ANALISIS AGENCY COST
TERHADAP KECENDERUNGAN INCOME SMOOTHING
(Studi Empiris pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI periode 2006-2009)
Disusun oleh:
Badriyah
NIM 104082002715
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISIS AGENCY COST
TERHADAP KECENDERUNGAN INCOME SMOOTHING
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
Periode 2006-2009)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Badriyah NIM :104082002715
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Afif Sulfa, SE., M.Si., Ak
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2011 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari jum’at, 03 Januari 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Badriyah
2. NIM : 104082002715
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Analisis Agency Cost Terhadap Kecenderungan Income
Smoothing (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2006-2009)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 03 Januari 2011
1. Prof. Dr. Ahmad Rodoni (___________________)
NIP. 19690203 200112 1 003 Ketua
2. Reskino, SE., M.Si., Ak (___________________)
NIP. 19740928 200801 2 004 Sekretaris
3. Rini, SE., M.Si., Ak (___________________)
NIP. 19760315 200501 2 002 Penguji Ahli
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari Rabu, 14 September 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Badriyah
2. NIM : 104082002715
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Analisis Agency Cost Terhadap Kecenderungan Income
Smoothing (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2006-2009)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 September 2011
1. Prof. Dr. Ahmad Rodoni (___________________)
NIP. 19690203 200112 1 003 Ketua
2. Rahmawati, SE., MM (___________________)
NIP. 19690203 200112 2 002 Sekretaris
3. Prof. Dr. Azzam Jassin, MBA (___________________)
NIP. Penguji Ahli
4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS (___________________)
NIP. 19570617 198503 1 002 Pembimbing I
5. Afif Sulfa. SE., MSi,. Ak (___________________)
NIP. Pembimbing II
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Badriyah
No. Induk Mahasiswa : 104082002715
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya;
1. tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan memprtanggungjawabkan
2. tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4. tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, 9 Juni 2011
Yang Menyatakan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Mei 1986
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. KH. Jawahir RT 02 RW 02
desa Buntet Pesantren,
Astanajapura, Cirebon
45181
Telepon/Handphone : 085781777210
Email : [email protected]
Pendidikan Formal
• SDN III Mertapada Kulon, Cirebon [1992-1998]
• MTs NU Putri Buntet Pesantren, Cirebon [1998-2001]
• MAN Buntet Pesantren, Cirebon [2001-2004]
• UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Latar Belakang Keluarga
Ayah : Musa
Tempat & Tgl. Lahir : Cirebon, 12 Oktoberl 1956
Alamat : Jl. KH. Jawahir RT 02 RW 02
ANALISIS PENGARUH AGENCY COST
TERHADAP KECENDERUNGAN INCOME SMOOTHING (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI periode 2006-2009)
oleh : Badriyah
Abstract
The objectives of this study are to examine influences of agency cost, using the measurement of debt, Sales and General Administrative (SGA) and Free Cash Flow (FCF) toward income smoothing tendency. The statistic method have been used in this research was logistic regression enter method with SPSS 15. The samples have been obtained with judgement sampling method. Based on the method, the number of the samples have been obtained were 42 manufactures which listed in Indonesian Stock Exchange since 2006-2009.
The results of this research were: agency cost didn’t influence income smoothing tendency by using the measurement of debt, SGA and FCF in partially and simultantly. The findings indicated that management’s motivation of doing income smoothing is opportunistic. Management used the opportunity of the existing asymmetric infoemation to improve their utility.
Keywords: agency cost, debt, sales and general administrative, free cash flow,income smoothing.
ANALISIS AGENCY COST
TERHADAP KECENDERUNGAN INCOME SMOOTHING (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI periode 2006-2009)
oleh : Badriyah
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh agency cost terhadap kecenderungan income smoothing dengan menggunakan pengukuran hutang, Sales and General Administrative (SGA) dan Free Cash Flow (FCF). Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik metode enter dengan bantuan SPSS Versi 15. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan
metode judgement sampling. Berdasarkan metode yang telah dilakukan maka
banyaknya sampel dalam penelitian ini berjumlah 42 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak 2006-2009.
Hasil dari penelitian ini adalah agency cost tidak berpengaruh terhadap kecenderungan income smoothing dengan menggunakan pengukuran hutang, SGA dan FCF baik secara parsial maupun secara simultan. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi manajemen melakukan praktik income smoothing adalah oportunistik. Manajemen menggunakan asimetri informasi sebagai kesempatannya untuk meningkatkan utilitasnya.
Kata kunci: agency cost, debt, sales and general administrative, free cash flow, income smoothing.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengangkat kedua belah tangan seraya mengucap
Alhamdullillahirobbil’alamin, penulis panjatkan atas segala kehadirat Illahi Robbi
Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmat yang tiada hentinya sehingga
skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Salawat serta salam tak lupa penulis
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita ke zaman
peradaban.
Skripsi ini berjudul “Analisis Agency Cost Terhadap Kecenderungan
Income Smoothing”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak sekali pihak yang telah
membantu baik moril maupun materil sehingga penyusunan skripsi ini akhirnya
bisa selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta atas segala doa, nasihat, motivasi, dan bantuan baik
moril maupun materiil serta kepada saudara-saudaraku untuk dukungan dan
motivasinya.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis sekaligus sebagai pembimbing I penulis dalam penyusunan skripsi ini
yang telah meluangkan waktunya dan memberikan ilmunya untuk
membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si. selaku pembimbing II, terima kasih atas
ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Rahmawati, SE,. MM. selaku ketua jurusan. Terima kasih atas bantuan,
ilmu, motivasi dan nasihat yang diberikan selama proses perkuliahan sampai
terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku pembantu dekan yang telah
membantu, memberi nasihat, ilmu dan motivasi serta bimbingannya selama
menyeleaikan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmunya sehingga penulis mampu menyelesaikan studinya di Universitas
Islam Negeri Jakarta ini.
7. Segenap jajaran akademik FEB yang telah membantu dalam proses
akademik.
8. Teman-teman angkatan 2004, serta semua sahabat-sahabatku yang telah
memberikan bantuan dan semangat. Untuk semua orang yang telah
membantuku, tapi tidak tersebut namanya, terima kasih.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa
yang akan datang.
Hormat saya,
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii
Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ... iv
Daftar Riwayat Hidup ... v
Abstract... vi
Abstrak ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11
A. Kerangka Teoritis ... 11
1.Teori Akuntansi Positf (Positive Accounting Theory)... 11
2.Teori Keagenan (Agency Theory)... 13
3.Ketidaksamaan Informasi (Asymmetric Information) ... 19
4.Teori Sinyal (Signaling Theory) ... 20
5.Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) ... 22
6.Income Smoothing... 23
B. Kerangka Pemikiran ... 27
C. Perumusan Hipotesis ... 28
BAB III METODELOGI PENELITIAN... 29
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 29
B. Metode Pengunpulan Sampel... 30
C. Metode Pengumpulan Data ... 31
D. Metode Analisis Data ... 31
1.Statistik Deskriptif ... 31
2.Analisis Uji Statistik... 31
a. Uji Univariate... 31
b. Uji Multivariate... 32
1) Pengujian Secara Serentak (Simultan)... 33
2) Pengujian Secara Terpisah (Parsial) ... 33
E. Definisi Operasional Variabel dan pengukurannya... 33
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 39
A. Perhitungan Indeks Eckel... 39
B. Analisis Statistik Secara Umum ... 40
1.Statistik Deskriptif ... 40
2.Analisis Uji Statistik... 42
a. Pengujian Univariate... 42
b. Pengujian Multivariate... 45
1) Menilai Model Fit ... 45
2) Analisis Logistic Regression Enter Method... 46
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 56
A. Kesimpulan... 56
B. Implikasi... 57
C. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 59
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal.
3.1. Seleksi Sampel ... 30
4.1. Daftar Perusahaan yang Melakukan Praktik Perataan Laba dan yang Tidak Melakukan Praktik Perataan Laba ... 30
4.2. Statistik Deskriftif ... 41
4.3. Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov... 42
4.4. Hasil Pengujian Independent Sample T-Test... 43
4.5. Hosmer and Lemeshow Test... 45
4.6. Hasil Pengujian Regresi Logistik Metode Enter ... 46
4.7. Model Summary... 47
4.8. Hasil pengujian Regresi Logistik Secara Terpisah Tahap 1 ... 48
4.9. Hasil pengujian Regresi Logistik Secara Terpisah Tahap 2 ... 48
4.10. Uji Ketepatan Prediksi ... 53
4.11. Persamaan Variabel... 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hal.
1. Nama-nama Perusahaan Sampel... 62
2. Perhitungan Income Smoothing... 63
3. Perhitungan Hutang (DEBT) ... 65
4. Perhitungan Sales and General Administrative (SGA)... 67
5. Perhitungan Free Cash Flow (FCF) ... 69
6. Statistik Deskriptif dan One Sample Kolmogorov... 71
7. Independent Sample T Test... 72
8. Pengujian Mann Whitney ... 73
9. Regresi Logistik Metode Enter ... 74
10. Regresi Logistik Secara Terpisah Tahap 1 ... 75
11. Regresi Logistik Secara Terpisah Tahap 2 ... 77
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan adalah media yang digunakan oleh manajemen untuk
menunjukkan keberhasilannya dalam mengelola sumber daya perusahaan
yang dipercayakan kepadanya. Informasi yang tersaji dalam laporan keuangan
misalnya posisi keuangan perusahaan (laporan neraca), kemampuan dalam
menghasilkan laba (laporan laba rugi) dan arus kas (laporan arus kas) oleh
pembaca laporan keuangan informasi tersebut akan dipergunakan sebagai
dasar penilaian kinerja manajemen.
Pemegang saham sangat bergantung dengan laporan keuangan untuk
mengambil kebijakan atau keputusan bisnis, akan tetapi memiliki keterbatasan
akan akses langsung terhadap data akuntansi. Manajemen, sebaliknya
memiliki akses langsung atas data akuntansi, mereka cenderung merekayasa
laba karena praktik tersebut dipercaya dapat memberikan pengaruh positif
terhadap penilaian kinerja manajemen, baik dari sisi personel maupun nilai
perusahaan secara keseluruhan. Manajemen laba sudah menjadi fenomena
umum yang terjadi di berbagai negara. Praktik tersebut menuai banyak
diskusi, penelitian dan juga kontroversi. Perbedaan pendapat antara akademisi,
praktisi, dan regulator membuahkan persepsi yang sangat berbeda dalam
memandang persoalan manajemen laba. Akademisi cenderung memandang
manajemen laba sebagai praktik yang logis dan rasional sementara praktisi
dan regulator cenderung menganggap praktik tersebut adalah sesuatu yang
harus diwaspadai bahkan mencemaskan. Konflik juga muncul ketika ada
pertentangan kepentingan antara kelompok internal (manajemen) dan
kelompok eksternal (pemegang saham, kreditur, pemerintah, analis, dsb),
antara lain:
1. Manajemen berkeinginan meningkatkan kesejahteraannya sedangkan
pemegang saham berkeinginan meningkatkan kekayaannya;
2. Manajemen berkeinginan memperoleh kredit sebesar mungkin dengan
bunga rendah sedangkan kreditur hanya ingin memberi kredit sesuai
kemampuan perusahaan;
3. Manajemen berkeinginan membayar pajak sekecil mungkin sedangkan
pemerintah ingin memungut pajak setinggi mungkin.
Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di
dalam laporan keuangan dan yang sangat penting bagi pihak internal maupun
eksternal perusahaan. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan
perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu
mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, dan
menaksir risiko investasi atau meminjamkan dana (Kirschenheiter dan
Melumad) dalam Juniarti (2005:148) . Adanya perubahan informasi atas laba
bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang
cukup berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi yang
bersangkutan, tidak terkecuali penerapan income smoothing (perataan laba)
oleh suatu perusahaan.
Tindakan manajemen untuk melakukan income smoothing umumnya
didasarkan atas berbagai alasan baik untuk memuaskan kepentingan pemilik
perusahaan, seperti menaikkan nilai perusahaan, sehingga muncul anggapan
bahwa perusahaan yang bersangkutan memiliki risiko yang rendah (Foster
1986), menaikkan harga saham perusahaan (Kirschenheiter dan Melumad
2002), maupun untuk memuaskan kepentingannya sendiri (oportunistik),
seperti mendapatkan kompensasi (Wild et al. 2001), mempertahankan posisi
jabatannya (Fudenberg dan Tirole, 1995) dalam Juniarti (2005:149).
Penelitian ini didasarkan pada agency theory (teori keagenan) dan
Positive Accounting Theory (teori akuntansi positif). Teori agensi
mengasumsikan bahwa perusahaan modern memiliki karakteristik pembagian
kepemilikian dan pengendalian. Hubungan agensi mengimplikasikan adanya
distribusi informasi yang asimetris karena pemegang saham tidak dapat
memonitor seluruh tindakan manajemen. Manajer memiliki insentif untuk
mengutamakan kepentingannya sendiri dengan membebankan pada
kepentingan pemegang saham atau disebut juga dengan agency cost.
Pemegang saham tentu menghendaki manajer menjalankan perusahaan
dengan kaidah-kaidah yang memungkinkan maksimalisasi nilai saham,
sementara di sisi lain manajer berkepentingan membangun kerajaan bisnis
melalui ekspansi secara cepat diantaranya melalui praktek merger dan
acquisition yang bisa jadi malah menurunkan harga saham perusahaan. Akan
tetapi manajer memiliki informasi lebih mengenai kondisi perusahaan
dibanding pihak eksternal dalam hal ini pemegang saham. Kondisi asimetris
ini memberikan insentif pada manajemen untuk melakukan income smoothing
agar laba tetap terlihat stabil.
Mungkin dapat dikatakan bahwa salah satu pioner teori akuntansi positif
adalah Watts dan Zimmerman (1978; 1986; 1990). Dalam buku mereka yang
berjudul “Positive Accounting Theory”, Watts dan Zimmerman (1986)
memaparkan suatu teori akuntansi yang berusaha mengungkapkan bahwa
faktor-faktor ekonomi tertentu atau ciri-ciri suatu unit usaha tertentu bisa
dikaitkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan.
Lebih khususnya, Watts dan Zimmerman mengungkapkan pengaruh dari
variabel-variabel ekonomi terhadap motivasi manajer untuk memilih suatu
metode akuntansi. Mereka menegaskan bahwa teori akuntansi positif
mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangannya, sebab teori
ini dapat memberikan pedoman kepada para pembuat keputusan kebijakan
akuntansi dalam melakukan perkiraan-perkiraan atau penjelasan-penjelasan
akan konsekuensi dari keputusan tersebut (Gumanti, 2000:108).
Banyak peneliti positive accounting berusaha membangun teori dan
praktik akuntansi dengan mengaplikasikan teori-teori ekonomi yang
mengasumsikan bahwa biaya kontrak dan informasi adalah tidak nol. Biaya
kontrak dan informasi diasumsikan tidak nol baik dalam kondisi proses
kontrak perusahaan dan dalam proses politik dimana aktivitas perusahaan
ditentukan oleh regulasi pemerintah. Prosedur akuntansi mempengaruhi biaya
tersebut ke dalam dua proses tersebut. Konsekuensinya pemilihan diantara
prosedur-prosedur tersebut tergantung pada pengaruh arus kas baik pada
proses kontrak dan politik. Proses contracting dan proses politik mempunyai
dampak yang berlawanan terhadap insentif manajer pada saat memilih
prosedur akuntansi (yaitu insentif untuk menaikkan laba versus menurunkan
laba). Laporan akuntansi yang berbeda untuk proses yang berbeda sepertinya
dapat memecahkan masalah ini. Tetapi strategi penggunaan laporan yang
berbeda ternyata tidak optimal. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa untuk
kesemua proses tersebut digunakan satu set laporan. Penjelasan mengenai hal
ini adalah:
1. Walaupun untuk kontrak hutang (terutama private debt) kadang-kadang
digunakan prosedur non-GAAP (agar debt covenant lebih efektif), tetapi
kontrak hutang tetap menggunakan laporan publikasi (auditan) sebagai
dasar/basis, dengan tujuan untuk mengurangi manipulasi manajer dan
agency cost.
2. Penggunaan laporan yang berbeda untuk proses politik juga akan mahal,
karena dapat muncul cost jika laporan alternatif (dengan laba tinggi untuk
kepentingan private) diketahui publik. Oleh karena itu, dalam proses
politik juga digunakan laporan publikasi auditan.
Teori-teori proses politik menyatakan tentang penggunaan angka
akuntansi dalam proses politik. Misalnya: politisi dihipotesiskan untuk
menggunakan laba yang besar yang dilaporkan sebagai bukti dari monopoli.
Perusahaan adalah subyek yang potensial untuk transfer kesejahteraan dalam
proses politik, sehingga manajer dihipotesiskan untuk menghasilkan laporan
keuangan yang lebih konservatif agar tidak menjadi subyek dari tekanan
politik. Angka akuntansi seringkali digunakan sebagai pedoman untuk
mengontor inflasi dan meregulasi kuantitas dan tipe jasa yang ditawarkan
(Watts dan Zimmerman) dalam Luciana Spica (2006:2).
Watts dan Zimmerman dalam Luciana Spica (2006:2) juga
mengindikasikan bahwa laporan keuangan auditan (khususnya pada masa
sekarang) digunakan untuk memonitor kontrak hutang (debt contract).
Sedangkan mekanisme monitoring yang ada dalam kontrak hutang adalah
terdapat suatu perjanjian hutang (covenant) yang menggunakan angka-angka
dari laporan keuangan auditan yang dipublikasikan, dengan tujuan untuk
membatasi tindakan manajemen. Sedangkan tujuan suatu perjanjian yang
menggunakan angka-angka akuntansi (dalam kontrak hutang) adalah untuk
merestriksi atau membatasi tipe-tipe keputusan investasi dan keputusan
pendanaan yang dapat mengurangi nilai perusahaan (value reducing). Karena
laporan keuangan auditan digunakan untuk memonitor kontrak hutang,
manajer dihipotesiskan untuk menghasilkan laporan keuangan yang cenderung
tidak konservatif agar tidak dinyatakan default (gagal) dalam perjanjian
kontrak hutang.
Penelitian akuntansi tentang manajemen laba dilakukan untuk
memberikan penjelasan secara ilmiah atas praktik manajemen laba oleh
manajer. Bukti empiris menunjukkan bahwa manajer melakukan manajemen
laba dengan bermacam-macam pola: taking a bath (Healy; 1985), income
minimization (Cahan; 1992), income maximization (Dempsey; 1993), dan
income smoothing (Beattie; 1994) dalam Primanita dan Setiono (2006:44).
Motivasi yang melatarbelakangi manajemen laba juga beragam, yaitu
mengelola bonus (manajemen), menghindari pelanggaran kontrak utang dan
menghindari atau mengurangi political cost. Political cost disini menyatakan
bahwa perusahaan yang berhadapan dengan biaya politik, cenderung
melakukan rekayasa laba dengan tujuan untuk meminimalkan biaya politik
yang harus mereka tanggung (Scott) dalam (Luciana Spica, 2006:6). Biaya
politik yang dimaksud adalah mencakup semua biaya (transfer kekayaan)
yang harus ditanggung oleh perusahaan terkait dengan tindakan-tindakan
antitrust, regulasi, subsidi pemerintah, pajak, tarif, tuntutan buruh dan lain
sebagainya (Watts dan Zimmerman) dalam Luciana Spica (2006:7). Penelitian
lain mencoba mendeteksi manajemen laba melalui variabel discretionary
accruals. Pendeteksian tersebut sulit dilakukan karena sangat beragamnya
variasi dari tahun ke tahun yang sangat dipengaruhi oleh kondisi bisnis.
Penelitian–penelitian tersebut hanya menunjukkan apakah manajemen laba
terjadi atau tidak, tanpa memberi penjelasan atas apa yang telah terjadi.
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Alwan Sri Kustono (2009) dan Arman Sinaga (2009).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Proksi yang digunakan sebagai agency cost dalam penelitian sebelumnya
adalah ukuran perusahaan, hutang, kepemilikan institusional, ukuran
dewan komisaris, keberadaan komisaris independen, kualitas auditor, SGA
(Selling and General Administrative) dan FCF (Free Cash Flow)
Sedangkan dalam penelitian ini hanya mengambil sebagian proksi agency
cost dari penelitian sebelumnya yakni hutang, SGA (Sales and General
Administrative) dan FCF (Free Cash Flow). Hal ini dikarenakan variabel
agency cost dengan proksi tersebut belum banyak diteliti berkaitan dengan
income smoothing.
2. Dalam penelitian sebelumnya sampel yang digunakan adalah perusahaan
publik non keuangan di Indonesia, sedangkan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini mengambil perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2006-2009 karena pada tahun 2008 terjadi krisis global dan
secara tidak langsung akan berdampak pada perusahaan yang ada di
Indonesia dan untuk menyeimbangkan maka diambil sampel dua tahun
sebelum krisis global dan dua tahun setelah krisis global terjadi.
Berdasarkan uraian tersebut penulis melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Agency Cost Terhadap Kecenderungan Income
Smoothing” studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2006-2009.
B. Rumusan Masalah
Seperti telah diuraikan pada latar belakang penelitian, permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah hutang sebagai proksi agency cost berpengaruh secara signifikan
terhadap kecenderungan perataan laba atau income smoothing?
2. Apakah SGA (Sales and General Administrative) sebagai proksi agency
cost berpengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan perataan laba
atau income smoothin?
3. Apakah FCF sebagai proksi agency cost berpengaruh secara signifikan
terhadap kecenderungan perataan laba atau income smoothing?
4. Apakah hutang, SGA (Sales and General Administrative) dan FCF (Free
Cash Flow) sebagai proksi agency cost secara simultan berpengaruh
secara signifikan terhadap kecenderungan perataan laba atau income
smoothing?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh hutang sebagai proksi agency cost terhadap
kecenderungan perataan laba atau income smoothing.
2. Menganalisis pengaruh SGA (Sales and General Administrative) sebagai
proksi agency cost terhadap kecenderungan perataan laba atau income
smoothing.
3. Menganalisis pengaruh FCF (Free Cash Flow) sebagai proksi agency cost
terhadap kecenderungan perataan laba atau income smoothing.
4. Menganalisis pengaruh hutang, SGA (Sales and General Administrative)
dan FCF (Free Cash Flow) sebagai proksi agency cost secara simultan
terhadap kecenderungan perataan laba atau income smoothing.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
semua pihak, diantaranya:
1. Menemukan bukti empiris dan menganalisa pengaruh hutang, SGA (Sales
and General Administrative) dan FCF (Free Cash Flow) sebagai proksi
dari agency cost terhadap kecenderungan perataan laba atau income
smoothing.
2. Dapat menjelaskan kaitan agency cost serta pengaruhnya terhadap income
smoothing bagi perusahaan. Untuk investor penelitian ini dimanfaatkan
sebagai alat pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
3. Memberikan kontribusi pada pengembangan teori ilmiah terutama dalam
bidang akuntansi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)
Teori akuntansi positif sering kali dihubungkan dengan
pembahasan manajemen laba (earning management). Teori akuntasi
positif menjelaskan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
manajemen dalam memilih prosedur akuntansi yang optimal dengan
tujuan tertentu. Menurut teori akuntansi positif, pemilihan prosedur
akuntansi yang digunakan perusahaan tidak harus sama dengan perusahaan
lainnya. Perusahaan diberi kebebasan untuk memilih salah satu dari
alternatif prosedur yang tersedia untuk meminimumkan biaya kontrak
dan memaksimumkan nilai perusahaan (Scott, 1997) dalam Agnes Utari
(2001:90). Adanya kebebasan untuk memilih prosedur yang tersedia maka
manajer akan melakukan tindakan yang dinamakan oleh teori akuntansi
positif sebagai tindakan oportunis (opportunistic behavior). Jadi tindakan
oportunis adalah suatu tindakan dimana manajer memilih kebijakan
akuntansi yang menguntungkan dirinya atau memaksimumkan
keuntungannya.
Ada tiga hipotesis yang secara umum dihubungkan dengan
tindakan oportunistik manajer (Watts dan Zimmerman) dalam (Primanita
dan Setiono, 2006:46) sebagai berikut:
1. Bonus plan hypothesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer akan cenderung untuk
menggunakan metode akuntansi yang cenderung akan meningkatkan
laba yang dilaporkan pada periode berjalan. Tujuannya untuk
memaksimumkan bonus yang akan mereka peroleh karena besarnya
bonus tergantung pada besarnya laba yang dihasilkan. Dalam kontrak
bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba
terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi).
Hipotesis ini sering dikaitkan dengan skema bonus, dimana:
• Manajemen akan meminimalkan laba karena kondisi perusahan
saat itu rugi (kondisi bogey ke kiri).
• Manajemen berusaha memaksimalkan laba dengan menggunakan
metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba agar manajemen
dapat memperoleh bonus yang maksimal (kodisi bogey ke cap).
• Manajemen akan membuat laba menjadi rata (income smoothing),
supaya perusahaan dianggap sudah mapan dan stabil. Dalam
kondisi ini manajemen tidak lagi memaksimalkan bonus karena
bonus sudah maksimal (kondisi cap ke kanan).
2. Debt convenant hyphotesis
Hipotesis ini berkaitan dengan syarat yang harus dipenuhi dalam
perjanjian hutang (debt convenant). Dinyatakan pula bahwa semakin
dekat perusahaan pada pelanggaran terhadap debt convenant, maka
semakin besar kecenderungan manajer tersebut untuk menggunakan
metode akuntansi yang meningkatkan laba. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya technical default. Dengan
meningkatkan laba (melakukan income increasing) dinilai dapat
mencegah atau setidaknya dapat menunda hal tersebut.
3. Political cost hypothesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang
dihadapi perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan
perusahaan tersebut untuk menggunakan pilihan akuntansi untuk
mengurangi laba yang dilaporkan, dibandingkan dengan perusahaan
lainnya. Tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian luas
dari kalangan konsumen dan media yang nantinya juga akan menarik
perhatian pemerintah dan regulator sehingga akan menimbulkan biaya
politis diantaranya adalah munculnya intervensi pemerintah,
pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain
yang dapat meningkatkan biaya politis.
2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Pengelolaan perusahaan yang semakin dipisahkan dari kepemilikan
perusahaan merupakan salah satu ciri perekonomian modern, hal ini sesuai
dengan teori keagenan yang menginginkan principal (pemilik) perusahaan
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga profesional (agent)
yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis. Konsep agency theory
menurut Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Agnes Utari (2001:92)
adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal
mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal
termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal
kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham,
pemegang saham bertindak sebagai principal dan CEO (Chief Executive
Officer) sebagai agent mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO
untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Tujuan
dipisahkannya pengelolaan dan kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik
memperoleh keuntungan maksimal dengan biaya yang efisien. Teori
keagenan mengemukakan jika antara pihak principal dan agent memiliki
kepentingan yang berbeda muncul konflik yang dinamakan masalah
keagenan (agency problem).
Untuk mengurangi kesempatan manajer melakukan tindakan yang
merugikan investor luar, Jensen dan Meckling (1976) dalam Zaenal Arifin
dan Nina R (2006:240) mengidentifikasi ada dua cara yaitu investor luar
melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan
pembatasan–pembatasan atas tindakan–tindakannya (bonding). Pada satu
sisi, kedua kegiatan tersebut akan mengurangi kesempatan penyimpangan
oleh manajer sehingga nilai perusahaan akan meningkat sedangkan pada
sisi yang lain keduanya akan memunculkan biaya sehingga akan
mengurangi nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) juga
menyatakan bahwa calon investor akan mengantisipasi adanya kedua
biaya tersebut ditambah dengan kerugian yang masih muncul meskipun
sudah ada monitoring dan bonding, yang disebut residual cost. Antisipasi
atas ketiga biaya yang didefinisikan sebagai biaya agensi ini nampak pada
harga saham yang terdiskon saat perusahaan menjual sahamnya.
Mekanisme monitoring bisa dilakukan dengan pembentukan dewan
komisaris, pasar corporate control, pemegang saham besar, kepemilikan
institusional dan pasar manajer. Mekanisme kontrol dilakukan dengan
peningkatan kepemilikan manajer dan bonding dengan meningkatkan
hutang dan meningkatkan dividen.
Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh
prinsipal untuk mengawasi perilaku agen, yaitu untuk mengukur,
mengamati dan mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya
audit untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan
anggaran dan aturan-aturan operasi.
Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk
menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan
bertindak untuk kepentingan prinsipal, contohnya biaya yang dikeluarkan
oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang
saham.
Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara
manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditor atau antar
pemegang saham, kreditor dan manajer disebabkan adanya hubungan
keagenan atau agency relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi
perbedaan kepentingannya dengan memberikan insentif yang layak
kepada agen dan harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan atau
monitoring cost untuk mencegah penyimpangan (hazard) dari agen. Hal
tersebut dinamakan dengan biaya keagenan atau agency cost (Horne dan
Wachowicz) dalam Sinaga (2009:23)
Menurut Meythi (2005) dalam Sinaga. (2009:24), ada 8 cara untuk
mengurangi konflik kepentingan dan agency cost.
a. Meningkatkan kepemilikan manajerial
Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan
kepentingan pemegang saham sehingga manajemen dapat bertindak sesuai
dengan keinginan pemegang saham. Dengan peningakatan presentase
kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan
bertanggungjawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Pada
kepemilikan menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak manajemen
dengan pemegang saham. Sedangkan pada kepemilikan terkonsentrasi,
masalah keagenan disebabkan oleh hubungan antara pemegang saham dan
kreditor.
b. Kepemilikan institusional sebagai agen pengawas (monitoring agents)
Konflik kepentingan mendasari adanya agency cost, dengan asumsi
rasionalitas ekonomi dimana orang akan memenuhi kepentingannya
terlebih dahulu sebelum pemenuhan kepentingan orang lain. Kepemilikan
institusional dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik
keagenan antara pemegang saham dan manajer. Kepemilikan institusional
didefinisikan sebagai proporsi kepemilikan saham pada akhir tahun yang
dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, bank atau institusi lain.
Peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan kinerja manajer
diawasi secara optimal dan terhindar dari perilaku oprtunistik. Dengan
melibatkan kepemilikan institusional, manajer bertindak sesuai keinginan
pemegang saham sehingga mengurangi agency cost.
c. Meningkatkan pendanaan melalui hutang
Peningkatan hutang akan menurunkan skala konflik antara pemegang
saham dan manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka
harus siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan
mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham.
Disamping itu, hutang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas atau
excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan
kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.
d. Meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih atau dividend payout
ratio.
Peningkatan rasio dividen terhadap laba bersih akan memperkecil
aliran kas bebas atau free cash flow sehingga manajemen harus mencari
sumber dana eksternal untuk pembiayaan investasi. Pengertian free cash
flow itu sendiri adalah ketersediaan dana dalam jumlah yang melebihi
kebutuhan untuk pendanaan investasi yang menguntungkan. Apabila laba
yang diperoleh dibagi sebagai dividen, maka kebutuhan investasi harus
dicari dari sumber dana eksternal. Pembiayaan eksternal ini akan
meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal seperti pengawas pasar
modal, banker investasi (investment banker) dan investor.
e. Tingkat risiko
Dalam kerangka konflik keagenan, risiko digunakan sebagai dasar
untuk menentukan kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijkan
dividen. Pada tingkat risiko tinggi perusahaan kesulitan mengawasi
kondisi eksternal sehingga meningkatkan kepemilikan manajerial sebagai
cara untuk mengawasi kondisi internal.
f. Kebijakan insentif
Dengan insentif yang menarik, manajer termotivasi meningkatkan
kemakmuran pemilik dan memperketat pengawasan terhadap perusahaan.
Masalah keagenan tidak sepenuhnya diatasi melalui kebijakan insentif,
tetapi juga diperlukan kebijakan baru melalui peningkatan kepemilikan
manajerial. Keterlibatan manajer dalam kepemilikan saham dapat
memotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kemakmuran
pemegang saham. Sebaliknya apabila ditetapkan persentase kepemilikan
manajerial kecil, maka manajer terfokus pada pengembangan kapasiatas
atau ukuran perusahaan. Tujuan manajer melakukan tindakan ini yaitu
untuk mempertahankan posisi manajerial dari ancaman hostile takeover
(pengambilalihan), meningkatkan status, kekuasaan, gaji atau memberi
kesempatan pada manajer bawah dan menengah untuk berkembang.
g. Menggunakan aliansi dengan kreditor atau bentuk kerjasama lainnya
sesuai dengan kesepakatan bersama
Penggunaan aliansi dengan kreditor atau bentuk kerjasama lainnya
sesuai dengan kesepakatan bersama dapat mengurangi konflik keagenan.
Jika beraliansi, manajer bisa memperoleh dananya dari pihak kreditor
tanpa harus membayar bunga dan hutang, jika kreditor bisa memperoleh
pendapatan dari keuntungan (earning per share atau laba) perusahaan,
serta kemungkinan kreditor menjadi owner (pemilik). Kelemahan dari
aliansi adalah sulit mencari investor yang ingin bekerjasama dengan pihak
perusahaan karena biasanya investor atau kreditor jarang sekali mau
menanggung risiko tapi ingin mendapat keuntungan yang besar.
h. Manajer memahami bagaimana peran-perannya
Manajer mengaetahui dan paham bagaimana peran-perannya sebagai
manajer dapat mengurangi konflik keagenan. Peran manajer adalah:
1) Mengambil keputusan keuangan dalam perusahaan, antara lain:
keputusan pendanaan, keputusan investasai, pendistribusian
keuntungan.
2) Mempertimbangkan risiko dari setiap keputusan yang diambil dan
return yang akan diperoleh dari setiap investasi tersebut. Oleh
karena itu, sebagai pengambil keputusan dalam perusahaan yang
akan mensejahterakan para pemilik saham, sebaiknya memahami
betul konsep-konsep mengenai risk and return, capital structure
(struktur modal), capital budgeting (penganggaran modal).
3. Informasi Asimetri (Asymmetric Information)
Adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan akan
menyebakan timbulnya informasi asimetri. Informasi asimetri adalah
situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik)
mengenai prospek perusahaan dari pada yang dimiliki oleh investor
(Brigham dan Houston, 2006:27). Menurut Scott (2000) dalam Sinaga
(2009:33) ada dua jenis ketidaksamaan informasi, yaitu adverse selection
dan moral hazard.
Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu
orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi
yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain. Ketimpangan
pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam
transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai informasi yang
cukup dalam pengambilan keputusan investasinya.
Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri
dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis atau transaksi-transaksi
potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh
dibandingkan dengan pihak lain. Masalah moral hazard ini terjadi karena
pihak-pihak di luar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan
wewenangnya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya
memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut.
4. Teori Sinyal (Signaling Theory)
Teori sinyal menjelaskan perusahaan (manajer) mempunyai dorongan
untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal
(pemegang saham). Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah
karena adanya informasi asimetri antara perusahaan (manajemen) dan pihak
eksternal (investor dan kreditor). Kurangnya informasi pihak eksternal
mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan
memberikan harga rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan
nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk
mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak
eksternal, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan
akan mengurangi ketidakspatian mengenai prospek perusahaan yang akan
datang (Brigham dan Houston) dalam Sinaga (2009:34).
Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini
berupa informasi apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi
lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari pada
perusahaan lain. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang
berguna bagi investor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan
keputusan sejenis. Laba merupakan bagian dari laporan keuangan sehingga
laba seharusnya juga berguna untuk keputusan kredit. Laba dapat digunakan
untuk menilai prospek perusahaan misalnya untuk mengevaluasi performance
manajemen, memperkirakan earning power, memprediksi laba yang akan
datang atau menilai risiko investasi atau peminjaman pada perusahaan.
5. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tata kelola perusahaan merujuk pada sistem yang mengaharuskan
perusahaan dikelola dan dikendalikan. Sistem tersebut melintasi berbagai
hubungan antara pemegang saham perusahaan, dewan direksi serta pihak
manajemen senior. Hubungan-hubungan ini memberi kerangka kerja untuk
menetapkan tujuan perusahaan dan pengawasan kinerja. Terdapat tiga
ketegori individu yang menjadi kunci utama keberhasilan tata kelola
perusahaan. Pertama, pemegang saham biasa yang memilih dewan direksi;
kedua, dewan direksi perusahaan itu sendiri; dan ketiga, para pejabat
eksekutif puncak yang dipimpin oleh direktur utama (Chief Executive Officer
– CEO).
Dewan direksi (board of directors) yang merupakan penghubung
penting antara pemegang saham dengan para manajer, berpotensi menjdi
instrument yang paling efektif untuk tata kelola perusahaan. Tanggung jawab
utama mereka adalah mengawasi jalannya perusahaan. Dewan sireksi, jika
beroperasi dengan benar juga merupakan pemeriksa independen atas
manajemen perusahaan untuk memastikan bahwa pihak manajemen bertindak
demi kepentingan para pemegang saham (Horne dan Wachowicz, 2005:10).
Prinsip-prinsip pokok tata kelola perusahaan yang perlu diperhatikan
untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan
(fairness) dan responsibilitas (responsibility). Tranparansi yaitu dengan
meningkatkan kualitas keterbukaan informasi tentang “performance”
perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Akuntabilitas yaitu dengan
mendorong optimalisasi peran dewan direksi dan dewan komisaris dalam
menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional.
Audit independen mutlak diperlukan untuk menunjang akuntabilitas
perusahaan. Fairness yaitu dengan memaksimalkan upaya perlindungan hak
dan perlakuan adil kepada seluruh pemegang saham tanpa kecuali.
Responsibilitas yaitu dengan mendorong optimalisasi peran pemegang saham
dalam memdukung program-program perusahaan (Baridwan) dalam Sinaga
(2009:36), dengan menerapkan corporate governance diharapkan dapat
mengurangi dorongan untuk melakukan tindakan manipulasi oleh manajer
sehingga kinerja yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi yang
sebenarnya dari perusahaan (Jensen) dalam Sinaga (2009:36).
6. Income Smoothing
Faktor-faktor yang mempengaruhi income smoothing suatu perusahaan
sangatlah beragam, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa peneliti
terdahulu. Faktor-faktor tersebut antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas,
sektor industri, harga saham, leverage operasi, rencana bonus dan kebangsaan.
Tetapi dalam beberapa hal, hasil dari penelitian tersebut berbeda meskipun
mengukur hal yang sama.
Pengguna laporan keuangan lebih berfokus terhadap laba daripada
item laporan keuangan lainnya. Nasser dan Herlina (2003:291) menyatakan
bahwa informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam
menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen selain itu informasi
laba juga membantu pemilik perusahaan atau pihak lainnya dalam menaksir
“earnings power” perusahaan di masa yang akan datang. Ball and Brown
(1968) dalam Nasser dan Herlina (2003:292) menemukan bahwa informasi
yang terkandung dalam angka akuntansi akan berguna jika laba yang
sesungguhnya berbeda dengan laba yang diharapkan (expected earning). Salah
satu pola manajemen laba adalah income smoothing.
Selain itu, menurut Eckel (1981) dalam Berryllian (2007:13) ada dua
jenis income smoothing, yaitu naturally smooth dan intentionally smooth.
Intentionally smooth terbagi atas artificial smoothing dan real smoothing.
Aliran perataan laba yang alami (naturally income smoothing) secara
sederhana mempunyai implikasi bahwa sifat proses perolehan laba itu sendiri
yang menghasilkan suatu aliran penghasilan atau laba yang rata.Tipe perataan
laba ini akan terjadi begitu saja tanpa intervensi pihak manapun. Berbeda
dengan perataan laba secara alami, perataan laba yang disengaja (intentionally
income smoothing) mengandung intervensi manajemen. Ada dua jenis
perataan laba yang disengaja yaitu perataan laba secara riil dan secara
artificial. Perataan laba secara riil menunjukkan tindakan manajemen yang
berusaha untuk mengendalikan peristiwa ekonomi yang secara langsung
mempengaruhi penghasilan laba perusahaan di masa yang akan datang.
Perataan laba secara artifisial menunjukkan usaha manipulasi yang
dilakukan oleh manajemen untuk meratakan laba. Manipulasi yang dilakukan
tidak menunjukkan peristiwa ekonomi yang mendasar atau memepengaruhi
aliran kas, tetapi menggeser biaya dan atau pendapatan dari suatu periode ke
periode yang lainnya.
Faktor yang diasumsikan menyebabkan manajer melakukan income
smoothing menurut Belkaoui (2007) dalam Diastiti Okkarisma Dewi
(2010:51), ialah:
1. Mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi pilihan-pilihan yang
tersedia untuk manajemen.
2. Skema kompensasi manajemen, yang terkait langsung dengan kinerja
perusahaan.
3. Ancaman pergantian manajemen.
Ada berbagai macam tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen dalam
income smoothing yaitu (1) mencapai keuntungan pajak (Hepworth) (2) untuk
memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen
(Stolowy dan Breton), (3) mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan
mengurangi risiko, sehingga harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian
pasar (Bleidernan), (4) untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil
(Fudenberg dan Tirole), dan (5) untuk menjaga posisi/kedudukan mereka
dalam perusahaan (Spohr). Perataan mungkin terkait dengan ukuran
perusahaan, keberadaan insentif bonus, dan penyimpangan laba aktual dengan
laba ekspektasi yang telah diprediksi sebelumnya (Yoon and Miller) dalam
Juniarti (2005:150).
Berbagai teknik yang dilakukan dalam income smoothing, menurut
Sopa Sugiarto (2003) dalam Berryllian (2009:17) diantaranya ialah:
o Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi.
Pihak manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi
melalui kebijakan manajemen sendiri (accruals) misalnya: pengeluaran
biaya riset dan pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang
menggunakan kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini dapat
menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan
terakhir tiap kuarter dan laba kelihatan stabil pada periode tertentu.
o Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer
mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban
untuk periode tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat, maka
manajemen dapat membebankan biaya riset dan pengembangan serta
amortisasi goodwill pada periode itu untuk menstabilkan laba.
o Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk
mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda.
Misalnya: jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan, maka
manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau
pendapatan non-operasi.
Keleluasaan untuk memakai teknik-teknik akuntansi dalam mencatat
terbukti telah disalahgunakan oleh manajemen untuk melakukan income
smoothing. Bahkan income smoothing banyak dilakukan dengan
menggunakan teknik-teknik akuntansi yaitu dengan merubah kebijakan
akuntansi.
Penelitian sebelumnya yang menganalisa income smoothing dan
hubungannya dengan agency cost (yang diproksikan di antaranya dengan
kepemilikan institusional, size perusahaan, hutang dan kualitas auditor)
terhadap kecenderungan income smoothing, dilakukan oleh Alwan Sri
Kustono (2009). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa size
perusahaan dan kualitas auditor berpengaruh negatif. Sedangkan hutang dan
kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kecenderungan income
smoothing secara signifikan.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar Kerangka Pemikiran
Variabel Independen (agency cost) Variabel Dependen
Hutang (DEBT)
Selling and General Administrative (SGA)
Free Cash Flow (FCF) Proksi
agency cost
Income Smoothing
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: proksi agency cost hutang berpengaruh secara signifikan terhadap
praktik perataan laba (income smoothing)
H2: proksi SGA (Selling and General Administrative) berpengaruh secara
signifikan terhadap praktik perataan laba (income smoothing)
H3: proksi FCF (Free Cash Flow) berpengaruh secara signifikan terhadap
praktik perataan laba (income smoothing).
H4: agency cost (hutang, SGA dan FCF) secara simultan berpengaruh
secara signifikan terhadap praktik perataan laba (income smoothing)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan uraian masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka
penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif yaitu penelitian dengan
karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat antara dua variabel atau
lebih (Indriantoro dan Supomo, 2002:27). Data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data diskrit yaitu data yang berasal dari proses
perhitungan dan berupa bilangan bulat (Sulaiman, 2000:34). Data tersebut
diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal, Gedung Bursa Efek Indonesia
(BEI) menara 2, lantai 1, Jalan Jenderal Sudirman kav. 52-53, Jakarta, 12190
atau website www.idx.co.id
B. Metode Pengumpulan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah 42 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI sejak tahun 2006-2009. Sampel diambil dengan menggunakan
metode judgement sampling yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak
yang informasinya diperoleh dengan menggunakan kriteria tertentu
(Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Kriteria sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan pada periode
2006-2009.
2. Laporan keuangan yang berakhir 31 Desember setiap tahunnya dan telah
diaudit oleh akuntan independen.
3. Laporan keuangan menggunakan kurs mata uang rupiah.
4. Laporan keuangan tidak mengalami kerugian secara berturut-turut.
Berdasarkan kriteria pemilihan sampel di atas, diperoleh perusahaan
yang akan dijadikan sampel penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Seleksi Sampel
Keterangan Jumlah
Jumlah sampel awal 116
Pelanggaran kriteria 1
Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan pada periode
2006-2009.
71
Pelanggaran kriteria 2
Laporan keuangan yang berakhir 31 Desember setiap tahunnya dan
telah diaudit oleh akuntan independen
0
Pelanggaran kriteria 3
Laporan keuangan menggunakan kurs mata uang rupiah.
1
Pelanggaran kriteria 4
Laporan keuangan tidak mengalami kerugian secara berturut-turut.
2
Jumlah sampel 42
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai oleh penulis adalah penelitian
kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan mencari dan
mengumpulkan berbagai literatur seperti laporan keuangan, buku, artikel,
jurnal, skripsi, surat kabar dan data dari internet. Data yang diperoleh dari
penelitian kepustakaan ini dinamakan data sekunder (secondary data).
D. Metode Analisis Data
Pengujian dilakukan dengan bantuan komputer paket program SPSS Versi
15 sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode statistik inferensi yaitu berupa 1) pengujian univariate
seperti Binomial test, Mann Whitney U test, T test dan 2) Pengujian
Multivariate, berupa regresi logistik (logistic Regression). Model analisis ini
dipilih karena penelitian dirancang untuk meneliti pengaruh sejumlah variabel
bebas terhadap variabel terikat yang berupa variabel kategorik. Bentuk
pengujian yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (Ghozali, 2005:19).
2. Analisis Uji Statistik
a. Uji Univariate
Pengujian univariate dilakukan untuk menguji lebih lanjut secara
statistik apakah variabel independen agency cost yang diproksikan
dengan hutang, SGA dan FCF berbeda secara signifikan di antara
perusahaan yang melakukan praktik income smoothing dan yang tidak
melakukan praktik income smoothing. Dalam pengujian ini
menggunakan uji Independent Sample T Test apabila datanya
berdistribusi normal dan uji Mann Whitney U Test jika datanya tidak
berdistribusi normal. Data berdistribusi normal atau Ho diterima
ditunjukkan dengan nilai p-value (asym. Sig 2 tiled) yang nilainya >
0,05.
b. Uji Multivariate
Dalam pengujian multivariate yang menggunakan regresi logit tidak
memerlukan uji normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam
model, artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi
normal, linier, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap group
(Mudrajad Kuncoro) dalam Berryllian (2007:34). Model regresi logit
(logistic regression) dianggap tepat karena variabel dependennya
diukur secara nominal dan interval. Menurut Ashari dkk dalam
Berryllian (2007:34) model logit yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sbb :
Status = a + b1 (X1) + b2 (X2) + b3 (X3) + e Dimana :
Status = Status perusahaan sampel. 1 untuk perusahaan perata laba
dan 0 untuk perusahaan bukan perata laba.
X1 = hutang (debt)
X2 = SGA (Selling and General Administrative)
X3 = FCF (Free Cash Flow)
1) Pengujian Secara Serentak (simultan)
Pengujian secara serentak yaitu pengujian multivariate yang
dilakukan dengan menggunakan regresi logistik yang dilakukan
secara bersama-sama (serentak) untuk semua proksi agency cost.
Untuk pengujian ini tingkat signifikansi sebesar 0,05 atau 5%.
2) Pengujian Secara Terpisah (parsial)
Untuk lebih meyakinkan hasil yang diperoleh dari pengujian
multivariate secara serentak, maka dilakukan pengujian
multivariate secara terpisah dengan mengeluarkan satu atau lebih
proksi agency cost dari pengujian sebelumnya. Untuk pengujian
multivariate secara terpisah yang pertama, proksi agency cost yang
pertama kali dikeluarkan adalah proksi agency cost yang memiliki
nilai p yang paling besar. Pengujian secara terpisah selanjutnya
akan mengeluarkan proksi agency cost yang memiliki nilai p
dibawah nilai p yang telah dikeluarkan sebelumnya hingga pada
akhirnya pengujian hanya dilakukan terhadap proksi agency cost
yang memliki nilai p terkecil.
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
Pada bagian ini menguraikan definisi dari masing-masing variabel
yang akan digunakan beserta pengukurannya. Penjelasan dari masing-masing
variabel dalam penelitian ini antara lain:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen atau disebut juga variabel yang diduga sebagai
akibat (presumed effect variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan
atau dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo,
2002:63). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah income smoothing. Variabel ini diberi simbol IS. Income
smoothing dalam penelitian ini diukur dengan indeks Eckel (1981) yang
telah digunakan oleh peneliti sebelumnya dengan kriteria bahwa
perusahaan telah melakukan tindakan income smoothing bila:
di mana:
ΔS = perubahan penjualan dalam satu periode
ΔI = perubahan penghasilan bersih/laba dalam satu periode
CV = koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi dibagi
dengan nilai yang diharapkan
CV ΔS > CV ΔI
CV ΔS dan CV ΔI dapat dihitung sebagai berikut:
atau
di mana:
ΔX = perubahan laba (I) atau penjualan (S)
ΔX = rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S)
n = banyaknya tahun yang diamati
Ashari, dkk (1994) dalam Diefky Berrylian (2007:34)
mengemukakan alasan mengapa indeks Eckel yang digunakan dalam
penelitian ini dipilih sebagai petunjuk terjadi atau tidaknya praktik
income smoothing pada perusahaan. Adapun alasan yang dikemukakan
antara lain:
CV ΔSatau CV ΔI = variance Expected value
CV ΔSatau CV ΔI = ∑ ( ∆Χ -∆Χ)2 : ∆Χ
n- 1
√
√
a) Objektif dan bedasarkan pada statistik dengan pemisahan yang
jelas antara perusahaan yang melakukan praktik income
smoothing dan yang tidak melakukan praktik income smoothing.
b) Mengukur terjadinya praktik income smoothing tanpa
memaksakan prediksi pendapatan, pembuatan model yang
diharapkan, pengujian biaya atau pertimbangan yang subyektif.
c) Mengukur income smoothing dengan menjumlahkan pengaruh
dari beberapa variabel perata laba yanag potensial dan
menyelidiki pola perilaku income smoothing selama periode
waktu tertentu.
2. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel yang diduga sebagai sebab
(presumed caused variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan
atau memengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan Supomo,
2002:63). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah agency cost. Agency Cost merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemegang saham untuk mengawasi (monitoring)
seluruh tindakan dan keputusan yang diambil oleh manajer (agent).
Agency Cost diproksikan dengan rasio hutang, SGA (Selling and
General Administrative) dan FCF (Free Cash Flow). Penjelasan
selangkapnya adalah sebagai berikut:
a. Hutang (Debt)
Peningkatan hutang akan menurunkan skala konflik antara pihak
pemegang saham dan manajemen. Apabila perusahaan memerlukan
kredit, maka harus siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak
eksternal dan akan mengurangi konflik antara pemegang saham
dengan manajemen juga menurunkan kemungkinan adanya praktik
income smoothing. Proksi ini diberi simbol DEBT
.
Hutang DEBT =
Total aktiva
Rumus :
b. SGA (Selling and General Administrative)
SGA merupakan proksi dari operating expense (beban operasi).
Variabel ini mengukur agency cost berdasarkan selling and general
administrative, yaitu rasio beban operasi terhadap total penjualan.
Beban operasi merefleksikan diskresi manajerial dalam
membelanjakan sumber daya perusahaan. Semakin tinggi beban
diskresi manajerial maka semakin tinggi agency cost yang terjadi
(Putra dan Ratnadi) dalam Sinaga. (2009:47).
Rumus:
c.
Beban Operasi Selling and General Administrative =
Total Penjualan
c. FCF ( Free Cash Flow)
FCF adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan
kepada seluruh investor setelah perusahaan menempatkan seluruh
investasinya pada aktiva tetap, produk-produk baru dan modal kerja
yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan
(Brigham dan Houston, 2006:65).
Rumus:
Semakin kecil rasio FCF, semakin kecil laba perusahaan yang
digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan. Sesuai toeri keagenan,
apabila perusahaan mempunyai aliran arus kas bebas, manajer
perusahaan mendapat tekanan dari pemegang saham untuk
membagikannya dalam bentuk dividen. Hal ini dilakukan untuk
mencegah pihak manajemen menggunakan FCF untuk hal-hal yang
tidak sesuai dengan tujuan perusahaan dan cenderung merugikan para
pemegang saham. Oleh karena itu, pihak manajemen membagikan
FCF agar dapat menekan biaya agensi atau agency cost (Pradessya)
dalam Sinaga. (2009:47)..
NOPAT – investasi bersih pada modal operasi FCF =
Total aktiva
BAB 1V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan Indeks Eckel
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari 42 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2006-2009 yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya kemudian dilakukan perhitungan indeks
Eckel. Perhitungan indeks Eckel dimaksudkan untuk menemukan kategori
suatu perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak melakukan
praktik perataan laba. Perusahaan dikategorikan melakukan praktik perataan
laba jika memperoleh nilai indeks Eckel lebih besar dari satu (indeks Eckel >
1), sedangkan perusahaan dikategorikan tidak melakukan praktik perataan laba
jika nilai indeks Eckel kurang atau sama dengan satu (indeks Eckel ≤ 1).
Hasil perhitungan indeks Eckel untuk masing-masing perusahaan dapat
dilihat pada lampiran 1. Adapun kelompok perusahaan yang melakukan
praktik perataan laba dan yang tidak melakukan praktik perataan laba dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Daftar Perusahaan yang Melakukan Praktik Perataan Laba Dan yang Tidak Melakukan Praktik Perataan Laba
perusahaan yang tidak melakukan IS perusahaan yang melakukan IS
NO KODE NAMA PERUSAHAAN NO KODE NAMA PERUSAHAAN
1 AQUA Aqua Golden Mississippi 1 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
2 BATA Sepatu Bata Tbk 2 APLI Asia Plast Industries Tbk
3 BRAM Indo Kordsa Tbk 3 DLTA Delta Djakarta Tbk
4 BRNA Berlina Tbk 4 INDS Indospring Tbk