• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effects of Endophytic Fungi on The Biology and the Demographic Statistics of Brown Planthopper.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effects of Endophytic Fungi on The Biology and the Demographic Statistics of Brown Planthopper."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP

BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI WERENG

BATANG COKELAT

AMANDA MAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Statistik Demografi Wereng Batang Cokelat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Amanda Mawan

(3)
(4)

RINGKASAN

AMANDA MAWAN. Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Statistik Demografi Wereng Batang Cokelat. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan HERMANU TRIWIDODO.

Cendawan endofit merupakan mikroorganisme endosimbion yang hidup dalam jaringan tanaman inang tanpa menimbulkan gejala penyakit yang nyata. Cendawan jenis ini penting sebagai mediator dalam interaksi tanaman dengan herbivora. Cendawan endofit diketahui dapat meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap serangga herbivora terutama melalui produksi berbagai senyawa pertahanan pada jaringan tanaman atau melalui perubahan kualitas gizi tanaman. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh Nigrospora sp4 terhadap biologi dan statistika demografi wereng batang cokelat (WBC).

Nigrospora sp4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung endofit yang berasal dari Klinik Tanaman Institut Pertanian Bogor. Tepung endofit digunakan untuk menginokulasi cendawan pada benih padi. Pengaruh cendawan endofit terhadap tanaman kontrol dan yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 diukur melalui kesintasan dan perkembangan hama utama tanaman padi,

Nilaparvata lugens Stál. Padi yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 menunjukkan resistensi terhadap N. lugens dalam bentuk peningkatan mortalitas telur dan nimfa instar awal yang cukup signifikan. Pengaruh lain dari cendawan endofit yang juga diamati adalah melambatnya perkembangan nimfa, siklus hidup, periode praoviposisi, periode oviposisi, serta tertundanya umur pertama kali meletakkan telur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Nigrospora sp4 mempengaruhi pertumbuhan populasi N. lugens dalam skala laboratorium dan inokulasi cendawan endofit bisa menjadi metode yang berguna untuk melindungi tanaman padi dari N. lugens, selain itu juga dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pengendalian alternatif yang aman secara ekologi. Kata kunci: cendawan endofit, neraca kehidupan, Nilaparvata lugens, Nigrospora

(5)

SUMMARY

AMANDA MAWAN. Effects of Endophytic Fungi on The Biology and the Demographic Statistics of Brown Planthopper. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI and HERMANU TRIWIDODO.

Endophytic fungi is an endosymbiont that lives within host plant tissues without causing any visible symptom of disease. This type of fungus are important as mediators in plant-herbivore interactions. Endophytic fungi are known to enhance resistance of host plant against insect herbivores mainly by productions of various alkaloid-based defensive compounds in the plant tissue or through alterations of plant nutritional quality. This study was conducted as an attempt to gain information on the effect of Nigrospora sp4 on the biology and life history of of brown plant hopper (BPH).

Nigrospora sp4 culture (in powder form), were provided by Plant Clinic of Bogor Agriculture University, and was used to inoculate the fungi to the rice seeds. The effect of endophyte infected and endophyte-free plants were measured on the survival and development of Nilaparvata lugens Stál, a major pest in rice. Endophyte infected plants showed resistance to N. lugens in the form of significant increase in eggs and early nymphs mortality. Another effect of endophytic fungi which was also observed on this study were nymphal development, life cycle, preovipositional period as well as age at first reproduction. The overall result showed that Nigrospora sp4 has an affect toward population growth of N. lugens in laboratory scale and artificial inoculation of endophytes could be a useful method to protect rice plants from N. Lugens. This result could be used to develop alternative ecologically safe control strategies. Keywords: Nilaparvata lugens, endophytic fungi, Nigrospora sp4, demographic

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Entomologi

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP

BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI WERENG

BATANG COKELAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Statistik Demografi Wereng Batang Cokelat

Nama : Amanda Mawan

NIM : A351090021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Damayanti Buchori, MSc Ketua

Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Entomologi

Dr Ir Pudjianto, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah pengendalian hayati wereng batang cokelat, dengan judul Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Statistik Demografi Wereng Batang Cokelat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Damayanti Buchori dan Dr Ir Hermanu Triwidodo selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kelik Purwanto dan Bapak Wardiyono dari Kelompok tani Desa Sumber, Klaten, Jawa Tengah yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Men Parlin Mawan, ibunda Trimurti Habazar, dan adinda Dini Fajriah Mawan serta seluruh keluarga, anggota Laboratorium Ekologi Predator dan Parasitoid dan teman-teman Mayor Ento-Fito 2009, atas segala masukan, dukungan dan doanya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

2 BAHAN DAN METODE 4

Tempat dan Waktu Penelitian 4

Metode Penelitian 4

3 HASIL 9

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Biologi N. lugens 9 Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Neraca Kehidupan

N. lugens 16

4 PEMBAHASAN 21

5 SIMPULAN DAN SARAN 27

6 DAFTAR PUSTAKA 28

7 LAMPIRAN 32

(13)

DAFTAR TABEL

1 Selang dan rata-rata lama stadia N. lugens tanaman padi kontrol dan tanaman padi yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 10 2 Nisbah kelamin N. lugens pada tanaman padi kontrol dan tanaman padi

yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 16

3 Statistik demografi N. lugens ± galat tanaman padi kontrol dan yang

diberi perlakuan Nigrospora sp4. 19

DAFTAR GAMBAR

1 Semaian bibit padi di dalam kurungan plastik. 5 2 Tabung reaksi berisikan tanaman padi (21 HSS) yang digunakan untuk

pengamatan perkembangan imago WBC. 7

3 Telur N. lugens (A) dan kelompok telur N. lugens (B). 9 4 Distribusi lama stadia nimfa instar I (A), instar II (B), instar III (C),

instar IV (D), dan instar V N. lugens (E) pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 11 5 Siklus hidup imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens pada tanaman

padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 12 6 Distribusi lama hidup imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens pada

tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora

sp4. 13

7 Distribusi masa praoviposisi N. lugens pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 14 8 Distribusi umur imago betina N. lugens pada saat pertama kali

meletakkan telur (age at first reproduction) pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 14 9 Persentase kemunculan imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens pada

tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora

sp4. 15

10 Distribusi umur N. lugens selama pengamatan berlangsung. Persentase ini berdasarkan (A) jumlah total telur yang menetas dan (B) jumlah total telur yang diletakkan pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang

diberi perlakuan Nigrospora sp4. 17

11 Jumlah total telur N. lugens yang diletakkan dan jumlah total telur yang menetas pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan

Nigrospora sp4. 17

12 Kurva kesintasan N. lugens pada kohort tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 18 13 Kesintasan (lx) dan fekunditas harian (mx) N. lugens yang dipelihara

pada tanaman padi kontrol (A) dan tanaman yang diberi perlakuan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Siklus hidup N. lugens pada tanaman padi kontrol. 32 2 Siklus hidup N. lugens pada tanaman padi yang diberi perlakuan

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Secara alamiah, dalam suatu ekosistem terdapat hubungan (simbiosis) antara suatu mikroorganisme dengan tanaman dan lingkungannya. Mikroorganisme yang hidup dalam tanaman inang ada yang bersifat merugikan dan menguntungkan. Selain itu, ada juga mikroorganisme yang tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap tanaman inangnya, seperti organisme endofit. Endofit didefinisikan sebagai mikroorganisme yang dapat hidup dalam organ tanaman dan terkadang mampu mengkolonisasi jaringan tanaman tanpa menyebabkan kerusakan pada tanaman inangnya (Petrini 1992, Azevedo et al. 2000). Endofit berasal dari kelompok bakteri dan cendawan yang dapat diisolasi dari setiap organ dari spesies tanaman sampel (Stone et al. 2000). Banyak kelompok cendawan endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama genus Coniothrium dan Microsphaeropsis (Petrini 1992).

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa endofit memiliki berbagai peran, termasuk proteksi terhadap serangga herbivor (hama), nematoda parasit tanaman, dan patogen tanaman. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sejak tahun 1970-an menunjukkan bahwa mikroorganisme endofit berperan penting dalam melindungi tanaman inangnya terhadap hama (Azevedo et al. 2000) dan patogen (Mandyam dan Jumpponen 2005). Dalam hal ini diduga tanaman menyediakan nutrisi bagi mikroba endofit, dan mikroba menghasilkan senyawa yang dapat melindungi tanaman inang dari serangan hewan, serangga ataupun mikroba patogen (Yang et al. 1994), serta tekanan lingkungan, dengan kata lain endofit berperan dalam meningkatkan kesehatan tanaman di lingkungan yang tidak kondusif. Interaksi tersebut dapat dikategorikan sebagai simbiosis mutualisme.

Umumnya mikroba endofit yang telah diisolasi adalah cendawan. Menurut Hawksworth (1991) diperkirakan lebih dari 1 juta jenis cendawan dari berbagai tingkatan taksonomis yang berpeluang sebagai endofit, tetapi baru sekitar 100,000 jenis yang telah berhasil diidentifikasi. Masih banyak aspek yang belum diteliti tentang mikroorganisme endofit yang menghuni jaringan tanaman hidup dan potensinya sebagai sumber produk alami yang potensial dalam pengendalian hama dan patogen tanaman.

Kelimpahan dan keragaman mikroorganisme di alam sangat tinggi. Kegiatan-kegiatan eksplorasi cendawan maupun bakteri endofit pada berbagai tanaman inang telah menghasilkan isolat cendawan dan bakteri yang sangat banyak (Vinton et al. 2001). Pada umumnya, penyebaran cendawan endofit berasosiasi dengan daun sangat melimpah di daerah tropis daripada daerah sub tropis. Di hutan tropis cendawan endofit menginfeksi 100% jaringan daun

(17)

2

spesies cendawan endofit yang ditemukan dari 9 daun sampel di daerah iklim dingin, sedangkan di hutan Panama >400 jenis morfologi cendawan endofit ditemukan pada dua spesies tanaman inang (Arnold dan Lewis 2005).

Kelimpahan cendawan endofit di alam sangat tinggi dan dapat ditemukan pada berbagai lokasi baik di daerah tropis maupun sub tropis serta berbagai jenis tanaman, seperti tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, pangan maupun tanaman hutan. Dari daerah tropis cendawan endofit dapat ditemukan pada tanaman palem seperti Licuala ramasayi, Idriella spp, Fusarium aquaeductum, dan lain-lain. Dari spesies lain Sabal bermudana dan Livistona chinensis ditemukan Idriella,

Aspergillus, Phomopsis, Wardomyces, Penicillium dan lain-lain. Di Brazil, dari tanaman jeruk Citrus deliciosa dan C. reticulata dihasilkan isolat Colletotrichum

dan Guignardia. Bahkan pada tanaman pisang Musa acuminata juga dihasilkan isolat Xylaria sp, Colletotrichum musae dan Cordana musae. Dari daerah sub tropis pada sejenis rumput-rumputan Dactylis glomerata ditemukan cendawan endofit spesies baru yaitu Acremonium chilense (Azevedo et al. 2000).

Hasil eksplorasi dari beberapa penelitian diketahui terdapat setidaknya 13 jenis cendawan endofit yang mengkolonisasi tanaman padi yaitu, Fusarium, Aspergillus, Curvularia, Penicillium, Gilmaniella, Arthrobotrys foliicola (Zakaria

et al. 2010), Nigrospora (Budiprakoso 2010), Acremonium, Pyrenochaeta, Cliocephalotrichum, Rhizopus, Trichotesium, dan Scopulariopsis (Istiadji 2011). Studi kelimpahan dan keragaman cendawan endofit pada beberapa varietas tanaman padi di tiga kabupaten di Jawa Barat yang dilakukan oleh Irmawan (2007) menunjukkan bahwa keragaman cendawan endofit dan lokasi pengambilan sampel menghasilkan variasi kolonisasi cendawan endofit. Pada penelitian ini diketahui bahwa cendawan endofit yang paling sering mengkolonisasi pelepah batang padi ialah Nigrospora sp. (Irmawan 2007). Hingga saat ini beberapa jenis cendawan endofit di atas telah digunakan untuk pengujian yang bertujuan untuk melihat pengaruh cendawan tersebut terhadap hama-hama utama di pertanaman padi seperti penggerek batang dan wereng batang cokelat (WBC).

Interaksi mutualisme antara cendawan endofit dengan tanaman telah menjadikan cendawan endofit sebagai salah satu komponen pengendalian hama yang menyerang tanaman budidaya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, endofit diketahui mampu mengubah karakteristik tanaman seperti ketahanan terhadap tekanan lingkungan, perubahan fisiologis, produksi fitohormon dan senyawa kimia lain seperti alkaloid dan enzim yang berperan sebagai feeding detterent dan toksin terhadap serangga herbivor ( Azevedo et al. 2000, Selim et al.

2012).

Cendawan endofit dari jenis Chaetomium sp. dan Phoma sp. telah berhasil mengurangi jumlah pustul dan luas serangan daun pada gandum yang disebabkan oleh Puccinia recondita f.sp. tritici. Selain itu, pencucian media dari Chaetomium

dan isolat Phoma sp telah mengaktivasi reaksi pertahanan aktif dari tanaman, sehingga membatasi persebaran dan replikasi patogen (Dingle dan Mc Gee 2003). Tingginya tingkat kolonisasi cendawan endofit mampu mengurangi serangan hama, seperti pada tanaman barley yang mampu mengurangi serangan hama

(18)

3 1981 yaitu cendawan Phomopsis oblonga melindungi pohon yang tinggi dari serangan kumbang Physocnemum brevilineum (Coleoptera: Cerambycidae) (Azevedo et al. 2000). Pada tahun 1985 di Perancis, cendawan Beauveria brongniartii yang memiliki sifat endofit digunakan untuk mengendalikan hama

Melolontha melolontha (Coleoptera: Scarabaeidae) (Petrini 1992).

Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai cendawan endofit sebagai salah satu bentuk pengendalian hayati terhadap hama dan penyakit telah banyak dilaporkan di beberapa tanaman budidaya seperti pada tanaman cabai, padi, dan kakao. Simanjuntak (2006) melaporkan bahwa keberadaan cendawan endofit daun memiliki persentase penghambatan pertumbuhan Phytophthora palmivora yang merupakan patogen penyakit busuk buah kakao. Proses penghambatan ditunjukkan beberapa isolat dalam bentuk mekanisme kompetisi nutrisi dan ruang serta juga ditemukan mekanisme antibiosis dalam proses penghambatan tersebut. Hernawati et al. (2011) melakukan pengujian untuk melihat peran cendawan endofit daun sebagai pertahanan tanaman cabai terhadap serangan Aphis gossypii

(Homoptera: Aphididae). Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya penekanan pertumbuhan populasi kutudaun dengan menurunnya fekunditas, memperpanjang siklus hidup dan mengurangi panjang tubuh kutudaun.

Budiprakoso (2010) menguji pengaruh beberapa jenis cendawan endofit seperti Fusarium sp. dan Nigrospora sp. isolat 3 terhadap keberhasilan hidup atau kesintasan (survivorship) nimfa dan imago WBC. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Nigrospora sp. memberikan dampak negatif terhadap peluang hidup nimfa dan imago WBC. Hal ini menggambarkan potensi cendawan endofit Nigrospora sp. sebagai salah satu faktor pembatas perkembangan populasi WBC. Thakur et al. (2012) melaporkan bahwa Nigrospora sp. mempengaruhi kemunculan imago, lama hidup dan potensi reproduksi Spodoptera litura setelah hama tersebut diberi pakan buatan yang mengandung Nigrospora sp.

Pengaruh Nigrospora sp. terhadap kesintasan dan fekunditas WBC dapat diketahui dengan mengkonstruksi suatu neraca kehidupan (life table). Neraca kehidupan merupakan tabel data kesintasan dan fekunditas setiap individu dalam suatu populasi (Rockwood 2006). Dari neraca kehidupan akan didapatkan informasi detail mengenai kelahiran, perkembangan, reproduksi, dan kematian setiap individu dalam suatu populasi. Informasi tersebut merupakan bahan dasar yang dibutuhkan untuk mempelajari berbagai aspek dan perilaku suatu populasi (Wilson dan Bossert 1971; Price 1997).

Neraca kehidupan spesifik umur digunakan sebagai alat untuk penyusunan data mortalitas dan natalitas yang juga dapat memberikan deskripsi yang lebih rinci mengenai sifat kohort tersebut. Neraca kehidupan dapat menghasilkan ringkasan statistik sederhana termasuk harapan hidup individu dan laju natalitas. Selain itu, neraca kehidupan memiliki bentuk dasar yang dapat dimodifikasi untuk berbagai macam analisis data seperti mortalitas yang disebabkan oleh beragam faktor (Carey 2001).

(19)

4

2

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, Klaten, Jawa Tengah. Penelitian ini dimulai pada Februari dan berakhir pada September 2012.

Metode Penelitian

Perbanyakan N. lugens

Nilaparvata lugens (wereng batang cokelat atau WBC) dipelihara pada tanaman padi varietas Ciherang. Populasi awal WBC berasal dari pertanaman padi di Desa Serenan, Kecamatan Juwiring, Klaten. Desa Serenan merupakan salah satu daerah endemik WBC. Tanaman padi yang digunakan untuk perbanyakan berumur 1 sampai 1,5 bulan. Wereng hasil koleksi dari lapangan dimasukkan ke dalam 10 ember berdiameter 27 cm. Ember-ember tersebut ditutup dengan kurungan plastik mika berbentuk silinder (diameter 24 cm, tinggi 80 cm) dengan permukaan bagian atas dan samping diberi lubang ventilasi bertutupkan kain kasa. Jumlah imago yang dimasukkan ke dalam kurungan dibatasi agar populasinya tidak terlalu padat sehingga tanaman dapat bertahan lebih lama. Penambahan tanaman padi sehat ke dalam kurungan dilakukan jika tanaman yang digunakan sebagai inang telah layu dan mengering. Perbanyakan dilakukan selama penelitian berlangsung.

Aplikasi Cendawan Endofit Nigrospora sp. isolat 4 pada Tanaman Padi

Cendawan endofit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nigrospora

sp. isolat 4 (Nigrospora sp4) dalam bentuk tepung. Isolat ini merupakan hasil dari eksplorasi cendawan endofit pada tanaman padi (Wiyono dan Santoso 2008). Tepung endofit tersebut diperoleh dari Klinik Tanaman Fakultas Pertanian, IPB. Tepung endofit diaplikasikan pada benih padi sebelum penyemaian.

Benih padi seberat 10 g direndam dalam air selama 24 jam untuk memisahkan benih yang tengggelam (benih bernas) dan hampa. Benih bernas kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri dan ditaburi tepung endofit. Berat tepung endofit yang dihitung berdasarkan rekomendasi Klinik Tanaman yaitu 10 g tepung endofit per 1 kg benih padi. Cawan petri berisi benih disimpan dalam keadaan lembab dan gelap untuk mempercepat proses perkecambahan.

(20)

5

Pengamatan Kohort N. lugens

Kohort merupakan kelompok individu yang lahir dalam interval waktu yang hampir sama (Begon et al. 2008). Pengamatan kohort WBC dilakukan dalam tiga tahap yang terdiri atas, pengamatan lama stadia dan kesintasan telur, nimfa dan imago N. lugens.

Pengamatan Lama Stadia dan Kesintasan Telur N. lugens. Telur WBC yang digunakan sebagai populasi awal kohort berasal dari investasi telur oleh imago betina. Imago betina yang dipilih untuk pengujian adalah betina dengan abdomen yang besar. Pengamatan dimulai dengan mempersiapkan gelas plastik dengan diamater 15 cm yang berisi 5 bibit padi berumur 21 HSS. Gelas plastik tersebut disungkup dengan kurungan mika berbentuk silinder (d=12 cm dan t=30 cm) dengan permukaan bagian atas dan samping diberi lubang ventilasi bertutupkan kain kasa. Lima imago betina WBC dimasukkan ke dalam kurungan tersebut. Imago betina WBC dikeluarkan dari kurungan setelah 24 jam dengan asumsi dalam jangka waktu tersebut imago betina telah meletakkan telur dengan jumlah yang cukup untuk pengujian.

Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat jumlah nimfa instar I yang muncul dari setiap gelas. Nguyen et al. (2011) melaporkan bahwa stadia telur dapat berlangsung selama 5-7 hari pada suhu 25-30C dan 8-15 hari pada suhu <25C atau >30C. Berdasarkan hal tersebut pengamatan dilakukan selama 16 hari. Tanaman kemudian dibedah pada hari ke-17 untuk mengetahui jumlah telur yang belum menetas. Proses pembedahan bibit padi dan penghitungan jumlah telur WBC dilakukan di bawah mikroskop stereo. Pengujian ini terdiri atas dua perlakuan yaitu bibit kontrol dan bibit yang diberi perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp4. Masing-masing perlakuan terdiri atas 20 ulangan.

Data pengamatan stadia telur memberikan perbandingan gambaran distribusi lama stadia telur, jumlah telur yang diletakkan, jumlah telur yang menetas dan persentase penetasan antara kontrol dan perlakuan dengan cendawan endofit Nigrospora sp4. Persentase penetasan telur WBC dihitung dengan rumus:

(21)

6

Pengamatan Lama Stadia dan Kesintasan Nimfa N. lugens. Nimfa instar I WBC yang digunakan dalam pengujian ini berasal dari pengujian sebelumnya. Lima nimfa instar I yang muncul pada hari yang sama dimasukkan ke dalam gelas plastik yang berisi tanaman padi berumur 21 HSS. Gelas plastik kemudian ditutup dengan kurungan plastik mika. Jumlah nimfa yang hidup, mati, dan ganti kulit diamati dan dicatat perkembangannya setiap hari hingga menjadi imago. Jenis kelamin imago yang muncul juga dicatat. Jika tanaman tidak sehat segera diganti dengan tanaman sehat. Pergantian tanaman disesuaikan dengan perlakuan. Pengujian ini terdiri atas dua perlakuan yaitu bibit kontrol dan bibit yang diberi cendawan endofit Nigrospora sp4. Masing-masing perlakuan terdiri atas 20 ulangan.

Pengamatan tahap ini memberikan data lama stadia dan distribusi umur instar I sampai instar V untuk kedua perlakuan. Lama stadia diuji dengan uji F dan uji t menggunakan add in QIMacros 2013 untuk Microsoft Excel 2007. Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah ragam dari kedua perlakuan berbeda atau tidak. Hasil uji F merupakan acuan dalam memilih uji t yang sesuai untuk menguji nilai tengah kedua perlakuan tersebut. Uji t yang digunakan dalam menganalisis data ini adalah Two-Sample Assuming Equal Variances dan Two-Sample Assuming Unequal Variances.

Pengamatan Lama Hidup Imago N. lugens. Tahap terakhir dari pengamatan kohort WBC adalah pengamatan perkembangan imago jantan dan betina WBC. Imago yang digunakan berasal dari pengujian sebelumnya. Pengamatan lama hidup imago jantan dan betina dilakukan secara terpisah. Untuk imago jantan, pengamatan dimulai dengan memasukkan imago jantan yang baru muncul ke dalam tabung reaksi (Gambar 2). Tabung reaksi tersebut telah diisi bibit padi kontrol dan yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 yang berumur 21 HSS. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga imago jantan terakhir mati. Hasil pengamatan ini berupa data siklus hidup dan lama hidup jantan WBC.

(22)

7

Neraca Kehidupan N. lugens

Data hasil pengamatan kohort WBC selama satu generasi disusun dalam bentuk neraca kehidupan. Neraca kehidupan kohort merupakan neraca kehidupan yang mengikuti perkembangan kohort dimulai dari kemunculan individu pertama (kelahiran) sampai kematian individu terakhir yang bertahan hidup (Begon et al. 2008).

Perhitungan laju reproduksi bersih (Ro) didasarkan hanya pada populasi betina, dan diasumsikan bahwa jantan cukup tersedia di sekitarnya. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan tersebut adalah (Begon et al. 2008):

1. x adalah kelas umur kohort (hari),

2. lx adalah peluang hidup setiap individu pada umur x, 3. mx adalah fekunditas per individu pada umur x

4. lxmx adalah banyaknya keturunan yang dilahirkan pada kelas umur x, sedangkan lxmx merupakan fekunditas per individu yang lahir dari imago betina yang berhasil hidup sepanjang generasi kohort dan biasa disebut disebut laju reproduksi bersih (Ro).

Dari data neraca kehidupan tersebut perhitungan dilanjutkan untuk menentukan parameter-parameter demografi lainnya (Wilson dan Bossert 1971) yaitu:

1. Laju reproduksi kotor (GRR) = ∑ mx 2. Laju reproduksi bersih (Ro) = ∑ lxmx 3. Rataan masa generasi, l m

l m 4. Laju pertumbuhan intrinsik (r) = ln o 5. Populasi berlipat ganda, ln

Koreksi terhadap nilai r disesuaikan dengan persamaan Euler (Gotelli 1995) yaitu, Laju pertumbuhan (rm), l m e-m

Neraca kehidupan WBC untuk kedua perlakuan disusun dengan menggunakan metode jackknife untuk pendugaan ragam dari laju pertambahan intrinsik (rm). Metode jackknife merupakan metode yang berdasarkan pada

(23)

8

(24)

9

3

HASIL

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Biologi N. lugens

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Lama Stadia Telur N. lugens

Wereng batang cokelat termasuk ke dalam kelompok serangga yang memiliki tipe metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap) sehingga hama ini melewati tiga tahap perkembangan yaitu telur, nimfa, dan imago. Telur WBC berukuran ± 0.9 mm dengan bentuk oval, bagian ujung, pangkal dan tutup telurnya tumpul (Gambar 3A), serta mempunyai perekat pada pangkal telurnya yang menghubungkan telur satu dengan lainnya. Telur diletakkan oleh imago betina WBC dengan cara menyayat jaringan tanaman dengan menggunakan ovipositornya (Hattori dan Sogawa 2002), kemudian betina memasukkan telur secara berkelompok dalam beberapa baris (Gambar 3B), selanjutnya telur diselubungi cairan sekresi yang nantinya akan mengeras (Mochida 1964).

Telur WBC umumnya disisipkan ke dalam jaringan di sekitar pangkal batang (± 5 cm dari pangkal) sampai bagian tengah batang (Mawan 2008). Hasil pengamatan Baco (1984) menunjukkan bahwa setiap kelompok telur dapat terdiri dari 2 sampai 32 telur. Hasil tersebut berbeda dengan hasil pengamatan pada penelitian ini yang menunjukkan jumlah telur yang diletakkan oleh betina berkisar antara 2 sampai 10 telur per kelompok telur untuk kedua perlakuan. Selain itu, keberadaan Nigrospora sp4 di dalam jaringan tanaman padi tidak berpengaruh terhadap lama stadia telur WBC. Lama stadia telur untuk kedua perlakuan berkisar antara 7 sampai 17 hari (Tabel 1).

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Lama Stadia Nimfa N. lugens

Nimfa WBC mengalami empat kali pergantian kulit (instar I sampai V). Nimfa instar I WBC berwarna putih keabu-abuan dengan panjang tubuh ± 1.3 mm. Instar II WBC mulai menunjukkan warna cokelat yang pucat. Pada setiap pergantian kulit warna tubuh WBC akan menjadi semakin coklat. Morfologi instar II sampai IV tidak jauh berbeda kecuali ukuran tubuhnya. Saat wereng menjadi

Gambar 3 Telur N. lugens (A) dan kelompok telur N. lugens (B). 0.9mm

(25)

10

nimfa instar terakhir yaitu instar V, nimfa WBC akan memiliki ciri-ciri yaitu tubuhnya berwarna cokelat muda dengan panjang tubuh ± 2.9 mm. Instar terakhir WBC memiliki morfologi yang hampir mirip dengan imago perbedaannya terletak pada alat kelamin nimfa yang belum terbentuk sempurna.

Tabel 1 Selang dan rata-rata lama stadia N. lugens tanaman padi kontrol dan tanaman padi yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

Stadia Selang (n) Rata-rata ± galat*

Kontrol Nigrospora sp4 Kontrol Nigrospora sp4 Telur 7-17 (301) 7- 17 (135) 12.19 ± 0.11a 11.89 ± 0.18a

Gambar 4 menunjukkan distribusi lama stadia nimfa instar I, II, III, IV, dan V. Waktu yang setiap instar untuk menyelesaikan setiap fase perkembangannya menjadi lebih panjang pada tanaman dengan endofit dibandingkan dengan nimfa yang hidup pada tanaman kontrol perlakuan endofit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa selain menunda perkembangan nimfa WBC Nigrospora sp4 juga memperpanjang lama stadia untuk setiap instar WBC.

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Siklus Hidup N. lugens

(26)

11 bentuk morfologi tersebut memiliki peran masing-masing di dalam perkembangan populasi WBC. Makroptera memiliki peran dalam migrasi yang bertujuan untuk mencari sumber makanan. Sementara itu, brakhiptera memiliki fungsi utama yaitu untuk bereproduksi.

Gambar 4 Distribusi lama stadia nimfa instar I (A), instar II (B), instar III (C), instar IV (D), dan instar V N. lugens (E) pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

(27)

12

Imago yang digunakan pada awal penelitian adalah brakhiptera, pemilihan tersebut disesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Imago-imago tersebut berasal dari daerah endemik WBC dengan populasi yang berlimpah sehingga memungkinkan untuk memilih imago yang sesuai untuk penelitian ini.

Siklus hidup merupakan selang waktu dari sejak proses oviposisi (peletakkan telur) sampai saat imago muncul untuk pertama kalinya. Pada penelitian ini, siklus hidup WBC juga mengalami perubahan dengan keberadaan cendawan endofit Nigrospora sp4 di dalam jaringan tanaman padi, baik pada imago betina (Gambar 5A) maupun imago jantan (Gambar 5B). Siklus hidup imago betina berkisar antara 26 sampai 34 hari (Kontrol) dan 28 sampai 35 hari (Nigrospora sp4). Distribusi umur imago betina untuk kedua perlakuan menunjukkan pola persebaran normal.

Hasil yang tidak jauh berbeda juga terlihat pada siklus jantan WBC. Hal ini dapat dilihat dari waktu yang dibutuhkan imago jantan pada tanaman dengan endofit dalam menyelesaikan siklus hidupnya (Tabel 1). Pada tanaman kontrol siklus hidup jantan berkisar antara 25 sampai 33 hari. Sementara itu, imago jantan yang hidup pada tanaman dengan endofit memiliki kisaran siklus hidup antara 29 sampai 35 hari. Siklus hidup betina WBC lebih lama dibandingkan dengan siklus hidup jantan, kondisi ini berlaku untuk kedua perlakuan.

(28)

13

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Lama Hidup Imago N. lugens

Lama hidup merupakan selang waktu sejak imago pertama kali muncul hingga imago tersebut mati. Pengaruh cendawan Nigrospora sp4 terhadap lama hidup imago WBC tidak sama seperti pada nimfa. Keberadaan cendawan endofit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap lama hidup imago betina dan imago jantan N. lugens. Rata-rata lama hidup imago betina N. lugens adalah 16.281 ± 0.447 hari (Kontrol) dan 16.194 ± 0.386 hari (Nigrospora sp4) dengan kisaran waktu antara 10 sampai 20 hari (Kontrol) dan 12 sampai 20 hari (Nigrospora sp4) (Tabel 1). Sementara itu, rata-rata lama hidup imago jantan yaitu, 16.130 ± 0.508 hari (Kontrol) dan 16 ± 0.520 hari (Nigrospora sp4) dengan kisaran 11 sampai 19 hari (Kontrol) dan 8 sampai 19 hari (Nigrospora sp4). Lama hidup imago betina lebih lama dibandingkan dengan imago jantan.

Pola distribusi untuk waktu yang dibutuhkan wereng untuk menyelesaikan fase dewasa (Gambar 6) berbeda dengan pola distribusi umur pada fase pradewasa (Gambar 4). Pada fase pradewasa, dalam hal ini adalah nimfa, tanaman yang terinfeksi Nigrospora sp4 selalu mengalami penundaan waktu perkembangan.

(29)

14

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Masa Praoviposisi N. lugens

Imago betina WBC yang dipelihara pada tanaman yang diberi perlakuan

Nigrospora sp4 memiliki masa praoviposisi yang lebih lama daripada betina yang dipelihara pada tanaman kontrol (Gambar 7). Penundaan masa praoviposisi mengakibatkan tertundanya proses peletakkan telur pertama (Gambar 8).

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Fekunditas Imago Betina N. lugens

Fekunditas merupakan potensi kemampuan reproduksi imago betina. Wereng batang cokelat diketahui memiliki fekunditas yang tinggi. Kemampuan ini merupakan salah satu faktor pembatas dalam pengendalian WBC di lapangan. Pada penelitian ini Nigrospora sp4 tidak mempengaruhi fekunditas betina WBC (Tabel 1). Beberapa penelitian yang menggunakan beberapa spesies cendawan

Gambar 8 Distribusi umur imago betina N. lugens pada saat pertama kali meletakkan telur (age at first reproduction) pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. 0

Umur betina saat meletakkan telur pertama kali (hari) Kontrol Nigrospora sp4 Gambar 7 Distribusi masa praoviposisi N. lugens pada tanaman padi kontrol

(30)

15 endofit yang berbeda menunjukkan kemampuan untuk menurunkan fekunditas serangga herbivor.

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Kemunculan Imago N. lugens

Persentase kemunculan imago betina dan jantan secara berurutan ditunjukkan pada Gambar 9. Nigrospora sp4 menunda kemunculan imago betina yaitu pada hari ke-28 setelah telur diletakkan (oviposisi awal generasi), tiga hari lebih lama dari imago yang hidup pada tanaman kontrol. Kecenderungan yang hampir sama juga ditemukan pada imago jantan WBC. Imago jantan yang dipelihara pada tanaman padi yang diberi perlakuan endofit pertama kali muncul pada hari ke-29 setelah telur diletakkan, lima hari lebih lama dari WBC pada tanaman kontrol. Imago betina WBC pada tanaman padi dengan Nigrospora sp4 mulai muncul pada saat puncak kemunculan imago betina di tanaman kontrol. Imago jantan WBC pada tanaman dengan endofit muncul pada saat jumlah imago jantan pada tanaman kontrol mulai menurun. Pada tanaman kontrol imago jantan muncul lebih cepat sedangkan, pada tanaman dengan endofit imago betina yang lebih dulu muncul.

Gambar 9 Persentase kemunculan imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens

(31)

16

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Nisbah Kelamin N. lugens

Nisbah kelamin merupakan jumlah relatif jantan dan betina dalam suatu populasi yang ditunjukkan dengan perbandingan jumlah jantan per 100 betina (Lincoln et al. 1982). Nisbah kelamin N. lugens dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis nisbah kelamin dilakukan dengan menggunakan khi-kuadrat. Hasil analisis dari kedua perlakuan menunjukkan bahwa nilai khi-kuadrat hitung lebih kecil dari pada nilai khi-kuadrat tabel sehingga teori Fisher yang menyatakan bahwa nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1 dapat diterima (Tabel 2). Tabel 2 Nisbah kelamin N. lugens pada tanaman padi kontrol dan tanaman padi

yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

Perlakuan Jantan Betina

Kontrol 1 1.3

Nigrospora sp4. 1 1.19

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Neraca Kehidupan N. lugens

Distribusi umur WBC sejak telur pertama menetas hingga pengamatan selesai dihitung berdasarkan jumlah total telur yang menetas dan jumlah total telur yang diletakkan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10A menunjukkan pola penetasan yang sama dengan jumlah telur yang menetas tertinggi terjadi pada hari ke-12 dan 13 baik itu pada tanaman kontrol maupun tanaman Nigrospora sp4. Akan tetapi, pola yang sama bukan berarti jumlah telur pun sama. Hasil pembedahan tanaman uji menunjukkan bahwa pada tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4, jumlah telur yang diletakkan dan yang berhasil menetas lebih rendah daripada tanaman kontrol (Gambar 10B). Tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 ternyata tidak berpengaruh terhadap pola penetasan tetapi mempengaruhi jumlah total telur yang menetas.

Pada bibit yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 terjadi peningkatan jumlah telur yang tidak menetas (Gambar 11). Kondisi seperti ini juga dilaporkan pada taksa lain, bahwa peningkatan mortalitas telur seringkali berhubungan respon terhadap spesies yang mengalami stres (Lienesch et al. 2000). Jumlah total telur yang menetas pada perlakuan Nigrospora sp4 yaitu ± 10% dari 1300 per 100 betina WBC. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yaitu ± 19% dari 1506 telur per 100 betina WBC. Hal ini menunjukkan bahwa

(32)

17

Gambar 11 Jumlah total telur N. lugens yang diletakkan dan jumlah total telur yang menetas pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. Persentase ini berdasarkan (A) jumlah total telur yang menetas dan (B) jumlah total telur yang diletakkan pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

(33)

18

Laju kesintasan (lx) N. lugens pada kohort tanaman kontrol dan tanaman dengan endofit (Gambar 12). Neraca kehidupan pada penelitian ini menggunakan umur tengah (pivotal age) yang merupakan selang waktu antara dua periode waktu yang berurutan (Maia et al. 2000). Kurva laju kesintasan dari hasil pengamatan menunjukkan pola yang hampir sama termasuk rendahnya tingkat kesintasan (survivorship) WBC yang terjadi selama perkembangan nimfa, terutama pada fase instar awal (instar I sampai III) yaitu pada umur 5-20 hari (Kontrol) dan 5-19 hari (Nigrospora sp4). Penurunan laju kesintasan yang signifikan disebabkan oleh meningkatnya angka kematian yang terjadi secara bertahap seiring dengan perkembangan WBC. Pola kesintasan yang diamati menunjukkan bahwa fase pradewasa WBC lebih rentan terhadap kesesuaian kualitas makanan.

Neraca kehidupan untuk kedua perlakuan menunjukkan bahwa dari 100 instar I WBC, sebagai populasi awal kohort, sekitar 32% (Kontrol) dan 31% (Nigrospora sp4) berhasil menjadi imago betina dengan tingkat mortalitas tertinggi terjadi selama fase awal perkembangan wereng. Berdasarkan hasil pengamatan maka populasi WBC untuk kedua perlakuan dapat digolongkan ke dalam kurva kesintasan tipe III.

Kesintasan dan fekunditas WBC ditunjukkan pada Gambar 13 yang disusun berdasarkan data lx dan mx. Imago betina WBC meletakkan telur dalam jumlah sedikit pada awal fase imago dan jumlah terus bertambah seiring pertambahan umur imago dan kembali menurun pada saat imago akan mati. Jumlah telur tertinggi yang diletakkan oleh betina WBC adalah 9 telur (Kontrol) dan 8 telur (Nigrospora sp4). Kondisi ini terjadi pada hari ke-31 (Kontrol) dan hari ke-32 (Nigrospora sp4) setelah telur menetas.

Parameter populasi dan reproduksi WBC disusun dalam Tabel 3. Laju reproduksi bersih (Ro) merupakan rata-rata jumlah keturunanan (dari fase pertama dalam suatu siklus hidup) yang dihasilkan oleh setiap individu pada akhir kohort (Begon et al. 2008). Ro WBC nyata lebih tinggi pada tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 dibandingkan dengan tanaman tanaman kontrol berturut-turut yaitu 28.06 dan 27.67. Hasil tersebut menunjukkan bahwa generasi WBC berikutnya yang dipelihara pada tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora

sp4 akan meningkat sebanyak 28.06 kali dari generasi sebelumnya.

Gambar 12 Kurva kesintasan N. lugens pada kohort tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

(34)

19

Tabel 3 Statistik demografi N. lugens ± galat tanaman padi kontrol dan yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

No. Parameter Perlakuan

Kontrol Nigrospora sp4 1. Laju reproduksi kotor (GRR) 82.26 ± 0.05a 64.28 ± 0.05b 2. Laju reproduksi bersih (Ro) 27.67 ± 0.06a 28.06 ± 0.12b 3. Rataan lama generasi (T) (hari) 38.700 ± 0.005a 40.821 ± 0.016b 4. Laju pertambahan intrinsik (rm) 0.085807 ± 0.000057a 0.081679 ± 0.000089b 5. Doubling time (DT) (hari) 8.078 ± 0.005a 8.486 ± 0.009b

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji t.

Rataan lama generasi (T) merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan sejak telur diletakkan sampai menjadi imago dan meletakkan telur untuk pertama kali (Price 1997; Begon et al. 2008). WBC yang dipelihara pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit membutuhkan waktu perkembangan generasi yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Gambar 13 Kesintasan (lx) dan fekunditas harian (mx) N. lugens yang dipelihara pada tanaman padi kontrol (A) dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 (B).

(35)

20

Laju pertambahan intrinsik (rm) menggambarkan laju peningkatan populasi pada populasi yang berkembang dengan sumber daya yang tidak terbatas (Price 1997). Neraca kehidupan dengan data rm dapat memberikan pengetahuan lebih mendalam mengenai karakteristik pola kehidupan spesies yang diamati (Gill et al. 1989). Nilai rm yang tinggi dapat diartikan bahwa pada kondisi alami populasi tersebut akan mengalami mortalitas yang tinggi. Pada penelitian ini rm populasi WBC pada tanaman kontrol lebih tinggi daripada tanaman yang diberi perlakuan endofit. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanaman kontrol tidak ada cendawan endofit atau faktor lain yang membatasi laju pertumbuhannya. Dengan kata lain, hasil tersebut memperkuat dugaan bahwa Nigrospora sp4 dapat menekan laju pertumbuhan WBC.

(36)

21

4

PEMBAHASAN

Di alam, tanaman selalu menghadapi berbagai macam bentuk tekanan, baik itu biotik maupun abiotik. Tanaman sebagai organisme yang tidak bergerak, tidak tinggal diam saat menerima tekanan-tekanan tersebut. Tanaman memiliki strategi dan bentuk pertahanan yang beragam untuk menghadapi tekanan lingkungan atau serangan hama dan penyakit. Pertahanan tersebut dapat membuat tanaman menjadi toleran atau resisten terhadap faktor-faktor penekan pertumbuhan tersebut. Bentuk pertahanan tersebut dapat berupa pertahanan konstitutif (selalu ada di dalam jaringan tanaman) atau pertahanan yang diinduksi oleh tekanan biotik dan abiotik yang merugikan tanaman.

Pada kasus cendawan endofit, pertahanan yang dihasilkan tanaman inang dapat dikategorikan sebagai sistem pertahanan yang kedua yaitu pertahanan hasil induksi. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh cendawan endofit terhadap tanaman inang diketahui bahwa keberadaan cendawan endofit di dalam jaringan tanaman inang dapat menginduksi sistem pertahanan tanaman inang sehingga inang menjadi lebih tahan terhadap tekanan biotik dan abiotik.

Interaksi antara tanaman dengan cendawan endofit cukup unik. Tanaman memberikan cendawan endofit akses langsung ke jaringannya dengan membentuk alat pra-penetrasi sebagai jalur masuk cendawan ke dalam jaringan tanaman inang. Tidak hanya memberikan jalan masuk, tanaman inang juga memenuhi kebutuhan nutrisi cendawan sehingga cendawan dapat mengkolonisasi organ-organ tanaman tertentu. Proses kolonisasi ini terus berlangsung selama tanaman hidup. Cendawan endofit kemudian mulai menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berasal dari jalur biosintesis yang berbeda-beda (Schulz et al. 2002). Sebagian besar senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh cendawan endofit bersifat toksik dan antibiosis sehingga menjadi pertahanan tambahan terhadap serangan serangga herbivora.

Pada dasarnya, tanaman juga menghasilkan beragam senyawa metabolit sekunder. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh cendawan endofit sama dengan yang dihasilkan oleh tanaman inangnya. Akan tetapi, sebagian besar senyawa dari cendawan endofit yang berperan sebagai pertahanan merupakan senyawa yang sebelumnya tidak dimiliki oleh tanaman.

Setidaknya ada tiga mekanisme endofit dalam meningkatkan pertahanan tanaman inang terhadap serangan hama dan herbivora Mandyam dan Jumpponen (2005). Pertama, endofit meningkatkan kinerja tanaman inang secara keseluruhan yang membantu tanaman untuk bertahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh hama (Kuldau dan Bacon 2008) dan patogen (Gao et al. 2010), serta meningkatkan toleransi tanaman terhadap tekanan abiotik seperti kekeringan (Kane 2011), kualitas tanah yang buruk, sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas tanaman.

(37)

22

perubahan dalam metabolisme karbohidrat sehingga mempengaruhi suseptibilitas serangga herbivor.

Mekanisme terakhir yaitu endofit memproduksi senyawa-senyawa yang bersifat toksik, senyawa yang menyebabkan menurunnya nafsu makan (feeding detterrent) serta ada juga yang mempengaruhi proses perkembangan serangga. Hasil pengamatan interaksi tanaman padi dengan Nigrospora sp4 pada penelitian ini melalui beberapa parameter biologi WBC menunjukkan bahwa cendawan ini meningkatkan pertahanan tanaman melalui mekanisme yang ketiga. Hasil penelitian-penelitian lain juga menunjukkan bahwa cendawan endofit memiliki pengaruh negatif terhadap kesintasan, oviposisi dan menghambat pertumbuhan serangga hama (Gaynor dan Rowan 1986, Hartley dan Gange 2009, Selim et al. 2012). Senyawa metabolit sekunder yang terlibat dalam mekanisme pertahanan ini biasanya berasal dari golongan alkaloid. Clay (1990) melaporkan adanya alkaloid yang bersifat toksik yang dihasilkan oleh endofit daun dari rumput-rumputan. Laporan tersebut diperkuat oleh pernyataan Kuldau dan Bacon (2008) yang menyatakan bahwa setidaknya hingga saat ini telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh cendawan endofit terhadap 45 spesies serangga yang berasal dari famili Aphididae, Chrysomelidae, Cicadidae, Curculionidae, Gryllidae, Lygaeidae, Miridae, Noctuidae, Pyralidae, Scarabaeidae, dan Tenebrionidae. Dari penelitian-penelitian tersebut ditemukan bukti yang cukup untuk menegaskan bahwa keberadaan alkaloid spesifik seperti peramin dari golongan alkaloid

pyrrolopyrozine (sering ditemukan pada tanaman golongan rerumputan) bertanggung jawab terhadap toksisitas serangga. Selain itu, juga diketahui golongan lain dari alkaloid yang berperan sebagai antiherbivor yaitu alkaloid ergot dan janthitrem.

Pada penelitian ini Nigrospora sp4 menyebabkan lama stadia nimfa WBC menjadi lebih panjang tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap lama stadia telur dan lama hidup imago WBC. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan proses fisiologis yang terjadi pada setiap fase perkembangan WBC memberikan respon yang berbeda terhadap keberadaan

Nigrospora sp4 dan senyawa yang dihasilkannya. Hasil penelitian ini menambah deretan bukti bahwa keberadaan cendawan endofit di dalam jaringan tanaman dapat memperpanjang lama stadia pradewasa serangga herbivora. Terdapat beberapa contoh kasus yang menunjukkan pengaruh cendawan endofit yang serupa terhadap tanaman yaitu pada Spodoptera frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae) yang mengalami perpanjangan lama stadia saat dipelihara pada tanaman fescue ‘KY 3 ’ yang te infeksi cendawan endofit Neotyphodium coenophialum (Morgan-Jones dan Gams) (Bultman dan Conard 1998). Hal yang sama juga terjadi pada nimfa Green House White Fly (GHWF) Trialeudores vaporarium (Hemiptera: Aleyrodidae) yang membutuhkan waktu perkembangan lebih panjang ketika pada sistem akar tanaman ditemukan cendawan endofit (Barahona 2010). Acremonium strictum yang menginfeksi tanaman tomat juga memperpanjang waktu perkembangan larva Helicoverpa armigera (Jallow et al. 2004). Masa perkembangan nimfa yang memanjang juga ditemukan pada Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae) yang dipelihara pada tanaman cabai yang diberi perlakuan cendawan endofit hifa steril 2 (SH2) (Hernawati et al. 2011).

(38)

23

et al. (2011) juga melaporkan hasil yang sama pada kutudaun cabai A. gossypii

yang memiliki siklus hidup yang lebih panjang saat dipelihara pada cendawan endofit SH2. Hal tersebut menunjukkan bahwa Nigrospora sp4. memiliki sifat antibiosis yaitu kemampuan menghasilkan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan hama. Sifat ini muncul karena cendawan endofit tertentu mampu menginduksi tanaman untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavanoid, terpenoid, fenolik, antobiotik atau toksin (Schulz et al. 1999). Azevedo (2000) mengemukakan bahwa efek pengendalian serangga berhubungan dengan kemampuan endofit untuk menghasilkan toksikan. Coulhoun (1992) melaporkan bahwa cendawan endofit dapat mensintesis toksikan yang dapat menghambat pertumbuhan

Choristoneutra fumifera (Lepidoptera: Tortricidae) dan bahkan dapat menyebabkan kematian hama tersebut.

Keberadaan Nigrospora sp4 di dalam jaringan tanaman padi tidak mempengaruhi lama hidup kedua imago. Hasil ini berbeda dengan penelitian Meister et al. (2006) yang mengamati pengaruh cendawan endofit Neotyphodium lolii terhadap kutudaun Rhopalosiphum padi dan Metopolophium dirhodum pada tanaman Lolium perenne. Pada pengujian tersebut diketahui bahwa cendawan endofit mempengaruhi lama hidup R. padi tetapi tidak M. dirhodum. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa spesies serangga yang berbeda memberikan reaksi yang berbeda terhadap tanaman yang mengandung endofit.

Penundaaan waktu perkembangan nimfa memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap pengendalian hama. Begon et al. (2008) menyatakan bahwa perkembangan yang cepat dapat meningkatkan kebugaran serangga dan menyebabkan inisiasi reproduksi lebih awal. Inisiasi reproduksi lebih awal dapat diartikan sebagai percepatan siklus hidup suatu generasi. Jika siklus hidup suatu generasi selesai dalam waktu singkat akan mengurangi kemungkinan serangga herbivor terpapar terhadap serangan musuh alaminya. Kondisi ini akan menjadi faktor pembatas dalam memanfaatkan musuh alami sebagai salah satu bentuk pengendalian hayati.

Inisiasi reproduksi juga berkaitan erat dengan beberapa parameter biologi tambahan yang dimiliki imago betina serangga yaitu, masa praoviposisi, masa oviposisi, umur pertama imago betina meletakkan telur (age at first reproduction

atau AFR) dan fekunditas. Parameter-parameter tersebut diketahui dapat mempengaruhi dinamika populasi suatu spesies. Masa praoviposisi dan umur betina saat meletakkan telur pertama kali merupakan karakteristik sejarah kehidupan (life history) suatu organisme yang mempengaruhi keberhasilan reproduktif dan kebugaran organisme tersebut (Stearns 1992). Nigrospora sp4 ternyata juga mempengaruhi masa praoviposisi WBC. Keberadaan cendawan endofit ini menyebabkan masa praoviposisi menjadi lebih panjang dari tanaman kontrol. Pengaruh yang sama juga diberikan oleh cendawan endofit SH2 yang memperpanjang masa praoviposisi A. gossypii pada tanaman cabai (Hernawati et al. 2011).

(39)

24

dampak yang berbeda jika proses tersebut terjadi pada umur yang lebih muda. Hasil penelitian menunjukkan Nigrospora sp4 tidak mempengaruhi lama hidup imago betina WBC. Jika lama hidup imago dikaitkan dengan umur imago pertama melakukan proses oviposisi maka dapat diketahui bahwa lama masa oviposisi WBC pada tanaman yang diberi perlakuan menjadi lebih pendek daripada tanaman kontrol. Hal ini merupakan nilai tambah bagi Nigrospora sp4 sebagai agen biokontrol yang potensial.

Kedua karakteristik di atas, masa praoviposisi dan umur pertama meletakkan telur, secara tidak langsung akan mempengaruhi proses reproduksi dan fekunditas organisme tersebut. Penelitian ini menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dari teori tersebut. Masa praoviposisi yang panjang tidak sepenuhnya mempengaruhi kebugaran imago betina WBC yang dipelihara pada tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan masa oviposisi tetapi tidak fekunditas imago WBC pada kedua perlakuan. Masa oviposisi WBC pada tanaman yang diberi perlakuan lebih pendek dibandingkan tanaman kontrol. Akan tetapi, jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina (fekunditas) tidak berbeda nyata.

Masa oviposisi dan fekunditas serangga seringkali dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah kebugaran imago, ketersediaan dan kualitas makanan. Nigrospora sp4 menyebabkan penurunan kualitas tanaman padi yang merupakan sumber makanan utama WBC. Hal ini mempengaruhi kebugaran imago yang berdampak pada memendeknya masa oviposisi.

Fekunditas pada kedua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa cendawan endofit menyebabkan terjadinya penurunan fekunditas serangga (Hernawati et al. 2011, Akutse et al. 2013). Berdasarkan hasil penelitiannya Van Bael et al. (2009) menyimpulkan bahwa jumlah endofit yang dikandung oleh tanaman juga berpengaruh terhadap fekunditas serangga. Imago Chelymorpha alternans (Coleoptera: Chrysomelidae) menghasilkan telur dan keturunan yang lebih sedikit jika imago tersebut diberi pakan yang mengandung cendawan endofit Glomerella cingulata sejak stadia larva. Penurunan fekunditas kumbang disebabkan oleh kepadatan koloni cendawan endofit yang tinggi pada tanaman Merremia umbellata. Berdasarkan hal tersebut, muncul dugaan bahwa kepadatan koloni Nigrospora sp4 di dalam jaringan padi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya perbedaan fekunditas WBC pada kedua perlakuan.

Waktu kemunculan imago merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan reproduksi suatu spesies serangga. Ketersediaan pasangan, kemampuan untuk bertahan pada kondisi cuaca ekstrim, akses terhadap sumber daya, dan keberhasilan hidup generasi berikutnya semuanya tergantung pada hubungan yang sinkron antara kemunculan imago dengan ketersediaan sumber daya. Pada tingkat populasi kemunculan imago penting dalam mempertimbangkan strategi pengendalian hama atau untuk konservasi suatu spesies.

Pada penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa cendawan endofit mempengaruhi waktu kemunculan imago. Pengaruh yang serupa juga ditunjukkan pada persentase kemunculan imago lalat Liriomyza huidobrensis

(40)

25 2013). Keragaman pola kemunculan imago disebabkan oleh banyak faktor. Pada habitat monokultur seperti pada pertanaman padi waktu munculnya imago dapat dipengaruhi oleh faktor cuaca suhu yang berhubungan erat dengan laju perkembangan serangga. Selain itu, juga dipengaruhi oleh variasi genotip dan fenotip di dalam populasi serangga tersebut (Weiss et al. 1993).

Parameter lain yang diamati dalam perkembangan populasi WBC pada penelitian ini adalah nisbah kelamin. Nisbah kelamin, secara sederhana dapat diartikan sebagai proporsi jantan dengan betina di dalam suatu populasi. Nisbah kelamin berpengaruh penting dalam dinamika populasi suatu spesies. Nisbah kelamin pada serangga dapat dipengaruhi oleh kualitas tanaman sebagai sumber nutrisinya (Price 1997). Kesadaran mengenai pentingnya nisbah kelamin pada spesies serangga yang memiliki nilai ekonomi merupakan faktor kunci dalam berbagai penelitian ekologi dan program-program pengendalian hayati. Konsep umum yang diterima masyarakat ilmiah mengenai nisbah kelamin adalah perbandingan jumlah antara jantan dan betina yang setara atau hampir setara pada sebagian besar populasi alami serangga. Konsep tersebut berdasarkan teori yang pertama kali disampaikan oleh Fisher pada tahun 1930.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Nigrospora sp4 tidak mempengaruhi nisbah kelamin populasi kohort WBC yang diamati. Nisbah kelamin yang diamati ini merupakan nisbah kelamin awal dari populasi WBC dan tidak akan mempengaruhi nisbah kelamin keturunannya. Pada WBC, nisbah kelamin jantan dan betina dipengaruhi oleh kemampuan WBC untuk bertahan hidup dan menyelesaikan fase perkembangannya dengan nutrisi dan kondisi lingkungan yang tersedia. Hasil pengamatan dari kedua perlakuan diketahui bahwa kesintasan imago jantan lebih rendah dibandingkan dengan imago betina. Jika dilihat dari laju kesintasannya, maka muncul dugaan bahwa Nigrospora sp4, walaupun tidak secara langsung, tetapi mampu mempengaruhi nisbah kelamin imago WBC melalui nutrisi yang didapatnya dari tanaman padi yang diberi perlakuan.

Di dalam neraca kehidupan terdapat dua parameter utama yaitu laju kesintasan (lx) dan fekunditas harian (mx). Kesintasan merupakan laju dimana organisme mati pada saat suatu generasi tersebut tumbuh (Speight et al. 2008).

Nigrospora sp4 diketahui berpengaruh negatif terhadap kesintasan WBC. Hal ini terlihat pada rendahnya keberhasilan hidup nimfa instar awal WBC. Penurunan kesintasan juga dialami oleh larva Helicoverpa armigera yang hidup pada tanaman tomat yang diberi cendawan endofit Acremonium strictum (Jallow et al. 2004).

Kurva kesintasan WBC pada percobaan ini termasuk ke dalam kelompok kurva kesintasan tipe III. Kurva kesintasan tipe ini memiliki ciri yaitu, jumlah keturunan yang dihasilkan yang tinggi dengan tingkat keberhasilan hidup yang rendah pada fase awal perkembangan kemudian tingkat keberhasilan hidupnya tetap atau meningkat pada fase akhir perkembangan organisme tersebut. Pola kesintasan ini sering ditemukan pada sebagian besar spesies serangga (Begon dan

Mortiner 1981).

(41)

26

et al. 2009, Hernawati et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua cendawan endofit memberikan pengaruh yang sama terhadap fekunditas serangga. Hubungan antara cendawan endofit dengan tanaman inangnya bersifat spesifik sehingga pengaruh yang dihasilkannya juga akan berbeda terhadap serangga hama yang berbeda.

Lima parameter statistik demografi WBC mengalami perubahan saat WBC dipelihara pada tanaman padi diberi perlakuan cendawan endofit. Menurut Southwood (2000) pertumbuhan populasi tergantung dengan lama generasi yang berkaitan dengan laju perkembangan. Laju pertambahan intrinsik (rm) dipengaruhi secara langsung oleh lama generasi (T). Pada perlakuan dengan

Nigrospora sp4 didapatkan nilai T yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman kontrol. Lama generasi yang panjang akan menyebabkan laju pertambahan intrinsi populasi tersebut menjadi lebih lambat. Nilai T dipengaruhi oleh umur pertama imago betina meletakkan telur. Pada penelitian ini umur imago betina dari tanaman yang diberi cendawan endofit pertama kali meletakkan telur lebih tua dibandingan dengan betina pada tanaman kontrol. Jika jumlah keturunan yang dihasilkan untuk kedua perlakuan sama, tetapi waktu lama generasi pada tanaman dengan Nigrospora sp4 lebih lama maka laju pertambahan intrinsik populasi WBC tersebut akan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan tanaman kontrol.

(42)

27

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Keberadaan Nigrospora sp4 di dalam jaringan tanaman padi memberikan pengaruh negatif terhadap beberapa parameter biologi WBC yaitu lama stadia nimfa, siklus hidup jantan dan betina, umur betina saat meletakkan telur pertama kali, periode praoviposisi, periode oviposisi dan kesintasan telur WBC. Akan tetapi, keberadaan Nigrospora sp4 tidak mempengaruhi lama hidup jantan dan betina serta fekunditas WBC.

Neraca kehidupan kohort WBC menunjukkan bahwa cendawan endofit

Nigrospora sp4 dapat memperlambat pertumbuhan populasi WBC di laboratorium (sumber daya yang tidak terbatas). Inokulasi cendawan endofit pada tanaman padi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai Ro, T dan DT WBC yang lebih tinggi daripada tanaman kontrol. Sedangkan nilai GRR dan rm pada populasi WBC yang dipelihara pada tanaman kontrol lebih tinggi daripada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit.

Saran

Hasil penelitian ini cukup menjanjikan jika dilihat dari sisi pengendalian hayati. Akan tetapi, masih banyak faktor yang harus dipelajari lebih lanjut untuk memastikan Nigrospora sp4 tidak memiliki efek samping baik terhadap pertumbuhan tanaman ataupun terhadap musuh alami dari wereng batang cokelat dan juga terhadap kemampuan WBC untuk beradaptasi dengan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari hubungan simbiosis antara padi dan

(43)

28

6

DAFTAR PUSTAKA

Akutse KS, Maniania NK, Fiaboe KKM, Van den Berg J, Ekesi S. 2013. Endophytic colonization of Vicia faba and Phaseolus vulgaris (Fabaceae) by fungal pathogens and their effects on the life-history parameters of Liriomyza huidobrensis (Diptera: Agromyzidae). Fungal Ecology 6(4): 293-301. http://dx.doi.org/10.1016/j.funeco.2013.01.003

Arnold AE, Lewis LC. 2005. Ecological evolution of fungal endophytes and their roles against insects. Di dalam: Vega FE, Blackwell M, editor. Insect – Fungal Associations, Ecology and Evolution. New York (US): Oxford University Press.

Azevedo JL, Macheroni W Jr, Pereira JO, Araújo WL. 2000. Endophytic microorganisms: a review on insect control and recent advances on tropical plants. Eletronic Journal of Biotechnology 3: 01-36.

Baco D. 1984. Biologi wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal. dan wereng punggung putih, Sogatella furcifera Horvarth serta interaksi antara keduanya pada tanaman padi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Barahona RJM. 2010. The systemic activity of mutualistic fungi in Solanaceae and Cucurbitaceae plant on the behaviour of the phloem-feeding insects

Trialeurodes vaporarium, Aphis gossypii and Myzus Persicae [disertasi]. Jerman (DE): Rheinische Friedrich-Wilhelms University of Bonn.

Begon M, Montimer M. 1981. Population Ecology: A Unified Study of Animals and Plants. Massachussetts (US): Sunderland Sinauer Associated.

Begon M, Townsend CR, Harper JL. 2008. Ecology: From Individuals to Ecosystems. 4th edition. Oxford (GB): Blackwell Publishing.

Budiprakoso B. 2010. Pemanfaatan cendawan endofit sebagai penginduksi ketahanana tanaman padi terhadapa wereng cokelat Nilaparvata lugens (Stäl) (Hemiptera: Delphacidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bultman TL, Conard NJ. 1998. Effects of endophytic fungus, nutrient level and

plant damage to performance of fall armyworm (Lepidotera: Noctuidae).

Environ. Entomol. 27(3): 631-635.

Clay K. 1990. Fungal endophytes of grasses. Annual Review of Ecology and Systematics 21: 255-297.

Carey JR. 2001. Insect biodemography. Annual Review of Entomology 46: 79-110.

Denno RF, Roderick GK. 1990. Population biology of planthoppers. Annu. Rev. Entomol. 35: 489-520.

Dingle J, Mc Gee PA. 2003. Some endophyte fungi reduce the density of pustules of Puccinia recondita f.sp. tritici in wheat. Mycol Res 107 : 310 – 316. Ellers-Kirk C, Fleischer SJ. 2006. Develompment and life table of Acalymma

vittatum (ColeopteraL Chrysomelidar), a vektor og Erwinia tracheiphila in cucurbits. Environmental Entomology 35(4): 875-880.

Faeth SH. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualists. Oikos 98: 25-36.

Gao FK, Dai CC, Liu XZ. 2010. Mechanisms of fungal endophytes in plant protection against pathogens. African Journal of Microbiology Research

Gambar

Gambar 1  Semaian bibit padi di dalam kurungan plastik.
Gambar 2 Tabung reaksi berisikan tanaman padi (21 HSS) yang digunakan untuk pengamatan perkembangan imago WBC
Gambar 3  Telur N. lugens (A) dan kelompok telur N. lugens (B).
Tabel 1  Selang dan rata-rata lama stadia N. lugens tanaman padi kontrol dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, nilai CD4 pada pasien HIV anak dapat diperkirakan dari TLC tanpa memandang jenis kelamin, usia, IMT, maupun parameter hematologi yang lain seperti kadar

Mata kuliah ini dimaksudkan untuk pembentukan kompetensi utama dengan materi tentang pengantar struktur komputer, sistem organisasi komputer, memori komputer, modul

Pemberian air irigasi dalam jumlah kecil kemungkinan tidak dapat terserap oleh tanah dan tanaman, namum pemberian air dalam jumlah yang besar akan menimbulkan genangan dan

skripsi yang berjudul Pengaruh Layanan Informasi teknik Modeling Simbolik Terhadap Self Efficacy Pengambilan Keputusan Studi Lanjut Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2

Hasil analisis data kepuasan pengguna lulusan berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa: (1) pada kompetensi profesional diperoleh skor sebesar 1689 dan sosial sebesar

pengirim)  Interface router tidak akan mengirimkan informasi update routing tabel kepada interface router yang telah mengirimkan update routing tabel yang sama. Artinya,

• Produksi juga sering dilakukan sistem batch , jumlahnya besar dalam satu satuan waktu, serta pengirimannyapun jumlahnya besar dalam satu satuan waktu untuk menghindari ongkos

(pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia.. Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015 2 hidup panjang dan sehat)