• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA STUDI KOMPARASI IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS RUMAH SAKIT PUBLIK DAN RUMAH SAKIT SWASTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA STUDI KOMPARASI IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS RUMAH SAKIT PUBLIK DAN RUMAH SAKIT SWASTA."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Konsep Jasa

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dengan menyebutnya sebagai pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai suatu produk.

Jasa (service) menurut Valerie A. Zethaml dan Mary Jo Bitner yang dikutip Lupiyoadi dan Hamdani (2008: 6) merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen.

Adapun definisi jasa menurut Kotler (2005: 111) adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik.

(2)

15

pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat tergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen.

B. Karakteristik Jasa

Kotler (2005: 112-113) menyebutkan ada empat karakteristik jasa yang membedakannya dengan barang, yang meliputi:

1. Tidak Berwujud (Intangibility)

Jasa bersifat tidak berwujud (intangible), artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan alat atau benda, maka jasa merupakan suatu perbuatan, kinerja (performance), atau usaha. Barang dapat dimiliki, tetapi jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki.

Meskipun sebagian besar jasa dapat berkaitan dengan produk fisik, misalnya pesawat terbang, kapal laut, kereta api dalam jasa transportasi, tetapi esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah performance yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya.

(3)

16

Manakala pasien memanfaatkan pelayanan jasa kesehatan, maka pasien akan memperhatikan tempat (place) jasa pelayanan kesehatan (Rumah Sakit misalnya), orang yang menjualnya (people) yaitu tenaga kesehatannya, peralatan medis yang digunakan, materi komunikasi termasuk simbol/label yang digunakan, harga (price) sebagai biaya pelayanan kesehatan yang didapat pasien, dan hal-hal lain yang merupakan persepsi pasien.

Adapun tugas dari pihak manajemen rumah sakit adalah menterjemahkan yang tidak nyata (persepsi pasien) menjadi lebih nyata. 2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparibility)

Barang biasanya diproduksi, dijual, lalu dikonsumsi, sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Pada umumnya jasa yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu bersamaan dan jika dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, maka dia akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut.

(4)

17

mengikuti nasihat dokter dalam mengkonsumsi obat, dan juga dalam mengkonsumi makanan bergisi.

3. Bervariasi (Variability)

Jasa bersifat variabel karena bergantung pada siapa yang memberikan jasa tersebut, kapan dan di mana jasa tersebut diberikan.

Menurut Bovee et al. (Tjiptono, 2007: 24-25) ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu:

a) Kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa. b) Moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan.

c) Beban kerja perusahaan.

4. Tidak Tahan Lama (Perishability)

Daya tahan suatu jasa tergantung suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor. Jasa tidak dapat disimpan, misalnya kamar hotel yang tidak dihuni, kursi pesawat yang kosong, kabin kapal yang tidak terisi, kamar rawat inap RS yang kosong, akan berlalu begitu saja.

C. Kualitas Jasa

Menurut Zeithmal et al. (Taner dan Antony, 2006: i) kualitas jasa adalah abstrak dan sulit dikonstruksi/dibangun. Jasa itu tidak berwujud (intangible), bervariasi (variable) dan mempunyai karakteristik tidak dapat dipisahkan (inseparable), ini merupakan sesuatu yang unik dari jasa.

(5)

18

dengan hasil dari perbandingan antara harapan pelayanan dengan persepsi tentang kinerja aktual.

Menurut Gronroos (Tjiptono, 2007: 140-141) kualitas suatu jasa yang dipersepsikan pelanggan terdiri atas dua dimensi utama, yaitu:

1. Technical quality yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang dipersepsikan pelanggan. Technical quality dijabarkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu:

a) Search quality, yaitu komponen kualitas yang dapat diinspeksi atau dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya mencoba mobil sebelum mobil tersebut dibeli.

b) Experience quality, yaitu komponen kualitas yang hanya dapat dievaluasi pelanggan setelah membeli atau setelah mengkonsumsi, misalnya kecepatan pelayanan.

c) Credence quality, yaitu komponen kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan sekalipun jasa telah dikonsumsi, misalnya kualitas operasi bedah saraf.

2. Functional quality yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian jasa. Kualitas fungsional (Functional quality) terkait dengan proses menyampaikan pelayanan (how to deliver). Jadi, kualitas demikian terkait dengan aspek komunikasi interpersonal. Hal yang termasuk dalam kualitas fungsional adalah (Supriyanto dan Ernawaty, 2010: 302-303): a) Competency (Reliability), yang terdiri atas kemampuan pemberi

(6)

19

dan sesuai dengan yang dijanjikan (diiklankan, promosi leaflet yang dipasang di RS), seperti jam buka pelayanan yang tertera di papan dan dokter tepat waktu sesuai dengan yang dijanjikan.

b) Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dengan segera. Indikator Responsiveness seperti kecepatan dilayani bila pasien membutuhkan atau waktu tunggu yang pendek untuk mendapat pelayanan.

c) Assurance, yaitu kemampuan pemberi jasa untuk menimbulkan rasa percaya pelanggan terhadap jasa yang ditawarkan. Indikatornya ialah jaminan sembuh dan dilayani petugas yang bermutu.

d) Empathy, berupa pemberian layanan secara individu dengan penuh perhatian dan sesuai kebutuhan atau harapan pasien. Misalnya, petugas mau mendengarkan keluhan dan membantu menyelesaikannya, petugas tidak acuh tak acuh.

e) Communication, yang berarti selalu memberikan informasi dan melakukan sebaik-baiknya serta mendengarkan segala apa yang disampaikan oleh klien. Komunikasi sangat berperan pada penderita penyakit kronis dan degeneratif.

(7)

20

g) Tangible (physical environment), penampakan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan bahan komunikasi yang menunjang jasa yang ditawarkan.

D. Dimensi Kualitas Jasa

Zeithaml et al. (2009:111-113), mengemukakan lima dimensi kualitas jasa, yaitu:

1. Reliability, yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan dapat dipercaya dan akurat. Pelanggan ingin melakukan bisnis dengan perusahaan yang menepati janji, terutama janji-janji perusahaan tentang hasil layanan. Dicontohkan oleh Zeithaml et al. (2009:116), dalam industri kesehatan yang dinilai pasien misalnya: menepati janji sesuai jadwal, diaknosa terbukti akurat.

2. Responsiveness, yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat. Dimensi ini menekankan perhatian dan ketepatan dalam berurusan dengan permintaan pelanggan, pertanyaan, keluhan, dan masalah. Dicontohkan oleh Zeithaml et al. (2009:116), dalam industri kesehatan yang dinilai pasien misalnya: mudah diakses, tidak menunggu terlalu lama, kesediaan untuk mendengar keluhan pasien.

(8)

21

bisnis yang berisiko terhadap pelanggan karena pelanggan sendiri mempunyai pengetahuan yang terbatas untuk mengevaluasi bisnis yang ditawarkan, misalnya perbankan, asuransi, broker, medis, dan pelayanan hukum. Dicontohkan oleh Zeithaml et al. (2009:116) dalam industri kesehatan yang dinilai pasien misalnya: pengetahuan, keterampilan, dapat dipercaya, reputasi.

4. Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada para pelanggan. Inti dari empati adalah menyampaikan melalui layanan pribadi atau disesuaikan, bahwa pelanggan itu unik dan spesial dan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dengan baik oleh perusahaan. Pelanggan ingin dipahami dengan baik dan penting bagi perusahaan. Dicontohkan oleh Zeithaml et al. (2009:116) dalam industri kesehatan yang dinilai pasien misalnya: Memahami pasien secara individu; mengingat masalah sebelumnya (riwayat kesehatan pasien), menjadi pendengar yang baik, sabar melayani pasien.

5. Tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, penampilan karyawan, dan bahan-bahan tertulis. Dicontohkan oleh Zeithaml et al. (2009:116) dalam industri kesehatan yang dinilai pasien misalnya: Ruang Tunggu, Ruang Periksa/Operasi, Peralatan, bahan-bahan tertulis.

E. Pengertian Pelayanan

(9)

22

pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengertian pelayanan menurut Wirijadinata

(http://usepmulyana.files.wordpress.com, 2010), adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu organisasi atau perorangan kepada yang dilayani yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan, sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang (http://www.damandiri.or.id, 2010).

F. Kepuasan Pasien

(10)

23

kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan, yang mana jika kinerja memenuhi harapan maka pelanggan puas.

Kepuasan/ketidakpuasan pelanggan menurut Wilton (Hasan, 2009: 56) adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara harapan sebelum pembelian dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Definisi ini mirip dengan definisi yang diberikan oleh Supranto (2006: 233), bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya.

Untuk kata pasien dari bahasa Indonesia, analog dengan kata patient dari bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya "menderita". Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Seringkali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasien, 2010).

Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU No. 44/2009) mendefinisikan pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

(11)

24

aspek biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi (sandang, pangan, papan, dan afiliasi sosial), serta aspek budaya, yang mana siapa pun yang mengetahui secara khusus kebutuhan, keinginan, atau harapan pelanggan atau pasien maka akan mempunyai keuntungan berhubungan dengan pelanggan (Supriyanto dan Ernawaty, 2010: 303).

Unsur indeks kepuasan masyarakat berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya);

(12)

25

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; 8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan

tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;

10.Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

11.Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

12.Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

(13)

26

14.Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Menurut Budiastuti (http://klinis.wordpress.com, 2010) bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain:

1. Kualitas produk atau jasa, yang mana pasien akan merasa puas bila hasil evaluasinya menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.

2. Kualitas pelayanan, yang mana pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

3. Faktor emosional, yang mana pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

(14)

27

harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

5. Biaya, yang mana dengan mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

6. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya: kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan lain sebagainya.

7. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya: peralatan bedah, alat transportasi, dan lain sebagainya.

8. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

(15)

28

10.Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Menurut Azwar (http://repository.usu.ac.id, 2010), suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien, seperti: 1. Hubungan bidan dan pasien

Terbinanya hubungan bidan dan pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban etik adalah amat diharapkan pasien secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta wajib menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui pasien.

2. Kenyamanan pelayanan

Kenyaman yang dimaksud di sini tidak hanya menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi terpenting menyangkut sikap dan tindakan bidan ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

3. Kebebasan melakukan pilihan

(16)

29 4. Pengetahuan dan kompetensi teknis

Secara umum disebut semakin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis, maka semakin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan. 5. Efektivitas pelayanan

Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.

6. Keamanan tindakan

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan yang baik dan tidak boleh dilakukan.

G. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler (2005: 72) ada 4 metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berpusat pada pelanggan mempermudah para pelanggannya guna memasukkan saran dan keluhan, misalnya melalui nomor telepon bebas pulsa dan melalui situs web atau email.

2. Survei kepuasan pelanggan

(17)

30

mengukur minat membeli ulang dan mengukur kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan perusahaan dan merek ke orang lain.

3. Ghost shopping

Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing. Ghost shopper ini bahkan dapat menguji cara karyawan penjualan di perusahaan dalam menangani berbagai situasi. Contoh lain misalnya para manager perusahaan menelpon perusahaannya dan melihat bagaimana karyawannya menangani keluhan pelanggan melalui telepon.

4. Lost customer analysis (Analisis kehilangan pelanggan)

Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti membeli atau telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan berhenti atau beralih. Selain itu perusahaan memantau tingkat kehilangan pelanggan.

Menurut Hartono (2010: 46), ada 4 cara yang dapat dilakukan RS untuk mengukur kepuasan pasiennya, yaitu:

1. Melihat indikator hasil pelayanan

Banyak RS mengukur kepuasan pasien dengan menghitung Bed Occupancy Rate (BOR), Average Length of Stay (ALOS), dan Turn Over

Interval (TOI). Ukuran ini merupakan ukuran yang tidak langsung

(18)

31

BOR atau angka penggunaan tempat tidur adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%. Rumus BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%. (http://heryant.web.ugm.ac.id, 2010).

Average Length of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat

seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari. Rumus ALOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati). (http://heryant.web.ugm.ac.id, 2010).

Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur

tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Rumus TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup +mati)). (http://heryant.web.ugm.ac.id, 2010).

2. Menampung keluhan dan saran

(19)

32

pasien tertentu, membentuk unit/tim pengaduan (ombudsman), membentuk komite pengawas perawat.

3. Menyelenggarakan panel pasien

Membentuk kelompok kecil pasien untuk membahas hal-hal yang sudah baik kekurangan-kekurangan dari RS guna disampaikan kepada RS. Kelompok ini ini berganti-ganti dari waktu ke waktu.

4. Menyelenggarakan survei kepuasan pasien

Cara ini dapat dilakukan oleh RS atau diborongkan kepada organisasi lain.

H. Rumah Sakit

Pengertian Rumah Sakit menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu bagian menyeluruh (integral) organisasi sosial dan medis, yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif (penyembuhan penyakit) maupun preventif (pencegahan penyakit), di mana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan rumah, Rumah Sakit pun merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan dan penelitian bio-psiko-sosioekonomi-budaya (Supriyanto dan Ernawaty, 2010: 31).

(20)

33

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (Pasal 4 UU RI 44/2009). Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Tujuan pengelolaan Rumah Sakit (Supriyanto dan Ernawati, 2010: 32) agar menghasilkan produk jasa atau pelayanan kesehatan yang benar-benar menyentuh kebutuhan dan harapan pasien dari berbagai aspek, menyangkut mutu (medis dan nonmedis), jenis pelayanan, prosedur pelayanan, harga, dan informasi yang dibutuhkan.

Fungsi Rumah Sakit adalah (Pasal 5 UU RI 44/2009):

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

(21)

34

1. Rumah Sakit Umum, yaitu RS memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

2. Rumah Sakit Khusus, yaitu RS memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Berdasarkan pengelolaannya, Rumah Sakit dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Pasal 20 UU RI 44/2009):

1. Rumah Sakit Publik, yaitu RS yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

2. Rumah Sakit Privat, yaitu RS yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

Sejak lahirnya UU RI 44/2009, Rumah Sakit Swasta di Indonesia yang saat ini berjumlah 653 dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan badan hukum, yaitu yayasan, perkumpulan dan perseroan terbatas. Dalam lima tahun terakhir terdapat pertambahan yang cukup signifikan, yakni adanya 85 rumah sakit berbentuk PT serta 26 rumah sakit berbentuk yayasan berubah menjadi PT (http://www.inisiatif.org, 2010).

Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit (Pasal 24 UU RI 44/2009):

(22)

35

Contoh: RSUP Dr Sardjito, RSU Dr Cipto Mangunkusumo, RS PAD Gatot Soebroto, RS Jiwa Jakarta.

2. Rumah Sakit Umum kelas B, adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik luas. Contoh: RS Pusat Pertamina, RS MMC, RSU Persahabatan, RS Jantung Harapan kita, RSPI Prof Dr Sulianti Saroso. 3. Rumah Sakit Umum kelas C, adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, sekurang-kurangnya spesialistik 4 dasar kelengkapan. Contoh: RS medistra,RS UKI cawang, RS Haji Jakarta, RS PAU Antariksa.

4. Rumah Sakit Umum kelas D, adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar. Contoh: RSU Gandaria, RSB Asih, RSB Pusdikkes, RS Abdi Waluyo.

5. Tambahan Rumah Sakit Kelas/Tipe E: Rumah sakit khusus yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Misalnya: RS Jiwa, RS Paru, RS Kusta, RS Jantung, RS Bedah Rawamangun, RSK THT Prof Nizar.

(23)

36 I. Kajian Penelitian Terdahulu

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan oleh peneliti, terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan topik yang akan diteliti oleh peneliti, yang kemudian dijadikan referensi oleh peneliti, yaitu:

1. Tolga Taner dan Jiju Antony (Leadership in Health Services, Vol. 19 No. 2, 2006, pp. i-x), dengan judul Comparing Public and Private Hospital

Care Service Quality in Turkey (Membandingkan Kualitas Jasa Rumah

Sakit Umum/RSU dan Rumah Sakit Swasta/RSS di Turki). Penelitian ini dilakukan untuk menguji perbedaan kualitas jasa antara RSU dan RSS di Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien rawat inap di RSS lebih puas dengan dokter, perawat dan jasa dukungan dari rekan-rekannya daripada di RSU. Akhirnya, hasil menunjukkan bahwa kepuasan terhadap dokter dan biaya yang wajar merupakan penentu kualitas layanan di RSU. Taner dan Antony juga berkesimpulan bahwa SERVQUAL, sebagai instrumen standar untuk mengukur kualitas jasa adalah handal dan berlaku dalam lingkungan RS.

2. Penelitian Fransisco J. Miranda, Antonio Chamoro, Luis R. Murillo, Juan Vega (J. Service Science & Management, 2010, 3, 227-234) dengan judul An Importance-Performance Analysis of Primary Health Care Services:

Managers vs. Patients Perceptions (Pentingnya Importance-Performance

(24)

37

menunjukkan bahwa pasien dan manajer RS memiliki persepsi yang sangat berbeda dari seluruh atribut kualitas layanan.

(25)

38

procedures), kompetensi para perawat dan dokter (competencies of nurses

and phycisians) dan kebijakan visitasi/kunjungan (visitation policies).

4. Penelitian dari Ioannis E. Chaniotakis dan Constantine Lymperopoulos (Managing Service Quality, Vol. 19 No. 2, 2009, pp. 229-242), dengan judul Service Quality Effect on Satisfaction and Word of Mouth in The Health Care Industry (Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap kepuasan

Referensi

Dokumen terkait

16 Harga yang bersaing dengan restoran lain sejenis 17 Harga yang pantas untuk makanan yang ditawarkan 18 Harga yang pantas untuk minuman yang ditawarkan 19 Kejelasan papan

Dengan demikian, perlu dilakukan Pengujian II dengan membuang atribut yang memiliki proporsi jawaban YA paling kecil, yaitu atribut “ Harga sesuai dengan porsi makanan

Mulyana Santosa yaitu perusahaan harus lebih cepat dalam menyampaikan promosi produk terbaru di internet yang sesuai dengan target pasar, dapat lebih memperhatikan

Responden menilai bahwa sistem rujukan ber- jenjang yang ada sekarang menjadi hambatan ter- sendiri bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan KIA yang optimal dari RS swasta

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya kecakapan personal remaja memiliki nilai rata-rata 29.34 (SD = 4.52) yang berarti kemampuan remaja dalam kecakapan personal

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari 85 mahasiswa didapatkan data bahwa tingkat stress berdasarkan usia yang menunjukan usia >20 lebih

Hasil penelitian diketahui seluruh responden mengalami peningkatan setelah diberikan intervensi CBT pada skor harga diri yang ditunjukan secara bermakna berdasarkan uji

yang digunakan dalam pencarian artikel yaitu Kriteria Inklusi: judul artikel yang membahas tentang kaitannya hipertensi dengan tipe kepribadian, ketersediaan full text,