12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemerkosaan 1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana atau perbuatan pidana pada dasarnya ialah istilah yang berasal dari bahasa belanda Strafbaarfeit5, dan diartikan oleh sarjana di Indonesia antara lain Tindak Pidana (Sudarto.1986:31), Delict (Moeljatno, 2002:54-57), dan perbuatan pidana.6 Didalam pengertian tindak pidana Ada beberapa pendapat ahli yang mendefinisikan tentang pengertian Tindak Pidana sebagai berikut :
1) D.Simons
Pendapat Simons, mengenai pengertian tindak pidana yaitu perbuatan yang melanggar aturan hukum yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya yang tertuang dalam undang- undang.
5 Tongat, S.H.,M.Hum, 2012, Dasarndasar Hukum Pidana Indonesia, Malang, UMM Press, hal 91
6 Kombes. Pol. Dr. Ismu Gunadi, S.H., CN., M.M. dan Dr Jonaedi Efendi, S.H.I., M.H., 2015, Cepat Mudah Memahami Hukum Pidana, Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri, hal 36
13 2) Van Hammel
Pendapat Van Hammel mengenai tindak pidana , Delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain dengan demikian pengertian sederhana tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang atau aturan hukum yang dapat dikenai sanksi yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.7
2. Unsur-unsur Tindak Pidana a. Simons
Menurut Simons sebagaimana dikutip oleh Leden Marpaung didalam bukunya yang berjudul “Unsur-Unsur Perbuatan yang dapat dihukum (Delik). Bahwa unsur-unsur perbuatan pidana terdiri:
a. Perbuatan Manusia (Positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat b. Diancam dengan pidana (stratbaar gestcld);
c. Melawan Hukum(onrechmatig);
d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);
e. Dan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. (toerekeningsvatbaar persoon).8
7 Ibid, hal 37
8 Dr. Karim, S.H., M.H, 2019, Ius Constituendum Pengaturan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan Melaui Restorative Justice, Surabaya, CV Jakad Media Publishing, hal 4
14
a. Pendapat Simons ada 2 unsur tindak pidana (Strafberfeit) yaitu unsur objektif dan unsur Subjektif.
1) Unsur Objektif
a. Perbuatan atau tindakan orang;
b. Timbulnya akibat yang terlihat dalam perbuatan;
c. Adanya keadaan tertentu yang dapat menimbulkan suatu perbuatan contohnya dalam pasal 281 KUHP sifat “dimuka umum”n.
2) Unsur Subjektif
a. Orang yang dapat bertanggungjawab;
b. Adanya kesalahan (dollu satau Culpa).
c. Adanya perbuatan atau tindakan kesalahan yang berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan yamg mengakibatkan perbuatan itu dilakukan.9
b. Menurut Sudarto (1990: 44), unsur yang terdapat didalam suatu tindak pidana sebagai syarat pemidanaan sebagai berkut:
(1) Perbuatannya, dengan syarat:
a) Memenuhinrumusan di dalam undang-undang;m
b) Bersifat melawann Hukum atau onrechmatige daad (tidak adanya alasan pembenar).
(2) Subjek orangnya (kesalahannya), dengan syarat:
a) dapat bertanggung jawab;
9 Rahmanuddin Tomalli, S.H,.M.H, 2019, Hukum Pidana, Sleman, CV Budi Utama, hal 12-13
15
b) Kesalahan atau kealpaan (tidak ada alasan pemaaf).
3. Macam-macam Tindak Pidana
Secara Umum tindak pidana dapat dibedakan kedalam beberapa pembagiannya yaitu:
1) Kejahatan dan Pelanggaran
Kejahata natau Rehtdelicht, yaitu perbuatan-perbuatan yang menyimpang dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana didalam undang-undang atau tidak. Perbuatan yang dapat dikategorikan yaitu pembunuhan, pencurian, dan sebagainya
Pelanggaran (wetsdelicht) ialah perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat baru disadari itu sebagai perbuatan pidana, karena undang- undang merumuskan pelangaran itu sebagai delik. Perbuatan yang dapat dikelompokan sebgai pelanggaran adalah misalnya memarkir mobil disebelah kanan jalan,dan sebagainya.10
2) Delik Formal dan delik materiil
Delik Formal adalah delik yang perumusannya di titik beratkan kepada perbuatan yang tidak diperbolekan.11 Tindak Pidana formil tidak memerlukan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari sebagai syarat peneyelesaian Tindak pidana, melainkan pada perbuatannya, misalnya pada pencurian pasal 362 KUHP untuk
10 Tongat, S.H., Op.cit, Hal 105-106
11 Dr. Lukman Hakim, S.H., M.H, 2020, Asas-Asas Hukum Pidana Buku Ajar Bagi Mahasiswa, Sleman ,CV Budi Utama, hal 12
16
selesainya pencurian digantung pada pada selesai perbuatan mengambil.12
Delik Materil adalah menimbulkan akibat yang dilarang atau tidak diperbolehkan, dalam hal ini dapat dikatakan selesai apabila dampak dari perbuatan tersebut telah selesai, apabila dampak tersebut telah terjadi, jika belum maka dapat dikatakan hanya sebagai percobaan.13
3) Delik commisionis, Delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionem Commisa
Delik Commisionis ialah delik yang mengakibatkan suatu pelanggaran terhadap suatu yang dilarang seperti melakukan pencurian, penggelapan, penipuan.
Delik Ommisionis ialah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah sepeti tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan atau diharuskan, misal tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (Pasaln522 KUHP, Tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan Pasal 531 KUHP)
Delik Commisionis per ommisionem commisa ialah suatu delik yang berupa pelanggaran dengan adanya larangan (dus delik commisionis), akan tetapi dapat dilakukannya dengan cara tidak berbuat.
12 Amir Ilyas, S.H., M.H, 2012, Asas- asas Hukum pidana (Memahami Tindak Pidana dan Pertanggung jawaban Pidana sebagai Syarat Pemidanaan), Sleman, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP-Indonesia, hal 29
13 Dr. Lukman Hakim, S.H., M.H, Loc.cit
17
Misal yaitu seorang ibu membunuh anaknya karena tidak diberikannya susu ( pasal 338, 340 KUHP)
4) Delik Dollus dan Culpa
Delik Dollus (Kesengajaan) adalah delik yang memuat unsur kesengajaan misal Pasal 187, 197 KUHP
Delik Culpa (Kealpaan) adalah delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur misal Pasal 195,197, 201 KUHP
5) Delik Tunggal dan delik berganda
Delik Tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali dan tidak dilakukan berulang kali
Delik Berganda adalah delik yang baru, merupakan delik apabila dilakukan dengan beberapa kali perbuatan misal Pasal 481 KUHP (Pendahan sebagai kebiasaan)
6) Delik yang berlangsung terus dan delik yang berlangsung tidak terus Delik yang berlangsung terus ialah delik yang memiliki ciri, bahwa perbuatan terlarang itu berlangsung terus misal merampas kemerdekaan seorang ( pasal 333 KUHP)
Delik yang tidak berlangsung terus menerus adalah tindak pidana yang mempunyai ciri, bahwa keadaan yang tidak diperbolehkan berlangsung secara terus –menerus, perbuatan ini akan selesai dengan telah dilakukannya yang dilarang atau timbulnya akibat. Contohnya pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya.14
14 Tongat, S.H.,M.Hum,Op.cit, Hal 110
18 7) Delik Aduan dan bukan delik aduan
Delik Aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena delik misal penghinaan pasal 310-319 KUHP.
Delik bukan aduan, yaitu tindak pidana yang tidak persyaratkan adanya pengaduan untuk penuntutan misalnya tindak pidana pembunuhan, pencurian, dan sebagainya.15
8) Delik sederhana dan pemberatan ( Eenvoudige en gequalilificeerde delicten)
Delik yang ada pemberannya misal penganiayan yang menyebabkan adanya luka berat atau dapat matinya orang ( pasal 351 ayat 2 dan 3 KUHP, Pencurian dalam waktu malam (pasal 363 KUHP)16
Delik sederhana adalah tindak pidana tanpa adanya unsur pemeberatan.
4. Tindak pidana Pemerkosaan
Tindak Pidana atau perbuatan pemerkosaan merupakan salah jenis perbuatan yang berwatak seksual yang terjadi karena adanya paksaan dalam melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina dengan penis.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pemerkosan berasal dari kata perkosaan yang berarti menggagahi atau melanggar dengan kekerasan.
15Ibid
16 Dr.Lukman Hakim, S.H., M.H, Op.cit, hal 12-13
19
Sedangkan perbuatan pemerkosan diartikan sebagai proses serta cara perbuatan perkosa atau melanggar dengan adanya kekerasan.
Kata perkosaan asal mula dari bahasa latin rapere yang artinya mencuri, memaksa, merampas atau membawa pergi.17 Tindak pidana pemerkosaan atau perbuatan pemerkosaan yang dimana diatur dalam KUHP pasal 285 menerangkan : ‟Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”.
Di KUHP Pasal 285 menentukan adanya perbuatan persetuban yang dilakukakan bukan dengan istrinya dan didasari adanya ancaman kekerasan.
Perbuatan Pemerkosaan ditandai dengan adanya penetrasi penis kedalam lubang vagina pelaku dengan adanya adanya paksaan atau kekerasan.
Wirdjono Prodjodikoro, mengungkapkan bahwa perkosaan adalah Seorang laki-laki yang memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia, ia tidak dapat melawan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu.18
Menurut Nursyahbani Kantjasungkan, bahwa perkosaan ialah salah satu katergori bentuk perbuatan kekerasan terhadap perempuan yang
17 Hariyanto,1997,Dampak Sosio Psikologis Korban Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Wanita, Jogjakarta : Pusat Studi Wanita Universitas Gajah Mada, hlm. 97.
18 Wirdjono Prodjodikoro,1986,nTindak-TindaknPidananTertentu di Indonesia, Bandung:
Eresco,bhlm. 117
20
merupakan contoh kerentanan posisi perempuan terhadap kepentingan laki- laki19
a. Tindak Pemerkosaan Anak menurut KUHP
Dalam KUHP Pasal 287 yang dimana menjelaskan tindak pemerkosaan terhadap anak yang menyebutkan:
“Barangsiapa bersetubuh dengan seseorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawi, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”20
Dari pasal tersebut terdapat delik yaitu
1. bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan
2. diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau jika umurnya tidak jelas maka belum seharusnya dikawin
Apabila ada penuntutan maka dalam pasal 287 ayat 2 peneuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
Unsur yang terkandung pasal 291 apabila mengakibatkan luka- luka berat atau luka ringan dijatuhkan pidana paling lama dua belas tahun sedangkan dalam 294 yaitu dimana perbuatannya dilakukan dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah
19 Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, nAdvokasi atasnHaknAsasi Perempuan, Bandung: PT Refika Aditama, hlm. 65.
20 Pasal 287 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerkosaan
21
pengawasannya,npembantu dan bawahannya diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
b. Tindak Pemerkosaan Anak menurut Undang-undang Perlindungan Anak
Tindak pemerkosaan anak sudah diatur khusus didalam UU No.17 tahunn2016ntentangnPenetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangnNo.1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU No.17 Tahun 2016 dalam pengaturan tindak pemerkosaan anak diatur dalam pasal 81 yang berbunyi :
1) Setiapnorangnyangnmelanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamnpasaln76 D dipidana denga pidana penjara paling singkat 5 Tahun dan paling lama 15 Tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
2) Ketentuannpidanansebagaimanandimaksud dalam pada ayat (1) berlakunpula baginsetiap orang yang sengaja melakukan tipu muslihat,nserangkaiannkebohongan,natau membujuk anak melakukan persetubuan dengannya atau orang lain
3) Dalam halntindak pidanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).21
Hukum pidana yang ada di indonesianberlakunadanya asas “Lex specialis derogat lex generalis” bahwa pada asas ini menjelaskan bahwa aturan khusus mengesampingkan aturan umum. Dalam hal ini
21 Pasal 81 UU No.17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan anak
22
untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya peraturan ini khusus dalam pasal 287 KUHP sudah tidak dapat digunakan lagi dalam tindak pemerkosaan anak karena sudah diatur khusus dalam UU No.17 Tahun 2016, jadi Undang- undang Perlindungan dalam pasal 81 merupakan Lex specialis derogat lex generalis dari pasal 287 KUHP, dan dalam delik pemerkosaan harus
didahulukan UU Perlindungan anak pasal 81 dari pasal 287 KUHP 5. Faktor-faktor Terjadinya Pemerkosaan
Faktor–factor atau penyebab timbulnya tindak pemerkosaan diantaranya yaitu22:
a. Faktor intern yaitu dimana faktor yang ada dalam diri pelaku 1) Faktor yang timbul dari lingkungan keluarga
2) Faktor ekonomi yang rendah 3) Faktor kurangnya pendidikan 4) Faktor moral dan agama
b. Faktor ekstern yaitu faktor yang ada di luar pelaku 1. Faktor lingkungan sekitar atau social
2. Faktor teknologi yang semakin canggih 3. faktor adanya kesempatan atau peluang.
22 Hakrisnowo,n2000, Hukum PidananPerpektifnKekerasanntehadapnWanita, Jogjakarta:nJurnal StudinIndonesia, hal. 54.
23 6. Pencegahan Tindak Pidana Pemerkosaan
Dalam pencegahaan tindak pidana pemerkosaan dalam pelaksanaannya ada 2 metode yaitu
1. Upaya preventif adalah upaya penanggulangan yang sifatnya pencegahaan dilakukan dengan mencegah timbulnya kejahatan, usaha untuk mencegah kejahatan harus diutamakan agar tidak terjadi perbuatan kejahatan terulang kembali.
jadi, didalam upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan suatu usaha yang positif, bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan juga budaya masyarakat menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial atau mendorong timbulnya perbuatan atau penyimpangan. Dan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban adalah tugas dan tanggung jawab bersama
2. Upaya Represif merupakan suatunupaya penanggulangan kejahatan khususnya dalam tindak pidana pemerkosaan yang dimana untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatan dan untuk memperbaiki mereka agar tidak melakukannya kembali dan mengulani perbuatan tersebut karena adanyansanksinyang dapat diberikan kepada seseorang yang melakukannya. dalam upaya ini adanya sanksi dan hukuman apabila seseorang melakukan tindak pidana
24
Untuk menanggulangi tindak pidana pemerkosaan adanya sarana penal untuk melindungi perempuan dari kejahatan, Penal adalah suatu sarana yang dapat digunakan untuk menanggulangi tindak pidana pemerkosann. dalam sarana ini mengacu didalam penegakan hukumnya dalam sarana ini juga termasuk dalam penanggualangan secara represif.23 B. Pengertian Anak dan Anak Disabilitas
1. Pengertian Anak
Secara sosiologis anak adalah sebagai seorang yang lahir dari hubungan bilogis antara wanita dan pria sedangkan yang diartikan anak-anak atau juvile Adalah dimana seorang laki-laki atau perempuan yang masih dibawah umur atau usia tertentu dan belum dewasa atau sudah kawin.24
Secara yuridis anak adalah generasi penerus bangsa dan negara, dalam urgensi terhadap kepastian batas usia anak secara yuridis dikaitkan dengan hak dan kewajiban anak, jika dilihat dari sudut hukum pidana menyangkut pertanggung jawaban pidana, hak-hak anak dalam peradilan pidana, penjatuhan hukuman pidana yang jelas berbeda dengan orang dewasa, karena anak memiliki kelemahan dan keterbatan dalam pola fikir.25
Pegertian anak didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dalam KUHP sendiri dalam pengertian tidak secara jelas hanya saja
23 Ramiyanto dan waliadin, 2018, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pemerkosaan dengan Sarana Penal Dalam Rangka Melindungi Perempuan, Jurnal Legislasi Indonesia Vol.15 No.4, Fakultas Hukum, Universitas Sjakhyakirti Palembang, Hal 325
24 Liza Agnesta Krisna, 2018, Hukum Perlindungan Anak dan panduan Memahami Anak yang berkonflik dengan Hukum, Yogyakarta, Deepublish, Hal 6
25 Ibid, hal 13
25
memberikan arti tentang batasan umur (minderjarig), serta beberapa usur yang ada dalam pengertiannanak. Dalam pasal 45 KUHP menjelaskan bahwa anak yang belum dewasa apabila berumur sebelum 16 tahun.
Di Undang-undang No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun, termasuk anak didalam kandungan.26
2. Pengertian Anak Penyandang Disabilitas
Menurut UU RI No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas pengertian dari penyandang disabilitas atau anak disabilitas adalah Setiap orang atau anak yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk perpartisipasi didalam masyarakat. berdasarkan kesamaan hak.27
Anak yang menyandang cacat didalam UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.28 lalu didalam UU RI No.35 Tahun 2014 diubah menjadi anak penyandang disabilitas yaitu anaknyang memiliki keterbatasan secara fisik, mental, intelektual,maupun sensorik, dalam kurun waktu yang lama yang
26 Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
27 Pasal 1 Ayat 1UU RI No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
28 Pasal 1 ayat 7UU RI N0.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
26
dalam berinteraksi dengan lingkungan serta masyarakat akan menemui hambatan yang sulit untuk keikut sertaan didalam kesamaan hak.29
Orang yang mempunyai berkebutuhan khususn(disabilitas) yaitu orang yang hidup dengan karakteristik khusus dan mempunyai perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena mempunyai karakteristik yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini. Orang berkebutuhan khusus mempunyai arti yang sangat universal, mencakup orang-orang yang memiliki kelainan fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
3. Jenis-jenis Disabilitas
Adanbeberapa macam atau jenis orang yang memiliki kebutuhan khusus atau disabilitas orang. Dengan demikian bahwa setiap penyandang disabilitasmempunyai arti masing-masing yang mana keseluruhannya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.n
Macam-macam penyandang Disabilitas menurut UU Penyandang disabilitas ada banyak penyebab serta permasalahan seseorang megalami kecacatan ditinjau dari berbagai jenisnya yaitu:n
1.Cacat fisik
a) Tuna Netranyaitu seseorang yang memiki ruang gerak yang sulit yang disebabkan karena hilang atau berkurangnya indera penglihat
29 Pasal 1 ayat7 UU No.35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
27
diakibatkan sejak lahir sudah mengalami hal tersebut, karena kecelakaan, maupun penyakit yang terdiri dari:n
1. Buta total, penglihatan tidak dapat berfungsi kembali dengan melihat objek.
2. Persepsi cahaya ialah dimana seseorang tidak dapat mampu membedakan adanya cahaya atau tidak,tetapi mereka tidak dapat menentukan objek yang berada didepannya.
3. Mempunyai sisa penglihatan (low vision) ialah seseorang yang tidak dapat melihat objek yang ada didepannya dan tidak dapat melihat jari-jari tangannya yang digerakkan mereka dalam jarak datu meter.
4. Tuna Rungu atau Wicara adalah kelaianan sebagai akibat hilangnya atau terganggunya fungsi indera pendengaran dan atau fungsi bicara baik di sebabkan oleh kelahiran,kecelakaan, maupun penyakit, terdiri dari tuna rungu wicara, tuna rungu, tuna wicara.
b) Tuna Daksa ialah kelainan pada bagian anggota tubuh.Tuna daksa mempunyai arti sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu, sebagain kibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Dalam hal ini diakibatkan
28
oleh adanya penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sifat lahir.30
Tuna daksa terdiri dari dua golongan yaitu:
1) Tuna daksa ortopedi, yaitu seseorang yang mengalami kelainan atau kecacatan yang disebabkan terganggunya fungsi organ tubuh kelainan ini dapat terjadi dibagian tulang, otot tubuh meupun didaerah persendian,baik pada waktu sejak lahir maupun yang didapat krena adanaya penyakit atau kecelakaan.
2) Tuna daksa syaraf, ialah kelainan yang diakibatkan adanya gangguan pada sayaraf di otak.31
2. Kelainan acat Mental
a) Tuna Laras yaitu diamana anak mengalami gangguan emosi, anak atau individu yang mempunyai gangguang seperti itu akan suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman dan lainnya.
b) Tuna Grahita,nyaitu dikenal dengan adanya cacat mental yang dimana kemampuan mental yang berada dibawah rata-rata IQ anak.
3. Kelainan atau penyandang cacat fisik dan Mental Ganda merupakan mereka yang memilki kelainan atau cacat yang lebih dari satu jenis, misalnya penyandang tuna netra dan tuna rungu sekaligus, dan
30 T. Sutjihati Soemantri, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung Refika Aditama, hlm 121
31 Muhammad Effendi, 2006, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Bumi Jakarta , Aksara, hlm 122
29
kelainan yang lainnya yang mempunyai kelainan dengan lebih satu jenis.
Adapun jenis dan penyebab kecacatan bisa disebabkan oleh berbagai faktor yaitu:
1. kelainan yang diperoleh (Acquired), akibatnya bisa karena kecelakaan, karena perang atau adanya akibat penyakit tertentu yaitu.
2. kelainan sejak lahir atau bawaan (Congenital), diakibat karena terhambatnya pembentukan organ-organ pada masa kehamilan karena akibat virus, gizi buruk pemakaian obat-obatan tanpa adanya penagwasanatau karena penyakit seksual yang menular.32 C. Teori Viktimologi
Viktimologi berasal dari bahasa latin victima yang berarti korban dan logos berarti ilmu. Secara Terminilogis, Viktimologi berartinsuatumstudi yang mempelajari tentang korban penyebab timbulnya korban dan akibat-akibatnya penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial.33
32 Sapto Nugroho, Risnawati Utami, 2008, Meretas Siklus Kecacatan-Realitas Yang Terabaikan, Surakarta,Yayasan Talenta, hal.114.
33 Rena Yulia, 2010, Viktimilogi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal 43
30 1. Ruang lingkup Viktimologi
Viktomologi meliputi topik-topik tentang korban seperti peranan korban pada terjadinya tindak pidana, hubungan antar pelaku dengan korban rentanya posisi korban dan peranan korban dalam sistem peradilan pidana.
Menurut J.E, Sahepaty, ruang lingkup viktimologi meliputi bagaimana seseorang dapat menjadi korban yang ditentukan oleh suatu victimy yang selalu berhubungan dengan masalah kejahatan.34
Korban dalam lingkup Viktimologi memiliki arti yang sangat luas karena tidak terbatas pada individu, sedangkan yang dimaksud dengan akibat penimbulan korban adalah sikap atau tindakan korban atau pihak pelaku serta mereka yang secara langsung atau tidak terlihat terjadinya suatu kejahatan
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban menyatakan bahwa korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan kerugian ekonomi oleh suatu tindakan pidana.35
2. Manfaat Victimologi
Manfaat Viktimologi pada dasarnya berkenaan dengan tiga hal utama dalam studi korban yaitu :
a. Usaha untuk membela hak-hak korban dan perlindungan hukum b. Penjelasan korban dalam suatu tindak pidana
34 JE. Sahetapy, 1995, Bunga Rampal, Viktimisasi, Bandng, Eresco, hlm 158
35 Anggun Malinda, S.H., M.H, 2016, Perempuan dalam Sistem Peradilan Pidana:
Tersangka, Terdakwa, Terpidana, Saksi Korban,Yogjakarta, Garudhawaca, hlm. 62-63
31
c. Pencegahan terjadinya adanya korban tindak pidana 3. Korban Kejahatan
Pengertian Korban secara luas bukan hanya diartikan dengan korban yang menderita langsung dan korban yang tidak menderita secara langsung dapat dikatakan sebagai korban juga. Yang dimaksud korban tidak langsung disini seperti istri kehilangan suaminya, anak yang kehilangan bapaknya, orang tua kehilangan anaknya, dan lain-lain
Secara Yuridis Pengertian korban dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yang dinyatakan bahwa korban adalah “seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Menurut Arief Gosita yang dimaksud dengan korban adalah :
“Mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang menderita”.
4. Bentuk-bentuk Korban
Menurut Ezzat Abdel Fattah yang dikutip oleh Made Darma Weda yang diedit oleh Sahetapy, sebagai berikut :
a. Nonnparticipating victims ialah seseorang yang tidak mengelak atau menolak kejahatan dan pelaku kejahatan tidak turut andil dalam penenggulangan;
b. Latent or predisposed victims ialah korban yang memiliki karakter tertentu yang memicu timbulnya korban pelanggaran tertentu;
32
c. Provocative victims ialah seseorang yang melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran, konsekuensinya menjadi perangsang atau pendorong untuk menjadi korban
d. Participating victim ialah mereka yang tanpa disadari atau mempunyai perilaku lain sehingga memudahkan untuk menjadi korban;
e. False victims ialah merka yang menjadi korban karena perilaku dirinya sendiri;
Menurut Sellin dann Wolfgang sebagai berikut :
a. Primary victimization, ialah korban individual. Jadi korbannya adalah hanya satu atau perorangan (bukan kelompok);
b. Secondary victimization, yang menjadi korban adalah kelompok, contohnya badan hukum;
c. Tertiary victimization, yang menjadi korbanialah masyarakat luas;
d. Mutual victimization,ialah yang menjadi korbannya adalah si pelaku sendiri, misalnya pelacuran,perzinahan, dan narkotika;
e. Nonvictimization, yang dimaksud bukan berarti tidak ada korban melainkan korban tidak segera dapat diketahui.Misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakanbsuatunhasilnproduksi.
Menurut Schafer
a. Unrelated Victim adalah mereka yang tidak memliki hubungan dengan penjahat kecuali telah melakukan kejahatan terhadapnya.
Menurut Schafer semua masyarakat pontensial untuk menjadi korban
33
kejahatan. Hal ini apakah korban mempunyai hubungan dengan pelaku atau tidak. Dalam hal ini tanggung jawab terletak pada pihak penjahat.
b. Provocative Victim adalah siapa yang melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran, konsekuensinya menjadi perangsang atau pendorong untuk menjadi korban Hal ini korban merupakan pelaku utama . Misalnya mempunyai “affair” dengan orang lain. Dengan demikian pertanggungjawaban terletak pada korban.
c. Participating Victim adalah mereka yang khusus tidak berbuat sesuatu dengan pejahat, tetapi tidak berpikir bahwa tingkah lakunya mendorong berbuat jahat terhadap dirinya. contohnya berjalan sendiri di tempat sepi dan gelap memicu timbulnya kejahatan perampokan dan pemerkosaan dalam hal ini pertanggungjawaban terletak pada pelaku.
d. Biologically weak Victim adalah mereka yang mempunyai bentuk fisik atau mental tertentu yang menyebabkan kejahatan terhadap misalnya anak kecil, usia lanjut, wanita, orang cacat, orang sakit mental atau gila dan lainnya. Dalam hal ini pertanggungjawabnya terletak pada masyarakat atau pemerintah setempat, karena tidak melindungi korban yang tidak berdaya.
e. Socialy weak Victim adalah merupakan orang-orang yang tidak diperhatikan oleh masyarakat luas sebagai anggota dalam masyarakat tersebut. Misalnya para imigran, penganut agama tertentu, minoritas
34
etnis, dan lainnya yang memeliki kondisi sosial yang lemah. dan dalam hal ini pertangungjawabnnya terletak pada penjahat atau masyarakat.
f. Self Victimizing Victim adalah mereka yang menjadi korban kejahatan dilakukan sendiri. Akan tetapi pandangan ini menjadi pemikiran besar bahwa tidak ada kejahatan tanpa adanya korban.
Semua kejahatan melibatkan korban dan pelaku. Contohnya yaitu Pencandu obat bius, alkohol, homoseks, judi, narkoba. Hal ini menjadi tangungjawab terletak pada sepenuhnya pada pelaku, yang juga sekaligus menjadi korban.
g. Political Victim adalah mereka yang menderita karena lawan politiknya. Korbannya ini secara sosiologis tidak dapat dipertanggung jawabkan.36
D. Teori Perlindungan Hukum Anak
Hukum padasarnya merupakan pencerminan dari HAM (Hak Asasi Manusia), sehingga hukum mengandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum.37Dengan begitu perlindungan hukum adalah upaya yang dilakukan sadar oleh setiap orangnyang bertujuan untuknpengamanan dan pemenuhannkesejahteraan hidup sesuai dengannhak-hak asasi yangnada. Menurut Hadjon perlindungan
36 Sri Hartani, 2007, Korban penyalahgunaan Kekuasaan Rezim Orde Baru, Jurnal Civic, Vol 4, No.2, Fakultas Pendidkan Kewarganegaraan dan Hukum, Universitas Negeri Yogyakarta, Hal 56-58
37 Prof.Dr.Maidin Gultom, S.H.,M.Hum, 2014,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung, Refika Aditama, Hlm 75
35
hukum adalah perlindungan akan harkat martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum.38
Anak merupakan harapan bangsa dan apbila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua dalam dalam melanjutkan roda kehidupan negara, maka dari iru anak perlu dibina agar merka tidak salah dalam hidupnya kelak. setiap unsur bangsa,mbaik pemerintah maupun non pemerintah turut andil dalam memberikan perhatian khusus terhadap tumbuh dan perkembangnya anak.39
Pengertian perlindungan anak menurut Maidin Gultom ialah segala upaya yang dilakukan untuk menghasilkan suatu keadaan dimana anak akan mendapatkanhak dan kewajibannya, dengan demikian proses tumbuh kembang anak dapat dilalui dengan semestinya, yang mana UU No.23 Tahun 2002 mendifinisikan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.40
Dalam UU RI No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Perlindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak disabilitas.
38 Triana Sofia, 2020, Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga Berbasis Hak Konstitusional, CV Budi Utama, hal 167
39 Prof. Dr.Maidin Gultom, S.H.,M.Hum, Op.cit, hlm 69
40 Pasal 1 ayat 2 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
36
Perlindungan anak dibagi menjadi 2 bagian yakni yang bersifat Yuridis dan non yuridis, dalam perlindungan anak yang bersifat yuridis yakni yang didalamnya terdapat adanya hukum publik atau bidang hukum privat (keperdataan), sedangkan bentuk perlindungan non yuridis ialah perlindungan yang berkaitan dengannaspek pendidikan, sosial, serta kesehatan.41Dalam perlindungan hukum terhadap anak telah diatur dalam UU No 17 Tahun 2016, UU No. 23 Tahun 2003, UU No.35 Tahun 2014 dan UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan saksi dan korban.
didalam pasal 5 dan 6 yang sesuai dengan dengan perlindungan anak tersebut.
41 Ratri Novita Erdianti, 2020, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Malang, UMM Press, hal 11-12