PEMODELAN INSTRUMEN MONETER SYARIAH DENGAN
METODE SYSTEM DYNAMICS
Disusun oleh:
Laras Aryanti
106084003635
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRACT
The purpose of this research is to make simulation modeling system dynamics in the money supply. In addition, this study also makes predictions ahead of several independent variables change, and to determine development policy analysis in the money supply by using system dynamics. This study uses time series data from January 2005 to December 2009. The analytical tool used is the system dynamics. The advantages of the system dynamics is on the end result can be to make policy analysis that can be applied in the real world. The simulation results of the money supply under normal conditions amounting to Rp 4584 trillion in December 2014,then increased to Rp 6062 trillion in December 2014. This is due to the policy that is a decrease in the rate of value Indonesia Sharia bank certificates and the value of the minimum statutory rate. Based on the analysis of policy scenarios for the development of the money supply, the government should set monetary targets the right to use Islamic monetary instrument.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat pemodelan system dynamics dalam simulasi jumlah uang beredar. Selain itu, penelitian ini juga membuat prediksi kedepan dari beberapa perubahan variabel independen, dan untuk menentukan analisis kebijakan pengembangan jumlah uang beredar dengan metode system dynamics. Penelitian ini menggunakan data time series dari Januari 2005 hingga Desember 2009. Alat analisis yang digunakan adalah system dynamics. Kelebihan dari system dynamics adalah pada hasil akhirnya dapat untuk membuat analisis kebijakan yang dapat diterapkan pada dunia nyata. Hasil simulasi nilai jumlah uang beredar dalam kondisi normal sebesar Rp 4.584 triliun pada Desember 2014, kemudian meningkat menjadi Rp 6.062 triliun pada Desember 2014. Hal ini disebabkan adanya kebijakan yang merupakan penurunan nilai laju sertifikat bank Indonesia syariah dan nilai laju giro wajib minimum. Berdasarkan analisis skenario kebijakan tersebut untuk pengembangan jumlah uang beredar, pemerintah harus menetapkan sasaran-sasaran moneter yang tepat dengan menggunakan instrumen moneter syariah.
Kata Kunci: Jumlah Uang Beredar, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Pasar Uang Antar Bank Syariah, dan Giro Wajib Minimum.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayahNya yang tak
terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“PEMODELAN INSTRUMEN MONETER SYARIAH DENGAN METODE
SYSTEM DYNAMICS”. Serta shalawat dan salam selalu dihaturkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa pedoman dan
petunjuk bagi umat manusia dari zaman yang gelap gulita hingga zaman yang
terang benderang. Juga kepada para keluarga dan sahabatnya yang telah berjuang
untuk mewariskan nilai Islam kepada kita semua.
Skripsi ini merupakan salah satu kebahagiaan terbesar bagi penulis.
Sebuah tugas yang menghantarkan penulis menjadi seorang sarjana. Satu tahap
perjalanan akademis yang penulis lakukan merupakan satu perjalanan kecil dari
bagian kehidupan yang begitu panjang dan berliku. Penulis menyadari skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna baik dari segi
materi maupun susunan bahasanya. Hal ini karena keterbatasan penulis baik dari
segi waktu, tenaga, maupun ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penulis sangat
membutuhkan saran dan masukan atas skripsi yang telah dibuat ini, dengan
harapan agar skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi semua pihak yang
Perjuangan ini senantiasa diiringi cahaya doa orang-orang yang tulus,
bimbingan dari orang-orang yang tak mengenal balasan, serta bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan ungkapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tuaku tercinta yang senantiasa dengan ketulusan dan keikhlasan hati
membesarkan, mendidik, menyayangi, dan memberikan dukungan serta doa
yang tidak putus-putusnya semenjak penulis dilahirkan hingga tumbuh
menjadi seorang wanita dewasa.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku pembantu dekan bidang akademik
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochammad Aziz, MM. selaku dosen pembimbing
I, juga sebagai dosen pengampu mata kuliah Moneter Syariah dan Pasar
Modal Syariah, serta sebagai penemu metodologi Islam Sinlammim (Symbol
of Everything) dan deret Islam yaitu 319913616 (Number of Everything). 5. Bapak Dr. Lukman, M.Si, selaku ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Utami Baroroh, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar
mengoreksi skripsi yang penulis ajukan, serta dukungan dalam memberi
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dan memberikan ilmunya kepada
penulis selama belajar dibangku kuliah.
8. Kakakku tercinta Lucky Sitaresmi, S.Psi, yang telah memberikan
pengalamannya, serta dukungan baik materil maupun spiritual.
9. Sahabat-sahabat G-syah seperjuanganku Lia, Yunita, Olit, Sari, Saras, Yeni,
Iwas, Yanti, Winda, Joy, dan Ovi yang selama ini menemani, mewarnai,
memberi semangat dan mendoakan penulis dengan suka dan duka.
10. Teman spesialku, Adi Mulyadi, yang selalu ada dihatiku, tempat aku
berkeluh-kesah, yang selalu ada dan tidak bosan-bosannya memberikan
semangat, dukungan, dan doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis disaat
penulis merasa jenuh dan suntuk. You know who you are, Kemulqu.
11. Teman-teman IESP angkatan 2006, terutama konsentrasi Ekonomi Islam
Andra, Dafi, Fadli, Bakar, Beny, Ipin, Endang, dan Wahyu. Serta konsentrasi
Ekonomi Pembangunan yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tanpa
mengurangi rasa persaudaraan penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf
apabila penulis melakukan kesalahan. Semoga sukses selalu.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, tanpa mengurangi
rasa hormat penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya dalam membantu
Akhirnya dengan keikhlasan dan ketulusan hati, penulis memanjatkan doa
untuk semua kebaikan yang yang telah mereka berikan kepada penulis, “Ya Allah,
limpahkanlah rahmat dan ampunan kepada mereka, kekayaan ilmu yang tiada
terhitung, rezeki yang berkah, dan keimanan yang sempurna, Amin.” Penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan menambah setitik
khazanah ilmu pengetahuan.
Jazakumullah Khoiron Katsiro.
Jakarta, 1 Januari 2011
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP i
ABSTRACT ii
ABSTRAK iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR GRAFIK xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
A. Konsep Dasar Ekonomi Islam ...13
1. Ekonomi Islam ...13
2. Ekonomi Moneter ...17
B. Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter ...20
1. Fungsi Kebijakan Moneter ...20
2. Tujuan Kebijakan Moneter ...21
C. Instrumen Moneter Syariah ...23
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ...24
b. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) ...27
c. Giro Wajib Minimum (GWM) ...27
D. Jumlah Uang Beredar ...28
F. Kerangka Pemikiran ...47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 51
A. Ruang Lingkup ...51
B. Metode Pengumpulan Data ...52
C. Metode Analisis ...52
1. Pemodelan ...53
2. Tahapan Pemodelan ...55
3. System Dynamics ...58
4. Uji Statistik ...63
a. Pengujian Absolute Error ...63
b. Pengujian Root Means Square Error (RMSE) ...64
D. Definisi Operasional Variabel ...66
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN 68
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...68
B. Penemuan dan Pembahasan ...73
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 89
A. Kesimpulan 89
B. Implikasi 90
DAFTAR PUSTAKA 91
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal.
1.1 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah Uang Beredar tahun
2001-2006 ...4
2.1 Perbedaan Instrumen Moneter Syariah dengan Konvensional ...20
2.2 Instrumen Kebijakan Moneter ...39
2.3 Penelitian Terdahulu ...44
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hal.
2.1 Diagram Kerangka Berpikir ...50
4.1 Model Mental Instrumen Moneter Syariah ...74
4.2 Model CLD Moneter Syariah ...75
DAFTAR GRAFIK
No. Keterangan Hal.
4.1 Skenario Kebijakan A pada saat Kondisi Normal ...82
4.2 Skenario Kebijakan B pada saat SBIS Tinggi dan GWM Rendah ...83
4.3 Skenario Kebijakan C pada saat SBIS Rendah dan GWM Tinggi ...84
4.4 Skenario Kebijakan D pada saat SBIS Tinggi dan GWM Tinggi ...85
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hal.
1. Data Aktual dan Grafik Instrumen Moneter Syariah ...95
2. Data Aktual dan Grafik Jumlah Uang Beredar (JUB) ...97
3. Simulasi Model JUB ...98
4. Stock Flow Instrumen Moneter Syariah ...99
5. Validasi AVE pada PUAS ...100
6. Validasi AVE pada GWM ...102
7. Validasi AVE pada JUB ...104
8. Validasi AME pada PUAS ...106
9. Validasi AME pada GWM ...108
10. Validasi AME pada JUB ...110
11. Validasi RMSE pada PUAS ...112
12. Validasi RMSE pada GWM ...114
13. Validasi RMSE pada JUB ...116
14. JUB pada Kondisi Normal ...118
15. JUB pada SBIS Tinggi GWM Rendah ...119
16. JUB pada SBIS Rendah GWM Tinggi ...120
17. JUB pada SBIS Tinggi dan GWM Tinggi ...121
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pada dasarnya berhubungan dengan setiap upaya
untuk mengatasi masalah keterbatasan sumber daya. Di negara-negara sedang
berkembang, keterbatasan sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber
dana untuk investasi dan keterbatasan devisa, di samping tentunya keterbatasan
sumber daya manusia yang berkualitas.
Dalam rangka mengatasi keterbatasan sumber daya tersebut, pilihan
kebijakan yang diambil pada umumnya berfokus kepada dua aspek, yaitu aspek
penciptaan iklim berusaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi
makro, dan aspek pengembangan infrastruktur perekonomian yang mendukung
kegiatan ekonomi.
Kebijakan moneter sebagai salah satu kebijakan ekonomi berperan penting
dalam suatu perekonomian. Peranan tersebut tercermin pada kemampuannya
mempengaruhi stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan
kerja dan keseimbangan neraca pembayaran. Oleh karena itu, seringkali hal-hal
ini menjadi sasaran akhir dari kebijakan moneter (Angandrowa Gulo, 2008).
Kestabilan ekonomi makro tercermin pada harga barang dan jasa yang
stabil serta nilai tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang
memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dengan kondisi
Upaya pemeliharaan kestabilan ekonomi makro berada dalam lingkup
tugas kebijakan ekonomi makro, yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan
kebijakan nilai tukar. Sementara itu, upaya pengembangan infrastruktur ekonomi
berada di dalam lingkup tugas kebijakan ekonomi mikro, seperti kebijakan di
bidang industri, perdagangan, pasar modal, perbankan, dan sektor keuangan
lainnya. Dua di antara berbagai kebijakan tersebut, yaitu kebijakan moneter dan
kebijakan di bidang perbankan, saat ini menjadi cakupan tugas Bank Indonesia.
Kebijakan moneter (monetary policy) memiliki peran yang sangat krusial dalam upaya pencapaian sasaran ekonomi makro. Pengambilan kebijakan moneter
yang tepat akan mampu mempengaruhi stabilitas harga, tingkat pertumbuhan
ekonomi, penciptaan dan perluasan kerja, dan keseimbangan neraca pembayaran.
Meskipun dalam pelaksanaannya sangat sulit mencapai semua sasaran tersebut
dalam waktu bersamaan. Bahkan, antara sasaran yang satu dengan sasaran yang
lainnya seringkali berbenturan.
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut
sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya
menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money)
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti
uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi
yang ditetapkan oleh pemerintah.
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar
uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan
cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank
Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan
prinsip syariah dengan menggunakan instrumen moneter syariah, yaitu Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), dan
Giro Wajib Minimum (GWM).
Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Kondisi
ekonomi sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri.
Untuk beberapa tahun ke depan, kegiatan ekonomi Indonesia diperkirakan akan
mengalami peningkatan, dengan asumsi kondisi politik dan keamanan stabil.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada kenaikan ekspor yang dewasa
ini mulai membaik kembali. Hal tersebut dapat memberikan prospek yang lebih
baik lagi terhadap pertumbuhan ekonomi jangka pendek.
Perkembangan perekonomian Indonesia akan dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah, khususnya kebijakan dibidang fiskal dan moneter, yaitu menyangkut
uang beredar. Dalam kenyataannya, kebijakan pemerintah dalam bidang fiskal dan
moneter juga tergantung pada kondisi perekonomian, di mana kebijakan fiskal
dan moneter berbeda pada saat kondisi sebelum krisis ekonomi terjadi dan
kebijakan setelah krisis ekonomi terjadi. Perkembangan pengeluaran pemerintah
dan jumlah uang beredar di Indonesia tahun 2001-2006 adalah sebagaimana
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah Uang Beredar tahun 2001-2006
(milyar rupiah) Pengeluaran Pemerintah (G)
Tahun Jumlah Uang Beredar (M)
Rutin Pembangunan
2001 190.092 125.664 844.053
2002 198.741 145.268 883.903
2003 208.584 162.008 955.092
2004 155.438 218.913 1.033.527
2005 117.817 279.952 1.203.215
2006 311.157 336.511 1.382.074
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, 2007.
Data tabel 1.1 menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah, maupun
jumlah uang beredar di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahun.
Dengan meningkatnya pengeluaran tersebut, diharapkan juga akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Karena tujuan pengeluaran pemerintah, baik rutin maupun
pembangunan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin
baik dan stabil sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemakmuran dan
dibidang fiskal dan moneter, baik pada kondisi sebelum maupun setelah
terjadinya krisis ekonomi, perlu dilakukan suatu penelitian bagaimana pengaruh
kebijakan pemerintah di bidang fiskal dan moneter terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah dibidang fiskal dan
moneter yang dianalisis adalah pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan)
dan jumlah uang beredar (Angandrowa Gulo, 2008).
Jumlah uang beredar merupakan bagian dari perencanaan moneter, dan
perencanaan moneter merupakan sistem dari ekonomi moneter konvensional
maupun syariah, sehingga jumlah uang beredar merupakan bagian dari
perencanaan moneter syariah. Untuk itu, makna dari jumlah uang beredar bisa
diterapkan di dalam pengembangan sistem ekonomi moneter syariah karena di
dalam ekonomi moneter saat ini yang berlaku di Indonesia, Bank Indonesia hanya
memberikan satu acuan yaitu berupa perencanaan moneter secara umum yang di
dalamnya terdapat kebijakan jumlah uang beredar, sehingga moneter syariah bisa
memanfaatkan kebijakan perencanaan moneter ini menjadi kebijakan jumlah uang
beredar yang syariah, yang berarti hampir sama dengan kebijakan ekonomi
perencanaan moneter konvensional. Untuk itu, makna jumlah uang beredar
dipenelitian ini merupakan jumlah uang beredar syariah, walaupun tidak
memisahkan antara nilai jumlah uang beredar konvensional dengan nilai jumlah
Instrumen kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif terkait langsung
dengan perubahan jumlah uang beredar (JUB) yang ada di masyarakat, bisa
berupa pengurangan maupun penambahan JUB.
Eksistensi dari uang dan kredit adalah suatu hal yang integral dan juga
merupakan aspek yang tidak dapat dihindarkan dari suatu masyarakat modern
yang kompleks. Pertanyaan-pertanyaan mengenai penawaran uang dan kredit
seperti berapa banyak, untuk siapa, dan kapan, memiliki beberapa implikasi yang
signifikan baik bagi sifat, kuantitas, maupun distribusi barang-barang dan
jasa-jasa yang diproduksi dan dikonsumsi. Tingkat ketergantungan akan uang
kemudian menjadi semakin tinggi yang berimplikasi pada peran kebijakan
moneter sebagai instrumen utama dalam mengendalikan perekonomian makro.
Mengingat dampaknya yang cepat diketahui dalam jangka waktu yang relatif
singkat, mengakibatkan banyak perekonomian begitu terikat pada kebijakan
moneter tanpa menghiraukan esensi dan tujuan dari perekonomian itu sendiri
dalam mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu banyak
kegagalan yang harus ditelan akibat kealpaan esensi dan tujuan perekonomian
tersebut, timbul upaya-upaya untuk kembali menonjolkan alternatif sistem
moneter dalam Islam yang memiliki komitmen pada nilai-nilai spiritual, keadilan
sosial ekonomi, dan persaudaraan.
Institusi keuangan dunia dalam dasawarsa terakhir sedang mengalami
perubahan yang sangat mendasar. Terjadi pertumbuhan sistem keuangan yang
tidak menentu yang mengarah pada situasi krisis finansial. Salah satu sebab krisis
selama ini menopang konsep institusi keuangan dalam meramalkan krisis yang
sedang melanda dunia. Kemudian perkembangan sistem keuangan konvensional
ini mencari model yang lebih komprehensif dan holistik. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan solusi yang lebih baik dalam menghadapi masalah perekonomian.
Salah satu jalan keluar dengan mengembangkan sistem keuangan yang lebih
menyeluruh dan sistemik yang juga dikenal dalam ekonomi Islam.
Ekonomi Islam pada hakikatnya adalah upaya untuk pengalokasian
sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan
petunjuk Allah SWT dalam rangka memperoleh ridho-Nya. Menurut ahli ekonomi
Islam, ada tiga karakteristik yang melekat pada ekonomi Islam, yaitu Inspirasi dan
petunjuknya diambil dari Al-Quran dan As-sunnah, perspektif dan pandangan
ekonominya mempertimbangkan peradaban Islam sebagai sumber, dan bertujuan
untuk menemukan dan menghidupkan kembali nilai-nilai, prioritas, dan etika
ekonomi komunitas muslim periode awal.
Paradigma ekonomi Islam tidak sama dengan ekonomi konvensional.
Paradigma kedua disiplin ilmu tersebut berbeda secara radikal. Paradigma Islam
bukanlah sekuler, bebas nilai, dan materialis, tetapi cenderung berlandaskan
sejumlah konsep yang mengakar ke dalam doktrin-doktrinnya. Ia memberikan
kepentingan utama pada nilai-nilai moral, persaudaraan manusia dan keadilan
sosial ekonomi, tidak seperti konsep Marxisme dan Kapitalisme yang tidak
menggantungkan diri kepada negara maupun pasar untuk merealisasikan visinya.
Paradigma Islam lebih mengarah kepada peran mengintegrasikan nilai-nilai dan
terealisasinya falah atau kesejahteraan untuk semua. Ini menekankan pentingnya perubahan sosial melalui perbaikan individu dan masyarakat tanpa menimbulkan
ketidakadilan dalam pasar dan negara. Al-Qur’an dan As-sunnah secara
bersama-sama telah menerangkan bahwa seluruh unsur paradigma Islam dengan
gamblangnya, sehingga sangat kecil kemungkinan adanya ambiguitas. Jika
terdapat perbedaan pendapat, itupun disebutkan dengan jelas.
Salah salah satu ajaran Islam yang penting untuk menegakkan keadilan
dan menghapuskan eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang
semua bentuk peningkatan kekayaan “secara tidak adil” (akl amwaalan-naas
bil-bathil). Al-Qur’an dan As-sunnah telah memberikan prinsip-prinsip yang dapat
diketahui atau dideduksi oleh kaum muslimin mengenai cara-cara memperoleh
kekayaan dan penghasilan “yang salah” atau “yang benar” dan “yang
diperbolehkan” atau “yang tidak diperbolehkan”. Suatu sumber utama keuntungan
yang tidak diperbolehkan dalam sistem nilai Islam adalah Riba. Larangan riba
muncul dalam Al-Qur’an, pertama (ar-Ruum: 39), kedua (an-Nisaa: 161), ketiga
(al-Imran: 130-132), kempat (al-Baqarah: 275-281). Rasulullah SAW juga
mengutuk, dengan menggunakan kata-kata yang sangat terang, bukan saja mereka
yang mengambil riba, tetapi juga mereka yang memberikan riba. Bahkan, beliau
menyamakan dosa orang yang mengambil riba dengan dosa orang yang
melakukan zina 36 kali atau setara dengan orang yang menzinahi ibunya sendiri.
Dewasa ini hampir seluruh negara-negara yang mayoritas masyarakatnya
muslim, memiliki lembaga keuangan dan bank-bank yang berdasarkan pada
yakni bank-bank Islam didirikan di sebagian besar negara-negara muslim, dan
perusahaan-perusahaan investasi dan holding companies yang beroperasi di negara-negara muslim tetapi juga beroperasi di negara-negara yang mayoritas
penduduknya bukan muslim. Dalam kasus tersebut, operasionalisasi bank-bank
Islam merupakan subjek dari regulasi khusus yang diterapkan pada semua bank.
Lembaga-lembaga tersebut bersaing dengan bank-bank konvensional untuk
menarik dana pihak ketiga tetapi tanpa menentukan tingkat suku bunga dan
menginvestasikan dana pihak ketiga kepada sektor-sektor usaha yang
menguntungkan dengan persyaratan di mana investasi tersebut tidak dipergunakan
kepada hal-hal yang sifatnya dilarang oleh syariah Islam.
Kajian dalam hal ini dapat dikelompokkan menjadi 3 unsur penting yang
selalu ada dalam ekonomi moneter, yaitu peran uang sebagai instrumen moneter
paling vital dalam sistem ekonomi Islam, kebijakan moneter yang berusaha
mengatur berbagai permasalahan dalam sistem ini agar konsep adil dapat
terwujud, dan terakhir adalah sistem perbankan yang berfungsi sebagai lembaga
intermediaries yang menerapkan konsep tanpa bunga.
Namun, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
sistem ekonomi moneter yang berbasis syariah akan lebih baik diterapkan jika
dibandingkan dengan ekonomi konvensional, dan juga dapat menjadi alternatif
sistem ekonomi yang lebih dapat mensejahterakan rakyat. Ekonomi Islam yang
sebenarnya sudah ada ribuan tahun yang lalu (sejak jaman Rasulullah) perlahan
instrumen moneter syariah dengan penambahan variabel yang berbeda dari
penelitian sebelumnya.
Motivasi dalam melakukan penelitian ini adalah untuk menguji bagaimana
pengaruh keefektivan dari instrumen moneter syariah berdasarkan data moneter
(keuangan) terhadap stabilitas nilai uang. Atas dasar penelitian di atas, serta teori
yang menyatakan uang dan kebijakan moneter sebagai instrumen moneter dalam
sistem ekonomi Islam, maka penelitian ini mengambil judul “PEMODELAN
INSTRUMEN MONETER SYARIAH DENGAN METODE SYSTEM
DYNAMICS.”
B. Rumusan Masalah
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan
ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut
dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan
output keseimbangan. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat
diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Dalam
sistem ekonomi Islam, uang merupakan instrumen moneter yang paling vital. Sifat
dan pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi merupakan bagian dari ilmu
ekonomi yang dipelajari dalam ilmu ekonomi moneter. Berdasarkan hal tersebut
diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana membuat pemodelan dengan metode System Dynamics pada
2. Bagaimana membuat prediksi ke depan dari beberapa perubahan variabel
independen?
3. Bagaimana membuat analisis kebijakan pengembangan Jumlah Uang
Beredar dengan metode System Dynamics?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka yang
menjadi tujuan penelitian adalah:
Membuat pemodelan System Dynamics dalam simulasi Jumlah
Uang beredar.
Membuat prediksi ke depan dari beberapa perubahan variabel
independen.
Menentukan analisis kebijakan pengembangan Jumlah Uang
Beredardengan metode System Dynamics.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
a. Manfaat Praktis
Bagi pihak ekonom, penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan dalam melakukan prediksi
kondisi moneter (keuangan), terutama yang berbasis
syariah.
Bagi pihak pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat
berwenang di dalamnya sebagai penetapan kebijakan
terutama menyangkut keuangan (moneter) dan kebijakan
lainnya.
b. Manfaat Teoritis
Bagi peneliti, penelitian ini dapat bermanfaat untuk
memperdalam dan mengaplikasikan teori yang telah
diperoleh, terutama dalam hal menganalisa sistem moneter
yang terus berkembang (terutama yang berbasis syariah).
Bagi peneliti lebih lanjut, penelitian ini juga diharapkan
sebagai sumber informasi dan referensi untuk
memungkinkan penelitian selanjutnya mengenai topik-topik
yang berkaitan, baik yang bersifat melanjutkan maupun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Ekonomi Islam
1. Ekonomi Islam
Islam sebagai konsep atau sistem hidup bersifat integratif dan
komprehensif (sempurna). Di mana Islam merupakan ajaran yang
mengatur kehidupan dalam ruang lingkup akidah, ibadah, dan semua
bentuk transaksi, khususnya pada hal yang berkaitan dengan masalah
aktivitas ekonomi. Dengan bersumber pada ayat-ayat Qur’an dan
Al-Hadist (Abu Bakr Jabir Al-Jabir, 2001)
Ilmu ekonomi Islam adalah teori atau hukum-hukum dasar yang
menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan
memasukkan unsur norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilahiah).
Oleh karena itu, ekonomi Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta
secara apa adanya, tetapi juga harus menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan, dan apa yang seharusnya dikesampingkan (dihindari). Adapun
tujuan ekonomi Islam itu adalah sebagai berikut:
Mencari kesenangan akhirat yang diridhai Allah SWT
dengan segala kapital yang diberikan-Nya kepada kita
Janganlah melalaikan perjuangan nasib di dunia, yaitu
mencari rezeki dan hak milik (memperjuangkan kebutuhan
hidup duniawi).
Berbuat baik kepada masyarakat, sebagaiman Allah SWT
memberikan kepada kita yang terbaik dan tak terkira
(menciptakan kesejahteraan sosial).
Janganlah mencari kebinasaan di muka bumi ini.
Untuk mencapai atau menjamin berfungsinya sistem moneter
secara baik, biasanya otoritas moneter harus melakukan pengawasan
pada keseluruhan sistem. Bukan hanya itu, otoritas moneter biasanya
mempercayai bahwa uang bukanlah suatu selubung yang sederhana.
Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi
sektor ekonomi riil. Jadi kebijakan moneter merupakan instrumen
penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi modern. Hal ini juga
benar (berlaku) dalam sistem ekonomi Islam, akan tetapi perbedaan
mendasarnya adalah terletak pada tujuan dan larangan bunga dalam
Islam. Tujuan-tujuan seperti halnya dengan alat kebijakan moneter juga
akan menjadi berbeda. Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem yang
didasarkan pada moral, sementara kapitalisme adalah sistem sekuler dan
Sistem berbasis emas menjamin kestabilan nilai tukar. Kesatuan keuangan
untuk semua negara dengan sistem emas atau uang kertas substitusi (uang kertas
yang mencerminkan kadar jumlah emas dan perak dalam bentuk uang atau
batangan, yang disimpan di tempat tertentu, yang memiliki nilai logam sama
dengan nilai nominal yang dimiliki oleh uang kertas tersebut, dan bisa ditukarkan
sesuai dengan permintaan) yang secara sempurna bisa dipertukarkan dengan emas
pada waktu yang sama. Karena itu, harga tukar antara uang suatu negara dan uang
negara menjadi stabil karena terikat dengan emas yang sama nilainya dan sudah
dikenal luas. Dinar Islam, misalnya adalah 4,25 gram emas; pound Inggris
dengan ketentuan undang-undangnya, yaitu 2 gram emas murni; frank Perancis
setara dengan 1 gram emas murni. Dengan demikian harga tukar atau kurs
menjadi stabil. Jadi kurs pertukarannya adalah dua dinar Islam dapat ditukar
dengan sembilan frank Perancis atau dengan 4,5 pound Inggris. Kurs pertukaran
ini akan tetap, karena hakikatnya adalah menukarkan emas dengan emas.
Menarik untuk diperhatikan bahwa selama mata uang dunia masih
disandarkan kepada emas, selama itu pula mata uang relatif stabil dan
kemungkinan krisis sangat kecil. Ancaman krisis hanya ada dari penyakit yang
lain, yaitu bunga. Tidak mengherankan karenanya jika dalam sejarah Islam tidak
pernah terjadi krisis semacam itu. Sebab, sejak zaman Nabi SAW sampai dengan
Dinasti Ustmaniyyah, yang jatuh pada tahun 1923, yang namanya uang adalah
Mata uang yang ada dalam sejarah Islam adalah emas dan perak. Uang
kertas yang ada sekarang bukanlah produk peradaban Islam, karena itu wajar bila
terjadi krisis dimana-mana. Uang kertas yang ada sekarang adalah legal tender,
yaitu janji pemerintah yang menganggap bahwa itu adalah uang. Jika suatu saat
hukum menyatakan ia bukan uang, maka yang tertinggal hanyalah tumpukan
kertas berwarna yang tidak bernilai apa-apa. Padahal uang adalah alat tukar yang
bisa menggantikan posisi barang bila suatu transaksi berhenti di tengah (uang
belum sempat ditukarkan lagi dengan barang lain). Jika orang sedang
memegangnya lalu datang pengumuman bahwa uang kertas berhenti sebagai alat
tukar dan digantikan oleh beras, misalnya, ia hanya memiliki kertas yang tidak
bernilai apa-apa. Selain itu, jika demikian itu dilakukan maka pemerintah
bertanggung jawab menyediakan beras sekian banyak untuk mengganti uang
tersebut.
a. Definisi Ekonomi Islam
Berikut ini merupakan definisi ekonomi dalam Islam yang
dikemukakan oleh beberapa ahli:
1). Muhammad Syauki al Fanjari, mendefinisikan bahwa
ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang mengendalikan
dan mengatur aktivitas ekonomi sesuai dengan
pokok-pokok Islam dan politik ekonminya. (Heri Sudarsono,
2002:3).
2). MM. Metwally, mendefinisikan bahwa ekonomi Islam
(yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang
mengikuti Al-Qur’an Hadist, Ijma’, dan Qiyas. (P3EI,
2008:3).
3). M. Akram Khan, mendefinisikan bahwa ekonomi Islam
adalah ilmu ekonmi yang bertujuan mempelajari
kesejahteraan manusia (falah/welfare) yang dicapai
dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas
dasar kerjasama dan partisipasi. (Ali Sakti, 2007:13).
4). M. N. Siddiqi, Ilmu ekonomi Islam adalah respon para
pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi
zaman mereka. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh
Al-Qur’an dan As-Sunah maupun akal dan pengalaman.
2. Ekonomi Moneter
Ekonomi moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang secara
khusus mempelajari sifat, fungsi, dan peranan serta pengaruh uang
terhadap aktivitas perekonomian sebuah negara.
Dengan ekonomi moneter, dapat diketahui secara mendalam
berbagai hal yang berkaitan dengan uang, seperti mekanisme
penciptaan uang, peranan uang, pasar uang, tingkat bunga, sistem dan
kebijakan moneter, dan hal penting lainnya. Ini sangat penting karena
uang memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan
fenomena dan kebijakan moneter serta dampaknya pada aktivitas
ekonomi masyarakat dan negara. Beberapa fenomena moneter tersebut
diantaranya adalah bertambahnya jumlah uang beredar, berubahnya
tingkat suku bunga, kredit macet, fluktuasi nilai tukar, dan sejenisnya
(Nopirin, 2006).
a. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam
mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai
dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi
kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output
keseimbangan.
Kebijakan moneter penting dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam mengendalikan jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar
memiliki keterkaitan langsung terhadap aktivitas perekonomian,
yaitu produksi (output) dan harga. Jumlah uang beredar yang berlebih akan mendorong kenaikan harga sehingga menekan daya
beli masyarakat, sedangkan jumlah uang beredar yang terbatas
akan menekan atau melesukan pertumbuhan ekonomi.
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran
sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek,
menengah, maupun panjang.
Angandrowa Gulo dalam tesisnya yang berjudul Analisis
Pengaruh Aspek Fiskal dan Moneter Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia (2008), menyebutkan bahwa kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy),
adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
edar.
Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy),
adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang
edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi-fungsi bank
sentralnya terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah
mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut:
a). Sertikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), yang
sekarang berganti nama menjadi Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS).
b). Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank Syariah
(SIMA), yang sekarang lebih dikenal dengan Pasar
c). Giro Wajib Minimum (GWM).
Achmad Tolihin dalam tesisnya yang berjudul
Implementasi Perbankan Islam: Pengaruh Sosio-Ekonomis dan
Peranannya dalam Pembangunan (2003), menyebutkan perbedaan
antara instrumen moneter konvensional dengan instrumen
moneter syariah, yang tergambar dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.1
Perbedaan Instrumen Moneter Konvensional dengan Instrumen Moneter Syariah
Bank Konvensional Bank Syariah
Instrumen Moneter 1. Sertifikat Bank Indonesia 1. Sertifikat Bank
(kontrol jumlah uang (SBI) Indonesia Syariah
beredar) (SBIS)
2. Surat Berharga Pasar 2. Pasar Uang Antar
Uang (SBPU) Bank syariah (PUAS)
Sumber: Achmad Tolihin, 2003.
B. Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter
1. Fungsi Kebijakan Moneter
Anwar Abbas (2009) menyebutkan bahwa kebijakan moneter
berfungsi untuk memacu pembangunan, yaitu melalui:
Mempengaruhi ongkos dan pengadaan kredit
Pengendalian inflasi
Fungsi utama sistem moneter adalah melengkapi kebutuhan
transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan ekonomi.
Fungsi ini harus menjamin bahwa pertumbuhan moneter adalah
memungkinkan dan tidak excessive dan deficien. Oleh karena itu, kita perlu melihat dan mengontrol sumber-sumber ekspansi moneter.
2. Tujuan Kebijakan Moneter
Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan arus
barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang
dan jasa yang tersedia.
Menjaga kestabilan harga, harga suatu barang merupakan
hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan
jumlah uang yang tersedia di pasar.
Meningkatkan kesempatan kerja, pada saat perekonomian
stabil, pengusaha akan mengadakan investasi untuk
menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya
investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga
memperluas kesempatan kerja masyarakat.
Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat, denagn
jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar
negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.
Menurut Umer Chapra (2000), bahwa tujuan dan fungsi yang
paling penting adalah: a. Kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan Full Employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, b. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan
kesejahteraan, c. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan
medium of exchange dapat dipergunakan sebagai bagian satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai
tukar yang stabil, d. Penagihan yang efektif dan semua jasa biasanya
diharapkan dari sistem perbankan.
Dari empat tujuan dan fungsi tersebut di atas, sepintas dapat
dinyatakan bahwa tujuan dan fungsi tersebut adalah yang ada dalam sistem
kapitalis. Akan tetapi kalau dikaji lebih dalam, walaupun kelihatannya ada
yang sama, namun sesungguhnya ada perbedaan dalam penekanan.
Perbedaan tersebut adalah terletak pada perbedaan komitmen kedua sistem
tersebut tentang nilai-nilai spiritual, keadilan sosio-ekonomi dan
persaudaraan manusia.
Di dalam Islam, tujuan yang hendak dicapai tidak dapat dipisahkan
dari ideologi dan keyakinan. Tujuan merupakan masukan yang penting
bagi sebagian hasil yang juristik. Tujuan membawa sanksi, dan sejauh
tujuan-tujuan tersebut didasarkan pada Al-Quran dan Sunnah, maka
menjadi keharusan, bukan persoalan tawar-menawar politik dan
Walaupun demikian, hal ini merupakan strategi yang penting untuk
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut dan di sini pula Islam memberikan
(membuat) kontribusi yang unik. Keunikan kontribusi Islam adalah
terletak pada keseluruhan tujuan dan fungsi di atas.
C. Instrumen Moneter Syariah
Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya
terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah mempunyai instrumen-instrumen
sebagai berikut:
1. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, yang sekarang diubah namanya
menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) juga dapat
digunakan oleh bank-bank syariah yang mempunyai kelebihan
likuiditas sebagai sarana penitipan dana jangka pendek.
2. Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank Syariah (SIMA), yang
sekarang lebih dikenal dengan Pasar Uang Antar Bank Syariah
(PUAS) adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank-bank
syariah yang kelebihan dana untuk mendapat keuntungan dan di lain
pihak sebagai sasaran penyediaan dana jangka pendek bagi bank-bank
syariah yang kekurangan dana.
3. Giro Wajib Minimum (GWM), biasanya dinamakan sebagai statutory
reserve requirement, yaitu simpanan minimum bank-bank umum dalam bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI
adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan
prinsip-prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking) serta juga mempunyai peran sebagai instrumen moneter yang berfungsi
mengendalikan jumlah uang beredar.
Menurut Adiwarman A. Karim (2006), instrumen moneter yang
diaplikasikan di Indonesia berdasarkan prinsip syariah terdapat tiga instrumen, di
antaranya Giro Wajib Minimum, Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank
Syariah yang sekarang diubah menjadi Pasar Uang Antar Bank Syariah, dan
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang sekarang diubah menjadi Sertifikat Bank
Indonesia Syariah.
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3
tahun 2004, Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank
Indonesia memiliki tugas antara lain menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter.
Dalam rangka mendukung tugas dalam menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan
pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dapat
dilakukan berdasarkan pinsip syariah. Untuk melaksanakan kegiatan OPT
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, Bank Indonesia berwenang
Bank Indonesia perlu menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah.
1. Pengertian
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga
berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
2. Ketentuan Umum SBIS
Dalam peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
a) Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank
Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 7 tahun
1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 10 tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah.
b) Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah:
Unit kerja di kantor pusat bank konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah
dan atau unit syariah; atau
Unit kerja di kantor cabang dari suatu bank konvenional
yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau
3. Tujuan penerbitan SBIS
SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen
operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
4. Akad dan Karakteristik SBIS
SBIS yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju’alah
yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dan juga SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Satuan unit sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)
b) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan
c) Diterbitkan tanpa warkat (scripless) d) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia
e) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder
5. Mekanisme Penerbitan
a) Bank Indonesia menerbitkan SBIS melalui mekanisme lelang.
b) Penerbitan SBIS menggunakan BI-SSSS.
c) Pihak yang dapat memiliki SBIS adalah BUS atau UUS.
d) BUS atau UUS dapat memiliki SBIS melalui pengajuan pembelian
SBIS secara langsung dan atau malalui perusahaan pialang pasar
b. Pasar Uang Antar bank Berdasarkan Prinsip Syariah, yang selanjutnya
disebut PUAS, adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar
peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah.
1. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS adalah rata-rata tertimbang tingkat
indikasi imbalan sertifikat investasi mudharabah antar bank yang
terjadi di PUAS, yang tercatat pada PIPU.
2. Piranti yang digunakan transaksi dalam PUAS adalah Sertifikat
Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (SIMA). Sertifikat ini
merupakan sertifikat yang digunakan sebagai sarana investasi bagi
bank yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan, dan di
pihak lain SIMA juga sebagai sarana bagi bank syariah yang
mengalami kekurangan dana untuk mendapatkan dana jangka pendek
dengan prinsip mudharabah. Di Indonesia masalah ini telah diatur oleh
Bank Indonesia dengan PBI No.2/8/PBI/2000. dan fatwa DSN Nomor:
38/DSNMUI/X.2002.
3. Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank, yang selanjutnya disebut
Sertifikat IMA, adalah sertifikat yang digunakan sebagai sarana untuk
mendapatkan dana dengan prinsip mudharabah.
c. Giro Wajib Minimum
1. Pengertian
Giro Wajib Minimum adalah kebijakan yang mewajibkan setiap bank
mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah presentasi
Minimum (statutory reserve), adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank
Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
presentase tertentu dari DPK.
Setiap bank wajib memelihara GWM dalam rupiah. Sedangkan Bank
Devisa selain wajib memenuhi ketentuan juga wajib memelihara
GWM dalam valuta asing. Kewajiban pemeliharaan GWM bagi setiap
bank merupakan salah satu cara pengendalian uang beredar dalam
rangka melaksanakan tugas Bank Indonesia untuk mencapai dan
memelihara stabilitas moneter.
GWM dalam rupiah wajib dipenuhi oleh setiap bank yang besarnya
ditetapkan sebesar 5% (lima perseratus) dari DPK dalam rupiah.
Sedangkan GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 3% (tiga
perseratus) dari DPK dalam valuta asing. Peresentase GWM dapat
disesuaikan dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan kondisi
perekonomian dan arah kebijakan Bank Indonesia.
D. Jumlah Uang Beredar
1. Pengertian Uang
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap
alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa
benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam
proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang
sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta
kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli
juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Pada awalnya di Indonesia, uang dalam hal ini uang kartal
diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak
dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah
untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank
sentral, Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berhak
menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan
hak oktroi.
a. Jenis Uang
1). Uang kartal
Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang
kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh
masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari.
Menurut Undang-undang Bank Sentral No. 13 tahun 1986 pasal 26
ayat 1, bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk
mengeluarkan uang logam dan uang kertas. Hak tunggal untuk
mengeluarkan uang yang dimiliki Bank Indonesia tersebut disebut
hak oktroi.
2). Uang Giral
Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan
praktis dan aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan
uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia. Menurut UU
No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral adalah
tagihan yang ada pada bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro atau telegrafic transfer. Uang giral bukan
merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh
menolak dibayar dengan uang giral.
3). Uang Kuasi
Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan
sebagai alat pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas
deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing milik
swasta domestik.
2. Pengertian Jumlah Uang Beredar
Sebagian ekonom klasik mendefinisikan uang beredar sebagai
uang kertas dan uang logam yang ada di tangan masyarakat (disebut juga
uang kartal atau currency) karena hanya uang inilah yang benar-benar merupakan daya beli yang langsung bisa digunakan atau dibelanjakan
serta mempengaruhi harga barang-barang. Bahkan kaum klasik
menyempitkan lagi tentang apa yang dianggap uang beredar yaitu hanya
uang kertas dan logam yang ada di tangan masyarakat, dan tidak termasuk
Dengan makin berkembangnya peranan bank dalam perekonomian,
maka pengertian uang beredar hanya sebagai uang kartal sudah makin
ditinggalkan. Hal ini dikarenakan semakin banyak masyarakat umum yang
menyimpan uang tunainya di bank dalam bentuk rekening koran dan giro
(uang giral atau demand deposits) demi keselamatan atau kemudahan transaksi. Karena masyarakat dengan mudah sewaktu-waktu mengambil
kembali rekening koran dan gironya untuk dibelanjakan, maka seharusnya
rekening koran dan giro memepunyai status yang sama dengan currency
sebagai uang beredar.
a. Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam Pengertian Sempit dan Luas
Dalam arti sempit (Narrow Money)
ket:
M1 = Uang dalam arti sempit
C = Uang kartal
DD = Demand deposit
Jumlah uang beredar merupakan seluruh uang kartal (uang tunai)
yang dipegang anggota masyarakat dan uang giral (demand deposit) yang dimiliki oleh perseorangan pada bank-bank umum. Uang giral dalam
pengertian ini hanya uang giral yang dapat dipergunakan untuk transaksi
secara langsung oleh pemiliknya, sehingga uang giral yang disimpan
dalam lemari besi bank umum dan bank sentral atau milik bank yang ada
M2 = M1 + TD + SD Dalam arti luas (Broad Money)
ket:
M2 = Uang dalam arti luas
M1 = Uang dalam arti sempit
SD = Saving deposit (saldo tabungan) TD = Time deposit (deposito berjangka)
Dalam pengertian luas ini, uang beredar selain uang kartal dan
giro yang dipegang masyarakat, juga termasuk deposito
berjangka dan tabungan masyarakat (uang kuasi), karena
tabungan dan deposito berjangka ini dapat diubah menjadi uang
tunai sama dengan uang kartal, bahkan pada perekonomian
yang semakin maju banyak transaksi yang dilakukan melalui
bank.
Penurunan M2 atau jumlah uang beredar dalam arti luas, dapat
disebabkan oleh menurunnya jumlah uang kuasi, selain itu perlambatan
pertumbuhan M2 bersumber dari beberapa faktor antara lain lambatnya
penciptaan uang akibat belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan,
berkembangnya alternatif penyimpangan dana lain dalam bentuk
reksadana yang menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih baik, dan
menurunnya kapitalisasi bunga seiring dengan terus menurunnya tingkat
peningkatan M2 adalah peningkatan M1 dan peningkatan uang kuasi,
peningkatan tersebut terutama disumbang oleh naiknya jumlah kredit yang
dikucurkan baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. (Reny
Maharani, 2005)
Jumlah uang beredar yang terlalu banyak ataupun terlalu sedikit
dapat mengakibatkan gangguan stabilitas moneter, hal ini disebabkan
dengan terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar dapat menyebabkan
kenaikan inflasi karena terjadinya kenaikan permintaan sehingga kondisi
moneter terganggu. Semakin stabilnya jumlah uang beredar, maka
semakin baik pula kondisi stabilitas moneter.
Mulia Nasution (2008) membagi instrumen kebijakan moneter menjadi
dua kategori, yaitu kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif dan kebijakan
moneter yang bersifat kualitatif.
Instrumen kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif terkait langsung
dengan perubahan jumlah uang beredar (JUB) yang ada di masyarakat, bisa
berupa pengurangan maupun penambahan JUB.
Instrumen kebijakan ini meliputi:
a. Mengubah tingkat diskonto (Discount Rate)
Salah satu cara yang dapat dilakukan bank sentral untuk
mempengaruhi JUB dan aktivitas perekonomian adalah melalui
tingkat suku bunga dan tingkat diskonto. Jika kegiatan ekonomi
sentral dapat meningkatkan aktivitas perekonomian dengan
menurunkan tingkat diskonto, biaya (tingkat bunga) yang
dibayarkan oleh bank umum atas pinjaman pada bank sentral
akan lebih murah, ini akan lebih memungkinkan bank umum
memberikan pinjaman lebih banyak pada sektor industri.
Sebaliknya, jika bank sentral ingin menurunkan tingkat aktivitas
perekonomian yang mulai memanas, maka tingkat diskonto
akan dinaikkan sehingga akan memberikan dampak kepada bank
umum yang akan menaikkan tingkat bunga pinjaman yang
diberikan. Tindakan ini akan mengakibatkan sector industri
enggan membuat pinjaman baru, juga sektor industri akan
mengembalikan pinjaman di masa lalu akibat naiknya suku
bunga. Hal ini akhirnya akan menurunkan jumlah uang beredar
dan sekaligus menurunkan aktivitas perekonomian.
Jadi, Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar (JUB) di
suatu negara, Bank Sentral dapat menggunakan instrumen
penetapan tingkat diskonto (discount rate) berupa penentuan besarnya tingkat bunga yang berlaku. Jika Bank Sentral
menghendaki untuk menambah JUB, maka dilakukan dengan
menurunkan tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga akan
menyebabkan masyarakat lebih menyukai untuk memegang
uang tunai atau pun berinvestasi di sektor riil yang diharapkan
Sedangkan apabila Bank Sentral menginginkan untuk
mengurangi JUB, maka dilakukan dengan menaikkan tingkat
suku bunga. Jika tingkat suku bunga meningkat maka
diharapkan masyarakat akan beramai-ramai untuk menabungkan
uangnya di bank karena menginginkan mendapatkan bunga yang
tinggi. Jika uang yang beredar banyak disetorkan ke perbankan
maka JUB akan turun.
b. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka ini dilaksanakan dengan melakukan
jual-beli surat-surat berharga. Tindakan menjual dan memjual-beli surat
berharga tergantung pada kondisi perekonomian yang terjadi
pada suatu Negara. Jika perekonomian dalam keadaan lesu,
bank sentral akan berupaya untuk menambah JUB dengan cara
membeli surat-surat berharga yang dimiliki bank-bank umum.
Dengan kondisi ini maka akan menambah likuiditas bank-bank
umum. Bank umum juga akan lebih banyak menyalurkan kredit
untuk sektor industri sehingga investasi meningkat, dan hal ini
akan kembali meningkatkan aktivitas perekonomian yang
sebelumnya mengalami kelesuan.
Bila perekonomian sedang mengamani pemanasan atau inflasi,
maka bank sentral akan berusaha untuk meningkatkan cadangan
umum akan berusaha menarik kredit untuk menigkatkan
cadangan dan akan menarik kredit yang diberikan.
Bank sentral juga dapat memaksa bank umum untuk membeli
surat-surat berharga (di Indonesia: SBI) guna mengurangi
jumlah uang beredar.
c. Penetapan Giro Wajib Minimum (Minimum Reserve
Reqiurement)
Penetapan besarnya giro wajib minimum akan mempengaruhi
jumlah cadangan bank umum di Bank Sentral dan lebih jauh
akan mempengaruhi juga terhadap JUB. Apabila Bank Sentral
berencana untuk menambah JUB, maka hal ini dilakukan
dengan menurunkan persentase giro wajib minimum. Penurunan
persentase giro wajib minimum akan meningkatkan kemampuan
bank umum dalam menciptakan uang, yang pada gilirannya
akan menyebabkan JUB meningkat juga. Sedangkan apabila
Bank Sentral berencana mengurangi JUB, maka dilakukan
dengan menaikkan besarnya giro wajib minimum. Jika
persentase giro wajib minimum naik, maka jumlah cadangan
bank umum di Bank Sentral juga akan naik sehingga akan
menurunkan kemampuan bank umum untuk menciptakan uang
Sedangkan instrumen kebijakan moneter yang bersifat kualitatif, meliputi:
a. Himbauan moral (Moral Suassion)
Bujukan moral dapat menjadi instrumen pengendalian moneter
oleh bank sentral untuk mencapai sasaran operasionalnya. Cara
kerja instrument ini pada dasarnya adalah bank sentral
memberikan himbauan kepada bank-bank, biasanya terutama
kepada bank-bank utama saja (leading banks), agar menjalankan himbauan atau permintaan bank sentral sesuai dengan kebijakan
moneter yang dijalankannya.
Biasanya dalam hal ini bank sentral akan menambah jumlah
uang beredar, bank-bank diminta untuk menurunkan tingkat
bunganya dan mulai menyalurkan kreditnya kepada sector riil.
Dengan himbauan tersebut bank-bank secara moral bersedia
mengikutinya dalam rangka mendorong kegiatan sector
produksi guna mencapai pertumbuhan ekonomi. Kesediaan
bank-bank besar menurunkan tingkat bunganya selanjutnya akan
diikuti oleh bank-bank kecil. Untuk menjamin berhasil dan
efektifnya penggunaan instrument ini, bank sentral haruslah
benar-benar berwibawa dan kredibel yang didukung kinerja
yang baik sebagai otoritas moneter.
Instrumen kebijakan moneter ini seringkali disebut dengan
instrumen kebijakan yang bersifat tidak langsung dalam
regulasi dan himbauan kepada sektor perbankan guna
mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter. Salah
satu contohnya adalah adanya himbauan dari pemerintah atau
Bank Sentral kepada bank-bank umum akan menyalurkan kredit
mikro kepada Usaha Kecil Menengah (UKM). Dengan adanya
penyaluran kredit dari perbankan kepada UKM maka akan
menyebabkan JUB yang ada di masyarakat meningkat.
b. Pengawasan kredit secara ketat
Pengendalian kredit secara selektif ini dapat mengurangi jumlah
uang beredar yang tidak produktif, maksudnya bank sentral
perlu mengawasi pemberian pinjaman untuk tujuan konsumtif.
Karena pertambahan uang yang bukan untuk menambah output
riil dalam perekonomian akan menciptakan inflasi. Dengan
pertambahan uang beredar tidak diikuti dengan pertambahan
jumlah produksi sektor industri. Jadi, agar jangan sampai
pertambahan uang yang tidak produktif ini akhirnya lebih
banyak diarahkan pada spekulasi.
Keterkaitan antara instrumen kebijakan moneter dengan perubahan jumlah
uang beredar (JUB), baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat dilihat
Tabel 2.2
Instrumen Kebijakan Moneter
Instrumen Policy Result
Tingkat Diskonto
(Reserve Requirement)
RR ↑
RR ↓
JUB ↓
JUB ↑
Himbauan Moral (Moral
Suassion)
Himbauan kepada bank
umum
JUB↑/↓
Pengawasan Kredit Ketat Pengendalian kredit
secara selektif
JUB ↓
Sumber: Mulia Nasution, 2008.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian untuk mengetahui pengaruh dari kebijakan moneter terhadap
sistem ekonomi telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan menggunakan
variabel dependen dan variabel independen yang beragam. Namun hasil akhir dari
penelitan ini adalah pengaruh signifikan antara kedua variabel tersebut. Sutikno
(2007) dalam melakukan penelitian tentang dampak kebijakan moneter terhadap
performance makro ekonomi Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa inflasi merupakan cerminan konsistensi dan kredibilitas kebijakan otoritas
moneter. Hasil dari estimasi VAR menunjukkan bahwa inflasi mampu dijelaskan
riil, pertumbuhan nilai tukar riil, fluktuasi suku bunga SBI, dan output gap. Respon variabel inflasi terhadap kejutan inflasi itu sendiri mengindikasikan
adanya proses otoregresif dalam variabel inflasi. Hasil estimasi VAR juga
menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat atau kausalitas antara inflasi dengan
output gap.
M. Natsir (2008), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Empiris
Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur
Ekspektasi Inflasi.” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa respon
variabel-variabel pada jalur ekspektasi inflasi terhadap shock instrumen kebijakan moneter (rSBI) dan variabel lainnya relatif tidak kuat, hal ini terlihat dari kemampuan
variabel utama jalur ini yaitu ekspektasi inflasi (eINF) dan kurs yang tidak mampu
menjelaskan secara signifikan variasi sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi).
Variabel kurs hanya mampu menjelaskan variasi inflasi sebesar 33,88% dan
variabel ekspektasi inflasi hanya mampu menjelaskan variasi inflasi sebesar
15,03%. Artinya, Granger causality dan predictive power antara ekspektasi inflasi dan kurs (nilai tukar) dengan inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter
relatif lemah.
T. Rifqy Thantawi (2008), melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Kebijakan Bonus SWBI dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Tingkat Imbalan
PUAB Berdasarkan Prinsip Syariah.” Tingkat indikasi bonus SWBI, penetapan
maksimum suku bunga penjaminan suku bunga simpanan, dan penetapan
maksimum suku bunga penjaminan suku bunga PUAB sebagai variabel bebas dan
menggunakan analisis faktor dan regresi untuk analisis matematisnya dan
diperoleh hasil bahwa tingkat indikasi bonus SWBI dan penentuan tingkat suku bunga PUAB
mempengaruhi secara signifikan dan positif terhadap tingkat pengembalian indikasi PUAS.
Khomaidi Hambali (2004), yang melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Sebagai Instrumen Kebijakan
Moneter”. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi permintaan SWBI. Variabel bebasnya yaitu bonus SWBI, bunga
SBI, lelang SWBI bulan sebelumnya, bonus PUAS dan variabel tidak bebasnya
yaitu jumlah permintaan SWBI. Penelitian ini menggunakan metode analisis
Ordinary Least Squared dengan hasil menunjukkan bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagai otoritas moneter Bank Indonesia telah menggunakan SWBI
untuk menangulangi kelebihan likuiditas pada perbankan syariah. Faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah permintaan SWBI yaitu bonus SWBI, lelang SWBI
bulan lalu, bunga sertifikat Bank Indonesia, dan bonus PUAS. Faktor utama
penentu jumlah permintaan SWBI adalah tingkat suku bunga, faktor penentu
selanjutnya adalah tingkat bonus SWBI yang lebih berpengaruh terhadap jumlah
permintaan SWBI jika dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya.
Aris Hariyono (2009) melakukan penelitian mengenai kausalitas jumlah
uang beredar terhadap inflasi di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa Bank Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan
inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi
penawaran (musim kemarau panjang, bencana alam, distribusi tidak lancar, dan