KADUGEDE KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2011
SKRIPSI
Disusun Oleh : RIAN HENDRIAN NIM 107101001435
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 21 September 2011
RIAN HENDRIAN, NIM : 107101001435
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas Kadugede Tahun 2011.
(xii+ 97 halaman, 24 tabel, 3 bagan)
ABSTRAKSI
Prevalensi anemia di puskesmas Kadugede dari tahun 2008-2010 mengalami peningkatan, pada tahun 2010 prevalensinya sebesar 36,41%. Jumlah tersebut melebihi dari batas indikator masalah anemia yang ditetapkan Kementerian Kesehatan yaitu 20%. Penanggulangan anemia yang dilakukan yaitu dengan cara pemberian tablet besi untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil. Namun, berdasarkan hasil studi pendahuluan sebagian besar ibu hamil di Puskesmas Kadugede memiliki perilaku kurang baik dalam mengkonsumsi tablet besi.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional, instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai pengetahuan, pendidikan, sikap, motivasi, paparan informasi, peran petugas kesehatan, dukungan keluarga dan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi. Sedangkan lembar observasi untuk mengkoreksi mengenai perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi dengan melihat secara langsung sisa bungkus/tablet besi yang masih ada.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 51,1% ibu hamil di Puskesmas Kadugede memiliki perilaku kurang baik mengkonsumsi tablet besi. Selain itu, diperoleh bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang tablet besi dan anemia, motivasi ibu serta peran petugas kesehatan berhubungan dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi. Dari ketiga variabel tersebut yang berhubungan, variabel tingkat pengetahuan yang paling dominan berhubungan dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi. Saran yang diajukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil maka upaya promosi kesehatan kepada ibu hamil mengenai anemia dan tablet besi perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan motivasi ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, maka sebaiknya petugas kesehatan terus memberikan dorongan dan saran kepada ibu hamil agar mengkonsumsi tablet besi dengan baik. Peran petugas kesehatan perlu ditingkatkan misalnya petugas kesehatan memberikan informasi tentang anemia dan tablet besi ketika memberikan tablet besi kepada ibu hamil. Untuk peneliti lain disarankan mengikutsertakan variabel-variabel lain yang diduga berhubungan dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi yang tidak diteliti pada penelitian ini.
v
1.3 Pertanyaan Penelitian………. 7
1.4 Tujuan………..…..…... 8
1.4.1 Tujuan Umum………... 8
vi
2.1.1 Pengertian Zat Besi………. 2.1.2 Sumber Zat Besi………. 2.1.3 Manfaat Zat Besi…..………..……… 2.1.4 Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil…...……….
13 13 14 15
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Zat Besi…….. 15
2.2 Program Tablet Besi (Tablet Tambah Darah)…………/………… 18
2.2.1 Dosis dan Cara Pemberian….………... 2.2.2 Distribusi………..
2.3.1 Pengertian Perilaku……..……… 23
2.3.2 Perilaku Kesehatan………..………... 25
2.3.3 Determinan Perilaku Kesehatan ………….……….. 25 2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Hamil
vii
2.4.7 Dukungan Keluarga……….………. 2.5 Kerangka Teori………
36 37 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL dan
HIPOTESIS………. 38
3.1 Kerangka Konsep………... 38
3.2 Definisi Operasional………...……….. 3.3 Hipotesis………... 41 44 BAB IV METODOLOGI PENELTIAN……….………. 45
4.1 Desain Penelitian………. 45
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…….……….. 46
4.2.1 Lokasi Penelitian………... 46
4.2.2 Waktu Penelitian……..………... 46
4.3 Populasi dan Sampel.……….. 46
4.3.1 Populasi……….………... 46
4.3.2 Sampel……….. 46
4.4 Instrumen Penelitian……… 48
viii
BAB V HASIL………. 54
5.1 Analisis Univariat……….. 54
5.1.1 Gambaran Perilaku Mengkonsumsi Tablet Besi……… 54
5.1.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan……… 55
5.1.3 Gambaran Tingkat Pendidikan……….. 56
5.1.4 Gambaran Sikap………. 56
5.1.5 Gambaran Motivasi……… 57
5.1.6 Gambaran Paparan Informasi……… 57
5.1.7 Gambaran Peran Petugas Kesehatan………. 58
5.1.8 Gambaran Dukungan Keluarga………. 59
5.2 Analisis Bivariat……… 60
5.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Mengkonsumsi Tablet Besi……… 60
5.2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Mengkonsumsi Tablet Besi……… 61
5.2.3 Hubungan Sikap dengan Perilaku Mengkonsumsi Tablet Besi…... 62
5.2.4 Hubungan Motivasi dengan Perilaku Mengkonsumsi Tablet Besi... 64
ix
5.2.7 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Mengkonsumsi
Tablet Besi………. 67
5.3 Analisis Multivariat……… 69
5.3.1 Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Perilaku
Mengkonsumsi Tablet Besi………. 69
BAB VI PEMBAHASAN……… 76
6.1 Keterbatasan Penelitian……… 76 6.2 Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas
Kadugede……….. 77
6.3 Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Perilaku
Mengkonsumsi Tablet Besi……….. 78
6.4 Tingkat Pendidikan Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Perilaku
Mengkonsumsi Tablet Besi……….. 79
6.5 Sikap Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Perilaku Mengkonsumsi
Tablet Besi………. 81
6.6 Motivasi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Perilaku Mengkonsumsi
Tablet Besi………. 82
6.7 Paparan Informasi dan Hubungannya dengan Perilaku Mengkonsumsi
Tablet Besi………. 84
x
6.9 Dukungan Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku
Mengkonsumsi Tablet Besi……… 87
BAB VII SIMPULAN dan SARAN……….. 90
7.1 Simpulan……… 90
7.2 Saran………. 92
xi
Nomor Tabel Halaman
1.1 Prevalensi Anemia Ibu Hamil diwilayah Puskesmas
Kadugede tahun 2008-2010………. 2 2.1 Kandungan Zat Besi (Fe) Berbagai Bahan Makanan... 14 2.2 Angka Kecukupan Zat Besi………..….. 15
2.3 Kandungan Zat Besi pada Suplemen Zat Besi Ibu
Hamil………. 23
3.1 Definisi Operasional ………. 41
5.1 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Perilaku Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas Kadugede
Tahun 2011……… 54
5.2 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan di Puskesmas Kadugede Tahun 2011… 55 5.3 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Puskesmas Kadugede Tahun 2011…. 56 5.4 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Sikap di
Puskesmas Kadugede Tahun 2011………. 57 5.5 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Motivasi
xii
5.7 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Peran Petugas Kesehatan di Puskesmas Kadugede Tahun
2011……….. 59
5.8 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Dukungan Keluarga di Puskesmas Kadugede Tahun
2011………. 59
5.9 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas
Kadugede Tahun 2011……….. 60
5.10 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas
Kadugede Tahun 2011……….. 61
5.11 Hubungan Sikap dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas Kadugede
Tahun 2011……… 63
5.12 Hubungan Motivasi dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas Kadugede
xiii
Kadugede Tahun 2011……… 65
5.14 Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas
Kadugede Tahun 2011……….. 66
5.15 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas
Kadugede Tahun 2011……… 68
5.16 Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang Akan
Masuk Model Multivariat……… 69 5.17 Hasil Pemodelan Prediksi Perilaku Mengkonsumsi
Tablet Besi……….. 70
5.18 Hasil Uji Interaksi……….. 72 5.19 Model Prediksi Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi
xiv
Nomor Bagan Halaman
2.1 2.2 3.1
Jalur Distribusi Tablet Besi (Fe)... Kerangka Teori……….. Kerangka Konsep Penelitian………
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini anemia gizi masih merupakan masalah gizi utama yang di
derita oleh ibu hamil dan wanita pada umumnya (Depkes, 2008b). Menurut
Manuaba (1998) dalam Wipayani (2008) anemia pada kehamilan merupakan
masalah yang umum karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Anemia pada ibu hamil disebut ”Potensial danger of mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak).
Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat
besi, oleh karena itu disebut juga anemia gizi besi (Depkes, 1998). Hal ini juga
sesuai dengan hasil penelitian Sinatra (2009) yakni sekitar 90% penyebab anemia
adalah akibat kekurangan zat besi. Menurut Kementerian Kesehatan (2010)
indikator masalah anemia gizi adalah prevalensi anemia gizi > 20%.
Berdasarkan data Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003
prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 44%. Keadaan ini mengindikasikan
anemia gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes, 2008b).
dari pemeriksaan kadar Hb pada 278 ibu hamil yang menjadi responden didapatkan
68 orang (24,5%) mengalami anemia (Depkes, 2008a).
Prevalensi anemia di Kabupaten Kuningan tahun 2005 sebesar 87,5%
(Dinkes Kuningan, 2009). Menurut penelitian Santi (2006) di Kabupaten Kuningan,
dari hasil pemeriksaan kadar Hb pada 235 ibu hamil trimester II yang dilakukan
pada bulan Januari-Agustus tahun 2006, didapatkan 140 ibu hamil mempunyai
kadar Hb <11g/dl sehingga diketahui proporsi anemia pada ibu hamil trimester II di
Kabupaten Kuningan sebesar 59,57%. Pada tahun 2010, dari 37 puskesmas yang
berada di wilayah Kabupaten Kuningan, angka prevalensi anemia paling tinggi yaitu
di wilayah puskesmas Kadugede. Prevalensi anemia di wilayah puskesmas
Kadugede terlihat dalam tabel 1.1 :
Tabel 1.1
Prevalensi Anemia Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Kadugede Tahun 2008-2010
Tahun Prevalensi (%)
2008 17,29
2009 19,09
2010 36,41
Sumber : Laporan Gizi Dinkes Kab Kuningan tahun 2008-2010
Berdasarkan tabel 1.1 terlihat bahwa prevalensi anemia ibu hamil di wilayah
puskesmas Kadugede mengalami peningkatan, pada tahun 2010 yakni mencapai
36,41%. Jumlah tersebut melebihi dari batas indikator masalah anemia yang di
tetapkan Kementerian Kesehatan yaitu 20%.
Anemia berdampak buruk terhadap kesehatan ibu hamil maupun calon bayi.
risiko terjadinya keguguran, lahir sebelum waktunya, melahirkan bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), lahir mati dan kematian perinatal. Ibu hamil yang
menderita anemia dapat mengalami kegagalan jantung, yang dapat menimbulkan
kematian (Depkes, 2008b).
Menurut Soejoenoes (1983) dalam Amiruddin (2007) pada wanita hamil,
anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan, risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum (perdarahan
dalam kehamilan) dan postpartum (perdarahan pasca melahirkan) lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita
yang anemia tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Berdasarkan penelitian Susanto (2000) di Palembang, ditemukan adanya
hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR, dan peluang ibu
melahirkan BBLR pada penderita anemia adalah sebesar 2 kali dibandingkan ibu
yang tidak menderita anemia selama kehamilan. Selain itu, menurut WHO dalam
Amiruddin (2007) anemia merupakan salah satu penyebab kematian ibu.
Menurut Sedyaningsih (2009) berdasarkan perhitungan oleh Badan Pusat
Statistik, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2007 sebesar 248/100.000
Kelahiran Hidup, hal ini masih jauh dari target MDGs 2015 yaitu sebesar
102/100.000 Kelahiran Hidup. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan
(2009) di Kabupaten Kuningan kematian ibu maternal (hamil, bersalin & nifas) pada
Depkes (1999) 40% penyebab kematian ibu karena perdarahan dan diketahui bahwa
anemia menjadi faktor risiko terjadinya perdarahan tersebut.
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia merupakan masalah yang
menjadi prioritas di bidang kesehatan. Hal ini karena di samping menunjukkan
derajat kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan (Amiruddin, 2007). Oleh karena itu,
masalah kesehatan ibu perlu segera diatasi karena derajat kesehatan ibu sangat
menentukan kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang (Depkes,
1998).
Mengingat dampak anemia yang sangat berbahaya baik bagi ibu hamil
maupun bayi, maka diperlukan upaya-upaya untuk mencegah dan menanggulangi
masalah anemia tersebut (Depkes, 1999). Maka, penurunan prevalensi anemia sudah
menjadi kesepakatan nasional sehingga penanggulangan anemia gizi menjadi salah
satu program potensial untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Depkes,
1998).
Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini masih terfokus pada
pemberian tablet besi untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil, dengan cara
ibu hamil harus mendapat tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilannya
(Kemenkes, 2010). Suplementasi tablet besi merupakan salah satu upaya penting
dalam pencegahan dan penanggulangan anemia, karena jenis anemia terbanyak di
Selain itu, menurut WHO dalam Rochayati (2008) kebutuhan zat besi yang
besar (1000 mg) selama hamil tidak cukup apabila didapatkan dari makanan saja
sehingga harus dibantu dengan suplementasi tablet besi, kecuali ibu hamil telah
mempunyai cadangan zat besi yang cukup (sekitar 500 mg) dalam tubuhnya
sebelum hamil. Hal tersebut juga sangat jarang di jumpai bahkan di negara maju
sekalipun karena sebagian besar wanita memulai kehamilannya dengan cadangan
zat besi yang rendah dalam tubuhnya.
Suplementasi pemberian tablet besi dalam program penanggulangan anemia
gizi telah di kaji dan di uji secara ilmiah efektifitasnya apabila dilaksanakan sesuai
dengan dosis dan ketentuan. Namun, program pemberian tablet besi pada wanita
hamil yang menderita anemia kurang menunjukan hasil yang nyata hal ini
disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1). Kepatuhan minum tablet besi yang tidak
optimal; dan 2). Status besi wanita usia subur (WUS) sebelum hamil sangat rendah,
sehingga jumlah tablet besi yang di konsumsi tidak cukup untuk meningkatkan
Hemoglobin (Hb) dan simpanan besi. (Depkes, 2002). Menurut Gibney (2005) keberhasilan program tablet besi tergantung juga pada kepatuhan individual
terhadap pengobatan.
Berdasarkan hasil penelitan Mardiana (2004) di Kota Palembang, di dapat
adanya hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan, pengetahuan dan
dukungan keluarga dengan kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi.
Sedangkan hasil penelitian Rochayati (2008) di Kabupaten Tanggerang didapatkan
kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat suplemen zat besi, lupa, bosan, malas,
tidak menyukai obat. Hasil penelitian Wipayani (2008) di Desa Langensari
didapatkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan
kepatuhan ibu hamil dalam meminum tablet zat besi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada bulan Maret 2011 di wilayah
puskesmas Kadugede, dari 15 orang ibu hamil trimester II dan trimester III yang
diwawancarai didapatkan bahwa 8 orang (53,33%) tidak meminum tablet besi yang
diberikan oleh petugas kesehatan sampai habis. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet besi (Fe) di puskesmas Kadugede tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Prevalensi anemia di puskesmas Kadugede dari tahun 2008-2010 mengalami
peningkatan, pada tahun 2010 prevalensinya sebesar 36,41%. Jumlah tersebut
melebihi dari batas indikator masalah anemia yang ditetapkan Kementerian
Kesehatan yaitu 20%. Penanggulangan anemia yang dilakukan dengan cara
pemberian tablet besi untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil.
Berdasarkan studi pendahuluan tahun 2011, dari 15 orang ibu hamil
trimester II dan trimester III yang diwawancarai didapatkan bahwa 8 orang
(53,33%) tidak meminum tablet besi yang diberikan oleh petugas kesehatan sampai
habis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Besi (Fe) di
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi
(Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil terkait anemia & tablet
besi di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran tingkat pendidikan ibu hamil di Puskesmas Kadugede
tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran sikap ibu hamil di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
5. Bagaimana gambaran motivasi ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi di
Puskesmas Kadugede tahun 2011?
6. Bagaimana gambaran paparan informasi terkait anemia & tablet Fe pada ibu
hamil di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
7. Bagaimana gambaran peran petugas kesehatan terhadap perilaku ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
8. Bagaimana gambaran dukungan keluarga terhadap perilaku ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet besi di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
9. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil terkait anemia & tablet
besi dengan perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di
10.Bagaimana hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan perilaku ibu
hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun
2011?
11.Bagaimana hubungan sikap ibu hamil dengan perilaku ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
12.Bagaimana hubungan motivasi ibu hamil mengkonsumsi tablet besi dengan
perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi di Puskesmas Kadugede
tahun 2011?
13.Bagaimana hubungan paparan informasi terkait anemia & tablet Fe dengan
perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas
Kadugede tahun 2011?
14.Bagaimana hubungan peran petugas kesehatan dengan perilaku ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
15.Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan perilaku ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011?
16.Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku ibu hamil
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet
besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil terkait anemia &
tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran tingkat pendidikan ibu hamil di Puskesmas
Kadugede tahun 2011.
4. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil di Puskesmas Kadugede tahun
2011.
5. Diketahuinya gambaran motivasi ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet
besi di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
6. Diketahuinya gambaran paparan informasi terkait anemia & tablet besi
7. Diketahuinya gambaran peran petugas kesehatan terhadap perilaku ibu
hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede
tahun 2011.
8. Diketahuinya gambaran dukungan keluarga terhadap perilaku ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun
2011.
9. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil terkait anemia &
tablet Fe dengan perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi
(Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
10.Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan perilaku
ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede
tahun 2011.
11.Diketahuinya hubungan sikap ibu hamil dengan perilaku ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun
2011.
12.Diketahuinya hubungan motivasi ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet
besi dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi di Puskesmas
Kadugede tahun 2011?
13.Diketahuinya hubungan paparan informasi terkait anemia & tablet Fe
dengan perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di
14.Diketahuinya hubungan peran petugas kesehatan dengan perilaku ibu
hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede
tahun 2011.
15.Diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan perilaku ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun
2011.
16.Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede
tahun 2011.
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Puskesmas Kadugede
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk
meningkatkan perencanaan dan pelaksanaan program gizi di Puskesmas
Kadugede khususnya program pemberian tablet besi (Fe) dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas Kadugede.
1.5.2 Bagi Petugas Kesehatan Puskesmas Kadugede
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk petugas
kesehatan dalam pelaksanaan program pemberian tablet besi (Fe) dalam
rangka meningkatkan perilaku konsumsi tablet besi pada ibu hamil di wilayah
1.5.3 Bagi Peneliti
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi di puskesmas Kadugede tahun 2011.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe). Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juli tahun 2011 di puskesmas Kadugede. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil penyebaran kuesioner dan hasil dari observasi. Data sekunder berupa data kasus
anemia, cakupan program tablet besi, dan laporan tahunan puskesmas Kadugede.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan menggunakan desain studi
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zat Besi (Fe)
2.1.1 Pengertian Zat Besi
Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan oleh semua sistem biologi
didalam tubuh. Zat besi merupakan unsur esensial untuk sintesis hemoglobin,
sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen enzim-enzim
tertentu yang diperlukan untuk produksi adenosin trifosfat yang terlibat dalam
respirasi sel (Jordan, 2003).
Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia yaitu sebanyak 3-5 gram (Almatsier, 2006). Pada wanita dewasa
terdapat 35-50 mg per kg berat badan (Poedjiadi, 2005).
2.1.2 Sumber Zat Besi
Sumber besi yang paling baik adalah makanan hewani, seperti daging,
ayam, dan ikan. Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas zat besi
didalam makanan, atau dinamakan juga ketersediaan biologik (biovailability). Pada umumnya zat besi didalam daging, ayam, dan ikan mempunyai
ketersediaan biologik tinggi, zat besi didalam serealia dan kacang-kacangan
sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam
mempunyai ketersediaan biologik rendah (Almatsier, 2006).
Kandungan zat besi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.1
Kandungan Zat Besi (Fe) Berbagai Bahan Makanan Bahan Makanan Nilai Fe
(mg) Bahan Makanan
Nilai Fe (mg)
Tempe kacang kedelai murni 10,0 Telur ayam 2,7
Kacang kedelai, kering 8,0 Biskuit 2,7
Udang segar 8,0 Kangkung 2,5
Kacang hijau 6,7 Jagung kuning,pipil lama 2,4
Hati sapi 6,6 Kelapa tua,daging 2,0
Telur bebek 2,8 Beras setengah giling 1,2
Gula kelapa 2,8 Kentang 0,7
Daun katuk 2,7 Pisang ambon 0,5
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes dalam Almatsier, 2006
2.1.3 Manfaat Zat Besi
Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh, yaitu: sebagai
alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron
di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan
2.1.4 Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil
Kebutuhan wanita hamil akan zat besi meningkat (untuk pembentukan
plasenta dan sel darah merah) sebesar 200-300%. Perkiraan besaran zat besi yang
perlu ditimbun selama hamil ialah 1040 mg. Dari jumlah ini, 200 mg besi
tertahan oleh tubuh ketika melahirkan dan 840 mg sisanya hilang. Jumlah
sebanyak ini tidak mungkin tercukupi hanya melalui diet atau makanan. Oleh
karena itu, suplementasi zat besi perlu sekali diberlakukan, bahkan pada wanita
yang bergizi baik (Arisman, 2004).
Tabel 2.2
Angka Kecukupan Zat Besi Kelompok Umur
Wanita (th) 19-29 30-49 Trimester I Trimester II Trimester III
Zat Besi (mg) 26 26 + 0 + 9 + 13
Sumber : Kepmenkes RI No 1593 tahun 2005
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Zat Besi
Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor, protein hewani dan
vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium, dan
fitat dapat mengikat zat besi (Fe) sehingga mengurangi jumlah serapan (Arisman,
2004). Diperkirakan hanya 5-15% besi makanan diabsorpsi oleh orang dewasa
yang berada dalam status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi
dapat mencapai 50% (Almatsier, 2006).
Menurut Syafiq (2006) ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
Faktor peningkat absorpsi besi (Fe), yaitu :
a. Meat-fish-poultry (daging-ikan-unggas)
b. Vitamin C dapat membantu penyerapan besi non-heme dengan merubah
bentuk ferri menjadi ferro
c. Adanya asam sitrat dan asam laktat dari makanan serta asam HCl dari
lambung juga membantu absorpsi besi (Fe)
Sedangkan faktor penghambat absorpsi besi (Fe), yaitu:
a. Fitat (dalam serelia) mengikat besi
b. Asam oksalat (dalam sayuran) mengikat besi
c. Kalsium dalam dosis tinggi menghambat penyerapan besi, tetapi
mekanismenya belum diketahui pasti
d. Tanin (dalam teh dan kopi) dikonsumsi sebaiknya 1-2 jam setelah makan
agar tidak mengganggu penyerapan besi (Fe).
Sedangkan menurut Almatsier (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi
absorpsi besi dijelaskan sebagai berikut :
a. Bentuk besi
Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya.
Besi-hem, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang
non-hem. Besi non-hem terdapat didalam telur, serealia, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah-buahan.
Makan besi hem dan non-hem secara bersamaan dapat meningkatkan
penyerapan besi non-hem. Daging, ayam, dan ikan mengandung suatu faktor
yang terdiri dari asam amino yang mengikat besi dan membantu
penyerapannya.
b. Asam Organik
Asam organik seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-hem
dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero, karena bentuk fero lebih
mudah diserap oleh tubuh.
c. Asam Fitat dan Asam Oksalat
Asam fitat dan asam oksalat dapat menghambat penyerapan besi. Protein
kedelai menurunkan absorpsi besi karena disebabkan oleh nilai fitatnya yang
tinggi. Vitamin C dalam jumlah yang cukup dapat melawan sebagian
pengaruh faktor-faktor yang menghambat penyerapan besi.
d. Tanin
Tanin yang merupakan polifenol dan terdapat didalam teh, kopi, dan
beberapa jenis sayuran dan buah dapat menghambat absorpsi besi dengan
cara mengikatnya.
e. Kalsium dalam dosis tinggi menghambat penyerapan besi, tetapi
f. Tingkat keasaman lambung
Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi. Kekurangan asam
klorida didalam lambung atau penggunaan obat-obatan bersifat basa seperti
antasid menghalangi absorpsi besi.
g. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik didalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena
hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12.
h. Kebutuhan tubuh
Kebutuhan tubuh akan berpengaruh besar terhadap absorpsi besi. Bila tubuh
kekurangan besi atau kebutuhan tubuh meningkat pada masa pertumbuhan,
absorpsi besi non-hem dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi
hem dua kali.
Oleh karena itu, tablet besi (Fe) sebaiknya diminum bersamaan dengan
makanan yang dapat memperbanyak jumlah serapan, sementara makanan yang
mengikat besi (Fe) sebaiknya dihindarkan atau tidak dimakan dalam waktu
bersamaan (Arisman, 2004).
2.2 Program Tablet Besi (Tablet Tambah Darah)
Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini masih terfokus pada
pemberian tablet besi atau dikenal juga dengan sebutan tablet tambah darah
(Kemenkes, 2010). Tablet besi adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi
merupakan cara yang efektif karena kandungan besinya padat dan dilengkapi dengan
asam folat yang sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi anemia akibat
kekurangan asam folat (Depkes, 1999).
2.2.1 Dosis dan Cara Pemberian
Dosis pencegahan diberikan kepada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan
kadar Hb, ibu hamil sampai masa nifas meminum sehari 1 tablet (60 mg besi
elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa
kehamilannya sampai 42 hari setelah melahirkan. Sedangkan dosis pengobatan
diberikan pada sasaran yang anemia yaitu bila kadar Hb <11 gram%, maka
diberikan 3 tablet sehari selama 90 hari pada kehamilannya sampai 42 hari
setelah melahirkan. Bila belum ada perbaikan segera dirujuk untuk mendapatkan
pelayanan lebih lanjut. Diharapkan agar setiap ibu hamil yang datang ke
puskesmas diperiksa kadar Hb-nya (Depkes,1999).
Sebaiknya ibu hamil mulai minum tablet besi begitu mengetahui hamil
dan setiap hari satu tablet paling sedikit 90 tablet selama masa kehamilannya.
Lebih baik bila lebih dari 90 hari sampai melahirkan (Depkes,2002).
Pada beberapa orang, pemberian tablet besi dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, muntah, dan kadang-kadang terjadi
diare atau sulit buang air. Untuk mencegah timbulnya gejala tersebut, dianjurkan
agar tablet besi diminum dengan air putih setelah makan pada malam hari.
tidak membahayakan. Untuk penyerapan besi, tidak dianjurkan minum tablet besi
bersama-sama dengan susu, teh, kopi atau obat maag (Depkes, 1999).
Setiap tablet besi mengandung 200 mg sulfas ferosus (yang setara dengan
60 mg besi elemental) dan 0,25 mg asam folat. Besarnya kandungan besi ini telah
mendapatkan kesepakatan dari kalangan ahli (Depkes, 2002).
Walaupun kandungan zat besinya berbeda, tablet tambah darah atau tablet
besi tidak akan menyebabkan tekanan darah tinggi dan kebanyakan darah
(Depkes, 1999).
2.2.2 Distribusi
Distribusi yang dimaksud adalah pengiriman tablet besi dari tingkat pusat
sampai ke tempat-tempat sasaran pelayanan dimana tablet besi diberikan
langsung ke sasaran (Depkes, 1999). Alur distibusi tablet besi terlihat pada bagan
Bagan 2.1 Jalur Distribusi Tablet Besi (Fe)
Tenaga pelaksana distribusi tablet Fe, yaitu petugas puskesmas, bidan di
desa, kader, dukun bayi, dan tenaga lainnya (Depkes, 2008).
2.2.3 Pencatatan Pelaporan
Menurut Depkes (1999) pencatatan distribusi tablet besi pada beberapa
tingkat administrasi kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Posyandu
Pemberian tablet besi untuk ibu hamil sampai masa nifas yang dilakukan di
posyandu di catat dalam “Buku Bantu Ibu Hamil”. Pencatatan di posyandu
2. Desa
Pemberian tablet besi kepada kelompok sasaran dilakukan pula oleh bidan
di desa/Polindes (Pondok Bersalin Desa), petugas Pustu (Puskesmas
Pembantu) serta dicatat pada “Register Kohort Ibu”. Hasil rekapitulasi
dilaporkan ke puskesmas.
3. Puskesmas
Petugas/bidan/pelaksana KIA dan Gizi memberikan tablet besi kepada ibu
hamil sampai nifas di puskesmas serta dicatat pada “Register Kohort Ibu”.
Rekapitulasi dilakukan oleh bidan (pelaksana KIA) dan atau petugas gizi
puskesmas berdasarkan hasil dari posyandu dan desa serta ditambah dengan
hasil yang dilaksanakan oleh puskesmas sendiri dalam “Register Gizi”.
2.2.4 Monitoring Kepatuhan
Menurut Depkes (1999), monitoring kepatuhan konsumsi tablet besi
yaitu :
a. Terjadinya perubahan warna hitam pada tinja menunjukan bahwa sasaran
minum tablet besi, adanya Fe dalam tinja dapat diketahui juga dengan tes
Afifi.
b. Dengan membawa kemasan kembali kepada petugas, menunjukan berapa
jumlah tablet besi yang telah dikonsumsi oleh sasaran.
c. Supervisi dan monitoring berlaku untuk melihat apakah tablet besi
d. Dengan melihat perkembangan kesehatan kelompok sasaran, dapat
diketahui juga apakah sasaran mengkonsumsi tablet besi.
2.3 Perilaku
2.3.1 Pengertian Perilaku
Menurut Green (1980) dalam Rochayati (2008), “behavior is an action that has specific frequency, duration, and purpose whether conscious or unconscious.” Selain itu, menurut Green (2005), “behavior as a discrete act or series of acts.”
Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan
sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan
penahan (Maulana, 2009).
Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus
dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung
(Sunaryo, 2004). Menurut Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku
adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari.
Sedangkan menurut Skinner (1938) dalam Fitriani (2011) perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons.
Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respons terhadap
stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh
2.3.2 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik
yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Menurut Becker (1979) dalam Fitriani (2011), perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Perilaku hidup sehat
Merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang
untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit (illness behaviour)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
Perilaku ini meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan,
mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan
penyakit yang layak, mengetahui hak dan kewajiban orang sakit.
2.3.3 Determinan Perilaku Kesehatan
Determinan perilaku kesehatan merupakan faktor penentu perubahan
(2005) determinan perilaku kesehatan dikelompokan menjadi 3 faktor yang
berperan, yaitu:
a. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor-faktor yang mempermudah
perubahan perilaku yang didasari oleh pemikiran atau motivasi untuk
berperilaku. Faktor-faktor predisposisi antara lain pengetahuan,
kepercayaan, sikap, status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, suku, dan
pendidikan. Komunikasi langsung ke populasi atau sasaran dapat
memperkuat faktor predisposisi.
b. Faktor-Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memfasilitasi perilaku
atau tindakan. Kondisi ini meliputi ketersediaan dan kemudahan dari
sumber daya pelayanan kesehatan, seperti ketersediaan sarana dan
prasarana. Selain itu, faktor pemungkin juga meliputi kondisi dari
lingkungan tempat tinggal yang berperan sebagai fasilitator untuk
bertindak seperti ketersediaan transportasi untuk menuju tempat
pelayanan kesehatan.
c. Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat meliputi dukungan
dari petugas pelayanan kesehatan. Selain itu penghargaan, kenyamanan,
dan pengaruh tokoh termasuk ke dalam faktor penguat.
Perilaku seseorang tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan,
sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang yang bersangkutan.
Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas kesehatan
terhadap kesehatan juga akan mendukung terbentuknya perilaku (Notoatmodjo,
2007).
2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi (Fe)
2.4.1 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasarkan oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Fitriani, 2011). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behaviour). Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesisi)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Berdasarkan hasil penelitian Mardiana (2004), Muliyati (2007), Rochayati
(2008), Wipayani (2008) dan Sartika (2010) menunjukan bahwa ibu hamil yang
pengetahuan tentang anemia gizi dan zat besinya baik cenderung patuh dalam
mengkonsumsi tablet besi dibandingkan ibu hamil yang tingkat pengetahuannya
kurang.
2.4.2 Tingkat Pendidikan
Menurut Ihsan (2001) dalam Zurinal (2006) pendidikan sering dimaknai
sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaan, baik potensi-potensi jasmani maupun rohani sesuai dengan
nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan. Sedangkan menurut
Notoatmodjo (2005) pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran
kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Tingkat pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal yang telah
dicapai (Mardiana, 2004). Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi kesadaran
pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan pasien
dapat meningkatkan kepatuhan (Niven, 2002).
Hasil penelitian Mardiana (2004) menunjukan bahwa ada hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet
besi, kemudian ibu hamil yang berpendidikan tinggi cenderung untuk patuh
sebesar 6,608 kali dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah.
2.4.3 Sikap
Attitude as a tendency of mind or of relatively constant feeling toward a certain category of objects, persons, or situations (Mucchielli dalam Green, 2005). Menurut Setiawati (2008) sikap adalah respons tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat
dan emosi yang bersangkutan.
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku
(Newcomb dalam Fitriani, 2011). Sedangkan menurut Sarlito (1994) dalam
Luthfi (2009) sikap adalah kecenderungan untuk bertingkah laku.
Menurut Widayatun (2009) sikap adalah keadaan mental dan saraf dari
kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik
atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang
yang sangat penting dalam perilaku kesehatannya, yang kemudian diasumsikan
bahwa adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku seseorang.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) sikap terdiri dari 3
komponen pokok, yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek
Artinya, keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek
Artinya, penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut
terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak
Artinya, sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka.
Menurut Fitriani (2011) sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Skala pengukuran yang sering digunakan dalam penelitian sikap adalah
skala likert. Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang terhadap masalah yang ada. Pengukuran jika pernyataan
negatif maka penilaiannya yaitu sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3,
sangat tidak setuju = 4 (Hidayat, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Rochayati (2008) didapatkan bahwa
sebagian besar ibu hamil setuju terhadap program pemberian suplemen zat besi
atau suplemen tambah darah untuk ibu hamil dan setuju terhadap peraturan
mengkonsumsi satu tablet setiap hari. Menurut Sartika (2010) ada hubungan
antara sikap dengan keteraturan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi.
2.4.4 Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti mendorong/menggerakan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk
berperilaku/beraktifitas dalam pencapaian tujuan (Widayatun, 2009). Menurut
mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dorongan dan gerakan ini diwujudkan
dalam bentuk perilaku.
Menurut Munandar (2001) motivasi adalah suatu proses dimana
kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian
kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu. Selain itu, motivasi
dibedakan menjadi motivasi rendah dan motivasi tinggi.
Sedangkan menurut Elder (1998) dalam Notoatmodjo (2005) motivasi
merupakan interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat
meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku. Untuk berperilaku
sehat diperlukan juga motivasi. Hal ini diperkuat menurut Asnawi (2007) yakni
semakin tinggi motivasi seseorang, semakin tinggi intensitas perilakunya.
Pengukuran Motivasi
Tidak ada satupun teori yang mampu secara komprehensif dan memiliki relevansi yang kontinyu dan sustainibel dalam hal motivasi yang dapat dijadikan
alat ukur ilmiah yang pasti, yang paling mendekati obyektivitas dalam
pengukuran motivasi adalah ditempuh dengan jalan melihat ciri-ciri perilaku
yang bertujuan untuk terus termotivasi (Asnawi, 2007).
Ada beberapa ciri perilaku yang diambil dari pendapat Murray, Mc
Clelland, dan Klinger dalam Asnawi (2007) yang dapat dipakai sebagai rujukam
1. Apabila tujuan telah dekat, maka perilaku makin nyata, sehingga makin
mudah diramalkan
2. Perilaku bervariasi menurut kondisinya, terutama jika terjadi halangan atau
hambatan
3. Peningkatan pemantapan yang dapat dilihat dari performasi yang
menunjukan kecepatan, efisiensi yang meningkat atau peningkatan
performasi yang lain
4. Laporan dari individu yang termotivasikan, apakah menurut yang
bersangkutan yang menjadi motif perilakunya
5. Tanggapan emosional dalam menanggapi dan mencapai tujuannya
6. Sifat pilihan dan perhatian.
Dalam penerapannya, ada yang menggunakan ciri satu dan dua saja, ada
yang menggunakan ciri ketiga saja, atau hanya menggunakan satu saja (Asnawi,
2007). Berdasarkan penelitian Muliyati (2007) diperoleh bahwa ada hubungan
antara motivasi dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi
2.4.5 Paparan Informasi
Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan mempengaruhi perilaku seseorang (Kar dalam Notoatmodjo, 2007).
Semakin sering diberikan informasi akan terjadi perubahan perilaku yang
bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2007). Menurut penelitian Ley dan Spelman
dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman instruksi yang diberikan pada pasien.
Hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan
informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan
banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien.
Menurut Rochayati (2008) kurangnya keterpaparan ibu hamil terhadap
informasi terutama mengenai makanan yang baik dikonsumsi pada saat hamil,
anemia, dan suplemen zat besi dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan gizi
ibu hamil. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi kepatuhannya dalam
mengkonsumsi suplemen zat besi.
2.4.6 Peran Petugas Kesehatan
Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Petugas kesehatan dapat mempengaruhi
perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusiasnya terhadap tindakan
tertentu dari pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan yang
positif bagi pasien yang mampu beradaptasi dengan program pengobatannya
(Niven, 2002).
Selama ini yang dilakukan petugas kesehatan pada umumnya hanya
perintah untuk mengkonsumsi tablet tambah darah secara teratur tanpa adanya
penjelasan mengenai manfaatnya. Informasi tersebut perlu diberikan
sejelas-jelasnya untuk memberi dorongan kepada ibu hamil agar mau mengkonsumsi
Menurut Janis dan Rodin (1979) dalam Niven (2002) untuk
meningkatkan kepatuhan pasien bisa dengan menggunakan kekuatan petunjuk.
Kekuatan petunjuk dapat diartikan sebagai situasi dimana profesional kesehatan
berperan sebagai referensi bagi pasien.
2.4.7 Dukungan Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Balion dan
Maglaya dalam Nasrul,1998). Sedangkan menurut Depkes (1988) dalam Nasrul
(1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di
bawah satu atap dan dalam keadaan saling ketergantungan.
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga
menentukan tentang program kesehatan yang dapat mereka terima. Dukungan
dari keluarga merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan terhadap
program-program medis (Niven, 2002).
Menurut Mardiana (2004) dan Muliyati (2007) ada hubungan antara
Faktor Predisposisi:
-Keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan
Berdasarkan beberapa teori tersebut, maka kerangka teori faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi sebagai berikut:
Bagan 2.2 Kerangka Teori
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah disebutkan, terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Tetapi dalam penelitian ini,
peneliti hanya ingin meneliti beberapa faktor saja, sehingga dibuatlah
kerangka konsep mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe) dengan memilih variabel-variabel
tertentu. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel independen dan
variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku
ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe), sedangkan variabel independennya
adalah pengetahuan ibu, pendidikan ibu, sikap ibu, motivasi ibu, jumlah
tablet besi, paparan informasi mengenai anemia dan tablet besi, peran petugas
kesehatan, dan dukungan keluarga. Hubungan antar variabel dapat dilihat
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, tidak semua variabel
independen yang ada dalam kerangka teori dimasukan kedalam kerangka
konsep. Adapun variabel yang tidak diteliti antara lain :
1. Faktor predisposisi yakni kepercayaan dan nilai-nilai tidak diteliti oleh
peneliti karena variabel kepercayaan termasuk ke dalam komponen
pokok dari sikap sehingga tidak diteliti lagi karena variabel sikap sudah
ada dan karena keterbatasan penelitian , sedangkan variabel nilai-nilai
sulit untuk diukur dengan metode kuantitatif. Tingkat Pengetahuan Ibu
Paparan Informasi
Dukungan Keluarga
Perilaku Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi (Fe)
Tingkat Pendidikan Ibu
Sikap Ibu
Motivasi Ibu
Jumlah Tablet Besi
2. Faktor pemungkin yakni variabel keterjangkauan sumberdaya kesehatan,
prioritas dan komitmen masyarakat/pemerintah terhadap kesehatan, serta
variabel keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan tidak diteliti oleh
peneliti. Variabel keterjangkauan sumberdaya kesehatan tidak diteliti
karena di wilayah puskesmas Kadugede, keterjangkauan sumberdaya
kesehatan tidak menjadi masalah. Hal ini dikarenakan jika jarak tempat
tinggal ibu-ibu hamil yang ingin memeriksakan kehamilannya jauh dari
puskesmas, maka ibu-ibu hamil tersebut lebih memilih periksa kehamilan
ditempat praktek bidan yang dekat dengan tempat tinggal. Variabel
prioritas dan komitmen masyarakat/pemerintah terhadap kesehatan tidak
diteliti, karena keterbatasan penelitian. Kemudian variabel keterampilan
yang berkaitan dengan kesehatan tidak diteliti, karena untuk
mengkonsumsi tablet besi tidak dibutuhkan keterampilan yang berkaitan
dengan kesehatan.
3. Faktor penguat yakni teman sebaya, guru, dan majikan tidak diteliti oleh
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Perilaku ibu hamil
mengkonsum si tablet besi (Fe)
Aktifitas/kegiatan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet
besi sesuai dengan ibu hamil < 20 tablet Fe/bulan.
2. Baik, bila tablet besi yang dikonsumsi ibu
responden dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner mengenai anemia dan tablet besi.
Tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai ibu
Kuesioner Wawancara 1. Rendah, jika tamat < SMA.
2. Tinggi, jika tamat ≥ SMA.
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
4 Sikap ibu Respon seseorang terhadap stimulus dari luar yang dinyatakan dengan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju terhadap pernyataan yang berhubungan dengan tablet Fe dan anemia.
Kuesioner Wawancara 1. Negatif, jika total skor < median (10,00) 2. Positif, jika total skor ≥ median (10,00)
(Hidayat, 2001)
Ordinal
5 Motivasi Ibu Dorongan ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet besi (Modifikasi dari Widayatun, 2009)
Kuesioner Wawancara 1. Rendah, jika total skor < median (2,00) 2. Tinggi, jika total skor ≥ median (2,00)
Ordinal
6 Jumlah tablet besi
Jumlah tablet besi (Fe) yang diterima/didapatkan ibu
hamil dari petugas
kesehatan atau tempat lainnya (Depkes, 2002)
mengenai pernah atau
tidaknya mendapatkan
informasi tentang anemia dan tablet besi.
Kuesioner Wawancara 1. Kurang, jika responden menjawab tidak pernah mendapatkan informasi tentang anemia dan tablet besi atau hanya mendapatkan informasi salah satunya. 2. Baik, jika responden menjawab pernah
mendapatkan informasi tentang anemia dan tablet besi.
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala petugas kesehatan terhadap ibu hamil untuk minum tablet besi setiap hari serta
pemberian informasi
mengenai anemia & tablet besi oleh petugas kesehatan kepada ibu hamil (Depkes, 1999).
Kuesioner Wawancara 1. Kurang , jika responden menjawab petugas kesehatan tidak pernah memberi informasi dan tidak menganjurkan untuk minum tablet besi setiap hari atau hanya salah satunya.
2. Baik, jika responden menjawab petugas kesehatan pernah memberi informasi dan menganjurkan untuk minum tablet besi setiap hari
mengingatkan dari anggota keluarga terhadap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi setiap hari (Mardiana, 2004).
Kuesioner Wawancara 1. Tidak ada, apabila responden menjawab anggota keluarga tidak memberikan perhatian/mengingatkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet besi setiap hari.
2. Ada, apabila responden menjawab anggota
keluarga memberikan
perhatian/mengingatkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet besi setiap hari.
(Mardiana, 2004)
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang anemia & tablet besi
(Fe) dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas
Kadugede tahun 2011.
2. Ada hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan perilaku ibu hamil
mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
3. Ada hubungan antara sikap ibu hamil dengan perilaku ibu hamil
mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
4. Ada hubungan antara motivasi ibu hamil mengkonsumsi tablet besi dengan
perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede
tahun 2011.
5. Ada hubungan antara jumlah tablet besi yang didapatkan ibu hamil dengan
perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede
tahun 2011.
6. Ada hubungan antara paparan informasi terkait anemia & tablet besi (Fe)
dengan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas
Kadugede tahun 2011.
7. Ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan perilaku ibu hamil
mengkonsumsi tablet besi (Fe) di Puskesmas Kadugede tahun 2011.
8. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku ibu hamil
45 4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan.
Menurut Praktiknya (2003) penelitian cross sectional ialah penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
risiko dengan efek yang berupa status kesehatan tertentu dengan model pendekatan
point time. Artinya variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama.
Penelitian ini bersifat analitik karena akan melihat hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen.Variabel dependen yang diteliti adalah perilaku
ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe). Sedangkan variabel independen yang
diteliti adalah pengetahuan ibu, pendidikan ibu, sikap ibu, motivasi ibu, paparan
informasi mengenai anemia dan tablet besi, peran petugas kesehatan, dan dukungan
keluarga. Desain cross sectional berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu hamil dalam
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas Kadugede Kabupaten
Kuningan.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli tahun 2011.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat
dibedakan satu sama lain karena karakteristiknya (Supranto, 2008). Populasi
pada penelitian ini adalah ibu hamil yang tercatat di puskesmas Kadugede dan
minimal telah 1 bulan mendapatkan mendapatkan tablet besi. Jumlah populasi
berdasarkan laporan bulanan pada Maret 2011 adalah 251 ibu hamil.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel dari penelitian ini dipilih
dengan metode simple random sampling. Menurut Supranto (2008) Simple random sampling ialah sampling dimana pemilihan elemen populasi dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap elemen tersebut mempunyai kesempatan yang
Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda dua
proporsi (Ariawan, 1998).
[ z1-α/2 √2P (1-P) + z1-β√P1 (1-P1)+ P2 (1-P2) ]2
n =
(P1 - P2)2
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z1-α/2 = Derajat Kepercayaan 95% (1,96)
Z1-β = Kekuatan Uji 90% (1,28)
P = Proporsi rata-rata = (P1 + P2)/2 = (0,804 + 0,477)/2 = 0,641
P1 =Proporsi Kepatuhan Ibu Hamil yang mendapat dukungan keluarga(0,804)
P2 =Proporsi Kepatuhan Ibu Hamil yang tidak mendapat dukungan
keluarga(0,477)
(Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Mardiana, 2004)
[ 1,96 √2 (0,641) (1-0,641) + 1,28 √0,804 (1-0,804) + 0,477 (1-0,477) ]2 n =
(0,804 - 0,477)2
n = 44
Dari perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel sebanyak 44 sampel
kemudian dikalikan 2 sehingga menjadi 88 sampel. Untuk menjaga kemungkinan
5% sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 92 ibu hamil. Menurut
Thabane (2005) dalam Murti (2010) kemungkinan berkurangnya sampel perlu
diantisipasi, dengan cara memperbesar taksiran ukuran sampel agar presisi
penelitian tetap terjaga.
4.4 Insrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan lembar
observasi. Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai pengetahuan,
pendidikan, sikap, motivasi, paparan informasi, peran petugas kesehatan, dukungan
keluarga dan perilaku ibu hamil mengkonsumsi tablet besi. Sedangkan lembar
observasi untuk mengetahui jumlah tablet besi yang di konsumsi ibu hamil dengan
melihat secara langsung sisa bungkus/tablet besi yang masih ada.
Kuesioner dalam penelitian ini, menggunakan kuesioner penelitian Mardiana
(2004), kemudian ditambahkan pertanyaan terkait variabel-variabel yang tidak ada
dalam penelitian tersebut seperti sikap, motivasi, paparan informasi, dan peran
petugas kesehatan. Kuesioner yang akan digunakan terlebih dahulu diuji coba pada
15 ibu hamil diluar lokasi penelitian tetapi mempunyai karakteristik sama dengan
lokasi penelitian. Uji coba kuesioner dilakukan di desa Cibingbin kecamatan
Cibingbin. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah kalimat-kalimat didalam
kuesioner cukup dipahami oleh responden sehingga data yang didapatkan nantinya