• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU (Studi Kasus Perkara No. 70/PID/2014/PT.TJK. di PT. Tanjng Karang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU (Studi Kasus Perkara No. 70/PID/2014/PT.TJK. di PT. Tanjng Karang)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Arahmat Panca P.U.

ABSTACT

An Analysis of Court Decisions on Crimes in General Elections

(Case Study on Court Decision No. 70/PID/2014/PT. TJK/ in Tanjung Karang High Court)

By:

Arahmat Panca P.U.

Article 1 (1) Law Number 8 /2012 stated that General Election is a means to implement people sovereignty which is carried out through direct, general, free, confidential, honest and fair election in Indonesia based on the constitution of the Republic of Indonesia Year 1945. Law enforcement efforts against criminal in general election is needed to reach a fair and just election. Law Enforcment efforts is implemented using the form of imprisonment and confinement / fine. In a legal state as Indonesia, court is a judicial body or institution that is a symbol of hope for justice. Related to that background, this undergraduate thesis will discuss several issues, namely: (1) What are the reasons considered by judges when they decided to handed down a suspended sentence for the perpetrators in election case? (2) Does those decisions has fulfilled the purpose of punishment, a sense of justice, as well as a deterrent for the perpetrators?

Method used in this research is normative and empirical approach. Resource persons interviewed in this researche were from Bandar Lampung State Attorney's Office and Tanjung Karang High Court’s Judges. Data were collected by library research and field studies.

(2)

ii

Arahmat Panca P.U.

the case believed that their decision is in accordance with the purposes of sentencing and punishment theory, the theory of relative and specific prevention.b. It couldstated that the judges decision has already meet the taste of justice and provide a deterrent effect for the offender. It can be concluded from the results of interviews with respondents. It is stated by the respondents that based on the fact in the court, the offenders just following orders and did not get any profit from his actions.

According to the research conducted, the authors suggest that: (1) In the recruitment “Panitia Pemilahan Kecamatan (PPK)” should be given sufficient knowledge or training in carrying out its duties properly. Therefore, they can carry out their duties sufficiently so as to reduce the possibility of abuse. (2) Regulation on General Elections should regulate more on violations particularly on the categories of light or medium offenses. It is believed that this category would help the judges in granting balance punishment toward perpetrators.

(3)

ii

Pemilihan Umum , selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu adalah sebagai cara untuk mencapai Pemilu yang jujur, dan adil dilaksanakan dengan menggunakan hukum pidana, berupa pidana penjara dan kurungan/denda. Sebagai negara hukum di Indonesia, pengadilan adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang menjadi tumpuan harapan untuk mencari keadilan. Dalam skripsi ini akan dibahas beberapa masalah yakni: (1)Mengapa hakim menjatuhkan putusan hukuman percobaan kepada pelaku tindak pidana pemilu? (2)Apakah putusan tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan, rasa keadilan, serta efek jera bagi para pelaku?

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.Narasumber penelitian terdiri dari Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang.Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa (1)Dasar Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan percobaan terhadap pelaku tindak pidana pemilu karena berdasarkan pertimbangan hakim bahwa perbuatan tersebut terbukti dilakukan secara sah dan menyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan penambahan suara kepada

(4)

ii

Arahmat Panca P.U.

pelaku tindak pidana pemilu ini dijatuhkan hukuman percobaan agar menciptakan rasa keadilan bagi pelaku maupun masyarakat yaitu bahwa putusan tersebut dirasa telah sesuai dengan kesalahan dan perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku, dan akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana pemilu sehingga pelaku diharapkan tidak akan mengulangi perbuatannya. (2)a.Hakim menjatuhkan putusan percobaan terhadap pelaku tindak pidana pemilu telah sesuai dengan tujuan pemidanaan dan dikaitkan dengan teori pemidanaan dapat diambil kesimpulan dalam putusan ini dapat memakai teori relative dan bersitat pencegahan khusus. b.Putusan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana pemilu sudah memenuhi rasa keadilan dan memberikan efek jera bagi pelaku dapat disimpulkan dari hasil wawancara penulis terhadap responden. Bahwa berdasarkan fakta persidangan para pelaku hanya menjalankan perintah dan tidak mendapatkan keuntungan apapun dari perbuatannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran penulis adalah (1)Di dalam perekrutan Panita Pemilahan Kecamatan (PPK) sebaiknya diberikan pengetahuan ataupun pelatihan dalam menjalankan tugasnya baik itu menurut tugas dan fungsinya ataupun aturan hukum dalam menjalankan tugas tersebut, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran. (2)Sebaiknya di dalam peraturan yang mengatur terkait pelanggaran pemilu lebih diprinci lagi terkait kategori pelanggaran terutama, mengenai penggelembungan suara yang dapat dikatakan merupakan pelanggaran yang termasuk berat atau ringan. Sehingga dapat memudahkan dalam pemberiaan berat ringannya sanksi terhadap pelakunya

(5)

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU

(Studi Kasus Perkara No. 70/PID/2014/PT.TJK. di PT. Tanjng Karang)

Oleh

Arahmat Panca P.U.

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAPTINDAK PIDANA PEMILU (Studi Kasus Perkara No. 70/PID/2014/PT.TJK.

di PT. Tanjng Karang)

(Skripsi)

Oleh:

Arahmat Panca P.U.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

HALAMAN JUDUL……… iii

HALAMAN PERSETUJUAN……… iv

HALAMAN PENGESAHAN………. v

RIWAYAT HIDUP………. vi

MOTTO………... vii

PERSEMBAHAN……… viii

SANWACANA……… ix

DAFTAR ISI……… xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pernasalahan dan Ruang Lingkup ... 10

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Putusan Hakim ... 18

B. Pengertian Tindak Pidana Pemilu ... 21

C. Klasifikasi Tindak Pidana Pemilu ... 22

(8)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ...32

1. Pendekatan Yuridis Normatif ...32

2. Pendekatan Yuridis Empiris...32

B. Sumber dan Jenis Data ...33

1. Penelitian Kepustakaan ...33

2. Penelitian Lapangan ...33

C. Penentuan Narasumber... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolaan Data ...35

1. Prosedur Pengumpulan Data ...35

2. Prosedur Pengolaan Data ...35

E. Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber ...37

B. Dasar Pertimbangan Hakim Memberikan Putusan Pidana Percobaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemilu ...38

C. Putusan Percobaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemilu Sesuai dengan Tujuan Pemidaan dan Memberikan Efek Jera ...46

V. PENUTUP A. Simpulan ...57

B. Saran ...58

DAFTAR PUSTAKA………...60

(9)
(10)
(11)

MOTO

Hidup adalah pilihan, maka tentukanlah pilihanmu sebelum pilihan menentukan hidupmu.

Barang siapa merintis jalan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga

HR Muslim

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua. (Aristoteles)

Hanya kebodohan meremehkan pendidikan."

(P.Syrus)

Berjalanlah dengan kebenaran karena kebenaran itu selalu bersifat mutlak

Fiat JustitiaRuat Caelum = keadilan harus ditegakkan meskipun langit akan runtuh

(12)

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,

Kupersembahkan Karya Kecil kuini kepada : Kedua Orang TuaTercinta,

Bapak (M. Djuned) Ibu (Mu’awanah),

Yang senantiasa berdoa, berkorban dan mendukungku, terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat

dan konsisten kepada cita-cita

kakak (Dr. Mailinda Eka Y. SH. LLM, Devi Y. Spd, Tri N. Spd, dan Meri K.SE.I) tercinta yang selalu mendampingi dan membantuku dalam segala hal, Tumbuh besar dalam suatu keluarga membuatku kuat dan mengerti akan arti

hidup sesungguhnya

Seluruh keluarga besar yang memotivasi dan memberikan doa untuk keberhasilanku

(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap dari penulis adalah Arahmat Panca Putra Utama, penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 Januari1993. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara, dari pasangan bapak M. Djuned dan ibu Mu’awanah.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Cendrawasih Bandar Lampung pada tahun 1998, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar di SDN 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 1999 hingga tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2005 hingga tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 12 Bandar Lampung pada Tahun 2008 hingga tahun 2011.Penulis terdaftar sebagai mahasiwa Fakultas Hukum melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011.

(14)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudulANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU (Studi Kasus Perkara No.70/PID/2014/PT.TJK. di PT. Tanjng Karang)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S., sebagai Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H., selaku PD 1 Fakultas Hukum Universitas Lampung

4. Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(15)

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., sebagai Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

7. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., sebagai Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini; 8. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., sebagai Pembahas II yang telah memberikan

kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

9. Prof. Dr. M. Akib S.H,. M.Hum., Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan masa studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

10. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi; 11. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah M.

Djuned yang penulis banggakan dan Ibu Mu’awanah tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

12. Kakak-kakak ku, Mailinda Eka Y., Devi Yuliana, Tri Novita, dan Meri Kartika atas semua dukungan moril, motivasi, kegembiraan, dan semangatnya.

13. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum 2011: Akautsar Firdaus, Fungky Agustiawan, Asep Eli Nudin, Asep Rian Bintang, M. Yusuf, Abi Zuliansyah, Agus Hermawan, Aisyah Muda, Anisa Apriyani, Annisa Toriqi, Agus Sutejo, Beri Hermawan, Arviando Josua serta teman-teman angkatan 2011 lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(16)

Andi Mekar Sari, Aminullah, dan seluruh teman-teman Hukum Pidana 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses;

15. Untuk teman sekaligus saudara seperjuangan Himpunan Mahasiwa Islam Komisariat Hukum Unila, Imam Mukhlasin, Rendi Andika, Abung Pratama, Beni Prawira, Maryanto, Agung, Rido, Mamad, Shintia Sardi, Rantika, Feri, Prabu Natagama, Fima Agatha, Hindiana Sava H, serta seluruh kanda, adinda kader-kader terbaik Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat HukumUnila yang telah memberika dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

16. Keluarga KKN, Desa Tanjung Qencono, Lampung Timur, Agus Hermwan, Windu, Agus Pariyanto, Jamet, Ijal, Ara, Diasti, Ageta, Alamanda, Pak Syamsul Arifin, Elisa, Ellen, Adit, terima kasih telah menjadi bagian dalam suka dan duka selama 40 hari masa KKN.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua doa, bantuan dan dukungannya.

18. Almamater Tercinta.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilu adalah wahana untuk menentukan arah perjalanan bangsa sekaligus menentukan siapa yang paling layak untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan Negara tersebut.1Pemilu merupakan proses pemilihan pemimpin bangsa dan merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Pemilu dilakukan dalam kurun waktu lima tahun sekali dengan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Pemilu diselenggarakan tidak hanya untuk memilih Presiden atau Wakil Presiden sebagai pemimpin Lembaga Eksekutif, tetapi juga untuk memilih anggota DPR,DPRD, dan DPD dan juga pemilihan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilu tersebut dilaksanakan dengan menjunjung tinggi semangat demokrasi untuk menghasilkan pemimpin yang lebih baik, berkualitas, dan mendapatkan legitimasi dari Rakyat Indonesia2.

Dalam Undang–Undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (1) menegaskan bahwa Pemilihan Umum , selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Arbi Sanit berpendapat bahwa pemilihan umum merupakan proses politik yang

1

Nur Hidayat Sardini, 2011,Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta hlm. 298

2

(18)

2

menggunakan hak politik sebagai bahan baku untuk ditransformasikan menjadi kedaulatan negara, maka rakyat berpeluang untuk memperjuangkan nilai dan kepentingannya dengan menggunakan hak politik dan hak lain yang tak diserahkan sebagai kekuatan bargain (menawar) dalam menghadapi penguasa atau pihak yang sedang berusaha menjadi penguasa.3

Dalam negara yang menerapkan demokrasi sebagai prinsip penyelenggaraan pemerintahan, pemilihan umum merupakan media bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatannya. Secara ideal, pemilihan umum atau general election bertujuan agar terselenggara perubahan kekuasaan pemerintahan secara teratur dan damai sesuai dengan mekanisme yang dijamin oleh konstitusi.4 Dengan demikian, pemilihan umum menjadi prasyarat dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat secara demokratis sehingga melalui pemilu sebenarnya rakyat sebagai pemegang kedaulatan akanpertama, memperbaharui kontrak sosial; kedua, memilih pemerintahan baru; ketiga menaruh harapan baru dengan adanya pemerintahan baru. Maka dari itu pemilihan umum juga ada yang menyebut sebagai alat untuk menyehatkan kehidupan yang demokratis. Dengan pemilihan umum, rakyat dapat memilih secara langsung para wakilnya.5

Mengingat pentingnya pemilu dalam negara demokrasi, pengaturan tentang pemilu sudah ada bahkan sejak awal berdirinya Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Pemilihan Umum merupakan suatu proses yang menjadi perhatian

3

Arbi Sanit, 1998,Reformasi Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Hlm 191. 4

Dede Mariana dan Caroline Paskarina, 2007,Demokrasi dan Politik Desentralisasi, Graha Ilmu, Bandung, Hlm. 5.

5

(19)

3

khususnya untuk mepertanggung jawabkan kedaulatan rakyat. Tentu saja yang diharapkan adalah pemilu yang free dan fair. Untuk menjamin pemilihan umum yang free and fair yang sangat penting bagi negara demokrasi diperlukan perlindungan bagi para pemilih, bagi setiap pihak yang mengikuti pemilu maupun bagi rakyat umumnya dari segala ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnya, yang akan mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum.6 Jika pemilihan dimenangkan melalui cara-cara curang (malpractices), sulit dikatakan bahwa para pemimpin atau legislator yang terpilih di parlemen merupakan wakil-wakil rakyat.7

Kondisi ideal tersebut tampaknya tidak senantiasa berjalan mulus tanpa adanya anomali atau fenomena-fenomena yang mencederai nilai-nilai idealistik dari Pemilu tersebut, sejak awal sampai dengan pelaksanaan Pemilu terakhir pun selalu terjadi pelanggaran terhadap norma-norma Pemilu. Sejumlah kecurangan ditemukan dalam penyelenggaraan Pemilu baik pada Pemilu yang berskala nasional maupun pada Pemilu yang berskala lokal8 sehingga mencederai proses demokrasi itu sendiri. Berikut data rekapitulasi pelanggaran pidana pada Pemilu legislatif tahun 2014:

6

Topo Santoso, 2006,Tindak Pidana Pemilu, Sinar Grafika, Jakarta Hlm v. 7Ibid

. Hlm v. 8

(20)

4

Rekapitulasi Dugaan Pelanggaran Pemilu Dalam Setiap Tahapan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi Lampung

Tahun 20149

No. Tahapan Pemilu Jumlah

1. Masa Kampanye 8

2. Masa Tenang 1

3. Pemungutan dan Penghitungan Suara 51

Jumlah 60

Sumber : Data Laporan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Lampung Tahun 2014

Berdasarkan dari data laporan Badan Pengawas Pemilihan Umum Tahun 2014 tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat pelanggaran Pemilu masih cukup tinggi. UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebenarnya telah dilakukan pengaturan mengenai ketentuan pelanggaran administrasi pemilu maupun pelanggaran pidana Pemilu. Namun berdasarkan data di atas pelanggaran Pemilu tetap terjadi.

9

(21)

5

Pengaturan tentang sanksi pidana di dalam UU Pemilu bertujuan untuk melindungi kemurnian pemilihan umum yang sangat penting bagi demokrasi itulah para pembuat undang-undang telah menjadikan sejumlah perbuatan curang dalam pemilihan umum sebagai tindak pidana. Dengandemikian, UU tentang pemilu di samping mengatur tentang bagaimana pemilu dilaksanakan juga melarang sejumlah perbuatan yang dapat menghancurkan hakikat free and fairelectionitu serta mengancam pelakunya dengan hukuman.10

Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu adalah sebagai cara untuk mencapai Pemilu yang jujur, dan adil dilaksanakan dengan menggunakan hukum pidana, berupa pidana penjara dan kurungan/denda.11 Penggunaan sanksi pidana sebagai instrumen penegakan hukum merupakan penerapan hukum pidana dalam upaya menanggulangi kejahatan sebagai bagian dari politik hukum. Kebijakan hukum pidana mengandung arti bagaimana merumuskan suatu perundang-undangan yang baik.

International Institute for Democracy and Electoral Assistancemenyebutkan

bahwa kerangka hukum pemilu harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak bermakna ganda, dapat dipahami dan terbuka, dan harus dapat menyoroti semua unsur sistem pemilu yang diperlukan untuk memastikan pemilu yang demokratis.12 Mestinya kriteria tersebutlah yang menjadi panduan bagi pembuat undang-undang di Indonesia dalam membuat aturan yang akan menjadi dasar

10

Topo Santoso, 2006,Tindak Pidana Pemilu,Loc.Cit 11

Aras Firdaus, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah

Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” Jurnal Ilmiah FH USU, 2013

12

(22)

6

hukum penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Undang-undang Pemilu telah mengalami kebijakan perubahan atau pembaharuan undang-undang dalam rangka menyesuaikan dengan asas dan tujuan pembentukan hukum.Hukum sebagaimana yang diungkapkan oleh Rosque Pound adalah a tool of social engineering, bahkan hukum sebagai perwujudan regulasi pantas

mengalami pembaharuan berkali-kali. Hal demikian pula sehingga Muchtar Kusumaatmadja dalam mazhab hukum mengemukakan pembahasan defenisi hukum tidak hanya menyangkut aturan dan para institusi hukum melainkan juga proses yang mengikat daya keberlakuannya sehingga diperlukan penyesuaian

hukum dengan “perilaku masyarakat” untuk menyesuaiakan dengan sikap reaktif

partsipan hukum ketika aturan tersebut hendak diterapkan.

Menurut Barda Nawawi Arief, bahwa penuangan kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan, secara garis besar meliputi:

a. Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan terlarang apa yang akan ditanggulangi karena dipandang membahayakan atau merugikan;

b. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap pelakuperbuatan terlarang itu (baik berupa pidana atau tindakan) dan sistem penerapannya;

c. Perencanaan dan kebijakan tentang prosedur atau mekanisme peradilan pidana dalam rangka proses penegakan hukum pidana).13

Dari uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa tindak pidana pemilu dipandang sebagai sesuatu tindakan terlarang yang serius sifatnya dan harus diselesaikan dalam waktu singkat, agar dapat tercapai tujuan mengadakan

13

Barda Nawawi Arief, 2002,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,Citra Aditya Abadi,

(23)

7

ketentuan pidana untuk melindungi proses demokrasi melalui Pemilu. Masyarakat menginginkan demokrasi yang menjamin pelaksanaan etika politik dan subtansinya. Karena demokrasi sesungguhnya hanyalah alat, bukan tujuan. Jika tujuan demokrasi tak bisa dicapai, maka pasti ada masalah dalam praktik demokrasi. Tujuan-tujuan demokrasi adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan keadilan hukum serta keadilan sosial. Dan sesuai juga dengan amanat reformasi, bahwa penyelenggaraan Pemilu untuk kedepannya harus dilakukan dan dilaksanakan secara lebih berkualitas.

Sebagai negara hukum di Indonesia, pengadilan adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang menjadi tumpuan harapan untuk mencari keadilan, oleh karena itu jalan terbaik untuk mencegah dan memberantas kejahatan dalam negara hukum adalah melalui badan peradilan tersebut. Sebagai salah satu dari pelaksana hukum yaitu hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk menerima,memeriksa serta memutus suatu perkara pidana oleh karena itu hakim dalam menangani suatu perkara harus dapat berbuat adil, sebagai seorang hakim dalam memberikan putusan kemungkinan dipengaruhi oleh hal yang ada pada dirinya dan sekitarnya karena pengaruh dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan, nilai, norma dan sebagainya sehingga dapat dimungkinkan adanya perbedaan cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan putusan14.

Menjatuhkan putusan, kecuali putusan sela adalah suatu proses mengakhiri perkara/sengketa dengan menggunakan konsep-konsep mengadili, seorang hakim

14

Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Lepas dari Segala Tuntutan

(24)

8

diberikan kebebasan untuk menjatuhkan putusan sesuai dengan apa yang diyakininya berdasarkan serangkaian proses pembuktian yang telah mendahului sebelumnya, kebebasan tersebut dijamin oleh undang-undang sebagai kewenangan yang bebas dan merdeka dari segala pengaruh apapun, baik dari lingkup intervensi internal maupun eksternal.15

Pengimplementasian kewenangan yang bebas dan merdeka tersebut, hakim harus berpegang teguh pada aturan-aturan yang berlaku, walaupun dalam menentukan suatu kesimpulan hakim diberikan kebebasan yang luas, namun bukan berarti bahwa kebebasan itu bisa digunakan tanpa batas, karena sesungguhnya pembatasan itu hakim juga dibatasi oleh nilai-nilai keadilan yang ada dilubuk hatinya, artinya seorang hakim tidak bisa lepas dari keyakinan dalam hati nuraninya yang pada satu sisi merupakan bentuk kemerdekaan dalam berfikir dan menentukan pendapat tapi disisi lain juga sebagai pembatas dari segala kemunafikan dalam menjatuhkan putusan, karena sesungguhnya hati nurani selalu akan tahu mana yang baik dan mana yang buruk.

Menurut dakwaan kasus Nomor 70/Pid./2014/PT TJK yang diajukan Jaksa Penuntut Umum terhadap tindak pidana pemilu menyatakan terdakwa diduga bersalah melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 309 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 (Dakwaan Pertama Penuntut Umum) dan Pasal 312Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun (Dakwaan Kedua Penuntut Umum) serta pasal 287

15

(25)

9

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012.

Di dalam UU No 8 Tahun 2012 Pasal 309 sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum diatur sebagai berikut :

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seseorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda

paling banyak Rp. 48.000.000,00”.

Di dalam amar putusannya hakim menyatakan bahwa para terdakwa terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja

melakukan penambahan suara Peserta Pemilu tertentu”. Hakim juga didalam putusannya menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan, dan denda sebesar Rp 500.000,- serta juga menetapkan bahwa hukuman tersebut tidak usah dijalan kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim karena para terpidana melakukan perbuatan yang dapat di hukum, sebelum lewat masa percobaan selama 6 (enam) bulan.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Putusan

(26)

10

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

a) Mengapa hakim menjatuhkan putusan hukuman percobaan kepada pelaku tindak pidana pemilu?

b) Apakah putusan tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan, rasa keadilan, serta efek jera bagi para pelaku?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pembahasan, maka yang menjadi ruang lingkup skripsi ini dibatasi pada kajian hukum pidana dan penelitian ini juga mengkaji UU No 8 Tahun 2012, serta yurisprudensi dan teori-teori yang berhubungan dengan penegakan hukum pidana, terutama pada penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilihan Umum calon legislatif tahun 2014 di Provinsi Lampung Kabupaten Lampung Tulang Bawang Barat. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. Ruang lingkup lokasi penelitian terbatas pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian skripsi antara lain:

a) Untuk mengetahui dasar pemidanaan tindak pidana pemilu dalam perkara pidana No. 70/Pid/2014/PT TJK

(27)

11

telah sesuai dengan tujuan pemidanaan, rasa keadilan serta efek jera bagi para pelaku.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis :

a) Kegunaan teoritis

(1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sekedar sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan hukum pidana khususnya.

(2) Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh selama menjalani kuliah serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut mengenai upaya mengantisipasi terjadinya tindak pidana pemilu di Indonesia.

b) Kegunaan Praktis

(1) Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam bidang hukum sebagai bekal untuk masuk ke dalam instansi atau instansi penegak hukum maupun untuk praktisi hukum yang senantiasa memperjuangkan hukum di negeri ini agar dapat ditegakkan.

(28)

12

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoristis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil penelitian yang pada dasarnya bertujuan untuk menidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti16

. Kerangka teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori pemidanaan dan tujuan kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan.

A. Teori Pemidanaan

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun secara umum dapat dikelompokkan didalam tiga golongan, yaitu:

1. Teori absolut atau teori pembalasanvergeldings theorien.

Dasar pijakan teori ini adalah pembalsan. Menurut dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat yang timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik terhadap penjahat maupun masyarakat menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu-satunya penderitaan bagi penjahat. Tindakan pembalasan didalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah, yaitu:

a. Ditujukan pada penjahatnya, sudut subjektif dari pembalasan. b. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendamm

16

(29)

13

dikalangan masyarakat, sudut objektif dari pembalasan. 2. Teori relative

Teori ini berpangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib hukum dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat yaitu:

a. Bersifat menakut-nakutiafschrikking.

b. Bersifat memperbaikiverbetering/reclasering. c. Bersifat membinasakanonschadelijk maken

.

3. Teori gabungan

Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyaraka. Dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu:

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan

Menurut Pompe, yang berpandangan bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan tata tertib hukum agar kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan pidana yang bersifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat bagi pertahanan tata tertib hukum masyarakat.

(30)

14

Menurut Simons, dasar primer pidana adalah pencegahan umum dasar sekundernya adalah pencegahan khusus. Pidana terutama ditujukan pada pencegahan umum yang terletak pada ancaman pidananya dalam undang-undang. Apabila hal ini tidak cukup kuat dan tidak efektif dalam hal pencegahan umum itu, maka barulah diadakan pencegahan khusus yang terletak dalam hal menakut-nakuti, memperbaiki, dan membuat tidak berdayanya penjahat dalam hal ini perlu diingat bahwa pidana yang dijatuhkan harus sesuai dengan hukum dari masyarakat17.

B. Tujuan Hukum, Kemanfaatan, Keadilan

Menurut Sudikno Mertokusumomenegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu:kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum atau peraturannya, kemanfaatan menekankan kepada kemanfaatan bagi masyarakat, keadilan menekankan pengambilan putusan oleh majelis hakim dilakukan setelah masing-masing hakim anggota majelis mengemukakan pendapat atau pertimbangan serta keyakinan atas suatu perkara lalu dilakukan musyawarah atau mufakat18

.

2. Kerangka Konseptual

Konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan sekumpulan pengertian yang berkaitan dengan istilah yang ingin

17

Teori-Pemidanaan.https://apbisma.blogspot.com/2013/11/teori-pemidanaan.html?m=1 diakses

pada tanggal 20 April 2015, pada pukul 15.30 Wib. 18

(31)

15

diteliti atau diketahui. Beberapa istilah yang memiiki arti luas dipersempit sehingga dapat memfokuskan permasalahan. Sebaliknya, beberapa istilah mengalami proses perluasan makna dengan tujuan mencari titik temu antara konsep tertentu antara konsep dengan penerapannya dalam praktek. Demikian pula dengan generalisasi esensi dari konsep-konsep tertentu yang memiliki kesamaan-kesamaan pada intinya, dijadikan suatu pengertian khusus, yang akan memudahkan menulusuri maksud penulis. Pengertian-pengertian khusus tersebut antara lain:

1. Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana tertentu yang disebut dalam ketentuan pidana dalam Peraturan Pemilu berupa perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan Peraturan Pemilu.

2. Tuajuan pemidanaan di dalam konsep KUHP telah menetapkan tujuan pemidanaan pada pasal 54, yaitu :

1. Pemidanaan bertujuan

a. Mencegah dilakukannya yindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

(32)

16

2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.19

3. Pidana dengan bersyarat adalah suatau symbol atau/ model penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat tertentu, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukannya tidak dilanggar dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan guna mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan maka disajikan sistematika sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang meliputi latar belakang dari permasalahan, permasalahan penelitian dan ruang lingkup permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual yang dipergunakan, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang menguraikan pengertian-pengertian umum dari pokok

bahasan yang memuat tinjauan mengenai pengertian pemilu, tindak pidana pemilu, pengertian putusan hakim, pengertian kewajiban dan tanggung jawab hakim, teori serta tujuan pemidanaan.

19

(33)

17

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, ketentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengelolaan data serta analisis data yang diperoleh.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan bab ini juga memberikan jawaban mengenai permasalahan yang penulis teliti yaitu apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana pemilu dan apakah putusan terhadap pelaku tindak pidana pemilu tersebut telah sesuai dengan tujuan pemidanaan dan rasa keadilan maupun pemberian efek jera bagi para pelaku..

V. PENUTUP

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Putusan Hakim

Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak yang berperkara guna menyelesaikan sengketa diantara mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan hakim tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi.1

Putusan bukan saja akan mewakili nilai intelektual dan kearifan dari hakim yang memutusnya, namun akan menjadi bagian dari sumber hukum yang mengandung kaidah-kaidah konsumtif bagi perkembangan hukum yang akan datang. Putusan bukan hanya media untuk menyatakan seseorang bersalah atau sebagai sarana bagi seseorang untuk bisa mengambil kembali haknya yang dikuasai orang lain, namun serta substansial putusan adalah kolaborasi dari olah pikir dan pendalaman nurani yang dikemas dengan sentuhan-sentuhan teori dan pengetahuan hukum sehingga sebuah putusan akan mengandung nilai-nilai akademik, logis dan yuridis.

1

(35)

19

Seorang hakim setidaknya memiliki bentuk pertanggungjawaban dalam mengadili suatu perkara yaitu: tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanggung jawab pada bangsa dan negara, tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepada hukum, tanggung jawab kepada para pencari keadilan(yang berpekara) dan tanggung jawab kepada masyarakat.Putusan harus dapat menimbulkan efek yang postif bagi kehidupan masyarakat pada saat ini dan masa yang akan datang. Putusan merupakan sumber hukum formil atau bisa disebut yurisprudensi yang dikemudian hari dapat menjadi dasar dan alasan bagi para hakim yang lain dalam memutuskan suatu perkara yang memiliki kemiripan sifat maupun karakter perkaranya maupun kekuatan yurisprudensi itu tidak memikat seacarapredentseperti pada sistem hukum dinegara-negaraanglo saxon.

Putusan pengadilan setelah diucapkan akan mengikat secara yuridis kepada para pihak-pihak yang berperkara dan setiap orang yang disebutkan secara tegas dalam isi putusan dengan tanpa mengurangi hak-hak bagi para pihak untuk mengajukan upaya hukum kepada badan peradilan yang lebih tinggi jika iya merasa tidak puas terhadap isi putusan yang dijatuhkan, sedangkan secara sosiologis putusan juga mengikat setiap orang, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, karena pada hakikatnya dalam setiap putusan yang dijatuhkan tersirat kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati isi putusan itu sebagaimana setiap orang diwajibkan untuk menghormati hukum yang berlaku.2

2

(36)

20

Setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde)

karena tidak dilakukan upaya hukum oleh para pihak atau upaya hukum biasa

yang tersedia telah semua digunakan, maka putusan menjadi dokumen negara

yang mengandung kekuatan eksekutorial. Title eksekutorial terletak pada irah-irah

yang tercantum dibagian kepala putusan yang berbunyi “ DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” . Setiap putusan yang

telah berkekuatan hukum tetap pelaksanaannya selalu dapat dipaksakan kepada

siapa saja penghukuman itu ditunjukkan bila perlu dengan bantuan alat negara.

Putusan pengadilan merupakan seluruh rangkaian proses pemeriksaan persidangan

sampai pada sikap hakim untuk mengakhiri perkara yang disidangkan. Putusan

pengadilan tidak dapat dipahami hanya membaca amar putusan, melainkan secara

keseluruhan. Semua yang terurai dalam putusan merupakan satu kesatuan dan

saling terkait serta tidak dapat dipisahkan. Formalitas putusan terdiri dari 4 bagian

Kepala putusan , identitas para pihak, pertimbangan ( considerans) dan amar.

Putusan pengadilan yaitu hasil akhir proses peradilan.3Asas kebebasan kehakiman

dalam kekuasaan kehakiman, tidak dapat diartikan sebagai kebebasan yang serasi

dengan falsafah Pancasila, UUD 1945 dan dalam memutus perkara selalu

mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Abdullah mengatakan

bahwa putusan pengadilan merupkan mahkota bagi hakim dan inti mahkotanya

terletak pada pertimbangan hukumnya, sedangkan bagi para pencarikeadilan

pertimbangan hukum yang baik akan menjadi mutiara yang berharga.

Pertimbangan hukum putusan merupakan bagian paling penting dalam sistematika

3

(37)

21

putusan karena itu akan mencerminkan bentuk tanggung jawab hakim kepada

hukum yang berlaku.

B. Pengertian Tindak Pidana Pemilu

Ketentuan mengenai Tindak Pidana Pemilu sebenarnya sudah dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun dalam Peraturan Pemilu.Namun, dalam berbagai undang-undang tersebut belum diatur secara khusus definisi dari Tindak Pidana Pemilu.Bahkan, hingga saat ini tidak ada definisi yang tegas diberikan oleh suatu aturan perundang-undangan. Karena itu untuk memberikan batasan tentang definisi Tindak Pidana Pemilu, dalam tulisan ini definisi yang digunakan akan mengacu pada ketentuan sebagaimana disebut dalam Pasal 252 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Ketentuan tersebut secara garis besar menyatakan bahwa Tindak Pidana Pemilu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang tersebut.4

Berdasarkan rumusan tersebut, diketahui bahwa tidak semua tindak pidana yang terjadi pada masa Pemilu atau yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu digolongkan sebagai Tindak Pidana Pemilu.Misalnya, pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Juru Kampanye Peserta Pemilu Tertentu terhadap Lawan Politik pada masa kampanye, atau Seorang Calon Anggota DPR yang diduga melakukan penipuan.Meskipun peristiwanya terjadi pada saat tahapan Pemilu berlangsung atau berkaitan dengan kontestan Pemilu tertentu tetapi karena tidak digolongkan sebagai Tindak Pidana Pemilu, perbuatan itu masuk dalam klasifikasi 4

(38)

22

tindak pidana umum.Begitu juga tindak pidana lainnya yang bisa jadi berkaitan dengan Pemilu tetapi tidak diatur dalam Peraturan Pemilu. Misalnya penyimpangan keuangan dalam pengadaan surat suara bukanlah Tindak Pidana Pemilu, melainkan Tindak Pidana Korupsi.5

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana tertentu yang disebut dalam ketentuan pidana dalam Peraturan Pemilu berupa perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan Peraturan Pemilu, meliputi tindakan atau kelalaian, yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi yang penyelesaiannya melalui pengadilan pada peradilan umum.6

C. Klasifikasi Tindak Pidana Pemilu

Secara umum, Tindak Pidana Pemilu yang diatur dalam Peraturan Pemilu meliputi setiap perbuatan yang menghilangkan hak pilih orang lain, mengganggu tahapan Pemilu, dan merusak integritas Pemilu, serta berbagai praktik curang untuk memenangkan salah satu kandidat peserta Pemilu seperti politik uang, kampanye hitam, dan sebagainya.

Pelanggaran Pemilu yang dikenal dalam Peraturan Pemilu terdiri dari dua jenis yaitu pelanggaran pidana (Tindak Pidana Pemilu) dan pelanggaran administratif. Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyebut dengan tegas tiga jenis macam masalah hukum yang berkaitan dengan Pemilu yaitu: pelanggaran administrasi Pemilu, pelanggaran pidana Pemilu, dan perselisihan hasil Pemilu. 5Ibid

6 Abdul Fickar Hadjar, “Perspektif Penegakkan Hukum Tindak Pidana Pemilu”, Jurna

(39)

23

Perselisihan hasil Pemilu diperiksa dan diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi yang diatur secara tegas oleh Peraturan Pemilu.dalam hal ini, jika ditelaah lebih jauh, perselisihan hasil Pemilu pada dasarnya merupakan ruang lingkup sengketa administrasi atau dapat disebut dengan keberatan atas hasil Pemilu. Jadi, keberatan hasil Pemilu bukanlah suatu pelanggaran Pemilu tetapi bentuk ketidakpuasan dari pihak yang merasa dirugikan untuk meninjau ulang hasil Pemilu yang telah diselenggarakan.

Berbeda dengan pendapat dari Topo Santoso yang menyatakan bahwa Sengketa hukum dan Pelanggaran Pemilu dapat dibagi menjadi enam: (1) Pelanggaran Pidana Pemilu (Tindak Pidana Pemilu); (2) Sengketa dalam Proses Pemilu; (3) Pelanggaran Administrasi Pemilu; (4) Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu; (5) Perselisihan (sengketa) Hasil Pemilu; dan (6) Sengketa hukum lainnya.7

Pendapat Topo Santoso tersebut didasari pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang hanya menyebut dengan tegas tiga macam masalah hukum yaitu: pelanggaran administrasi Pemilu, pelanggaran pidana Pemilu, dan perselisihan hasil Pemilu. Dua macam jenis masalah hukum lainnya, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tetapi secara materi diatur, yaitu pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dan sengketa dalam proses/tahapan Pemilu. Sementara sengketa hukum lainnya tidak diatur diatur secara eksplisit baik nama maupun materinya, tetapi praktik mengakui keberadaanya, yaitu masalah hukum lainnya.8

7

(40)

24

Ketentuan yang mengatur Tindak Pidana Pemilu, tidak saja ditemukan dalam Peraturan Pemilu, tetapi juga tercantum dalam KUHP. Terdapat lima Pasal dalam KUHP yang mengatur tentang tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu. yaitu:

a) Merintangi orang menjalankan haknya dalam memilih (Pasal 148 KUHP) b) Penyuapan (Pasal 149 KUHP)

c) Perbuatan Tipu Muslihat (Pasal 150 KUHP) d) Mengaku sebagai orang lain (Pasal 151 KUHP)

e) Menggagalkan pemungutan suara yang telah dilakukan atau melakukan f) tipu muslihat (Pasal 152 KUHP)

Dalam Rancangan KUHP juga terdapat pengaturan tentang Tindak Pidana Pemilu yang diatur dalam BAB IV tentang tindak pidana terhadap ketertiban umum yang terdiri dari 5 Pasal, yakni Pasal 278 sampai dengan Pasal 282. Kelima ketentuan yang dicantumkan dalam Rancangan KUHP tersebut mengatur hal yang sama sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara Tindak Pidana Pemilu yang diatur oleh KUHP dengan Tindak Pidana Pemilu dalam Rancangan KUHP karena perbedaan yang ada hanya mengenai jumlah denda yang diberikan saja.

B. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu

Acuan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dapat merujuk pada standar minimal penyelenggaraan Pemilu yang ditetapkan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance(IDEA), yang terdiri dari:9

a) Penyusunan kerangka hukum Pemilu; 9

(41)

25

b) Pemilihan sistem Pemilu; c) Penetapan daerah pemilihan; d) Hak untuk memilih dan dipilih; e) Badan penyelenggara Pemilu;

f) Pendaftaran pemilih dan daftar pemilih;

g) Akses kertas suara bagi partai politik dan kandidat; h) Kampanye Pemilu yang demokratis;

i) Akses media dan kebebasan berekspresi; j) Pembiayaan dan pengeluaran;

k) Pemungutan suara;

l) Penghitungan dan rekapitulasi suara; m) Peranan wakil partai dan kandidat; n) Pemantau Pemilu;

o) Kepatuhan terhadap hukum dan penegakkan Peraturan Pemilu.

Mengacu pada standar minimal penyelenggaraan Pemilu yang ditetapkan oleh IDEA di atas, penegakkan hukum Pemilu merupakan implementasi dari ketentuan point ke-15.10 Dengan kata lain, Penegakkan hukum Tindak Pidana Pemilu merupakan salah satu indikator yang penting untuk menentukan demokratis tidaknya penyelenggaraan Pemilu.

Penegakan hukum merupakan faktor pencegahan terhadap kecurangan dan bertujuan untuk melindungi integritas Pemilu.11Secara teoritis, Penegakan hukum

10

Topo Santoso, 2009,Penanganan Pelanggaran Pemilu, Kemitraan,Jakarta, Hlm. 2.

(42)

26

adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu-lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.12

Menurut Jimly Asshiddiqie13, penegakkan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum. Bahkan, dalam pengertian yang lebih luas lagi, kegiatan penegakkan hukum mencakup pula segala aktivitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya, yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran Aparat Kepolisian, Kejaksaan, Advokat atau Pengacara, dan Badan-Badan Peradilan.

Tindak Pidana Pemilu harus diproses melalui Sistem Peradilan Pidana.14Sistem peradilan pidana yang digariskan oleh KUHAP merupakan sistem terpadu (Integrated Criminal Justice System).15Sistem terpadu tersebut diletakkan di atas

12

Topo Santoso, 2009,Penanganan Pelanggaran Pemilu,Loc.Cit 13

Jimly Asshiddiqie, "Pembangunan Hukum dan Penegakkan Hukum di Indonesia ", Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari 2006.

14

Topo Santoso, “Penguatan Penegakkan Hukum Pemilu”, Makalah Disampaikan Pada Konferensi Memperbarui Penegakkan Hukum Pemilu Di Indonesia dan Pengalaman Internasional Dalam Hal Penyelesaian Sengketa Pemilu, Jakarta, 6 Oktober 2011, Hlm. 5.

15

M. Yahya Harahap, 2005,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan

(43)

27

landasan prinsip diferensiasi fungsional di antara aparat penegak hukum sesuai dengan tahap proses kewenangan yang diberikan undang-undang kepada masing-masing. Berdasarkan kerangka landasan yang dimaksud aktivitas pelaksanaan criminal justice system, merupakan fungsi gabungan (collection of function)

dari:16

a) Legislator b) Polisi c) Jaksa d) Pengadilan

e) Penjara, serta badan peradilan yang berkaitan baik yang ada di lingkungan pemerintahan atau di luarnya.

Tujuan pokok “gabungan fungsi” dalam kerangka criminal justice system adalah

untuk menegakkan, melaksanakan (menjalankan), dan memutuskan hukumpidana. Dengan demikian, kegiatan sistem peradilan pidana didukung dan dilaksanakan empat fungsi utama, yaitu:17

a) Fungsi pembuatan Undang-Undang (Law Making Function). Fungsi ini dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah atau badan lain berdasardelegated legislation.

b) Fungsi Penegakkan Hukum (Law Enforcement Function). Tujuanobjektif fungsi ini ditinjau dari pendekatan tata tertib sosial (socialorder):

1) Penegakkan hukum secara actual (the actual enforcement law) meliputi tindakan:

(a) Penyelidikan-penyidikan (investigation) 16Ibid,

(44)

28

(b) Penangkapan (arrest) penahanan (detention) (c) Persidangan Pengadilan (Trial), dan

(d) Pemidanaan (punishment) pemenjaraan guna memperbaiki tingkah laku individu terpidana (correcting the behavior of individual offender)

2) Efek preventif (preventive effect). Fungsi penegakkan hukum diharapkan mencegah orang (anggota masyarakat) melakukan tindak pidana. Bahkan, kehadiran dan eksistensi polisi di tengah-tengah kehidupan masyarakat dimaksudkan sebagai upaya prevensi. Jadi, kehadiran dan keberadaan polisi dianggap mengandung preventive effect yang memiliki daya cegah (detterent effort) anggota masyarakat melakukan tindak kriminal.

c) Fungsi Pemeriksaan Persidangan Pengadilan (Function of Adjudication). Fungsi ini merupakan subfungsi dari kerangka penegakkan hukum yang dilaksanakan oleh Jaksa PU dan Hakim serta pejabat pengadilan yang terkait. Melalui fungsi inilah ditentukan:

1) Kesalahan terdakwa (The Determination Of Guilty) 2) Penjatuhan hukuman (The Imposition Of Punishment) d) Fungsi memperbaiki terpidana (the function of correction)

(45)

29

Offender) agar dapat kembali menjalani kehidupan normal dan produktif

(Return To A Normal And Productive Life).

Penegakkan hukum Pemilu pada dasarnya merupakan mekanisme untuk menjaga hak pilih rakyat. Tujuannya memastikan bahwa hak atas proses konversi suara yang adil dan tidak terlanggar dengan maraknya kecurangan dan tindakan manipulatif oleh peserta Pemilu. Jauh lebih penting, bagaimana mekanisme hukum Pemilu mampu mengembalikan suara rakyat yang telah terkonversi kepada yang berhak sesuai dengan kehendak rakyat yang sesungguhnya. Perolehan suara dan keterpilihan calon tertentu, dapat dianulir oleh mekanisme hukum Pemilu, jika terbukti bahwa suara itu diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan menurut hukum. Seperti dikutip berikut ini:18

“Salah satu dari standar untuk adanya Pemilu demokratis adalah “kepatuhan

dan penegakkan hukum Pemilu.19Standar ini menjadi penting dicatat karena kerangka hukum harus menyediakan mekanisme efektif dan baik bagi kepatuhan hukum dan penegak hak-hak Pemilu, memberikan hukuman bagi pelaku-pelaku Tindak Pidana Pemilu.Kerangka hukum Pemilu harus diatur sedetil mungkin untuk melindungi hak-hak sipil.”

Penegakkan hukum Pemilu, dapat ditempuh melalui 2 cara, yaitu Civil Process dan Crime Process.20Civil Process merupakan mekanisme koreksi terhadap hasil Pemilu, yang diajukan oleh peserta Pemilu kepada lembaga peradilan yang 18

International IDEA, 2004,Kerangka Hukum Pemilu Indonesia Tahun 2004 Legal Framework of

the Indonesian 2004 General Election, IDEA, Jakarta, Hlm. 93. 19

Lihat International IDEA, (2002) and International IDEA, 2004, Kerangka Hukum Pemilu Indonesia Tahun 2004, Legal Framework of the Indonesian 2004 General Election, IDEA, Jakarta. Dalam Topo Santoso, “Penguatan Penegakkan Hukum Pemilu”, Makalah Disampaikan Pada Konferensi Memperbarui Penegakkan Hukum Pemilu Di Indonesia Dan Pengalaman Internasional Dalam Hal Penyelesaian Sengketa Pemilu, Jakarta, 6 Oktober 2011, Hlm. 2.

(46)

30

berwenang.Mekanisme ini banyak ditempuh oleh peserta Pemilu karena prosesnya yang cepat.Civil Process cenderung lebih menarik dan membuka peluang yang besar untuk tercapainya tujuan penegakkan hukum Pemilu, karena dapat menganulir keputusan hasil Pemilu.Beberapa Negara menggunakan mekanisme ini sebagai bentuk penyelesaian hasil Pemilu.Negara yang menggunakan mekanisme penyelesaian ini, misalnya, Filipina dan Indonesia.21Perselisihan hasil di Filipina hanya berlaku untuk Pemilu Presiden.Mekanisme penyelesaian sengketa dimaksud dilakukan melalui pengadilan tinggi. Berbeda dengan Filipina, Indonesia justru menggunakan mekanisme ini untuk menyelesaian perselisihan hasil Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan tentunya Pemilu Kepala Daerah. Perbedaannya, mekanisme penyelesaian perselisihan hasil Pemilu di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

Bentuk kedua mekanisme penegakkan hukum adalahCrime Process, yaitu proses penyelesaian permasalahan hukum Pemilu.22Mekanime Crime Process seperti yang dikenal dengan penyelesaian pelanggaran atau sengketa Pemilu melalui mekanisme hukum yang berlaku, baik pidana, administrasi maupun kodeetik, sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Crime Process cenderung lebih lambat,karena harus mengikuti mekanisme hukum yang berlaku secara bertingkatsebagai mana ditentukan oleh Peraturan Pemilu.23

Penegakkan hukum (Law Enforcement) yang dapat dilakukan dengan baik dan efektif merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan suatu Negara dalam upaya

21

Topo Santoso dkk, 2006,Penegakkan Hukum Pemilu, Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu

2009-2014, Perludem, Jakarta, Hlm. 28–30.

22Topo Santoso, “Menggagas Desain Pengawasan Pemilu” Focus

Group Discussion,Koalisi Masyarakat Pemantau Pemilu (KMPP), Jakarta; 27 Maret 2009, Hlm. 21.

(47)

31

mengangkat harkat dan martabat bangsanya di bidang hukum terutama dalam memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. Hal ini berarti pula adanya jaminan kepastian hukum bagi rakyat sehingga rakyat merasa aman dan terlindungi hak-haknya dalam menjalani kehidupannya.

(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. 1. Pendekatan Yuridis Normatif

yuridis normatif (library reseach) adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama, menelaah beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan, dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum yang berkenan dengan skripsi yang sedang dibahas atau menggunakan data skunder diantaranya ialah asas, kaidah, norma, dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya.1

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan penelitian dengan cara meneliti danmengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas.

(49)

B. Sumber dan Jenis Data 1. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum. Cara penelitian kepustakaan ialah melakukan studi terhadap alat penelitian berupa studi dokumen.Studi dokumen yang dilakukan adalah mengkaji dan menganalisis bahan hukum yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan kepustakaan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a) Bahan Hukum Primer,yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan mengatur.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku Hukum yang membahas mengenai tindak pidana pemilu, tujuan pemidanaan, penegakkan hukum, serta artikel-artikel, makalah-makalah, seminar, laporan atau hasil penelitian yang berhubungan dengan objek yang diteliti;

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum.

2. Penelitian Lapangan

(50)

✁ ✂

lapangan ditentukan dengan metode purposive, yaitu di: Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Perolehan data dilakukan melalui wawancara (interview), yang berfungsi untuk membuat deskripsi atau eksplorasi.2 Hasil dari wawancara berupa data primer. Wawancara dilakukan pada narasumber sebagai pihak yang dianggap memiliki kompetensi di bidang masalah yang diteliti. Wawancara terutama ditujukan untuk membantu mengelaborasi hasil studi pustaka untuk menjawab rumusan masalah. Wawancara dilakukan menggunakan pedoman wawancara yang memuat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada narasumber, yang dikembangkan sejalan dengan perkembangan teori-teori yang didapat peneliti dari studi pustaka yang relevan dengan penelitian ini.

C. Penentuan Narasumber

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini adalah wawancara terhadap para nara sumber/informan. Wawancara ini dipandu dan disusun secara terbuka.

Adapun narasumber/responden/informan yang diwawancarai adalah: 1. Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang = 1 orang 2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung = 1 orang

Jumlah 2 orang

2

(51)

✄ ☎

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil peneletian ini digunakan prosedur pengumpulan data yang terdiri dari data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan library research. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah literatur-literatur yang menunjang, serta bahan-bahan ilmiah lainya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan kegiatan merapihkan dan menganalisis data. Kegiatan ini meliputi seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya dan pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing data, yaitu meneliti data yang keliru, menambah dah melengkapi data yang kurang lengkap.

b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data menurut bahas yang ditentukan. c. Sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

(52)

✆6

E. Analisis Data

Data-data yang sudah terkumpul akan dianalisa dengan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.3 Metode kualitatif akan menghasilkan data diskriptif analitik. Data deskritif analitik yaitu hal-hal yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti sebagai yang utuh.4

3

(53)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses penegakan hukum tindak pidana pemilu sebagaiamana putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara Nomor 70/Pid./2014/PT TJK maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dasar Pertimbangan Hakim, hakim dalam menjatuhkan putusan percobaan terhadap pelaku tindak pidana pemilu karena berdasarkan pertimbangan hakim bahwa perbuatan tersebut terbukti dilakukan secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan penambahan suara kepada peserta pemilu tertentu. Hakim dalam persidangan tersebut mempunyai pendapat pelaku tindak pidana pemilu ini dijatuhkan hukuman percobaan agar menciptakan rasa keadilan bagi pelaku maupun masyarakat dan akan menimbulkan efek jerah terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana pemilu.

(54)

✝8

B. Putusan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana pemilu sudah memenuhi rasa keadilan dan memberikan efek jera bagi pelaku dapat disimpulkan dari hasil wawancara penulis terhadap responden. Bahwa berdasarkan fakta persidangan para pelaku hanya menjalankan perintah dan tidak mendapatkan keuntungan apapun dari perbuatannya.

B. Saran

1. Didalam perekrutan Panita Pemilahan Kecamatan (PPK) sebaiknya diberikan pengetahuan ataupun pelatihan dalam menjalankan tugasnya baik itu menurut tugas dan fungsinya ataupun aturan hukum dalam menjalankan tugas tersebut, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Mahrus, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana,Sinar Grafika, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Abadi, bandung

Arto, Muktu, 2004, Praktek Perkara pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Centre for Electoral Reform, 2010,Keadilan Pemilu, International IDEA, Swedia. Chazawi, Adami, 2011, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan

dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grapindo Persada, Jakarta.

Dewantoro, Nanda Agung, 1987, Masalah Kebebasan Hakim Dalam MenanganI Suatu Perkara Pidana, Aksara Persada, Jakarta.

Hamzah, Andi, 1996, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta

Harahap, M. Yahya, 2005, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta.

Huda, Chairul, 2008, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Prenada Media, Jakarta. International IDEA, 2004, Kerangka Hukum Pemilu Indonesia Tahun 2004 Legal

Framework of the Indonesian 2004 General Election, IDEA, Jakarta.

Makarao, Moh. Taufik, 2004 , Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, cet. I, PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Mariana, Dede dan Caroline Paskarina, 2007, Demokrasi dan Politik Desentralisasi, Graha Ilmu, Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 1991,Ilmu Hukum, Citra Adhitya Bhakti, Bandung. Sanit, Arbi, 1998,Reformasi Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa, 2011, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(56)

---, 2009,Penanganan Pelanggaran Pemilu,Kemitraan, Jakarta. ---2006,Tindak Pidana Pemilu, Sinar Grafika, Jakarta.

Sudarto, 1986,Hukum dan Hukum Pidana,Alumni, Bandung, hlm. 74. Witanto, Darmoko Yuti Witanto&Arya Putra Negara Kutawaringi, 2013,

Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dan Perkara Pidana, Alfabeta ,Bandung.

Sardini, Nur Hidayat 2011,Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 2007,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Surbakti, Ramlan Didik Supriyanto, dan Topo Santoso, 2008, Perekayasaan Sistem Pemilu Untuk Pembangunan Tata Politik Demokratis, Kemitraan, Jakarta.

Thalib, Dahlan, 1994, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Tim Penyusun Kamus,1997, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta.

Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta

Witanto, Darmoko Yuti, dan Arya Putra Negara Kutawaringin, 2013, Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-perkara Pidana.Alfabeta, bandung.

Makalah dan Jurnal:

1. Asshiddiqie, Jimly, "Pembangunan Hukum dan Penegakkan Hukum di Indonesia "Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari 2006.

2. Firdaus, Aras, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut

UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”

Jurnal Ilmiah FH USU, 2013.

Referensi

Dokumen terkait

pembuatan karya seni relief ukir melalui beberapa proses yaitu proses studi gambar, proses pembuatan media kayu, proses mendesain gambar, dan proses. pengukiran

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian tugas akhir ini ingin meramalkan outflow uang kartal tiap pecahan di Bank Indonesia Kantor

Jika mengacu pada hasil penelitian Akmaluddin (2014) akan ditemukan simpulan bahwa kesalahan bahasa tulisan yang ditemukan pada dokumen dinas tersebut sebanyak

Penggabungan (compounding), disebut juga compound, adalah proses penggabungan dua atau lebih kata (Tsujimura, 2000: 154). Masih dalam Tsujimura, Shibatani menyebutkan

Ditunjuk sebagai Direktur pada Juni 2013. Bergabung dengan Summarecon pada 2005  sebagai Direktur Eksekutif.  Yang   bertanggung jawab atas kegiatan operasi dari

‘I have matter here that will vindicate John the moment it is seen by the right people, and make Ned Kelley a wanted man.’.. Jane

Astra Internasional Tbk-Daihatsu merupakan salah satu perusahaan Agen Pemegang Tunggal Merek Daihatsu di Pekanbaru, perusahaan ini juga memiliki karyawan yang