• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU (Studi Kasus Perkara No. 70PID2014PT.TJK. di PT. Tanjng Karang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU (Studi Kasus Perkara No. 70PID2014PT.TJK. di PT. Tanjng Karang)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

di PT. Tanjng Karang)

Oleh

Arahmat Panca P.U.

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,

Kupersembahkan Karya Kecil kuini kepada :

Kedua Orang TuaTercinta, Bapak (M. Djuned)

Ibu (Mu’awanah),

Yang senantiasa berdoa, berkorban dan mendukungku, terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat

dan konsisten kepada cita-cita

kakak (Dr. Mailinda Eka Y. SH. LLM, Devi Y. Spd, Tri N. Spd, dan Meri K.SE.I) tercinta yang selalu mendampingi dan membantuku dalam segala hal, Tumbuh besar dalam suatu keluarga membuatku kuat dan mengerti akan arti

hidup sesungguhnya

Seluruh keluarga besar yang memotivasi dan memberikan doa untuk keberhasilanku

Almamater tercinta Universitas Lampung

(3)

rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudulANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU (Studi Kasus Perkara No.70/PID/2014/PT.TJK. di PT. Tanjng Karang)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari

berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S., sebagai Rektor Universitas

Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H., selaku PD 1 Fakultas Hukum Universitas

Lampung

4. Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

5. Bapak Eko Raharjo, S.H, M.H., sebagai Pembimbing I atas kesabaran dan

(4)

6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., sebagai Pembimbing II yang telah

bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

7. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., sebagai Pembahas I yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

8. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., sebagai Pembahas II yang telah memberikan

kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

9. Prof. Dr. M. Akib S.H,. M.Hum., Pembimbing Akademik atas bimbingan dan

pengarahan kepada penulis selama menjalankan masa studi di Fakultas

Hukum Universitas Lampung;

10. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;

11. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah M.

Djuned yang penulis banggakan dan Ibu Mu’awanah tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun

materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih

atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan

selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

12. Kakak-kakak ku, Mailinda Eka Y., Devi Yuliana, Tri Novita, dan Meri

Kartika atas semua dukungan moril, motivasi, kegembiraan, dan

semangatnya.

13. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum 2011: Akautsar Firdaus, Fungky

Agustiawan, Asep Eli Nudin, Asep Rian Bintang, M. Yusuf, Abi Zuliansyah,

Agus Hermawan, Aisyah Muda, Anisa Apriyani, Annisa Toriqi, Agus Sutejo,

Beri Hermawan, Arviando Josua serta teman-teman angkatan 2011 lainnya

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

14. Semua teman-teman Himpunan Mahasiswa Pidana angkatan 2011 :Fani

(5)

Semoga kita semua sukses;

15. Untuk teman sekaligus saudara seperjuangan Himpunan Mahasiwa Islam

Komisariat Hukum Unila, Imam Mukhlasin, Rendi Andika, Abung Pratama,

Beni Prawira, Maryanto, Agung, Rido, Mamad, Shintia Sardi, Rantika, Feri,

Prabu Natagama, Fima Agatha, Hindiana Sava H, serta seluruh kanda, adinda

kader-kader terbaik Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat HukumUnila

yang telah memberika dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini,

terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

16. Keluarga KKN, Desa Tanjung Qencono, Lampung Timur, Agus Hermwan,

Windu, Agus Pariyanto, Jamet, Ijal, Ara, Diasti, Ageta, Alamanda, Pak

Syamsul Arifin, Elisa, Ellen, Adit, terima kasih telah menjadi bagian dalam

suka dan duka selama 40 hari masa KKN.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu telah membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua doa, bantuan dan

dukungannya.

18. Almamater Tercinta.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah

diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat

kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan

tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan

ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Oktober 2015

Penulis,

(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilu adalah wahana untuk menentukan arah perjalanan bangsa sekaligus

menentukan siapa yang paling layak untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan

Negara tersebut.1Pemilu merupakan proses pemilihan pemimpin bangsa dan

merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Pemilu dilakukan dalam kurun waktu

lima tahun sekali dengan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

Pemilu diselenggarakan tidak hanya untuk memilih Presiden atau Wakil Presiden

sebagai pemimpin Lembaga Eksekutif, tetapi juga untuk memilih anggota

DPR,DPRD, dan DPD dan juga pemilihan terhadap Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah. Pemilu tersebut dilaksanakan dengan menjunjung tinggi semangat

demokrasi untuk menghasilkan pemimpin yang lebih baik, berkualitas, dan

mendapatkan legitimasi dari Rakyat Indonesia2.

Dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (1) menegaskan

bahwa Pemilihan Umum , selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Arbi

Sanit berpendapat bahwa pemilihan umum merupakan proses politik yang

1

Nur Hidayat Sardini, 2011,Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta hlm. 298

2

(7)

menggunakan hak politik sebagai bahan baku untuk ditransformasikan menjadi

kedaulatan negara, maka rakyat berpeluang untuk memperjuangkan nilai dan

kepentingannya dengan menggunakan hak politik dan hak lain yang tak

diserahkan sebagai kekuatan bargain (menawar) dalam menghadapi penguasa

atau pihak yang sedang berusaha menjadi penguasa.3

Dalam negara yang menerapkan demokrasi sebagai prinsip penyelenggaraan

pemerintahan, pemilihan umum merupakan media bagi rakyat untuk menyatakan

kedaulatannya. Secara ideal, pemilihan umum atau general election bertujuan

agar terselenggara perubahan kekuasaan pemerintahan secara teratur dan damai

sesuai dengan mekanisme yang dijamin oleh konstitusi.4 Dengan demikian, pemilihan umum menjadi prasyarat dalam kehidupan bernegara dan

bermasyarakat secara demokratis sehingga melalui pemilu sebenarnya rakyat

sebagai pemegang kedaulatan akanpertama, memperbaharui kontrak sosial;

kedua, memilih pemerintahan baru; ketiga menaruh harapan baru dengan adanya

pemerintahan baru. Maka dari itu pemilihan umum juga ada yang menyebut

sebagai alat untuk menyehatkan kehidupan yang demokratis. Dengan pemilihan

umum, rakyat dapat memilih secara langsung para wakilnya.5

Mengingat pentingnya pemilu dalam negara demokrasi, pengaturan tentang

pemilu sudah ada bahkan sejak awal berdirinya Indonesia. Ini menunjukkan

bahwa Pemilihan Umum merupakan suatu proses yang menjadi perhatian

3

Arbi Sanit, 1998,Reformasi Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Hlm 191.

4

Dede Mariana dan Caroline Paskarina, 2007,Demokrasi dan Politik Desentralisasi, Graha Ilmu, Bandung, Hlm. 5.

5

(8)

khususnya untuk mepertanggung jawabkan kedaulatan rakyat. Tentu saja yang

diharapkan adalah pemilu yang free dan fair. Untuk menjamin pemilihan umum yang free and fair yang sangat penting bagi negara demokrasi diperlukan

perlindungan bagi para pemilih, bagi setiap pihak yang mengikuti pemilu maupun

bagi rakyat umumnya dari segala ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan

berbagai praktik curang lainnya, yang akan mempengaruhi kemurnian hasil

pemilihan umum.6 Jika pemilihan dimenangkan melalui cara-cara curang (malpractices), sulit dikatakan bahwa para pemimpin atau legislator yang terpilih

di parlemen merupakan wakil-wakil rakyat.7

Kondisi ideal tersebut tampaknya tidak senantiasa berjalan mulus tanpa adanya

anomali atau fenomena-fenomena yang mencederai nilai-nilai idealistik dari

Pemilu tersebut, sejak awal sampai dengan pelaksanaan Pemilu terakhir pun

selalu terjadi pelanggaran terhadap norma-norma Pemilu. Sejumlah kecurangan

ditemukan dalam penyelenggaraan Pemilu baik pada Pemilu yang berskala

nasional maupun pada Pemilu yang berskala lokal8 sehingga mencederai proses demokrasi itu sendiri. Berikut data rekapitulasi pelanggaran pidana pada Pemilu

legislatif tahun 2014:

6

Topo Santoso, 2006,Tindak Pidana Pemilu, Sinar Grafika, Jakarta Hlm v.

7Ibid

. Hlm v.

8

(9)

Rekapitulasi Dugaan Pelanggaran Pemilu Dalam Setiap Tahapan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi Lampung

Tahun 20149

No. Tahapan Pemilu Jumlah

1. Masa Kampanye 8

2. Masa Tenang 1

3. Pemungutan dan Penghitungan Suara 51

Jumlah 60

Sumber : Data Laporan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Lampung Tahun 2014

Berdasarkan dari data laporan Badan Pengawas Pemilihan Umum Tahun 2014

tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat pelanggaran Pemilu masih cukup

tinggi. UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah sebenarnya telah dilakukan pengaturan mengenai ketentuan pelanggaran

administrasi pemilu maupun pelanggaran pidana Pemilu. Namun berdasarkan data

di atas pelanggaran Pemilu tetap terjadi.

9

(10)

Pengaturan tentang sanksi pidana di dalam UU Pemilu bertujuan untuk

melindungi kemurnian pemilihan umum yang sangat penting bagi demokrasi

itulah para pembuat undang-undang telah menjadikan sejumlah perbuatan curang

dalam pemilihan umum sebagai tindak pidana. Dengandemikian, UU tentang

pemilu di samping mengatur tentang bagaimana pemilu dilaksanakan juga

melarang sejumlah perbuatan yang dapat menghancurkan hakikat free and

fairelectionitu serta mengancam pelakunya dengan hukuman.10

Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu adalah sebagai cara

untuk mencapai Pemilu yang jujur, dan adil dilaksanakan dengan menggunakan

hukum pidana, berupa pidana penjara dan kurungan/denda.11 Penggunaan sanksi pidana sebagai instrumen penegakan hukum merupakan penerapan hukum pidana

dalam upaya menanggulangi kejahatan sebagai bagian dari politik hukum.

Kebijakan hukum pidana mengandung arti bagaimana merumuskan suatu

perundang-undangan yang baik.

International Institute for Democracy and Electoral Assistancemenyebutkan

bahwa kerangka hukum pemilu harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak

bermakna ganda, dapat dipahami dan terbuka, dan harus dapat menyoroti semua

unsur sistem pemilu yang diperlukan untuk memastikan pemilu yang

demokratis.12 Mestinya kriteria tersebutlah yang menjadi panduan bagi pembuat undang-undang di Indonesia dalam membuat aturan yang akan menjadi dasar

10

Topo Santoso, 2006,Tindak Pidana Pemilu,Loc.Cit

11

Aras Firdaus, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah

Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” Jurnal Ilmiah FH USU, 2013

12

(11)

hukum penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Undang-undang Pemilu telah mengalami kebijakan perubahan atau pembaharuan

undang-undang dalam rangka menyesuaikan dengan asas dan tujuan pembentukan

hukum.Hukum sebagaimana yang diungkapkan oleh Rosque Pound adalah a tool

of social engineering, bahkan hukum sebagai perwujudan regulasi pantas

mengalami pembaharuan berkali-kali. Hal demikian pula sehingga Muchtar

Kusumaatmadja dalam mazhab hukum mengemukakan pembahasan defenisi

hukum tidak hanya menyangkut aturan dan para institusi hukum melainkan juga

proses yang mengikat daya keberlakuannya sehingga diperlukan penyesuaian

hukum dengan “perilaku masyarakat” untuk menyesuaiakan dengan sikap reaktif

partsipan hukum ketika aturan tersebut hendak diterapkan.

Menurut Barda Nawawi Arief, bahwa penuangan kebijakan penanggulangan

kejahatan dengan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan, secara

garis besar meliputi:

a. Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan terlarang apa yang akan ditanggulangi karena dipandang membahayakan atau merugikan;

b. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap pelakuperbuatan terlarang itu (baik berupa pidana atau tindakan) dan sistem penerapannya;

c. Perencanaan dan kebijakan tentang prosedur atau mekanisme peradilan pidana dalam rangka proses penegakan hukum pidana).13

Dari uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa tindak pidana pemilu

dipandang sebagai sesuatu tindakan terlarang yang serius sifatnya dan harus

diselesaikan dalam waktu singkat, agar dapat tercapai tujuan mengadakan

13

(12)

ketentuan pidana untuk melindungi proses demokrasi melalui Pemilu. Masyarakat

menginginkan demokrasi yang menjamin pelaksanaan etika politik dan

subtansinya. Karena demokrasi sesungguhnya hanyalah alat, bukan tujuan. Jika

tujuan demokrasi tak bisa dicapai, maka pasti ada masalah dalam praktik

demokrasi. Tujuan-tujuan demokrasi adalah terwujudnya masyarakat yang

sejahtera dan keadilan hukum serta keadilan sosial. Dan sesuai juga dengan

amanat reformasi, bahwa penyelenggaraan Pemilu untuk kedepannya harus

dilakukan dan dilaksanakan secara lebih berkualitas.

Sebagai negara hukum di Indonesia, pengadilan adalah suatu badan atau lembaga

peradilan yang menjadi tumpuan harapan untuk mencari keadilan, oleh karena itu

jalan terbaik untuk mencegah dan memberantas kejahatan dalam negara hukum

adalah melalui badan peradilan tersebut. Sebagai salah satu dari pelaksana hukum

yaitu hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk menerima,memeriksa

serta memutus suatu perkara pidana oleh karena itu hakim dalam menangani suatu

perkara harus dapat berbuat adil, sebagai seorang hakim dalam memberikan

putusan kemungkinan dipengaruhi oleh hal yang ada pada dirinya dan sekitarnya

karena pengaruh dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan, nilai, norma dan

sebagainya sehingga dapat dimungkinkan adanya perbedaan cara pandang

sehingga mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan putusan14.

Menjatuhkan putusan, kecuali putusan sela adalah suatu proses mengakhiri

perkara/sengketa dengan menggunakan konsep-konsep mengadili, seorang hakim

14

(13)

diberikan kebebasan untuk menjatuhkan putusan sesuai dengan apa yang

diyakininya berdasarkan serangkaian proses pembuktian yang telah mendahului

sebelumnya, kebebasan tersebut dijamin oleh undang-undang sebagai

kewenangan yang bebas dan merdeka dari segala pengaruh apapun, baik dari

lingkup intervensi internal maupun eksternal.15

Pengimplementasian kewenangan yang bebas dan merdeka tersebut, hakim harus

berpegang teguh pada aturan-aturan yang berlaku, walaupun dalam menentukan

suatu kesimpulan hakim diberikan kebebasan yang luas, namun bukan berarti

bahwa kebebasan itu bisa digunakan tanpa batas, karena sesungguhnya

pembatasan itu hakim juga dibatasi oleh nilai-nilai keadilan yang ada dilubuk

hatinya, artinya seorang hakim tidak bisa lepas dari keyakinan dalam hati

nuraninya yang pada satu sisi merupakan bentuk kemerdekaan dalam berfikir dan

menentukan pendapat tapi disisi lain juga sebagai pembatas dari segala

kemunafikan dalam menjatuhkan putusan, karena sesungguhnya hati nurani selalu

akan tahu mana yang baik dan mana yang buruk.

Menurut dakwaan kasus Nomor 70/Pid./2014/PT TJK yang diajukan Jaksa

Penuntut Umum terhadap tindak pidana pemilu menyatakan terdakwa diduga

bersalah melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 309 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012

(Dakwaan Pertama Penuntut Umum) dan Pasal 312Undang- Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun (Dakwaan Kedua Penuntut Umum) serta pasal 287

15

(14)

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012.

Di dalam UU No 8 Tahun 2012 Pasal 309 sebagaimana dakwaan pertama

penuntut umum diatur sebagai berikut :

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seseorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu

tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi

berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda

paling banyak Rp. 48.000.000,00”.

Di dalam amar putusannya hakim menyatakan bahwa para terdakwa terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan penambahan suara Peserta Pemilu tertentu”. Hakim juga didalam putusannya menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan, dan denda sebesar

Rp 500.000,- serta juga menetapkan bahwa hukuman tersebut tidak usah dijalan

kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim karena para terpidana melakukan

perbuatan yang dapat di hukum, sebelum lewat masa percobaan selama 6 (enam)

bulan.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Putusan

(15)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

a) Mengapa hakim menjatuhkan putusan hukuman percobaan kepada

pelaku tindak pidana pemilu?

b) Apakah putusan tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan, rasa

keadilan, serta efek jera bagi para pelaku?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, agar tidak terjadi penyimpangan dalam

pembahasan, maka yang menjadi ruang lingkup skripsi ini dibatasi pada kajian

hukum pidana dan penelitian ini juga mengkaji UU No 8 Tahun 2012, serta

yurisprudensi dan teori-teori yang berhubungan dengan penegakan hukum pidana,

terutama pada penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilihan Umum calon

legislatif tahun 2014 di Provinsi Lampung Kabupaten Lampung Tulang Bawang

Barat. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. Ruang lingkup lokasi penelitian

terbatas pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Pengadilan Tinggi Tanjung

Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian skripsi

antara lain:

a) Untuk mengetahui dasar pemidanaan tindak pidana pemilu dalam perkara

pidana No. 70/Pid/2014/PT TJK

(16)

telah sesuai dengan tujuan pemidanaan, rasa keadilan serta efek jera bagi

para pelaku.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan

praktis :

a) Kegunaan teoritis

(1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sekedar sumbangan

pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pada umumnya,

perkembangan hukum pidana khususnya.

(2) Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh selama menjalani

kuliah serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut

mengenai upaya mengantisipasi terjadinya tindak pidana pemilu di

Indonesia.

b) Kegunaan Praktis

(1) Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam bidang hukum

sebagai bekal untuk masuk ke dalam instansi atau instansi penegak

hukum maupun untuk praktisi hukum yang senantiasa

memperjuangkan hukum di negeri ini agar dapat ditegakkan.

) Bagi peneliti, sebagai bahan latihan dalam penulisan karya ilmiah sekaligus

sebagai tambahan informasi mengenai pelaksanaan penegak hukum di lapangan

dan untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

(17)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoristis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi

dari hasil penelitian yang pada dasarnya bertujuan untuk menidentifikasi terhadap

dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti16

. Kerangka teori yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori pemidanaan dan tujuan

kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan.

A. Teori Pemidanaan

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun secara

umum dapat dikelompokkan didalam tiga golongan, yaitu:

1. Teori absolut atau teori pembalasanvergeldings theorien.

Dasar pijakan teori ini adalah pembalsan. Menurut dasar pembenar

dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Setiap

kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi

pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat yang timbul dari penjatuhan

pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik terhadap penjahat

maupun masyarakat menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk

mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu-satunya

penderitaan bagi penjahat. Tindakan pembalasan didalam penjatuhan

pidana mempunyai dua arah, yaitu:

a. Ditujukan pada penjahatnya, sudut subjektif dari pembalasan.

b. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendamm

16

(18)

dikalangan masyarakat, sudut objektif dari pembalasan.

2. Teori relative

Teori ini berpangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk

menegakkan tata tertib hukum dalam masyarakat. Untuk mencapai

tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga

macam sifat yaitu:

a. Bersifat menakut-nakutiafschrikking.

b. Bersifat memperbaikiverbetering/reclasering.

c. Bersifat membinasakanonschadelijk maken

.

3. Teori gabungan

Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas

pertahanan tata tertib masyaraka. Dengan kata lain dua alasan itu

menjadi dasar dari penjatuhan pidana teori gabungan ini dapat

dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu:

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan

Menurut Pompe, yang berpandangan bahwa pidana tiada lain

adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk

mempertahankan tata tertib hukum agar kepentingan umum

dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan pidana yang

bersifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat

bagi pertahanan tata tertib hukum masyarakat.

b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib

(19)

Menurut Simons, dasar primer pidana adalah pencegahan umum

dasar sekundernya adalah pencegahan khusus. Pidana terutama

ditujukan pada pencegahan umum yang terletak pada ancaman

pidananya dalam undang-undang. Apabila hal ini tidak cukup

kuat dan tidak efektif dalam hal pencegahan umum itu, maka

barulah diadakan pencegahan khusus yang terletak dalam hal

menakut-nakuti, memperbaiki, dan membuat tidak berdayanya

penjahat dalam hal ini perlu diingat bahwa pidana yang

dijatuhkan harus sesuai dengan hukum dari masyarakat17.

B. Tujuan Hukum, Kemanfaatan, Keadilan

Menurut Sudikno Mertokusumomenegakkan hukum ada tiga unsur yang harus

selalu diperhatikan yaitu:kepastian hukum menekankan agar hukum atau

peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum atau

peraturannya, kemanfaatan menekankan kepada kemanfaatan bagi masyarakat,

keadilan menekankan pengambilan putusan oleh majelis hakim dilakukan setelah

masing-masing hakim anggota majelis mengemukakan pendapat atau

pertimbangan serta keyakinan atas suatu perkara lalu dilakukan musyawarah atau

mufakat18 .

2. Kerangka Konseptual

Konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang

merupakan sekumpulan pengertian yang berkaitan dengan istilah yang ingin

17

Teori-Pemidanaan.https://apbisma.blogspot.com/2013/11/teori-pemidanaan.html?m=1 diakses pada tanggal 20 April 2015, pada pukul 15.30 Wib.

18

(20)

diteliti atau diketahui. Beberapa istilah yang memiiki arti luas dipersempit

sehingga dapat memfokuskan permasalahan. Sebaliknya, beberapa istilah

mengalami proses perluasan makna dengan tujuan mencari titik temu antara

konsep tertentu antara konsep dengan penerapannya dalam praktek. Demikian

pula dengan generalisasi esensi dari konsep-konsep tertentu yang memiliki

kesamaan-kesamaan pada intinya, dijadikan suatu pengertian khusus, yang akan

memudahkan menulusuri maksud penulis. Pengertian-pengertian khusus tersebut

antara lain:

1. Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana tertentu yang disebut dalam

ketentuan pidana dalam Peraturan Pemilu berupa perbuatan melawan hukum

atau perbuatan yang bertentangan dengan Peraturan Pemilu.

2. Tuajuan pemidanaan di dalam konsep KUHP telah menetapkan tujuan

pemidanaan pada pasal 54, yaitu :

1. Pemidanaan bertujuan

a. Mencegah dilakukannya yindak pidana dengan menegakan norma

hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan

sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat; dan

(21)

2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan

martabat manusia.19

3. Pidana dengan bersyarat adalah suatau symbol atau/ model penjatuhan

pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat

tertentu, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu

dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukannya tidak

dilanggar dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang

ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan

tujuan guna mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan

maka disajikan sistematika sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang meliputi latar belakang dari permasalahan, permasalahan

penelitian dan ruang lingkup permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian,

kerangka teoritis dan konseptual yang dipergunakan, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang menguraikan pengertian-pengertian umum dari pokok

bahasan yang memuat tinjauan mengenai pengertian pemilu, tindak pidana pemilu,

pengertian putusan hakim, pengertian kewajiban dan tanggung jawab hakim, teori

serta tujuan pemidanaan.

19

(22)

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas tentang metode yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, ketentuan

populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengelolaan data serta analisis

data yang diperoleh.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan bab ini juga

memberikan jawaban mengenai permasalahan yang penulis teliti yaitu apa yang

menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana percobaan

terhadap pelaku tindak pidana pemilu dan apakah putusan terhadap pelaku tindak

pidana pemilu tersebut telah sesuai dengan tujuan pemidanaan dan rasa keadilan

maupun pemberian efek jera bagi para pelaku..

V. PENUTUP

(23)

A. Pengertian Putusan Hakim

Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan merupakan

sesuatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak yang

berperkara guna menyelesaikan sengketa diantara mereka dengan

sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan hakim tersebut pihak-pihak yang bersengketa

mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka

hadapi.1

Putusan bukan saja akan mewakili nilai intelektual dan kearifan dari hakim yang

memutusnya, namun akan menjadi bagian dari sumber hukum yang mengandung

kaidah-kaidah konsumtif bagi perkembangan hukum yang akan datang. Putusan

bukan hanya media untuk menyatakan seseorang bersalah atau sebagai sarana

bagi seseorang untuk bisa mengambil kembali haknya yang dikuasai orang lain,

namun serta substansial putusan adalah kolaborasi dari olah pikir dan pendalaman

nurani yang dikemas dengan sentuhan-sentuhan teori dan pengetahuan hukum

sehingga sebuah putusan akan mengandung nilai-nilai akademik, logis dan

yuridis.

1

(24)

Seorang hakim setidaknya memiliki bentuk pertanggungjawaban dalam mengadili

suatu perkara yaitu: tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanggung

jawab pada bangsa dan negara, tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung

jawab kepada hukum, tanggung jawab kepada para pencari keadilan(yang

berpekara) dan tanggung jawab kepada masyarakat.Putusan harus dapat

menimbulkan efek yang postif bagi kehidupan masyarakat pada saat ini dan masa

yang akan datang. Putusan merupakan sumber hukum formil atau bisa disebut

yurisprudensi yang dikemudian hari dapat menjadi dasar dan alasan bagi para

hakim yang lain dalam memutuskan suatu perkara yang memiliki kemiripan sifat

maupun karakter perkaranya maupun kekuatan yurisprudensi itu tidak memikat

seacarapredentseperti pada sistem hukum dinegara-negaraanglo saxon.

Putusan pengadilan setelah diucapkan akan mengikat secara yuridis kepada para

pihak-pihak yang berperkara dan setiap orang yang disebutkan secara tegas dalam

isi putusan dengan tanpa mengurangi hak-hak bagi para pihak untuk mengajukan

upaya hukum kepada badan peradilan yang lebih tinggi jika iya merasa tidak puas

terhadap isi putusan yang dijatuhkan, sedangkan secara sosiologis putusan juga

mengikat setiap orang, baik secara langsung maupun secara tidak langsung,

karena pada hakikatnya dalam setiap putusan yang dijatuhkan tersirat kewajiban

bagi setiap orang untuk menghormati isi putusan itu sebagaimana setiap orang

diwajibkan untuk menghormati hukum yang berlaku.2

2

(25)

Setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde)

karena tidak dilakukan upaya hukum oleh para pihak atau upaya hukum biasa

yang tersedia telah semua digunakan, maka putusan menjadi dokumen negara

yang mengandung kekuatan eksekutorial. Title eksekutorial terletak pada irah-irah

yang tercantum dibagian kepala putusan yang berbunyi “ DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” . Setiap putusan yang

telah berkekuatan hukum tetap pelaksanaannya selalu dapat dipaksakan kepada

siapa saja penghukuman itu ditunjukkan bila perlu dengan bantuan alat negara.

Putusan pengadilan merupakan seluruh rangkaian proses pemeriksaan persidangan

sampai pada sikap hakim untuk mengakhiri perkara yang disidangkan. Putusan

pengadilan tidak dapat dipahami hanya membaca amar putusan, melainkan secara

keseluruhan. Semua yang terurai dalam putusan merupakan satu kesatuan dan

saling terkait serta tidak dapat dipisahkan. Formalitas putusan terdiri dari 4 bagian

Kepala putusan , identitas para pihak, pertimbangan ( considerans) dan amar.

Putusan pengadilan yaitu hasil akhir proses peradilan.3Asas kebebasan kehakiman

dalam kekuasaan kehakiman, tidak dapat diartikan sebagai kebebasan yang serasi

dengan falsafah Pancasila, UUD 1945 dan dalam memutus perkara selalu

mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Abdullah mengatakan

bahwa putusan pengadilan merupkan mahkota bagi hakim dan inti mahkotanya

terletak pada pertimbangan hukumnya, sedangkan bagi para pencarikeadilan

pertimbangan hukum yang baik akan menjadi mutiara yang berharga.

Pertimbangan hukum putusan merupakan bagian paling penting dalam sistematika

3

(26)

putusan karena itu akan mencerminkan bentuk tanggung jawab hakim kepada

hukum yang berlaku.

B. Pengertian Tindak Pidana Pemilu

Ketentuan mengenai Tindak Pidana Pemilu sebenarnya sudah dimuat dalam

beberapa peraturan perundang-undangan, baik dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana maupun dalam Peraturan Pemilu.Namun, dalam berbagai

undang-undang tersebut belum diatur secara khusus definisi dari Tindak Pidana

Pemilu.Bahkan, hingga saat ini tidak ada definisi yang tegas diberikan oleh suatu

aturan perundang-undangan. Karena itu untuk memberikan batasan tentang

definisi Tindak Pidana Pemilu, dalam tulisan ini definisi yang digunakan akan

mengacu pada ketentuan sebagaimana disebut dalam Pasal 252 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2008. Ketentuan tersebut secara garis besar menyatakan bahwa

Tindak Pidana Pemilu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu

yang diatur dalam Undang-Undang tersebut.4

Berdasarkan rumusan tersebut, diketahui bahwa tidak semua tindak pidana yang

terjadi pada masa Pemilu atau yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu

digolongkan sebagai Tindak Pidana Pemilu.Misalnya, pembunuhan yang

dilakukan oleh seorang Juru Kampanye Peserta Pemilu Tertentu terhadap Lawan

Politik pada masa kampanye, atau Seorang Calon Anggota DPR yang diduga

melakukan penipuan.Meskipun peristiwanya terjadi pada saat tahapan Pemilu

berlangsung atau berkaitan dengan kontestan Pemilu tertentu tetapi karena tidak

digolongkan sebagai Tindak Pidana Pemilu, perbuatan itu masuk dalam klasifikasi

4

(27)

tindak pidana umum.Begitu juga tindak pidana lainnya yang bisa jadi berkaitan

dengan Pemilu tetapi tidak diatur dalam Peraturan Pemilu. Misalnya

penyimpangan keuangan dalam pengadaan surat suara bukanlah Tindak Pidana

Pemilu, melainkan Tindak Pidana Korupsi.5

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana tertentu yang disebut dalam ketentuan

pidana dalam Peraturan Pemilu berupa perbuatan melawan hukum atau perbuatan

yang bertentangan dengan Peraturan Pemilu, meliputi tindakan atau kelalaian,

yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi yang

penyelesaiannya melalui pengadilan pada peradilan umum.6

C. Klasifikasi Tindak Pidana Pemilu

Secara umum, Tindak Pidana Pemilu yang diatur dalam Peraturan Pemilu

meliputi setiap perbuatan yang menghilangkan hak pilih orang lain, mengganggu

tahapan Pemilu, dan merusak integritas Pemilu, serta berbagai praktik curang

untuk memenangkan salah satu kandidat peserta Pemilu seperti politik uang,

kampanye hitam, dan sebagainya.

Pelanggaran Pemilu yang dikenal dalam Peraturan Pemilu terdiri dari dua jenis

yaitu pelanggaran pidana (Tindak Pidana Pemilu) dan pelanggaran administratif.

Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyebut dengan tegas tiga

jenis macam masalah hukum yang berkaitan dengan Pemilu yaitu: pelanggaran

administrasi Pemilu, pelanggaran pidana Pemilu, dan perselisihan hasil Pemilu.

5Ibid

6 Abdul Fickar Hadjar, “Perspektif Penegakkan Hukum Tindak Pidana Pemilu”, Jurna

(28)

Perselisihan hasil Pemilu diperiksa dan diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi

yang diatur secara tegas oleh Peraturan Pemilu.dalam hal ini, jika ditelaah lebih

jauh, perselisihan hasil Pemilu pada dasarnya merupakan ruang lingkup sengketa

administrasi atau dapat disebut dengan keberatan atas hasil Pemilu. Jadi,

keberatan hasil Pemilu bukanlah suatu pelanggaran Pemilu tetapi bentuk

ketidakpuasan dari pihak yang merasa dirugikan untuk meninjau ulang hasil

Pemilu yang telah diselenggarakan.

Berbeda dengan pendapat dari Topo Santoso yang menyatakan bahwa Sengketa

hukum dan Pelanggaran Pemilu dapat dibagi menjadi enam: (1) Pelanggaran

Pidana Pemilu (Tindak Pidana Pemilu); (2) Sengketa dalam Proses Pemilu; (3)

Pelanggaran Administrasi Pemilu; (4) Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara

Pemilu; (5) Perselisihan (sengketa) Hasil Pemilu; dan (6) Sengketa hukum

lainnya.7

Pendapat Topo Santoso tersebut didasari pada ketentuan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2008 yang hanya menyebut dengan tegas tiga macam masalah hukum

yaitu: pelanggaran administrasi Pemilu, pelanggaran pidana Pemilu, dan

perselisihan hasil Pemilu. Dua macam jenis masalah hukum lainnya, meskipun

tidak disebut secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tetapi

secara materi diatur, yaitu pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dan

sengketa dalam proses/tahapan Pemilu. Sementara sengketa hukum lainnya tidak

diatur diatur secara eksplisit baik nama maupun materinya, tetapi praktik

mengakui keberadaanya, yaitu masalah hukum lainnya.8

7

Topo Santoso, 2009,Penanganan Pelanggaran Pemilu,Kemitraan, Jakarta, Hlm. 3.

(29)

Ketentuan yang mengatur Tindak Pidana Pemilu, tidak saja ditemukan dalam

Peraturan Pemilu, tetapi juga tercantum dalam KUHP. Terdapat lima Pasal dalam

KUHP yang mengatur tentang tindak pidana yang berkaitan dengan

penyelenggaraan Pemilu. yaitu:

a) Merintangi orang menjalankan haknya dalam memilih (Pasal 148 KUHP)

b) Penyuapan (Pasal 149 KUHP)

c) Perbuatan Tipu Muslihat (Pasal 150 KUHP)

d) Mengaku sebagai orang lain (Pasal 151 KUHP)

e) Menggagalkan pemungutan suara yang telah dilakukan atau melakukan

f) tipu muslihat (Pasal 152 KUHP)

Dalam Rancangan KUHP juga terdapat pengaturan tentang Tindak Pidana Pemilu

yang diatur dalam BAB IV tentang tindak pidana terhadap ketertiban umum yang

terdiri dari 5 Pasal, yakni Pasal 278 sampai dengan Pasal 282. Kelima ketentuan

yang dicantumkan dalam Rancangan KUHP tersebut mengatur hal yang sama

sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara Tindak Pidana Pemilu yang

diatur oleh KUHP dengan Tindak Pidana Pemilu dalam Rancangan KUHP karena

perbedaan yang ada hanya mengenai jumlah denda yang diberikan saja.

B. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu

Acuan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dapat merujuk pada standar

minimal penyelenggaraan Pemilu yang ditetapkan oleh International Institute for

Democracy and Electoral Assistance(IDEA), yang terdiri dari:9

a) Penyusunan kerangka hukum Pemilu;

9

(30)

b) Pemilihan sistem Pemilu;

c) Penetapan daerah pemilihan;

d) Hak untuk memilih dan dipilih;

e) Badan penyelenggara Pemilu;

f) Pendaftaran pemilih dan daftar pemilih;

g) Akses kertas suara bagi partai politik dan kandidat;

h) Kampanye Pemilu yang demokratis;

i) Akses media dan kebebasan berekspresi;

j) Pembiayaan dan pengeluaran;

k) Pemungutan suara;

l) Penghitungan dan rekapitulasi suara;

m) Peranan wakil partai dan kandidat;

n) Pemantau Pemilu;

o) Kepatuhan terhadap hukum dan penegakkan Peraturan Pemilu.

Mengacu pada standar minimal penyelenggaraan Pemilu yang ditetapkan oleh

IDEA di atas, penegakkan hukum Pemilu merupakan implementasi dari ketentuan

point ke-15.10 Dengan kata lain, Penegakkan hukum Tindak Pidana Pemilu

merupakan salah satu indikator yang penting untuk menentukan demokratis

tidaknya penyelenggaraan Pemilu.

Penegakan hukum merupakan faktor pencegahan terhadap kecurangan dan

bertujuan untuk melindungi integritas Pemilu.11Secara teoritis, Penegakan hukum

10

Topo Santoso, 2009,Penanganan Pelanggaran Pemilu, Kemitraan,Jakarta, Hlm. 2.

11 Topo Santoso, “Penguatan Penegakkan Hukum Pemilu”, Makalah Disampaikan Pada

(31)

adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya

norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu-lintas atau

hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.12

Menurut Jimly Asshiddiqie13, penegakkan hukum (law enforcement) dalam arti

luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta

melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan

hukum yang dilakukan oleh subjek hukum. Bahkan, dalam pengertian yang lebih

luas lagi, kegiatan penegakkan hukum mencakup pula segala aktivitas yang

dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah normatif yang mengatur dan

mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan

bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana

mestinya. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu menyangkut kegiatan

penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan

perundang-undangan, khususnya, yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan

pidana yang melibatkan peran Aparat Kepolisian, Kejaksaan, Advokat atau

Pengacara, dan Badan-Badan Peradilan.

Tindak Pidana Pemilu harus diproses melalui Sistem Peradilan Pidana.14Sistem peradilan pidana yang digariskan oleh KUHAP merupakan sistem terpadu

(Integrated Criminal Justice System).15Sistem terpadu tersebut diletakkan di atas

12

Topo Santoso, 2009,Penanganan Pelanggaran Pemilu,Loc.Cit

13

Jimly Asshiddiqie, "Pembangunan Hukum dan Penegakkan Hukum di Indonesia ", Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari 2006.

14

Topo Santoso, “Penguatan Penegakkan Hukum Pemilu”, Makalah Disampaikan Pada

Konferensi Memperbarui Penegakkan Hukum Pemilu Di Indonesia dan Pengalaman Internasional Dalam Hal Penyelesaian Sengketa Pemilu, Jakarta, 6 Oktober 2011, Hlm. 5.

15

(32)

landasan prinsip diferensiasi fungsional di antara aparat penegak hukum sesuai

dengan tahap proses kewenangan yang diberikan undang-undang kepada

masing-masing. Berdasarkan kerangka landasan yang dimaksud aktivitas pelaksanaan

criminal justice system, merupakan fungsi gabungan (collection of function)

dari:16

a) Legislator

b) Polisi

c) Jaksa

d) Pengadilan

e) Penjara, serta badan peradilan yang berkaitan baik yang ada di lingkungan

pemerintahan atau di luarnya.

Tujuan pokok “gabungan fungsi” dalam kerangka criminal justice system adalah untuk menegakkan, melaksanakan (menjalankan), dan memutuskan hukumpidana.

Dengan demikian, kegiatan sistem peradilan pidana didukung dan dilaksanakan

empat fungsi utama, yaitu:17

a) Fungsi pembuatan Undang-Undang (Law Making Function). Fungsi ini

dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah atau badan lain berdasardelegated

legislation.

b) Fungsi Penegakkan Hukum (Law Enforcement Function). Tujuanobjektif

fungsi ini ditinjau dari pendekatan tata tertib sosial (socialorder):

1) Penegakkan hukum secara actual (the actual enforcement law)

meliputi tindakan:

(a) Penyelidikan-penyidikan (investigation)

16Ibid,

Hlm 90

(33)

(b) Penangkapan (arrest) penahanan (detention)

(c) Persidangan Pengadilan (Trial), dan

(d) Pemidanaan (punishment) pemenjaraan guna memperbaiki tingkah

laku individu terpidana (correcting the behavior of individual

offender)

2) Efek preventif (preventive effect). Fungsi penegakkan hukum

diharapkan mencegah orang (anggota masyarakat) melakukan tindak

pidana. Bahkan, kehadiran dan eksistensi polisi di tengah-tengah

kehidupan masyarakat dimaksudkan sebagai upaya prevensi. Jadi,

kehadiran dan keberadaan polisi dianggap mengandung preventive

effect yang memiliki daya cegah (detterent effort) anggota masyarakat

melakukan tindak kriminal.

c) Fungsi Pemeriksaan Persidangan Pengadilan (Function of Adjudication).

Fungsi ini merupakan subfungsi dari kerangka penegakkan hukum yang

dilaksanakan oleh Jaksa PU dan Hakim serta pejabat pengadilan yang

terkait. Melalui fungsi inilah ditentukan:

1) Kesalahan terdakwa (The Determination Of Guilty)

2) Penjatuhan hukuman (The Imposition Of Punishment)

d) Fungsi memperbaiki terpidana (the function of correction)

Fungsi ini meliputi aktifitas lembaga pemasyarakatan, pelayanan sosial

terkait, dan lembaga kesehatan mental. Tujuan umum semua

lembaga-lembaga yang berhubungan dengan penghukuman dan pemenjaraan

(34)

Offender) agar dapat kembali menjalani kehidupan normal dan produktif

(Return To A Normal And Productive Life).

Penegakkan hukum Pemilu pada dasarnya merupakan mekanisme untuk menjaga

hak pilih rakyat. Tujuannya memastikan bahwa hak atas proses konversi suara

yang adil dan tidak terlanggar dengan maraknya kecurangan dan tindakan

manipulatif oleh peserta Pemilu. Jauh lebih penting, bagaimana mekanisme

hukum Pemilu mampu mengembalikan suara rakyat yang telah terkonversi kepada

yang berhak sesuai dengan kehendak rakyat yang sesungguhnya. Perolehan suara

dan keterpilihan calon tertentu, dapat dianulir oleh mekanisme hukum Pemilu,

jika terbukti bahwa suara itu diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan

menurut hukum. Seperti dikutip berikut ini:18

“Salah satu dari standar untuk adanya Pemilu demokratis adalah “kepatuhan

dan penegakkan hukum Pemilu.19Standar ini menjadi penting dicatat karena kerangka hukum harus menyediakan mekanisme efektif dan baik bagi

kepatuhan hukum dan penegak hak-hak Pemilu, memberikan hukuman bagi

pelaku-pelaku Tindak Pidana Pemilu.Kerangka hukum Pemilu harus diatur

sedetil mungkin untuk melindungi hak-hak sipil.”

Penegakkan hukum Pemilu, dapat ditempuh melalui 2 cara, yaitu Civil Process

dan Crime Process.20Civil Process merupakan mekanisme koreksi terhadap hasil

Pemilu, yang diajukan oleh peserta Pemilu kepada lembaga peradilan yang

18

International IDEA, 2004,Kerangka Hukum Pemilu Indonesia Tahun 2004 Legal Framework of the Indonesian 2004 General Election, IDEA, Jakarta, Hlm. 93.

19

Lihat International IDEA, (2002) and International IDEA, 2004, Kerangka Hukum Pemilu Indonesia Tahun 2004, Legal Framework of the Indonesian 2004 General Election, IDEA,

Jakarta. Dalam Topo Santoso, “Penguatan Penegakkan Hukum Pemilu”, Makalah Disampaikan Pada Konferensi Memperbarui Penegakkan Hukum Pemilu Di Indonesia Dan Pengalaman Internasional Dalam Hal Penyelesaian Sengketa Pemilu, Jakarta, 6 Oktober 2011, Hlm. 2.

20Topo Santoso, “Menggagas Desain Pengawasan Pemilu” Focus Group Discussion, Koalisi

(35)

berwenang.Mekanisme ini banyak ditempuh oleh peserta Pemilu karena prosesnya

yang cepat.Civil Process cenderung lebih menarik dan membuka peluang yang

besar untuk tercapainya tujuan penegakkan hukum Pemilu, karena dapat

menganulir keputusan hasil Pemilu.Beberapa Negara menggunakan mekanisme

ini sebagai bentuk penyelesaian hasil Pemilu.Negara yang menggunakan

mekanisme penyelesaian ini, misalnya, Filipina dan Indonesia.21Perselisihan hasil

di Filipina hanya berlaku untuk Pemilu Presiden.Mekanisme penyelesaian

sengketa dimaksud dilakukan melalui pengadilan tinggi. Berbeda dengan Filipina,

Indonesia justru menggunakan mekanisme ini untuk menyelesaian perselisihan

hasil Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan

tentunya Pemilu Kepala Daerah. Perbedaannya, mekanisme penyelesaian

perselisihan hasil Pemilu di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

Bentuk kedua mekanisme penegakkan hukum adalahCrime Process, yaitu proses

penyelesaian permasalahan hukum Pemilu.22Mekanime Crime Process seperti

yang dikenal dengan penyelesaian pelanggaran atau sengketa Pemilu melalui

mekanisme hukum yang berlaku, baik pidana, administrasi maupun kodeetik,

sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Crime Process cenderung lebih

lambat,karena harus mengikuti mekanisme hukum yang berlaku secara

bertingkatsebagai mana ditentukan oleh Peraturan Pemilu.23

Penegakkan hukum (Law Enforcement) yang dapat dilakukan dengan baik dan

efektif merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan suatu Negara dalam upaya

21

Topo Santoso dkk, 2006,Penegakkan Hukum Pemilu, Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu 2009-2014, Perludem, Jakarta, Hlm. 28–30.

22Topo Santoso, “Menggagas Desain Pengawasan Pemilu” Focus

Group Discussion,Koalisi Masyarakat Pemantau Pemilu (KMPP), Jakarta; 27 Maret 2009, Hlm. 21.

(36)

mengangkat harkat dan martabat bangsanya di bidang hukum terutama dalam

memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. Hal ini berarti pula adanya

jaminan kepastian hukum bagi rakyat sehingga rakyat merasa aman dan

terlindungi hak-haknya dalam menjalani kehidupannya.

Sebaliknya, penegakkan hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya

merupakan indikator bahwa negara yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu

memberikan perlindungan hukum kepada warganya. Dengan demikian, jika

penegakkan hukum tindak pidana Pemilu tidak dilaksanakan dengan baik dan

efektif, tidak ada kepastian hukum bagi warga negara yang memiliki hak pilih

(37)

A. Pendekatan Masalah

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam

pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

1. Pendekatan Yuridis Normatif

yuridis normatif (library reseach) adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan

bahan hukum utama, menelaah beberapa hal yang bersifat teoritis yang

menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan, dan doktrin-doktrin

hukum, peraturan dan sistem hukum yang berkenan dengan skripsi yang sedang

dibahas atau menggunakan data skunder diantaranya ialah asas, kaidah, norma,

dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

peraturan lainnya.1

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan penelitian dengan cara meneliti

danmengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian

dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas.

(38)

Penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka untuk memperoleh data

sekunder di bidang hukum. Cara penelitian kepustakaan ialah melakukan studi

terhadap alat penelitian berupa studi dokumen.Studi dokumen yang dilakukan

adalah mengkaji dan menganalisis bahan hukum yang meliputi bahan hukum

primer, sekunder, dan tersier. Bahan kepustakaan dapat dikelompokkan menjadi 3

(tiga), yaitu:

a) Bahan Hukum Primer,yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

mengatur.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku Hukum yang

membahas mengenai tindak pidana pemilu, tujuan pemidanaan,

penegakkan hukum, serta artikel-artikel, makalah-makalah, seminar,

laporan atau hasil penelitian yang berhubungan dengan objek yang

diteliti;

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang berupa

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus

Hukum.

2. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilakukan karena penelitian ini bertipe gabungan

(39)

lapangan ditentukan dengan metode purposive, yaitu di: Pengadilan Tinggi

Tanjung Karang, Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Perolehan data dilakukan melalui wawancara (interview), yang berfungsi untuk

membuat deskripsi atau eksplorasi.2 Hasil dari wawancara berupa data primer. Wawancara dilakukan pada narasumber sebagai pihak yang dianggap memiliki

kompetensi di bidang masalah yang diteliti. Wawancara terutama ditujukan untuk

membantu mengelaborasi hasil studi pustaka untuk menjawab rumusan masalah.

Wawancara dilakukan menggunakan pedoman wawancara yang memuat

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada narasumber, yang dikembangkan

sejalan dengan perkembangan teori-teori yang didapat peneliti dari studi pustaka

yang relevan dengan penelitian ini.

C. Penentuan Narasumber

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini

adalah wawancara terhadap para nara sumber/informan. Wawancara ini dipandu

dan disusun secara terbuka.

Adapun narasumber/responden/informan yang diwawancarai adalah:

1. Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang = 1 orang

2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung = 1 orang

Jumlah 2 orang

2

(40)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil peneletian ini digunakan prosedur

pengumpulan data yang terdiri dari data sekunder, yaitu pengumpulan data

sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan library research.

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikikiran dan tujuan

penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah

literatur-literatur yang menunjang, serta bahan-bahan ilmiah lainya yang

mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan kegiatan merapihkan dan menganalisis data.

Kegiatan ini meliputi seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh

melalui kelengkapannya dan pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan

pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing data, yaitu meneliti data yang keliru, menambah dah melengkapi data

yang kurang lengkap.

b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data menurut bahas yang ditentukan.

c. Sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

(41)

E. Analisis Data

Data-data yang sudah terkumpul akan dianalisa dengan metode kualitatif.

Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain.3 Metode kualitatif akan menghasilkan data diskriptif analitik. Data deskritif analitik yaitu hal-hal yang dinyatakan oleh

responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti

sebagai yang utuh.4

3

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian,Op.cit., hlm 250

(42)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses penegakan hukum

tindak pidana pemilu sebagaiamana putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang

Perkara Nomor 70/Pid./2014/PT TJK maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Dasar Pertimbangan Hakim, hakim dalam menjatuhkan putusan percobaan

terhadap pelaku tindak pidana pemilu karena berdasarkan pertimbangan hakim

bahwa perbuatan tersebut terbukti dilakukan secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan penambahan suara kepada peserta pemilu tertentu. Hakim dalam persidangan tersebut

mempunyai pendapat pelaku tindak pidana pemilu ini dijatuhkan hukuman

percobaan agar menciptakan rasa keadilan bagi pelaku maupun masyarakat

dan akan menimbulkan efek jerah terhadap pelaku yang melakukan tindak

pidana pemilu.

2. A. Hakim menjatuhkan putusan percobaan terhadap pelaku tindak pidana

pemilu telah sesuai dengan tujuan pemidanaan dan dikaitkan dengan teori

pemidanaan dapat diambil kesimpulan dalam putusan ini dapat memakai teori

(43)

B. Putusan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana pemilu sudah

memenuhi rasa keadilan dan memberikan efek jera bagi pelaku dapat

disimpulkan dari hasil wawancara penulis terhadap responden. Bahwa

berdasarkan fakta persidangan para pelaku hanya menjalankan perintah dan

tidak mendapatkan keuntungan apapun dari perbuatannya.

B. Saran

1. Didalam perekrutan Panita Pemilahan Kecamatan (PPK) sebaiknya diberikan

pengetahuan ataupun pelatihan dalam menjalankan tugasnya baik itu menurut

tugas dan fungsinya ataupun aturan hukum dalam menjalankan tugas tersebut,

sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran.

2. Sebaiknya didalam peraturan yang mengatur terkait pelanggaran pemilu lebih

diprinci lagi terkait kategori pelanggaran terutama, mengenai penggelembungan

suara yang dapat dikatakan merupakan pelanggaran yang termasuk berat atau

ringan. Sehingga dapat memudahkan dalam pemberiaan berat ringannya sanksi

(44)

Buku :

Ali, Mahrus, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana,Sinar Grafika, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Abadi, bandung

Arto, Muktu, 2004, Praktek Perkara pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Centre for Electoral Reform, 2010,Keadilan Pemilu, International IDEA, Swedia.

Chazawi, Adami, 2011, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grapindo Persada, Jakarta.

Dewantoro, Nanda Agung, 1987, Masalah Kebebasan Hakim Dalam MenanganI Suatu Perkara Pidana, Aksara Persada, Jakarta.

Hamzah, Andi, 1996, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta

Harahap, M. Yahya, 2005, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta.

Huda, Chairul, 2008, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Prenada Media, Jakarta.

International IDEA, 2004, Kerangka Hukum Pemilu Indonesia Tahun 2004 Legal Framework of the Indonesian 2004 General Election, IDEA, Jakarta.

Makarao, Moh. Taufik, 2004 , Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, cet. I, PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Mariana, Dede dan Caroline Paskarina, 2007, Demokrasi dan Politik Desentralisasi, Graha Ilmu, Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 1991,Ilmu Hukum, Citra Adhitya Bhakti, Bandung.

Sanit, Arbi, 1998,Reformasi Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa, 2011, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(45)

Sudarto, 1986,Hukum dan Hukum Pidana,Alumni, Bandung, hlm. 74.

Witanto, Darmoko Yuti Witanto&Arya Putra Negara Kutawaringi, 2013,

Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dan Perkara Pidana, Alfabeta ,Bandung.

Sardini, Nur Hidayat 2011,Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 2007,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Surbakti, Ramlan Didik Supriyanto, dan Topo Santoso, 2008, Perekayasaan Sistem Pemilu Untuk Pembangunan Tata Politik Demokratis, Kemitraan, Jakarta.

Thalib, Dahlan, 1994, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Tim Penyusun Kamus,1997, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta.

Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta

Witanto, Darmoko Yuti, dan Arya Putra Negara Kutawaringin, 2013, Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-perkara Pidana.Alfabeta, bandung.

Makalah dan Jurnal:

1. Asshiddiqie, Jimly, "Pembangunan Hukum dan Penegakkan Hukum di Indonesia "Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari 2006.

2. Firdaus, Aras, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut

UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”

Jurnal Ilmiah FH USU, 2013.

(46)

2011.

4. Laporan Badan Pengawas Pemilihan Umum Tahun 2009.

5. Santoso, Topo, “Menggagas Desain Pengawasan Pemilu” Focus Group

Discussion, Koalisi Masyarakat Pemantau Pemilu (KMPP), Jakarta; 27 Maret 2009.

6. Santoso, Topo, “Penguatan Penegakkan Hukum Pemilu”, Makalah

Disampaikan Pada Konferensi Memperbarui Penegakkan Hukum Pemilu Di Indonesia Dan Pengalaman Internasional Dalam Hal Penyelesaian Sengketa Pemilu, Jakarta, 6 Oktober 2011)

7. Santoso, Topo, Sistem Penegakkan Hukum Pemilu, Jurnal Hukum Pantarei, November 2008.

Internet :

1. Teori-Pemidanaan.

https://apbisma.blogspot.com/2013/11/teori-pemidanaan.html?m=1 diakses pada tanggal 20 April 2015, pada

pukul 15.30 Wib.

2. Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Lepas dari Segala Tuntutan

Hukum.

https://simta.uns.ac.id/cariTA.php?act=/daftTA&sub=new&fr=det

&idku=260 diakses pada tanggal 3 Mei 2015, pada pukul 10.30

Wib.

3.

http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-dasar-hukum-dan-syarat.html

4.

Rifqi Anugrah,Tahap dalam proses peradilan pidana.

Referensi

Dokumen terkait

Seseorang yang mempunyai kemampuan interpersonal memadai akan menjadi pelaku tari yang baik. Ini disebabkan seperti Edi Sedyawati katakan bahwa rasa indah yang dihayati kemudian

terhadap hasil heading kaki sejajar dan 4) untuk mengetahu hasil yang signifikan, antara kelentukan togok, kekuatan otot leher dan kekuatan otot perut terhadap hasil heading

Penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri dan di kelas kontrol dengan menggunakan

Dalam memenuhi kebutuhan rencana pemberhentian (halte) yang terintegrasi antara jalur utama, jalur feeder dalam layanan sistem transportasi perkotaan, dari hasil

Kesimpulan : Pemberian ekstrak daun kersen dosis 42 mg/200 gram BB dan 84 mg/200 gram BB dapat menghambat kenaikan kadar enzim ALT pada tikus yang diinduksi asetaminofen..

Selain hasil penelitian dari kuesioner juga dapat dilihat pada hasil penelitian Uji hipotesis menggunakan korelasi Kendall Tau menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000

Metode penelitian yang dilakukan untuk merancang dan membuat sistem informasi Toko Online KPRI UNS Surakrata ini adalah dengan menggunakan metode penelitian

Jika menghadapi sesuatu yang serba tidak pasti, saya mudah