ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA
(
Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI)Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii
ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA
(Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Hepi Prayudiawan SE.,Ak.,M.si
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iii
Hari ini Rabu Tanggal 17 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Sidang Skripsi atas nama Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657 dengan judul skripsi “ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris
Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI)“. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Maret 2010
Tim Penguji Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Hepi Prayudiawan, SE, Ak, MM Ketua Sekretaris
iv
Hari ini Jumat Tanggal 05 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657 dengan judul skripsi “ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris
Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI) “. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 05 Maret 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Dr. Amilin, Ak, M.Si Fitri Damayanti, SE, M.Si Ketua Sekretaris
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Biodata Pribadi
1. Nama Lengkap : Dinda Dwi Wahyuni 2. Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Agustus 1987
3. Alamat : Jl. Anggrek III Blok B6/3 Ciputat, Tangerang Selatan.
4. Agama : Islam
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Motto : Your Most Unhappy Experience is Your Greatest Source to Learn
II. Pendidikan Formal
1. SD Negeri Benda Baru III, Pamulang, Tangerang, Banten (1993-1999) 2. SMP Negeri 2 Pamulang, Tangerang , Banten (1999-2002) 3. SMA 1 Cenderawasih, Jakarta Selatan (2002-2005) 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005-2010)
III. Pendidikan Informal
Lembaga Pendidikan Bahasa ILP Ciputat, Tangerang. IV. Pengalaman Kerja
vi Abstract
The purpose of this research is to examine the impact of corporate governance mechanism, namely institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director and audit committee to earning management. This study take sample from 22 public listed companies in the financial sector at Indonesia Stock Exchange, which were published in financial report from 2005-2008. Analysis method is multipled regression method.
The result of this research show that (1) institutional ownership had negative significant influence to earnings management, (2) managerial ownership had not significant influence to earnings management, (3) presence of independent of director had not significant influence to earnings management, (4) audit committee had not significant influence to earnings management, (5) simultaneously of institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director and audit committee had significant influence to earnings management.
Keywords: institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director, audit committee, earnings management
vii
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh mekanisme
corporate governance, yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap manajemen laba. Penelitian ini mengambil sampel dari 22 perusahaan go public di sektor perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang dipublikasikan dan laporan keuangan dari tahun 2005-2008. Model analisis yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, (2) kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (3) proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (4) komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (5) kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba.
Kata Kunci: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, manajemen laba
viii Bismilaahirrahmaanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia yang telah diberikanNya, serta shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI)” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan strata satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak kekurangan yang dapat dikoreksi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini bukan hanya semata-mata hasil jerih payah penulis sendiri, melainkan berkat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang tak ternilai harganya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis mengucapkan kepada Ibu (“the
most amazing and super mom in the world”) yang selalu memberikan kasih sayang
dengan sepenuh hati untuk memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang tak terhingga dan terutama untuk doa yang tiada pernah putus. My brothers Aa’ Ilham Indrawan dan Andre Subagja. This is my present for you.
ix
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. sebagai pembimbing I dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang selalu memberikan kepercayaan, motivasi dan dukungan setiap penulis menghadapi permasalahan dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
2. Bapak Hepi Prayudiawan, SE, Ak, MM. sebagai pembimbing II atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing dan memberi motivasi dan bantuan selama penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Afif Sulfa, SE, Ak., Msi. selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan dosen pembimbing akademik. Terima kasih untuk bantuan bapak yang sangat banyak kepada saya.
4. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi, dan yang telah banyak membantu penulis sehingga penulis bisa lulus dan wisuda di bulan April. Terima kasih banyak ya bu…
5. Bapak Dr. Amilin, Ak, M.Si dan Ibu Fitri Damayanti, SE, M.Si, selaku dosen penguji ujian komprehensif.
6. Seluruh Staf pengajar beserta Asisten Dosen dan Karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Ekonomi yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
x
8. Arief Fahruri, SE., terima kasih untuk doa, semangat, waktu yang telah diberikan, serta bantuan hingga skripsi ini bisa selesai. Mulai dari ngajarin SPSS, ngajarin kompre, sampe sesi belajar financial planning (tetep gratis kan yaa..?).
9. Ahmad Rizki Noviansyah, Amd., thank you for everything, your care and love, patient to face a girl like me, always there for me in happiness or sadness and
especially for all ur pray, greatest spirit, encourage, wish we could reach our
dreams together. Love ya much much.
10.Teman teman seperjuangan ujian komprehensif, Mba Husnun, Badru Tamam, Ilham onta, Andre ndut, Syaiful Qothi.
11.Teman-teman seperjuangan ujian skripsi, Syarif, Riza, Devi Endah, Badru, Lion, Andriansyah, March 17th 2010 on Wedenesday was our day and the day that we could be an economics bachelor.
12.Ade Istianah SE, “Ms. Mobile information”, apa-apa tanya ade, daftar skripsi tanya ade, daftar wisuda tanya ade, makasih ya ade udah dengan sabar dan ikhlas bantuin teteh..
13.Sahabat-sahabat ku baby Fira, ina, riris ndutt pacarku..makasiih ya sayang buat doa dan support kalian. Buat fira yang udah bantuin ngirimin skripsiku ke Kalimantan buat di acc Pak Hepi, Ina temenku dari SMP, SMA yang selalu doain via Twitter (hehhee), Riris nduut yang selalu kasih support, semangat, doa, dan ternyata nasib kita hampir mirip ya ndut, but we still being happy. Love you all. 14.Teman-teman angkatan 2005 kelas akuntansi B dan kelas konsentrasi Akuntansi
xi
15.Keluarga besar H.Edhi Soebardjo, terima kasih atas perhatian dan doa yang telah dicurahkan, we are a big happy family forever.
16.Teman-teman di BCA KCU Serpong, Bu Ella, Mba Ani, Pak Djoni, Bu Ratna, Bu Linda Riris, Tya, Nita, Devy, Sulis, dan Hanwi. Thanks for support and the unforgettable experiences.
17.Ojek langganan yang setia nganterin buat bimbingan di rumah Pak Hepi, bolak balik kampus, kantor nganterin kemana-mana (lebih setia daripada pacar deh), bang eman dan bang ndut. Makasiih banyak ya..
18.Serta pihak-pihak lain yang telah memberikan banyak doa dan dukungan kepada penulis.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kepada pihak-pihak yang telah disebutkan atas bantuan yang telah diberikan. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mempersembahkan skripsi ini kepada semua pihak yang berkepentingan, dengan harapan skripsi ini dapat bermanfaat.
Tangerang, 25 Februari 2010
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... ii
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv
ABSTRACT... v
ABSTRAK... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11
A. Teori Keagenan ... 11
B. Asimetri Informasi ... 13
C. Pengertian dan Konsep Dasar Corporate Governance... 14
D. Prinsip Utama Corporate Governance... 16
E. Prinsip Corporate Governance Perbankan ... 19
F. Struktur Kepemilikan... 22
1. Kepemilikan Institusional ... 22
2. Kepemilikan Manajerial... 24
G. Governance Structure... 25
1. Komisaris Independen ... 25
2. Komite Audit ... 27
H. Definisi Manajemen Laba... 29
I. Faktor-faktor Pendorong Manajemen Laba ... 33
J. Teknik Manajemen Laba ... 36
K. Pola Manajemen Laba... 37
L. Model-model Pendeteksian Manajemen Laba ... 38
M. Discretionary Accrual... 41
N. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 42
O. Kerangka Pemikiran... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 58
A. Ruang Lingkup Penelitian... 58
B. Metode Penentuan Sampel... 58
C. Metode Pengumpulan Data... 59
1. Jenis Data ... 59
2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data... 60
D. Metode Analisis Data... 60
1. Model Analisis ... 61
2. Metode Analisis Data... 61
a. Analisis Deskriptif ... 61
b. Pengujian Asumsi Klasik ... 62
1) Uji Normalitas... 62
2) Uji Multikolinearitas ... 62
3) Uji Autokorelasi... 62
4) Uji Heterokedastisitas ... 63
c. Pengujian Hipotesis ... 63
1) Uji Individu (t – Statistik) ... 63
2) Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F)... 64
3) Koefisien Determinasi ... 64
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 66
1. Kepemilikan Institusional ... 66
2. Kepemilikan Manajerial... 66
3. Proporsi Dewan Komisaris Independen... 66
4. Keberadaan Komite Audit ... 67
5. Manajemen Laba... 67
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 70
A. Deskripsi Objek Penelitian ... 70
B. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ... 71
1. Variabel Dependen (Manajemen Laba) ... 71
2. Variabel Independen ... 72
a. Kepemilikan Institusional ... 72
xiv
b. Kepemilikan Manajerial... 73
c. Proporsi Dewan Komisaris Independen... 74
d. Komite Audit ... 75
C. Analisis dan Pembahasan... 77
1. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 77
a. Uji Normalitas Data ... 77
b. Uji Multikolinearitas ... 78
c. Uji Autokorelasi... 79
d. Uji Heteroskedastisitas... 80
2. Hasil Pengujian Hipotesis ... 81
a. Uji Individu (t – Statistik) ... 81
b. Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F)... 87
c. Uji Koefisien Determinasi ... 88
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Implikasi ... 91
C. Keterbatasan dan Saran... 92
1. Keterbatasan... 92
2. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 94
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Hal
2.1 Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud... 32
2.2 Penelitian Terdahulu ... 47
3.1 Pengukuran Variabel... 69
4.1 Rincian Sampel Penelitian ... 70
4.2 Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian... 70
4.3 Statistik Deskriptif Discretionary Accrual ... 72
4.4 Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional ... 73
4.5 Statistik Deskriptif Kepemilikan Manajerial ... 74
4.6 Statistik Deskriptif Proporsi Dewan Komisaris Independen ... 74
4.7 Statistik Deskriptif Komite Audit ... 76
4.8 Hasil Uji Multikolinearitas... 78
4.9 Hasil Uji Autokorelasi ... 79
4.10 Hasil Uji Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 81
xvi
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Hal
2.1 Model Penelitian ... 57
4.1 Grafik Normality Probability Plot... 77
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Hal
1 Nama-nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian... 97
2 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2005.. 98
3 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2006. 99 4 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2007.. 100
5 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2008.. 101
6 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2005... 102
7 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2006... 103
8 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2007... 104
9 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2008... 105
10 Variabel Penelitian ... 106
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Corporate governance merupakan isu yang tidak pernah usang untuk terus dikaji oleh para pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijakan, dan lain
sebagainya. Pemahamaan praktik corporate govarnance terus berevolusi dari waktu ke waktu. Masalah corporate governance timbul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Kirana, 2007).
Pemisahan tersebut berimbas pada timbulnya konflik kepentingan antara para pemegang saham dengan pihak manajemen dalam struktur kepemilikan
perusahaan. Dengan pemisahan ini, pemilik (principal) akan memberikan kewenangan pada pengelola (manajer) untuk mengurus keberlangsungan perusahaan, seperti mengelola dana dan memberikan informasi mengenai
kondisi perusahaan kepada pemilik.
Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dan
bertumpu pada agency theory (Wolfhensohn, 1999). Hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Kirana, 2007). Agency theory
mencoba menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan berperilaku, karena pada dasarnya antara pemilik dan pengelola (manajer)
memiliki perbedaan kepentingan.
Manajer berkewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham, namun di sisi lain manajer juga menginginkan
kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali menimbulkan masalah yang disebut masalah keagenan (agency conflict). Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan
(agency conflict) dikenal sebagai biaya keagenan (agency cost).
Agency cost ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang
saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan
pemegang saham sebagai bentuk ‘bonding expenditures’ yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham
(Wolfhensohn, 1999). Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency problems tetap ada karena adanya pemisahan antara kepengurusan dengan
kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan publik.
Perilaku manipulasi oleh manajer dengan melakukan manajemen laba berawal dari konflik keagenan, karena adanya perbedaan kepentingan.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan
pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu, sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan kepada pemilik terkadang
tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimmetry information
(Iskandar,2007).
Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara
melakukan manajemen laba. Hal tersebut dapat saja terjadi karena manajer memiliki informasi mengenai perusahaan yang tidak atau belum diketahui
oleh pemilik perusahaan. Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management ).
Tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer terhadap informasi laba dapat merubah kandungan informasi atas laba yang dihasilkan perusahaan. Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan
melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan, hal
tersebut perlu diwaspadai oleh pengguna laporan keuangan, karena informasi yang telah mengalami penambahan atau pengurangan tersebut dapat menyesatkan keputusan yang akan diambil.
Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen dengan melakukan manajemen
laba adalah corporate governance. Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para
pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari
suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Khomsiyah et al.,2004).
Salah satu kasus yang berhubungan dengan praktek manipulasi laporan
keuangan adalah kasus Bank Century. Bank Century melakukan rekayasa akuntansi agar laporan keuangan bank menunjukkan kecukupan modal atau
rasio CAR, nilai CAR Bank Century yang sebenarnya adalah sebesar -132,5% (minus seratus tiga puluh dua koma lima persen), karena ada asset berupa SSB (Surat-surat Berharga) yang berkualitas rendah atau tergolong macet, nilai
tersebut telah melanggar ketentuan Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia menetapkan bahwa rasio CAR bank umum minimal 8%. Bank Century tidak melakukan penyisihan atau pengakuan kerugian terhadap hal tersebut, Bank
Century memasukkan SSB yang dikategorikan macet ke kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi
(pencadangan) atas SSB yang macet, sehingga tidak menggerus modalnya dan nilai CAR bank menunjukkan nilai yang positif (Yohanes,2009).
Bank Century telah melanggar beberapa peraturan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Pertama, Bank Century telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan BI tentang penyisihan terhadap SSB kategori macet, yakni
PBI No.7/2/PBI/2003 yang mengatur bahwa SSB yang tidak diperdagangkan di BEI, tidak terdapat informasi nilai pasar, dan tidak memiliki peringkat investasi, maka SSB tersebut dinilai macet dan harus dibentuk Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sebesar 100%. Kedua, Bank Century melakukan pelanggaran Bank Indonesia, yakni PBI No.3/21/PBI/2001 tentang
kewajiban penyediaan modal minimum bank umum yang mengatur bahwa bank yang tidak dapat memenuhi modal minimum atau CAR 8% akan dikategorikan sebagai bank dalam perhatian khusus (Yohanes,2009).
Salah satu penyebab kondisi dimana perusahaan masih melakukan manipulasi keuangan adalah kurangnya penerapan corporate governance.
Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik, maka diharapkan pertumbuhan
ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya akan menguntungkan banyak pihak.
Penelitian ini mengambil sampel pada industri perbankan, dikarenakan
industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat, seperti criteria minimum CAR untuk menentukan apakah bank termasuk bank sehat atau
tidak. Oleh karena adanya peraturan tersebut, manajer memiliki insentif untuk melakukan manajemen laba atau manipulasi laporan keuangan agar dapat memenuhi ketentuan Bank Indonesia. Selain itu, industri perbankan
merupakan industri “kepercayaan”, jika investor berkurang kepercayaannya Karena laporan keuangan yang bias karena adanya manajemen laba, maka
mereka akan melakukan penarikan dana bersama-sama yang akan mengakibatkan rush, Nasution dan Setiawan (2007).
Penelitian terkait dengan praktek mekanisme corporate governance
juga banyak dilakukan. Veronica dan Utama (2005) meneliti tentang pengaruh
struktur kepemilikan, yang dibagi menjadi dua (kepemilikan keluarga dan kepemilikan institusional), ukuran perusahaan, dan praktek corporate governance yang diukur dengan menggunakan tiga variabel (kualitas audit
yang diukur melalui ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) terhadap pengelolaan laba (earnings management). Penelitian
ini menggunakan data empiris dari Bursa Efek Jakarta dengan sampel sebanyak 144 perusahaan untuk periode tahun 1995-1996, 1999-2002.
Boediono (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme
corporate governance yang diukur melalui kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris dampaknya terhadap manajemen laba. Penelitian ini menggunakan analisis jalur dengan sampel
penelitian sebanyak 96 perusahaan.
Cornett et al. (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh
mekanisme corporate governance terhadap praktek manajemen laba. Mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kepemilikan saham oleh institusi (kepemilikan institusional), dan proporsi
dewan komisaris independen. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100 perusahaan besar di Amerika Serikat.
Wijayanti (2009) melakukan penelitian untuk menguji perbedaan manajemen laba sebelum dan setelah Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh negatif proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Populasi penelitian ini
adalah 62 perusahaan di sektor perbankan pada Bursa Efek Indonesia, yang telah mempublikasikan laporan tahunan dari tahun 2005-2007. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sensus dan data longitudinal.
Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh pelaksanaan corporate governance terhadap tindak manajemen laba.
Mekanisme corporate governance diukur melalui komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dan komite audit. Dalam penelitiannya, Nasution dan Setiawan (2007) memberikan bukti empiris tentang dampak mekanisme
corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan dengan populasi penelitian seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta selama periode 2000-2004.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) serta penelitian yang dilakukan
oleh Nasution dan Setiawan (2007). Dimana penelitian yang dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan, konsep indikator
mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris. Dalam penelitian tersebut menggunakan sampel penelitian sebanyak 30 perusahaan sektor manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2001-2004. Sementara itu
penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) menguji dampak mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba di
industri perbankan dengan populasi penelitian seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta selama periode 2000-2004.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu, yaitu :
1. Tahun yang diamati, pada penelitian ini mengambil tahun 2005-2008. Alasan peneliti menggunakan tahun 2005 sampai dengan 2008, yaitu (1)
untuk menghindari periode krisis dan (2) periode tersebut menunjukkan kondisi yang paling aktual berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti. 2. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada industri perbankan dengan
tujuan untuk menghindari adanya bias yang disebabkan oleh perbedaan industri.
3. Pada penelitian ini, mekanisme corporate governance yang digunakan
adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit.
Berdasarkan uraian diatas peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :
1. Sejauh mana pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba?
2. Sejauh mana pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba? 3. Sejauh mana pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap
manajemen laba?
4. Sejauh mana pengaruh keberadaan komite audit terhadap manajemen laba? 5. Sejauh mana pengaruh mekanisme corporate governance, dalam hal ini
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit terhadap manajemen laba ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris mengenai:
1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba. 2. Pengaruh kepemilikan manajerial berpengaruh manajemen laba.
3. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba.
4. Pengaruh keberadaan komite audit terhadap manajemen laba.
5. Pengaruh corporate governance yang diukur melalui kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris
independen, dan keberadaan komite audit terhadap manajemen laba.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama kajian
mengenai corporate governance dan imbasnya terhadap manajemen laba serta kinerja keuangan.
2. Memberikan pemahaman serta kesadaran perusahaan mengenai
pentingnya pelaksanaan mekanisme Good Corporate Governance.
3. Memberikan manfaat bagi praktisi perusahaan untuk dapat
meningkatkan kinerja perusahaan melalui pelaksanaan corporate governance.
4. Dapat dijadikan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Keagenan (Agency Theory)
Dalam rangka memahami corporate governance maka digunakanlah
dasar perspektif hubungan keagenan. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara principal dan agent, Jensen dan Meckling (1976) dalam
Khomsiyah et al. (2004). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan (di pihak principal/investor) dan pengendalian (di pihak agent/manajer). Investor memiliki harapan bahwa manajer akan
menghasilkan return dari uang yang mereka investasikan.
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory, yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak),
dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal.
Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada
agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati (Mursalim,2005).
Secara khusus teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki
tujuan dan pembagian kerja yang berbeda, Khomsiyah et al.(2004) mengemukakan jika antar pihak principal (pemilik) dan agent (manajer)
memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict), DuCharme et al. (2000) dalam Kirana (2007).
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat dasar manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat dasar
manusia, yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded nationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektifitas, dan adanya asimetri informasi
antar principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan, Eisanhardt (1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007).
Agency conflict sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu : (1) agency conflict antara pemegang saham dan manajer. Penyebab konflik antara
manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut
diinvestasikan. (2) agency conflict antara pemegang saham dan kreditor (Kirana, 2007).
B. Asimetri Asimetri InformasiInformasi
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham), manajer berkewajiban memberikan informasi terkini mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi
yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan itu sendiri untuk pengambilan keputusan. Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai
asimetri informasi (information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan
stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user). Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga, manajer dapat melakukan tindakan diluar
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
C. Pengertian dan Konsep Dasar Corporate Governance.
Pengertian corporate governance amat beragam. Pada dasarnya ia
diartikan sebagai tata kelola yang berhubungan dengan masyarakat. Cadbury Committee (2003) dalam Zarkasyi (2008) mendefinisikan corporate
governance sebagai berikut :
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.”
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
KEP-117/M-MBU/2002 dalam Surya dan Yustiavandana (2008) corporate governance adalah suatu proses dari stuktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika.
Nasution dan Setiawan (2007) mendefinisikan corporate governance
sebagai konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka
peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan
keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi
pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak.
Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi
pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh
return atas investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu
menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat, Nasution dan Setiwan (2007).
Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan
malalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku
(Wolfensohn,1999). Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.
GCG dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan
untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera (Zarkasyi,2008).
D. Prinsip Utama Corporate Governance
Menurut Wolfensohn (1999) terdapat empat prinsip utama yang
terkandung dalam mekanisme corporate governance untuk terselenggaranya praktik good gorporate governance, yaitu : fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Prinsip tersebut juga dianut oleh perusahaan
perbankan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan pandangan yang berlaku.
Fairness mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan.
Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai
perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambilalihan perusahaan
lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola
secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaaan terhadap praktek
korporasi yang merugikan seperti disebutkan diatas. Pendek kata, fairness
menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil diantara
beragam kepentingan dalam perusahaan. 2. Transparancy (keterbukaan informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik
dalam proses pengambilan keputusan, maupun dalam menggunakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan
transparansi itu sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat
mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi
penting perusahaan secara mudah pada saaat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini.
Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui resiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu,
jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi
dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.
3. Accountability (akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan dan
komisaris. Atau justru sebaliknya, komisaris utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan
kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada
kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency
problem (benturan kepentingan peran). 4. Responsibility (Pertanggungjawaban).
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini
termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar
penggajian, dan persaingan yang sehat.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan
eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini
juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
Endri (2008) menambahkan satu prinsip corporate governance, yakni independency, dimana perusahaan bertindak hanya untuk
kepentingan perusahaannya saja, tidak dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas yang mengarah pada timbulnya conflict of interest.
E. Prinsip Corporate Governance Perbankan
Pedoman corporate governance perbankan ini merupakan pelengkap dan bagian dari prinsip umum atau prinsip utama yang dikeluarkan oleh
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dan dimaksudkan sebagai pedoman khusus bagi perbankan untuk memastikan terciptanya bank dan
sistem perbankan yang sehat (Zarkasyi, 2008).
Sebagai lembaga intermediasi yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan. Dalam
menjalankan kegiatan usahanya tersebut bank menghadapi berbagai resiko, baik resiko kredit, resiko pasar, resiko operasional, maupun resiko reputasi.
Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam rangka melindungi masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban untuk
memenuhi modal minimum sesuai dengan kondisi masing-masing bank, menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang “highly-regulated”.
Dalam menjalankan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran
usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin
dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fairness). Menurut Zarkasyi (2008) dalam hubungan dengan prinsip tersebut bank perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Transparency (Keterbukaan)
Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada
hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus,
pemegang saham pengendali, pengelolaan resiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendali intern, status kepatuhan, sistem dan
pelaksanaan good corporate governance serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank.
Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh
informasi tentang kebijakan tersebut. 2. Accountability (Akuntabilitas)
Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari
masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. Bank harus meyakini bahwa organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami
perannya dalam pelaksanaan good corporate governance.
Dalam perusahaan perbankan, bank harus memastikan terdapatnya
check and balance system dalam pengelolaannya. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajarannya berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan, sasaran usaha, serta strategi
dan memiliki rewards and punishment system. 3. Independency (Indepedensi)
Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh
stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta
bebas dari benturan kepentingan. Bank dalam mengambil keputusan harus objektif dan bebas dari segala tekanan pihak manapun.
4. Fairness (Kewajaran)
Bank harus senantiasa memperhatikan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran. Bank harus memberikan
kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukkan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses
terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
F. Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh terhadap perusahaan. Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motivasi pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses yang
membentuk motivasi manajer. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya
berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu mengoptimalkan kinerja perusahaan (Kartikawati, 2009). Dalam hal ini struktur kepemilikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional : 1. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan
investment banking (Veronica dan Utama, 2005). Investor institusional
yang sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated) sehingga seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang
dalam memprediksi laba masa depan dibanding investor non instusional. Balsam et al (2002) dalam Veronica dan Utama (2005) menemukan hubungan yang negatif antar discretionary accrual yang tidak diekspektasi
dengan imbal hasil di sekitar tanggal pengumuman karena investor institusional mempunyai akses atas sumber informasi yang lebih tepat
waktu dan relevan yang dapat mengetahui keberadaan pengelolaan laba lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan investor individual.
Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan
efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan
saham mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan
manajemen (Kartikawati, 2009).
Tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah pengelolaan laba dapat bersifat efisien, tidak selalu oportunis. Jika pengelolaan laba tersebut
efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi justru akan meningkatkan pengelolaan laba (berhubungan positif), tetapi jika
pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi pengelolaan laba (berhubungan negatif) (Veronica dan Utama, 2005).
2. Kepemilikan Manajerial
Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen
perusahaan baik sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris disebut sebagai kepemilikan manajerial (managerial ownership). Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai
persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan pada akhir tahun untuk masing-masing periode pengamatan. Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut
dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut. Dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(managerial ownership) kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer Jensen dan Meckling
(1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007).
Namun, tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan
manajerial yang tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi sehingga manajer mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan
perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah pertahanan, dalam artian, adanya kesulitan bagi para pemegang saham eksternal untuk mengendalikan tindakan manajer (Ujiyantho dan Pramuka,2007).
G. Governance Structure
1. Komisaris Independen
Istilah independen pada komisaris independen maupun direksi independen bukan menunjukkan bahwa komisaris atau direksi lainnya tidak independen. Istilah komisaris independen menujukkan keberadaan
mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili kepentingan investor (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen maka harus ada sistem yang baik yaitu good corporate governance yang mewajibkan keberadaaan komisaris independen.
Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Peraturan BEI mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI untuk memiliki
komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jajaran anggota dewan komisaris yang dapat dipilih melalui RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham) sebelum pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai komisaris independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara
lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaaan (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Kriteria komisaris independen menurut Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19
Juli 2004 dalam Surya dan Yustiavandana (2008), yaitu :
1. Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.
2. Komisaris independen tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik.
3. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham utama dari perusahaan tercatat bersangkutan.
4. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.
5. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat
bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan tercatat. 6. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan
publik.
7. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
8. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat
Umum Pegang Saham (RUPS).
Bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank IndonesiaNo.8/4/PBI/2006 dalam Wijayanti (2009) tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang salah satunya mengatur keberadaan dewan komisaris independen sebesar minimal 50%
(lima puluh perseratus) dari seluruh dewan komisaris. Berbagai peraturan tersebut merupakan sinyal bahwa keberadaan dewan komisaris independen di perusahaan sangat penting dalam mewujudkan good corporate
governance.
Dengan demikian, terlihat bahwa komisaris independen memiliki peranan untuk menjamin strategi perusahaan, serta terlaksananya
akuntabilitas. Komisaris independen merupakan suatu mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan.
2. Komite Audit
Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan
pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan.
Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak yang
menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau
lebih anggota dewan komisaris. Anggota komite audit dapat berasal dari kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya
yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisaris, Hasnati (2003) dalam Surya dan
Yustiavandana (2008).
Pentingnya komite audit dalam suatu perusahaan terbuka dikuatkan dengan ketentuan Surat Edaran Ketua Bapepam No.SE-03/PM/2000 dalam
Surya dan Yustiavandana (2008) tentang Komite Audit. Dalam ketentuan tersebut mewajibkan setiap perusahaan publik atau emiten untuk memiliki
komite audit. Ketentuan ini menyebutkan bahwa komite audit bertugas membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat profesional yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi
penyimpangan pengelolaan perusahaan.
Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada
tiga bidang, FCGI dan YPPMI Institut (2002) dalam Surya dan Yustiavandana (2008), yaitu :
1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah
untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan
adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan
yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. 3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan
termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan system pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang
dilakukan oleh auditor internal.
H. Definisi Manajemen Laba
Sugiri (1998) dalam Ubadah et al. (2008) membagi definisi earnings management atau manajemen laba menjadi dua, yaitu :
1. Definisi sempit
Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi, manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan
sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen
discretionary accrual dalam menentukan besarnya earnings.
2. Definisi luas
Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak
kompensasi, kontrak utang dan political costs (opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif
efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana
manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak
terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
Perspektif efesiensi menyatakan bahwa manajer melakukan pilihan atas kebijakan akuntansi untuk memberikan informasi yang lebih baik
tentang cash flow yang akan datang dan untuk meminimalkan agency cost
yang terjadi karena konflik kepentingan antara stakeholder dan manajer,
Jiambalvo (1996) dalam Ubadah et al (2008). Tindakan manajemen laba dilakukan oleh manajer ketika manajer memiliki akses terhadap informasi yang tidak dimiliki oleh pihak luar. Manajemen laba adalah campur tangan
dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor
yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut
sebagai angka laba tanpa rekayasa, Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rahmawati et al. (2006).
Menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Ujiyantho (2007), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgement) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk
merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang
tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Healy dan Wahlen (1999) dalam Ujiyantho (2007) juga
menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgement yang
dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur
ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti
metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Satu hal yang perlu diketahui bahwa manajemen laba berbeda dengan fraud. Untuk itu tabel 2.1 menggambarkan perbedaan antara fraudulent accounting dengan manajemen laba. Keduanya memang
dilakukan secara sengaja dan melalui proses manipulasi. Perbedaan pokok bahwa manajemen laba tidak berhubungan dengan penciptaan bukti-bukti
palsu atau pun transaksi fiktif yang sifatnya melanggar hukum, sedangkan
fraud berhubungan dengan hal-hal tersebut, (Mayangsari, 2001).
Tabel 2.1
Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud
Pilihan Metode Transaksi Arus Kas
Akuntansi Konservatif Sesuai PSAK 1. Terlalu agresif
mengakui provisi atau cadangan. 2. Pembebanan yang
besar pada biaya R&D
1. Menunda penjualan 2. Adanya pengeluaran
iklan
Earnings “Netral” Sesuai PSAK
Earnings yang diperoleh dari proses operasi normal
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud
Pilihan Metode Transaksi Arus Kas
Fraudulent Accounting Pelanggaran PSAK 1. Mancatat penjualan
fiktif
2. Mencatat persediaan fiktif
3. Membuat ulang tagihan yang sudah lunas
Sumber : Dechow dan Skinner (2000) dalam Mayangsari (2001)
I. Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba
Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba, Watt dan Zimmerman (1986)
dalam Rahmawati et al. (2006), yaitu: 1. Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode
akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
2. Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit
cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
3. Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan
perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya, mengenakan peraturan antitrust,
menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba :
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
2. Political Motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkanpada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba
yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba
yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja
perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat
menaikkan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Dalam ubadah et al. (2008) dua motivasi utama para manajer melakukan manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan informasi
(signaling) kepada investor. Tujuan oportunis mungkin dapat merugikan pemakai laporan keuangan karena informasi yang disampaikan manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya
pada saat menghadapi intertemporal choice (yakni suatu kondisi yang memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan tertentu dalam melaporkan kinerja yang menguntungkan dirinya sendiri dalam
menghadapi situasi tertentu).
Tujuan informatif (signaling) kemungkinan besar membawa
dampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan. Manajer berusaha menginformasikan kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitannya
dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan masa datang.
J. Teknik Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rahmawati et al. (2006) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement
(perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang
tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akunatansi yang digunakan untuk mencatat
suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan.
Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan
sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap
yang sudah tak dipakai.
K. Pola Manajemen Laba
Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara: 1. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
2. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas
yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
L. Model-Model Pendeteksian Manajemen Laba
Terdapat beberapa metode pendeteksian manajemen laba. Jones memberikan sebuah model untuk membantu mengidentifikasi perusahaan yang melakukan manajemen laba. Tujuan model Jones adalah untuk
memisahkan akrual kelolaan dan non kelolaan. Model modifikasi Jones mengestimasi tingkat akrual yang diharapkan (akrual non kelolaan) sebagai
fungsi perbedaan antara perubahan pendapatan dan perubahan dalam piutang dagang serta aktiva tetap. Perhitungan total akrual dengan pendekatan arus kas dan laporan rugi laba dihitung dengan rumus sebagai berikut, Sloan (1996)
dalam Rahmawati (2007): TAt = Earnt – CFOt
Dimana:
TA = total akrual Earn = earnings