• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Ganti Rugi Terkait Migrasi Layanan Flexi Ke Telkomsel (Studi di PT. Telkom Divre I Sumatera)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Ganti Rugi Terkait Migrasi Layanan Flexi Ke Telkomsel (Studi di PT. Telkom Divre I Sumatera)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

A. Wawancara dengan Ibu Fidya Ulfa

Wawancara dengan Ibu Fidya Ulfa selaku Legal Staff di PT. Telkom Divre I Sumatera dilakukan pada tanggal 20 Desember 2015 di Medan.

1. Apa yang menjadi penyebab migrasi layanan Flexi ke Telkomsel yang dilakukan oleh PT. Telkom?

Jadi itu kan ada aturan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 30 Tahun 2014 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler, jadi Pemerintah sedang mengeluarkan regulasi mengenai pengaturan frekuensi, dimana CDMA sendiri kan ada di frekuensi 800MHz mau digunakan untuk layanan 4G. Bisa dilihat juga kan kalau bisnis CDMA sudah kurang diminati di Indonesia, jadi sama Pemerintah itu ditertibkan makanya semua CDMA lagi coba dihapuskan untuk mengganti ke layanan yang lebih baru. Dari Telkom sendiri kan sudah punya layanan seluler, makanya pindahnya ke Telkomsel. Jadi migrasi itu terjadi karena adanya regulasi dari Pemerintah, makanya Telkom harus mengikuti.

(2)
(3)

merugikan konsumen. Makanya sebelum migrasi penuh, kita sudah mengumumkan kepada konsumen melalui SMS Blast, media cetak ataupun sosialisasi dari media lainnya. Intinya kita tetap berusaha agar hak-hak konsumen tetap terlayani.

3. Bagaimana prosedur pelaksanaan pembayaran ganti rugi terkait migrasi layanan Flexi ke Telkomsel?

Prosedur pelaksanaannya itu kita mempunyai waktu migrasi yang sudah ditentukan, sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP). Misalnya untuk pelanggan CDMA yang memiliki segmen atau komunitas khusus, jadi langsung ditindaklanjuti oleh Perusahaan. Jadi berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) itu sendiri, ada pembedaan antara konsumen individu dan konsumen corporate.

Kalau kita lihat yang secara umum ya yang pertama kita sosialisasikan terlebih dahulu, lalu kita rencanakan untuk tiap daerah seperti Pulau Sumatera dari bulan sekian sampai bulan sekian, untuk Pulau Jawa berbeda lagi. Dan dari SMS itu kita tetap aktif untuk menginformasikan migrasi layanan, setelah pelanggan tahu maka selanjutnya tergantung pelanggan apakah akan langsung migrasi atau menunggu informasi lebih lanjut lagi.

(4)
(5)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Zainudin. 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika

Djojodirdjo, M.A. Moegni. 1979, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid) untuk kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum, Jakarta: Pradnya Paramita

Harahap, Yahya. 1997, Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti

Hartono, Sri Redjeki. 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju

HS, Salim. 2004, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika

Judhariksawan, 2005, Pengantar Hukum Telekomunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Kansil, C.S.T. 1979, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: P.N. Balai Pustaka

Koentjaraningrat. 2009, Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru

Komariah. 2001, Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Marzuki, Peter Mahmud. tanpa tahun, Pembaruan Hukum Ekonomi Indonesia, Surabaya: Universitas Airlangga

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nasution, Az. 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media

Nieuwenhuis. 1985, Pokok-pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih, Surabaya: Universitas Airlangga

Patrik, Purwahid. 1994 Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-Undang), Bandung: Mandar Maju

Prodjodikoro, Wirjono. 2000, Perbuatan Melanggar Hukum, Bandung: Mandar Maju

(6)

Saidi, Zaim dan Sudaryatmao. 2004, Mencari Keadilan ”Bunga Rampai Penegak

Hak Konsumen”, Jakarta: Piramedia

Shidarta. edisi revisi, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo

Shofie, Yusuf (a). 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, cet.1, Jakarta: Ghalia Indonesia

Sidabalok, Janus. 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Silalahi, Nurain. 2002, Layanan Informasi dan Telekomunikasi-Mobile Nirkabel, Jakarta: Elex Media Komputindo

Soekanto, Soerjono. 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press

Suratman dan Phillips Dillah. 2013, Metode Penelitian Hukum, Bandung: CV Alfabeta

Usman, Rachmadi. 2013, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: Citra Aditya Bakti

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 30 Tahun 2014 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

INTERNET

Kamus Bisnis. “Ganti Rugi.”

(7)

http://www.legalakses.com/gugatan-ganti-rugi-karena-pmh . Diakses pada tanggal 09 November 2015

Suryadhi, Ardhi. “Kualitas Layanan Operator Diumbar ke Publik.”

http://hot.detik.com/read/2009/05/22/100639/1135422/328/kualitas-layanan-operator-diumbar-ke-publik . Diakses pada tanggal 10 Desember 2015

Wikipedia.

https://id.wikipedia.org/wiki/Flexi . Diakses pada tanggal 01 Desember 2015 https://id.wikipedia.org/wiki/Telkom_Indonesia . Diakses pada tanggal 01

Desember 2015

https://id.wikipedia.org/wiki/Telkomsel . Diakses pada tanggal 01 Desember 2015 https://id.wikipedia.org/wiki/Kompensasi . Diakses pada tanggal 12 Desember

2015

Upgrade Telkom Flexi.

(8)

A. Pengertian Ganti Rugi

Ganti rugi (legal remedy) adalah cara pemenuhan atau kompensasi hak oleh pengadilan yang diberikan kepada satu pihak yang menderita kerugian oleh pihak lain yang melakukan kelalaian atau kesalahan sehingga menyebabkan kerugian tersebut.31

Menurut Pasal 1243 KUH Perdata, pengertian ganti rugi lebih menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya suatu perikatan, yakni kewajiban debitur untuk mengganti kerugian kreditur akibat kelalaian pihak debitur melakukan wanprestasi.

Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Menurut J. Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.

Menurut ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila kreditur telah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Dengan demikian untuk menghindari tuntutan sewenang-wenangnya pihak kreditur,

31

(9)

Undang-undang memberikan batasan-batasan ganti kerugian yang harus oleh debitur sebagai akibat dari kelalaiannya atau wanprestasi yang meliputi:

1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan (Pasal 1247 KUH Perdata)

2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi debitur, sebagai yang ditentukan dalam Pasal 1248 KUH Perdata. Untuk menentukan syarat akibat langsung dipakai teori adequate. Menurut teori ini, akibat langsung ialah akibat yang menurut pengalaman manusia normal dapat diharapkan atau diduga akan terjadi. Dengan timbulnya wanprestasi selaku manusia normal dapat menduga akan merugikan kreditur.

3. Bunga dalam hal terlambat membayar jumlah hutang (Pasal 1250 ayat (1) KUH Perdata). Besarnya bunga didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Tetapi menurut yurisprudensi, Pasal 1250 KUH Perdata tidak dapat diberlakukan terhadap perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata, unsur-unsur ganti rugi adalah sebagai berikut:

1. Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya meterai, biaya iklan.

(10)

salah konstruksi sehingga merusakkan perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar.

3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keutungan yang diharapkannya.

Dalam hukum perikatan, khususnya hukum perjanjian, ganti rugi umumnya terdiri dari tiga unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga. Dalam setiap kasus, tidak selamanya ketiga unsur itu selalu ada, tetapi adakalanya hanya terdiri dari dua unsur saja. Sedangkan dalam kaitannya dengan perbuatan melawan hukum, ketentuan yang sama dapat dijadikan sebagai pedoman.

B. Dasar Hukum Mengenai Ganti Rugi

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu dikarenakan adanya unsur kesalahan padanya, maka debitur dapat dikenakan sanksi hukum. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”

(11)

diselesaikan melalui pengadilan yang membutuhkan proses persidangan yang relatif lama. Artinya, menurut pembuat undang-undang, jika konsumen menderita kerugian sebagai akibat dari penggunaan/pemakaian produk, ia dapat langsung menuntut ganti rugi kepada produsennya. Kalau ternyata pihak produsen menolak menanggapi atau membayar ganti rugi, barulah kemudian produsen dapat dituntut ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau ke Pengadilan (Pasal 23).32

C. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi

Kerugian yang diderita oleh seseorang karena perbuatan melawan hukum itu dapat dibedakan menjadi kerugian ekonomis dan kerugian fisik (economic loss and physical harm). Economic loss, yaitu kerugian berupa hilangnya atau berkurangnya sejumlah harta kekayaan sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain (jadi sama dengan kerugian dalam hal wanprestasi). Physical harm berupa berkurangnya kesehatan seseorang karena akibat dari perbuatan melawan hukum, misalnya luka-luka, sakit, dan sebagainya.33

Kedua jenis kerugian ini sangat berbeda, di mana kerugian yang pertama itu dapat dihitung secara matematis dan diwujudkan dalam bentuk sejumlah uang, sedangkan yang kedua, sulit dinilai dengan uang. Untuk menentukan jumlah kerugian yang berkaitan dengan physical harm, misalnya luka-luka, maka orang terpaksa memperbandingkan dua hal yang tidak sama macamnya, dan satu-satunya cara ialah menaksir nilai harga dari keganjilan itu dengan suatu ukuran yang mungkin terpakai, yaitu dengan memperhitungkannya dengan sejumlah

32 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2010, hal.157

33

(12)

uang.34 Ini merupakan suatu solusi yang dapat diterima secara umum dalam praktik peradilan dan dipandang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kerugian yang dapat dituntut dari tergugat dalam hal wanprestasi umumnya menganut ajaran (teori) adequate. Dimana suatu ganti kerugian harus menempatkan kreditur dalam kedudukan di mana ia seharusnya berada, andai kata perjanjian itu dilaksanakan secara baik. Inilah prinsip penggantian kerugian, yang juga berlaku dalam hal perbuatan melawan hukum. Jadi, kerugian itu meliputi kerugian yang betul-betul diderita oleh penggugat sebagai akibat dari perbuatan wanprestasi atau melawan hukum itu.

Di dalam perbuatan melawan hukum terdapat hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian pada tuntutan ganti rugi. Hubungan kausal (sebab akibat) antara kerugian dan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, oleh undang-undang tidak dijelaskan tentang ukuran-ukuran yang dipergunakan untuk menentukannya. Akan tetapi, menurut ajaran (teori) adequate dari Von Kries, ukuran tersebut adalah apabila suatu peristiwa itu secara langsung menurut pengalaman manusia yang normal dapat diharapkan menimbulkan akibat tertentu.

Adapun kerugian yang dapat dituntut dari produsen, menurut Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdiri dari:

a. Kerugian atas kerusakan

Yang dimaksud dengan kerugian atas kerusakan adalah segala kerugian berupa timbulnya kerusakan pada barang-barang milik konsumen yang ditimbulkan oleh produk yang dipakai/dibelinya. Misalnya, konsumen

34

(13)

membeli suatu barang lalu disimpan bersama-sama dengan barang lain atau dipakai pada barang lain dan menimbulkan kerusakan pada barang lain itu. b. Kerugian karena pencemaran

Yang dimaksud dengan kerugian karena pencemaran adalah kerugian berupa pencemaran yang ditimbulkan oleh produk yang dipakai/dibeli. Misalnya, produk yang baru dibeli itu mencemari produk lain yang dimiliki sebelumnya oleh konsumen sehingga barang-barang yang telah ada itu menjadi tidak berguna atau berkurang kegunaannya. Dua jenis kerugian di atas, kerugian atas kerusakan dan kerugian karena pencemaran, dapat digolongkan sebagai economic loss (kerugian ekonomis, kerugian harta benda).

c. Kerugian konsumen sebagai akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Yang dimaksud dengan kerugian konsumen adalah kerugian berupa physical harm (korban manusia) sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Misalnya, karena mengonsumsi produk tertentu, konsumen jatuh sakit atau bahkan meninggal dunia.35

Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian yang berdasarkan wanprestasi dan tuntutan yang berdasarkan perbuatan melanggar

35

(14)

hukum.36 Kedua dasar tuntutan ganti kerugian ini dibahas secara khusus di bawah ini:

a. Tuntutan Berdasarkan Wanprestasi

Dalam penerapan ketentuan yang berada dalam lingkungan hukum privat tersebut, terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada wanprestasi dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum.

Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka terlebih dahulu tergugat dengan penggugat (produsen dengan konsumen) terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga (bukan sebagai pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi.

Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian. Bentuk-bentuk wanprestasi ini dapat berupa:37

1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2) Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi; 3) Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya.

Terjadinya wanprestasi pihak debitur dalam suatu perjanjian, membawa akibat yang tidak mengenakkan bagi debitur, karena debitur harus:38

36

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal.127

37

Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-Undang), Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.11

(15)

1) Mengganti kerugian

2) Benda yang menjadi objek perikatan, sejak terjadinya wanprestasi menjadi tanggung gugat debitur;

3) Jika perikatan ini timbul dari perikatan timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.

Sedangkan untuk menghindari terjadinya kerugian bagi kreditur karena terjadinya wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut salah satu dari lima kemungkinan:39

1) Pembatalan (pemutusan) perjanjian; 2) Pemenuhan perjanjian;

3) Pembayaran ganti kerugian;

4) Pembatalan perjanjian disertai perjanjian kerugian; 5) Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian.

Dalam tanggung gugat berdasarkan adanya wanprestasi, kewajiban untuk membayar ganti kerugian tidak lain daripada akibat penerapan klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum yang oleh kedua pihak secara sukarela tunduk berdasarkan perjanjiannya. Dengan demikian, bukan undang-undang yang menentukan apakah harus dibayar ganti kerugian atau berapa besar ganti kerugian yang harus dibayar, melainkan kedua belah pihak yang menentukan syarat-syaratnya serta besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, dan apa yang telah diperjanjikan tersebut, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.40

b. Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum

Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari perjanjian (karena terjadinya wanprestasi), tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak

39

Ibid., hal.12

40

(16)

perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak ketiga pun dapat menuntut ganti kerugian.

Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian, harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Ada perbuatan melanggar hukum; 2) Ada kerugian;

3) Ada hubungan kasualitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian; dan

4) Ada kesalahan.

Adapun yang dimaksud dengan kalimat diatas yaitu: a) Perbuatan Melanggar Hukum

(17)

Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, sebagai bentuk kedua dari perbuatan melanggar hukum. Kewajiban hukum yang dimaksud adalah kewajiban menurut undang-undang, baik yang termasuk hukum publik maupun hukum privat.

b) Kerugian

Pengertian kerugian menurut Niewenhuis, adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain.41

Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang. Sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Walaupun kerugian dapat berupa kerugian atas diri (fisik) seseorang atau kerugian yang menimpa harta benda, namun jika dikaitkan dengan ganti kerugian, maka keduanya dapat dinilai dengan uang (harta kekayaan). Demikian pula karena kerugian harta benda dapat pula berupa kehilangan seharusnya adalah berkurangnya/ tidak diperolehnya harta kekayaan pihak yang satu, yang

41

(18)

disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain.42

Ganti kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hanya meliputi pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti bahwa ganti kerugian yang dianut dalam UUPK adalah ganti kerugian subjektif.43

c) Hubungan Sebab Akibat

Hubungan antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkannya itu secara kausalitas harus langsung yang menyebabkan terjadinya kerugian, sebagai satu-satunya alasa munculnya kerugian (Adequate Veroorzaking). Kerugian itu harus merupakan akibat dari perbuatan salah dari si pelaku, yang tanpa perbuatannya itu, kerugian tersebut tidak akan muncul.44

d) Kesalahan

Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, salah satu syarat untuk membebani tergugat dengan tanggung gugat

42

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal.133

43

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal.136

44

(19)

berdasarkan perbuatan melanggar hukum adalah adanya kesalahan. Kesalahan ini memiliki 3 unsur, yaitu:45

(1) Perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan; (2) Perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya;

(a) Dalam arti objektif: sebagai manusia normal dapat menduga akibatnya;

(b) Dalam arti subjektif: sebagai seorang ahli dapat menduga akibatnya;

(3) Dapat dipertanggungjawabkan: debitur dalam keadaan cakap.

D. Pedoman atau Ukuran Ganti Rugi

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, petunjuk mengenai besarnya ganti kerugian yang dapat dituntut dari pelaku usaha adalah kerugian sebagai akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa. Jadi, yang dipakai adalah kriteria hubungan kausal (lihat kembali Pasal 19). Hal yang sama juga diulangi pada Pasal 20 tentang tanggung jawab produsen iklan yang menyebutkan: “... segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut”.

Petunjuk itu tentunya belum cukup untuk menjelaskan besarnya jumlah ganti kerugian yang dapat dituntut dan atau dibebankan kepada produsen.

Pada dasarnya, bentuk atau wujud ganti kerugian yang lazim dipergunakan ialah uang, yang oleh para ahli hukum ataupun yurisprudensi dianggap paling praktis dan paling sedikit menimbulkan selisih dalam mneyelesaikan sengketa.

45

(20)

Bentuk lain adalah benda (in natura). Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan pedoman tentang jumlah, bentuk, atau wujud ganti kerugian, yaitu:

a. Pengembalian uang; atau

b. Penggantian barang dan/atau jasa sejenis atau setara nilainya; atau c. Perawatan kesehatan; dan/atau

d. Pemberian santunan; sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Karena Pasal 19 ayat (2) di atas masih menunjuk peraturan perundang-undangan lain sebagai pedoman, maka dapat dikemukakan ketentuan KUHPerdata. Untuk menentukan besarnya jumlah ganti kerugian, KUHPerdata memberikan beberapa pedoman, yaitu:

a. Besarnya ganti kerugian sesuai dengan fakta atau tentang kerugian yang benar-benar terjadi dan dialami oleh konsumen.

b. Sebesar kerugian yang dapat diduga sedemikian rupa sehingga keadaan kekayaan kreditur harus sama seperti seandainya debitur memenuhi kewajibannya. Kerugian yang jumlahnya melampaui batas-batas yang dapat diduga tidak boleh ditimpakan kepada debitur. c. Besarnya kerugian yang dapat dituntut adalah kerugian yang

merupakan akibat langsung dari peristiwa yang terjadi, yaitu sebagai akibat dari wanprestasi atau sebagai akibat dari peristiwa perbuatan melawan hukum.

d. Besarnya ganti rugi itu ditentukan sendiri oleh undang-undang., misalnya yang diatur dalam Pasal 1250 KUH Perdata, yang mengatakan, antara lain bahwa dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas biaya yang ditentukan oleh undang-undang dengan tidak mengurangi peraturan perundang-undangan khusus. Dalam kaitan ini Undang-Undang perlindungan Konsumen tidak menentukan batas kerugian yang dapat dihukumkan kepada pelaku usaha sehubungan dengan gugatan ganti kerugian dalam sengketa konsumen. Akan tetapi, dalam Pasal 60 ayat (2) disebutkan bahwa sanksi administratif berupa penetapan ganti kerugian yang ditetapkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(21)

Khusus tentang perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian imateriil ataupun physical harm, KUH Perdata memuat ketentuan bahwa faktor-faktor kedudukan, kekayaan kedua belah pihak, keadaan, serta kemampuan kedua belah pihak (lihat Pasal 1370 dan Pasal 1571 KUH Perdata) ikut dipertimbangkan dalam menentukan besarnya ganti kerugian.46

46

(22)

KE TELKOMSEL

A. Penyebab Migrasi Layanan Flexi ke Telkomsel

Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 30 Tahun 2014 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio pada Pita Frekuensi Radio 800 MHz wajib melakukan migrasi penggunaan spektrum frekuensi radionya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini”. Berdasarkan pasal

tersebut, setiap pemegang izin penggunaan frekuensi radio pada pita frekuensi radio 800MHz wajib melakukan migrasi layanan ke frekuensi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana penggunaan frekuensi radio pada pita frekuensi radio 800 MHz yang dimaksud salah satunya adalah layanan Flexi dari PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero).

Flexi merupakan salah satu produk telepon fixed wireless yang dikeluarkan oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero). Dalam pelaksanaannya dikelola melalui salah satu Divisi di Telkom, yaitu Divisi Fixed Wireless Network (DIV FWN).47 Telkom Flexi merupakan layanan jasa telekomunikasi suara dan data berbasis akses tanpa kabel dengan teknologi CDMA frekuensi 800 MHz untuk seluruh wilayah di Indonesia.

47

(23)

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero) biasa disebut Telkom Indonesia atau Telkom saja adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di Indonesia. Telkom merupakan salah satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (52,47%) dan 47,53% dimiliki oleh publik, Bank of New York, dan investor dalam negeri. Telkom juga menjadi pemegang saham mayoritas di 13 anak perusahaan, termasuk PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel).48

Telkomsel merupakan operator telekomunikasi seluler GSM di Indonesia, dengan layanan paskabayarnya yang diluncurkan pada tanggal 26 Mei 1995. Waktu itu kepemilikan saham Telkomsel adalah PT Telkom (51%) dan PT Indosat (49%). Kemudian pada November 1997 Telkomsel menjadi operator seluler pertama di Asia yang menawarkan layanan prabayar GSM. Telkomsel memiliki tiga produk GSM, yaitu SimPATI (prabayar), KartuAS (prabayar), serta KartuHALO (pascabayar). Saat ini saham Telkomsel dimiliki oleh Telkom (65%) dan perusahaan telekomunikasi Singapura SingTel (35%). Telkom merupakan BUMN Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedang SingTel merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Singapura.49

Berkembangnya telekomunikasi di Indonesia menyebabkan tingginya kebutuhan masyarakat akan layanan jasa telekomunikasi yang membuat banyaknya perusahaan yang menyediakan pelayanan jasa telekomunikasi. Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan jasa telekomunikasi yang lebih stabil mengharuskan pemerintah untuk menertibkan frekuensi radio.

48 https://id.wikipedia.org/wiki/Telkom_Indonesia diakses pada tanggal 01 Desember 2015 49

(24)

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.30 Tahun 2014 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler menyatakan bahwa, “Pengaturan penggunaan Pita Frekuensi Radio 800 MHz sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan Pita Frekuensi Radio 800 MHz dengan memberi kebebasan kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler pada Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk memilih teknologi dalam mengoperasikan jaringannya”. Berdasarkan pasal tersebut, migrasi layanan Flexi ke Telkomsel

bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan Flexi.

Apabila tidak dilakukan migrasi layanan, pelanggan Flexi akan merasakan kualitas layanan yang makin tidak nyaman dikarenakan teknologinya yang tidak berkembang. Dipilih Telkomsel, karena Telkomsel adalah operator seluler terbesar yang kualitas layanannya dan prospek pengembangannya jauh lebih baik.50

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dengan ini mengumumkan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) No. 934 tanggal 26 September 2014 (Kepmen 934), Menkominfo telah menyetujui pengalihan izin penggunaan pita frekuensi radio 800 Mhz dengan rentang spektrum frekuensi antara 880-887,5 Mhz yang berpasangan dengan spektrum frekuensi radio 925-932,5 Mhz dari Telkom kepada Telkomsel.

50

(25)

Setelah dikeluarkannya Kepmen 934, Telkom telah melakukan proses migrasi dan upgrade layanan Flexi dari Telkom ke Telkomsel mulai Oktober 2014 sampai dengan 30 Juni 2015.

Menurut Bu Fidya Ulfa (Legal Staff PT. Telkom), PT. Telkom melakukan migrasi layanan Flexi ke Telkomsel dikarenakan Pemerintah mengeluarkan regulasi mengenai penataan frekuensi, jadi rencananya CDMA mau digunakan untuk layanan 4G. Dan faktanya jumlah pemakai layanan Flexi semakin berkurang, dan tidak diminati lagi oleh masyarakat. Jadi oleh Pemerintah hal tersebut harus ditertibkan, karena PT. Telkomsel merupakan anak perusahaan berbasis seluler dari PT. Telkom, maka pelaksanaan migrasinya diambil alih oleh PT. Telkomsel.51

B. Tanggung Jawab PT. Telkom Dalam Pelaksanaan Ganti Rugi Terkait

Migrasi Layanan Flexi ke Telkomsel

Dalam pelaksanaannya, PT. Telkom bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pemberian ganti rugi harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan

51

(26)

ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.52

Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Dalam ilmu hukum dikenal tiga kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:53

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Sebelumnya masing-masing pihak harus mengetahui hak dan kewajibannya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta hak dan kewajiban pelaku usaha.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan:

Hak konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

52

Komariah, S.H., Msi, Edisi Revisi Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2001, hal.12

53 Djojodirdjo, M.A. Moegni, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid) untuk kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum, Pradnya

(27)

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan:

Kewajiban konsumen adalah:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Menurut Pasal 6 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan:

Hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatunya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

(28)

Menurut Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan:

Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar konsumen yang melakukan migrasi layanan Flexi ke Telkomsel tidak mengalami atau mendapatkan masalah. Menurut salah satu konsumen yang melaksanakan migrasi layanan Flexi ke Telkomsel, PT. Telkom telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat. Kemudian konsumen juga tidak mengalami kesulitan selama proses pelaksanaan migrasi layanan.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan:

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(29)

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Telekomunikasi, menyebutkan:

1. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi. 2. Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.

3. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam pelaksanaan ganti rugi atas migrasi layanan Flexi ke Telkomsel, PT. Telkom telah melaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Contohnya PT. Telkom memberikan voucher pembelian HP GSM kepada konsumen yang merasa dirugikan sesuai dengan Pasal 19 ayat (2) tentang pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya.

(30)

Menurut Bu Fidya Ulfa (Legal Staff PT. Telkom), PT. Telkom sebagai perusahaan penyedia layanan jasa telekomunikasi tetap berusaha agar hak-hak konsumen tetap terpenuhi. PT. Telkom juga berupaya agar efek dari migrasi layanan ini tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen. Makanya sebelum dimulainya migrasi layanan, PT. Telkom telah melakukan sosialisasi melalui berbagai media.54

Sebelum dilaksanakannya migrasi layanan Flexi ke Telkomsel, PT. Telkom telah melakukan upaya sosialisasi tentang migrasi layanan tersebut melalui beberapa cara, yaitu:

1. SMS Blast

Suatu layanan SMS yang bersifat satu arah, yang dikirim ke banyak nomor dengan satu kali klik pengiriman secara cepat. SMS ini berisi mengenai sosialisasi migrasi layanan Flexi ke Telkomsel yang akan segera dilakukan oleh PT. Telkom.

2. Media Cetak

PT. Telkom juga melakukan sosialisasi di beberapa media cetak mengenai tata cara upgrade serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelanggan yang akan melakukan upgrade layanan Flexi ke Telkomsel. 3. Media lainnya

PT. Telkom menyediakan website khusus yang berisi informasi migrasi layanan Flexi ke Telkomsel. Di beberapa tempat, PT. Telkom juga menyelenggarakan tanya jawab secara langsung mengenai migrasi layanan Flexi ke Telkomsel ini.

54

(31)

PT. Telkom juga memberikan kompensasi yang diberikan kepada pelanggan bila melakukan migrasi layanan Flexi ke Telkomsel.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) kompensasi merupakan ganti rugi, pemberesan piutang dengan memberikan barang-barang yang seharga dengan utangnya, atau imbalan berupa uang atau bukan uang (natura) yang diberikan kepada karyawan di perusahaan atau organisasi.

Kompensasi adalah istilah yang menggambarkan suatu bentuk ganti rugi. Kompensasi dapat merujuk pada:55

1. Ganti rugi barang adalah suatu bentuk kompensasi yang digunakan dalam menunjukkan situasi di mana piutang diselesaikan dengan memberikan barang-barang yang seharga dengan utangnya.

2. Kompensasi (psikologi) di mana istilah kompensasi juga digunakan dalam pencarian kepuasan dalam suatu bidang untuk memperoleh keseimbangan dari kekecewaan dalam bidang lain.

3. Kompensasi (finansial) yang berarti imbalan berupa uang, atau bukan uang (natura), yang diberikan kepada karyawan dalam perusahaan atau organisasi.

Adapun bentuk kompensasi yang diberikan oleh PT. Telkom antara lain: 1. Pelanggan yang menyetujui migrasi layanan akan mendapatkan kompensasi

berupa pulsa bagi pelanggan prabayar dan bonus bicara untuk pelanggan pascabayar. Serta mendapatkan voucher untuk pembelian telepon genggam berbasis GSM (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).

55

(32)

2. Pelanggan yang memilih berhenti menggunakan layanan tersebut akan mendapatkan kompensasi voucher pembelian telepon seluler berbasis GSM (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).

Pelanggan Flexi yang melakukan upgrade layanan Flexi ke Telkomsel akan mendapatkan 2 pilihan insentif sebagai berikut:

1. Pulsa (Prabayar) / Bonus bicara & SMS perbulan selama 1 tahun. 2. Pilihan Voucher untuk pembelian telepon seluler berbasis GSM.

Untuk pelanggan Flexi Trendy (prabayar):

Keterangan :

1. Pemakaian rata-rata 3 bulan terakhir dibawah Rp 10.000 tidak mendapatkan insentif

2. Insentif pulsa muncul maksimal 3 x 24 jam dari sejak Recharge / isi pulsa

3. Insentif Pulsa muncul selama 1 tahun sejak pelanggan melakukan upgrade layanan.

4. Untuk insentif pulsa Rp 10.000 ke atas pelanggan yang tidak melakukan Recharge / isi ulang sesuai ketentuan pada bulan tersebut tidak akan mendapatkan insentif pulsa

Rata-rata Tagihan 3 Bulan Terakhir

Bonus Detail Bonus

Voice to All Tsel SMS to All Tsel

<10ribu - - -

10ribu-20ribu 5ribu 20 50

>20ribu-50ribu 10ribu 50 100

>50ribu-100ribu 20ribu 100 150

>100ribu-250ribu 50ribu 200 300

>250ribu-350ribu 80ribu 300 450

>350ribu-750ribu 100ribu 400 600

>750ribu-1juta 200ribu 500 750

(33)

Untuk pelanggan Flexi Classy (pascabayar):

Keterangan :

1. Tagihan rata-rata 3 bulan terakhir dibawah Rp 10.000 tidak mendapat insentif

2. Bonus pemakaian muncul pada bulan berikutnya setelah melakukan upgrade layanan

3. Bonus pemakaian muncul setiap bulannya selama setahun 4. Bonus pemakaian di pergunakan terlebih dahulu

5. Sisa bonus pemakaian yang tidak terpakai pada bulan berjalan tidak diakumulasikan

Voucher pembelian telepon seluler berbasis GSM Rata-rata pemakaian / Tagihan 3 bulan

terakhir

Nominal Voucher

<10ribu -

10ribu-20ribu 50ribu

>20ribu-50ribu 100ribu

>50ribu-100ribu 200ribu

>100ribu-250ribu 400ribu

>250ribu-350ribu 700ribu

>350ribu-750ribu 1juta

>750ribu-1juta 2juta

>1juta 3juta

Rata-rata Tagihan 3 Bulan Terakhir

Pulsa/Bulan Minimal

Topup/Recharge

Insentif Pulsa dalam 1 Tahun

<10ribu - - -

10ribu-20ribu 5ribu - 60ribu

>20ribu-50ribu 10ribu 5ribu 120ribu

>50ribu-100ribu 20ribu 10ribu 240ribu

>100ribu-250ribu 40ribu 10ribu 480ribu

>250ribu-350ribu 80ribu 20ribu 960ribu

>350ribu-750ribu 100ribu 20ribu 1,2juta

>750ribu-1juta 200ribu 20ribu 2,4juta

(34)

Keterangan:

1. Pelanggan harus membawa Nomor Telkomsel hasil upgrade layanan ke outlet yang dipilih (tercetak di voucher)

2. Penjaga outlet memastikan Nomor tersebut sama dengan Nomor yang tertera di Voucher

3. Hanya bisa di tukar di outlet yang tercetak pada voucher 4. Voucher tidak dapat di uangkan

5. Masa berlaku voucher yaitu 30 hari setelah di cetak

C. Prosedur Pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi Terkait Migrasi

Layanan Flexi ke Telkomsel

Dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi, PT. Telkom sudah memiliki Standard Operational Procedure (SOP) tersendiri. PT. Telkom menyediakan beberapa jenis produk yang dapat dipilih oleh pelanggan yang hendak melakukan migrasi layanan. Adapun jenis produk yang ditawarkan, yaitu:

1. Kartu Halo Flexi merupakan produk yang ditawarkan khusus untuk pelanggan TELKOM Flexi Classy (Flexi Postpaid) yang bersedia upgrade ke Kartu HALO Telkomsel dengan system Basic Package HALO Flexi tanpa Monthly Fee.

2. Kartu As Flexi adalah perdana baru Kartu As dengan tarif khusus Call & SMS untuk sesama pengguna Kartu As Flexi yang disesuaikan dengan tariff Call & SMS yang berlaku pada Kartu Flexi. Kartu As Flexi memiliki metode penomoran khusus, yaitu 0851xxx.

(35)

1. Untuk pelanggan Flexi Trendy atau Prabayar : a. Aktif lebih dari 1 bulan

b. Pernah melakukan panggilan (call)

c. Pernah melakukan pengisian pulsa (top up) d. Tidak posisi dalam masa tenggang (grace) 2. Untuk pelanggan Flexi Classy atau Pascabayar :

a. Aktif lebih dari 1 bulan

b. Pernah melakukan panggilan (call) c. Pernah membayar tagihan (bill)

d. Tidak sedang posisi menunggak (debt/bad debt)

Secara umum banyak keuntungan yang akan diperoleh Pelanggan Flexi dengan adanya migrasi layanan dari Flexi ke Telkomsel:

1. Mendapatkan area layanan yang lebih luas (coverage lebih luas), tanpa dibatasi area (tidak perlu melakukan combo).

2. Sinyal lebih kuat hampir di seluruh wilayah Indonesia.

3. Bisa mendapatkan kecepatan akses internet broadband yang lebih tinggi ( Flexi up to 3.1 Mbps Flash Telkomsel up to 14.4 Mbps). 4. Pilihan jenis aksesori atau handset terminal yang lebih banyak untuk

teknologi berbasis GSM. 5. Bisa roaming internasional. 6. Bisa sms internasional. 7. Tarif tetap hemat

Adapun tata cara untuk melakukan migrasi layanan:

1. Pelanggan mendapatkan informasi dari SMS pemberitahuan.

2. Pelanggan Flexi Trendy dapat datang ke Plasa Telkom dengan membawa kartu identitas (KTP/SIM/Passport/Kartu Mahasiwa), fisik kartu Flexi dan membawa handset untuk Flexi yang menggunakan ESN Base.

(36)

4. Mengisi buku tamu.

5. Memberikan kartu Flexi kepada petugas Plasa Telkom untuk dilakukan verifikasi dan pengecekan ARPU.

6. Untuk pelanggan Flexi Classy akan dilakukan cek terhadap tagihan terakhir dan tagihan bulan berjalan (hot bill), kemudian membayar tagihan terakhir dan juga tagihan bulan berjalan.

7. Mengecek nomor kartu Telkomsel yang akan diterima.

8. Untuk pelanggan Flexi Trendy di cek apakah sesuai dengan SMS yang diterima.

9. Untuk pelanggan Classy memilih nomor sesuai dengan ketersediaan stok.

10. Memilih insentif yang akan diambil.

11. Mendapatkan kompensasi atas sisa pulsa Flexi Trendy sesuai ketentuan Telkom.

12. Menandatangani berita acara.

(37)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Ganti Rugi Terkait Migrasi Layanan Flexi Ke Telkomsel (Studi Di PT. Telkom Divre I Sumatera), dapat disimpulkan, bahwa :

1. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 30 Tahun 2014 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio pada Pita Frekuensi Radio 800 MHz wajib melakukan migrasi penggunaan spektrum frekuensi radionya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini”. Berdasarkan pasal tersebut, setiap pemegang izin penggunaan frekuensi radio pada pita frekuensi radio 800MHz wajib melakukan migrasi layanan ke frekuensi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana penggunaan frekuensi radio pada pita frekuensi radio 800 MHz yang dimaksud salah satunya adalah layanan Flexi dari PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero).

(38)

3. tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi konsumen. Dimana proses pelaksanaan ganti ruginya dibagi atas 2 (dua) tahap, yaitu :

a. Tahap Pertama (Sosialisasi)

Sebelum dilaksanakannya migrasi layanan Flexi ke Telkomsel, PT. Telkom, melakukan upaya sosialisasi tentang migrasi layanan tersebut melalui beberapa cara, yaitu :

1) SMS Blast

Suatu layanan SMS yang bersifat satu arah, yang dikirim ke banyak nomor dengan satu kali klik pengiriman secara cepat. SMS ini berisi mengenai sosialisasi migrasi layanan Flexi ke Telkomsel yang akan segera dilakukan oleh PT. Telkom.

2) Media Cetak

PT. Telkom juga melakukan sosialisasi di beberapa media cetak mengenai tata cara upgrade serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelanggan yang akan melakukan upgrade layanan Flexi ke Telkomsel.

3) Media lainnya

(39)

b. Tahap Kedua (Kompensasi)

Adapun bentuk kompensasi yang diberikan oleh PT. Telkom antara lain:

1) Pelanggan yang menyetujui migrasi layanan akan mendapatkan kompensasi berupa pulsa bagi pelanggan prabayar dan bonus bicara untuk pelanggan pascabayar. Serta mendapatkan voucher untuk pembelian telepon genggam berbasis GSM (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).

2) Pelanggan yang memilih berhenti menggunakan layanan tersebut akan mendapatkan kompensasi voucher pembelian telepon seluler berbasis GSM (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).

4. Dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi, PT. Telkom sudah memiliki Standard Operational Procedure (SOP) tersendiri. PT. Telkom menyediakan beberapa jenis produk yang dapat dipilih oleh pelanggan yang hendak melakukan migrasi layanan. Adapun jenis produk yang ditawarkan, yaitu:

(40)

b. KartuAs Flexi adalah perdana baru KartuAs dengan tarif khusus Call & SMS untuk sesama pengguna KartuAs Flexi yang disesuaikan dengan tarif Call& SMS yang berlaku pada Kartu Flexi.

B. SARAN-SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. PT. Telkom dan PT. Telkomsel sebagai korporasi dapat dijadikan contoh dalam hal Pelaksanaan Ganti Rugi Terkait Migrasi Layanan Flexi ke Telkomsel yang telah melaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, telah melakukan hal yang benar dimana ketika ada kemajuan teknologi diimbangi dengan pembuatan peraturan yang kompeten dengan keadaan masyarakat yang berkembang. Dan dalam hal ini, peraturan tersebut dapat dijadikan contoh untuk peraturan lain agar cepat mengikuti perkembangan zaman. 3. Sejauh ini, Pelaksanaan Ganti Rugi Terkait Migrasi Layanan Flexi ke

(41)

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Lebih-lebih jika barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen merupakan jenis barang atau jasa yang terbatas, produsen dapat menyalahgunakan posisinya yang monopolistis tersebut. Hal itu tentu saja akan merugikan konsumen.

Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen.

(42)

Wanprestasi salah satu pihak dalam perjanjian merupakan kelalaian untuk memenuhi syarat yang tercantum dalam perjanjian. Hal ini biasanya dialami oleh pihak yang memiliki posisi lemah, dimana biasanya persyaratan-persyaratan dalam perjanjian tersebut telah dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian baku. Perjanjian yang demikian sudah lazim dipergunakan dan memegang peranan penting dalam hukum bisnis yang pada umumnya dilandasi oleh nilai-nilai yang berorientasi pada efisiensi14.

Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan kepada konsumen adalah melalui peraturan perundang-undangan, sehingga perlu melengkapi ketentuan perundang-undangan bidang perlindungan konsumen yang sudah ada. Hal ini perlu dilakukan dengan pertimbangan yang matang, dan tidak cukup hanya mencontoh undang-undang negara lain yang dianggap berhasil memberikan perlindungan kepada konsumen, karena keberhasilan undang-undang di negara lain belum tentu mencapai keberhasilan yang sama di Indonesia.

Di samping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen “ditemukan” di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat peraturan perundang-undangan umum yang berlaku, memuat juga berbagai kaidah menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen. Beberapa di antaranya akan diuraikan berikut ini:15

14

Peter Mahmud Marzuki, Pembaruan Hukum Ekonomi Indonesia, Universitas Airlangga

Surabaya, tanpa tahun, hal.8

15

Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta

(43)

1. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR

Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke-4 berbunyi:

“...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”

Umumnya, sampai saat ini, orang bertumpu pada kata “segenap

bangsa” sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas persatuan bangsa). Tetapi di samping itu, dari kata “melindungi”, di dalamnya terkandung pula asas perlindungan (hukum)

pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu, tentulah bagi segenap bangsa Indonesia, tanpa kecuali. Baik ia laki-laki atau perempuan, orang kaya atau orang miskin, orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan, dan pengusaha/pelaku usaha atau konsumen.

Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi:

“Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Sesungguhnya apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu pihak/pihak-pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut.

(44)

Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menetapkan berbagai Ketetapan MPR, khususnya sejak tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1993 (TAP-MPR) makin jelas kehendak rakyat atas adanya perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi berbeda-beda, pada masing-masing ketetapan.

Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan dari TAP-MPR ini, haruslah jelas siapa yang dimaksudkan dengan pelaku usaha dan siapa pula kosnumen, apa hak-hak dan/atau kewajiban sesuai kepentingan masing-masing pihak. Pencampur-adukan keduanya, seperti pemikiran sementara orang pada saat ini, lebih banyak menimbulkan kerancuan dan kesulitan daripada kemanfaatan.

Pelaku usaha adalah pelaku usaha, dan konsumen adalah konsumen; haruslah diciptakan keadaan yang seimbang, serasi dan selaras dalam kehidupan diantara keduanya.

2. Hukum Konsumen dan Hukum Perdata

Dengan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).

(45)

diperhatikan kenyataan yang ada dalam pemberlakuan berbagai kaidah hukum perdata tersebut.

Jadi, kalau dirangkum keseluruhannya, terlihat bahwa kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing terlihat termuat dalam:

a. KUHPerdata, teruatama dalam Buku kedua, ketiga dan keempat. b. KUHD, Buku kesatu dan Buku kedua.

c. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa dan konsumen.

3. Hukum Konsumen dan Hukum Publik

Dengan hukum publik yang dimaksudkan adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan.16 Termasuk hukum publik, dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan atau hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.

Jadi, segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang hukum publik itu sepanjang berkaitan dengan hubungan hukum konsumen dan/atau masalahnya dengan penyedia barang atau

16 Drs. C.S.T Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, P.N. Balai

(46)

penyelenggara jasa, dapat pula diberlakukan. Dalam kaitan ini antara lain ketentuan perizinan usaha, ketentuan pidana tertentu, ketentuan-ketentuan hukum acara dan berbagai konvensi dan atau ketentuan-ketentuan hukum pidana internasional.

Diantara kesemua hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum internasional khususnya hukum perdata internasional, dan hukum acara perdata serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen.

Ketentuan hukum administrasi, misalnya menentukan bahwa: Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang (termuat dalam Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 16 Thaun 1985 LN Tahun 1985 NO.75).

Selanjutnya dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, Pasal 73 ditentukan:

“Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan

dengan penyelenggaran upaya kesehatan”.

Dalam Pasal 76 Undang-Undang itu dijelaskan pula peran pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah, sedangkan Pasal 77 menegaskan wewenang pemerintah untuk mengambil berbagai tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini.

(47)

administratif berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut. Misalnya, tindakan adiministratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melanggar undang-undang (UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Pasal 77).

Pasal 77 itu berbunyi:

“Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini”.

Penjelasan pasal ini menentukan: tindakan administratif dalam pasal ini dapat berupa pencabutan izin usaha, izin praktek, atau izin lain yang diberikan, serta penjatuhan hukum disiplin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dilakukan setelah mendengar pertimbangan majelis Disiplin Tenaga kesehatan.

(48)

Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang/jasa) antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan masyarakat.17

Sedangkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian khusus hukum konsumen yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan produk (barang/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.18

Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Dari latar belakang dan definisi tersebut kemudian muncul kerangka umum tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen, yang kurang lebih bisa dijabarkan sebagai berikut:19

1. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha. 2. Konsumen mempunyai hak.

3. Pelaku usaha mempunya kewajiban.

4. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional.

5. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat. 6. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa.

7. Pemerintah perlu berperan aktif.

17

Az Nasution, Op.cit., hal.37 18 Loc.it

19 A. Zen Umar Purba, Hukum Perlindungan Konsumen, Gramedia, Jakarta, 1992,

(49)

8. Masyarakat juga perlu berperan serta.

9. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang.

10. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.

Dalam penjelasan UUPK, disebutkan bahwa kedudukan UUPK dimaksudkan sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintahan dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan “payung” yang mengintegrasikan

dan memperkuat penegakkan hukum perlindungan konsumen. Penjelasan UUPK juga memberikan dasar terbukanya kemungkinan pembentukan undang-undang baru yang bermaksud untuk melindungi konsumen.

Keberadaan UUPK pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen. Pasal 64 UUPK menyebutkan bahwa:

“Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi

konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan atau tidak benrtentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini”.

(50)

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia terdapat beberapa asas dan tujuan guna memberikan arahan dalam implementasinya. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, Hukum Perlindungan Konsumen memiliki dasar pijakan yang kuat.

1. Asas Perlindungan Konsumen

Dalam setiap undang-undang yang dibuat pembentuk undang-undang, biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya undang itu. Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Bila asas-asas dikesampingkan, maka runtuhlah bangunan undang-undang itu dan segenap peraturan pelaksanaannya.

Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut:

”...bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut.”20

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, terdapat lima asas perlindungan konsumen yaitu:

a. Asas manfaat

Asas ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus

20

Yusuf Shofie (a), Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, cet. 1, Ghalia

(51)

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

b. Asas keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum

(52)

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, jika diperhatikan substansinya, maka dapat dibagi menjadi tiga asas, yaitu:21

a. Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen;

b. Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; dan

c. Asas kepastian hukum.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Konsumen merupakan pihak yang sangat rentan terhadap perilaku yang merugikan yang dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga konsumen perlu mendapat perlindungan.

Dengan adanya perlindungan konsumen maka diharapkan tindakan sewenang-wenang pelaku usaha yang merugikan konsumen dapat ditiadakan.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari perlindungan konsumen, dimuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa:

Perlindungan konsumen bertujuan:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

21

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Rajagrafindo

(53)

d. Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

C. Prosedur Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen

1. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Penyelesaian sengketa yang timbul dalam dunia bisnis, merupakan masalah tersendiri, karena apabila para pelaku bisnis menghadapi sengketa tertentu, maka dia akan berhadapan dengan proses peradilan yang berlangsung lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sedangkan dalam dunia bisnis, penyelesaian sengketa yang dikehendaki adalah yang dapat berlangsung cepat dan murah. Di samping itu, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis diharapkan sedapat mungkin tidak merusak hubungan bisnis selanjutnya dengan siapa dia pernah terlibat suatu sengketa. Hal ini tentu sulit ditemukan apabila pihak yang bersangkutan membawa sengketanya ke pengadilan, karena proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi), akan berakhir dengan kekalahan salah satu pihak dan kemenangan pihak lainnya. Di samping itu, secara umum dapat dikemukakan berbagai kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yaitu karena:22

a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat

22 Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian

(54)

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang pada umumnya lambat atau disebut buang waktu lama diakibatkan oleh proses pemeriksaan yang sangat formalistik dan sangat teknis. Di samping itu, arus perkara yang semakin deras mengakibatkan pengadilan dibebani dengan beban yang terlampau banyak. b. Biaya perkara yang mahal

Biaya perkara dalam proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan dirasakan sangat mahal, lebih-lebih jika dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa, karena semakin lama penyelesaian sengketa, semak

Referensi

Dokumen terkait

awal diperoleh data tentang hasil belajar matematika siswa sebelum dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut: siswa yang mendapat nilai dengan kriteria

a) Permohonan terbuka kepada semua pegawai Kumpulan Pengurusan dan Profesional (Akademik dan Bukan Akademik) yang sedang berkhidmat di Universiti Putra Malaysia

Pengembangan media dari tahap pendefinisian diketahui bahwa siswa SMK Kusuma Negara Kertosono kurang memahami dan memperhatikan pada saat proses pembelajaran dan

Pengukuran diameter globul rata-rata pada suhu kamar, suhu rendah (4±2ºC) dan suhu tinggi (40±2ºC) selama 8 minggu nilai diameter globul rata-rata (gambar 1)

Selain daripada ibu bapa para, pendidik juga merupakan warga yang bertanggungjawab menggalas amanah mendidik anak bangsa supaya menjadi insan kamil, berjasa kepada ibu

1) Mempelajari GBPP, untuk mengetahui tujuan, pokok bahasan, jumlah jam dan waktu yang disertakan. 2) Megetahui kemampuan apa yang hendak dikembangkan atau yang akan

Pokja Bidang Konstruksi 3 ULP Kabupaten Klaten akan melaksanakan [Pelelangan Umum/Pemilihan Langsung] dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Bersama ini diumumkan dengan hormat kepada Para Penyedia yang mengikuti pelelangan paket.. pekerjaan tersebut di atas bahwa peserta yang diumumkan sebagai Pemenang