• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN TAHAP CUCI TANGAN MAHASISWA SAAT PRAKTIKUM DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN TAHAP CUCI TANGAN MAHASISWA SAAT PRAKTIKUM DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN

TAHAP CUCI TANGAN MAHASISWA SAAT PRAKTIKUM

DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Cupuwatie Cahyani G0007053

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan

Mahasiswa saat Praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Cupuwatie Cahyani, G0007053, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari Senin, tanggal 15 November 2010

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 15 November 2010

CUPUWATIE CAHYANI

(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Cupuwatie Cahyani, G0007053, 2010. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa Saat Praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis

kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Metode : Penelitian ini adalah observasional analitik yang dilakukan

dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April-Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Penelitian ini mendapatkan 96 sampel yang terdiri dari 38 sampel laki-laki dan 58 sampel perempuan dengan skor tahap cuci tangan skor 8 sebanyak 11 sampel, skor 9 sebanyak 25 sampel, skor 10 sebanyak 1 sampel, skor 11 sebanyak 2 sampel, skor 12 sebanyak 7 sampel, skor 13 sebanyak 37 sampel serta sisanya skor 14 adalah sebanyak 13 sampel. Data yang diperoleh dianalisis dengan program Statistic Products and Service Solution (SPSS) for Windows Release 17.0 menggunakan uji statistik T-test Independent dan diteruskan dengan uji statistik regresi linier.

Hasil : Hasil uji statistik T-test independent didapatkan nilai p = 0.006, dengan mean difference 1.318 dan IK 95% adalah antara 0.383 sampai 2.252. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier dengan nilai koefisien korelasi -0.295, R square determinasi 0.087, nilai F hitung adalah 8.949 dan p = 0.004.

Simpulan : Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mahasiswa perempuan memiliki tahap cuci tangan yang lebih baik daripada laki-laki.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

Cupuwatie Cahyani, G0007053, 2010. Sex Relationships with Students at Stage Hand Washing During Practicum at the Laboratory of Microbiology, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.. Thesis. Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective : This study is aims to determine the relationship of sex with student hand washing stage during practicum at the Laboratory of Microbiology, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

Methods : The study was an observational analytic with cross-sectional design. The study was conducted in April-June 2010 at the Laboratory of Microbiology, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. Sample got by purposive sampling. This research is found 96 samples. There were 38 men and 58 samples women. Score of washing hand stages were 8 scores found 11 students, score 9 found 25 students, score 10 found 1 students, score 11 found 2 students, score 12 found 7 students, score 13 found 37 students and the remaining score 14 found 13 students. Data were analyzed with the program Statistics Products and Service Solution (SPSS) for Windows Release 17.0 statistical test T-test Independent and forwarded by linier regression statistical T-test.

Results : Statistical analysis of independent T-test shows that p value = 0.006, with a mean difference 1318 and IK 95% are between 0383 to 2252. Furthermore, linear regression analysis with correlation coefficient -0.295, R square determination of 0087, calculated F value is 8949 and p = 0.004.

(6)

commit to user

vi PRAKATA

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat Praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Pelaksanaan dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri Wahjono, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. Dr. Diffah Hanim, M.Si, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

4. Anik Lestari, dr., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

5. Prof.Dr.H.Santoso,dr.MS.SP.OK, selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. H. Zainal Abidin,dr.,M.Kes, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran UNS, yang telah berkenan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Segenap Staf Laboratorium Field Lab dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta.

9. Papa, mama, adek Ely, dan mas Syaiful yang telah banyak memberikan dukungan moril dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10.Teman-teman penulis : Nur Afifah, Yunda Alhusna, Galih Herlambang,

Miftahani Leo, Amirah Umar, Diana ZR, Dataari, serta Keluarga besar asisten Anatomi dan Field Lab terimakasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik serta sumbang saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi semua.

Surakarta, November 2010

(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Pemikiran ... 20

C. Hipotesis ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis Penelitian ... 21

B. Lokasi Penelitian ... 21

C. Subjek Penelitian ... 21

D. Teknik Sampling ... 22

E. Identifikasi Variabel Penelitian……….23

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23

G. Rancangan Penelitian ... 23

(8)

commit to user

viii

I. Cara Kerja ... 25

J. Teknik Analisis Data Statistik...25

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 27

A. Karakteristik Responden ... 27

B. Analisis Uji Kemaknaan antar Variabel ... 31

C. Analisis Regresi Linier Variabel ... 32

BAB V PEMBAHASAN ... 34

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penjelasan Variabel Bebas dan Terikat

Tabel 2. Distribusi Usia Responden

Tabel 3. Distribusi Jenis Kelamin Responden

Tabel 4. Distribusi Predikat IPK Responden

Tabel 5. Distribusi Kesibukan Organisasi Responden

Tabel 6. Distribusi Jumlah Sumber Informasi Responden

Tabel 7. Distribusi Skor Tahapan Cuci Tangan Responden

Tabel 8. Analisis Kemaknaan Antar Variabel

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Data Sampel

Lampiran 3. Hasil Uji Statistik

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 5. Surat Telah Menyelesaikan Penelitian

(11)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, unsur kebersihan merupakan hal urgen

yang berperan dalam menentukan kondisi kesehatan karena pola hidup bersih

dapat mengeliminasi jumlah bakteri penyebab penyakit. Berdasarkan data dari

World Health Organization (WHO, 2005), orang dengan pola hidup bersih

dapat menurunkan jumlah bakteri yang ada pada tangannya. Selain itu, orang

yang terjangkit penyakit tertentu kebanyakan disebabkan oleh pola hidup yang

tidak bersih (Stone, 2001). Cuci tangan merupakan perwujudan pola hidup

bersih. Banyak manfaat yang diperoleh dari cuci tangan misalnya untuk

menghambat transmisi mikroorganisme patogen yang salah satunya adalah

virus influenza A strain H1N1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Grayson, et al. (2009), menunjukkan bahwa cuci tangan dapat menurunkan

jumlah virus tersebut pada lengan kanan sampel setelah cuci tangan dengan

alkohol selama 2 menit.

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sebagai salah satu

Fakultas Kedokteran Negeri terkemuka tentunya dituntut untuk menjunjung

tinggi nilai–nilai kebersihan dalam seluruh aspek kegiatan kampus. Apalagi

kampus merupakan lembaga pendidikan yang berkecimpung khusus dalam

bidang kesehatan. Tentunya, pihak yang berkewajiban dalam menjalankan

tugas tersebut adalah seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran

(12)

commit to user

pengajar, dan karyawan dengan populasi terbanyak adalah mahasiswa. Salah

satu cara untuk melaksanakan kewajiban ini adalah dengan menerapkan tata

cara pola hidup bersih yang baik, seperti cara mencuci tangan (hand washing)

dan memilih jenis antiseptik yang benar. Kedua hal tersebut sangat penting

karena dapat mengurangi jumlah bakteri patogen pada tangan bila dilakukan

dengan baik dan benar (Twomey, 2006).

Penelitian mengenai tingkat kepatuhan cuci tangan di kalangan petugas

paramedik sudah banyak dilakukan, namun tidak demikian dengan penelitian

tingkat kepatuhan dan cara cuci tangan yang benar di kalangan mahasiswa

kedokteran. Salah satu penelitian perilaku cuci tangan pada mahasiswa

kedokteran pernah dilakukan oleh Semmelweiz sekitar tahun 1840 (Boyce dan

Pittlet, 2002). Setelah itu, penelitian perilaku cuci tangan pada mahasiswa

kedokteran tidak banyak dilaporkan. Stone (2001) melaporkan penelitiannya

pada MB BS Objective Structured Clinical Examination (OSCE) dengan 200

sampel mahasiswa kedokteran yang sedang melakukan ujian pemeriksaan

neurologis. Saat ujian, mahasiswa kedokteran diberikan kesempatan untuk

melakukan kontak fisik dengan pasien. Dari hasil penelitian diperoleh

persentase mahasiswa yang mencuci tangannya berkisar antara 8-20%.

Sebanyak tiga perempat sampel yakin telah menghabiskan waktu untuk

mencuci tangan mereka sedikitnya 60% dari total lama waktu mencuci tangan

ideal.

Mahasiswa kedokteran di Indonesia memiliki pola cuci tangan yang

heterogen. Hal tersebut dapat dijadikan dasar oleh peneliti untuk mengambil

(13)

commit to user

Indonesia yang juga beraneka ragam. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga

memiliki pengetahuan kesehatan yang baik sehingga dapat dijadikan

gambaran tentang kondisi masyarakat Indonesia yang juga memiliki tingkat

pengetahuan dan akses kesehatan yang baik. Oleh karena itu, berdasarkan

permasalahan tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul

”Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat

praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat disusun rumusan masalah, ”Apakah

ada Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat

praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa

saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tahap cuci tangan

mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

(14)

commit to user

b. Menganalisis tahap cuci tangan dengan jenis kelamin saat praktikum

mahasiswa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan pada Mahasiswa saat

praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta serta mengetahui faktor-faktor lain yang

berpengaruh terhadap tahap cuci tangan mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

a. Mewujudkan pola hidup bersih dan sehat di masyarakat.

b. Mengetahui pentingnya melakukan tindakan cuci tangan bagi diri

sendiri maupun sebagai bentuk pelayanan paripurna kepada pasien.

c. Sebagai solusi bagi pemerintah untuk mewujudkan program Indonesia

Sehat 2010. Hal tersebut disebabkan perilaku cuci tangan dapat

(15)

commit to user

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Cuci Tangan

Awal konsep mencuci tangan dengan bahan antiseptik muncul di

awal abad ke-19. Pada awal tahun 1822, seorang Ahli Farmasi Perancis

mendemonstrasikan larutan yang mengandung klorida pada limun atau

soda yang dapat menghilangkan bau busuk mayat manusia dan dapat

digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik. Dalam tulisannya yang

dipublikasikan pada tahun 1825, ahli farmasi tersebut menyatakan bahwa

dokter ataupun orang yang mendatangi pasien dengan penyakit berbahaya

dapat terhindar dari penyakit tersebut dengan menggosok tangannya

menggunakan cairan yang menggunakan klorida tersebut (Boyce dan

Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Pada tahun 1843, Holmes menyimpulkan bahwa demam purpura

dipindahkan dari satu pasien ke pasien lain melalui tangan para petugas

kesehatan. Dari hasil observasinya, Holmes menyimpulkan bahwa untuk

mencegah terjadinya penyebaran demam purpura, dokter yang menangani

persalinan wanita tidak diperkenankan ikut serta dalam pemeriksaan

forensik. Jika dokter tersebut tetap ikut dalam pemeriksaan forensik,

Holmes menyarankan dokter tersebut untuk mencuci tangannya dengan

baik, mengganti setiap pakaiannya, dan beristirahat minimal 24 jam

(16)

commit to user

Holmes juga menyarankan jika seorang dokter menangani pasien

demam, maka sebaiknya dihentikan praktiknya kurang lebih satu bulan

(Boyce dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Observasi Holmes diikuti pula oleh Semmelweis pada tahun 1846.

Semmelweis menyimpulkan bahwa wanita yang bersalin dengan dibantu

mahasiswa kedokteran dan dokter di Rumah Sakit Umum Wina memiliki

angka mortalitas tinggi daripada mereka yang dibantu oleh bidan.

Semmelweis mencatat bahwa dokter yang pindah dari kamar autopsi ke

ruang operasi obstetrik memiliki tangan yang berbau tidak sedap meskipun

telah mencuci tangannya dengan sabun dan air ketika memasuki klinik

obstetrik (Boyce dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Menurut postulat Semmelweis, demam purpura yang

mempengaruhi wanita postpartum adalah akibat berbagai partikel pada

kadaver yang pindah dari kamar autopsi ke ruang persalinan lewat tangan

mahasiswa dan dokter. Mungkin, karena telah diketahuinya efek

menghilangkan bau oleh campuran klorida. Pada Mei 1847 Semmelweis

menyarankan mahasiswa kedokteran dan dokter membersihkan tangannya

dengan larutan klorida bila berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

Observasi oleh Semmelweis ini kemudian menunjukkan bahwa mencuci

tangan dengan bahan antiseptik dapat mengurangi transmisi penyakit

berbahaya oleh petugas kesehatan lebih baik dibanding mencuci tangan

dengan sabun dan air biasa. Berdasarkan hasil studi Holmes dan

(17)

commit to user

pencegahan transmisi patogen pada fasilitas pelayanan kesehatan (Boyce

dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Terminologi cuci tangan di bidang kedokteran diartikan sebagai

kegiatan asepsis yang bertujuan mengurangi kolonisasi flora transien

(mikroorganisme yang sebenarnya tidak hidup normal di bagian tubuh

tersebut namun tidak patogen pada individu dengan daya tahan tubuh

baik). Terdapat dua bagian besar mikroorganisme yang ditemukan pada

kulit, yaitu mikroorganisme yang memang normal terdapat di kulit dan

mikroorganisme yang bersifat sebagai kontaminan sementara. Flora

residen yang merupakan flora normal kulit mempunyai potensi patogenik

yang rendah, sedangkan flora yang transien di kulit merupakan penyebab

paling sering infeksi nosokomial akibat transmisi silang di rumah sakit

(Pittet, 2001).

Mencuci tangan yang diduga terkontaminasi setelah merawat atau

memegang pasien dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai materi,

di antaranya (Pittet, 2001) :

a. Sabun. Bahan ini dapat menyingkirkan beberapa mikroba secara

mekanis. Mencuci tangan menggunakan air yang dicampur dengan

sabun atau deterjen dapat membantu melepaskan debu, bakteri,

protein, dan sekresi minyak dari kulit yang tidak lepas hanya dengan

menggunakan air saja (WHO, 2005). Mencuci tangan menggunakan

air panas dengan temperatur yang nyaman di kulit terbukti lebih efektif

dalam membersihkan tangan. Hal ini disebabkan kemampuan air panas

(18)

commit to user

zat kimia, dan bukan karena kemampuan air panas yang dapat

membunuh kuman. Temperatur air yang paling efektif membunuh

kuman adalah sekitar 100oC, sedangkan temperatur air paling nyaman

untuk mencuci tangan adalah sekitar 45oC (WHO, 2005).

b. Klorheksidine Glukonat dan Povidon Iodine. Kulit manusia normalnya

mengandung sel-sel mati, keringat kering, bakteri, sekresi minyak,

protein, dan debu. Sabun biasa tidak dapat membunuh patogen, akan

tetapi penambahan bahan kimia antiseptik pada sabun menjadikan

sabun memiliki sifat pembasmi kuman dengan tangan (WHO, 2005).

Bahan antiseptik, seperti klorheksidine glukonat atau povidon iodin,

digunakan untuk mengeliminasi flora-flora transien melalui efek

deterjen mekanik. Selain itu, zat antiseptik ini dapat tetap

mempertahankan fungsi antimikrobanya pada flora lain yang

kemungkinan masih tersisa. Menurut Rotter, bahan antiseptik tidak

hanya menghilangkan flora transien secara mekanik namun juga secara

kimiawi membunuh flora yang mengkontaminasi dan berkolonisasi

dengan aktivitas residu yang lama (Kesavan et al., 1998).

c. Alkohol. Alkohol memiliki aktivitas paling baik dan paling cepat

dalam membunuh bakteri dari semua jenis antiseptik. Bahan ini juga

dipilih untuk hand-rubbing dan biasa disebut

desinfektan-tangan-tanpa-air (waterless hand desinfection). Menggosok tangan dengan

alkohol baik sebagai upaya desinfeksi tangan karena alkohol memilih

spektrum antimikroba yang optimal (aktif melawan semua bakteri,

(19)

commit to user

untuk menggunakannya, ketersediaannya mudah, dan kerjanya cepat

(Pittet, 2001). Cuci tangan memiliki banyak manfaat antara lain:

a. Mencegah Infeksi Nosokomial

Cuci tangan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit

merupakan salah satu langkah preventif untuk mencegah infeksi

nosokomial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Grayson et

a.l (2009), mencuci tangan dengan menggunakan sabun maupun

dengan menggunakan pencuci tangan berbasis alkohol efektif dalam

mengurangi konsentrasi virus pada tangan. Dengan berkurangnya

konsentrasi viral pada tangan, transmisi virus dari tenaga kesehatan

kepada pasien, maupun kepada sesama tenaga kesehatan dapat

dicegah. Cuci tangan juga merupakan salah satu intervensi

non-farmakologis dalam mencegah penyebaran influenza (Ford dan

Grabenstein, 2006).

b. Mencegah Penularan Penyakit Infeksi

Cuci tangan merupakan cara efektif dan sederhana sebagai

upaya pencegahan penularan penyakit infeksi. Hal tersebut disebabkan

cuci tangan dapat mencegah seseorang terpajan dengan

mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Sandora, seorang dokter di Divisi Penyakit

Menular pada Rumah Sakit Anak Boston, menunjukkan bahwa jumlah

kasus diare turun hingga 59 persen setelah anak-anak di rumah sakit

tersebut mencuci tangan dengan menggunakan cairan antiseptik

(20)

commit to user

c. Mengurangi Jumlah Flora Transien di Tangan

Berdasarkan penelitian, pemakaian 3 jenis pencuci tangan

berbasis alkohol (gel etanol 61.5%; etanol 70% ditambah larutan

chlorhexidine 0.5%; isopropanol 70% ditambah larutan chlorhexidine

0.5%) serta mencuci tangan dengan air dan sabun efektif dalam

mengurangi konsentrasi viral pada tangan pada para medis di suatu

rumah sakit (Grayson, 2009).

2. Tahap Cuci Tangan

Agar tujuan cuci tangan dapat tercapai diperlukan metode cuci

tangan yang sempurna. Tahap-tahap yang perlu dilakukan adalah sebagai

berikut (Sherertz dan Sarubbi, 1983; Anonim, 2009) :

a. Tangan dibasuh dengan air hangat yang mengalir dan menggunakan

sabun (sebaiknya sabun cair).

b. Melakukan tahap-tahap pembasuhan tangan sebagai berikut:

Gambar-1: Urutan dan Cara Mencuci Tangan yang Benar (Anonim, 2009)

1) Telapak tangan ke telapak tangan (palm to palm).

2) Telapak tangan kanan membasuh bagian punggung tangan kiri, dan

(21)

commit to user

3) Telapak tangan ke telapak tangan, jari-jari saling menyilang untuk

menggosok sela jari (finger webs).

4) Mempertemukan kuku-kuku kedua tangan dan saling menggosok.

5) Menggosok dengan gerakan memutar ibu jari kanan dengan

telapak tangan kiri.

6) Menggosok telapak tangan kiri dengan gerakan memutar ke depan

(22)

commit to user

c. Tangan kemudian dibilas dengan air hangat yang mengalir untuk

membersihkan sisa sabun.

d. Tangan dikeringkan dengan seksama.

Selain itu terdapat hal-hal yang penting dilakukan untuk lebih

menyempurnakan cuci tangan, yaitu (Anonim, 2009; Wilkinson dan

Van Leuven, 2007) :

1) Mengangkat lengan baju.

2) Melepaskan perhiasan yang dipakai.

3) Melepaskan jam tangan.

4) Menghindari air memercik ke pakaian.

5) Menghindari memegang wastafel.

6) Menuangkan 3-5 mL sabun cair.

7) Menggosokkan sabun ke seluruh permukaan tangan.

8) Menggosok tangan selama minimal 15 detik.

9) Menyabuni seluruh permukaan tangan dan jari-jari.

10)Membersihkan kuku, bila kuku kotor.

11)Membilas tangan dengan air dan menjaga tangan tetap lebih rendah

dari lengan bawah.

12)Mengeringkan tangan dengan kain atau tisu kering mulai dari jari

ke lengan.

13)Mematikan keran dengan tisu/handuk.

(23)

commit to user

3. Hubungan Tahap Cuci Tangan dengan Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang.

Antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai

pola hidup bersih. Hal tersebut juga dapat menyebabkan tahap cuci tangan

antara laki-laki dan perempuan dapat berbeda. Dalam sebuah penelitian

yang dilakukan di tujuh kota di Korea Selatan dengan 2800 responden

yang diobservasi, Jeong, et al. (2007) menemukan bahwa 63,4%

responden mencuci tangannya setelah menggunakan kamar mandi umum.

Salah satu faktor signifikan yang terkait dengan peningkatan tingkat cuci

tangan adalah jenis kelamin wanita. Penelitian lain oleh Johnson, et al.

berteori bahwa tingginya angka cuci tangan pada wanita dibanding pria

dipengaruhi oleh perilaku penglihatan. Pada penelitian ini,Johnson, et al.

(2003) memasang tanda peringatan yang mengingatkan orang untuk

mencuci tangannya di kamar mandi umum. Observasi terhadap 175

individu (95 wanita dan 80 pria) menyatakan bahwa 61% wanita dan 37%

pria mencuci tangannya, tanpa adanya tanpa peringatan. Sedangkan 97%

wanita dan 35% pria mencuci tangannya pada keadaan ada tanda

peringatan. Pada kelompok pekerja medis, perbedaan ini juga diteliti oleh

Van de Mortel, et al. (2001) di dalam Critical Care Unit (CCU) sebuah

institusi pendidikan kedokteran dan keperawatan di Australia. Di mana

mereka menemukan bahwa staf CCU wanita secara signifikan mencuci

tangan mereka lebih sering dibanding staf pria setelah kontak dengan

(24)

commit to user

bahwa faktor jenis kelamin mempengaruhi tingkat cuci tangan, meskipun

angka ini dapat berubah pada grup profesi tertentu.

4. Hubungan Tahap Cuci Tangan dengan Pendidikan

Pendidikan juga dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Larson, et al.,

mengenai implementasi dari program intervensi edukasi/feedback pada

pasien di Intensive Care Unit (ICU) dan ICU bedah. Dari penelitian

tersebut diperoleh setelah dilaksanakannya program pendidikan,

kepatuhan dan cara mencuci tangan dengan benar berubah sedikit; ICU

14% (sebelum) dan 25% (sesudah); ICU bedah 6% (sebelum) dan 13%

(sesudah) (Larson et al., 1997; Littet et al., 1999; Voss et al., 1997).

5. Hubungan Tahap Cuci Tangan dengan Kesibukan Organisasi

Organisasi kampus juga merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi cuci tangan terutama pada mahasiswa kedokteran. Hal

tersebut disebabkan organisasi kampus dapat menjadi wadah promosi

kesehatan khususnya cuci tangan. Hal tersebut tergantung pada jenis

organisasi yang diikuti. Namun, organisasi kampus ternyata dapat

mengurangi waktu cuci tangan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan

jumlah organisasi yang diikuti (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Newscastle,

Inggris, dengan 300 sampel yang terdiri dari 150 sampel sibuk (≥4

(25)

commit to user

kampus yang diiikuti), ternyata sebesar 26 % yang mencuci tangan benar

pada sampel sibuk dan 67 % pada sampel tidak sibuk (Tones dan Tilford,

2001; WHO 2005).

6. Hubungan antara Tahap Cuci Tangan dengan jumlah sumber informasi

Sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan

seseorang. Hal tersebut disebabkan karena sumber informasi tertentu dapat

mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk cuci tangan dengan

benar. Salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan tingkat

kepatuhan cuci tangan adalah orang tua. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Catalina Lopez, et al. kepada anak-anak yang berumur

13,4 tahun dengan jumlah sampel 645, menunjukkan bahwa anak-anak

mencuci tangan setelah mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%,

dari sekolah 66,7%, dari media 56,8%. Selain itu, siswa yang mendapat

informasi dari orang tua cenderung dua kali lebih benar dalam mencuci

tangan dibandingkan dengan yang tidak mendapat informasi dari orang tua

(Nutbeam, 1998).

7. Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu

tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan

tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan

berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa

(26)

commit to user

memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu

amat penting bagi seorang petugas kesehatan untuk dapat menelaah alasan

di balik perilaku individu sebelum mampu mengubah perilaku tersebut.

Hal yang paling penting dalam mewujudkan perilaku kesehatan adalah

masalah pembentukan dan proses perubahan perilaku. Karena perubahan

perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan dan

juga sebagai penunjang program-program kesehatan yang lain

(Notoatmodjo, 2001).

Terdapat berbagai macam teori yang menjelaskan tentang

perubahan perilaku seseorang terhadap suatu perilaku kesehatan. Dalam

teori perilaku individu, terdapat beberapa teori dasar yang mencoba

menerangkan konsep perilaku dan hal-hal yang menyebabkan seseorang

melakukan tindakan tersebut. Teori tersebut adalah The Health Field

Concept, Health Belief Model (HBM), Theory of Reasoned Action (TRA)

dan teori perilaku berencana (Theory of Planned Behavior) (Notoatmodjo,

2001).Selain itu juga masih ada beberapa teori perilaku yang juga penting

dalam upaya menerangkan perilaku individu.

8. Theory of Planned Behavior (Tones dan Tilford, 2001)

Pada teori health action model dikembangkan untuk menjelaskan

secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

untuk hidup sehat. Terdapat dua bagian utama dari teori ini yaitu berperan

dalam keinginan individu untuk bertindak atau disebut juga behavioural

(27)

commit to user

kognitif, afektif, dan normatif. Bagian utama yang kedua lebih difokuskan

pada factor-faktor yang menentukan sebuah keinginan untuk diwujudkan.

Theory of Planned Behavior (PBT) merupakan pengembangan lebih lanjut

dari theory ofreasoned action. Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang

belum ada dalam TRA, yaitu tekad dan kemauan diri untuk berperilaku

sehat atau kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control).

Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang

dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu,

2002). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku

tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi

Behavioral juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat

dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol

tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2005)

menambahkan factor latar belakang individu ke dalam PBT.

Model teoritik dari PBT mengandung berbagai variabel yaitu :

a. Latar belakang (background factors), seperti usia, jenis kelamin, suku,

status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan

mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal.

Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam

diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam

aspek O (organism). Di dalam kategori ini Ajzen memasukkan tiga

faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor

personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat

(28)

commit to user

kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia,

jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama.

Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada

media.

b. Keyakinan Perilaku (behavioral belief) yaitu hal-hal yang diyakini

oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif,

sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara

afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka

pada perilaku tersebut.

c. Keyakinan Normatif (normative belief), yang berkaitan langsung

dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh

Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris-bawahi juga

oleh Ajzen melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial

khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu

(significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu.

d. Norma subjektif (subjective norm) adalah sejauh mana seseorang

memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku

yang akan dilakukannya (normative belief). Apabila individu merasa

itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dilakukan,

bukan ditentukan oleh orang lain di sekitarnya, maka individu akan

mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan

dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah

(29)

commit to user

apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh

dalam hidupnya atau tidak.

e. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs)

diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan

perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh

karena melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat)

melaksanakan perilaku itu sehingga individu memiliki keyakinan

bahwa dirinya akan dapat melaksanakan. Selain pengetahuan,

ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu

perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan

waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas

untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi

setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.

f. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu

keyakinan bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah

melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu

untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi

atas kemampuan dirinya apakah individu memiliki kemampuan atau

tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen

menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol”

(perceived behavioral control). Niat untuk melakukan perilaku

(intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan

atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh

(30)

commit to user

sejauh mana kalau individu memilih untuk melakukan perilaku tertentu

itu mendapatkan dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh

dalam kehidupannya.

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan : * : yang diteliti

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan

C. Hipotesis

Mahasiswa perempuan memiliki tahap cuci tangan yang lebih baik

daripada laki-laki saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Faktor yang mempengaruhi tahap

cuci tangan :

Jenis Kelamin *

Pendidikan

Sumber Informasi

Kesibukan Organisasi

(31)

commit to user

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah observasional analitik yang dilakukan dengan

desain Cross Sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, dari April-Juni 2010.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang diteliti adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria Inklusi :

a. Mahasiswa sehat (tidak alergi terhadap sabun dan tidak sedang flu).

b. Mahasiswa peserta praktikum mikrobiologi pada bulan April-Juni

2010.

c. Mahasiswa berjenis laki-laki dan perempuan usia 17-20 tahun.

d. Mahasiswa tidak memiliki cacat bawaan.

2. Kriteria Eksklusi :

a. Mahasiswa yang sakit dan tidak mengikuti praktikum mikrobiologi.

b. Mahasiswa yang berumur lebih dari 20 tahun dan kurang dari 17 tahun

(32)

commit to user

D. Teknik Sampling

Sampel dipilih secara purposive sampling. Besar sampel data nominal

pada sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi dihitung dengan

rumus (Madiyono et al., 2002) :

n= (Zα)2 pq

d2

Keterangan rumus:

n = jumlah/besar sampel

α = tingkat kemaknaan yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian

ini, peneliti menetapkan α = 0,05 sehingga Z α yaitu kesalahan tipe I

penelitian ini sebesar 1,96 (Dahlan S, 2006)

p = proporsi keadaan yang akan dicari (berasal dari kepustakaan).

Berdasarkan penelitian SP. Stone (2001), persentase mahasiswa

kedokteran yang mencuci tangan sebesar 20 %.

q = 1-p = 1-0,2= 0,8

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki peneliti. Dalam

penelitian ini, peneliti menetapkan d= 0,1.

Angka-angka di atas dimasukkan kembali ke rumus besar

sampel, sehingga jumlah sampel minimal yang dibutukan adalah 68

(33)

commit to user E. Desain penelitian

Gambar 2. Desain Penelitian Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan

F. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : jenis kelamin.

2. Variabel terikat : tahap cuci tangan.

3. Variabel perancu : pendidikan (predikat IPK), jumlah sumber

informasi, dan kesibukan organisasi.

G. Definisi Operasional Variabel

Cuci tangan adalah tindakan membersihkan permukaan kulit bagian

tangan dan pergelangan tangan sesuai prosedur dengan media air, sabun, dan

alkohol, maksimal 150 menit setelah memegang/kontak fisik dengan Populasi

68 Sampel

Pengukuran variabel :

Jenis kelamin dan tahap cuci tangan

(34)

commit to user

orang/benda atau sebelum memegang/kontak fisik dengan orang atau benda

selanjutnya selama 2 menit.

1. Variabel Bebas:

Jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan.

2. Variabel Terikat:

a. Tahap cuci tangan adalah tindakan atau kegiatan cuci tangan yang

dilakukan sampel berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, sifat, nilai,

dan norma sampel.

Tabel 1. Penjelasan Variabel Bebas dan Terikat

No Variabel Definisi

(35)

commit to user

H. Alat dan Bahan

1. Kuesioner Identitas Responden

2. Sarana dan prasarana di Laboratorium Mikrobiologi (air kran/ledeng,

sabun cuci tangan, dan lap kering)

I. Cara Kerja

1. Memberi kode setiap calon responden penelitian dengan menggunakan

angka.

2. Observasi: melihat tahap cuci tangan calon responden penelitian. Tahap

ini dikerjakan terlebih dahulu untuk menghindari bias.

3. Sosialisasi penelitian. Pada tahap ini, peneliti mensosialisasikan penelitian

cuci tangan dan meminta inform consent kepada calon responden yang

telah diobservasi untuk mengisi kuesioner identitas responden dan

menuliskan angka di lembar kuesioner sesuai dengan kode angka yang

diberikan sebelumnya.

4. Analisis data. Pada tahap ini, peneliti menganalisis hubungan antara jenis

kelamin dengan tahap cuci tangan serta factor-faktor yang berpengaruh

pada mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret dengan cara pendekatan statistika.

5. Pembuatan laporan hasil penelitian.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan dideskripsikan dan dianalisis dengan teknik

(36)

commit to user

hubungan positif maka analisis dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan

(37)

commit to user

27 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian diperoleh dari proses pengumpulan data yang dilakukan

pada mahasiswa yang praktikum pada bulan April-Juni 2010 di Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Data

penelitian didapat secara primer dari hasil observasi oleh peneliti dengan

menggunakan daftar tilik untuk variabel tahapan cuci tangan, sedangkan untuk

variabel jenis kelamin, predikat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), tingkat

kesibukan, serta jumlah sumber informasi diperoleh dengan cara pengisian

kuesioner oleh responden tanpa adanya intervensi dari peneliti. Total data primer

yang memenuhi kriteria inklusi adalah 96 responden dan semua data dipakai

dalam analisis karena tidak ada data yang drop out.

A. Karakteristik Responden

1. Usia Responden

Dari 96 responden, responden yang berusia 17 tahun sebanyak 8

orang (8,3%), berusia 18 tahun sebanyak 44 orang (45,8%), berusia 19

tahun sebanyak 38 orang (39,6%), dan sisanya yang berusia 20 tahun

(38)

commit to user

Tabel 2. Distribusi Usia Responden

Usia Frekuensi Persentase (%) Nilai p

Sumber : Data Primer 2010

2. Jenis kelamin responden

Tabel 3. Distribusi Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%) Nilai p

Laki-laki

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 96 responden,

terdapat 58 orang perempuan (60.4%) dan sisanya 38 orang laki-laki

(39)

commit to user 3. Predikat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

Tabel 4. Distribusi Predikat IPK Responden

Predikat IPK Frekuensi Persentase (%) Nilai p

Cumlaude

Sumber : Data Primer 2010

Untuk kategori predikat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), sebanyak

21 responden (21.9%) termasuk kedalam kategori cumlaude, sedangkan

sisanya 75 responden (78.1%) termasuk yang tidak cumlaude.

4. Kesibukan Organisasi

Tabel 5. Distribusi Kesibukan Organisasi Responden

Kesibukan organisasi Frekuensi Persentase (%) Nilai p

Sibuk

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa 41 responden (42,7%)

(40)

commit to user 5. Jumlah sumber informasi

Tabel 6. Distribusi Jumlah Sumber Informasi Responden

Jumlah sumber informasi Frekuensi Persentase (%) Nilai p

2 16 16.7% 0.937

3 21 21.9% 0.937

4 25 26.0% 0.937

5 16 16.7% 0.937

6 12 12.5% 0.937

7 6 6.3% 0.937

Jumlah 96 100.0%

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa 16 responden (16,7%)

mendapatkan 2 sumber informasi tahapan cuci tangan, 21 responden

(21,9%) mendapatkan 3 sumber, 25 responden (26%) mendapatkan 4

sumber, 16 responden (16,7%) mendapatkan 5 sumber, 12 (12,5%)

responden mendapatkan 6 sumber, dan 6 responden (6,3%) mendapatkan 7

sumber. Untuk nilai rerata (+ SB) adalah 4.05 ± 1.461, dan dengan nilai

(41)

commit to user 6. Skor Tahapan Cuci Tangan

Tabel 7. Distribusi Skor Tahapan Cuci Tangan Responden

Skor tahapan cuci tangan Frekuensi Persentase%

8 11 11.5%

9 25 26.0%

10 1 1.0%

11 2 2.1%

12 7 7.3%

13 37 38.5%

14 13 13.5%

Total 96 100.0%

Sumber : Data Primer 2010

Tahapan cuci tangan yang dilakukan responden (Tabel 7),

didapatkan responden yang memiliki skor 8 sebanyak 11 responden

(11.5%), skor 9 sebanyak 25 responden (26%), skor 10 sebanyak 1 (1%),

skor 11 sebanyak 2 responden (2.1%), skor 12 sebanyak 7 responden

(7.3%), skor 13 sebanyak 37 (38.5%) dan sisanya skor 14 adalah sebanyak

13 responden (13.5%). Sedangkan untuk nilai rerata (+ SB) adalah 11.38

± 2.197, dengan nilai median dan modus adalah sama, yaitu 13.

B. Analisis uji kemaknaan antar variabel

Hasil pengujian data untuk skor tahap cuci tangan kelompok

(42)

commit to user

Independent menunjukkan nilai p = 0.006 (p<0.05), dengan mean difference

1.318 dan IK 95% adalah antara 0.383 sampai 2.252. Dapat diambil

kesimpulan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna pada

rerata skor tahap cuci tangan antara kelompok perempuan dan laki-laki, yaitu

skor tahap cuci tangan perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

Tabel 8. Analisis Kemaknaan Antar Variabel

Kelompok F t df p keterangan

Skor tahap cuci tangan

dengan jenis kelamin 20.39 2.817 63.458 0.006

perbedaan

bermakna

Sumber : Data Primer 2010

C. Analisis regresi linier variabel

Selanjutnya setelah dilakukan analisis bivariat dan didapatkan

perbedaan yang bermakna antara skor tahap cuci tangan dengan jenis kelamin

analisis dilanjutkan dengan analisis multivariate.

Berdasarkan hasil analisis multivariate dengan menggunakan uji

statistik regresi linier didapatkan jenis kelamin menunjukkan adanya

hubungan yang nyata dengan nilai p<0.05. Untuk jenis kelamin, koefisien

korelasi -0.295 bertanda negatif menunjukkan arah korelasinya negatif, artinya

bahwa perempuan memiliki nilai skor yang lebih tinggi tahap cuci tangannya

dibanding laki-laki. R square determinasi yaitu 0.087 mengandung pengertian

bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap skor tahap cuci tangan adalah 8.7%.

Nilai F hitung adalah 8.949 dengan signifikasi 0.004 yang lebih kecil dari 0.05

(43)

commit to user

tahap cuci tangan dengan jenis kelamin. Besarnya nilai a adalah 13.214 dan

nilai b adalah -1.318 (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Kemaknaan Antar Variabel (uji statistik regresi linier)

Sumber : Data Primer 2010 Variabel Sig.

Correlations

Koef.

Correlations R

square

F Sig. F Interval

Keyakinan 95%

Batas

atas

Batas

bawah

Jenis

kelamin

0.002 -0.295 0.087 8.949 0.004 14.508 11.921

(44)

commit to user BAB V

PEMBAHASAN

Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat

praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta (p<0.05). Hal itu dapat diketahui dari hasil uji statistik

T-test Independent dan diteruskan dengan uji statistik regresi linier jika ada

hubungan positif.

Sebelum dilakukan uji statistik T-test Independent, peneliti melakukan uji

normalitas data skor tahap cuci tangan terlebih dahulu karena uji normalitas

merupakan syarat utama untuk T-test Independent. Parameter yang digunakan

untuk uji normalitas ini adalah koefisien varians, rasio Swekness, dan rasio

kurtosis dengan nilai masing-masing 19.30, -1.5, dan -1.362 sehingga dapat

disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. Oleh karena itu T-test

Independent dapat dipakai sebagai uji statistik (Lampiran 3).

Pada pengujian data untuk skor tahap cuci tangan kelompok perempuan

dan kelompok laki-laki menunjukkan nilai p = 0.006 (p<0.05). Dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan rerata skor tahap cuci tangan yang bermakna antara

kelompok perempuan dan laki-laki, dimana skor tahap cuci tangan perempuan

lebih tinggi dibanding laki-laki.

Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier karena terdapat hubungan

yang bermakna. Dari hasil analisis didapat signifikansi korelasi jenis kelamin

dengan skor tahap cuci tangan sebesar 0.002 maka Ho ditolak. Hal ini berarti

(45)

commit to user

terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan skor tahap cuci

tangan. Koefisien korelasi bertanda negatif sebesar -0.295 mengandung

pengertian perempuan memiliki skor tahap cuci tangan yang lebih tinggi daripada

laki-laki, sebaliknya skor tahap cuci tangan laki-laki lebih rendah dari perempuan.

Nilai R square menunjukkan koefisien determinasi yaitu 0.087 mengandung

pengertian bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap skor tahap cuci tangan adalah

8.7%. Signifikasi nilai F adalah 0.004 yang lebih kecil dari 0.05 sehingga Ho

ditolak dan Ha diterima. Besarnya nilai konstant (a) adalah 13.214 dan nilai jenis

kelamin (b) adalah -1.318. Nilai b bertanda negatif, sehingga perubahan adalah

pengurangan, maka persamaan regresinya ditulis Y = 13.214 – 1.318X. Artinya X

adalah jenis kelamin dengan nilai perempuan adalah 1 dan laki-laki adalah 2,

maka skor tahap cuci tangan perempuan lebih besar 1.318 dari laki-laki.

Pada jenis kelamin menunjukkan nilai signifikasi dikarenakan faktor latar

belakang (background factors). Faktor latar belakang sendiri pada dasarnya

adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin

dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Menurut Ajzen, faktor utama yang

mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang dan menyebabkan orang tersebut

mencuci tangan dengan tahapan yang benar adalah latar belakang (background

factor). Latar belakang meliputi usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi,

suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan. Ajzen membagi latar belakang

menjadi 3 yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap

umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai

hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain

(46)

commit to user

informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media. Selain itu

antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai pola

hidup bersih (Tones dan Tilford, 2001). Hal tersebut juga dapat menyebabkan

tahap cuci tangan antara laki-laki dan perempuan dapat berbeda.

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional, yang termasuk ke

dalam salah satu bentuk studi analitik non eksperimental. Penelitian ini

menggunakan populasi yang cenderung homogen, yaitu mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang sedang praktikum di Laboratorium

Mikrobiologi sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang

relatif lebih mudah, murah, dan hasilnya cepat diperoleh. Selain itu, penelitian ini

juga dapat digunakan untuk meneliti sekaligus banyak variabel bebas.

Kelebihan yang terdapat di dalam penelitian ini antara lain dapat

memberikan gambaran secara umum tentang permasalahan kebiasaan cuci tangan

pada mahasiswa kedokteran Indonesia, khususnya pada mahasiswa FK UNS yang

melakukan praktikum mikrobiologi. Selain itu, dengan dipilihnya mahasiswa

kedokteran sebagai responden, maka penelitian ini juga dapat memberikan

gambaran tentang kebiasaan cuci tangan masyarakat Indonesia yang mempunyai

pengetahuan serta akses kesehatan yang baik. Adapun, kekurangan dari penelitian

ini antara lain tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, karena

pengambilan data hanya diambil dalam satu waktu. Selain itu, ada kemungkinan

(47)

commit to user

37 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta (p<0.05). Adapun mahasiswa perempuan memiliki tahap cuci

tangan yang lebih baik daripada laki-laki dengan nilai p<0.05 dan nilai R

square 0.087 atau ada pengaruh variabel bebas yaitu jenis kelamin terhadap

variabel terikat yaitu skor tahap cuci tangan sebesar 8.7%.

B. Saran

1. Jenis kelamin mempunyai hubungan bermakna terhadap tahap cuci tangan

dan ternyata responden perempuan mempunyai tahap cuci tangan yang

lebih baik dibanding laki-laki. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang

lebih fokus terhadap laki-laki untuk mengetahui sebab mengapa tahap cuci

tangan yang kurang baik lebih banyak dijumpai pada mahasiswa laki-laki

dibanding perempuan. Selain itu, diperlukan juga adanya sistem yang

dapat meningkatkan kebiasaan cuci tangan mahasiswa, misalnya dengan

memberikan selisih waktu yang mencukupi antara kuliah dengan

praktikum, supaya mahasiswa memiliki waktu luang untuk dapat mencuci

(48)

commit to user

sebelum maupun sesudah praktikum, mahasiswa wajib mencuci

tangannya.

2. Perlu adanya pengembangan riset yang lebih lanjut tentang tahapan cuci

tangan mahasiswa di seluruh laboratorium FK UNS dengan menggunakan

analisis gender ( Gender Analysis Pathway) sehingga dapat melihat

faktor-faktor yang berhubungan dengan tahap cuci tangan yang buruk antara

laki-laki dan perempuan saat praktikum di laboratorium.

3. Diperlukan juga kerja sama yang baik antara pihak fakultas dengan

mahasiswa untuk mewujudkan kebiasaan pola hidup bersih di kampus;

khususnya mengenai kebiasaan mencuci tangan. Baik dalam penyediaan

sarana dan fasilitas; maupun promosi melalui media pamflet atau poster

yang dapat dibaca mahasiswa di tempat tertentu, misalnya: toilet, dll.

Gambar

Tabel  2.    Distribusi Usia Responden
gambaran tentang kondisi masyarakat Indonesia yang juga memiliki tingkat
Gambar-1: Urutan dan Cara Mencuci Tangan yang Benar (Anonim, 2009)
Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian hukum ini merupakan penelitian normatif, yaitu penelitian hukum dengan melakukan absraksi terhadap norma hukum positif yang berlaku tentang ketentuan Pajak Daerah

Buku yang ditulis oleh satu sampai tiga orang, nama semua penulis ditulis lengkap: CK : Husein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan

Setelah anak diimunisasi kekebalan sebenarnya sudah ada dan daya tahan tubuh jadi lebih tinggi, sehingga sakit yang dideritanya tak bakal separah seperti bila tidak

ten.tang Peradilan Agama dan peraturan-peraturan lain yang mengatur t en tang perkara tersebut. hilang kesahannya; tidak jadi atau tidak sah lagi; tidak mempun ya i

lainnya seperti ketepatan dalam berjanji, sabar, ramah , berzakat, ibadah shalat , rata-rata diatas 50% pedagang menyatakan dapat melaksanakan etika tersebut

Hasil akhir yang diperoleh adalah sebuah Sistem Sinkronisasi Data Berbasis Teks yang secara umum dapat berjalan dengan baik sehingga tidak menutup kemungkinan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN SOSIAL DAN EMOSIONAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK); TUNARUNGU DI SDLB-B KARYA MULIA I SURABAYA. Oleh: Karunia

Selain itu, sebuah dewan dengan proporsi komisaris independen yang lebih besar akan lebih menyukai pembentukan RMC yang berdiri sendiri atau terpisah dari komite audit