PERKEMBANGAN GONAD IKAN BALASHARK
(Balantiocheilus melanopterus
BLEEKER)
JOJO SUBAGJA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNY ATAAN MENGENAI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa tesis saya dengan
judul: Implantasi LHRH-a dengan Kombinasi Dosis 17a-metiltestosteron
terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus Bleeker) adalah benar benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing,
dan bukan hasil jiplakari atau timan dari tulisan siapapun serta belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguman tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicanturnkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2006
Jojo Subagja
Jojo Subagja, Muhammad Zairin JR, Odang Carman, Marc Legendre
ABSTRAK
Ikan balashark adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari perairan umum Sumatera dan Kalimantan mempunyai nilai ekonomis tinggi, namun sekarang populasi ikan tersebut di alam makin menyusut bahkan di Sumatera terutama di Perairan Jambi sudah punah, hal ini dikarenakan penangkapan berlebih dan kerusakan habitat. Sementara disisi lain infonnasi teknologi domestikasi dan pembenihan ikan terscbut baru sedikit diketahui. Percobaan Implantasi LHRH-a dengan kombinasi dosis 17a-metiltestosteron terhadap perkembangan gonad telah dilakukan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk-Bogor dari Bulan Juli 2005 sampai dengan Pebruari 2006. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh implantasi honnon LHRH-a yang dikombinasikan dengan 17a-metiltestosteron terhadap perkembangan gonad ikan balashark. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 6 perlakuan masing-masing 3 kali ulangan, ke 6 perlakuan adalah sebagai berikut A: placebo; B: LHRH-a 100 ug tanpa Metiltestosteron (MT); C: LHRH-a 100 ug
+
25 ug MT; D: LHRH-a 100 ug+
50 ug MT; E: LHRH-a 100 ug+
75 ug MT dan F: LHRH-a 100 ug + 100 ug MT per kg hobot badan. Pelaksanaan percobaan meliputi pengamatan perkembangan oosit, penimbangan hobot ikan, pengambilan sampel darah dan ovari serta pengamatan kualitas air sebagai data penunjang. Hasil percobaan menunjukkan ballwa perlakuan implan LHRH-a 100 ug dan 100 ug,bobot badan'l MT (perlakuan F) memperlihatkan perbedaan nyata pada perkembangan diameter oosit, konsentrasi estrdiol dan testosteron, terhadap perlakuan lainnya Konsentrasi estradiol dan testosteron tinggi setelah pencapaian diameter oosit periode pertama terlewati, dan efektif untuk kelangsungan perkembangan gonad pada siklus berikutnya. Siklus rematurasi 63 hari dengan tingkat kematangan gonad mencapai stadia V dan VI dengan demikian gonad sudah siap untuk menerima rangsangan ovulasi.© Rak cipta milik Institut Pertanian Begor, tahun 2006
Hak Cipta dilindungi
PERKEMBANGAN GONAD lKAN BALASHARK
(Balantiocheilus meianopterus BLEEKER)JOJO SUBAGJA
Tesis
Sebagai salah satu syarat uotuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis
Nama
NRP
Program Studi
Implantasi LHRH-a dengan Kombinasi Oosis 17
a-metiltestos-teron terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark
(BalantiocheiJus melanopterus. Bleeker)
Jojo Subagja
C.151030101
IImu Perairan
Disetujui
Komisi Pembimbing
MセM
u ,-Prof. Dr. Muhammad Zairin Jr., M.Sc.
Ketua
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. Dr. Marc Legendre, Ph.D:
Anggota Anggota
Diketahui,
セ@
Prof. Dr. Ir. nang Harris, MS.
dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains pada
Sekolah Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih dalam percobaan yang dilaksanakan di Instalasi Riset
Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar di Cijeruk-Bogor sejak bulan Juli 2005
sampai dengan Februari 2006 ini adalah perkembangan gonad, dengan judul
Implantasi Hormon LHRH-a dengan Kombinasi Dosis 17a-metiltestosteron
terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus
Bleeker).
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zairin Jr. selaku ketua komisi pembimbing serta
Bapak Dr. Jr. Odang Carman, M.Sc dan Bapak Dr. Marc Legendre, PhD.
sebagai anggota kornisi pembimbing atas segala saran, koreksi dan
bimbingannya,
2. Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Bapak Dr. Indroyono Soesilo,
MSc, APU yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
3. Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bapak Dr. Estu Nugroho,
yang telah memberikan dorongan moril dan bantuan materil hingga penelitian
ini dapat terlaksana,
4. Institut de Recherche pour Ie Developpement (IRD) Perancis untuk Indonesia,
yang telah membantu pembiayaan dan material dalam penelitian ini,
5. Bapak Jaques Slembrouck dan Bapak Dr. Laurent Pauyoud (IRD-Perancis)
dan Bapak Jr. Oman. Komarudin MSc., yang telah memberikan dorongan
moril dalam menyelesaikan sekolah hingga penelitian ini selesai,
6. Istri dan anak-anaku tercinta atas doa-restu serta pengorbanannya.
Semoga amal paik semuanya dapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa, penulis
berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2006
RIWAYATHIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tangga15 Juni 1962 dati
pasangan orang tua ibu Satinah (almh) dan ayah I. Kartaatmadja (aim) sebagai
anak tunggal.
Tahlm 1974 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri Gummgkeling, tabun
] 977 lulus Sekolah Menengah Negeri 1 Kuningan dan tahlm 1981 lulus Sekolah
Peltanian PembangunanJ Sekolah Pertanian Menengab Atas Klmingan,
selanjutnya pada tahlm 1982 penulis diterima bekeIja di Balai Penelitian
Perikanan Darat, Badan Litbang Pertanian sebagai tenaga teknisi, dan taboo 1986
diangkat menjadi pegawai negeri sipil.
Selama menjadi tenaga teknisi, penulis meianjutkan kuliah di Universitas
Pakuan, pada Fakultas Matematika dan IImu Pengetahuan Alam jumsan Biologi,
lulus tahun 1989, dan sejak 1990 penulis diangkat menjadi asisten peneliti muda
di bidang akuakultur. Penulis menikah dengan Mtmiroh dan dikanmiai dua anak
putra yaitu Ardea Kumarasetia, Rafi Maulana Rasad dan seorang putri Rulya
Riszki Ramadina.
Pada tahun 2003, penulis diterima ootuk melanjutkan Program
PascasaIjana IPB, Program Studi Ilmu Perairan dengan minat keahlian
Reproduksi ikan dengan biaya sendiri dan mendapat izin belajar dari Kepala
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPlRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... .
Perumusan dan Pendekatan Masalah ... .
Tujuan dan Manfaat Penelitian ... .
Hipotesis ... .
TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi dan Perkembangan Gonad ... .
Oogenesis dan Vitelogenesis ... .
Analisis Tingkat Kematangan Gonad ... .
Efektivitas Penggunaan Hormon Reproduksi... ... .
Faktor dan Proses Penentu Perkembangan Gonad ... .
BAHAN DAl'l METODE PERCOBAAN
Desain Percobaan ... .
Tempat dan Waktu ... .
Rancangan Percobaan ... .
Bahan dan Metode Percobaan ... .
Persiapan ... .
Pelaksanaan Pemeliharaan ... .
Pengumpulan Data: ... .
Variabel Kerjadan Metode Pengukuran ... .
Analisis Data ... .
HASIL PEMBAHASAN
Hasil ... .
III
IV
V
1
2
4
4
5
5
6
7
8
10
13
13
13
13
14
14
15
15
17
]8
19
Kadar Estradiol Plasma... ... 20
Kadar Testosteron Plasma... ... 20
Perkembangan Diameter Oosit.... ... ... ... 21
Tingkat Kematangan Gonad... 23
Indeks diameter oosit ... ... 25
Indeks gonad somatik dan pertumbuhan... 25
Kualitas Air... 27
Pembahasan.. ... 29
KESIMPULAN DAN SARAN 34 Kesimpulan... 34
Saran... 34
DAFfAR PUSTAKA 35
LAMPlRAN 40
Halaman
1 Kriteria perkembangan gonad ikan betina pada berbagai tingkat 9 kematangan pada pengamatan histologi gonad ... .
2 Perlakuan implant LHRH-a dan metiltestosteron pada berbagai dosis yang 13 dicobakan pada ikan balashark ... .
3 Pelaksanaan waktu pengumpulan data dari masing-masing parameter. . . . .. 16
4 Parameter yang diukur dan alatlcara pengukuran... 18
5 Kisaran kualitas.air kolam selama percobaan... ... 27
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Perubahan konsentrasi estradiol dalam plasma darah ikan balashark 20 setelah diimplant hormon ... .
2 Perubahan konsentrasi testosteron dalam plasma darah ikan balashark 20 setelah diimplant hormon ... .
3 Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan A dan D setiap 22 pengamatan 21 hari ... .
4 Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan B dan C setiap 22 pengamatan 21 hari. ... .
S Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan E dan F setiap 22 pengamatan 21 hari ... .
6a Stadium oosit ikan balashark hasil preparat histologi: (A) stadium II; (B) 24 stadium III dan (C) stadium IV ... .
6b Stadium oosit ikan balashark hasil preparat histologi: (D) stadium V; dan 24 (E) stadium VI ... .
7 Indeks diameter oosit placebo terhadap perlakuan B,C,D, E dan F selama 26 percobaan ... .
8 Perkembangan indeks gonad somatik ... '" . . . . .. . . ... 26
9 Perkembangan hobot badan rata-rata ikan balashark se1ama percobaan... 27
10 Perubahan suhu air kolam harian minimum-maksimum ... ,.;... 28
11 Perubahan curah hujan rata-rata selama percobaan... ... ... 28
Konsentrasi ・ウエイ。、ゥッャMQWセ@ dalam plasma darah ikan balashark (pg/rol) 40 selama percobaan ... .
2 Konsentrasi testosteron dalam plasma darah ikan balashark (ng/rol) 41 selama percobaan ... .
3 Diameter oosit ikan balashark (mm) selama percobaan... 42
4 Indeks diameter oosit ikan balashark semua perlakuan terhadap 43 placebo ... .
5 Indeks gonad somatik (%) ikan balashark selama percobaan... 43
6 Perkembangan bobot tubuh (g) ikan balashark... ... 44
7 Kisaran curah hujan (ml) selama percobaan dan suhu minimum- 45 maksimum ... .
8 Analisis ragam konsentrasi ・ウエイ。、ゥッャMQWセ@ plasma darah ikan balashark 47 selama percobaan
9 Analisis ragam konsentrasi testosteron plasma darah ikan balashark 48 selama percobaan ... .
10 Analisis ragam diameter oosit ikan balashark selama percobaan... 49
11 .Analisis ragam indeks diameter oosit ikan balashark selama percobaan. .... 51
12 Analisis ragam bobot tubuh ikan balashark selama percobaan... ... ... 52
13 A..'lalisis ragam indeks gonad somatik ikan balashark selama percobaan... 53
14 Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan placebo (A) selama 54 percobaan ... .
15 Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100 55 Jlg.+ MT 0 Jlg.kg-1 bobot tubuh (B) selama percobaan_ ... .
16 Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100 56
Jlg.+ MT 25 ilg.kg·1 bobot tubuh (C) seJama percobaan ... .
17 Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100 57 J.lg.+ MT 50 J.lg.kg·l bobot tubuh (D) selama percobaan ... .
18 Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100 58 J.lg.+ MT 75 J.lg.kg·l bobot tubuh (£) selama percobaan ... .
19 Distribusi frekuensi diameter oosit pada perlakuan implant LHRH-a 100 59 Jlg.+ MT 100 J.lg.kg"l bobot tubuh (F) selama percobaan ... .
20 Prosedur analisis hormon ... 60
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus Bleeker) atau populer disebut dengan ikan ridiangus tennasuk jenis ikan hias penghuni· asli atau
"indigenous species" perairan Sumatera dan Kalimantan yang keberadaannya kini
diduga terancam punah, (Dinas Perikanan Jambi 1993). Periode tahun 1980-an
Jambi terkenal sebagai pemasok ikan hias balashark dan botia, tetapi sejak 14
tahun terakhir ini ikan balashark sudah tidak terdaftar sebagai hasil perairan
sungai dari Jambi. Mengingat begitu besar manfaat dari ikan ini bagi sumbangan
devisa yang dihasilkan kelompok ikan hias, maka keberadaannya perlu mendapat
perhatian. Ikan balashark di Perairan Kalimantan diketahui masih ada, akan tetapi
populasinya mendekati kritis, hal tersebut jangan sarnpai tejadi seperti yang telah
menimpa populasi ikan balashark di Jambi dan Sumatera Selatan.
Pelestarian spesies terancam punah memerlukan kerja sarna yang erat
antara pemerintah daerah dengan institusi terkait dalam bidang pelestarian spesies.
Salah satu upaya untuk mempertahankan keberadaan spesies dari kepunahan
adalah melalui konservasi yang dibarengi dengan domestikasi, dengan harapan
. produk yang dihasilkan dari proses domestikasi tersebut ditebar kembali ke alam
(restocking).
Domestikasi ikan melalui aplikasi bioteknologi berupa perlakuan
honnonal dapat digunakan untuk memecahkan masalah ini, karena sudah terbukti
pada beberapa jenis ikan dari perairan umum lainnya Keberhasilan dalam
domestikasi berarti memberikan kesempatan kepada alam untuk melakukan
proses pemulihan kembali, sementara untuk memenuhi kebutuhan pennintaan
pasar dapat dipasok dari hasil budidaya sebagai kelanjutan domestikasi.
Akhir-akhir ini sudah ada pembenih swasta dan institusi pemerintah yang
berhasil dalam pemijahan buatan (artificial induced spawning) ikan balashark, keberhasilannya masih rendah dan hanya berlangsung pada musim tertentu
dengan keadaan demikian permintaan benih masih belum semuanya terpenuhi.
tersebut hanya memijah satu kali dalam satu tahunnya yaitu terjadi pada awal
musim penghujan (Zairin et al. 1996). Proses reproduksi ikan yang berada di habitat alamiah (in-situ) dipengaruhi ッャセィ@ faktor-faktor seperti suhu, curah hujan, perubahan fotoperiodisitas, substrat dap. petrikhor, melalui poros
hipothalamus-hipofisis-gonad akan memicu perkembangan gonad dan pemijahan (Woynarovich
and Hovarth 1980; Crim 1983).
Ikan-ikan yang bam didomestikasi atau barn dibudidayakan (ex-situ)
sinyal lingkungan yang ada tidak sarna dengan di habitat alamiah, sehingga tidak
mampu memicu kelenjar hipofisis オョセ@ mensekresikan GtH-I dan GtH-II dalam
komposisi dan jumlah yang merriadai. keadaan . demikian menghambat
perkembangan reproduksi ikan. (Zairin 2003; Bromage et ai. 1982). Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
perlakuan hormon reproduksi terhadap induk ikan. Pemberian hormon dapat
dilakukan dengan dua cam: yaitu secara akut melalui suntikan hormon. untuk
perlakuan jangka pendek, atau secara セッョゥウ@ melalui implan pelet hormon untuk
perlakuan jangka panjang. Dalam percobaan ini perlakuan hormon diberikan
r
secafa
kronis melalui implantasi, strategi ini diharapkan dapat mempercepat sikluspematangan gonad induk ikan balashark di luar musim, dengan demikian
pemijahannya dapat dilakukan sepanjang tahun.
Perumusan dan Pendekatan Masalah
Pada kondisi alamiah perkembangan gonad ikan sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, seperti suhu, curah hujan, perubahan fotoperiodisitas, substrat
dan petrikhor me1a1ui poros hipothalarnus-hipofisis-gonad yang akan memicu
perkembangan gonad dan pemijahan.
Pada ikan-ikan yang bam didomestikasi atau bam dibudidayakan seperti
ikan balashark ini, perkembangan gonad hingga mencapai kematangan oosit akhir
masih lambat atau tidak komplit, meskipun diberi pakan bermutu serta habitat
yang sesuai. Lambatnya perkembangan gonad diduga terjadi karena ketersediaan
hormon GtH dalam tubuh tidak memadai.
Ada tiga sumber penyebab utama lambat atau tidak komplitnya
3
dengan kondisi alamiah ikan balashark, sehingga sinyallingkungan ya..l1g ada pada
tempat budidaya tidak mampu memicu sistem saraf pusat (kelenjar hipofisis)
untuk mensekresikan GtH-I dan GtH-II dalam komposisi dan jumlah yang
memadai. Keadaan demikian diperlukan untuk proses vitelogenesis dan berlanjut
ke pematangan akhir; 2) Jumlah dan kualitas hormon GtH-I dan GtH-II tidak
serasi atau tidak proporsional dengan potensi perkembangan reproduksi ikan
seperti, umur dan ukuran ikan; 3) Kualitas dan kuantitas nutrisi pakan yang
merupakan komponen utama menjadi pembatas vitelogenesis.
Untuk mengatasi perkembangan gonad dan pematangan oosit tingkat akhir
yang lambat, maka perlu dilakukan suplai hormon dari luar yaitu dengan
memberikan hormon LHRH-a yang dikombinasikan dengan 17a-metiltestosteron,
dengan jalan diimplantasikan agar hormon dilepaskan secara perlahan dan
kontinyu dalam waktu relatif lama Metiltestosteron diberikan secara bertingkat
sesuai dengan potensi reproduksi ikan. Metiltestosteron selain berfungsi sebagai
materi dari sintesis estradiol dan berlanjut vitelogenesis, juga berfungsi dalam
meningkatkan sensitivitas kelenjar hipofisis terhadap stimulasi LHRH, (Zairin.
2003; Lee et al. 1986 dan Nagahama 1987), sedangkan LHRH-a sendiri fungsinya untuk mendorong sekresi gonadotropin (GtH) dari kelenjar hipofisis, diberikan
tetap dengan dosis tertentu untuk menjamin kepastian pematangan oosit.
Keberhasilan pengaruh pemberian hormon terhadap perkembangan kematangan
gonad harusdidukung dengan kondisi lingkungan pemeliharaan dan pemberian
pakan yang memadai (Halver and Hardy 2002).
Perkembangan tingkat kematangan gonad ikan merupakan proses
berkesinambungan antara vitelogenesis dan pematangan akhir oosit. Vitelogenesis
dikendalikan oleh GtH I· dimana metiltestosteron merupakan prekusor utamanya,
pematangan akhir oosit Iebih dikontrol dengan GtH II. Untuk kedua proses
tersebut diperlukan ketersediaan materi pakan yang memadai serta kualitas air
media yang layak. Apabila GtH II tidak segera tersedia dan atau materi pakan
yang diperlukan tidak mencukupi, maka proses pematangan gonad terhenti,
terindikasi dengan adanya oosit atresia Dengan demikian perlakuan hormon
Keterangan:
Y : Tingkat Kematangan gonad
X I I : Ketersediaan honnon (GtH I), untuk: vitelogenesis
X 1 2 LHRH-a untuk: pematangan oosit via GtH
X 2 Umur dan Ukuran ikan
X 3 : Pakan
X 4 : Lingkungan (kualitas air)
Apabila Y= f (Xt t)/ X2, X3, セ@ maka akan terjadi oosit atresia
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Percobaan ini bertujuan untuk: mengetahui pengaruh implantasi honnon
LHRH-a yang dikombinasikan dengan 17a-metiltestosteron terhadap
perkembangan dan tingkat kematangan akhir oosit ikan balashark
(Balantiocheilus melanopterus).
Percobaan ini diharapkan dapat memberikan infonnasi tentang dosis
optimal 17a-metiltestosteron yang dikombinasikan dengan LHRH-a guna
mempercepat kematangan gonad sampai tingkat akhir ikan balashark .di luar
musim, selain itu dapat berperan dalam menyeragamkan pematangan antara
individu betina pada saat musim reproduksi.. Dengan demikian peningkatan
frekuensi pematangan gonad dapat dilakukan sehingga pada akhimya
produktivitas induk meningkat. Teknologi ini dapat digunakan sebagai infonnasi
dasar untuk: jenis ikan lain terutama untuk: ikan-ikan yang bam akan
didomestikasikan.
Hipotesis
Jika pemberian honnon LHRH-a dan 17a-metiltestosteron mampu
mendorong tersedianya estradiol darah, maka vitelogenesis berlangsung kontinyu
dan berlanjut dengan pematangan gonad, sehingga waktu pencapaian kematangan
TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi dan Perkembangan gonad
Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
(1) Pertumbuhan ウッュ。セ@ yaitu pertumbuhan pada jaringan otot, tuIang dan
lain-lain dan (2) Pertumbuhan ァッョ。セ@ yaitu pertumbuhan pada organ seksual (Affandi
dan Tang 2002). Pertumbuhan somatik terjadi apabila terdapat kelebihan energi
setelah energi yang dikonsumsi dikurangi dengan energi yang digunakan untuk
segala kebutuhan hidup termasuk energi yang hilang, baik sebagai feses ataupun
urine. Sebingga pertumbuhan dapat dirumuskan dengan formulasi sebagai berikut:
G)
=
K - (F+U+M)Keterangan :
G1 = pertumbuhan somatik; K = energi yang dikonsumsi; F = energi yang hilang
dalam bentuk feses; U = energi yang hilang dalam bentuk urine; M = energi yang
diperlukan untuk metabolisme.
Pertumbuhan gonad dapat terjadi kalau energi yang ada telah memenuhi
kebutuhan untuk pemcliharaan tubuh dan pertumbuhan somatik.
Sebingga fungsi pertumbuhan gonad dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
GI = pertumbuhan somatik; G2 = pertumbuhan gonad; K = energi yang
dikonsumsi; F
=
energi yang hilang dalam bentuk feses; U = energi yang hilangdalam bentuk urine; M
=
energi yang diperlukan untuk metabolisme.Perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahapan yaitu
pertumbuhan gonad ikan sampai menjadi dewasa kelamin "sexually mature" dan dilanjutkan dengan pematangan gamet. Perkembangan tahap pertama
dimulai setelah ikan mencapai dewasa, dan terns berlangsung selama fungsi
reproduksi berjalan normal.(Lagler 1972; Harvey and Carolsfeld 1993).
Oogenesis dan vitelogenesis
Perkembangan sel telur (oosit) diawali dari germ sei yang terdapat dalam
lamela dan membentuk oogonia Oogonia yang tersebar dalam ovarium
menjalankan suksesi pembelahan mitosis dan ditahan pada dipioten dari profase
miosis pertama. Pada stadia ini oogonia dinyatakan sebagai oosit primer (Harder
1975). Oosit primer kemudian menjalankan masa tumbuh yang meliputi dua fase,
pertama adalah previteiogenesis dimana ukuran oosit membesar akibat
meningkatnya volume sitoplasma, namun belum terjadi akumulasi kuning telur.
Kedua adalah fase viteiogenesis dimana terjadi akumulasi material kuning telur
yang disintesis oleh hati, kemudian dibebaskan ke darah dan dibawa ke dalam
oosit secara mikropinositosis (Zohar 1991; Jalabert dan Zohar 1982).
Oogenesis adalah transformasi oogonia (sel germinal) menjadi oosit (sel
yang lebih kompleks) dimana vitelogenin berakumulasi. Perkembangan awal
folikel dan oosit dipengaruhi oleh gonadotropin pituitary. Pertumbuhan oosit
terjadi karena proliferasi komponen scI dan tidak melibatkan input dari luar sel
oosit. Pada akhir masa pertumbuhan primer, tipe dari oosit teloostei meningkat
100 kali dari ukurdIl awal menjadi 100-200 /lTIl dan disebut dengan oosit
previtellogenik. (Harvey dan Carolsfeld 1993). Proses pertumbuhan primer
berlanjut selama masa bidup ikan dimana oosit previtelogenin ada pada ovari
sepanjang tahun.
Selama periode pertumbuhan sel folikel mengalami deferensiasi menjadi
bentuk glandular granulose. Sel folikel dipisahkan oleh Zona pellucida yang
.
mengandung sejumlah mikrovilli oosit dan dikelilingi oleh sel teka, yang berasal
dari sekeliling jaringan. Lapisan teka ini selanjutnya memainkan peranan dalam perkembangan oosit. Oosit ini muncul mula-mula previtelegonesis, kemudian vitellogenesis (dengan dua tahap penting,- yaitu vitellogenesis endogen dan
vitellogenesis exogen). vitellogenesis endogen atau previtellogenesis berlangsung
mulai dari larva hingga mencapai dewasa kelamin. Vitelogenesis eksogen, yaitu
7
setelah ikan mencapai dewasa, kemudian terus berkembang selama fungsi
reproduksi berjalan normal Sjafei dkk. (1991) Lagler et ale (1972); Harvey dan Carolsfeld (1993). Pada fase tersebut melibatkan pengontrolan hormonal atau
faktor dalam dan lingkungan, adapun faktor lingkungan yang berpengaruh antara
lain fotoperiodisitas, temperatur, pakan, kualitas air dan substrat fetrikhor
(Bromage 1992; Lieberman 1995), serta adanya lawan jenis.
Berdasarkan studi anatomi vitelogenesis endogen diperkirakan telah
terjadi sebelum akumulasi kuning telur dari luar. Sintesa gelembung kuning telur
(yolk vesicle) yang muncul di dalam oosit menjadi alveoli kortikal yang kemudian
menonjol pada waktu pembuahan sebingga tidak diperhitungkan sebagai kuning
telur. Kemungkinan sintesa kuning tclur secara endogen juga terjadi selama fase
vitelogenesis eksogen.
Dalam studi vitelogenesis eksogen, protein khas betina yang secara
immunologi berhubungan dengan protein telur dan dalam kedua kelamin dapat
disamakan estrogen (vitelogenin) terdapat dalam semua ikan. Kebanyakan studi
terhadap induksi vitelogenin berhubungan dengan peran utama estradiol.
Didapatkan beberapa bukti bal1wa estrone juga memegang peran penting
.
dalam. induksi vitelogenium terutama dalam fase awal. Androgen dalam dosis tinggidapat juga menginduksi sintesis vitelogenin.
ADamis Tingkat Kematangan Gonad
Pengetahuan tentang tingkat kematangan gonad sangat penting dan
menunjang keberhasilan dalam pembenihan ikan, karena berkaitan erat dengan
seleksi induk. Menurut Effendi (1997), untuk mengetahui perubahan yang terjadi
pada gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan satuan dari prosentase
bobot gonad per hobot tubuh dan dinyatakan sebagai satuan indeks gonad somatik
(IGS), walaupun demikian nilai IGS saja tidak cukup memberikan informasi
karakteristik aktivitas reproduksi. Pengamatan secara histologi terhadap oosit dan
distribusi ukuran oosit dapat memberikan informasi lebih jelas tingkatan aktivitas
reproduksi.
Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad (TKG)
perkembangan isi gonad. Menurut Kuo et af. (1974), setiap TKG tertentu
menunjukkan nilai kisaran diameter telur tertentu yang terbanyak sehingga nilai
TKG dapat ditentukan dengan melihat ukuran diameter telur di dalam ovarium.
Pembagian tingkatkematangan gonad pada beberapa peneliti tidak sarna,
bergantung kepada jenis ikan yang diteliti serta tujuan evaluasi. Harder (1975);
Chinabut et al. (1991) membagi oosit ke dalam 6 kelas dimana stadia nukleolus
dan perinukleolus dikatagorikan sebagai stadium pertama, dan setiap stadium
dicirikan sebagai mana tercantum dalam Tabel 1.
Efektivit&s Penggunaan Hormon Reproduksi
Telah diketahui bahwa rangsangan lingkungan berperan penting dalam
pengaturan reproduksi pada ikan teleostei (Crim 1982; Lam 1983; Stacey 1984).
Faktor-faktor lingkungan tersebut di antaranya adalah fotoperiod, temperatur,
pakan, kualitas air dan substrat (Bromage 1992; Lieberman 1995). Rangsang
lingkungan memicu sekresi hormon oleh otak dan pituitary yang akan
memadukan aktivitas berbagai organ yang terkait dengan sistem reproduksi
menjadi sebuah respon fisiologi dan biokimia yang terpadu. Kondisi ikan di
dalam wadah budidaya, rangsangan lingkungan yang dibutuhkan tersebut menjadi
sangat langka dan ini menjadi hambatan fisiologi bagi terjadinya proses-proses reproduksi. Pada kondisi demikian pemberian honnon menjadi sangat penting
Ulltuk menerobos hambatan itu (Lam 1983), Iebih spesifik lagi dalam proses
9
Tabel 1 Kriteria perkembangan gonad ikan lele betina pada berbagai tingkatan pada pengamatan histologi gonad (Chinabut et al.1991)
Satadia
I
II
III
IV
V
Kriteria
Oogonia dikelilingi satu lapis sel epitel dengan pewarnaan hematoksilin-eosin plasma berwarna merah ェ。ュ「セ@ dengan inti yang besar di tengah
Oosit berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah besar, inti biro terang dengan pewamaan, dan terletak di tengah sel. Oosit dilapisi oleh satu lapis epitel.
Pada stadium ini berkembang sel folikel dan oosit membesar, provitelin nukleoli mengelilingi epitel.
Euvitelin inti telah berkembang dan berada di sekitar selaput inti. Stadium ini merupakan awal "vitelogenesis" ditandai adanya butir kuning telur, pada sitoplasma. Pada stadium ini oosit dikelilingi oleh dua lapis sel, lapisan dalam adalah
sel"granulosa" dan lapisan luar memanjang dan datar.
Butiran kuning telur bertambah besar dan memenuhi sitoplasma.
VI Inti mengecil dan selaput inti tidak terlihat, inti terletak di tepi.
Sinyal lingkungan diterima oleh sistem syaraf pusat dan diteruskan ke
hipothalamus. Sebagai respon hipothalamus akan melepaskan hormon
gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang kemudian merangsang hipofisa
melepaskan FSH (Follicle Stimulating Hormone) atau GtHl dan LH (Luteinizing
Hormone) atau GtH I serta Luteotropin atau prolaktin yang berperan merangsang . .
aktivitas gonad untuk berkembang (Matty 1985). GtH I mempakan kontrol utama
pada awal siklus reproduksi, sedangkan gonadotropin. yang mengatur reproduksi
dalam pematangan tahap akhir oosit, ovulasi dan spenniasi adalah GtH II, follicle
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) (Zairin 2003). Pada
ikan FSH dikenal dengan gonadotropin I (GtH I) dan LH dikenal dengan
gonadotropin II (GtH II). Swanson (1991) mengemukakan lebih rinei bahwa
peranan GtH I yang disekresikan kelenjar adenohipofise berfungsi dalam proses
vitellogenesis, sedangkan GtH II lebih dominan pada proses pematangan akhir
(Yaron 1995; Nagahama 1983).
Hormon gonadotropin (GtH I) yang dihasilkan oleh hipofisis akan
merangsang sel teka untuk menghasilkan testosteron, selanjutnya pada lapisan
granulose dengan bantuan enzim aromatase akan dikonversi menjadi QWMセ@
menuju hati, melalui reseptor spesifIk di dalam hati disintesis menjadi vitelogenin
yang merupakan bakal kuning telur. Vitellogenin akan dibawa oleh aliran darah
menuju gonad dan secara selektif akan diserap oleh lapisan folikel oosit (Zohar
2001; Nagahama 1983 dan Yaron 1995). akibat menyerap vitellogenin oosit akan
tumbuh membesar sarnpai kemudian berhenti apabila telah mencapai ukuran
maksimum. Pada kondisi demikian dikatakan bahwa oosit telah berada pada fase
dorman dan menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan
(Carorlsfeld 1993). Menurut Khoo dalam Hardjamulia (1987), dalam proses
pematangan oosit, tidak semua oosit yang telah mengalami vitellogenesis dapat
diovulasikan, namun bila keadaan lingkungan tidak mendukung oosit akan
mengalami degradasi atau kegagalan ovulasi, yang dikenal dengan oosit atresia
Proses ini terjadi karena penyerapan materi oosit oleh sel-sel granulosa yang
mengalami hipertrofI (Harvey dan Carolsfeld 1993).
Faktor dan Proses Penentu Perkembangan Gonad.
Umur dan ukuran ikan untuk spesies yang sarna saat pertama kali matang
gonad tidak sarna, perbedaan tersebut diakibatkan adanya perbedaan kondisi
ekologis perairan (Blay and Evenson 1980). Pada spesies ikan yang sarna,
perkembangan oosit dalam ovarium bergantung pada ukuran ikan,. pada ikan yang
berukuran lebjh kecil banyak ditemukan stadium oosit dini dari pada ikan yang
lebih besar (Hardjamulia dick. 1990).
Pada umumnya umur juga berpengaruh pada perkembangan gonad, pada
umumnya ikan jantan matang lebih dulu dibandingkan ikan betina, seperti pada
ikan Pangasius djambal ikan jantan mulai matang pada umur 1 tabun sedangkan
ikan betinanya bam mulai matang gonad pada umur 4 tabun (Legendre et al.
2000).
Pemberian hormon gonadotropin dengan metode implantasi bertujuan
untuk memasok hormon ke dalam tubuh yang dilepaskan secara perlahan atau
sedikit-demi sedikit dalam kurun waktu bingga beberapa minggu, pemberian
hormon cukup hanya satu kali dan gonad sudah berkembang (Zohar 1996).
Percobaan implantasi hormon LHRH-a telah dilakukan pada ikan bandeng (Lee et
11
mempercepat matang gonad dan lebih 60% ikan botia mencapai TKG IV (Subagja
dick. 1997) serta pada ikan Turbot Scopthalmus maximus (Mugnier et al. 2000).
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Cholik et af. (1990), LHRH-a yang
dikombinasikan dengan 17a-Metiltestosteron (MT) diimplantasikan pada ikan
bandeng (Chanos chanos Fork.) memperlihatkan hasil pemijahan paling optimal.
Lee et al. 1986, mengemukakan bahwa hormon 17a-metiltestosteron
dapat memberikan umpan balik positif terhadap hipofisis dalam mensekresikan
gonadotropin. Harvey dan Carosfeld (1993) mengemukakan lebih lanjut bahwa
hormon gonadotropin (GtH I) akan mengkonversi 17 metiltestosteron menjadi di
dalam sel granulosa, kemudian diedarka.ll melalui darnh menuju hati, di dalam hati
17f3-estradiol dengan prosesor melalui prosesor spesifik dirombak menjadi
vitelogenin, dan melalui pembuluh darah dialirkan kembali menuju gonad,
akumulasi vitelogenin menyebabkan oosit tumbuh membesar dan berhenti sampai
oosit mencapai ukuran maksimum.
Estradiol-17f3 adalah estrogen utama pada ikan betina, kadar estradiol-17f3
yang tinggi dalam darah merupakan umpan balik yang positif terhadap
hipothalamus berperan dalam mensekresikall GtH. Siklus hormonal terus berjalan
di dalam tubuh ikan selama terjadinya proses vitelogenesis (Nagahama 1983 dan
Yaron 1995).
Hasil penelitian Haasin et al. (1991) bahwa konsentrasi estradiol dalam
plasma darah tinggi, diindikasikan juga dengan peningkatan konsentrasi
vitellogenin darah. Beberapa hasil penelitian untuk melihat hubungan tersebut
telah dilakukan pada ikan trout, Salmo frutta dan rainbow trout Salmo gairdneri
Striped bass Morone sexatilis dan Clarias macrocepalus. Sintesis vitelogenin
dalam hati sangat dipengaruhi oleh kandungan estradio'l 17-f3 yang merupakan
stimulator dalam biosintesis vitelogenin, selain itu dipengaruhi juga oleh androgen
(testosteron) yang ada dalam tubuh ikan dan mungkin karena perubahan menjadi
estrogen dengan adanya enzim aromatase (Yaron 1995), hasil penelitian lebih
lanjut memperlihatkan bahwa pola kandungan estradiol sinergi dengan
Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad,
khususnya ovarium, karena proses vitellogenesis (akumulasi vitelogenin dalam
telur) membutuhkan nutrien. Selain itu pakan yang berkualitas juga akan
berpengaruh terhadap fekunditas dan kualitas telur. Pertumbuhan dan pematangan
gonad terjadi bila terdapat kelebihan energi yang diperoleh dari makanan untuk
pemeliharaan tubuh (Elliot 1979). Apabila kekurangan energi dapat meningkatkan
oosit atresia· (Harvey and Carosfeld 1993). Halver dan Hardy (2002)
mengemukakan bahwa metabolisme protein berbeda pada ikan yang sedang
berkembang gonadnya dibandingkan dengan ikan yang hanya sedang tumbuh.
Pada tahap perkembangan gonad diperlukan banyak energi dan asam amino.
Banyak asam amino yang diperlukan untuk pematangan gonad diambil dari
cadangan yang ada di otot putih dan tcrsedia sebagai hasil degradasi protein.
Menurut Tang dan Affandi (2002), peran pakan sangat mempengaruhi
fungsi endokrin secara normal. Tingkatan pakan nampaknya mempengaruhi
sintesa maupun pelepasan hormon dan kelenjar-kelenjar endokrin. Pertumbuhan
dan perkembangan organ reproduksi dihambat oleh kekurangan pakan tanpa
membedakan apakah karena tingkatan rendah energi, protein, mineral atau
vitamin.
Menurut Lagler (1972), perubahan temperatur dapat merangsang tingkah
laku memijah. Temperatur secara langsung dapat menstimulasi kelenjar endokrin
untuk mengarahkan ovulasi. Hasil penelitian (Yamamoto et al. 1966) dilaporkan bahwa ikan mas yang dipelihara pada cahaya alami dan suhu kurang dari 14°C,
vitelogenesis berkembang tetapi tidak mengalami ovulasi, sedangkan peningkatan
suhu air menjadi 20°C dapat memacu ovulasi.
Kualitas air lainnya yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan induk
ikan adalah kandungan oksigen terlarut, kandungan oksigen terlarut minimal 3
ppm. Suhenda dkk. (1990) melaporkan bahwa calon induk ikan mas yang dipelihara dalam sistem air resirkulasi, gonadnya dapat berkembang dan siap pijah
pada kondisi oksigen terlarut minimal 4,5 ppm, serta pada kisaran suhu 270
BAHAN DAN METODE PERCOBAA.N
Desain Percobaan
Tempat dan waktu .
Pereobaan dilakukan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air
Tawar Cijeruk. Seluruh kegiatan dimulai dari Bulan Juli 2005 sampai dengan
Februari 2006 yang meliputi persiapan dan pelaksanaan pereobaan. Analisis
hormon dilakukan di Laboratorium Radio Immuno Assay (RIA) Balai Penelitian
Ternak Ciawi, Bogor. Pembuatan preparat histologi dilakukan Laboratorium
Biologi VI Depok.
Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam pereobaan ini adalah metode eksperimental
lapang yaitu melakukan pereobaan dengan menerapkan penggabungan
LHRH-analog (LHRH-a) dengan 17a-metiltestosteron (MT). Dosis LHRH-a diberikan
tetap yaitu 100 セァNォァMャ@ bobot badan, sedangkan MT diberikan bertingkat yaitu 0;
25; 50; 75 dan 100 セァNォァMャ@ bobot badan, serta placebo yaitu tanpa LHRH-a dan
MT, dengan demikian metode pereobaan menggunakan rancangan aeak lengkap
(RAJ.). Keenam perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan· individu, ke 6
perlakuan tertera dalam Tabel 2.
Tabel 2 Perlakuan implan LHRH-a dan metiltestosteron pada berbagai dosis yang dieobakan pada ikan balashark.
Perlakuan
A
B
C D
E F
Dosis hormon セァNォァMi@ LHRH-analog
o
100 100 100 100 100
Metiltestosteron
o
Bahan dan Metode Percobaan
Persiapan Percobaan
a. Persiapan wadah pemeliharaan
Sebelum percobaan dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
wadah pemeliharaan ikan uji berupa jaring polietelin sebanyak 6 buah, dengan
ukuran masing-masing panjang 2m x lebar 2m x tinggi 1,2 m dilengkapi dengan
penutup, jaring ditempatkan pada kerangka bambu berbentuk empat persegi
panjang yang dirancang khusus, ditempatkan di kolam tanah luas 250 m2 dengan
kedalaman air 80 cm dan mendapat pasokan air dari sungai, penempatan wadah
perlakuan ditentukan secara acak.
b. Persiapan ikan uji
Ikan yang digunakan dalam percobaan ini adalah induk betina balashark
yang belum pernah memijah (dedara), berukuran bobot 150-300 gram diperoleh
dari petani pembesar di Tulungagung Jawa Timur berasal dari satu kelompok
pemijahan, diperkirakan ikan sudah mencapai umur 2,5 tabun. Jumlah ikan yang
dipergunakan sebanyak 42 ekor (7 ekor setiap wadah), terdiri dari masing-masing
3 ekor per wadah untuk pengamatan perkembangan gonad (total 18 ekor) dan 4
ekor untuk keper)uan sampel histologi (total 24 ekor) yang dianibil 1 ekor dari
masing-masing perlakuan pada pengamatan bari ke 21, 42, 63 dan 84). Untuk
memudahkan pengontrolan, setiap ikan uji ditandai dengan "Stream Tagging"
yang diikatkan pada pangkal sirip punggung.
c. Persiapan honnon
Honnon yang digunakan ialah LHRH-a
[pGlu-His-Trip-Ser-Tyr-Gly-Leu-Arg-Pro-Gly-Nh2] produk SIGMA Chemical CO, dan 17a-metiltestosteron
produk Argent Laboratories Inc., honnon tersebut diberikan dengan teknik
implantasi secara intramuskular, yang dicampur dengan kholesterol sebagai
pengikat dan dikemas dalam bentuk pelet, sedangkan pada placebo pelet implan
tanpa diberikan hormon. Cara pembuatan i>elet berhonnon mengacu metode yang
15
(anastesi ikan); larutan Bouin's untuk pengawetan sementara ovari dan larutan
Serra untuk melihat posisi inti telur.
Pelaksanaan Pemeliharaan
Pemeliharaan ikan uji dilaksanakan selama 84 hari. Kegiatan yang
dilakukan selama pemeliharaan meliputi:
a. Pemberian pelet berhormon
Pemberian pelet berhormon dan placebo (implantasi) dilakukan pada awal
percobaan kepada semua ikan uji yang sudah diketahui hobot badannya
disesuaikan dengan dosis perlakuan, sebelum dilakukan implantasi ikan uji dibius
terlebih dahulu menggunakan 2Phenoxy-etanol dengan konsentrasi 0,3 ml.L-1 air,
setelah ikan pinsan implantasi dilakukan pada bagian belakang sirip punggung
menggunakan jarum "implanter" bagian tubuh bekas luka jarum diolesi antibiotik
guna mencegah terjadinya infeksi.
b. Pemberian pakan
Selama pemeliharaan ikan uji diberi pelet komersial dengan kandungan
protein 35-37%; lemak 6-7%; abu 6-8%; serat kasar 3-5% dan kadar air 10-12% .
. Ransum harlan ditetapkan sebanya1c 4% dari total biomas per hari. jumlah pakan
disesuaikan setelah dilakukan penimbangan bobot yang dilakukan setiap 21 hari,
dengan frekuensi pemberian dua kali sehari yakni pk. 8.00 dan pk. 16.00.
c. Pengukuran kualitas air
Pengukuran kualitas air meliputi pengukuran oksigen terlarut (DO meter),
pH (PH meter), ammonia (spektrofotometer), suhu air (termometer
minimum-maksimum), alkalinitas HエゥセゥI@ dan curah hujan (tabung curah hujan). Percobaan
ini dilakukan pada kisaran kondisi lingkungan sebagai berikut: Suhu air: 24,5
-29,5 °C; Oksigen terlarut: 3,93 - 9,72 ppm; pH: 7,0; C02: 5,44 - 9,72 ppm;
ammonia: 0,016 - 0,032 ppm.
Pengumpulan Data
Pengamatan reguler untuk melihat respon ikan uji terhadap perlakuan
dari setiap periode pengamatan adalah: diameter telur; bobot ikan, bobot gonad
dan kualitas air media, sedangkan plasma darah diambil pada hari ke 21, 42 dan
63. Suhu minimum-maksimum air media dan curah hujan diamati setiap hari
selama percobaan berlangsung.
Pengambilan contoh oosit dilakukan dengan menggunakan kateter plastik
bergaris tengah 2 mm, oosit minimal 50 butir diukur di bawah mikroskop yang
dilengkapi dengan mikrometer okuler, sebaran frekuensi diameter oosit kemudian
ditabulasikan, seperti yang dilakukan (Legendre et al. 2000), Perubahan telur diukur berdasarkan nilai "indeks diameter", dengan perhitungan sebagai berikut:
Indeks diameter oosit adalah diameter oosit rataan perlakuan pada t tertentu dibagi
diameter oosit rataan placebo pada t tertentu. Bersamaan dengan kanulasi,
dilakukan juga penimbangan bobot ikan menggunakan timbangan dengan
ketelitian 1 g.
Pengambilan darah sebanyak 1-1,5 ml dari 3 ekor setiap perlakuan, menggunakan spuit volume 2,5· ml berheparin, darah disentrifusi dengan kecepatan 3000 rpm selama 2-4 menit. Plasma darah (supernatan) diambil dan disimpan pada suhu minus 20°C, sambil menunggu pengukuran dengan RIA,
(Zanuy et aI. 1999).
Konsentrasi estradiol -17P (E2) dan testosteron
(n
dalam plasma diukurmenggunakan kit COAT-A-COUNT E2 dan T buatan DPC (Diagnostic Product
Corporation) Los Angeles USA, pengukuran dilakukan secara kuantitatif dan
menggunakan zat radioaktif 1251.
Tabel.3 Pelaksanaan waktu pengumpulan data dari masing-masing parameter semua perlakuan
Variabel Hari
1 21 42 63 84
Konsentrasi hormon estradiol v v v
Konsentrasi hormon testosteron v v v
Diameter telur v v v v v
Posisi inti oosit v v v v v
Indeks gonado somatik v v v v
Histologi gonad v v v
Bobotikan v v v v v
17
Variabel Kerja dan metode pengukuran
VariabeJ yang diamati dalam percobaan ini adalah: diameter telur; kadar
estradiol, testosteron plasma darah; bobot gonad dan bobot tubuh; serta kualitas
air media pemeliharaan sebagai data penunjang. Variabel kerja yang diukur terdiri dari:
I. Kematangan gonad
Perkembangan telur diukur berdasarkan kriteria sebaran distribusi
diameter telur dari jumlah contoh yang diambil menggunakan kateter, pengamatan
secara kualitatif dilihat pula mode (nilai median) dari sebaran tersebut. Sedangkan
untuk menentukan tingkat kematangall telur (TKT) ditentukan berdasarkan
kriteria pergeseran posisi inti telur setelah dimasukkan dalam larutan Serra,
dihitung berdasarkan kriteria sebagai berikut
TKT fase vitelogenik = Jumlah telur dengan inti di tengah x 100%
Jumlah telur yang diamati
TKT fase awal matang = Jumlah telur dengan inti tidak di tengah x 100%
Jumlah telur yang diamati
TKT fase matang = Jumlah telur dengan inti yang melebur x 100%
Jumlah telur yang diamati
Untuk mengetahui kematangan gonad dievaluasi tentang indeks gonad
somatik (IGS), dengan formulasi sebagai berikut (Crim dan Glebe, 1990):
." ,. IGS = Bohot gonad / hobot tubuh x 100 %
Ukuran rataan diameter oosit( oositltelur), dihitung berdasarkan nilai
geometrik mode dari ukuran diameter oosit.
Tingkat perubahan telur diukur berdasarkan perhitungan berikut ini:
Diameter oosit rataan pada t tertentu
Indeks diameter oosit =
2. Pertumbuhan sesaat
Pertumbuhan sesaat individu dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
.\ Growth: Wt= Wo.E -gt
Metode Pengukuran
Pengukuran terhadap parameter, dan alatlcara pengukuran adalah sebagai
[image:31.598.100.467.268.464.2]berikut:
TabeL 4. Parameter yang diukur dan cara pengukuran
No. Parameter Alatl Cara Pengukuran
1
2
3
4
5
6
7 8
Profil hormon Estradiol
Radioimmunoassay (RIA)
dan Testosteron
Diameter telur
Bobotikan Oksigen terlarut SuhuAir pH
Ammoniak
Alkalinitas
Mikroskop binokuler yang dilengkapi mikrometer Timbangan elektronik d= 1 g
DO meter
Termometer Mini-Maxi pH meter
Spectrophotometer Titrasi jingga metil
Analisis Data
Data konsentrasi E2, T, diameter oosit dan indeks diameter oosit dari
setiap pengamatan dituangkan dalam bentuk grafik,. sehingga akan terlihat
perubahannya. Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap parameter tersebut dilakukan analisis statistik dengan uji ANOV A yang sebelumnya data diuji
homogenitasnya, bila hasil uji terdapat perbedaan maka dilakukan uji lanjutan
Tukey's, data diolah menggunakan paket program MINITAB. Sementara untuk
melihat tingkat perkembangan gonad induk balashark pada setiap perlakuan dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kadar Estradiol Plasma
HasH percobaan menunjukkan 「。ィキセ@ konsentrasi E2 di dalam darah
setelah perlakuan mengalami fluktuasi tertera dalam Gambar 1. Konsentrasi E2
pada pengamatan hari ke 21 berada pada kisaran 4,16 dan 134,85 pg/ml, analisis
statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05). Pada pengamatan hari ke
42 kecuali perlakuan A mengalami peningkatan dengan nilai kisaran 50,89 dan
742,42 pg/ml, analisis statistik menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05),
perlakuan F memperlihatkan nilai rata-rata konsentrasi tertinggi yaitu 742,42
pg/mI, diikuti dengan perlakuan B dengan konsentrasi 271,31 pg/ml, sedangkan
perlakuan A, C, D dan E berada pada kisaran 50,89 dan 153,13 pg/ml.
Pengamatan hari ke 63 perlakuan C dan F konsentrasi E2 mengalami penurunan,
sementara perlakuan lainnya terus meningkat, analisis statistik menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05), perlakuan A memperlihatkan konsentrasi tertinggi
dengan nilai rata-rata 783,50 pg/ml dan perlakuan B mencapai 301,58 pg/ml,
sedangkan perlakuan C,D,E dan F berada pada kisaran 15,90 dan 248,0 pg/ml.
Kadar Testosteron Plasma .
Kadar testosteron dalam plasma darah setelah ikan mendapat perlakuan
menunjukkan nilai konsentrasi yang berfluktuasi tertera dalam Gambar 2. Pada
pengamatan hari ke 21 konsentrasi tertinngi testosteron dicapai perlakuan A
dengan nilai 306,98 ng/mI, perlakuan B, C, D, E dan F berada pada kisaran 59,31
dan 252,66 ng/ml, hasil analisis statistik tidak menunjukkan perbeda.an nyata
(P>O,05). Pengamatan hari ke 42 perlakuan A, B, C, D, dan E konsentrasi
testosteron rata-rata mengalami penurunan berada pada kisaran 38,59 dan 181,99
ng/ml, sedangkan perlakuan F mengalami peningkatan, hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05), nilai rata-rata tertinggi yaitu 390 ng/ml
dicapai perlakuan F. Pada pengamatan hari ke 63 perlakuan F sedikit mengalami
penurunan dari ウ・「・ャオュョケセ@ sementara nilai konsentrasi testosteron dalam plasma
ng/ml, meskipun demikian hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan nyata
(P<0,05), perlakuan F memperlihatkan nilai konsentrasi T dalam plasma tertinggi
yaitu sebesar 305,69 ng/ml
1300 1200 1100
セ@ 1000
C, 900
S 800
セ@ 700 ·iii 600 セ@c 500
3l 400
c
SPPゥ・[セセセセセセセセセセセセセセセセセセセセセZZA@
セ@ 200 100
o
21 42 63
Waktu pengamatan hari ke
: _ A ___ B -+-C -+-D セe@ ___ F i
L ______ _
[image:33.595.118.472.153.365.2] [image:33.595.93.475.443.690.2]Gambar 1. Perubahan konsentrasi E2 di dalam darah ikan balashark setelah diimplant hormon.
...
500
450
セ@
400c ';;' 350
o
.m
300Ul
*
250セ@ 200
·iii
IU 150
.b
c:
G>
100
Ul c:
0
セ@ 50
0
21 42 63
Waktu pengamatan hari ke
- - -- - -
-_ A -_-_-_ B -+- C -+- D
-':-E-':;::-F
1L __________________________________ _
21
Perkembangan diameter oosit
Pada periode awal pengamatan ovarium, ukuran oosit ikan balashark
masih seragam dengan ukuran diameter ± 0,6 mm, kemudian berkembang sesuai
dengan perlakuan hormon yang diberikan.
Perkembangan rata-rata diameter oosit pada induk ikan balashark tanpa
hormon (placebo) mengikuti pola linier dengan persamaan.y = 0, 1332x - 0,0593;
oosit berkembang mulai dari rata-rata diameter 0.1 mm dan pada akhir penelitian
(hari ke 84) mencapai 0,67 mm. Pola perkembangan yang sarna terjadi pada
perlakuan D dengan persarnaan Y = 0,0474x
+
0,0282, oosit mulai berkembangdari rata-rata 0,07 mm di awal penelitian dan menjadi 0,27 mm pada hari ke 84.
Perkembangan oosit selama penelitian pada perlakuan A dan D tertera pada
Gambar 3 serta distribusi frekuensi oosit tertera dalam Lampiran 14 - 19.
Perkembangan rata-rata diameter oosit pada B, mengikuti pola polinomial
(kubik) dengan persarnaan Y = 0,0836x3 - 0,7098x2
+
1,7396x - 0,6196. Oositbetkembang mulai dari rata-rata diameter 0,47 mm pada awal dan mencapai dua
titik maksimum yaitu hari ke 21 dan hari ke 84 dengan nilai rata-rata diameter
oosit ma.,ing-masing 0,76 mm dan 0,77 mm, sedangkan hari ke 42 oosit
mengalami penurunan sampai dengan 0,36 mm, mulai mening.1(at kembali pada
hari ke 63 menjadi OAO mm Gambar 4. Pola perkembangan rata-rata oosit seperti
perlakuan B terjadi pada perlakuan C, E dan F dengan persamaan masing-masing
yaitu; Y = 0,0211x3 - 0,2226x2
+
0,6424x - 0,0771; Y = 0,0765x3 - PLVTRRセ@+
1,6251x - 0,8936 dan Y
=
0,6183x3 -1,4224x2+
3,3689x -1,4152.Perlakuan E dan F terdapat dua puncak rata-rata diameter oosit yaitu
terjadi pada hari ke 21 dengan diameter masing-masing 0,51 dan 1,04 mm, dan
yang ke dua terjadi pada hari ke 84 dengan diameter masing-masing 0,71 mm dan
0,89 mm (Gambar 5), sedangkan pada perlakuan C puncak maksimal hanya
terjadi pada hari ke 21 dengan rata-rata diameter 0,5 mm, kemudian terus
,;';;:;;;"---
-I
E 1,2
.§. 1,0
セ@ 0,8
III 0,6
y = 0,1332>< - 0,0593
R' =0,9569
!
0,4is 0,2l-_ ... セNZLNNZ[MMセ@
0,0
o 21 42 63
PerlalwanD
r
--- --- -
-.---1,2
y セ@ 0,0474x + 0,0282
rRセ@ 0,9811 j \,0
i 0,8
8 0,6
セ@ 0,4
セ@ セセセセセセZZZZェエZZZZセZZ]]セ@
is 0,0"
o
Period. Pengam atan
Gambar 3, Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan A dan D setiap
pengamatan 21 hari.
PIJI<Ka1B i PerlakUlll C
I
セQR「ᄋセMッァ@
;W
=, iセオ@ i
セqLV@ .," ' ' ' . ,.,' i
, i ! 0 , 4 " •• セ@ i.
<I> 0,2 ,
セm@ !
Ci 0 21 42 63 84!
e Y =0,021tr-0.2226,t +0.6424x - 0.0171
1
ァセス@
.1
rBoセW@
!
tI&1t····1
0.0 + - - - . . . - - - - . - - - . - - -t-!
·
a
0 21 42 63 84 iPericxle PerijarBal ! Periode Pqarmtan
_. - _ . , _ . - - - -MMMセ@
Gambar 4, Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan B dan C setiap pengamatan 21 hari.
"e-1,2 ,E,1,0 :;; 0,8
go,6
セdLT@
y= o,Wf1!yj -0,64'l/i + 1,6251x· 0,8936 R'·O,1lO87
:0,2 "
ゥUPLoエMMMMセMM
o 21
PerlaklBlF
e
12!. 1
·ti 0.8 セ@
g 0,6
y =0:683,(' - t4224x' +3.3689x - 141521
R2 =0.975
J
0.4! 0.2 I
o 0 KMMMセMMセMMセMセ@ i
o セ@ G セ@ セゥ@
Periode Perganatlrl
Gambar 5. Perkembangan diameter oosit ikan balashark perlakuan E dan F setiap pengamatan 21 hari.
Dari hasil analisis varIan pengaruh perlakuan dan waktulperiode
pengamatan terhadap diameter oosit terdapat perbedaan nyata (P<O,05), namun
tidak ada interaksi di antara keduanya. Analisis statistik pengaruh level perlakuan
[image:35.595.104.497.68.190.2] [image:35.595.110.499.254.384.2] [image:35.595.95.498.442.572.2]23
menunjukkan bahwa perlakuan F menghasilkan nilai rata-rata tertinggi yaitu 0,62
mm, diikuti perlakuan B dengan nilai 0,55 mm sedangkan perlakuan lainnya
<0,36 mm. Analisis statistik pengaruh waktu pengamatan terhadap diameter oosit
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Hasil uji lebih lanjut menunjukkan
bahwa waktu pengamatan hari ke 21 dan ke 84 menghasilkan nilai maksimum
dengan nilai berturut-turut 0,51 dan 0,58 mm.
Tingkat kematangan gonad
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopik yang dilakukan pada
awal penelitian sampai dengan hari ke 84 terhadap diameter oosit dan preparasi
hasil histologi, tingkat kematangan oosit ikan balashark diperoleh 5 tingkatl
stadium mengacu kepada Harder (1975), Chinabut, Limsuwan dan Kitsawat
(1991). Pada awal penelitian rata-rata ikan uji berada pada stadium IT, dimana
secara mikroskopis ukuran diameter oosit berkisar 0,09 - 0,14 mm dan hasil
pengamatan histologi di dalam gonad tersebut diperoleh oosit berbentuk heksa
gonal dengan dinding oosit relatif tebal dengan pewarnaan HE berwarna
ke-unguan, inti tampak besar (Gambar 6.a).
Pada pengamatan hari ke 21 pada perla.1ruan B dan F didominasi oosit
stadium matang, dengan kisara... diameter oosit antara 0,9" - ],2 mm, dari
pengamatan preparat histologi tampak oosit membulat dan berwarna merah
muda-terang ada beberapa inti sudah mulai migrasi, dinding oosit menipis Gambar 6b:D
dan E. Pada perlakuan F clidominasi oleh stadium V· dan VI dengan kisaran
diameter oosit 1,1 - 1,2 mm, ada beberapa oosit yang mengalami atresia.(Gambar
6b.E). Pada perlakuan A dan D didominasi oleh stadium IT dan ITI (Gambar 6a: A
dan B) hampir tidak ada peningkatan dibandingkan dengan waktu awal penelitian.
Perlakuan C, dan E didominasi oleh stadium III dan IV, pada perlakuan ini oosit
tampak bam mencapai fase vitelogenesis dimana ditandai pada sitoplasma banyak
butir (droplet) vitelogenin terakumulasi ke dalam inti.
Pengamatan preparat histologi pada hari ke 43 dan 64 menunjukkan hasil
bahwa semua perlakuan berada pada stadium II dan III. Secara keseluruhan
tingkat kematangan mengalami penurunan. Pengamatan hari ke 84, perlakuan B,
perlakuan C didominasi oleh stadium III, dan perlakuan A ditemukan yang sudah
mencapai stadium IV. Hasil pengukuran diameter oosit pada stadium ini diperoleh
kisaran 0,08 - 0,1 mm
[image:37.597.109.506.136.291.2]Gambar 6a. Stadium oosit ikan balashark hasil preparat histologi; A: Stadium II, oosit mulai berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah besar, inti ungu terang dengan pewamaan, dan terletak di tengah sel, oosit dilapisi oleh satu lapis epitel (d). B: Stadium III, pada stadium ini berkembang sel folikel dan oosit membesar, provitelin (pv) nukleoli mengelilingi epitel. diameter oosit berkisar 0,09 - 0,2 mm. C: Stadium IV, euvitelin inti telah berkembang dan berada di sekitar selaput inti. Stadium ini merupakan awal "vitelogenesis" ditandai adanya butir kuning oosit, pada sitoplasma (a) oosit dikelilingi oleh dua lapis sel (b), lapisan dalam adalah sel "granulosa", lapisan luar memanjang dan datar, diameter oosit antara 0.8 -1,1 mm.
Gambar 6 b. Stadium oosit ikan balashark hasil preparat histologi; D: Stadium V, butiran kuning oosit bertambah besar dan memenuhi sitoplasma (a), diameter oosit antara 0,9 - 1,2 mm. E:Stadium VI, inti mengecil dan selaput inti tidak terlihat, inti terletak di tepi, ada sebagian oosit yang mengalami hipertrofi
[image:37.597.169.453.454.602.2]25
Pengamatan posisi inti setelah oosit dimasukkan ke dalam Serra, semua
oosit dari setiap perlakuan dan waktu pengamatan berada pada posisi inti di
tengah (central).
Indeks diameter oosit
Hasil yang diperoleh menunjukkan perbandingan diameter oosit antara
induk yang mendapat perlakuan ·implan hormon dengan placebo pada waktu
tertentu dan diperoleh suatu indeks, perkembangan indeks oosit sesuai waktu
pengamatan tertera pada Gambar 7. Uji statistik indeks oosit pengaruh perlalruan
terhadap waktu percobaan menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05), perlakuan F
memperlihatkan nilai indeks rata-rata tertinggi yaitu 2,909 diikuti oleh perlakuan
B dengan nilai indeks rata-rata 2,323 sementara perlakuan lainnya berada pada
kisaran 0,56 dan 1,63.(Lampiran 12) Sementara uji statistik indeks oosit pengaruh
waktu pengamatan terhadap perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata
(P<0.001), waktu pengamatan hari ke 21 meperlihatkan nilai indeks rata-rata
tertinggi yaitu 3,395 diikuti waktu awal pengamatan dengan indeks rata-rata
sebesar 2,821, sementara waktu pengamatan hari ke 42, 63 dan 84 berada pada
kisaran 0,54 dan 1,09.
Indeks gonad somatik dan pertumbuhan
Indeks gonad somatik (IGS) selama percobaan dituangkan dalam Gambar 8. Pada
pengamatan awal penelitian IGS ikan uji rata-rata barn mencapai 1,41 %, dengan
kisaran 0,54 - 2,25%. Pada pengamatan hari ke 21 rata-rata mencapai 8,03% perlakuan F menunjukkan nilai tertinggi yaitu 16,90%, diikuti perlakuan B yaitu
13,48%, dan terendah pada perlakuan D yaitu sebesar 0,63%, sementara perlakuan
A,C dan E berada pada ォゥウセ@ 1,32 dan 7,91 %. Pada pengamatan hari ke 42
rata-rata IGS menjadi 2,40%, hampir semua perlakuan mengalami penurunan kecuali
perlakuan A dan D sedikit mengalami peningkatan dengan nilai IGS berturut-turut
1,81 dan 0,86%, sementara perlakuan B, C, E dan F berturut-turut menjadi
4,90%; 3,24%; 2,37% dan 1,42 %. Pada akhir penelitian yaitu hari ke 84 rata-rata
IGS menjadi 6,99%, kecuali perlakuan C semua perlakuan mengalami
11,12% diikuti perlakuan B yaitu 10,48%, sementara perlakuan lainnya berada
pada kisaran 2,74 dan 9,12%
6,5 6,0
f
5,5 5,0 4,5 ... 4,0Nセ@
.B
3,5t セ@ 3,0
i:I -a 2,5
16 2,0
セ@ 1,5
セ@ 1,0 ] 0,5
o 21 42 63 84
Waktu Pengamatan (hari)
r-
--i ___ B - . - C MKMdセe@ ___ F _ A i
lGセ@ ⦅セ⦅@ セ@___ セセ⦅セ@ ⦅セ@ ___ セセセセセ⦅セ@ ___ セセj@
セセセセ@
Gambar 7. Indeks diameter oosit placebo (A) terhadap perlakuan B,C,D,E dan F selama 84 hari pengamatan
18,0
16,0
14,0
12,0
,.-...
セ@
セ@ 10,0
rJ)
8,0
S2
6,0
4,0
2,0
0 21 42 84
Hari pengamatan
I セa@ BZ[GZbセMセc@
=+-
D - . - E セf@ Il________________ ________ _ _I
Gambar 8. Perkembangan Indeks gonado somatik (%) ikan balashark selama percobaan
Perubahan bobot ikan balashark selama percobaan tertera dalam Gambar
9. Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap bobot ikan tidak
memperlihatkan perbedaan, hampir semua ikan uji tidak mengalami kenaikan
bobot badan secara nyata, akan tetapi ada beberapa individu dari perlakuan
[image:39.595.115.490.129.307.2] [image:39.595.124.474.390.589.2]325
300
275
エ]]]]]]]セセMMM]]]M]]]]Z[i[[ZZZコセ]]Zエ@
175
150
QRUKMMMMMMMMMMMセMMMMMMMMMMセMMMMMMMMMMMKMMMMMMMMMMセ@
o 21 42
Periode pengamatan
... Rata-rata B ...- Rata-rata E
63
- - . - Rata-rata C ... Rata-rata F
84
27
Gambar 9. Perkembangan bobot badan rata-rata ikan balashark semua perlakuan selama percobaan.
Kualitas air
Data kualitas aIr secara deskriptif tertera dalam Tabel 3. Parameter
kualitas air masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan ikan induk balashark
yang dipelihara di kolam.
Tabel 5. Kisaran kualitas air kolam selama penelitian di Instalasi Riset Plasma
Nutfah Perikanan air Tawar Cijeruk.
Parameter Kualitas Air
Suhu air (OC)
pH
Oksigen terlarut (ppm) CO2 (ppm)
NRt (ppm) Konduktiviti (Ils)
Kisaran
24,5 - 29,5
7,0 3,93 - 9,72
5,44 - 9,72 0,016 - 0,032 102,4 - 120,8
[image:40.595.124.492.98.305.2]32,0
G
2- 30,0 E ;::l
.§ 28,0
Vl
-a
E
8
26,0;::l
E
:5
24,0E ...
'0;)
;::l
22,0 .<::
;::l [fJ
20,0
+----..
•
•
•
... Rata-rata minimum
-+-
Rata-rata maksimum...
Agustus September Oktober Nopember Desember
Perubahan suhu selama penelitian (Th 2005)
Gambar 10. Perubahan suhu harian minimum maksimum kolam pemeliharaan induk ikan balashark di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk.
[image:41.597.133.472.82.274.2]Data jumlah curah hujan selama penelitian berlangsung tertera dalam
Gambar 11.
3000
_ 2500 s::::
CIS
:e
2000E E
; 1500
[image:41.597.85.479.418.656.2]CIS
...
:::l セ@ 1000I!
:::l
U 500
o
.JmICH
II Hari Hujan
Agustus September Oktober Nopember Desember
Bulan Pengamatan pada tahun 2005
29
Pembahasan
E2 merupakan steroid yang sangat penting pada ikan betina yang sedang
mengalami vitelogenesis, prosesnya diatur oleh gonadotropin (Nagahama, 1987).
Proses perkembangan dan pematangan gonad diprediksi melalui sintesis
testosteron dan E2 dalam plasma, oleh sebab itu konsentrasi steroid dapat
digunakan sebagai indikator aktivitas dan kematangan gonad (Zairin et oJ. 1992).
Zairin et
oZ.
(1997) melaporkan bahwa konsentrasi E2 pada ikan balashark mengambark3J."l kondisi perkembangan oosit ikan tersebut.Seperti terlihat pada Gambar 1 dari hasil percobaan ini, pengamatan hari
ke 21 konsentrasi E2 mencapai Ililai kisaran 5 - 100 pg/ml, hal ini diduga ballwa
E2 sudah dikonversi menjadi vitelogenin yang menyebabkan oosit berkembang,
dan terbukti pada 21 hari setelah pemberian hormon diameter oosit semua
perlakuan dalam kondisi meningkat.
Pengamatan hari ke 42 setelah implantasi, konsentrasi E2 meningkat pada
perlakuan F dibandingkan dengan perlakuan lainnya, diduga ada hubungannya
dengan dosis MT yang paling tinggi. Pada kondisi alamiah LHRH merangsang
hipofisis untuk menghasilkan GtH, kemudian akan merangsang peningkatan
testosteron; Dengan adanya enzim aromatase pada sel granulosa testosteron
dikonversi menjadi E2, selanjutnya E2 melalui sirkulasi darah sampai di hati,
dengan prekusor khusus E2 disintesis menjadi vitelogenin, dan disirkulasikan
kembali oleh darah sampai di oosit, akumulasi vitelogenin ini menyebabkan oosit bertambah besar (Joseph et 01, 2004). Kondisi tersebut tercermin pada kondisi
oosit dari hasil pengamatan histologi, oosit didominasi oleh stadium vitelogenesis
dengan rata-rata diameter 0,4 rnm. Hal ini sesuai pendapat Fostier et 01. (1983),
bahwa kandungan hormon E2 di dalam plasma darah meningkat sejalan dengan proses vitelogenesis.
Konsentrasi T dijIam plasma konsisten dengan E2 meningkat pada saat
vitelogenesis, dalam pel'fopaan ini perbedaan konsentrasi terjadi diduga karena
semakin meningkatnya dosis MT yang diberikan, dosis MTlOO セァNォァMャ@ bobot
dalam kurun waktu yang lebih lama, sehingga dalam periode pengamatan hari ke
42 didapat konsentrasi T masih tinggi yaitu 272 ng/ml.
Kemudian, yang lebih menarik dalam percepatan waktu yang diperlukan
untuk rematurasi yaitu dimana diameter oosit maksimum dapat dicapai kembali,
dicapai oleh perlakuan F dan B. Puncak diameter maksimum pertama dicapai dalam waktu 21 hari setelah diberi perlakuan, dan ke dua dicapai pada hari ke 84.
Keadaan tersebut berlainan dengan ikan balashark yang dipelihara secara alamiah
(tanpa perlakuan hormon), induk balashark biasa matang gonad dan memijah
sekali dalam setahun yang terjadi pada musim penghujan (Zairin dkk. 2003),
begitu juga yang terjadi pada placebo, pada percob