam penelitian ini adalah multiple case
design karena karena menggunakan lebih dari satu kasus. Dengan pola ini diharapkan dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang
penghayatan subyek terhadap keadaan yang dialaminya. Oleh karena itu maka diperlukan data yang bersifat khusus dan individual untuk mendapatkan hasil yang cukup mendalam.
3.2. Teknik Pengambilan Subyek
3.2.1. Populasi, Subyek, Karakteristik Subyek dan Jumlah
Subyek
Populasi
Subyek
Patton (dalam Poerwandari, 2001) menguraikan pedoman pengambilan subyek penelitian kualitatif yang disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini pedoman pengambilan subyek yang
digunakan adalah pengambilan subyek dengan masalah yang ekstrim yaitu dengan memfokus pada kasus-kasus yang sesuai dengan tema.
Dalam penelitian ini subyek yang digunakan adalah subyek populasi karena adanya keterbatasan subyek. Sehingga subyek yang diambil dari komunitas anak jalanan yang menghabiskan sebagian waktunya atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya di sepanjang stasiun kereta api antara Jakarta-Bogor (stasiun Kota, Manggarai dan Depok).
Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2001) prosedur pengambilan subyek pada penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik : 1) Diarahkan tidak pada jumlah subyek yang besar, melainkan pada
kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.
3) Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak melainkan kecocokan konteks).
Karakteristik Subyek
Subyek penelitian yang akan diambil dalam penelitian ini memiliki karakteristik, yaitu anak jalanan yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1) Anak jalanan yang dalam masa perkembangannya menginjak usia remaja awal yaitu sekitar sebelas hingga delapan belas tahun.
2) Berjenis kelamin perempuan.
3) Mempunyai latar belakang pernah mendapat perlakuan tindak kekerasan seksual dalam hal ini (pelecehan seksual) yang termasuk didalamnya seperti diajak seseorang untuk menonton film porno, dipegang/diremas/ diraba bagian tubuh, dipeluk dan dicium tanpa dikehendaki atau dipaksa hingga percobaan perkosaan.
4) Telah melakukan aktifitas menjadi anakjalanan kurang lebih dua tahun. 5) Anak tersebut memilih antara stasiun Jakarta-Bogar sebagai tempat mata
pencahariannya.
Jumlah Subyek
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode dan tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam,
disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat subyek yang diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1) Observasi
r'oerwandari (2001) mengarahkan observasi pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Maleong (1997)
menjelaskan observasi biasa disebut juga dengan pengamatan, yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu subyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Observasi bertujuan sebagai alat yang mendukung alat yang lain. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan. Faktor-faktor yang diamati adalah :
a) Penampilan fisik, diantaranya pakaian, rambut, kebersihan badan,warna kulit.
b) Lingkungan jalanan, diantaranya kondisi jalanan, lingkungan interaksi dengan orang lain, seperti teman sebaya, preman, pedagang sepanjang stasiun kereta api dan petugas PERUMKA.
d) Perilaku keseharian, misalnya saat berinteraksi dengan orang lain.
2) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2001 ). Wawancara kualitatif
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut.
Menurut (Kerlinger, 2000), wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah-masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancara atau subyek.
Jenis wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam atau in-deph interview. Kerlinger menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah wawancara yang tetap menggunakan
pedoman wawancara yang terstruktur (Kerlinger, 2000).
Selain itu wawancara dapat menghasilkan banyak informasi, bersifat fleksibel dan dapat diadaptasi terhadap situasi-situasi idividual, serta acap kali dapat digunakan manakala tidak ada metode lain yang memungkinkan atau
memadai. Sedangkan kelemahan pada metode wawancara adalah
kekurangan yang bersifat praktis. Wawancara membutuhkan banyak waktu. Untuk mendapatkan informasi dari satu orang, boleh jadi kita membutuhkan waktu yang relatif lama. lnvestasi waktu yang besar ini meliputi tenaga dan uang.
Observasi dan wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang latar belakang anak jalanan (mencakup keluarga), perilaku keseharian, aktivitas, serta adanya trauma pasca mendapat kekerasan seksual. Wawancara tidak hanya dilakukan dengan anak yang menjadi sasaran penelitian, tetapi juga dengan orang-orang yang ada disekelilingnya seperti teman sesama anak jalanan maupun dengan orang-orang yang sering berinteraksi dengan mereka. Jelasnya wawancara dilakukan dengan
autoanamnesa dan alloanamnesa. Hal ini dilaksanakan guna mendapat data yang cukup.
3.4. Alat Bantu Penqumpulan
Data
3.5. Teknik Analisa Data
3.5.1. Organisasi Data
Mengorganisasikan data adalah proses awal dalam analisa data.
Poerwandari (2000) menjelaskan dengan pengorganisasian yang sistematis ini memungkinkan peneliti mendapatkan data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan dan menyimpan data dan menganalisa yang
berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Dalam penelitian ini data diorganisasikan dengan ;
1) Mencatat data dalam bentuk verbatim.
2) Menguraikan masing-masing kisah anak.
3) Menganalisa masing-masing kisah dengan teori yang digunakan.
4) Membandingkan antara kisah-kisah.
5) Menentukan pola.
3.5.2. Kading
Pemberian koding atau kode adalah langkah penting dalam analisis, koding
yang dimaksud adalah pengorganisasian terhadap jalannya wawancara. Hal-hal yang dicatat meliputi setting tempat wawancara, penampilan subjek secara keseluruhan, respon subjek terhadap pertanyaan-pertanyaan dan cara menyampaikan informasi.
1) Setting tern pat wawancara, sehubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh anak jalanan, maka tempat wawancara dilaksanakan di stasiun Kola, stasiun Manggarai dan stasiun Depok.
2) Durasi waktu wawancara yang diperlukan pada setiap subjek kurang lebih 40 menit setiap wawancara, sehingga empat kali wawancara diperlukan 160 menit setiap subyek.
3) Penampilan subyek selama wawancara berjalan.
4) Respon subyek terhadap pertanyaan yang diajukan secara keseluruhan dalam menjawab pertanyaan peneliti.
3.6. Prosedur Penelitian
Menurut (Moleong, 2000), dalam melakukan penelitian ini ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan, yaitu :
1) Tahap Pralapangan, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu :
a) Menyusun instrumen pengumpulan data. lnstrumen dalam hal ini berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara.
c) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan. Tujuan ini penjajakan ini adalah untuk mengetahui dan lebih memahami keadaan lapangan sehingga pen