• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Dasar-Dasar Hukum Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Dasar-Dasar Hukum Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Dasar-Dasar Hukum Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana a) Pengertian Tindak Pidana

Kata Tindak Pidana berasalah dari bahasa belanda yaitu

“Straafbaar Feit”. Adapun “Straafbaar Feit” terdiri dari 3 kata yaitu “straf,” “baar” dan “feit” , jika di artikan dalam bahasa belanda

“straf” artinya dapat, “baar” artinya boleh, dan “fiet” artinya tindak, persistiwa, atau pelanggaran.

Istilah Tindak Pidana “Strafbaar Feit” , Pompe dalam buku SR.

Sianturi mengatakan bahwa :

“Tindak Pidana adalah suatu pelanggaran kaidah (penggunaan ketertiban Hukum) terhadap pelaku yang mempunyai kesalahan untuk pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban Hukum dan menjamin kesejahteraan umum.”1

Kemudian dari beberapa pengertian tentang tindak pidana tersebut diatas dapat disamakan dengan istilah tindak pidana, persitiwa pidana atau delik. Mengenai arti straf baar feit perlu juga diketahui pendapat para sarjana. Menurut Van Hamel, straf baar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat

1SR Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Storia Grafika, Bandung, 2012, hlm. 47.

(2)

melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Menurut simon straf baar feit adalah kelakuan atau hendeling yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan Hukum yang berhubungan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.2

Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa didalam perbuatan pidana didapatkan adanya suatu kejadian tertentu, serta adanya orang-orang yang berbuat guna menimbulkan suatu akibat karena melanggar peraturan perundang-undangan yang ada, atau dapat diartikan pula tindak pidana merupakan perbuatan yang dipandang merugikan masyarakat sehingga pelaku tindak pidana itu harus dikenakan sanksi hukum yang berupa pidana.

b) Unsur - Unsur Tindak Pidana

Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan sesuatu tindakan manusia dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh Undang- Undang. Tindak pidana biasanya disamakan dengan istilah delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum.

Delik tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut : “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan

2 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,1983, hlm 56

(3)

Hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”.3

Sebuah tindak pidana yang ada di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana pada umumnya terdapat 2 unsur yaitu, unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur yang melekat pada diri si pelaku yang disebut unsur subjektif, sedangkan unsur yang ada hubungannya dengan keaadaan dimana dari tindakan si pelaku yang harus dilakukan disebut dengan unsur objektif.4

Unsur – Unsur Subjektif dari suatu Tindak Pidana yaitu : 1. “Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa)”;

2. “Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP”;

3. “Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain”;

4. “Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP”.5

Unsur – Unsur Objektif dari suatu Tindak Pidana yaitu : 1. “Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid”;

2. “Kualitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP”;

3. “Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat”.6

3Depdikbud Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 , Jakarta, Balai Pustaka, 1989. Hal. 219

4P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm 193

5P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm 193

6 Ibid hlm 194

(4)

2. Tinjauan Tentang Sifat Dapat di Pidananya Perbuatan dan Pelaku yang Dapat di Pidana

a) Pengertian Perbuatan

Adapun menurut pendapat dari Pompe yang mengatakan bahwa perbuatan adalah suatu yang dapat dilihat dari luar dan diarahkan kepada suatu tujuan yang menjadi sasaran suatu norma- norma.7

Perbuatan manusia yang baik sesuai dengan nilai – nilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku (positif) maupun perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma kehidupan (negatif) untuk dapat dikatakan suatu tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) “Perbuatan tersebut harus memenuhi undang-undang setiap perbuatan manusia baik yang positif maupun yang negatif untuk dapat dikatakantindakan pidana harus memenuhi apa yang dirumuskan oleh Undang-Undang”;

2) “Diancam dengan pidana”;

3) “Perbuatan tersebut harus merupakan sifat melawan Hukum

7 Tri Andrisman, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, 2007 , hlm 97

(5)

Perbuatan manusia telah memenuhi rumusan undang-undang pidana tidak dapat dipidana karena tidak bersifat melawan Hukum”;

4) “Dilakukan dengan kesalahan”;

5) “Orang mampu bertanggung jawab”.8

b) Pelaku yang Dapat Dipidana

Yang dapat dikatang sebagai pelaku ialah seseorang yang melakukan tindak pidana, yang artinya seseorang tersbut dengan kesengajaan atau tidak dengan kesengajaan yang di dalam Undang – Undang dapat menimbulkan suatu akibat yang tidak diindahkan di dalam Undang – Undang, ataupun dari unsur –unsur subjektif maupun unsur – unsur objektif.9

Dari penjelasan diatas maka, yang dapat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana yaitu, sebagai berikut :

1. “Orang yang melakukan (dader plagen)”

Seseorang yang bertindakn sendiri dengan adanya maksud untuk melakukan suatu tindak pidana

2. “Orang yang menyuruh melakukan (doen plagen)”

Apabila melakukan tindak pidana perlu paling sedikit dua orang, yaitu orang yang menyuruh melakukan tindak pidana,

8Sudarto , Hukum dan Hukum Pidana , Alumni, Bandung , 1990 , hlm 40

9Barda Nawawi Arif , Sari Kuliah Hukum Pidana II. Fakultas Hukum Undip.1984,hlm: 37

(6)

maksudnya adalah bukanlah pelaku utama yang melakukan tindak pidana tersebut.

3. “Orang yang turut melakukan (mede plagen)”

Turut melakukan artinya disini ialah melakukan bersama-sama.

Dalam tindak pidana ini pelakunya paling sedikit harus ada dua orang yaitu yang melakukan (dader plagen) dan orang yang turut melakukan (mede plagen).

4. “Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian”.

Penyalahgunaan kekuasaan atau martabat, memakai paksaan atau orang yang dengan sengaja membujuk orang yang melakukan perbuatan. Orang yang dimaksud harus dengan sengaja menghasut orang lain.10

3. Tinjauan Tentang Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana a) Tinjauan Tentang Kesalahan

Kesalahan memiliki arti yang luas, dimana disampaikan dengan pengertian pertanggungjawaban pidana yang di dalamnya terdapat arti dapat di celanya si pelaku atau perbuatannya.

Mengenai kesalahan, menurut pendapat Bambang Poernomo yaitu :

“Kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis.

Segi psikologis merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih, baru kemudian segi yang kedua untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dasar kesalahan yang harus dicari dalam psikis orang yang melakukan perbuatan itu sendiri

10Ibid

(7)

dengan menyelidiki bagaimana hubungan batinnya itu dengan apa yang telah diperbuat.11 Berdasarkan pendapat Bambang Poernomo tersebut dapat diketahui untuk adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau batin tertentu, dan harus ada hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan suatu celaan, yang pada nantinya akan menentukan dapat atau tidaknya seseorang di pertanggungjawabkan secara pidana.”12

Suatu bentuk kesalahan yang merupakan kesengajaan atau kealpaan, atau alasan pemaaf yang mampu bertanggungjawab atas perbuatan pidana (sifat melawan hukum) dapat dikatakan sebagai adanya kesalahan.13

b) Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana

Adapun menurut pendapat Roeslan Saleh, seseornag yang mampu bertangungjawab jika memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Mampu mengisnyafi perbuatannya.

2. Mampu menginsyafi perbuatan tersebut yang tidak patut di pandang dalam masyarakat.

3. Dapat menentukan niatnya dalam meakukan perbutan.14

Dapat bertanggungjawab apabila memenuhi unsur kesalahan, dengan adanya kesalahan maka seseorang dapat memiliki rasa bertanggungjawab, dimana telah diataur didalam pasal 44 ayat 1 KUHP :

Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam

11Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,1985, h.145

12 Ibid

13 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002 :Hlm.165.

14Roeslan Saleh. Dalam Ibror Alhadat.Hlm.126.

(8)

pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana”.15 “Bila tidak dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia masih muda, maka Pasal tersebut tidak dapat dikenakan” .

4. Tinjuan Tentang Pemidanaan a) Pengertian Pemidanaan

Pemidanaan adalah unsur terpenting di dalam hukum pidana, karena merupakan puncak dari semua proses untuk mempertanggungjawabkan seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana. ”A criminal law without sentencing would morely be a declaratory system pronouncing people guilty without any formal consequences following form that guilt”.16

Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahannya tersebut.

Dengan demikian, konsepsi tentang kesalahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengenaan pidana dan proses pelalsanaannya. Jika kesalahan dipahami sebagai ”dapat dicela”, maka di sini pemidanaan merupakan ”perwujudan dari celaan”

tersebut.17

Adapun Pengertian Pemidanaan dari berbagai sumber pendapat ahli untuk memberikan gambaran tentang apa yang

15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

16Muladi, KapitaSelekta Sistem Peradilan Pidana.Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1985, hlm. 111

17Ibid

(9)

dimaksud dengan pemidanaan, beberapa ahli berpendapat sebagai berikut:

a) Menurut W . A . Bonger

Menghukum ialah mengenakan penderitaan. Menghukum sama artinya dengan “celaan kesusilaan” yang timbul terhadap sebah tindak pidana , yang merupakan penderitaan. Dimana pada hakekatnya merupakan perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan secara sadar. Unsur pokok hukuman adalah degan tentangan yang di kemukakan oleh kolektivitas dengan secara sadar.18

b) Tujuan Pemidanaan

Adapaun menurut pendapat Sudarto, tujuan pemidanaan yaitu sehubungan dengan tujuan negara, yang berarti usaha guna mewujudkan peraturan perundangan yang sesuai dengan keadaan dan situasi yang akan datang. Penjelasan mengenai tujuan pemidanaan menurut sudarto yaitu :

1. “Untuk menakut-nakuti agar orang agar jangan sampai melakukan kejahatan orang banyak (general preventie)maupun menakut- nakuti orang tertentu orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (special preventie)”;

2. “Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat”;

3. “Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara, masyarakat, dan penduduk, yakni” :

a. “Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna”;

b. Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana” .19

18W.A. Bonger,Pengantar Tentang Kriminologi.Terjemahan Oleh R.A. Koesnoen. PT.

Pembangunan, Jakarta.1982.hlm. 24-25

19Sudarto, 1986.hlm. 83

(10)

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Persekusi 1. Tindak Pidana

a) Kategori Tindak Pidana

1) Delilk Yang Bersifat Menyakiti / Merugikan “krenkingsdelicten”

dan Delik Yang Menimbulkan Ancaman Atau Keadaan Bahaya (gevaarzettingsdelicten)

Pada dasarnya lebih menitik beratkan kepada tindakan yang bersifat menyakiti (melanggar) kepentingan hukum tersebut, pada akhirnya upaya mencegah semua bahaya atau ancaman bahaya terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen pidana dapat memunculkan beban yang sangat berat bagi masyarakat, rumusan tindak pidana dapat dibedakan antara tindak pidana yang terfokus pada sifat menyakiti disini kerugian harus lebih dahulu muncul sebelum hukum pidana memberikan reaksi misalnya dalam tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam pasal 338KUHP, 362 KUHP tentang pencurian, 326 KUHP tentang penipuan, pasal 406 KUHP tentang pengerusakan dan dengan tindak pidana yang difokuskan pada ancaman bahaya yang mungkin timbul dari suatu delik.20 2) Delik materiil dan delik formiil

Adapun delik formil merupakan tindak pidana yang dalam peraturan perundangan cukup disebut dengan perbuatan tertentu.

20Janremmelink , 2003, HukumPidanakomentarataspasal-pasalterpentingdarikitab undang- undangHukumpidanabelandadanpedanannyadalamkitabundang-undangHukum pidanaIndonesia ,Jakarta ,Gramediapustakautama ,Hlm62

(11)

Jika delik materiil merupakan perbuatan yang dapat mengakibatkan konsekensi tertentu dimana perbuatan tersebut terkadang mencakup dan terkadang tidak mencakup unsur tindak pidana. Delik formil telah diatur di dalam ketentuan pasal 160 KUHP. Menebar kebencian, sumpah palsu 242 KUHP dan lain-lain. Delik materiil misalnya di dalam ketentuan pasal 338 KUHP, pasal 359 KUHP, dan pasal 360 KUHP tentang pembunuhan dan juga kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Karena kelalaian mengakibatkan orang lain terluka berat kita tidak Akan menemukan perujukan pada perbuatan yang menimbulkan akibat dalam ketentuan tersebut.21

3) Delik Komisi dan Delik Omisi

Dalam merumuskan delik-delik, Hukum ini berfokus terutama pada kegiatan atau perbuatan. Bagian terbesar Hukum pidana menuntut tidak dilakukanknya tindakan-tindakan tertetu.

Pelanggaran terhadapnya menunjukkan telah dilakukannya delik komisi (commissiedelict).. Ini bisa mencakup delik yang dirumuskan secara formil, seperti penghasutan/opruiing (pasal 131 Sr.,pasal 160 KUHP), pencurian (pasal 310Sr.,Pasal 362 KUHP) atau yang dirumuskan secara materiil, seperti pembunuhan (pasal 287 Sr.,

Pasal 338 KUHP), Penipuan/ oplichting

pasal326Sr.,pasal378KUHP). Tidak dipenuhinya tuntutan

21Ibid

(12)

melakukan sesuatu ini Akan memunculkan delik Omisi (Omissiedelict) yang terfokus pada sikap tidak melakukan atau melalaikan suatu kewajiban atau perintah (gebod) Hukum. Misalnya dengan sengaja tidak memenuhi panggilan sebagai saksi (Pasal 192 Sr., Pasal 224 KUHP dan Pasal 444 Sr., Pasal 522 KUHP dan melalaikan (kewajiban) memberikan pertolongan (pasal 450 Sr., Pasal 531KUHP).22

Delik omisi tidak murni atau delik omisi semu (Oneigenlijke Omissiedelicten)Sikap diam atau pasif juga mungkin melanggar suatu larangan. Larangan yang termuat dalam ketentuan Pasal 287 Sr. (Pasal 338 KUHP): “dilarang dengan sengaja merampas nyawa orang lain”, sepanjang tindakan secara aktif maupun dengan Cara tidak melakukan suatu tindakan. Contohya Misalnya: Seorang penjaga mercusuar yang melalaikan kewajibannnya menyalakan suara dan dengan demikian membahayakan lalu lintas perkapalan, dapat dikatakan telah bersalah melanggar ketentuan Pasal 166 Sr.

(Pasal 196 KUHP): ia dianggap sengaja menghalang-halangi bekerjanya tanda-tanda tersebut. Tindak-tindak pidana demikian dapat terjadi karena keharusan melakukan suatu perbuatan (Nalaten), yang dalam konteks lain oleh orang lain dapat dikatakan dilanggar apabila secara aktif dilakukan suatu perbuatan tertentu.

Dalam hal ini demikian kita berbicara tentang delik omisi tidak

22Ibid

(13)

murni atau delicta commisiva per omissionem. Pelaku tidak melakukan kewajiban yang dibebankan padanya dan dengan itu menciptakan suatu akibat yang sebenarnya tidak boleh ia diciptakan.

Dalam hal ini, yang tiap kali terkait adalah delik-delik yang dirumuskan secara materiil.23

b) Akibat dan Kausalitas

Ajaran kausalitas sering dikaitkan dengan unsur perbuatan yang menjadi dasar dari penentuan apakah seorang sudah melakukan suatu tindak pidana atau tidak (apa ada unsur kesalahan di dalamnya). Dalam penentuan dasar pertanggungjawaban pidana seseorang, dimana adanya kontrol pelaku (sebagai kehendak bebas keadaan lainnya di luar kehendak pelaku) sebagai penyebab, maka unsur kesalahan menjadi penting. Unsur kesalahan menjadi unsur yang menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana sebagai pelaku tindak pidana dalam hubungannya dengan ajaran kausalitas.24

Terdapat beberapa jenis ajaran kasualitas, di kelompokkan menadi 3 teori yaitu :

1) “Teori Conditio Sine Qua Non”

Teori ini berasal dari von buri, seorang ahli hukum jerman.

Ajaran ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1873. Ajaran ini

23Ibid

24Eva Achjani Zulfa, Hukum Pidana Materil & Formil: Kausalitas, USAID-The Asia Foundation- kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hlm 160.

(14)

menyatakan bahwa penyebab adalah semua faktor yang ada dan tidak dapat dihilangkan untuk menimbulkan suatu akibat. Menurut teori ini, tidak membedakan mana faktor syarat dan yang mana faktor penyebab, segala sesuatu yang masih berkaitan suatu peristiwa sehingga melahirkan suatu akibat adalah termasuk yang menjadi penyebabnya.25

2) Teori-Teori yang Mengindividualisir

Teori yang mengindividualisir adalah teori yang dimana dalam usahanya berusaha mencari penyebab timbulnya akibat dengan hanya melihat perbuatan yang dilakukan, yang dimana akibatnya benar terjadi secara konkrit “post factum”26

Faktor penyebab itu adalah hanya berupa faktor yang paling berperan atau dominan atau mempunyai andil yang paling kuat tehadap timbulnya akibat, sedangkan faktor lain adalah dinilai sebagai faktor syarat saja dan bukan faktor penyebab.

3) Teori-Teori Yang Menggeneralisir

Teori yang menggeneralisir ialah sebuah teori yang mecari sebab atau “causa” dari serangkaian faktor yang ikut mempengaruhi atau yang berkaitan dengan munculnya akibat ialah dengan menilai pada

25Adami Chazawi , Pelajaran Hukum Pidana Bagian I.Jakarta: Raja Grafindo Persada

.

2002 , hlm. 219

26Adami Chazawi .Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta :Rajagrafindo Persada. 2007 , hlm. 220

(15)

faktor yang menurut akal dapat diterima pada umumnya yang disbut dengan secara “abstracto” , tidak dengan cara “inconcreto” .27

2. Pengertian Persekusi

Pengertian persekusi di dalam Kamus Hukum Online ialah : “Persekusi adalah segala tindakan yang pada pokoknya merupakan perbuatan sewenang-wenang terhadap seseorang atau kelompok untuk disakiti, dipersusah, atau ditumpas”.28

Bentuk-Bentuk Tindakan Persekusi : 1) Pengancaman

Diatur dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP selengkapnya berbunyi:

Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan,tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, ataudengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupunorang lain.

2) Penganiayaan

Diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)

3) Pengeroyokan

Pengeroyokan dan perusakan adalah istilah pidana tentang Tindak pidana diatur dalam Pasal 170 KUHP.29

27Ibid hlm. 222

28Kamus Hukum Online, Persekusi, https://kamushukum.web.id/arti-kata/persekusi/, diakses pada hari Rabu tanggal 11 Desember 2019, Pukul 20.47 WIB, hlm. 1

29Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(16)

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Persekusi

Menurut Amzulian Rifai mengemukakan bahwa unsur-unsur terhadap kejahatan persekusi itu ada 2 (dua) yang dikategorikan sebagai berikut:

a. Kejahatan tersebut dilakukan dengan cara yang sistematik dan ditujukan kepada beberapa kelompok sipil.

b. Untuk unsur yang terakhir, pelaku kejahatan persekusi ini mengetahui apabila perbuatannya dilakukannya dengan danya niat terhadap beberapa kelompok sipil .30

4. Karakteristik Tindakan Persekusi a. Adanya hak dasar yang dirampas b. Pelaku mentarget

1) Orang atau individu karena suatu identitas kelompok 2) Orang atau individu karena identitas bersama/kolektif 3) Kelompok tertentu

4) Kolektivitas tertentu

c. Tindakan yang dilakukan mulai membunuh, penganiayaan, hingga perbuatan tidak manusiawi yang menyebabkan penderitaan fisik serta mental.

d. Pelaku mengetahui bahwa tindakannya bagian dari tindakan yang diniatkan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik.31

30 Koran Sindo, 8 Juni 2017, hlm.2./di akses pada tanggal 16 januari 2019 pukul 18.00

31 Anonim, bantuan hukum, https://www.bantuanhukum.or.id/diakses pada tanggal 11 Desember 2019 pukul 21.28

(17)

C. Tinjauan Tentang Pelaku Tindakan Persekusi 1. Macam-Macam Pelaku Tindakan Persekusi

Sebagaimana disampaikan didepan bahwa tindakan persekusi terdapat pengancaman, penganiayaan, pengeroyokan. Pelaku kekerasan yang termasuk persekusi memiliki jenis yaitu :

1) “Kekerasan masal (perorangan atau individu) primitif, kekerasan masal primitif adalah kekerasan massa yang bersifat non pilitis atau yang ruang lingkupnya hanya terbatas pada suatu komunitas tertentu, contoh pengeroyokan anak sekolah, tawuran anak sekolah” .

2) “Kolektif modern (organisasi) adalah merupakan alat untuk mencapai tujuan ekonomis dan politis dari suatu organisasi yang tersusun dengan baik” .32

3) “Kekerasan massal (penguasa) reaksioner, kekerasan massal reaksiner adalah pada umumnya merupakan reaksi terhadap penguasa. Pelaku tidak semata-mata berasal dari satu komonitas melainkan siapa saja yang merasa berkepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan yang dianggap tidak adil dan jujur” .

2. Akibat Hukum Bagi Pelaku Tindakan Persekusi

Dalam hakikatnya dari sanksi pidana ialah pembalasan, tujuan dari sanksi pidana yaitu penjeraan baik ditujukan pada pelanggar Hukum itu sendiri ataupun pada mereka yang mempunyai potensi menjadi jahat dan

32 Adhi Wibowo, Perlindungan Hukum Korban Amuk Massa, Thafa Media, Yogyakarta,2013, hlm.18

(18)

bertujuan melindungi dari segala bentuk kejahatan dan pendidikan atau perbaikan bagi para penjahat.33

Sistem hukuman tercantum pada Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dimana sebuah hukuman bagi pelaku tindaka pidana dibagi menjadi berbagai macam, sebagai berikut :

a. Hukuman Pokok 1) Hukuman Mati;

Suatu Hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk Hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.

2) Hukuman Penjara;

Hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam Hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa Hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol34

3) Hukuman Kurungan;

Pidana kurungan adalah juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi dalam berbagai hal ditentukan lebih ringan dari pada yang ditentukan kepada pidana penjara

33Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidaan di Indonesia, Jakarta, 1989, Pradya Parmita, hlm. 16.

34Fully Handayani, S.H., M.Kn, Pengantar Hukum Indonesia,hlm. 59-61

(19)

4) Hukuman Denda

Terpidana dapat meilihi sendiri antara membayar denda atau dengan kurungan saja. Adapun kurungan yang diberkan yaitu maksimal adalah 6 Bulan .35

5) Hukuman Tutupan

Dimana hukuman ini dijathkan karen dengan adanya alasan politik terhadap orang yang telah melakukan kejahatan dimana diancam dengan hukuman penjara dari KUHP .36

b. Hukuman Tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu;

Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya memasuki Angkatan Bersenjata, Penurunan Pangkat, Pencabutan

hak-hak yang disebutkan pada Pasal 35 ayat pertama pada nomor-nomor ke-1, ke-2, dan ke-3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2) Dengan perampasan barang tertentu;

3) Adanya pengumuman keputusan hakim keputusan hakim.37

“Pengumuman putusan hakim ini berbeda dengan makna Pasal 1 angka 11 KUHAP dan Pasal 195 KUHAP dimana pada

35ibid

36Subandi AL Marsudi, S.H., M.H., Pengantar Ilmu hukum, hlm 146-154

37 Febri Handayani, Pidana Mati Ditinjau dari Perspektif Teori Hukum dan Dikaitkannya dengan Hukum Islam (Studi Kasus Di Kejaksaan Negeri Pekanbaru Dan Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jurnal Hukum UIN Suska, Volume. 16 No. 1 Juni 2016, hlm. 6

(20)

umumnya putusan hakim harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum”

Adapun pengumuman keputusan hakim memiliki beberapa jenis yaitu :

a. “Pengumuman putusan hakim merupakan publikasi ekstra, di luar para pihak yang wajib mendapat salinan putusan hakim seperti terpidana, penasehat Hukum dan penuntut umum. Pengumuman putusan ini dapat berupa amar di media-media yang ditunjuk”;

b. “Biaya pengumuman ditanggung terpidana”;38

c. “Pidana tambahan ini hanya untuk tindak pidana yang ditentukan secara tegas dalam KUHP atau peraturan perundang-undangan lainnya”.

38Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 43

Referensi

Dokumen terkait

Bab kedua; tinjauan Umum tindak pidana dalam hukum Islam Bab ini menjelaskan tentang pengertian dan unsur-unsur jarimah, macam-macam jarimah, dan sanksi jarimah

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Berdasarkan hasil penelitian, keinginan berkomunikasi pembina dan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Anak Pekanbaru ternyata adanya kecendrungan yang

Mulla> S{adra> di sini nampak sejalan dengan Suhrawardi yang menyatakan bahwa ilmu h}ud}u>ri> hanya bisa diperoleh manusia dengan observasi ruhani berdasarkan

Hasil pengamatan isi lambung yang terdapat pada Gambar 1, Gam- bar 2, dan Gambar 3 meunjukkan bahwa ikan baung memiliki variasi makanan yang tidak cukup beragam

Pada keseluruhan komponen rumah bangsawan Jawa, pringgitan bukanlah suatu area yang memiliki kesakralan melainkan pendukung bangunan utamanya, yaitu pendopo dan

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis struktur naratif pada artikel storytelling project sunlight “menyebarkan kebiasaan baik” dan “simak tips” dengan menerapkan

- Jika anda ingin mengganti pengaturan program saat mesin beroperasi, tekan tombol “START/PAUSE” untuk menghentikan operasi sementara dan ganti program yang anda inginkan dengan