Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
Di SMP TMI Lampung
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh:
Isnaini Nur Azizah
NIM. 108017000034
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Skipsi
6erjudulP.ngarun Model
PeDbellj.r.tr
Koopemtlf
npe Rotdnaerrio
&.rdrAd TqIadaJ,
K€manpurn
Mr6.l.b
Matmatika
Sisrh
di$su
oleh
bnairi
Nur Aziz.t, NlM. 1080t7000034,
Jhse Pendidike
Malematika,Fakults
llm!
Torbiyrl
de
Kegme,
Udvesitu
lsld
NoeenSyeifHidayarulhl
hkana. Tekh oelalui bimbilge
dd
dinyatd.m sa!
sebagaikeya
ilmiah yang berhak untukdiujikm
padasiddg
nuaqdan
ssuai ketentue
)msdildopl'
oleh lairulrG,z/1*
Dra.Afidah Mas,ud
NII. 196t09r6
198603 2 004Rotatiry
Trio
Exchmqe
TerbldaD
l(tmhiuan
pcmecrbon
M{s,lah
Mltcm0tika
Sis$.
dism
otehBnaini Nur
AzizaL
NIM. II)8I)I7OOOO34,
diajukd
kepada Fatalra!IInu
Tabirlh de
K€gurutuUN
Syarif Hidayarullatr Jalanade
lelsh dindske
lulu
date
Uji
Muaqasah padateegal
2Ol3di
hadapedse
penguji. K@na jtu,p
ulisberhaknenldoteh seltr
Sajea
Sl
(S,Pd)dale
bid&g ?endidike Ma&mtika.
Jakana, Juli 2013 Psnitia Ujiar
Munrqlslh
Keiua Pmnia (Ketua
J@so/progid
Studi)NIP.19700528 t99603 2 002
SekElaris (Sekreldis
Jmsan/poglu
Slud,
NIt.
19681104199903I OOl
NIP.l975l20l
200604I
OO3Pengujiri
NIP- 19700528 1996012 002
qlat.l.iott
Mengetanui
Dek
Fa&ulte Ilmu Tdbiyah danKcsuroh
MENYATAIAN
DENGAN
SESI]NGGI]INYA
Baiwa
skipsi
yans berjudul Pengaruh ModetPembelrl*.D
Kooper.tif
npe
Rotunts
Trio
E .hahse
TerLldap
Ken.npua! P.lmahab
Mlslhh
Maremlrikr
Siswa adalah bendhsil
ktu-ya sendni di bawahbiobingd
dosm:ISNAINI NUR
AZIZAH
10701?000849
Podidikd
Matematika 2008Nabang Baru, Mtrga Tiga
telug Titur
196109261986032004
Femy
DiPidye,S-Pd.
M.si
1980090520906M2001
NII4
NI?
NI}
Demikie
sual
pftyltae
ini
say? buatdmgd ssmggnnlyE
dd
saya siap menaimasqala
koNekuosi
apabilardbuldi
bah{askipsi
ini buLmhsil
karyaJ*,
i
Model Type Rotating Trio Exchange Towards Students’ Ability in Mathematics Problem Solving.” “Skripsi”, Mathematics Education Department, The Faculty of Tarbiya and Teachers’ Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University – Jakarta.
This research studies the cooperative learning model type Rotating Trio Exchange towards students’ ability in Mathematics problem solving. The aim of this research is to find out whether there is an influence of the use of the cooperative learning model type Rotating Trio Exchange towards students’ ability in Mathematics problem solving in the material of flat wake.
The research took place at Junior High School Tarbiyatul Mu’alimin Islamiah (TMI) Lampung. The research methodology used in this research was Quasi Experimental Method. The subjects of the research were 56 students consisting of 29 students for experimental class and 27 others for controlled class. The subject was gained by random sampling technique of the 7th grader. The instrument used was a post test of mathematics problem solving containing 9 essay questions. The technique of data analysis used in the research was test-t and based on the calculation of test-tthe result showed that thitung 1,19 and ttabel 1,67in the level of significance 5% which mean thitung < ttabel (1,19< 1,57), H0 was accepted. It means, “The average ability in Mathematics problem solving of the students who were taught using cooperative learning type Rotating Trio Exchange is lower or is equal to the average ability of the students who were taught using conventional method”
The conclusion of the research is that there is no significant influence on the teaching and learning of Mathematics of flat wake using cooperative learning model type Rotating Trio Exchange towards the students’ ability in Mathematics problem solving which are: identifying the problem, making plans, doing calculation, and reviewing.
i
Isnaini Nur Azizah (108017000034). “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, juni 2013
Penelitian ini mengkaji model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam materi bangun datar.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Tarbiyatul Mu’alimin Islamiah (TMI) Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Subyek penelitian ini adalah 56 siswa yang terdiri dari 29 siswa untuk kelas eksperimen dan 27 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik sampel acak kelas pada siswa kelas VII. Instrumen yang digunakan adalah post test kemampuan pemecahan masalah matematika yang terdiri dari 9 butir soal bentuk essay. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, dan berdasarkan perhitungan uji-t menunjukkan thitung 1,19 dan ttabel 1,67 pada taraf signifikansi 5% yang berarti thitung < ttabel (1,19< 1,57), maka H0 diterima. Artinya ”Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange lebih rendah atau sama dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional”.
Kesimpulan penelitian ini bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun datar dengan model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. yaitu memahami masalah, membuat rencana, melakukan perhitungan, dan mengecek kembali.
ii ﻢﺳﺑ ﻢﯾﺤرﻟاﻦﻣﺤرﻟاﷲ
Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia berupa nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta doa dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, Alhamdulillah semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud dosen pembimbing I yang penuh kesabaran
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Femmy Diwidyan, S.Pd. M.Si dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
iii
8. Kepala Sekolah Menengah (TMI) Bapak Drs. Supardi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di SMP TMI Metro Lampung. Ibu Dra. Irmihasni yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian di kelas VII-A dan kelas VIIB. Seluruh karyawan dan guru SMP TMI yang telah membantu melaksanakan penelitian.
9. Pengasuh Pondok Pesantren Raudhotul Qur’an Bapak Ali Komaruddin yang telah memberikan izin tempat tinggal selama pelaksanaan penelitian.
10.Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.
11.Keluarga tercinta Ayahanda Ahmad Zarnuji dan Ibunda Siti Maryam yang senantiasa mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.
12.Wahyu Abduljabbar, M.Hi yang sudah memberikan dukungan, dorongan, dan membantu penulis dari awal mulai penyusunan skripsi sampai hari ini.
13.Sahabat tercinta dan tersayang Erni Zuliana yang sudah meluangkan waktu medengarkan keluh kesah dan membantu menghilangkan stres selama proses penyusunan skripsi.
14.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’08, kelas A dan B terutama Ammy Octy, Pusty Lestari, Ekamara Kinasih, Latifah Mutmainnah, Titin Hartini, Fitrian Dwi Puspita yang selalu memberikan energi positif kepada penulis.
iv
diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.
Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun
penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih saja ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.
Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.
Jakarta, Juli 2013
v
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9
A. Kajian Teori ... 9
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 9
a. Pengertian Matematika ... 9
b. Pengertian Masalah Matematika ... 13
c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika ... 15
d. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 17
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange ... 18
a. Pengertian Model Pembelajaran ... 18
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 19
c. Tipe Rotating Trio Exchange ... 23
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 26
C. Kerangka Berpikir ... 28
D. Hipotesis Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
B. Metode dan Desain Penelitian ... 30
vi
2. Uji Reliabilitas ... 34
3. Uji Taraf kesukaran Butir Soal ... 34
4. Uji Daya Beda ... 35
F. Teknik Analisis Data ... 36
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 36
a. Uji Normalitas ... 36
b. Uji Homogenitas ... 37
2. Pengujian Hipotesis Penelitian... 38
G. Hipotesis Statistik ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Deskripsi Data ... 43
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ... 44
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 46
3. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol ... 49
B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 53
1. Uji Normalitas ... 53
2. Uji Homogenitas ... 54
C. Pengujian Hipotesis ... 55
D. Pembahasan ... 56
E. Keterbatasan Penelitian ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
vii
Tabel 3.1 Desai Penelitian ... 30
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 32
Tabel 3.3 Kriteria Uji Reabilitas ... 34
Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 35
Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda Soal ... 35
Tabel 4.1 Distribus Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen ... 44
Tabel 4.2 Nilai Statistik Kelas Eksperimen ... 45
Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Eksperimen ... 46
Tabel 4.4 Distribus Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 47
Tabel 4.5 Nilai Statistik Kelas Kontrol ... 48
Tabel 4.6 Nilai Rata-Rata Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Kontrol ... 49
Tabel 4.7 Perbandinga Kemampuan pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50
Tabel 4.8 Nilai Rata-Rata Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 54
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 55
viii
Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen ... 45 Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah
[image:13.595.120.499.236.604.2]Matematika Kelas Kontrol ... 48 Gambar 4.3 Nilai Rata-Rata Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah
ix
Lampiran 1 Lembar Pedoman Wawancara dengan Guru ... 64
Lampiran 2 Hasil Wawancara dengan Guru ... 65
Lampiran 3 RPP Kelas Ekperimen ... 67
Lampiran 4 RPP Kelas Kontrol ... 88
Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 97
Lampiran 6 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes ... 135
Lampiran 7 Soal Uji Coba Instrumen Tes ... 140
Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 142
Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 143
Lampiran 10 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ... 144
Lampiran 11 Hasil Uji Perhitungan Daya Pembeda Instrumen ... 145
Lampiran 12 Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Instrumen ... 146
Lampiran 13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Validitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran ... 148
Lampiran 14 Soal Instrumen Tes ... 149
Lampiran 15 Kunci Jawaban Soal Instrumen Tes ... 151
Lampiran 16 Hasil Postes Kelas Eksperimen ... 160
Lampiran 17 Hasil Postes Kelas Kontrol ... 161
Lampiran 18 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 162
Lampiran 19 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 166
Lampiran 20 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 170
Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 172
Lampiran 22 Perhitungan Uji Homogenitas ... 174
Lampiran 23 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 175
Lampiran 24 Foto Proses Pembelajaran ... 176
x
1 A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan pendidikan, manusia bisa mentransfer berbagai macam pengetahuan kepada manusia lain, sehinga akan muncul manusia-manusia yang minimal memiliki pengetahuan yang sama dengan manusia yang mentransfer pengetahuan tersebut, bahkan diharapkan bisa lebih. Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya pendidikan sebagai upaya untuk menggali pengetahuan, wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu yang dimiliki manusia.
Di Indonesia sendiri, pendidikan yang pertama kali ditekankan adalah pendidikan spiritual dan emosional, baru kemudian pendidikan intelektual. Hal ini sebagaimana tertuang pada tujuan umum pendidikan nasional, dimana pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.1 Kata-kata “berilmu, cakap
dan kreatif” diletakan setelah kata-kata “beriman, bertaqwa dan berahlak mulia”, hal ini menunjukan bahwa pendidikan spritual dan emosional berada pada prioritas yang pertama. Dengan berorientasi pada pendidikan spiritual, emosional dan intelektual tersebut, diharapkan pendidikan yang ada di Indonesia bisa menjadi pendidikan yang bermutu, pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang selain cerdas spiritual, emosional, juga cerdas intelektual yang berkemampuan tinggi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.
Salah satu pelajaran yang dapat mengembangkan kecerdasan intelektual adalah matematika. Matematika yang bersifat abstrak dinilai sebagai salah
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem
satu mata pelajaran di sekolah yang mempunyai peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas (intelektual). Matematika yang bersifat abstrak melatih peserta didik untuk berpikir secara logis, kritis, rasional dan sistematis. Dalam pelajaran matematika yang bersifat abstrak peserta didik juga diajarkan agar dapat memecahkan suatu masalah yang ada di sekitarnya, sehingga peserta didik diharapkan bisa dan terbiasa dalam memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 sebagaimana yang tercantum dalam Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.2
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Branca. Beliau berpendapat ada 3 poin penting penyelesaian masalah dalam matematika, yaitu: (1) Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika. (2) Penyelesaikan masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. (3) Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar
matematika.3 Pendapat Branca ini, mengisyaratkan bahwa pembelajaran
matematika bertujuan untuk melatih siswa memecahkan masalah. Melalui latihan pemecahan masalah, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pemecahan masalah seyogyanya menjadi bagian yang penting dalam pembelajaran matematika.
2 Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 2.
3 Ahmad Firdaus, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. [online] tersedia:
http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahanmasalah-matematika/.
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 78 tahun 2008 standar kompetensi kelulusan dalam mata pelajaran matematika
semuanya berorientasi kepada pemecahan masalah. Namun, pada kenyataan
yang terdapat dilapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Pemecahan masalah masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika baik bagi siwa dalam mempelajarinya maupun bagi guru
dalam mengajarkannya.4
Pemecahan masalah menjadi bagian paling sulit dalam matematika juga terlihat pada hasil penelitian yang dilakukan The National Assessment of Educational Progress (NAEP). Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam soal pemecahan masalah dengan dua langkah penyelesaian siswa kelas VII mempunyai prestasi yang kurang begitu baik. 77% siswa kelas tujuh dapat menyelesaikan dengan baik jenis soal yang sama. Tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah menurun drastis ketika permasalahannya diganti dengan hal yang tidak dikenal mereka yang
memerlukan analisis dan proses berfikir mendalam.5
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tidak lepas dari bagaimana proses pembelajaran matematika disekolah itu sendiri. Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika yang dikutip dari Trianto menyatakan hingga saat ini guru masih mendominasi proses pembelajaran dan tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang
secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.6 Siswa juga masih
enggan bertanya kepada guru atau bertanya kepada temannya walaupun tidak bisa memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, siswa juga jarang dikelompokkan dalam belajar, sehingga kurang terjadi komunikasi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Proses belajar lebih
4 Erman Suherman, dkk, StrategiPembelajaranMatematikaKontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2003), h. 89.
5 Ibid., h. 90.
bernuansa memberi tahu daripada membimbing siswa menjadi tahu sehingga sekolah lebih berfungsi sebagai pusat pemberitahuan daripada sebagai pusat pengembangan potensi siswa.
Hal ini diperkuat dengan pendapatnya Dorst, ia menggungkapkan bahwa kurikulum matematika hanya dapat diserap oleh 30% siswa yang
mempelajarinya.7 Penyebab rendahnya daya serap siswa adalah kurikulum
yang padat, hal ini berimplikasi pada pengajaran matematika di sekolah-sekolah cenderung didominasi oleh proses (transfer of knowledge) saja dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri kearah mana ingin bereksplorasi dan menemukan pengetahuan yang bermakna bagi dirinya.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika juga terjadi pada siswa kelas VII SMP TMI Lampung. Tes awal kemampuan pemecahan masalah matematika yang diberikan kepada siswa kelas VII D hasilnya menunjukkan bahwa dari 4 soal pemecahan masalah bangun datar yang diberikan, hasilnya hanya 6,7% siswa yang mencapai nilai 70, sedangkan sisanya 93,3% siswa belom mencapai KKM. Bahkan ada soal yang dibiarkan kosong tidak dijawab oleh siswa. Hasil tes ini menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih tergolong rendah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VII di SMP TMI diketahui bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Kesulitan tersebut tampak pada pemahaman siswa terhadap soal. Siswa seringkali mengabaikan tahap-tahap penting dalam memecahkan masalah dan terjebak pada model penyelesaian matematis-simbolik dalam kegiatan pembelajaran matematika dikelas. Siswa hanya terfokus pada penerapan rumus saja padahal untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah siswa terlebih dahulu membaca soal dengan cermat dan menganalisis soal serta memahami apa yang diketahui dan apa yang ditanya
7Melly Andriani, Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah
serta bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan soal tersebut. Jika siswa tidak memahami soal dengan baik maka jawaban (penyelesaian) bisa salah. Siswa tidak dapat menjelaskan alasan dari setiap langkah yang mereka kerjakan. Mereka hanya mengalikan, membagi, menjumlahkan dan mengurangkan angka-angka yang ada dalam soal tanpa alasan yang jelas. Pembelajaran juga masih terfokus pada guru, Siswa masih jarang dikelompokkan ketika belajar dan dalam pembelajaran di kelas siswa masih enggan bertanya kepada guru ketika tidak memahami materi. Mengingat kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika maka perlu adanya upaya untuk mencari solusi untuk memperbaiki kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Kelemahan dan kekurangan ini sebenarnya bisa diatasi dan dicarikan solusi. Banyak cara yang dapat ditempuh oleh guru untuk dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, salah satu caranya dengan memvariasikan cara mengajar dalam kelas sehingga siswa tidak jenuh dengan pembelajaran yang disajikan oleh guru itu sendiri. Hal yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan yang menyangkut berbagai teknik dan strategi pemecahan masalah. Guru harus memperhatikan strategi apa yang benar-benar akan mendewasakan dan memandirikan siswa dalam pembelajaran itu sendiri. Yaitu, melalui suatu proses pembelajaran yang interaktif dan adanya timbal balik antara guru dan siswa, serta antara siswa dan siswa lainnya secara utuh.
Ada beberapa model dan strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam memvariasikan cara mengajar di kelas, Salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif, Model pembelajaran kooperatif dapat melibatkan siswa secara aktif dan sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika.
Terdapat beberapa tipe dalam pembelajaran kooperatif, salah satunya
adalah tipe rotating trio exchange (RTE). Rotating Trio Exchange (RTE)
saling mendukung untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, masalah akan lebih mudah di selesaikan dengan cara berdiskusi dengan teman
sekelasnya.8Rotating Trio Exchange di rancang untuk menjadikan siswa aktif
dari awal pembelajaran dimana siswa dapat bekerja sama dan saling membantu untuk membangun perhatian dan memunculkan keingintahuan mereka serta merangsang siswa untuk berfikir.
Guna membuktikan hal tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut, untuk itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi antara lain:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada umumnya masih
rendah.
2. Siswa kesulitan untuk mengerjakan soal-soal matematika yang berbeda
dengan contoh soal yang diberikan oleh guru
3. Siswa pasif dan enggan bertanya dalam pembelajaran di kelas
4. Siswa hanya terfokus pada penerapan rumus saja dalam mengerjakan
soal-soal matematika.
5. Guru cenderung menggunakan model pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran matematika. C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang diuraikan di atas maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan yang akan di bahas antara lain:
1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah tentang bangun datar segiempat
2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penilitian adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)
3. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah pemecahan
masalah berdasarkan pendapat Polya yaitu kemampuan: a) memahami masalah, b) menyusun rencana pemecahan masalah, c) melakukan penghitungan pemecahan masalah, d) melihat atau mengecek kembali hasil yang dikerjakan.
Berdasarkan pembatasan masalah yang di uraikan diatas peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut: ”Apakah model pembelajaran
kooperatif tipe rotating trio exchange berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?
D. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe rotating Trio
exchange terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. E. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini diharapkan dan diupayakan oleh penulis mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Guru:
2. Bagi peneliti:
9 BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Teori
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika a. Pengertian Matematika
Istilah matematika mulanya diambil dari bahasa Yunani mathematike
yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata
mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Berdasarkan kutipan Erman Suherman, menurut Elea Tinggih, matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.1 Matematika terbentuk sebagai hasil
pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan antara konsep satu dengan konsep lainnya yang dibagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.2 Mulyono mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara
untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, menggunakan informasi, pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.3 Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
matematika antara satu topik matematika dengan topik matematika yang lain saling berkaitan. Matematika juga memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya peranan matematika dalam kehidupan juga dikatakan oleh Hairur Rahman. Beliau berpendapat bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan dasar yang dipelajari oleh semua manusia karena matematika
1 Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI, 2003), h.15.
2 Ibid., h. 16.
sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung.4 Oleh karena itu, tidak heran jika dalam dunia pendidikan
matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Matematika juga diberi porsi jam lebih banyak dibandingkan mata pelajaran lain karena diharapkan siswa dapat menguasai matematika yang merupakan sarana untuk memecahkan masalah.
Matematika lahir karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini berarti ketika seseorang telah belajar matematika diharapkan dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana yang tercantum dalam Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.5
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
4 Hairur Rahman, Indahnya Matematika dalam Al-Qur’an, (Malang: UIM-Malang Press, 2007), h. 1.
Berdasarkan uraian pengertian matematika diatas terdapat karakteristik matematika secara umum yang perlu kita ketahui yaitu:6
1) Memiliki objek kajian yang abstrak.
Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat astrak, walaupun tidak setiap objek kajian yang bersifat abstrak termasuk objek matematika. objek matematika dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a) Fakta.
Fakta adalah pemufakatan atau konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan dalam simbol dan notasi seperti 0 secara umum telah dipahami sebagai simbol bilangan nol. Fakta dapat dipelajari dengan cara hafalan, latihan trus menerus, dan lain-lain. Mengingat fakta memang penting tetapi yang harus diperhatikan bahwa memahami konsep yang diwakilinya jauh lebih penting.
b) Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, sehingga dapat diketahui apakah objek tersebut merupakan konsep atau bukan. Contoh lingkaran adalah suatu konsep. Dengan konsep itu kita dapat membedakan mana yang lingkaran dan mana yang bukan lingkaran. Konsep dapat dipelajari lewat definisi atau observasi langsung
c) Operasi dan Relasi
Kata operasi diartikan sebagai “pengerjaan”, seperti operasi hitung berarti pengerjaan hitung. Operasi hitung dalam matematika ada 4, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Sedangkan relasi adalah hubungan antara dua atau lebih elemen
d) Prinsip
Prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip adalah objek matematika yang komplek yang terdiri dari beberapa fakta dan beberapa konsep yang dikaitkan oleh beberapa relasi
ataupun fungsi. Prinsip prinsip tersebut dapat berupa aksioma, teorema, dalil, dan lain-lain.
2) Bertumpu pada kesepakatan
Simbil-simbol dan istilah-istilah dalam matematika adalah kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan simbol dan istilah yang sudah disepakati dalam matematika maka pembahasan selanjutnya akan menjadi mudah dilakukan dan dikomunikasikan.
3) Berpola pikir deduktif
Pola pikir deduktif adalah pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersikap umum dimana hal yang bersikap umum itu diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersikap khusus. Matematika hanya menerima pola pikir yang bersifat deduktif.
4) Konsisten dalam sistemnya
Konsistensi dalam sistemnya berarti bahwa dalam setiap sistem tidak boleh terdapat kontradiksi. Ada beberapa macam sistem dalam matematika yang terbentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Sistem-sistem tersebut ada yang berkaitan dan ada pula yang dipandang lepas satu dengan yang lainnya. Dan bukan suatu hal yang mustahil jika antara sistem satu dengan sistem yang lain terdapat kontradiksi.
5) Memiliki simbol yang kosong dari arti
6) Memperhatikan semesta pembicaraan
Semesta dapat diartikan ruang lingkup. Dalam penggunaan simbol kita harus memperhatikan semesta. Contoh: {x adalah bilangan prima kurang dari 20}, maka semestanya adalah bilangan prima yang kurang dari 10 yaitu {2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19}.
Sehubungan dengan karakteristik matematika secara umum yang sudah dipaparka diatas, dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah ada hal yang harus kita perhatikan yaitu karakteristik pembelajaran matematika di sekolah. Ada sedikit perbedaan antara matematika secara umum sebagai ilmu dengan matematika di sekolah. Perbedaan itu terdapat dalam hal penyajian, pola pikir, keterbatasan semesta, dan tingkat ke abstrakan. Berikut ini akan di uraikan perbedaan-perbedaan tersebut:
a) Penyajian. Penyajian harus disesuaikan dengan kemampuan siswa tidak harus diawali dengan definisi ataupun teorema. Sebaiknya dimulai dari hal yang paling sederhaa menuju hal yang kompleks. b) Pola pikir. Dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan pola
pikir deduktif maupun induktif tergantung topik pembahasan dan tingkat intelektual siswa.
c) Semesta pembicaraan. Semesta pembicaraan bisa sempit bisa luas. Semakin meningkat tingkat intelektual siswa maka semakin diperluas semesta matematikanya.
d) Tingkat keabstrakan. Seperti semesta pembicaraan, tingkat keabstrakan juga harus disesuaikan dengan tingkat intelektual siswa.
b. Pengertian Masalah Matematika
pertanyaan otomatis itu menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan secara prosedur rutin.7 Hudoyo mengatakan
soal/pertanyaan dapat disebut masalah tergantung pengetahuan yang dimiliki oleh penjawab, suatu soal dapat di jawab dengan menggunakan prosedur rutin bagi seseorang, namun orang lain dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan pengorganisasian pengetahuan yang dimiliki secara tidak rutin.8
Krulik dan Rudnik mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut : “A problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or a group individual, that requires resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvius means or path obtaining a solution”.9
Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi dimana individu atau kelompok memerlukan suatu pemecahan tetapi individu atau kelompok dalam situasi tersebut belum mengetahui cara langsung untuk dapat menemukan solusinya. Hal ini berarti pula masalah dalam situasi tersebut dapat ditemukan solusinya dengan menggunakan strategi berpikir yang disebut pemecahan masalah.
Sedangkan Schoenfeld (1985) mengatakan bahwa definisi masalah selalu relatif bagi setiap individu. Kategori pertanyaan menjadi masalah atau pertanyaan hanyalah pertanyaan biasa ditentukan oleh ada atau tidaknya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada pertanyaan tersebut.10
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulakan bahwa masalah adalah suatu situasi yang mendorong individu atau kelompok untuk menyelesaikannya akan tetapi individu atau kelompok yang berada pada situasi tersebut tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk
7 Nahrowi Aji dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung:UPI PRESS, 2006), h. 6.
8 Djamilah Bondan Widjajanti, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, ISBN : 978-979-16353-3-2, 2009, h. 403.
9 Didin Abdul Muiz Lidnillah, Heuristik dalam Pemecahan Masalah Matematika dan Pembelajarannya di Sekolah Dasar, [online] tersedia: http://abdulmuizlidinillah.files.wordpress.com/2009/03/heuristik-pemecahan-masalah.pdf. h. 2. di akses 15 november 2012, 13:00 WIB
menyelesaikannya. Masalah juga dapat dinyatakan sebagai situasi dimana siswa telah memahami konsep dasar dari suatu materi namun kesulitan dalam memecahkannya.
Terdapat beberapa jenis masalah matematika, walaupun sebenarnya tumpang tindih tapi perlu dipahami oleh guru matematika ketika akan menyajikan soal matematika. Menurut Hudoyo, jenis-jenis masalah matematika adalah sebagai berikut:11
1) Masalah transalasi, merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk matematika.
2) Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai macam keterampilan dan prosedur matematika.
3) Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah, merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah semacam ini memberikan kesempatan siswa sehingga dalam diri siswa terbentuk keterampilan menyelesaikan masalah sehingga membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai situasi.
4) Masalah teka-teki, seringkali digunakan untuk rekreasi dan kesenangan sebagai alat yang bermanfaat untuk tujuan afektif dalam pembelajaran matematika. Dalam hal ini berarti pula masalah situasi tersebut (masalah) dapat ditemukan solusinya dengan menggunakan pemecahan masalah. c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan tipe belajar pada level paling tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan Gagne yaitu signal learning, stimulus-response learning, rule learning, dan pronlem solving.12 Ada pendapat Polya
dalam firdaus (2009) yang banyak dirujuk pemerhati matematika. Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar
dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak dapat segera dicapai.13
Lebih spesifik Sumarmo mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur.14Abdurrahman
mengatakan pemecahan masalah matematika adalah aplikasi dari konsep dan ketrampilan. Konsep menunjukkan pada pemahaman dasar, sedangkan ketrampilan menunjuk pada sesuatu yang baru atau berbeda.15
Suryadi mengemukakan bahwa suatu soal merupakan soal pemecahan masalah bagi seseorang bila soal tersebut memuat suatu situasi yang mendorong siswa untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak secara langsung tahu caranya.16 Dengan kata lain suatu persoalan itu merupakan masalah bagi
seseorang jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat di atas, dalam pemecahan masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power) terhadap siswa.
Siswa harus mempunyai banyak pengalaman untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan berbagai masalah. Pengalaman biasanya akan muncul ketika anak tersebut sering berlatih. Anak yang diberi banyak latihan pemecahan masalah memiliki pengalaman lebih dalam menghadapi masalah
13 Ahmad, Firdaus, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. [online] tersedia: http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahanmasalah-matematika/. Posted 23 November 2009, diakses pada 9 desember 2012, 21:00 WIB
14 Ibid., h. 1.
15 Berliana Henu Cahyani, Efektivitas Pelatihan Regulasi Metakognisi untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Problem Matematika, Humanitas vol. VII No. 1 Januari 2010, h. 3.
kehidupan sehari-hari dari pada anak yang latihannya lebih sedikit. Menurut Polya dalam Erman Suherman ada empat langkah solusi soal pemecahan masalah, langkah-langkah penyelesaian tersebut, yaitu:17
1) Memahami/ mengidentifikasi masalah 2) Merencanakan penyelesaian.
3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana.
4) Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan/menafsirkan.
d. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah merupakan kompetensi dalam kurikulum matematika yang harus dimiliki siswa.18 Dalam pemecahan
masalah siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang bersifat nonrutin. Melalui kegiatan pemecahan masalah, aspek-aspek yang penting dalam pembelajaran matematika seperti penerapan aturan pada masalah nonrutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik dan lain-lain dapat dikembangkan dengan baik.
Pada petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang penilaian perkembangan anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan pemecahan masalah sebagai hasil belajar matematika. Indikator tersebut digunakan sebagai acuan menilai kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Indikator-indikator tersebut yaitu:19
1) Kemampuan menunjukkan pemahaman masalah
2) Kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah
3) Kemampuan menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk
17 Suherman, op.cit., h. 91. 18 Ibid., h. 89.
4) Kemampuan memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat
5) Kemampuan mengembangkan strategi pemecahan masalah
6) Kemampuan membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah
7) Kemampuan menyelesaikan masalah yang tidak rutin
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) a. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia model adalah pola atau contoh dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. sedangkan kata “pembelajaran” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti “proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”.20
Para ahli mempunyai mendapat masing-masing dalam mengartikan pembelajaran. Seperti menurut Surya pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan temannnya.21 Berbeda dengan Surya,
Suherman, dkk mendefinisikan pembelajaran adalah “upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal”.22 Pola interaksi antara guru dan siswa pada hakikatnya adalah hubungan antara dua pihak yang setara. Guru dan siswa merupakan subyek karena masing-masing mempunyai kebebasan dan kesadaran secara aktif. Dengan menyadari pola interaksi tersebut akan memungkinkan keterlibatan mental siswa secara optimal dalam merealisasikan pengalaman belajar. Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan dapat kita simpulkan model pembelajaran adalah pola atau cara
20Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996) h. 589.
21 Isjoni. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung Alfabeta), h. 49.
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.
Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif. Guru sebaikknya memperhatikan model pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa karna msing-masing model pembelajaran memiliki tujuan dan prinsip yang berbeda segingga tidak serta merta mengguakan salah satu dari model pembelajaran bisa digunakan untuk semua materi dan situasi. Proses pembelajaran menghasilkan perubahan individu menjadi lebih baik. Proses tersebut menekankan adanya komunikasi dan interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic Skill), keterampilan sosial (social skill) dan
interpersonal skiil.23 Pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran
dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.24 Menurut Anita Lie pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.25
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama. Belajar berkelompok secara koperatif melatih dan membiasakan siswa untuk saling berbagi
23 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran : Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta: Kencana, 2009), h. 271.
24 Ahmad fauzi Ridho, Aan Fadia Annur dan Buchori Muslim, Model-Model Pembelajara Inovatif Agar Belajar Lebih Menyenangkan, 2011, h. 12.
(sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dikondisikan agar siswa dapat belajar dan dapat saling bekerjasama dengan siswa lainnya dalam kelompok kecil pada waktu menerima pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang telah disiapkan oleh guru.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaannya terletak pada proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri kas dari pembelajaran kooperatif. Slavin, Abrani, dan Chambers berpendapat bahwa belajar melalui pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, diantaranya perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif.26
Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok menjadikan motivasi anggota kelompok untuk saling membantu sehingga setiap anggota kelompok akan terdorong untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Perspektif sosial artinya melalui pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan yang sama. Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok memungkinkan siswa untuk berfikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif artinya bahwa setiap siswa akan berusaha menggali informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.
Ada beberapa karakteristik pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah sebagai berikut:27
1) Pembelajaran Secara Tim
Tim adalah tempat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu tim harus membuat setiap siswa belajar.
2) Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan dan fungsi kontrol. Artinya dalam pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang, dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, dan perlu ditentukan kriteria keberhasilannya.
3) Kemauan untuk bekerjasama
Prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif.
4) Keterampilan bekerjasama
Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
Pembelajaran kooperatif selain mempunyai karakteristik juga mempunyai prinsip-prinsip. Terdapat 5 prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu:28
1) Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)
Prinsip pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama dalam suatu kelompok untuk mencapai tujuan yang sama dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses sehingga siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan
27 Ibid., h. 245.
bagian dari kelompok yang memiliki andil dan tanggung jawab agar kelompoknya sukses.
2) Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)
Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Interaksi tersebut terjadi secara alamiah siswa saling membantu satu sama lain sebagai anggota kelompok agar kelompoknya sukses karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Interaksi yang terjadi dalam kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
3) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal : a. Membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan b. Siswa tidak hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.
4) keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (Use of collaborative/ social skill)
Siswa selain dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dengan kelompoknya siswa juga dituntut bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
5) Bekerja secara efektif (Group Processing)
Terdapat 6 langkah utama dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif, yaitu:29
1) Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam mata pelajaran yang dipelajari dan memberikan motivasi belajar kepada peserta didik.
2) Guru menyampaikan informasi kepada peserta didik, baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks.
3) Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu kelompok belajar tersebut agar melakukan transisi secara efesien
4) Guru memberikan bimbingan kelompok-kelompok belajar pada saat peserta didik bekerjasama dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas mereka.
5) Setiap akhir pembelajaran guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui penguasaan materi pelajaran oleh peserta didik yang telah dipelajari 6) Guru memberikan penghargaan untuk upaya maupun hasil belajar
individu maupun pelompok. c. Tipe Rotating Trio Exchange (RTE)
Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe salah satunya adalah
rotating trio exchange (RTE). Rotating Trio Exchange (RTE) yang dikembangkan oleh Silberman adalah sebuah cara belajar dengan cara berdiskusi dengan beberapa teman sekelasnya, siswa bekerjasama dan saling mendukung untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, diharapkan masalah akan lebih mudah diselesaikan dengan cara berdiskusi dengan teman sekelasnya.30 Isjoni (2009) mengemukakan ada beberapa langkah pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange, langkah tersebut diawali dengan guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil, yaitu kelompok yang terdiri dari 3 orang dengan penataan kelas yang diatur
29 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet.I, h. 48.
strategis sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya baik dari kiri maupun dari kanan. Selanjutnya setiap trio diberikan pertanyaan yang sama untuk didiskusikan dengan anggota kelompoknya yang sudah diberi nomor, contohnya nomor 0, 1, dan 2. Kemudian siswa bernomor 1 untuk memutar searah jarum jam dan nomor 2 memutar berlawanan arah jarum jam. Sedangkan siswa bernomor 0 tetap di tempat. Setiap kelompok diberikan pertanyaan untuk didiskusikan setelah itu kelompok dirotasikan kembali dan terjadi trio yang baru. Dan setiap trio baru tersebut diberikan pertanyaan baru untuk didiskusikan, dengan cara pertanyaan yang diberikan ditambahkan sedikit tingkat kesulitannya.31
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dimana murid dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 3 orang untuk memecahkan pertanyaan yang diberikan oleh guru dimana murid diberi simbol 0, 1 dan 2 kemudian nomor 1 berpindah searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya, berlawanan jarum jam, sedangkan nomor 0 tetap ditempat. Penulis memili model pembelajaran kooperatif tipe
rotating trio exchange (RTE) karena mempunyai banyak kelebihan. Kelebihan RTE antara lain: (1) Keuntungan kognitif dari pengalaman belajar yang diperoleh, ada dua keuntungan yang diperoleh yaitu meningkat kan kemampuan berfikir dan komunikasi. (2) Keuntungan sosial yang diperoleh yaitu bekerjasama dan saling membantu anggota lain dan (3) Keuntungan personal yang diperoleh siswa yaitu siswa mempunyai kesempatan untuk aktir dalam pembelajaran di kelas dan dapat bekerjasama dengan beberapa temannya.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Rotating trio exchange menurut mel siberman prosesnya adalah sebagai berikut:32
1) Guru membuat berbagai macam pertanyaan yang membantu peserta didik memulai diskusi tentang isi pelajaran. Gunakan pertanyaan-pertanyaan dengan tidak ada jawaban betul atau salah.
2) Guru membagi peserta didik menjadi kelompok yang masing-masing beranggota tiga. Aturlah kelompok-kelompok tiga itu di ruangan, agar masing-masing dari kelompok trio dapat melihat jelas kelompok trio di sebelah kanan dan kirinya.
3) Guru memberikan pertanyaan terbuka yang sama untuk tiap tiap kelompok agar didiskusikan. Guru memilih untuk memulai dengan pertanyaan yang tidak menantang. Guru menganjurkan agar setia kelompok dalam trio itu menjawab pertanyaan bergiliran.
4) Setelah masa waktu diskusi selesai guru meminta kelompok menentukan nomor 0,1,2 bagi masing-masing anggotanya, guru mengarahkan siswa yang bernomor 1 untuk untuk memutar satu trio searah jarum jam dan nomor 2 untuk memutas berlawanan dengan jarum jam. Guru meminta siswa bernomor 0 untuk tetap diam di tempat.Guru meminta mereka untuk mengangkat tangan agar siswa yang berputar dapat menemukannya. Hasilnya akan menjadi trio baru.
5) Mulailah sebuah pertukaran baru dengan pertanyaan baru. Tingkatkan kesulitan atau “tingkat ancaman” dari pertanyaan ketika meneruskan pada putaran baru.
6) Guru dapat memutar trio berkali-kali sebanyak pertanyaan yang anda miliki untuk ditetapkan dan waktu diskusi yang tersedia. Tiap-tiap waktu gunakan prosedur putaran yang sama.
Variasi yang dapat digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe
rotating trio exchange (RTE) adalah sebagai berikut:
1) Setelah masing-masing putaran pertanyaan, dengan cepat buatlah poll (jajak pendapat) pada kelompok penuh tentang berbagai respon mereka sebelum memutar peserta didik pada trio-trio baru.
Mengamati langkah-langkah yang dikemukakan Isjoni dan Mel silberman diatas, secara sistematik pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange (RTE) adalah sebagai berikut:
1) Guru menyiapkan beberapa macam pertanyaan dengan tingkat kesulitan yang berbeda dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk membantu siswa berdiskusi dengan anggota trio tentang isi pelajaran.
2) Siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 orang siswa heterogen. Dalam setiap kelompok terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan rendah. Untuk membedakannya siswa diberi nomor misalnya 0 untuk siswa berkemampuan rendah, 1 untk siswa berkemampuan sedang dan 2 untuk siswa berkemampuan tinggi.
3) Guru memberikan LKS dengan pertanyaan yang sama pada setiap kelompok trio dan dalam mengerjakan LKS guru memberikan batas waktu.
4) Setelah batas waktu yang diberika habis, siswa dengan nomor 1 diminta berputar searah jarum jam dan siswa bernomor 2 berputar berlainan dengan arah jarum jam, sedangkan siswa bernomor 0 tetap berada di tempat.
5) Setelah didapat kelompok trio baru, siswa diberi LKS putaran kedua dengan tingkat kesulitan berdasarkan tingkatan materi yang diberikan. 6) Putaran ini dilakukan sampai semua LKS selesai didiskusikan dan
dijawab olehsiswa.
7) Setelah rangkaian diatas selesai, dilakukan diskusi kelas (presentasi kelompok) untuk membahas LKS yang telah dikerjakan.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Tahun Ajaran 2009/2010 dengan Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange memberikan dampak yang positif terhadap kreativitas dalam memecahkan masalah matematika. Dampak positif ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata persentase kreativitas dalam memecahkan masalah matematika. Rata-rata kelas pada pra penelitian tindakan kelas sebesar 53,94% dengan kriteria ”sedang”, pada siklus I sebesar 56,21% dengan kriteria ”sedang”, dan meningkat menjadi 61,51% pada siklus II dengan kriteria ”tinggi”. (2) Rata-rata persentase kreativitas dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan hasil angket mengalami peningkatan dari sebelum tindakan dan sesudah dilakukan tindakan. Pada pra tindakan sebesar 55,76% dengan kriteria ”sedang”, pada akhir siklus I sebesar 57,79% dengan kriteria ”sedang” dan pada akhir siklus II meningkat menjadi 66,06% dengan kriteria ”tinggi”. (3) Kreativitas dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan hasil observasi mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I sebesar 42,11% dengan kriteria ”kurang” dan pada siklus II meningkat menjadi 76,06% dengan kriteria ”sedang”. (4) Dari hasil observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange pada siklus I diperoleh sebesar 84,72 % dengan kriteria ”tinggi”dan pada siklus II meningkat menjadi 95,83% dengan kriteria ”tinggi”.
Selanjutnya penelitian Siti Kholilah yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa. Penelitian ini juga menunjukkan pengaruh positif terhadap minat belajar matematika siswa ditunjukkan dengan nilai rata-rata perhitungan kelas eksperimen sebesar 67,71 sedangkan skor rata-rata minat belajar matematika kelas kontrol sebesar 64,00.
C. Kerangka Berfikir
Pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan umum pengajaran matematika. Karena dalam proses pembelajaran siswa memperoleh pengalaman dan menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. Adapun faotor-faktor yang mungkin menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah Siswa masih merasa kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan bentuk soal pemecahan masalah dan kurangnya kesempatan siswa untuk berdiskusi dengan lebih banyak teman karena pada umumnya siswa enggan bertanya kepada guru dan lebih sering bertanya kepada teman-teman dengan bahasa mereka.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: Model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange
30 A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini laksanakan di SMP TMI Lampung dengan subyek penelitian siswa kelas VII. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013-2014.
B. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Quasi Experiment (eksperimen semu). Yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu dengan variabel lainnya dalam kondisi yang tidak terkontrol secara ketat.
Penelitian ini menggunakan desain (two randomized subject randomized posttest only) dengan rincian pada tabel 1 sebagai berikut:1
[image:45.595.117.506.216.652.2]Tabel 3.1
Kelompok Kelas Perlakuan Posttest
E XE Y
K XK Y
Keterangan:
(R)E = Kelompok eksperimen (R)K = Kelompok kontrol
XE = Perlakuan pada kelompok eksperimen XK = Perlakuan pada kelompok kontrol T = Tes yang sama pada kedua kelas R = Pemilihan subyek secara random C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang berada pada wilayah tertentu. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP
TMI Lampung. Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP TMI Lampung yang terbagi menjadi 4 kelas.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi. Dari 4 kelas VII SMP TMI diambil sampel 2 kelas sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling (sampel acak kelompok).
D. Variabel Penelitian
Peneliti mengunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi dan menjadi sebab variabel lain atau disebut juga variabel (X). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain disebut juga variabel (Y). Dalam penelitian ini variabel terikat (Y) adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah digunakan aturan penskoran model Schoen dan Oehmka yang dikemukakan oleh Sumarmo dalam Darta., seperti pada tabel di bawah ini:2
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Skor Memahami
Masalah Membuat Rencana Pemecahan
Melakukan
Perhitungan Kembali Hasil Memeriksa
0 Salah
menginterpret asikan/ salah sama sekali Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan Tidak melakukan
perhitungan pemeriksaan/tidaTidak ada k ada keterampilan
lain 1 Salah
menafsirkan masalah, mengabaikan kondisi soal Membuat rencana pemecahan soal yang tidak dapat dilaksanakan Melaksanakan prosedur yang benar, mungkin menghasilkan jawaban yang benar, tetapi salah perhitungan
Ada pemeriksaan
tetapi tidak tuntas
2 Memahami masalah soal selengkapnya Membuat rencana yang benar, tetapi salah dalam hasil/tidak ada hasil Melakukan proseadur yang benar dan mendapatkan hasil yang benar
Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses 3 - Membuat rencana yang benar, tetapi belum lengkap - - 4 - Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan memperoleh jawaban yang benar - - Skor
maksimal 2 Skor maksimal 4 Skor maksimal 2 Skor maksimal 2
Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu diujicobakan pada kelas selain kelas sampel untuk mengukur validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda soal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah suatu instrumen layak digunakan sebagai alat pengumpul data atau tidak. Uji coba tes dilaksanakan pada siswa kelas VIII B SMP TMI Lampung yang terdiri dari 24 siswa/i. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan uji coba soal yaitu:
1. Uji Validitas
Salah satu ciri tes itu baik adalah apabila tes itu dapat mengukur apa yang hendak diukur atau biasa disebut valid. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur validitas butir soal adalah dengan rumus korelasi “product moment” dengan angka kasar, yaitu: 3
2 2
2
2
Y Y
n X X
n
Y X XY
n rxy
Keterangan:
xy
r : korelasi antara variabel X dan variabel Y
n : banyak siswa
X : skor butir soal Y : skor total
Untuk mengetahui valid atau tidak validnya instrumen, maka dilakukan uji validitas dengan membandingkan rxy dengan rtabel pada taraf signifikan 5%. Dengan ketentuan Jika rxy > Ltabel maka soal dikatakan valid, sebaliknya jika ℎ ≤ maka soal dikatakan tidak valid.4 Perhitungan validitas menggunakan program microsoft excel. Hasil uji validitas menyimpulkan bahwa dari 9 butir soal yang dibuat, menghasilkan 5 butir soal valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu:5
= − 1 1 −∑ =∑ − (∑ )
keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen
: