• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi Mobile Di Kecamatan Pantai Labu Dan Kecamatan Pantai Cermin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi Mobile Di Kecamatan Pantai Labu Dan Kecamatan Pantai Cermin"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI

MOBILE

DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN

KECAMATAN PANTAI CERMIN

SKRIPSI

OLEH :

INDRIANI 080309038

Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI

MOBILE

DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN

KECAMATAN PANTAI CERMIN

SKRIPSI

OLEH :

INDRIANI

080309038

Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Skripsi Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh :

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec) (Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si) NIP: 196304021997031001 NIP: 196509261993031002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

INDRIANI (080309038/PKP), dengan judul skripsi “ANALISIS

KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI

KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN”. Studi kasus penelitian di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEC sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar modal yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian, besar biaya produksi, besar penerimaan, besar pendapatan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian dan menganalisis kelayakan usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian. Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di kedua daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki penggilingan padi mobile yang cukup banyak. Sampel diambil dengan metode aksidental (accidental) dengan jumlah sampel sebanyak 30 unit penggilingan padi mobile. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif, tabulasi sederhana, tingkat pendapatan serta melakukan analisis kelayakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.42.633.333. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.73.112.267. Penerimaan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebanyak 16.800 kg atau setara dengan Rp.134.400.000. Total pendapatan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Propinsi (UMP) yaitu rata-rata sebesar Rp.52.887.733. Rata-rata nilai R/C ratio penggilingan padi mobile adalah 1,7. Usaha penggilingan padi

mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan karena nilai R/C > 1.

(4)

RIWAYAT HIDUP

INDRIANI, lahir di Kwala Madu pada tanggal 14 Mei 1990. Anak kedua

dari 5 bersaudara dari keluarga D. Saragih dan S. Ketaren.

Pendidikan yang ditempuh penulis adalah:

1. Tahun 1996 masuk Sekolah Dasar di SD Inpres No. 058106 dan tamat tahun

2002.

2. Tahun 2002 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 3 Stabat

dan tamat tahun 2005.

3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Stabat dan tamat

tahun 2008.

4. Tahun 2008 diterima di Program Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian,

Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB.

5. Bulan Juli-Agustus 2011 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa

Bagan Asahan Pekan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.

6. Bulan Maret 2013 – April 2013 melakukan penelitian skripsi di Kecamatan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya

sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan

dengan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “ANALISIS

KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI

KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN“

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEC selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dari

mulai menetapkan judul sampai ujian akhir.

2. Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Ketua

Program Studi Agribisnis FP USU

3. Dr. Ir. Salmiah, MS selaku ketua Program Studi Agribisnis FP USU

4. Para dosen dan staf pegawai Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

USU.

5. Seluruh instansi terkait dalam penelitian ini yang telah membantu penulis

dalam memperoleh data selama penulisan skripsi ini.

6. Para pengusaha penggilingan padi mobile di Kecamatan Pantai Labu dan

Kecamatan Pantai Cermin yang telah membantu penulis selama pengumpulan

data.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang

selalu melindungi dan menyertai penulis. Segala hormat dan terima kasih penulis

(6)

dan Daniel Suranta, atas kasih sayang, nasehat, motivasi, tawa serta dukungan

baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama

menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan di

Jurusan Agribisnis dan PKP stambuk 2008 terkhusus buat M_WIL (Melfrianti,

Winda, Line), Iyeep, Yemima kemb’, Eva dan Nora yang telah banyak membantu

serta memberikan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk

itu Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga skripsi ini

bermanfaat. Terima Kasih.

Medan, Juni 2013

(7)

DAFTAR ISI

Hipotesis Penelitian ... 18

METODE PENELITIAN ... 19

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

Metode Penentuan Sampel ... 19

Metode Pengumpulan Data ... 20

Metode Analisis Data ... 21

Defenisi dan Batasan Operasional ... 22

Definisi ... 22

Batasan Operasional ... 24

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL DAN PENGUSAHA SAMPEL ... 25

Deskripsi Daerah Penelitian ... 25

a. Kecamatan Pantai Labu Luas dan Letak Geografis ... 25

Keadaan Penduduk ... 26

Sarana dan Prasarana ... 27

(8)

Sarana dan Prasarana ... 31

Karakteristik Pengusaha Sampel ... 32

Karakteristik Sampel ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

Modal Untuk Penggilingan Padi Mobile ... 36

Biaya Produksi Usaha Penggilingan Padi Mobile ... 37

Biaya Penyusutan ... 38

Biaya Reparasi ... 40

Biaya Bahan Penunjang ... 42

Biaya Tenaga Kerja ... 44

Penerimaan Usaha Penggilingan Padi Mobile ... 47

Pendapatan Usaha Penggilingan Padi Mobile ... 49

Kelayakan Usaha Penggilingan Padi Mobile ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

1. Perbedaan Antara Penggilingan Dengan Penumbukan Padi ... 9 2. Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Pantai Labu

Tahun 2011 ... 26 3. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pantai Labu

Tahun 2011 ... 27 4. Sarana dan Prasarana di Kecamatn Pantai Labu ... 28 5. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pantai Cermin

Tahun 2011 ... 30 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Pantai

Cermin Tahun 2011 ... 30 7. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Pantai

Cermin Tahun 2011 ... 31 8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pantai Cermin ... 32 9. Karakteristik Pengusaha Sampel Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin ... 33 10.Jenis Mesin Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu dan

Kecamatan Pantai Cermin ... 34 11.Kapasitas Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu dan

Kecamatan Pantai Cermin ... 35 12.Biaya Penyusutan Mesin dan Alat-alat Penggilingan Padi Mobile di

Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin (Rp/unit/musim panen) ... 38 13.Biaya Reparasi Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu dan

Kecamatan Pantai Cermin (Rp/unit/musim panen) ... 41 14.Biaya Bahan Penunjang Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai

Labu dan Kecamatan Pantai Cermin (Rp/unit/musim panen) ... 43 15.Biaya Tenaga Kerja Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai

Labu dan Kecamatan Pantai Cermin (Rp/unit/musim panen) ... 45 16.Total Biaya Produksi Usaha Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan

Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin (Rp/unit/musim panen) ... 46 17.Penerimaan Usaha Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai

Labu dan Kecamatan Pantai Cermin (Rp/unit/musim panen) ... 48 18.Total Pendapatan Usaha Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai

Labu dan Kecamatan Pantai Cermin (Rp/unit/musim panen) ... 50 19.Nilai R/C Usaha Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal.

(11)

ABSTRAK

INDRIANI (080309038/PKP), dengan judul skripsi “ANALISIS

KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI

KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN”. Studi kasus penelitian di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEC sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar modal yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian, besar biaya produksi, besar penerimaan, besar pendapatan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian dan menganalisis kelayakan usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian. Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di kedua daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki penggilingan padi mobile yang cukup banyak. Sampel diambil dengan metode aksidental (accidental) dengan jumlah sampel sebanyak 30 unit penggilingan padi mobile. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif, tabulasi sederhana, tingkat pendapatan serta melakukan analisis kelayakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.42.633.333. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.73.112.267. Penerimaan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebanyak 16.800 kg atau setara dengan Rp.134.400.000. Total pendapatan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Propinsi (UMP) yaitu rata-rata sebesar Rp.52.887.733. Rata-rata nilai R/C ratio penggilingan padi mobile adalah 1,7. Usaha penggilingan padi

mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan karena nilai R/C > 1.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Rahim dan Diah (2008), Indonesia adalah negara agraris yang

sebagaian besar penduduknya terdiri dari petani sehingga sektor pertanian

memegang peranan penting. Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi

sebagian besar penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian

utama sebagai petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu hal penting yang

harus diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan

produksi yang harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai

melalui peningkatan pengelolaan usaha tani secara intensif. Oleh karena itu,

pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar

dapat meningkatkan produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga

kesejahteraan petani dapat meningkat.

Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih

diandalkan di Indonesia karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan

dalam mengatasi krisis yang terjadi. Keadaan inilah yang menampakkan sektor

pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar

untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional (Husodo, dkk, 2004). Menurut Suprayono dan Setyono (1997), penanganan pascapanen adalah

tindakan yang dilakukan atau disiapkan pada tahap pascapanen agar hasil

pertanian, khususnya tanaman pangan siap dan aman digunakan oleh konsumen

atau diolah lebih lanjut oleh industri. Penanganan pascapanen meliputi semua

(13)

sifatnya harus segera ditangani agar hasil pertanian mempunyai daya simpan dan

daya guna yang tinggi.

Biro pusat statistik menyebutkan kehilangan hasil panen dan pascapanen

akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%,

dimana kehilangan saat pemanenan 9,52%, perontokan 4,78%, pengeringan

2,13% dan penggilingan 2,19%. Angka ini jika dikonversikan terhadap produksi

padi nasional yang mencapai 54,34 juta ton setara lebih dari Rp15 triliun.

Penekanan kehilangan hasil ini tentunya akan berdampak langsung pada

peningkatan produksi akhir.

Salah satu kegiatan pascapanen, khususnya pascapanen padi yaitu

penggilingan padi menjadi beras. Beras merupakan salah satu makanan pokok

bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perhatian akan beras atau tanaman padi tidak

ada henti-hentinya. Perjalanan bangsa Indonesia dalam pengadaan beras pun

berliku-liku yang pada akhirnya dapat berswasembada beras pada tahun 1984.

Keadaan tersebut tentu perlu dipertahankan hingga saat ini ( Pitoyo,2003).

Penggilingan gabah menjadi beras merupakan salah satu rangkaian utama

penanganan pascapanen. Teknologi penggilingan sangat menentukan kwantitas

dan kwalitas beras yang dihasilkan. Perbandingan antara beras giling dan

kehilangan hasil serta mutu beras hasil penggilingan tergantung pada tingkat

kematangan biji saat dipanen (Suprayono dan Setyono, 1997).

Menurut Hardjosentono (2000) penggilingan padi merupakan pusat

pertemuan antara produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah atau

beras. Sehingga dituntut untuk dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan

(14)

pangan nasional. Rice Milling Unit (RMU) adalah yang berperan dalam kegiatan ini.

Menurut Widodo (2005) penggilingan padi memiliki peran yang sangat

penting dalam sistem agribisnis padi/perberasan di Indonesia. Penggilingan padi

merupakan pusat pertemuan antara produksi, pascapanen, pengolahan dan

pemasaran gabah/beras sehingga merupakan mata rantai penting dalam suplai

beras nasional yang dituntut untuk dapat memberikan kontribusi dalam

penyediaan beras, baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk mendukung

ketahanan pangan nasional.

Penggilingan padi menjadi beras dimulai dengan pengupasan kulit gabah.

Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan

digiling. Bila diukur dengan alat pengukur kadar air (moisture tester) kekeringan ini mencapai angka 14 – 14,5 %. Pada kadar ini gabah akan mudah

digiling/dikupas kulitnya (Hardjosentono, dkk, 2000).

Dalam hakikatnya manusia itu senantiasa tergantung kepada

lingkungannya, akan tetapi dalam upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya

mereka tidak selalu tergantung pada alam akan tetapi manusia dapat

mempengaruhi, merubah, menciptakan corak dan bentuk lingkungan, untuk

mengolah lingkungan alam tersebut sehingga tercipta benda-benda kebutuhan

manusia. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan seperangkat peralatan dan

cara penggunaan yang disebut teknologi (Rifai, dkk, 1990).

Ilmu mengenai mekanisasi dan teknologi pertanian di Indonesia telah

banyak dipraktekkan atau dilaksanakan untuk mendukung berbagai jenis usaha

(15)

Hardjosentono, dkk (2000), peralatan pertanian perlu ditingkatkan ukuran dan

efisiensinya, sehingga petani dapat menghasilkan lebih banyak dengan tenaga

kerja dan biaya yang lebih rendah.

Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan

dunia usaha, telah menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana

kegiatan/kesempatan tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) bila suatu usaha dijalankan atau dikembangkan. Pengambilan keputusan investasi untuk

mengembangkan suatu usaha lama maupun mendirikan usaha baru membutuhkan

dasar studi kelayakan untuk mendapatkan hasil (output) yang maksimal dan mengurangi resiko kegagalan yang mungkin terjadi (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Salah satu upaya yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan manusia

adalah dengan melaksanakan usaha penggilingan padi seperti yang dilakukan oleh

penduduk di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin. Usaha

penggilingan padi yang dijalankan oleh penduduk di dua kecamatan tersebut

adalah penggilingan padi mobile (bergerak). Gilingan padi mobile lebih banyak diminati oleh para petani karena proses penggilingan padi yang lebih cepat

dibandingkan dengan gilingan padi statis atau sering juga disebut dengan kilang.

Sama halnya dengan pelaksanaan usaha lainnya, dalam pelaksanaan usaha

penggilingan padi mobile perlu dilakukan analisis kelayakan. Tujuan dari diadakannya analisis kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjutan

penggunaan modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak

menguntungkan (Husnan dan Suwarsono, 1994).

Usaha jasa penggilingan padi umumnya tidak berjalan penuh sepanjang

(16)

Kegiatan usaha jasa penggilingan padi berjalan hanya pada musim panen dan

beberapa bulan setelahnya, tergantung pada besarnya hasil panen di wilayah

sekitar penggilingan padi berada. Oleh karena itu, hari kerja suatu penggilingan

padi dalam setahun ditentukan oleh volume hasil dan frekuensi panen di wilayah

sekitarnya. Pada masa-masa di luar musim panen, biasanya pemilik dan pekerja

usaha jasa penggilingan padi akan mengisi waktu mereka dengan jenis kegiatan

lainnya seperti bertani dan berdagang ( Anonimous,2008 ).

Usaha penggilingan padi mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin juga tidak berjalan sepanjang tahun. Penggilingan padi

mobile beroperasi pada musim panen dan beberapa bulan setelahnya. Di daerah penelitian ada dua kali musim panen dalam setahun. Disaat petani padi melakukan

penanaman selingan pada sawahnya, pengusaha penggilingan padi mobile mengisi waktu mereka dengan kegiatan lain.

Karena usaha jasa penggilingan padi mobile tidak terlalu rumit untuk dijalankan, maka risiko yang ada juga relatif kecil dan mudah ditanggulangi.

Risiko terbesar adalah sedikitnya pengguna atau rendahnya produktivitas padi per

hektar, risiko lainnya adalah kerusakan mesin-mesin penggilingan padi sehingga

menyebabkan penurunan kapasitas giling dan mutu hasil gilingan. Selain itu

kenaikan biaya operasional juga dapat mempengaruhi kelangsungan usaha jasa

penggilingan padi mobile.

Penggilingan padi mobile kini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Para petani di kecamatan pantai Labu dan Kecamatan Pantai cermin lebih

(17)

beroperasi. Dengan adanya penggilingan padi mobile ini petani tidak perlu lagi bersusah payah mengangkut padinya ke kilang padi, cukup dengan menghubungi

nomor pemilik gilingan padi maka gilingan padi mobile akan segera tiba di rumah petani. Keuntungan lainnya dari penggilingan padi mobile ini yaitu ampas (dedak) dari hasil penggilingan padi menjadi milik petani. Petani cukup memberikan 10%

dari berasnya kepada penggilingan padi mobile sebagai upah. Namun apabila petani ingin membayar dalam bentuk rupiah maka 10% dari berasnya dikalikan

Rp.7000 – Rp.7500. Awalnya di daerah penelitian hanya ada beberapa

penggilingan padi mobile, namun karena minat petani yang besar untuk menggiling padinya di penggilingan padi mobile menjadikan jumlah penggilingan

padi mobile di daerah penelitian semakin besar. Hal ini menjadi alasan dilakukan penelitian tentang kelayakan usaha penggilingan padi mobile di kedua daerah ini.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Berapa besar modal yang diperlukan untuk setiap unit gilingan padi mobile

di daerah penelitian?

2. Berapa besar biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit gilingan

padi mobile di daerah penelitian?

3. Berapa besar penerimaan yang diperoleh dari setiap unit gilingan padi

mobile di daerah penelitian?

4. Berapa besar pendapatan yang diperoleh dari setiap unit gilingan padi

(18)

5. Apakah usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan?

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui besar modal yang diperlukan untuk setiap unit gilingan

padi mobile di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui besar biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit

gilingan padi mobile di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui besar penerimaan yang diperoleh dari setiap unit gilingan

padi mobile di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui besar pendapatan yang diperoleh dari setiap unit gilingan

padi mobile di daerah penelitian.

5. Untuk mengetahui apakah usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha penggilingan padi mobile dalam mengembangkan usaha penggilingan padi mobile.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan

untuk kelayakan usaha penggilingan padi mobile.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Menurut Tharir (2008), penggilingan padi merupakan industri padi tertua

dan tergolong paling besar di Indonesia, yang mampu menyerap lebih dari

sepuluh juta tenaga kerja, menangani lebih dari empat puluh juta ton gabah

menjadi beras giling per tahun. Penggilingan padi merupakan titik sentral

agroindustri padi, karena disinilah diperoleh produk utama berupa beras dan

bahan baku untuk pengolahan lanjutan produk pangan dan industri.

Penggilingan dalam pascapanen padi merupakan kegiatan pemisahan beras

dari kulit yang membungkusnya. Ada dua cara pemisahan tersebut, yaitu secara

tradisional dan modern.

a. Cara tradisional

Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan

alu. Gabah yang ditumbuk dengan alu dan lesung ini akan menghasilkan beras

dan kulit. Beras yang dihasilkan tersebut dinamakan beras pecah kulit.

Penampilan beras pecah kulit tidak putih bersih, melainkan agak kecoklatan.

Untuk mendapatkan beras putih bersih, beras pecah kulit harus ditumbuk ulang.

b. Cara modern

Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau

dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa huller. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan

tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada

(20)

Untuk mendapatkan beras putih bersih secara tradisional sangat sulit.

Untuk memperoleh beras yang putih bersih harus mencapai derajat sosoh 100%

dan memerlukan waktu penumbukan lebih lama. Secara tradisional, beras yang

telah disosoh dengan cara ditumbuk, ditaruh pada tampah dan diinteri. Bekatul

yang terpusat di sentral tampah diambil dengan tangan. Pada mesin penggiling

padi, saat penyosohan, beras bergesekan atau dikikis sehingga bekatul keluar

lewat saringan dan beras tersosoh terus berjalan keluar karena dorongan dari beras

berikutnya (Suprayono dan Setyono, 1997).

Menurut Andoko (2002), gabah yang ditumbuk dengan menggunakan alu

dan lesung memerlukan lebih banyak tenaga kerja dan waktu. Butiran beras yang

dihasilkan juga kurang baik karena banyak butiran yang pecah sehingga hanya

cocok untuk konsumsi sendiri. Sebaliknya dengan mesin penggiling, tenaga dan

waktu yang diperlukan lebih sedikit dan hasilnya pun lebih baik. Untuk lebih

jelasnya mengenai perbedaan antara penggilingan dengan penumbukan padi dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Antara Penggilingan Dengan Penumbukan Padi

Kriteria Penggilingan Penumbukan Padi

1. Tenaga penggerak

(21)

Menurut Hardjosentono (2000) ada beberapa model dan tipe mesin

penggiling padi. Besarnya kapasitas penggunaan sangat bervariasi; ada yang kecil,

sedang, dan besar. Dalam penggilingan padi terdapat alat-alat yang digunakan

dalam penggilingan padi, alat-alat itu adalah sebagai berikut:

a. Pocket elevator. Alat ini untuk mengangkut gabah ke atas dan memasukkannya ke mesin pengupas penyosoh, atau alat lain. Elevator

dilengkapi alat seperti mangkok sehingga dapat menghemat tenaga manusia

untuk mengangkut gabah ke atas.

b. Saringan atau ayakan bergetar/bergoyang. Ayakan untuk memisahkan kotoran

dan benda asing, seperti kayu dan paku agar tidak ikut masuk ke mesin

pengupas sehingga kerusakan mesin pengupas dapat dihindari.

c. Mesin pengupas. Dulu, mesin pengupas gabah menggunakan batu pengupas

berbentuk meja bulat, tetapi sekarang jarang digunakan. Sekarang ini banyak

digunakan rubber roll. Rubber roll ini terdiri atas dua buah roll karet yang perputarannya berlawanan arah. Jarak kedua roll tersebut dapat diatur

sehingga beras tidak mudah retak.

d. Mesin penyosoh. Untuk mendapatkan beras dengan derajat sosoh seperti yang

dikehendaki dapat dilakukan dengan mengatur berat beban pada bandul

penyosoh beras. Untuk mendapatkan beras yang bermutu baik dengan derajat

sosoh 90-100%, biasanya dilakukan penyosohan secara bertahap dengan

menggunakan dua buah mesin penyosoh.

e. Mesin pemoles. Mesin pemoles digunakan untuk membersihkan bekatul yang

(22)

bersih, putih dan mengkilat. Mesin pemoles ini dilengkapi alat berupa sikat

halus.

f. Mesin grader. Beras sosoh yang bersih masuk ke mesin grader untuk memisahkan beras yang patah, beras yang pecah, dan beras yang utuh.

Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit

gabah. Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang

akan digiling yaitu 14%-14,5% ( Hardjosentono.M, dkk, 2000). Gabah masuk kedalam mesin pemecah kulit sekam /gabah kering giling yang berfungsi untuk

memecahkan dan melepaskan kulit gabah, hasil yang diperoleh berupa beras

pecah kulit yang berwarna putih kecoklatan (kusam) atau disebut juga brown rice.

Gabah yang diumpankan ke dalam mesin pemecah kulit biasanya tidak seluruhnya

terkupas (Anonimous, 2008).

Besar kecilnya persentase gabah tidak terkupas tergantung pada

penyetelan mesin. Bagian yang tidak terkupas tersebut harus dipisahkan dari beras

pecah kulit untuk diumpankan kembali kedalam mesin pemecah kulit. Pemisahan

ini dilakukan dengan menggunakan mesin pemisah gabah dari beras pecah kulit,

yang dapat menyatu atau terpisah dengan mesin pemecah kulit. Selanjutnya beras

pecah kulit mengalami proses penyosohan yang dilakukan menggunakan mesin

penyosoh atau disebut juga mesin pemutih. Hasil dari proses penyosohan adalah

beras putih yang siap dipasarkan atau dimasak. Beras putih hasil proses

penyosohan kemudian perlu dipisahkan menurut kelompok mutunya yaitu beras

utuh dan beras kepala sebagai mutu terbaik, beras patah sebagai mutu kedua, dan

beras menir sebagai mutu ketiga (Anonimous, 2008). Proses dari mesin- mesin

(23)

Landasan Teori

Analisis kelayakan merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara

mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang dijalankan, dalam rangka

menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Kelayakan artinya

penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan

apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar

dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Menurut Husnan dan Suwarsono (1994) banyak sebab yang

mengakibatkan suatu usaha ternyata kemudian menjadi tidak menguntungkan.

Sebab itu bisa berwujud karena salah perencanaan, kesalahan dalam

memperkirakan teknologi yang tepat dipakai, kesalahan dalam memperkirakan

kebutuhan tenaga kerja . sebab lain bisa diakibatkan karena faktor lingkungan

yang berubah, baik lingkungan ekonomi, sosial, bahkan fisik.

Dalam mengevaluasi suatu usaha diperlukan suatu analisis kelayakan

usaha. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kelayakan usaha

penggilingan padi mobile adalah R/C dan B/C (Suratiyah, 2009).

Modal memiliki peranan penting dalam suatu usahatani. Hal ini

dikarenakan modal sangat berperan dalam pembiayaan usahatani, terutama dalam

pengadaan sarana produksi. Tanpa modal, suatu usahatani tidak akan dapat

dilaksanakan dengan baik (Soekartawi, 1996).

Modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Modal dapat dibagi

(24)

areal, contohnya pemakaian pupuk, bibit unggul, dan pestisida. Modal dikatakan

labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk membajak, mesin penggiling

padi untuk memproses padi menjadi beras dan sebagainya (Suratiyah, 2009).

Menurut Mubyarto (1989) modal adalah barang atau uang yang bersama –

sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang

baru, dalam hal ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang diluar tanah

adalah ternak, pupuk, bibit, tanaman yang masih di sawah dan alt-alat pertanian.

Negara – negara industri menggunakan banyak sekali mesin, komputer,

perangkat lunak, dan lain-lain. Inilah faktor-faktor produksi yang disebut modal

yaitu sebuah faktor produksi yang dihasilkan dan sebuah input yang dapat bersifat

tahan lama (Samuelson dan William, 2004).

Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel

(variable cost). Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi, Biaya tetap didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya

yang terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh sedikit, contohnya

penyusutan peralatan dan pajak. Biaya variabel yaitu biaya yang besarnya

dipengaruhi oleh besarnya produksi (Suratiyah, 2009). Biaya variabel

didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang

diperoleh. Contohnya biaya sarana produksi (bibit,pupuk,bahan bakar minyak,

tenaga kerja dan obat-obatan). Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka

sarana produksi perlu ditambah ataupun dikurangi, biaya ini sifatnya

(25)

Dalam usaha penggilingan padi, setiap biaya yang dikeluarkan dalam

proses penggilingan padi baik biaya tetap maupun variabel perlu diperhitungkan.

Hal ini agar mengetahui berapa tarif yang akan ditetapkan dalam setiap proses

penggilingan padi. Biaya-biaya yang dikeluarkan adalah biaya tetap dan variable

atau disebut biaya produksi. Dalam hal ini yang termasuk biaya produksi adalah

biaya BBM (solar), tenaga kerja, oli, biaya penyusutan, biaya perawatan, dan

peralatan (Wisnu, 2012).

Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana

usahanya selalu berkaitan dengan produksi. Kemunculannyaitu sangat berkaitan

dengan diperlukannya input. Pada kaitannya biaya (cost) itu adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna pembelian atau pembayaran input yang telah

diperlukan, sehingga tersedianya sejumlah uang atau biaya itu benar-benar telah

diperlukan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung (Soekartawi, 1999).

Menurut Samuelson dan William, 2004 berhasil atau tidaknya usahatani

dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola

usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai

penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah

pendapatan yang bernilai positif.

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya dalam usaha.

Dimana penerimaan usaha adalah nilai produk total suatu usaha dalam jangka

waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini

mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang

(26)

yang diperoleh lebih besar dari total biaya, atau diperoleh keuntungan maka usaha

penggilingan padi mobile dikatakan layak. (Soekartawi, 1995).

Menurut Boediono (1992), ada beberapa konsep penerimaan yaitu :

1. Total Revenue (TR) yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya. Total Revenue adalah adalah output kali harga jual output. 2. Avarege Revenue (AR) yaitu penerimaan produsen per unit output yang ia

jual.

3. Marginal Revenue (NR) yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan oleh penjualan tambahan 1 unit output.

Dari pendapatan bersih usaha penggilingan padi mobile dapat dibuat suatu analisis kelayakan untuk mengetahui apakah usaha penggilingan padi mobile

tersebut layak atau tidak untuk diusahakan. Bagi seorang pengusaha analisis

kelayakan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada

saat ini berhasil atau tidak (Rahim dan Diah, 2008)

Menurut Hernanto (1989) salah satu ukuran kelayakan adalah penerimaan

untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam

kegiatan usaha bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan

sebagai manfaatnya. Suatu usaha dikatakan menguntungkan dan layak diusahakan

apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya suatu usahatani dikatakan

belum menguntungkan dan belum layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio

(27)

Kerangka Pemikiran

Dalam memulai suatu usaha tentu diperlukan modal, bila memiliki modal

yang mencukupi maka usahapun dapat dilaksanakan. Modal harus diproduksi

sebelum dapat digunakan. Misalnya anda ingin menghasilkan padi yang bersih

dan putih maka untuk mendapatkannya maka kita harus membuat atau membeli

sebuah gilingan padi. Gilingan padi inilah yang merupakan modal untuk dapat

menghasilkan beras yang bersih dan putih.

Pengusaha penggilingan padi mobile dapat mencapai hasil yang optimal apabila mampu meminimalisasikan biaya produksi. Biaya yang dikeluarkan dalam

pelaksanaan usaha penggilingan padi mobile yaitu biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya bahan bakar serta oli dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan

dengan kegiatan penggilingan padi mobile. Pengusaha gilingan padi mobile harus memperhitungkan biaya produksi agar dapat memperoleh informasi berupa

keuntungan yang diperoleh.

Dari proses penggilingan akan diperoleh keluaran (output) berupa beras yang dihitung dalam satuan berat, hasil tersebut merupakan penerimaan yang

diperoleh oleh pengusaha gilingan padi mobile. Dengan diketahuinya biaya produksi dan penerimaan, maka akan dapat diketahui pendapatan bersih yaitu

dengan mengurangkan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dari

pendapatan bersih tersebut dapat dianalisa kelayakan usaha penggilingan padi

dengan menggunakan R/C, apabila R/C > 1 maka penggilingan padi mobile

(28)

Keterangan.

: Ada hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Kegiatan Penggilingan

Biaya Produksi 1. Biaya Bahan Penunjang

- Biaya Bahan Bakar - Oli

- Minyak Gemuk - Minyak Gerdang - Minyak Rem 2. Biaya Penyusutan

− Motor

− Mesin

Equipment

3. Biaya Reperasi 4. Biaya Tenaga Kerja Usaha Penggilingan Padi Mobile

Penerimaan

Pendapatan

(29)

Hipotesis Penelitian

1. Pendapatan dari setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian lebih tinggi dari upah minimum propinsi (UMP) sebesar Rp.1.300.000 /

bulan.

(30)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dan Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai. Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai

Cermin dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa di kedua daerah ini merupakan

salah satu daerah yang memiliki penggilingan padi mobile yang cukup banyak. Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin juga dipilih karena

sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian tentang kelayakan gilingan padi

mobile di Kecamatan tersebut.

Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki usaha

penggilingan padi mobile. Penentuan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling yaitu teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Teknik

non-probability sampling yang digunakan adalah metode sampling aksidental

(accedental sampling) yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja pengusaha penggilingan padi mobile yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik (ciri –

cirinya), maka pengusaha penggilingan padi mobile tersebut dapat digunakan sebagai pengusaha sampel (responden) (Riduwan, 2010). Adapun yang menjadi alasan penggunaan metode penentuan sampel ini adalah karena dalam penelitian

(31)

berapa jumlah pengusaha gilingan padi mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin yang mengusahakan gilingan padi mobile. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 unit sampel

gilingan padi mobile. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ≥ 30 sampel sesuai dengan Teori Bailey yang menyatakan untuk penelitian yang menggunakan analisa statistik ukuran sampel paling minimum 30 (Hasan, 2002).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan serta wawancara

langsung dengan responden dengan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah

dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap

yang bersumber dari berbagai instansi yang terkait antara lain Kepala Camat

Pantai Labu dan Kepala Camat Pantai Cermin, literatur - literatur lain yang

berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Identifikasi masalah 1, mengenai besar modal untuk setiap unit gilingan

padi mobile dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan mengumpulkan informasi dari responden.

Identifikasi masalah 2 dianalisis dengan menggunakan tabulasi sederhana

yaitu dengan menghitung total biaya dari setiap unit penggilingan padi mobile

(32)

TC = FC + VC

Keterangan:

TC = Total Biaya (Rp)

FC = Biaya Tetap (Rp)

VC = Biaya Variabel (Rp)

(Soekartawi, 1995).

Identifikasi masalah 3 mengenai besar penerimaan dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan mengamati kondisi di lapangan dan

wawancara dengan responden.

Identifikasi masalah 4 mengenai besar pendapatan dianalisis dengan

menggunakan metode analisis sederhana dengan menghitung pendapatan dari

setiap unit gilingan padi mobile, dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Pd = TP – TB

Keterangan:

Pd = Pendapatan

TP = Total Penerimaan (Rp)

TB = Total Biaya (Rp)

(Soekartawi,1995).

Identifikasi masalah 5 mengenai kelayaan usaha penggilingan padi mobile

dianalisis dengan menggunakan metode analisis sederhana dengan menghitung

(33)

R/C =

Dimana:

TR = Penerimaan Beras (10%)

TC = FC + VC

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

Jika: R/C > 1 : maka usaha dikatakan layak

R/C < 1 : maka usaha dikatakan tidak layak

R/C = 1 ; maka usaha dikatakan impas

(Soekartawi,1995).

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dan kekeliruan dalam

penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional

sebagai berikut:

Definisi

1. Penggilingan padi mobile merupakan suatu kegiatan pascapanen dalam merubah gabah menjadi bulir –bulir padi dengan menggunakan alat

penggiling padi yang bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya.

2. Biaya produksi adalah biaya - biaya yang dikorbankan dalam usaha

penggilingan padi mobile.

3. Bahan Bakar Minyak adalah minyak solar yang diperlukan untuk setiap

(34)

4. Oli (liter), Minyak Gemuk (kaleng), Minyak Gerdang (liter), dan Minyak

Rem (botol) adalah bahan penunjang yang diperlukan dalam penggilingan

padi mobile per musim panen.

5. Biaya Tenaga Kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar

tenaga kerja dalam kegiatan penggilingan padi mobile (Rp).

6. Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan untuk setiap mesin dan

alat-alat penggilingan padi mobile selama proses penggilingan berlangsung (Rp).

7. Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk merawat mesin

dan alat-alat penggilingan padi mobile per musim panen (Rp).

8. Penerimaan adalah sejumlah hasil yang diterima oleh pengusaha

penggilingan padi mobile yaitu sebesar 10% dari beras yang telah digiling. 9. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan yang diterima oleh

pengusaha penggilingan padi mobile dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.

10.Kelayakan usaha adalah suatu analisis untuk menentukan layak atau

tidaknya penggilingan padi mobile untuk diusahakan.

11.R/C merupakan pembagian antara total penerimaan dengan total biaya

untuk menentukan kelayakan usaha penggiingan padi mobile.

Batasan Operasional

(35)

2. Pengusaha sampel penelitian adalah penduduk yang melakukan usaha

penggilingan padi mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin.

3. Daerah penelitian adalah Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai

Cermin.

(36)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

SAMPEL DAN PENGUSAHA SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

a. Kecamatan Pantai Labu

Luas dan Letak Geografis

Kecamatan Pantai Labu merupakan salah 1 (satu) dari 22 (duapuluh dua)

kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

Kecamatan Pantai Labu terletak antara 2o57’ – 3o16’ LU dan 98o37’ – 99o27’ BT

yang merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 8 meter di atas

permukaan laut yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka.

Kecamatan Pantai Labu memiliki suhu bekisar antara 23oC s/d 34oC

beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua

musim ini sangat dipengaruhi oleh arah angin laut yang membawa hujan dan

angin gunung yang membawa panas dan lembab. Curah hujan di wilayah

Kecamatan Pantai Labu yang paling menonjol adalah pada bulan Maret, April,

September hingga Desember. Sedangkan musim kemarau paling menonjol yaitu

pada bulan Januari, Februari, Mei hingga Agustus. Di Kecamatan Pantai Labu

terdapat dua pantai yaitu Pantai Labu dan Pantai Putra Deli.

Wilayah Kecamatan Pantai Labu mempunyai luas 81, 85 KM2 (8.185 Ha)

yang terdiri dari 19 Desa dan 76 dusun dengan Ibukota di Desa Kelambir.

Kecamatan Pantai Labu memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin,

(37)

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Beringin

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan

Kecamatan Percut Sei Tuan.

Keadaan Penduduk

Kecamatan Pantai Labu memiliki jumlah penduduk sebanyak 43.510 jiwa

dengan jumlah rumah tangga sebanyak 9.261 yang tersebar di seluruh Kecamatan

Pantai Labu.

Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Pantai Labu Tahun 2011

No Suku Bangsa Jumlah

1 Melayu 16.379

2 Jawa 15.304

3 Tapanuli/Toba 5.330

4 Mandailing 624

5 Simalungun 455

6 Cina 398

7 Karo 332

8 Minang 182

9 Aceh 164

10 Nias 55

11 Lainnya 4.287

Jumlah 43.510

Sumber : Kantor Camat Pantai Labu 2012

Tabel 2 menunjukkan distribusi penduduk pantai Labu berdasarkan suku

bangsa. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa mayoritas suku yang ada di Kecamatan

Pantai Labu adalah suku melayu yaitu sebanyak 16.379 jiwa dan selanjutnya

adalah suku jawa yaitu sebanyak 15.304 jiwa, suku tapanuli / toba sebanyak 5.330

jiwa, suku mandailing sebanyak 624 jiwa, suku simalungun sebanyak 455 jiwa,

(38)

sebanyak 182 jiwa, suku aceh sebanyak 164 jiwa, suku nias sebanyak 55 jiwa dan

suku-suku lain sebanyak 4287 jiwa.

Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pantai Labu Tahun 2011

Sumber : Kantor Camat Pantai Labu. 2012

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang dominan di

Kecamatan Pantai Labu adalah penduduk yang berjenis kelamin perempuan yakni

sebanyak 22.024 jiwa atau sekitar 50,7 % dari keseluruhan jumlah penduduk.

Mayoritas penduduk di Kecamatan Pantai Labu bekerja sebagai petani dan

nelayan. Penduduk Kecamatan Pantai Labu yang berprofesi sebagai petani

mencapai 45% dari seluruh komposisi mata pencaharian penduduk kecamatan

Pantai Labu. Mata pencaharian tersebut antara lain nelayan, peternakan, pedagang

dan karyawan / pegawai negeri.

Sarana dan Prasarana

Untuk mempercepat kemajuan masyarakat di suatu daerah diperlukan

adanya sarana dan prasarana. Semakin baik sarana dan prasarana pendukung yang

ada di suatu daerah maka semakin baik pula perkembangan dan kemajuan daerah

tersebut. Sarana dan prasarana di Kecamatan Pantai Labu dapat dilihat pada tabel

berikut.

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 21.486 49,3%

2 Perempuan 22.024 50,7%

(39)

Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pantai Labu Tahun 2011 No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Sarana Ibadah

2 Sarana Kesehatan

Puskesmas

Tabel 4 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di

Kecamatan Pantai Labu sudah cukup memadai karena sarana ibadah, sarana

kesehatan dan sarana pendidikan sudah tersedia dalam jumlah yang cukup. Sarana

pendidikan sudah cukup memadai dapat dilihat dari adanya sarana pendidikan

mulai dari Taman Kanak – Kanak sampai Sekolah Menengah Atas hal ini sesuai

dengan anjuran pemerintah yaitu wajib belajar sembilan tahun. Keadaan prasarana

di Kecamatan Pantai Labu juga sudah cukup baik yaitu adanya listrik yang

(40)

b. Kecamatan Pantai Cermin

Luas dan Letak Geografis

Kecamatan Pantai Cermin terletak di daerah dataran rendah dengan

ketinggian 0 s/d 6 meter diatas permukaan laut yang berbatasan langsung dengan

Selat Malaka. Luas dari Kecamatan Pantai Cermin adalah 80,296 Km2 atau

8.092,6 Ha yang terdiri dari 12 Desa dan 77 dusun dengan Ibukota Kecamatan di

Desa Pantai Cermin Kanan. Kecamatan Pantai Cermin memiliki batas – batas

wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Perbaungan

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Perbaungan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Kecamatan

Pantai Labu.

Daerah Kecamatan Pantai Cermin beriklim sedang dengan dua musim

yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh dua

arah angin yang terdiri dari angin gunung yang membawa hujan dan angin laut

yang membawa udara panas dan lembab. Kecamatan Pantai Cermin juga

merupakan salah satu objek wisata di Kabupaten Serdang Bedagai dengan

pemandangan dan pantainya yang indah.

Keadaan Penduduk

Kecamatan Pantai Cermin memiliki jumlah penduduk sebanyak 42.005

jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 10.759 yang tersebar di seluruh

(41)

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2011

Sumber : Kantor Camat Pantai Cermin 2012

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang dominan di

Kecamatan Pantai Cermin adalah penduduk yang berjenis kelamin perempuan

yakni sebanyak 20.860 jiwa atau sekitar 50,3 % dari keseluruhan jumlah

penduduk.

Mata pencaharian utama penduduk di Kecamatan Pantai Cermin adalah

petani. Mata pencaharian lain para penduduk di Pantai Cermin yaitu sebagai

buruh, wiraswasta, nelayan dan pegawai negeri sipil. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2011 Mata Pencaharian

Sumber : Kantor Camat Pantai Cermin 2012

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 20.860 49,7%

2 Perempuan 21.145 50,3%

(42)

Tabel 6 menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Pantai Cermin

mayoritas bekerja sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang

bekerja sebagai petani sebesar 22.096 jiwa, mata pencaharian lainnya yaitu

nelayan sebesar 5.273 jiwa dan wiraswasta sebesar 4.897 jiwa.

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2011

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0 – 5 4.469 10,6

2 6 – 12 5.910 14,1

3 13 – 16 6.198 14,8

4 17 – 59 21.474 51,1

5 >60 3.954 9,4

Total 42.005 100

Sumber : Kantor Camat Pantai Cermin, 2012

Tabel 7 menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Pantai Cermin umur

produktif (13-59 tahun) berjumlah 27.672 jiwa atau sekitar 66% dari keseluruhan

jumlah penduduk.

Sarana dan Prasarana

Sama halnya dengan Kecamatan Pantai Labu, sarana dan prasarana yang baik di

Kecamatan Pantai Cermin akan mempengarui perkembangan dan kemajuan dari

daerah dan masyarakat Pantai Cermin. Semakin baik sarana dan prasarana

pendukung yang ada akan mempercepat laju perkembangan masyarakat di

Kecamatan Pantai Labu. Sarana dan prasarana di Kecamatan Pantai Cermin dapat

(43)

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2011 No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Sarana Ibadah

2 Sarana Kesehatan

Puskesmas

Sumber : Kantor Camat Pantai Cermin, 2012

Tabel 8 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di

Kecamatan Pantai Cermin sudah memadai. Sarana pendidikan sudah memadai

dimulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Atas. Begitu juga

dengan sarana ibadah dan kesehatan yang sudah memenuhi kebutuhan para

masyarakat di Kecamatan Pantai Cermin.

Karakteristik Pengusaha Sampel

Yang termasuk karakteristik pengusaha sampel dalam penelitian ini

meliputi : umur, lama berusaha dan tingkat pendidikan. Untuk lebih jelasnya

(44)

Tabel 9. Karakteristik Pengusaha Sampel Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin

No Uraian Rata - Rata Range

1. Umur 41 30 - 62

2. Lama Berusaha (bulan) 19 7 - 36

3. Tingkat Pendidikan (tahun) 11 6 - 12

Sumber : Data diolah dari lampiran 1

Dari Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa rata – rata umur sampel adalah 41

tahun dengan rentang 30 – 62 tahun, hal ini menunjukkan bahwa rata –rata

pengusaha sampel penggilingan padi mobile masih berada pada usia yang produktif sehingga masih memiliki tingkat tenaga kerja yang baik untuk jangka

waktu yang cukup lama. Rata-rata lama berusaha pengusaha sampel adalah 19

bulan atau 1,7 tahun dengan rentang 7 – 36 bulan. Rata –rata tingkat pendidikan

pengusaha sampel adalah sampai pada tahun ke 11 atau tingkat Sekolah

Menengah Atas.

Karakteristik Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penggilingan padi

mobile yang ada di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin. Adapun karakteristik sampel yang dimaksud meliputi jenis mesin dan kapasitas

mesin.

Jenis Mesin

Sama halnya dengan penggilingan padi statis, penggilingan padi mobile

juga memiliki mesin. Jenis mesin yang biasa digunakan pada penggilingan padi

(45)

memiliki keunggulan yang lebih dibanding mesin penggilingan mobile Yantian dan Ziano. Sianghai dan Dongfeng lebih cepat dalam proses penggilingan dan

beras yang dihasilkan juga lebih baik dengan jumlah beras patah yang sedikit

sedangkan Yantian dan Ziano memiliki kecepatan giling yang lebih lambat bila

dibandingkan dengan Dongfeng dan Sianghai begitu juga beras yang dihasilkan

tidak sebagus beras yang dihasilkan mesin Dongfeng dan Sianghai.

Jenis Mesin Penggilingan padi mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10. Jenis Mesin Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin

No Jenis Mesin Jumlah (unit) Persentase (%)

1 Dongfeng 22 73,4%

2 Ziano 1 3,3%

3 Yantian 1 3,3%

4 Sianghai 6 20%

Total 30 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 2

Tabel 10 menunjukkan bahwa jenis mesin yang dominan di Kecamatan

Pantai Labu dan Kecamatan Pantai cermin adalah Dongfeng yaitu sebanyak 22

unit atau sekitar 73,4 % dari keseluruhan jumlah gilingan padi.

Kapasitas Mesin

Kapasitas mesin merupakan daya tampung atau muatan dari suatu mesin.

Semakin besar kapasitas suatu mesin penggilingan padi mobile maka semakin banyak pula padi yang dapat digiling. Kapasitas mesin penggilingan padi mobile

di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin dapat dilihat pada tabel

(46)

Tabel 11. Kapasitas Mesin Penggilingan Padi Mobile di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin

Sumber : Data diolah dari lampiran 2

Tabel 11 menunjukkan bahwa kapasitas mesin penggilingan padi mobile

di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin mayoritas sebesar

400-500 kg/jam yakni sebanyak 10 unit atau sekitar 33,3%.

No Kapasitas Mesin (kg/jam) Jumlah (unit) Persentase (%)

1 100-200 3 10%

2 200-300 8 26,7%

3 300-400 9 30%

4 400-500 10 33,3%

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Modal untuk Penggilingan Padi Mobile

Menjalankan usaha penggilingan padi mobile memiliki harapan yang cukup cerah di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin, usaha jasa

penggilingan padi mobile juga tidak terlalu rumit untuk dijalankan. Banyak penduduk di kedua kecamatan tersebut yang tergiur untuk menjalankan usaha

penggilingan padi mobile.

Penggilingan padi mobile banyak diminati oleh para petani di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin karena mereka dapat dengan mudah

menggilingkan padi dari hasil usaha tani mereka. Di penggilingan padi statis

petani harus membawa hasil padi mereka ke kilang (tempat penggilingan padi

statis) untuk di giling sementara di penggilingan padi mobile hal tersebut tidak perlu dilakukan karena penggilingan padi mobile yang akan datang ke rumah – rumah petani. Petani padi cukup menghubungi nomor telepon pengusaha

penggilingan padi mobile dan dengan segera penggilingan padi mobile akan sampai di rumah petani padi. Selain itu penggilingan padi mobile juga selalu melewati rumah-rumah penduduk di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan

Pantai Cermin. Karena kemudahan yang di miliki oleh penggilingan padi mobile

tersebut banyak petani yang beralih dari penggilingan padi statis ke penggilingan

padi mobile. Petani jadi lebih memiliki banyak waktu luang untuk melakukan kegiatannya yang lain karena tidak perlu mengantar dan menunggu padi mereka

digiling di penggilingan padi statis. Keunggulan lain dari penggilingan padi

(48)

Sama halnya dengan menjalankan usaha- usaha lain, menjalankan usaha

penggilingan padi mobile juga diperlukan modal. Modal tersebut digunakan untuk membeli penggilingan padi mobile dimana tempat penjualan penggilingan padi

mobile berada di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Modal yang pengusaha penggilingan padi mobile gunakan adalah modal sendiri tanpa ada pinjaman dari bank ataupun bukan bank dengan status kepemilikan

penggilingan padi mobile adalah milik sendiri. Di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin, penggilingan padi mobile sudah berjalan hampir empat tahun dan tentunya modal yang dikeluarkan untuk membeli gilingan padi mobile

ini berbeda tiap tahunnya.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada pengusaha sampel

penggilingan padi mobile (Lampiran 3) diperoleh informasi bahwa mereka membutuhkan modal sebesar Rp.35.000.000 – Rp.55.000.000 untuk membeli 1

(satu) unit penggilingan padi mobile. Bila dirata – ratakan modal yang diperlukan oleh pengusaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian adalah sebesar Rp.42.633.333 untuk setiap unit penggilingan padi mobile.

Biaya Produksi Usaha Penggilingan Padi Mobile

Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan pengusaha dalam

menjalankan usaha penggilingan padi mobile. Biaya yang digunakan dalam usaha penggilingan padi mobile antara lain biaya bahan penunjang, biaya penyusutan mesin dan alat-alat, biaya reparasi mesin dan alat-alat dan biaya tenaga kerja.

Total biaya adalah penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap. Dimana yang

(49)

sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan mesin dan alat-alat, dan biaya

reperasi mesin dan alat-alat.

a. Biaya Penyusutan

Alat-alat yang ada pada mesin penggilingan padi mobile hampir sama dengan alat-alat yang ada pada penggilingan padi statis. Alat – alat yang

digunakan dalam penggilingan padi mobile antara lain:

- Alat pengupas atau disebut rubber roll berfungsi sebagai pengupas kulit gabah menjadi beras pecah kulit.

- Alat penyaring berfungsi untuk menyaring kotoran –kotoran yang ada

sehingga memudahkan proses pengupasan kulit padi dan mesin tidak

mengalami kerusakan.

- Timbangan merupakan alat yang digunakan untuk menimbang padi yang

telah digiling. Timbangan yang digunakan dalam pengilingan padi mobile

adalah timbangan duduk.

Mesin dan alat-alat yang digunakan dalam usaha penggilingan padi mobile

mengalami penyusutan dari waktu ke waktu. Menurut Suratiyah (2009), untuk

menghitung nilai penyusutan dapat digunakan rumus :

Biaya Pembelian – Nilai Residu Umur Ekonomis

Biaya penyusutan mesin dan alat-alat dalam penggilingan padi mobile

(50)

Tabel 12. Biaya Penyusutan Penggilingan Padi Mobile (Rp/Unit) di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin / Musim Panen

No Sampel Total Biaya Penyusutan

1 3.425.000

Sumber : Data diolah dari lampiran 6c

Tabel 12 menunjukkan bahwa total biaya penyusutan adalah sebesar

Rp.104.450.000 dengan rataan Rp.3.481.666,7. Lampiran 6cmenunjukkan bahwa

(51)

penyusutan mesin sebesar Rp.13.970.000 dengan rataan Rp.465.666,67,

penyusutan alat pengupas sebesar Rp.4.200.000 dengan rataan Rp.130.666,67,

penyusutan alat penyaring sebesar Rp.1.875.000 dengan nilai rataan sebesar

Rp.62.500, dan penyusutan timbangan sebesar Rp.3.280.000 dengan rataan

Rp.109.333,33. Lampiran 6c juga menujukkan bahwa biaya penyusutan terbesar

dikeluarkan untuk motor dan terendah untuk alat penyaring .

b. Biaya Reparasi

Biaya reparasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk merawat mesin dan

alat-alat. Biaya reparasi pada usaha penggilingan padi mobile merupakan biaya yang dikeluarkan dalam perawatan penggilingan padi mobile. Biaya reparasi usaha penggilingan padi mobile meliputi biaya reparasi mesin, biaya reparasi ban, biaya reparasi alat pengupas dan biaya reparasi alat penyaring. Perawatan yang

dilakukan antara lain pelaksanaan check up, ganti ban bocor, kerusakan blower

pada alat pengupas. Perawatan penggilingan padi dilakukan oleh pengusaha

sampel sendiri, apabila terjadi kerusakan besar dan mereka tidak bisa

memperbaikinya sendiri barulah mereka menggunakan jasa mekanik.

Pada lampiran 7 dapat dilihat bahwa total biaya untuk reparasi mesin

sebesar Rp.5.050.000 dengan rataan Rp.168.333,33, reparasi ban sebesar

Rp.3.295.000 dengan rataan Rp.109.833,33, reparasi alat pengupas sebesar

Rp.4.795.000 dengan rataan Rp.159.833,33, dan reparasi alat penyaring sebesar

Rp.3.980.000 dengan rataan Rp.132.666,67. Lampiran 7 juga menunjukkan

bahwa biaya reparasi terbesar dikeluarkan untuk reparasi mesin dan biaya

(52)

reparasi pada usaha penggilingan padi mobile dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:

Tabel 13. Biaya Reparasi Pada Usaha Penggilingan Padi Mobile (Rp/Unit) di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin / Musim Panen

No Sampel Total Biaya Reparasi

1 450.000

(53)

Tabel 13 menunjukkan bahwa total biaya reparasi pada usaha

penggilingan padi mobile adalah sebesar Rp.17.120.000 dengan rataan Rp.570.666,67/unit.

c. Biaya Bahan Penunjang

Tidak seperti usahatani lain, usaha penggilingan padi mobile tidak memiliki biaya untuk bahan baku, biaya dalam usaha penggilingan padi mobile

hanya untuk biaya bahan penunjang karena bahan baku yaitu gabah tidak dibeli

oleh pengusaha penggilingan padi mobile. Bahan penunjang yang digunakan dalam usaha penggilingan padi mobile ini adalah bahan bakar (solar), oli, minyak gemuk, minyak gerdang dan minyak rem. Penggunaan bahan penunjang bertujuan

unutk menunjang kegiatan penggilingan padi sehingga usaha penggilingan padi

mobile dapat berjalan lancar.

Pada lampiran 8 dapat dilihat bahwa total biaya untuk bahan bakar minyak

adalah sebesar Rp.171.300.000 dengan rataan Rp.5.710.000. Biaya untuk oli

sebesar Rp.7.501.000 dengan rataan Rp.250.033,33. Biaya untuk minyak gemuk

sebesar Rp.1.863.000 dengan rataan Rp.62.100. Biaya untuk minyak gerdang

sebesar Rp.560.000 dengan rataan Rp. 18.666,67 dan biaya untuk minyak rem

sebesar Rp.574.000 dengan rataan Rp.19.133,3. Lampiran 8 juga menunjukkan

bahwa biaya bahan penunjang terbesar dikeluarkan untuk membeli bahan bakar

minyak dan biaya bahan penunjang terkecil dikeluarkan untuk membeli minyak

gerdang.

Besarnya total biaya bahan penunjang usaha penggilingan padi mobile

(54)

Tabel 14. Biaya Bahan Penunjang Usaha Penggilingan Padi Mobile (Rp/Unit) di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin / Musim Panen.

No Sampel Total Biaya Bahan Penunjang

1 5.725.000

Sumber : Data diolah dari lampiran 8

Tabel 14 menunjukkan bahwa total biaya bahan penunjang pada usaha

(55)

d. Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha penggilingan padi mobile ini berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga

kerja dalam keluarga yang digunakan adalah pemilik penggilingan padi mobile itu sendiri. Jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak 2 (dua) sampai 3

(tiga) orang untuk masing – masing unit penggilingan padi mobile.

Upah yang diterima oleh tenaga kerja berbeda tiap harinya

tergantung dari besar penerimaan yang diperoleh. Jika penerimaan (beras) yang

diterima besar maka upah untuk tenaga kerja juga besar. Sistem pembayaran upah

tenaga kerja usaha penggilingan padi mobile adalah sistem bagi dua yaitu 50% untuk pengusaha penggilingan padi mobile dan 50% untuk tenaga kerja. Selanjutnya 50% upah tenaga kerja tersebut dibagi rata untuk semua tenaga kerja

luar keluarga.

Pada Tabel 15 berikut ini menunjukkan bahwa total biaya tenaga kerja

usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian adalah sebesar Rp.1.890.000.000 dengan rataan sebesar Rp.63.000.000/unit. Dari lampiran 9

dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan tenaga kerja pada usaha penggilingan

padi mobile di daerah penelitian berjumlah 54 orang. Dimana apabila upah untuk masing –masing unit penggilingan padi mobile yang diperoleh dibagikan sesuai dengan jumlah tenaga kerja masing masing maka rata-rata upah yang diterima

adalah sebesar Rp.20.156.250/orang.

(56)

Tabel 15. Biaya Tenaga Kerja Usaha Penggilingan Padi Mobile (Rp) di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin/ Musim Panen

No Sampel Biaya Tenaga Kerja/unit Biaya Tenaga Kerja/orang

1 56.250.000 56.250.000

2 56.250.000 28.125.000

3 56.250.000 28.125.000

4 112.500.000 56.250.000

5 56.250.000 28.125.000

6 56.250.000 28.125.000

7 33.750.000 16.875.000

8 56.250.000 56.250.000

9 56.250.000 56.250.000

10 56.250.000 28.125.000

11 33.750.000 33.750.000

12 33.750.000 16.875.000

13 90.000.000 45.000.000

14 56.250.000 28.125.000

15 56.250.000 56.250.000

16 56.250.000 28.125.000

17 112.500.000 56.250.000

18 67.500.000 33.750.000

19 67.500.000 33.750.000

20 56.250.000 28.125.000

21 56.250.000 28.125.000

22 78.750.000 39.375.000

23 95.625.000 47.812.500

24 78.750.000 39.375.000

25 33.750.000 16.875.000

26 33.750.000 16.875.000

27 33.750.000 16.875.000

28 112.500.000 56.250.000

29 112.500.000 56.250.000

30 28.125.000 28.125.000

Total 1.890.000.000 1.088.437.500

Rataan 63.000.000 20.156.250

Sumber : Data diolah dari lampiran 9

(57)

penunjang dan tenaga kerja). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

berikut :

Tabel 16. Total Biaya Produksi Usaha Penggilingan Padi Mobile (Rp/Unit) di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Pantai Cermin/ Musim Panen

No Sampel

Biaya Tetap Biaya Variabel

Total Biaya

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Antara Penggilingan Dengan Penumbukan Padi
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Pantai Labu Tahun 2011
Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pantai Labu Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada uji kompaksi penambahan bahan stabilisasi merk “X” pada tanah asli dapat menurunkan kadar air optimum dan meningkatkan berat isi kering

Namun sesuai rencana awal BSBP akan menggunakan bahan dasar plat baja/besi sehingga BSBP akan dilengkapi dengan pintu setinggi 120 cm yang dapat digunakan sebagai akses

Karena Peradilan Agama merupakan peradilan khusus dengan kewenangan mengadili perkara-perkara tertentu dan untuk golongan rakyat tertentu sebagaimana yang ditegaskan

Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:(1) Terdapat pengaruh model examples non examples terhadap hasil

Tiga tulisan yang terangkum dalam bagian kesatu, masing-masing berjudul (1) Inisiatif Perempuan dalam Menentukan Pasangan Hidup, (2) Seudati Sebagai Media Interaksi

kesempatan untuk melaksanakan penyusunan Tugas Akhir ini dengan Judul : “Evalasi Sistem Pengangkutan dan Pengelolaan Sampah di Kota Toboali”.. Penyusunan Tugas Akhir ini

Berdasarkan kerangka pemecahan masalah pengabdian ini menggunakan metode pelatihan dengan sejumlah karya usai pelatihan sebagai berikut: (1) hasil repleksi buku 1 yang

Gambar penyebaran persentase perbandingan yang hidup (hasil okulasi yang tumbuh) dan mati (hasil okulasi yang mati) tanaman kakao pada setiap perlakuan beberapa