• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Zakat Sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus : Bazis Provinsi Dki Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Zakat Sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus : Bazis Provinsi Dki Jakarta)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ZAKAT SEBAGAI PENGURANG KEMISKINAN

(STUDI KASUS: BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA)

QONITA

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Zakat sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus: BAZIS Provinsi DKI Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

QONITA. Analisis Zakat sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus : BAZIS Provinsi DKI Jakarta). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK.

Kemiskinan adalah salah satu masalah utama yang dihadapi Indonesia hingga saat ini, selain dari masalah tingginya tingkat pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, tidak meratanya distribusi pendapatan, dan lain-lain. Salah satu instrumen yang dapat membantu mengurangi angka kemiskinan adalah zakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak zakat sebagai pengurang kemiskinan dengan pendekatan tanpa zakat dan dengan zakat. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator kemiskinan yang terdiri dari headcount ratio, poverty gap index, income gap index, Sen index dan FGT (Foster, Greer, Thorbecke) index serta Indeks CIBEST (indeks kemiskinan islami) yang dibuat dan dikembangkan oleh Beik dan Arsyianti pada tahun 2014. Hasil analisis menunjukkan bahwa zakat dapat mengurangi angka kemiskinan maupun kesenjangan dan juga dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup suatu keluarga, baik pada material maupun spiritual.

Kata kunci: CIBEST Model, Headcount Ratio, FGT Index, Income Gap Index, Poverty Gap Index, Sen Index, Zakat Produktif

ABSTRACT

QONITA.The Analysis of Zakat as the Reduction of Poverty (Case Study: BAZIS Provinsi DKI Jakarta). Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK.

Poverty is one of the crucial problems that is faced by Indonesia, in addition to the high number of unemployment, low level of education, the unbalanced of income distribution, and so on. One of the important instruments to help decreasing the number of poverty is zakat. The instrument that is used in this analysis is the indicator of poverty that consists of conventional and Islamic indices. Conventional indices comprise headcount ratio, poverty gap index, income gap index, Sen index, and FGT (Foster, Greer, Thorbecke) index, while the Islamic one is based on CIBEST model developed by Beik and Arsyianti in 2014. The results indicate that zakat is able to decrease the number of poverty and inequalities as well as increasing welfare level of family, from both material and spiritual aspects.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS ZAKAT SEBAGAI PENGURANG KEMISKINAN

(STUDI KASUS: BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA)

QONITA

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Zakat sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus: BAZIS Provinsi DKI Jakarta) berhasil diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak zakat terhadap kemiskinan dengan menggunakan indikator kemiskinan dan indeks CIBEST.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua penulis yang amat penulis sayangi, yaitu Sukri Wakid (Abi) dan Badratullaela (Mama) dan untuk dua adik tersayang Zahir Wakid dan Fadhlan Wakid atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara penulis Fakhirah Wakid, Fariz Wakid, Fauzan Wakid, dan semua keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Irfan Syauqi Beik, SP., M.Sc.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

3. Teman-teman satu bimbingan yang selalu mendukung penulis, khususnya Caesar Pratama yang selalu membantu penulis dari awal pembuatan skripsi ini hingga skripsi ini selesai.

4. Teman-teman penulis yaitu Sendy Watazawwadu Ilmi, Annisa Rindra Utami, dan Nadya Arrezia yang selalu menghibur dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan untuk semua keluarga Eksyar 48 yang tercinta atas segala doa dan dukungannya.

5. Keluarga Kecil Penulis, Rachmat Darmawan, Fakhri Isnan, M. Fakhri azhari, dan Yusrini Santika yang telah memberikan motivasi dan doa.

6. Pak Wawan dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta dan Pak untung dari BMT Al-Karim atas bantuannya dalam mengumpulkan data yang penulis gunakan untuk penelitian skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Ruang Lingkup Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Kemiskinan ... 5

Pengertian Kemiskinan ... 5

Bentuk-bentuk Kemiskinan dan Penyebabnya ... 6

Indikator Kemiskinan ... 6

Pandangan Islam Mengenai Kemiskinan ... 7

Zakat ... 8

Pengertian dan Manfaat Zakat... 8

Lembaga Pengelola Zakat ... 8

Alat Ukur Kemiskinan ... 10

Indeks Kemiskinan Umum ... 10

Konsep Model CIBEST ... 11

Penelitian Terdahulu ... 11

Kerangka Pemikiran ... 12

METODE ... 13

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Jenis dan Sumber Data ... 13

Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 13

Headcount ratio ... 13

Indeks Kedalaman Kemiskinan ... 13

(10)

Indeks Kemiskinan Islami ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Demografi Responden ... 18

Analisis berdasarkan Indikator Kemiskinan ... 19

Headcount Ratio ... 19

Indeks Kedalaman Kemiskinan ... 19

Indeks Keparahan Kemiskinan ... 20

Analisis berdasarkan Model CIBEST ... 20

Indikator Kemiskinan dan Indeks Cibest Berdasarkan Jenis Program Zakat Produktif ... 21

SIMPULAN DAN SARAN ... 24

Simpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Indeks

Gini Indonesia Tahun 2009-2013 1

2 Jumlah Penduduk Miskin dan Indeks Gini Kota Jakarta tahun

2009-2014 2

3 Kuadran CIBEST 15

4 Indikator kebutuhan spiritual 16

5 Demografi Kepala Keluarga (KK) Responden 18

6 Indikator kemiskinan mustahik 19

7 Indeks CIBEST mustahik 21

8 Indikator kemiskinan berdasarkan jenis program zakat produktif 22

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 12

2 Kuadran CIBEST mustahik 20

3 Kuadran CIBEST Zakat modal usaha 23

4 Kuadran CIBEST Zakat Pendidikan 23

DAFTAR LAMPIRAN

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia (Tambunan, 2003). Kemiskinan adalah salah satu masalah utama yang dihadapi Indonesia hingga saat ini, selain dari masalah tingginya tingkat pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, tidak meratanya distribusi pendapatan, dan lain-lain.

Jumlah dan persentase kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan hingga September 2014 (BPS, 2014). Menurut data dari BPS pada bulan September 2014, jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia yaitu sebesar 27.73 juta orang atau sebesar 10.96 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Walaupun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin tersebut masih tergolong sangat besar. Berikut adalah tabel jumlah dan persentase penduduk miskin serta indeks gini Indonesia pada tahun 2009-2013.

Tabel 1 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Indeks Gini Indonesia Tahun 2009-2013

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa)

Persentase Penduduk

Miskin (%) Indeks Gini

2009 32.53 14.15 0.37

2010 31.02 13.33 0.38

2011 30.02 12.49 0.41

2012 29.13 11.96 0.41

2013 28.07 11.37 0.42

Sumber: BPS (2013)

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia terus menurun. Pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin turun sebesar 1.51 juta orang atau menurun sebesar 0.82 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun berikutnya, jumlah penduduk miskin juga menurun kembali sebesar 1 juta jiwa atau turun sebesar 0.84 persen dari total penduduk. Begitu pun pada tahun 2012, jumlah tersebut menurun dari 30.02 juta jiwa ke 29.13 juta jiwa. Hingga tahun 2013 jumlah penduduk miskin tetap menurun sebesar 1.06 juta jiwa.

(14)

2

Jakarta sebagai ibukota Indonesia juga tidak dapat mengelak dari kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi. Keberadaan Jakarta sebagai pusat pemerintahan tidak menjadikannya secara otomatis jauh dari masalah-masalah sosial. Berbeda dengan jumlah penduduk miskin Indonesia yang semakin menurun tiap tahunnya, kota Jakarta justru cenderung mengalami peningkatan pada jumlah penduduk miskinnya, seperti yang tertera di tabel berikut. (BPS, 2014)

Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin dan Indeks Gini Kota Jakarta tahun 2009-2014

Tahun Jumlah Penduduk Miskin

(ribu jiwa) Indeks Gini

2009 323.30 0.36

2010 312.20 0.36

2011 363.42 0.44

2012 363.20 0.42

2013 354.19 0.43

2014 393.98 -

Sumber: BPS (2014)

Dari tahun 2009 hingga tahun 2014, jumlah penduduk miskin di Jakarta mengalami peningkatan dari 323 300 jiwa menjadi 393 980 jiwa. Begitu juga dengan ketimpangan pendapatan penduduknya yang meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013 yang dapat dilihat dari meningkatnya indeks gini kota Jakarta. Indeks gini kota Jakarta pada tahun 2013 yang bernilai 0.433 merupakan suatu angka yang cukup besar jika dibandingkan dengan provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Jakarta berada pada peringkat ke empat dengan nilai indeks gini 0.433 pada tahun 2013, nilai tersebut masih berada di bawah nilai indeks gini Papua, D.I. Yogyakarta, dan Gorontalo.

Kesenjangan yang terjadi di kota Jakarta, bahkan lebih luasnya terjadi di Indonesia dapat disebabkan dari tidak meratanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga hanya kelompok tertentu saja yang dapat menikmati bantuan tersebut. Jika hal ini dibiarkan secara berlarut-larut, kesenjangan tersebut pasti akan semakin besar dan dapat menimbulkan efek-efek lain yang tidak diinginkan, seperti meningkatnya tingkat kriminalitas. Selain itu, kesenjangan yang semakin meningkat juga dapat menghambat tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Seperti yang tertera pada undang-undang dasar 1945 pasal 34, pemerintah mempunyai kewajiban dalam melindungi fakir miskin dan anak-anak terlantar. Maka dari itu, pemerintah hendaknya membuat regulasi yang tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan penduduk-penduduk miskin sehingga dapat menurunkan angka kesenjangan yang terjadi dan tentunya akan menurunkan jumlah penduduk miskin tersebut.

(15)

3 hanya dinikmati oleh orang kaya tetapi juga oleh orang miskin (Mintarti, Nana, Kurniadi, Utomo, 2009). Zakat mempunyai banyak peran penting dan juga keuntungan-keuntungan yang dapat diterima, baik itu untuk muzakki maupun untuk mustahik. Dalam hal ini, zakat diharapkan dapat melakukan pemerataan pendapatan antara pihak surplus dengan pihak defisit, bahkan dapat membuat pihak defisit tersebut menjadi pihak surplus (Huda, Idris, Nasution, Wiliasih, 2009). Zakat juga merupakan suatu ibadah wajib yang harus dilakukan oleh penduduk muslim, sehingga selain berperan dalam pemerataan pendapatan dan pengurang kemiskinan yang terjadi, zakat juga dapat memberikan pahala bagi pihak yang melaksanakannya. Ini berarti zakat mempunyai peran penting dalam kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat yang akan datang.

Dalam hal ini, diperlukan adanya lembaga pengelola zakat yang dapat mengelola zakat secara profesional dan mampu mendayagunakan dana zakat secara produktif, yang nantinya dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan. Salah satu lembaga pengelola zakat yang berupaya menanggulangi masalah kemiskinan, khususnya di Jakarta, yaitu BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Untuk menurunkan tingkat kemiskinan, pengelolaan zakat yang dilakukan harus mempunyai sistem yang baik, sistem tersebut bukan hanya mencakup pengumpulan zakat saja namun juga harus memiliki dampak dalam menurunkan tingkat kemiskinan (Anriani, 2010). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu evaluasi untuk melihat besarnya dampak yang ditimbulkan dari zakat yang telah diberikan BAZIS Provinsi DKI Jakarta kepada mustahik dalam menurunkan tingkat kemiskinan.

Perumusan Masalah

Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi islam mengenai harta yang tidak dimiliki dalam bentuk perekonomian lain, karena sistem perekonomian diluar islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam. Zakat bukanlah satu kegiatan yang semata-mata untuk tujuan duniawi saja, seperti distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi dan lainnya, tetapi juga memiliki implikasi untuk kehidupan di akhirat. Hal inilah yang membedakan kebijakan fiskal dalam islam dengan kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar (Huda et al, 2009). Dengan zakat tersebut, para mustahik dapat memperbaiki tingkat hidupnya dengan memanfaatkan zakat yang mereka peroleh untuk kegiatan produksi. Selain itu, mereka juga dapat memanfaatkannya untuk kegiatan konsumsi sehari-hari demi memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, sandang, papan, dan lain-lain.

(16)

4

Sedangkan untuk yang berbentuk modal usaha, BAZIS DKI Jakarta bekerjasama dengan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) untuk pendistribusiannya.

Pada Ramadhan, 21 Oktober 2004, BAZIS Provinsi DKI Jakarta memperoleh prestasi sebagai penerima ZAKAT AWARD 2004 yang diselenggarakan oleh IMZ (Institut Manajemen Zakat) untuk kategori penghimpunan dana, kategori pendayagunaan, dan kategori transparansi. Jika dilihat dari jumlah penghimpunan, pengumpulan dana ZIS yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun 6 tahun terakhir, dana ZIS yang berhasil dikumpulkan oleh BAZIS DKI Jakarta yaitu sebesar Rp 44.2 Miliar (2009), Rp 52.7 Miliar (2010), Rp 64.7 Miliar (2011), Rp 81.4 Miliar (2012), Rp 97.7 Miliar (2013), dan Rp 113.7 Miliar (2014). Dana yang telah dihimpun tersebut akan disalurkan dan didayagunakan hanya bagi 6 ashnaf yaitu fakir, miskin, muallaf, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Tidak ada alokasi dana untuk riqab (pembebasan budak) karena di Indonesia sudah tidak ada perbudakan. Sedangkan hak amil tidak diambil dari dana ZIS, melainkan dari subsidi APBD Pemerintah DKI Jakarta.

Berdasarkan informasi yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Apakah distribusi zakat tersebut dapat mengurangi beban kemiskinan yang meliputi insiden kemiskinan, kedalaman kemiskinan, dan keparahan kemiskinan?

2. Bagaimanakah klasifikasi keluarga mustahik yang berada di masing-masing kuadran CIBEST serta nilai indeks CIBEST keluarga mustahik tanpa adanya distribusi zakat dan dengan adanya distribusi zakat?

3. Apakah perumusan program pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan BAZIS DKI Jakarta dapat mengurangi beban kemiskinan dan sudah tepat sasaran?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis dampak distribusi zakat terhadap beban kemiskinan yang meliputi insiden kemiskinan, kedalaman, dan keparahan kemiskinan.

2. Menganalisis klasifikasi keluarga mustahik yang berada di masing-masing kuadran CIBEST serta nilai indeks CIBEST keluarga mustahik tanpa adanya distribusi zakat dan dengan adanya distribusi zakat.

3. Menganalisis dampak perumusan program pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan BAZIS DKI Jakarta terhadap beban kemiskinan dan ketepatan sasaran pemberian zakat tersebut.

Manfaat Penelitian

(17)

5 1. Bagi pemerintah, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan yang berguna untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang ada dengan mengembangkan sektor zakat sebagai salah satu instrumen pengurang tingkat kemiskinan dan kesenjangan tersebut. 2. Bagi masyarakat, memberikan informasi mengenai manfaat zakat terhadap

pengurangan kemiskinan.

3. Bagi lembaga pengelola zakat, dapat membantu dalam perumusan program dan penganggaran program pengentasan kemiskinan yang lebih efektif. 4. Bagi akademisi, sebagai penambah wawasan mengenai zakat dan referensi

untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengambil studi kasus pada BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah para mustahik yang menerima zakat dari BAZIS DKI Jakarta pada tahun 2014. Zakat yang diterima tersebut adalah zakat produktif dalam bentuk bantuan dana pendidikan dan juga dalam bentuk bantuan untuk modal usaha. Jumlah mustahik yang dijadikan sebagai sampel penelitian berjumlah 100 rumah tangga dengan komposisi 20 rumah tangga yang menerima bantuan zakat dalam bentuk modal usaha dan 80 orang yang menerima bantuan zakat dalam bentuk pendidikan. Wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan adalah wilayah yang menjadi tempat pengambilan sampel. Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS pada periode September 2014.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai banyak pengertian yang telah dijabarkan oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) (1993) menjelaskan kemiskinan sebagai situasi yang terjadi bukan karena kehendak oleh orang miskin yang bersangkutan, melainkan dari situasi yang tidak dapat dihindari karena tidak adanya kekuatan yang ada pada mereka. Menurut An-Nabhani (1996) kemiskinan menurut bahasa memiliki makna ihtiyaj (membutuhkan), sedangkan menurut pengertian syara’ kemiskinan adalah orang yang membutuhkan dan lemah keadaannya serta tidak bisa dimintai apa-apa.

Definisi kemiskinan lainnya dijelaskan oleh Shirazi (1994) dan Pramanik (1993, 1998), menurut mereka kemiskinan adalah situasi dimana seorang individu tidak mempunyai sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang nyaman, baik dari sisi ekonomi, psikologis, sosial, maupun dari segi spiritual.

(18)

6

yang rendah. Pendapatan yang rendah tidak hanya mempengaruhi tingkat pendidikan namun juga mengakibatkan kesehatan yang rendah, sehingga produktivitas sumber daya yang ada juga menjadi rendah. Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat menjadi rendah pula.

Bentuk-bentuk Kemiskinan dan Penyebabnya

Terdapat dua pengertian yang berkaitan dengan kemiskinan yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Menurut Todaro dan Smith (2003) kemiskinan relatif dilihat berdasarkan perbandingan pendapatan antar komunitas dalam masyarakat. Seseorang dalam komunitas tertentu dapat digolongkan dalam komunitas kaya, namun bisa masuk dalam golongan orang miskin dalam komunitas lainnya. Sedangkan kemiskinan absolut adalah suatu keadaan kemiskinan yang ditentukan dari garis kemiskinan yang berlaku. Angka kemiskinan antar negara dapat dibandingkan apabila negara-negara tersebut memberlakukan garis kemiskinan yang sama.

Sedangkan menurut Soedjatmoko (1995) kemiskinan dapat dibedakan dari sisi pendapatan dan juga dari sisi penyebabnya. Kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut adalah bentuk kemiskinan yang ditinjau dari sisi pendapatan. Namun jika ditinjau dari sisi penyebabnya, kemiskinan dapat diklasifikasikan menjadi kemiskinan natural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural adalah keadaan dimana kemiskinannya dikarenakan dari awalnya orang tersebut memang miskin, sehingga ia tidak memiliki fasilitas untuk mengubah nasib kemiskinannya. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor budaya seperti malas, boros, atau merasa sudah berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Dan yang terakhir dari bentuk kemiskinan yang dilihat dari sisi penyebabnya yaitu kemiskinan struktural, dimana kemiskinan tersebut disebabkan oleh sistem pembangunan yang tidak adil dan diakibatkan oleh faktor-faktor rekayasa manusia.

Menurut Suharto (2009), ada empat penyebab terjadinya kemiskinan. Pertama adalah faktor individual, kemiskinan disebabkan oleh hal-hal yang berasal dari keadaan individu tersebut, seperti cacat permanen yang menyebabkan ia tidak bisa mencari nafkah dan mengakibatkan jatuh miskin. Faktor kedua yaitu faktor sosial, dalam hal ini kemiskinan disebabkan oleh adanya diskriminasi sosial yang terjadi. Ketiga, faktor kultural, yaitu keadaan dimana kemiskinan yang terjadi sebagai akibat dari perilaku buruk yang ada pada diri individu, seperti malas bekerja dan berusaha. Faktor yang terakhir yaitu faktor struktural, dimana kemiskinan disebabkan oleh ketidakadilan sistem yang ekonomi, orang menjadi miskin karena tidak adilnya sistem yang ada.

Indikator Kemiskinan

Seorang individu atau suatu keluarga dikategorikan ke dalam kelompok miskin berdasarkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang meliputi pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, dan kesehatan. Kebutuhan pokok dalam suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya atau suatu negara dengan negara lainnya (Mas’ud, 2005).

(19)

7 untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan yang digunakan BPS adalah penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). GKM dihitung dengan pendekatan kalori, dimana standar kebutuhan kalori minimal seseorang adalah setara dengan angka 2 100 kkal, sedangkan GKBM dihitung berdasarkan konsumsi sejumlah komoditas bukan makanan, yaitu sebanyak 47 komoditas untuk daerah pedesaan dan 51 komoditas untuk daerah perkotaan. (Beik dan Arsyianti, 2015)

Menurut Beik dan Arsyianti (2015), pendekatan lain yang digunakan untuk mengukur kemiskinan adalah dengan menggunakan konsep/pendekatan kesejahteraan keluarga. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menerapkan konsep dan definisi kemiskinan dengan melakukan pendataan keluarga secara lengkap dengan menggunakan konsep/pendekatan kesejahteraan keluarga dan membagi kriteria keluarga ke dalam 5 tahapan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III), dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III-Plus)

Karim (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa unsur kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar seseorang/keluarga hidup sejahtera. Kebutuhan dasar tersebut mencakup:

a. Terpenuhinya pemeliharaan iman. b. Tercukupkannya pendidikan.

c. Tercukupkannya pelayanan kesehatan, kesempatan untuk menyatakan harga diri, lingkungan yang sehat dan terjamin kelestariannya, ketentraman dan pertahanan negara.

d. Terpeliharanya rumah tangga menuju keluarga yang sakinah (tenteram), mawaddah (penuh kasih sayang), warahmah (mendapat karunia Allah) dengan adanya keturunan melalui sebuah perkawinan.

e. Tercukupkannya kebutuhan fisik untuk pangan, sandang, perumahan, serta harta yang kepemilikannya dijamin oleh hukum.

Pandangan Islam Mengenai Kemiskinan

Menurut Mas’ud (2005), sistem ekonomi islam adalah sistem yang didasari dari norma-norma agama islam yang bersifat universal. Oleh karena itu, terdapat perbedaan dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis dalam memandang permasalahan kemiskinan. Perhatian Al-Qur’an terhadap kaum miskin terbukti dari ayat-ayat yang diungkapkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu ayat, penolakan terhadap anak yatim dan mengabaikan pemberian makanan kepada kaum dhuafa disamakan dengan pendusta agama, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’un (107) ayat 1-3, yang artinya:

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makanan orang miskin.”

(20)

orang-8

orang miskin memiliki hak atas kekayaan yang dimiliki oleh orang-orang yang berkecukupan. Ketentuan ini dipertegas dalam Q.S. Adz-dzariyat: 19, yang artinya:

”Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian.”

Mas’ud juga berpendapat bahwa konsep ekonomi Islam juga memandang bahwa individu memiliki hak untuk memiliki. Namun kepemilikan yang disahkan dalam ekonomi Islam tidak seperti konsep yang diterapkan pada sistem ekonomi kapitalis. Adanya hak kepemilikan dalam ekonomi Islam menunjukkan bahwa ekonomi Islam mengharuskan umat Islam untuk mencari rezeki, sehingga setiap individu akan mempersiapkan dirinya untuk hidup sebagaimana mestinya dan nantinya mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat melindungi dirinya dari bahaya kemiskinan.

Zakat

Pengertian dan Manfaat Zakat

Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima‟iyyah yang memiliki posisi sangat penting strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. (Qardawi, 2011). Jika ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu barakatu (keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-thaharatu (kesucian) dan ash-shalahu (keberesan). Sedangkan secara istilah, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. (Hafidhuddin, 2002).

Zakat terdiri dari zakat maal (zakat harta) dan zakat fitrah. Zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran wajib yang dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada bulan ramadhan. (Ali, 1988).

Menurut Hafidhuddin (2002), banyak hikmah dan manfaat dari ibadah zakat, baik yang akan dirasakan oleh pemberi zakat (muzakki), penerima zakat (mustahik), maupun masyarakat secara keseluruhan. Muzakki akan memperoleh manfaat meningkatnya kualitas keimanan, rasa syukurnya, kejernihan dan kebersihan jiwa dan hartanya, sekaligus akan mengembangkan harta yang dimilikinya. Sedangkan manfaat yang akan diperoleh mustahik yaitu meningkatnya kesejahteraan hidup, terjaganya agama dan akhlaknya, sekaligus akan termotivasi untuk meningkatkan etos kerja dan ibadahnya. Bagi masyarakat luas, hikmah zakat akan dirasakan dalam bentuk tumbuh dan berkembangnya rasa solidaritas sosial, keamanan dan ketenteraman, berputarnya roda ekonomi karena harta akan terdistribusi dengan baik dengan adanya zakat, serta akan menjaga dan menumbuhkembangkan etika dan akhlak dalam bekerja dan berusaha.

Lembaga Pengelola Zakat

(21)

9 “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah lagi Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Juga pada firman Allah SWT dalam at-Taubah ayat 103:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dalam surah at-Taubah: 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat („amilina „alaiha). Sedangkan dalam at-Taubah: 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. (Hafidhuddin, 2002).

Secara tradisional, sebagian masyarakat di Indonesia ada yang menyerahkan zakat kepada para kiai, ustadz, dan elit agama di lingkungan masing-masing. Biasanya penyalurannya bergantung pada ijtihad kiai. Ada beberapa kelemahan mendasar dalam proses pengamalan zakat seperti ini. Kelemahan pertama yaitu tidak transparan, karena tidak jelasnya administrasi pemasukan dan pengeluarannya. Yang kedua yaitu ada kemungkinan zakat tersebut tidak tersalurkan kepada mustahiknya secara maksimal. Ketiga, hasil pengumpulan dana zakat jumlahnya masih relatif sangat kecil, sehingga pendayagunaannya belum dapat menyentuh kebutuhan mustahik secara keseluruhan. Keempat, tidak adanya pengawasan terhadap proses pemasukan dan pengeluaran zakat. Dan kelima, zakat lebih sering menjadi upaya karitatif dan tidak produktif. Dengan demikian, zakat yang seharusnya bisa menjadi salah satu instrumen pemerataan dan pemberdayaan masyarakat belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. (BAZIS Provinsi DKI Jakarta dan IMZ (Institut Manajemen Zakat, 2006)

(22)

10

Alat Ukur Kemiskinan

Indeks Kemiskinan Umum

Indikator kemiskinan dapat dianalisis menggunakan beberapa macam indeks, yaitu: (Anriani, 2010)

1. Headcount ratio (H), yaitu ukuran yang menunjukkan persentase jumlah orang miskin dalam populasi. Keluarga dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Penggunaan headcount ratio sebagai alat analisis bertujuan untuk menggambarkan jumlah orang miskin yang dapat dikurangi melalui pendayagunaan zakat. Semakin kecil nilai headcount ratio, maka jumlah penduduk miskin semakin sedikit. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan headcount ratio telah memenuhi aksioma fokus, namun informasi kemiskinan yang diberikan masih sangat terbatas karena tidak bisa memberikan ‘seberapa miskin’ orang miskin itu (aksioma kesamaan), serta tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan/pengeluaran diantara masyarakat miskin (aksioma transfer). 2. Poverty gap index (P1) dan income gap index (I), yaitu ukuran yang

menunjukkan indeks kedalaman kemiskinan. Poverty gap index menunjukkan selisih antara pendapatan agregat komunitas masyarakat miskin dengan garis kemiskinan. Semakin kecil nilai indeks ini, maka semakin sedikit selisih (gap) antara pendapatan agregat komunitas masyarakat miskin dengan garis kemiskinan sehingga kesejahterannya semakin baik. Income gap index merupakan pengembangan dari poverty gap index yang memberikan informasi mengenai persentase rata-rata orang miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Semakin kecil rasio ini maka semakin kecil atau semakin sedikit orang miskin dalam komunitas tersebut. Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks kedalaman kemiskinan telah memenuhi aksioma fokus dan aksioma kesamaan, namun masih belum bisa memenuhi aksioma transfer sehingga belum bisa menggambarkan bagaimana distribusi pendapatan/pengeluaran diantara masyarakat miskin.

3. Sen index (P2) dan FGT index (P3), yaitu ukuran yang menunjukkan indeks

(23)

11

Konsep Model CIBEST

Model CIBEST adalah sebuah alat ukur kemiskinan yang tidak hanya mengukur kemiskinan material saja, namun juga mengukur kemiskinan spiritual. Model CIBEST terdiri dari kuadran CIBEST dan indeks CIBEST. Kuadran CIBEST adalah sebuah kuadran yang bertujuan untuk memetakan keluarga dalam empat area, yaitu area kesejahteraan (kuadran I), area kemiskinan material (kuadran II), area kemiskinan spiritual (kuadran III), dan area kemiskinan absolut (kuadran IV). Sedangkan indeks CIBEST digunakan untuk melihat nilai indeks pada masing-masing kuadran CIBEST. (Beik dan Arsyianti, 2015)

Menurut Beik dan Arsyianti (2015) indeks kesejahteraan digunakan untuk melihat jumlah keluarga yang kaya secara material maupun spiritual. Semakin besar nilai indeks kesejahteraan ini, maka semakin banyak keluarga yang telah kaya secara material maupun spiritual. Selanjutnya ada indeks kemiskinan material atau indeks yang memperlihatkan jumlah keluarga yang kaya secara spiritual namun miskin secara materialnya. Sedangkan indeks kemiskinan spiritual adalah nilai indeks yang menunjukkan besarnya keluarga yang kaya secara material namun miskin secara spiritual. Dan yang terakhir adalah indeks kemiskinan absolut yang digunakan untuk melihat jumlah keluarga yang miskin secara material maupun secara spiritual. Untuk mendapatkan nilai indeks-indeks tersebut, harus ditentukan garis kemiskinan terlebih dahulu. Garis kemiskinan tersebut adalah garis kemiskinan dalam material dan spiritual. Indeks CIBEST ini juga dapat digunakan oleh pemerintah maupun suatu lembaga untuk menyiapkan program yang tepat bagi keluarga yang berada pada masing-masing kuadran CIBEST.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai dampak zakat terhadap kemiskinan mustahik pertama kali dilakukan di Indonesia oleh Beik (2008) dengan judul penelitian Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan (Studi Kasus: Dompet Dhuafa Republika). Penelitian dilakukan terhadap 50 mustahik peserta program LKC (Layanan Kesehatan Cuma-Cuma) Dompet Dhuafa yang dipilih secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zakat mampu mengurangi keluarga miskin dari 84 persen menjadi 74 persen. Kemudian dari aspek kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti mampu mengurangi kesenjangan kemiskinan dan juga kesenjangan pendapatan, yang diindikasikan oleh penurunan nilai P1 dan nilai I.

Sedangkan ditinjau dari tingkat keparahan kemiskinan, zakat juga mampu mengurangi tingkat keparahan kemiskinan yang ditandai dengan menurunnya nilai indeks Sen dan nilai indeks FGT.

(24)

12

Selain itu, dari aspek kedalaman kemiskinan, nilai P1 menurun dari Rp 205 632.25

menjadi Rp 166 421.78 dan nilai I turun dari 0.288 menjadi 0.233. Ditinjau dari tingkat keparahan kemiskinan, distribusi zakat oleh BAZDA Lampung Selatan dapat memperbaiki distribusi pendapatan di antara keluarga miskin yang ditandai dengan menurunnya nilai indeks Sen dari 0.194 menjadi 0.131 dan indeks FGT yang menurun dari 0.054 menjadi 0.030. Penurunan yang juga terjadi pada indeks gini dari 0.638 menjadi 0.625 dan rasio Kuznets dari 16.7 menjadi 14.4 membuktikan bahwa zakat selain dapat mengurangi tingkat kemiskinan juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan dalam masyarakat sehingga kesenjangan pendapatan pun berkurang.

Selanjutnya Anriani (2010) meneliti pengaruh pendistribusian zakat terhadap indikator kemiskinan yang dilakukan dengan mengambil studi kasus pada pelaksanaan program konsumtif dan program produktif di tiga kecamatan Kota Bogor. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kemiskinan dengan adanya distribusi zakat menurun jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan tanpa distribusi zakat. Hal tersebut dapat dilihat dari menurunnya nilai headcount ratio (H), poverty gap index (P1), income gap ratio

(I), Sen Index of Poverty (P2), dan FGT index (P3). Nilai H mengalami penurunan

sebanyak 8.7 persen, P1 mengalami penurunan sebesar 26 991.565 rupiah atau 9.3

persen, I mengalami penurunan sebesar 9 persen, P2 menurun sebesar 16.2 persen,

dan P3 menurun sebesar 22.7 persen.

Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Kerangka Pemikiran BAZIS Provinsi DKI Jakarta

Zakat Produktif

Modal Usaha Pendidikan

Mustahik

Pendapatan/Pengeluaran Mustahik

Indikator Kemiskinan Indeks CIBEST

(25)

13

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Badan Amil Zakat, Infaq, Sadaqah (BAZIS) Provinsi DKI Jakarta. Rumah tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini berada pada wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu dari bulan Maret 2015 hingga April 2015.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pemberian kuesioner dan wawancara langsung terhadap 100 rumah tangga mustahik yang menerima zakat dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Selain data primer, data sekunder juga digunakan untuk melengkapi data primer yang ada. Data sekunder tersebut diperoleh dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta serta literatur seperti buku, jurnal, skripsi, dan internet.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Headcount ratio

Headcount ratio (H) merupakan indikator kemiskinan yang paling sederhana, yang mengukur jumlah orang miskin sebagai persentase dari populasi yang diobservasi. Nilai H ini berada di kisaran antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 0, maka jumlah keluarga mustahik yang berada dibawah garis kemiskinan semakin sedikit. Dan sebaliknya, semakin mendekati 1 maka jumlah keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan semakin besar. Kategori miskin didasarkan pada standar garis kemiskinan. Seseorang dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan adalah standar resmi dari suatu negara. Di Indonesia, garis kemiskinan yang berlaku adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (Anriani, 2010). Rumus untuk Headcount ratio tersebut adalah sebagai berikut:

H = ……….. (1)

Keterangan:

H = Headcount ratio

q = Jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis kemiskinan n = Jumlah keluarga yang diobservasi

Indeks Kedalaman Kemiskinan

Poverty gap index (P1) digunakan untuk mengukur tingkat kedalaman

(26)

14

indeksnya maka semakin sedikit selisih antara pendapatan agregat masyarakat miskin dengan garis kemiskinan yang ada, yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat tersebut pun semakin membaik. P1 ini juga digunakan sebagai dasar

bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan cash transfer atau government to people transfer (Beik dan Arsyianti, 2015). Formulanya yaitu sebagai berikut:

P1 =

………...………(2)

Keterangan:

P1 = Poverty gap index

z = Garis kemiskinan

yi = Pendapatan individu ke-i

q = Jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis kemiskinan

Selanjutnya adalah income gap index (I). Formula ini digunakan untuk melihat persentase rata-rata orang miskin yang berada dibawah garis kemiskinan. Semakin kecil nilai rasio ini maka semakin sedikit orang miskin yang berada di komunitas tersebut (Anriani, 2010). Rumus untuk indeks ini adalah sebagai berikut:

I =

………(3)

Keterangan:

I = Income gap ratio

gi = z – yi, Selisih pendapatan orang miskin ke-i dengan garis kemiskinan

z = Garis kemiskinan

yi = Pendapatan individu ke-i

q = Jumlah keluarga mustahik yang berada dibawah garis kemiskinan

Indeks Keparahan Kemiskinan

Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin (BPS, 2015). Alat ukur yang digunakan untuk menghitung indeks keparahan kemiskinan yaitu Sen index dan FGT index. Formula untuk Sen index adalah sebagai berikut:

P2 = H [ I + (1 – I)Gp]………..………..(4)

Keterangan: P2 = Sen index

(27)

15 FGT index (P3) digunakan untuk mengukur kemiskinan sebagai rata-rata

terimbang dari berbagai tingkat kemiskinan (Anriani, 2010). Rumusnya adalah sebagai berikut:

P3 =

……….………(5)

Keterangan: P3 = FGT index

n = jumlah keluarga yang diobservasi z = garis kemiskinan

yi = pendapatan individu ke-i Indeks Kemiskinan Islami

Salah satu alat ukur kemiskinan yang dikembangkan oleh Beik dan Arsyianti (2015) adalah CIBEST Model atau indeks CIBEST. Kuadran CIBEST terbagi menjadi empat kuadran, yaitu kuadran kesejahteraan, kemiskinan spiritual, kemiskinan material, dan kemiskinan absolut.

Berikut adalah langkah-langkah dalam menghitung indeks CIBEST: 1. Hitung nilai MV (Material Value) terlebih dahulu.Nilai MV dapat dihitung

dengan survey tersendiri atau dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK) resmi. Sedangkan nilai SV (Spiritual Value) adalah sama dengan 3. 2. Hitung nilai skor spiritual dan pendapatan bulanan keluarga.

3. Tempatkan setiap keluarga yang diamati ke dalam kuadran CIBEST. 4. Hitung semua nilai indeks CIBEST berdasarkan data yang telah diperoleh.

Tabel 3 Kuadran CIBEST

Sumber: Beik dan Arsyianti (2015)

Sebelum menempatkan keluarga-keluarga yang diamati ke dalam kuadran CIBEST, nilai MV dan SV harus diketahui terlebih dahulu. Adapun formula kebutuhan material minimal yang harus dipenuhi oleh suatu keluarga menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagaimana yang ditunjukkan oleh formula berikut ini :

MV =

………...(6)

Keterangan :

MV = Standar minimal kebutuhan material yang harus dipenuhi keluarga (Rp atau mata uang lain) atau disebut juga Garis Kemiskinan Material

Pi = Harga barang dan jasa (Rp atau mata uang lain) Mi = Jumlah minimal barang dan jasa yang dibutuhkan

Skor Aktual ≤ Nilai MV >Nilai MV

> Nilai SV

Kaya Spiritual, Miskin Material (Kuadran II)

Kaya Spiritual, Kaya Material (Kuadran I)

≤ Nilai SV Miskin Spiritual, Miskin Material (Kuadran IV)

(28)

16

Namun pada penelitian kali ini, nilai MV yang digunakan berasal dari nilai Garis Kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS pada periode September 2014 yaitu sebesar Rp 459 560. Garis kemiskinan per kapita tersebut dikalikan dengan jumlah anggota keluarga, sehingga menjadi nilai MV (Garis Kemiskinan Material).

Sedangkan pemenuhan kebutuhan spiritual dihitung dari standar pemenuhan lima variabel, yaitu skor pelaksanaan ibadah shalat, zakat, puasa, skor lingkungan keluarga/rumah tangga, dan skor kebijakan pemerintah. Untuk menilai skor pada masing-masing variabel ini digunakan skala Likert antara 1 hingga 5. Berikut adalah indikator kebutuhan spiritual beserta skor dari skala Likert.

Tabel 4 Indikator kebutuhan spiritual

Variabel Skala Likert Standar

Kemiskinan

Pemerintah Melarang ibadah untuk

Sumber: Beik dan Arsyianti (2015)

Selanjutnya, perhitungan skor spiritual rumah tangga/keluarga menurut Beik dan Arsyianti (2015) didasarkan pada rumus berikut ini :

Hi = ………..(7)

Keterangan:

(29)

17 Vf = skor puasa

Vz = skor zakat dan infak Vh = skor lingkungan keluarga Vg = skor kebijakan pemerintah

Dari hasil perhitungan formula-formula di atas dan dari hasil kuadran cibest yang telah didapat, dapat dihitung indeks kesejahteraan (kuadran I), indeks kemiskinan material (kuadran II), indeks kemiskinan spiritual (kuadran III) dan indeks kemiskinan absolut (kuadran IV). Menurut Beik dan Arsyianti (2015), formula-formula tersebut adalah:

1. Indeks kesejahteraan W =

Keterangan :

W = Indeks kesejahteraan; 0 ≤ W ≤ 1

w = Jumlah keluarga sejahtera (kaya secara material dan spiritual) N = Jumlah populasi (jumlah keluarga yang diobservasi)

2. Indeks kemiskinan material Pm =

Keterangan :

Pm = Indeks kemiskinan material; 0 ≤ Pm ≤ 1

Mp = Jumlah keluarga yang miskin secara material namun kaya secara spiritual

N = Jumlah jumlah populasi (total keluarga yang diamati) 3. Indeks kemiskinan spiritual

Ps = Keterangan :

Ps = Indeks kemiskinan spiritual; 0 ≤ Ps ≤ 1

Sp = Jumlah keluarga yang miskin secara spiritual namun kaya secara material

N = Jumlah populasi (total keluarga yang diamati) 4. Indeks kemiskinan absolut

Pa = Keterangan :

Pa = Indeks kemiskinan absolut; 0 ≤ Pa≤ 1

(30)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Demografi Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang dibagi berdasarkan jenis kelamin, usia, status, jumlah tanggungan, pendidikan, pekerjaan, dan wilayah walikota. Data karakteristik demografi tersebut dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 5 Demografi Kepala Keluarga (KK) Responden Karakteristik

Demografi Klasifikasi Jumlah Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 79 79

Perempuan 21 21

Usia 15-40 tahun 18 18

41-64 tahun 82 82

Status pernikahan

Menikah 77 77

Belum menikah 2 2

Janda/duda 21 21

Jumlah tanggungan

0-3 orang 21 21

4-6 orang 71 71

>6 orang 8 8

Pendidikan

Tidak sekolah dan SD 27 27

SMP 18 18

SMA/STM/SMK 51 51

Diploma atau S1 4 4

Pekerjaan

Buruh 25 25

Wiraswasta/pedagang 23 23

Karyawan 13 13

Lainnya 39 39

Walikota

Jakarta Utara 53 53

Jakarta Selatan 27 27

Jakarta Timur 20 20

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan tabel 5, mayoritas kepala keluarga responden berdomisili di Jakarta Utara dengan persentase sebesar 53 persen. Sedangkan untuk jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki dengan persentase sebesar 79 persen dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan sebesar 21 persen. Seluruh responden berada pada usia produktif 15-64 tahun dengan persentase terbesar kisaran umur responden adalah 41-64 tahun. Sebanyak 77 KK telah menikah dan jumlah tanggungan terbanyak yaitu sebesar 4 hingga 6 orang per keluarga. Responden yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 6 orang sebesar 8 persen.

(31)

19 total responden. Sedangkan yang berpendidikan diploma atau S1 hanya terdapat 4 persen dari total yang diamati dan yang berpendidikan SD/ tidak sekolah memperoleh angka 27 persen. Karyawan merupakan pekerjaan dengan persentase paling rendah, disuse oleh wiraswasta/pedagang, dan buruh dengan jumlah 25 persen. Pekerjaan paling banyak dijalani oleh KK yaitu pekerjaan lain selain 3 pekerjaan yang telah disebutkan sebelumnya seperti ibu rumah tangga, pensiunan, ojek, pengangguran, dll.

Selain karakteristik yang telah disebutkan dalam tabel, karakteristik lain dari responden yaitu besarrnya rata-rata pendapatan/pengeluaran rumah tangga tanpa dan dengan zakat. Besarnya pendapatan/pengeluaran tanpa zakat yaitu sebesar 2 461 897 rupiah. Pendapatan/pengeluaran keluarga meningkat menjadi 2 763 100 rupiah dengan adanya zakat.

Analisis berdasarkan Indikator Kemiskinan

Berikut ini akan dijelaskan bagaimana pengaruh zakat dalam mengurangi kemiskinan dengan menggunakan indeks kemiskinan yang terdiri dari headcount ratio (H), rasio kesenjangan kemiskinan (P1), rasio kesenjangan pendapatan (I),

indeks SEN (P2), serta indeks FGT (P3).

Tabel 6 Indikator kemiskinan mustahik Indikator

Kemiskinan Tanpa zakat Dengan zakat

Perubahan (%)

H 0.49 0.39 -20.41

P1 (Rp) 881 426.53 820 659.49 -6.90

I 0.41 0.37 -9.76

P2 0.33 0.25 -24.24

P3 0.12 0.07 -41.67

Sumber: Data Primer (2015)

Headcount Ratio

Headcount Ratio (H) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui jumlah dan persentase keluarga miskin. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta mampu menurunkan jumlah keluarga miskin. Headcount ratio mengalami penurunan dari 0.49 menjadi 0.39. Ini menunjukkan bahwa jumlah keluarga miskin yang pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dapat dikurangi sebesar 20,41 persen. Hal ini membuktikan bahwa zakat dapat menurunkan tingkat kemiskinan mustahik.

Indeks Kedalaman Kemiskinan

Tingkat kedalaman kemiskinan mustahik yang ditunjukkan oleh P1 dan I

(32)

20

indeks tersebut menunjukkan bahwa zakat mampu mempersempit jarak antara pendapatan rata-rata per kapita mustahik terhadap garis kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan

Untuk mengukur tingkat keparahan kemiskinan, digunakan alat analisis Sen Index (P2) dan FGT Index (P3). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai P2

mengalami penurunan dari 0.33 menjadi 0.25. Nilai P2 tersebut akan bernilai 0

jika tidak ada keluarga yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan dan akan bernilai 1 jika semua keluarga pendapatan di bawah garis kemiskinan.

Selanjutnya adalah FGT Index (P3) yang juga menurun dari 0.12 menjadi

0.07. Hal ini menunjukkan bahwa program pendistribusian zakat yang dilakukan BAZIS mampu mengurangi jumlah kemiskinan dan tingkat kesenjangan diantara keluarga miskin sebesar 41.67 persen. Dilihat dari nilai P2 dan P3 yang menurun

maka hal ini membuktikan bahwa zakat dapat mengurangi tingkat keparahan kemiskinan dan mampu menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata di antara orang miskin.

Analisis berdasarkan Model CIBEST

Gambar 2 Kuadran CIBEST mustahik

(33)

21 peningkatan material yang membuat mereka tidak hanya kaya secara spiritual, namun juga kaya secara material. Untuk dua keluarga yang sebelumnya berada di kuadran IV atau yang miskin secara material dan spiritual mengalami penurunan dari dua keluarga menjadi tidak ada keluarga yang berada pada kuadran tersebut . Keluarga yang berada di kuadran IV tersebut telah mengalami peningkatan dengan berada di kuadran II CIBEST, yang berarti bahwa dua keluarga tersebut telah mengalami peningkatan spiritual karena adanya zakat. Sedangkan untuk kuadran III, tidak ada keluarga yang berada pada kuadran ini dengan atau tanpa pemberian zakat.

Tabel 7 Indeks CIBEST mustahik

Indeks CIBEST Tanpa zakat Dengan zakat Perubahan (%)

W 0.51 0.61 19.61

Pm 0.47 0.39 -17.02

Ps 0 0 0

Pa 0.02 0 -100

SS 4.09 4.17 1.96

Sumber: Data primer (2015)

Nilai indeks kesejahteraan (W) sebelum zakat sebesar 0.51 menunjukkan bahwa ada 51 keluarga yang kaya secara spiritual maupun material. Dengan adanya pemberian zakat, nilai indeks tersebut mengalami peningkatan menjadi 0.61 atau meningkat sebesar 19.61 persen. Peningkatan nilai indeks tersebut memperlihatkan keberhasilan zakat dalam meningkatkan jumlah keluarga untuk menjadi lebih sejahtera. Nilai indeks kemiskinan material (Pm) mengalami penurunan dari 0.47 menjadi 0.39 atau menurun sebesar 17.02 persen. Dan nilai indeks kemiskinan spiritual (Ps) tidak mengalami perubahan atau tetap bernilai 0. Sedangkan untuk nilai indeks kemiskinan absolut mengalami penurunan sebesar 100 persen.

Selain keempat nilai indeks yang sudah dijelaskan diatas, terdapat nilai SS atau skor rata-rata kondisi spiritual keseluruhan keluarga yang diamati. Nilai SS pada tabel menunjukkan nilai sebesar 4.09 pada sebelum pendistribusian zakat dan 4.17 setelah pendistribusian zakat atau meningkat sebesar 1.96 persen. Nilai SS tersebut secara umum dapat menunjukkan bahwa keadaan spiritual keluarga yang menjadi responden sudah berada diatas garis kemiskinan spiritual tanpa dan dengan zakat. Garis kemiskinan spiritual (SV) ini besarnya yaitu sama dengan 3.

Indikator Kemiskinan dan Indeks Cibest Berdasarkan Jenis Program Zakat Produktif

(34)

22

Tabel 8 Indikator kemiskinan berdasarkan jenis program zakat produktif Indikator

kemiskinan

Modal usaha Pendidikan

Tanpa

Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat perubahan semua indikator kemiskinan pada zakat untuk modal usaha maupun untuk pendidikan. Nilai headcount ratio pada zakat modal usaha mengalami penurunan dari 0.3 menjadi 0.1. Sedangkan untuk zakat pendidikan juga menurun dari 0.54 menjadi 0.46. Kedua zakat tersebut sama-sama mengalami penurunan dalam nilai headcount ratio, namun jika dilihat dari besar nilai headcount ratio tanpa adanya zakat, nilai zakat untuk pendidikan lebih besar dibandingkan dengan zakat untuk modal usaha.

Nilai P1 untuk zakat modal usaha mengalami peningkatan dari Rp 692 923.3

menjadi Rp 1 197 800. Zakat untuk pendidikan mengalami penurunan dari Rp 907 729.3 menjadi Rp 800 273.5. Pada instrumen indeks kedalaman kemiskinan yang lainnya yaitu income gap ratio (I) juga mengalami peningkatan dari 0.306 menjadi 0.52 pada zakat berbentuk modal usaha dan menurun dari 0.42 menjadi 0.38 pada zakat pendidikan.

Pada indeks keparahan kemiskinan yang diukur dengan menggunakan Sen Index (P2) maupun FGT Index (P3) juga mengalami penurunan pada kedua bentuk

zakat produktif yang ada. Nilai P2 untuk zakat modal usaha menurun dari 0.18

menjadi 0.07 dan menurun dari 0.36 menjadi 0.3 untuk zakat pendidikan. Dan nilai P3 juga menurun dari 0.05 menjadi 0.03 untuk zakat modal usaha dan turun

dari 0.13 menjadi 0.08 untuk zakat pendidikan.

(35)

23 Gambar 3 Kuadran CIBEST Zakat modal usaha

Gambar 4 Kuadran CIBEST Zakat Pendidikan

Tabel 6 Indeks CIBEST berdasarkan jenis program zakat produktif Indeks

CIBEST

Zakat modal usaha Zakat Pendidikan Tanpa

Sumber: Data Primer 2015

Pada kuadran I atau area kesejahteraan dapat dilihat bahwa kedua bentuk zakat mengalami kenaikan. Zakat modal usaha mengalami kenaikan sebesar 4 keluarga pada kuadran I atau dengan nilai indeks CIBEST naik dari 0.7 menjadi 0.9. Sedangkan nilai indeks CIBEST kesejahteraan zakat pendidikan naik dari 0.46 menjadi 0.54 atau bertambah sebanyak 6 keluarga pada kuadran I. Banyaknya jumlah keluarga yang berada pada kuadran I pada kolom tanpa zakat mengindikasikan bahwa BAZIS DKI Jakarta dan BMT Al-Karim masih kurang dalam hal penyeleksian mustahik berdasarkan pendapatan/pengeluaran keluarga tersebut. Pada zakat modal usaha, dari 20 keluarga yang menjadi responden, ada 14 keluarga yang berpenghasilan diatas garis kemiskinan DKI Jakarta. Begitu juga dengan zakat pendidikan yang memiliki anggota pada kuadran I yang tidak sedikit yaitu 37 keluarga dari 80 keluarga yang menjadi responden tanpa adanya pemberian zakat.

(36)

24

CIBEST dari 0.3 menjadi 0.1. Selain itu, zakat pendidikan juga mengalami penurunan sebanyak 4 keluarga pada kuadran II atau sama dengan penurunan indeks CIBEST kemiskinan material (Pm) dari 0.51 menjadi 0.46. Sedangkan pada kuadran III tidak terlihat adanya keluarga yang berada pada kuadran tersebut untuk kedua jenis zakat. Pada zakat modal usaha, terdapat penyeleksian terlebih dahulu pada kemampuan spiritual para penerima bantuan seperti membaca Al-quran. Meski begitu, masih terlihat adanya dua keluarga yang berada pada kuadran IV pada zakat pendidikan tanpa zakat. Namun hal ini dapat diantisipasi dengan pemberian program motivasi rutin bulanan yang membantu para mustahik untuk meningkatkan semangat mereka untuk beribadah dan untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZIS Provinsi DKI Jakarta dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan para mustahik. Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya nilai indikator kemiskinan yang meliputi Headcount ratio, indeks kedalaman kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan.

2. Jumlah keluarga yang berada pada kuadran I CIBEST bertambah setelah adanya pemberian zakat, yang mengindikasikan keberhasilan zakat dalam menambah jumlah keluarga menjadi keluarga yang sejahtera dalam material maupun spiritual. Selain itu, berpindahnya keluarga yang berada pada kuadran IV ke kuadran II juga menginformasikan bahwa zakat juga dapat meningkatkan tingkat spiritual suatu keluarga. Hal ini didukung oleh pembinaan yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta kepada para mustahik yang menerima zakat produktif.

3. Kedua program zakat produktif yaitu zakat modal usaha dan juga zakat pendidikan mengalami penurunan pada indikator kemiskinan, kecuali pada indeks kedalaman kemiskinan zakat modal usaha. Kedua program zakat ini pun juga sama-sama dapat meningkatkan jumlah keluarga yang berada pada kuadran I dan dapat mengurangi jumlah keluarga yang berada pada kuadran II dan IV. Namun masih banyak keluarga yang sudah berada pada kuadran I atau pendapatannya berada di atas garis kemiskinan pada kedua jenis zakat produktif tersebut tanpa adanya pemberian zakat.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat saya berikan:

(37)

25 benar. Nantinya nilai penurunan tersebut harus makin meningkat dari tahun ke tahun.

2. Sebaiknya pihak BAZIS Provinsi Jakarta lebih mengutamakan keluarga yang pendapatan atau pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan untuk menjadi mustahik. Karena dalam penelitian ini masih banyak ditemui keluarga yang pendapatan atau pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan Jakarta yang telah ditetapkan oleh BPS.

3. Pada zakat yang berbentuk modal usaha juga dilakukan pembinaan kepada para pedagang seperti yang telah dilakukan pada mustahik zakat pendidikan. Sehingga ke depannya mereka dapat lebih mengembangkan usahanya. Dan pembinaan untuk kedua program zakat tersebut juga harus dilakukan secara rutin seperti sebulan sekali atau sebulan dua kali, agar manfaat yang diterima oleh mustahik dapat lebih terasa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali MD. 1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat, dan Waqaf. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

An-Nabhani T. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya (ID): Risalah Gusti.

Anriani. 2010. Analisis Dampak Zakat terhadap tingkat Kemiskinan Mustahik (Studi Kasus:Pendayagunaan Zakat oleh BAZ Kota Bogor di Tiga Kecamatan Kota Bogor). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BAZIS Provinsi DKI Jakarta dan IMZ] Badan Amil Zakat, Infaq, Shadaqah Provinsi DKI Jakarta dan Institut Manajemen Zakat. 2006. Manajemen ZIS: BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID): BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Beik IS. 2008. Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan. Jurnal

pemikiran dan gagasan. [internet] [diunduh pada 14 April 2015]. Vol II 2009. Beik IS, Arsyianti LD. 2015. Construction of CIBEST Model as Measurement of

Poverty and Welfare Indicesfrom Islamic Perspective. Al-iqtishad. [internet]. [diunduh 5 April 2015]. Vol VII No 1.

Beik IS, Arsyianti LD. 2015. Ekonomi Pembangunan Syariah. Bogor (ID): IPB Press.

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 1993. Indikator Kemiskinan di Indonesia.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan, 1970-2013. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2), Menurut Provinsi Edisi Maret 2014. Badan Pusat

Statistik, Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Konsep Kemiskinan. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

(38)

26

Huda N, Idris HR, Nasution ME, Wiliasih R. 2009. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis. Jakarta (ID): Kencana.

Karim AA. 2007. Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada

Mas’ud RM. 2005. Zakat dan Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta (ID): UII Press.

Mintarti, Nana, Kurniadi AR, Utomo PU. 2009. Kajian Perumusan Performance Indicator bagi Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Zakat. Jurnal Zakat & Empowering. 2:19-30.

Pramanik AH. 1993. Development and Distribution in Islam. Petaling Jaya: Pelanduk Publications.

Pramanik AH. 1998. Poverty from Multidimensional Perspectives: A Micro Level Study of Seven Malaysian Kampungs (Villages). Kuala Lumpur: Cahaya Pantai. Qardawi Y. 2011. Hukum Zakat. Jakarta (ID) : Litera Antarnusa.

Shirazi NS. 1994. An Analysis of Pakistan‟s Poverty Problem and Its Allevation through Infaq. PhD Dissertation. International Islamic University, Islamabad. Soedjatmoko. 1995. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta (ID): LP3ES. Suharto E. 2009. Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas

Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung (ID): Alfabeta. Tambunan TTH. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting.

Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.

Todaro MP, Smith SC. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta (ID): Erlangga.

Tsani T. 2010. Analisis Dampak Distribusi Zakat terhadap Tingkat Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatn (Studi Kasus: Pendayagunaan Zakat oleh BAZDA Lampung Selatan). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(39)

27 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS ZAKAT SEBAGAI PENGURANG KEMISKINAN MENGGUNAKAN INDEKS KEMISKINAN CIBEST

(Studi Kasus : BAZIS Provinsi DKI Jakarta)

Peneliti : Qonita

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui dampak pendayagunaan zakat produktif di BAZIS Provinsi DKI Jakarta terhadap kemiskinan serta sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Institut Pertanian Bogor. Semua informasi yang didapat akan dijaga kerahasiaannya.

Catatan Penting :

- Kepala Keluarga, disingkat KK, adalah orang yang memiliki tanggung jawab tertinggi di dalam rumah tangga. (bisa laki-laki atau perempuan) - Anggota Keluarga, disingkat AK, adalah mereka yang hidup dan tinggal

(40)

28

BAGIAN A : INFORMASI PERSONAL

1. Profil Kepala Keluarga

2. Keluarga

2.1Jumlah KK + AK

2.2Jumlah Tanggungan KK

2.3Jumlah anak dibawah 15 tahun/belum bekerja/masih sekolah/belum menikah/orang tua, yang tinggal dirumah berbeda namun menjadi tanggungan.

2.4Jumlah 2.2 + 2.3

(41)

29

BAGIAN B : SUMBER PENDAPATAN

1. Pendapatan Bulanan KK dan semua AK (yang tinggal satu rumah) dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu tahun terakhir.

Jenis

Semua AK (Rp/hari atau Rp/bulan) Jumlah Pendapatan

2. Pendapatan Bulanan KK dan semua AK dalam Rupiah, yang didapat dari sumbangan orang lain (keluarga atau dermawan yang bukan keluarga) dalam satu tahun terakhir jika ada.

Sumber

Semua AK (Rp/bulan) Total

pendapatan

3. Pendapatan bulanan KK dan semua AK yang didapat dari properti/aset yang didapat dalam satu tahun terakhir (jika ada).

Sumber Pendapatan

KK

(Rp/bulan)

(42)

30

4. Pendapatan bulanan KK dan semua AK yang didapat dari menjalankan pekerjaan sampingan dalam satu tahun terakhir (jika ada).

Sumber pendapatan sampingan

KK

(Rp/bulan)

Semua AK (Rp/bulan) Total Pendapatan Keluarga (Rp/bulan) AK

1

AK 2

AK 3

AK 4

AK 5 Bertani

Beternak Nelayan Pembantu Rumah Tangga Office Boy Tukang Masak Lainnya (...) Total

(43)

31

BAGIAN C : BANTUAN LEMBAGA AMIL ZAKAT BAZIS

1. Jumlah rutin yang diterima KK + AK dari BAZIS atau lembaga lainnnya (jika ada)

Semua AK (Rp/bulan/hari) Total Pendapatan

2. Jumlah bantuan karitatif yang diterima KK+AK dari BAZIS Jakarta selama 1 tahun (konversikan ke Rupiah)

Jenis bantuan KK

(Rp/bulan)

Semua AK (Rp/bulan/hari) Total Pendapatan keluarga (Rp/bulan)

3. Jumlah bantuan berupa modal usaha yang diterima KK+AK dari BAZIS Jakarta. (konversi kedalam rupiah)

Jenis bantuan KK

(Rp/bulan)

Semua AK (Rp/bulan/hari) Total Pendapatan

(44)

32

BAGIAN D : PEMBINAAN YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA AMIL ZAKAT BAZIS JAKARTA KEPADA MUSTAHIK

1. Apakah ada pembinaan yang dilakukan oleh BAZIS ?

YA /TIDAK

2. Berapa kali periode pembinaan yang dilakukan oleh BAZIS ?

3. Jenis pembinaan yang dilakukan

Pembinaan usaha :

Pembinaan Spiritual :

4. Evaluasi pembinaan dari Mustahik

BAGIAN E : TOTAL PENGELUARAN RUMAH TANGGA

Jenis

Pengeluaran KK

(Rp/bulan)

Semua AK (Rp/bulan) Total

Pengeluaran Keluarga (Rp/bulan) AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5

Sewa rumah Listrik dan air

(45)

33

BAGIAN F : EVALUASI KEGIATAN IBADAH RUMAH TANGGA MUSTAHIK SEBELUM DAN SESUDAH MENERIMA DANA ZAKAT

1. Evaluasi Ibadah Rumah Tangga Mustahik sebelum menerima dana zakat.

Variabel Skala Likert Keterangan

1 2 3 4 5

Shalat Puasa Zakat dan Infak

Lingkungan keluarga Kebijakan Pemerintah

2. Evaluasi Ibadah Rumah Tangga Mustahik sesudah menerima dana zakat.

Variabel Skala Likert Keterangan

1 2 3 4 5

Shalat Puasa Zakat dan Infak

(46)
(47)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1993 dari ayah Sukri Wakid dan ibu Badratullaela. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SDN 01 Kebon Bawang, Jakarta dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 95 Jakarta. Penulis lulus dari SMA Negeri 13 Jakarta pada tahun 2011 dan lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di program studi Ilmu Ekonomi Syariah, departemen Ilmu Ekonomi, fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Gambar

Tabel 1 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Indeks Gini
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 4 Indikator kebutuhan spiritual
Tabel 8 Indikator kemiskinan berdasarkan jenis program zakat produktif
+2

Referensi

Dokumen terkait

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK (Studi Kasus Di Badan Amil Zakat Nasional/BAZNAS

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor Pengurang Zakat Pertanian (Studi Kasus: Petani di Desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten)”. Penelitian ini berasal

Dalam perpektif zakat korporasi/badan usaha, membagi potensi zakat perusahaan menjadi dua kelompok, yakni (1) potensi zakat industri manufaktur dan industri lain serta (2)

Analisis indeks kemiskinan material terhadap rumah tangga mustahik dilakukan tanpa dan dengan adanya bantuan dana zakat yang diberikan oleh BAZNAS Provinsi Jawa

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat) yaitu lembaga yang dibentuk masyarakat

Dengan adanya penelitian ini, maka peneliti dapat mengetahui seberapa besar pengaruh dari jumlah penduduk, pengangguran, dan zakat terhadap kemiskinan yang ada di

Analisis indeks kemiskinan material terhadap rumah tangga mustahik dilakukan tanpa dan dengan adanya bantuan dana zakat yang diberikan oleh BAZNAS Provinsi Jawa

Analisis indeks kemiskinan material terhadap rumah tangga mustahik dilakukan tanpa dan dengan adanya bantuan dana zakat yang diberikan oleh BAZNAS Provinsi Jawa