PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETERNAK SAPI PERAH DI
DESA NGABAB, KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG
DALAM PENGENDALIAN BRUSELOSIS
WIDYA PUTRA RACHMAWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Peternak Sapi Perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam Pengendalian Bruselosis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
2
ABSTRAK
WIDYA PUTRA RACHMAWAN. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Peternak Sapi Perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang Dalam Pengendalian Bruselosis. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan ARDILASUNU WICAKSONO.
Bruselosis dikenal sebagai penyakit reproduksi menular dan merupakan penyakit zoonotik disebabkan oleh bakteri genus Brucella. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan praktik serta mengidentifikasi faktor-faktor yang berasosiasi terhadap praktik peternak sapi perah dalam pengendalian bruselosis. Penelitian ini dirancang menggunakan kajian lapang lintas seksional. Data diperoleh dengan cara mewawancarai tiga puluh peternak sapi perah Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan dan praktik berada pada tingkat sedang dan tingkat sikap berada pada tingkat baik. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan praktik (p=0.013;r=0.4500) dan pengetahuan dengan sikap (p=0.000;r=0.660). Peningkatan pengetahuan akan memengaruhi sikap dan praktik pada peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam pengendalian bruselosis.
Kata kunci: pengendalian bruselosis, pengetahuan, praktik, sikap,
ABSTRACT
WIDYA PUTRA RACHMAWAN. Knowledge, Attitude, and Practice of Dairy Cattle Farmers at Ngabab Village, Pujon Sub-district, Malang district on Brucellosis Control Program. Supervised by ETIH SUDARNIKA and ARDILASUNU WICAKSONO.
Brucellosis was known as a contagious reproductive diseases in animals, and also zoonoses caused by genus Brucella. This research was aimed to determine the level of knowledge, attitude, and practice and also to identify the factors which associated to the dairy farmers practice on brucellosis control. This research was designed with cross-sectional study. Data was obtained by interviewing 30 dairy cattle farmers at Ngabab Village, Pujon Sub-distrcit, Malang District using structured questionnaire. The results indicated that the knowledge and practice level were in moderate level, and the attitude were in good level. There are significant corellations between knowledge and practice (p=0.013;r=0.450) and knowledge with attitude (p=0.000;r=0.660). The increasing of level knowledge influences the attitude and practices level of dairy cattle farmers at Ngabab Village, Pujon Sub-district, Malang district on brucellosis control.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETERNAK SAPI
PERAH DI DESA NGABAB, KECAMATAN PUJON KABUPATEN
MALANG DALAM PENGENDALIAN BRUSELOSIS
WIDYA PUTRA RACHMAWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah pengetahuan, sikap dan praktik peternak, dengan judul Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Peternak Sapi Perah Desa Ngabab, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang terhadap Pengendalian Bruselosis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi dan Bapak Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan staf karyawan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, seluruh staf Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang, dan pegawai, jajaran direktur dan pengawas serta seluruh anggota Koperasi Susu SAE Pujon, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang yang membantu penulis dalam memberikan informasi tentang manajemen ternak dan bruselosis di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu datang dari saya sebagai penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.Badan Meteorologi dan Geofisika, Ibu Ir. Emmy Sudirman beserta staf Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga, serta Bapak Ir. Husni beserta staf Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Bruselosis 2
Pengetahuan, Sikap dan Praktik 2
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Metode Penelitian 3
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Karakteristik Peternak 7
Manajemen Pemeliharan Ternak 7
Manajemen Kesehatan Ternak 9
Riwayat Kejadian dan Pengendalian Bruselosis 10
Akses Informasi terhadap Bruselosis 11
Tingkat Keterlibatan Peternak dalam Organisasi 12
Pengetahuan, Sikap dan Praktik Peternak terhadap Pengendalian Bruselosis 12 Karakteristik Peternak yang memengaruhi Pengetahuan dan Praktik
Pengendalian Bruselosis 14
Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik 15
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 20
DAFTAR TABEL
1. Definisi operasional peubah yang digunakan 5
2. Karakteristik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon 7 3. Manajemen pemeliharaan ternak di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon 8 4. Manajemen kesehatan ternak di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon 9
5. Jumlah kejadian keguguran pada ternak 11
6. Akses informasi peternak sapi perah 11
7. Tingkat keterlibatan organisasi peternak sapi perah 12 8. Sebaran tingkat pengetahuan, sikap dan praktik peternak sapi perah 13 9. Hubungan karakteristik peternak terhadap tingkat pengetahuan 14 10. Hubungan karakteristik peternak terhadap tingkat praktik 15 11. Hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik peternak sapi perah 16
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka konsep penelitian 3
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
` Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra sapi perah dengan populasi mencapai 50.9% dari populasi nasional yaitu 636.064 ekor tercatat pada tahun 2013. Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Timur pada periode 2012-2013 mengalami peningkatan sebesar 4% (DITJENNAK 2013). Peningkatan populasi sapi perah tidak diiringi dengan peningkatan kualitas higiene dan sanitasi kandang sehingga memudahkan penularan penyakit melalui kontak langsung. Bruselosis merupakan penyakit zoonotik yang dapat menyebabkan keguguran pada ternak produktif dan dapat menular ke manusia. Penularan ke manusia, ditularkan dari ternak melalui kontak langsung dengan darah, plasenta, fetus atau sekresi rahim serta melalui konsumsi susu yang tidak terpasteurisasi (Novita 2014).
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 59/Kpts/PD610/05/2007 tentang Jenis Jenis Penyakit Hewan Menular yang Mendapat Prioritas Pengendalian dan atau Pemberantasannya menyatakan bahwa bruselosis merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis (PHMS) di Indonesia. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari kejadian bruselosis mencapai 138,5 milyar rupiah setiap tahun akibat tingginya angka keguguran, infertilitas, sterilitas, kematian dini pedet, dan penurunan produksi susu. Tidak terlihatnya gejala klinis, sulitnya monitoring lalu lintas ternak, belum optimalnya pelaksanaan kebijakan test dan slaughter, tidak sesuainya biaya kompensasi dengan jumlah kasus, dan belum optimalnya keikutsertaan petani dalam pengendalian penyakit menjadi penyebab sulitnya melakukan program pemberantasan dan pengendalian bruselosis pada sapi perah (Noor 2006).
Peran serta peternak merupakan hal penting dalam pengendalian penyakit. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan peran serta peternak dalam pengendalian penyakit, salah satunya adalah dengan mengadakan penyuluhan. Survey pada penelitian ini didisain untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam pengendalian bruselosis.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan praktik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang mengenai pengendalian bruselosis. Tujuan lainnya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berasosiasi terhadap praktik peternak sapi perah Desa Ngabab, Kecamatan Kabupaten Malang dalam pengendalian bruselosis.
Manfaat Penelitian
2
adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berasosiasi terhadap praktik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang terhadap pengendalian bruselosis.
TINJAUAN PUSTAKA
Bruselosis
Bruselosis merupakan salah satu penyakit hewan menular yang hampir ada di seluruh dunia. Bruselosis telah menjadi penyakit zoonotik yang muncul sejak ditemukannya Brucella melitensis oleh David Bruce pada tahun 1887. Penyakit bruselosis menyerang hewan domestik seperti sapi, domba, kambing, babi, dan anjing. Bruselosis pada manusia dapat menyebabkan demam bersifat undulant sering disebut Malta fever (OIE 2011). Bruselosis disebabkan oleh bakteri genus Brucella. Bakteri Brucella bersifat gram negatif, berbentuk bulat, tidak berspora tidak bergerak, serta belum terbukti menghasilkan faktor virulensi seperti kitolisin, kapsul, eksotoksin, sekresi protease, fili, fimbrae, flagella, racun, dan plasmid (Corbel 2010). Brucella mudah menular karena memilliki daya tahan yang cukup baik di luar tubuh induk semang pada berbagai kondisi lingkungan. Spesies Brucella yang sering menginfeksi sapi di Indonesia adalah strain B. abortus. Bruselosis di Indonesia umumnya dikenal sebagai penyakit reproduksi menular pada sapi, yang mengakibatkan terjadinya abortus pada sapi bunting yang terinfeksi. Meningkatnya penyebaran bruselosis pada sapi di Indonesia disebabkan adanya perpindahan ternak yang kurang dapat dipantau oleh petugas peternakan, biaya kompensasi pengganti sapi sangat mahal, kesadaran dan pengetahuan peternak yang rendah (Noor 2006b).
Pengetahuan, Sikap dan Praktik
Pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui dan terbentuk setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoadmojo 2008). Sedangkan Shinta (2005) menyebutkan bahwa yang memengaruhi tingkat pengetahuan responden adalah pengalaman dan tingkat pendidikan. Hal yang memengaruhi pendidikan adalah akses terhadap sumber informasi dan daerah topografi. Bila suatu daerah yang kondisi topografinya relatif mudah dan dekat dari pusat pendidikan dan lembaga penelitian, maka tingkat pengetahuan penduduk di daerah tersebut relatif tinggi (Hanafi 2014).
Sikap merupakan lanjutan dari pengetahuan yang diterapkan oleh seseorang dalam melakukan aktivitas yang baik dan sesuai. Sikap seseorang dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor psikologis dan fisiologis serta eksternal berupa intervensi yang datang dari luar individu, misalnya berupa pendidikan, pelatihan dan penyuluhan (Rahmawati 2007). Sikap merupakan kecenderungan untuk merespon positif atau negatif terhadap suatu hal dan merupakan predisposisi terbentuknya perilaku.
3
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan sosio demografi (2) faktor pendorong, terwujud dalam ucapan, sikap dan tindakan dari petugas kesehatan, lingkungan, keluarga dan masyarakat (3) faktor pendukung yang terwujud dalam ketersediaan fasilitas. Praktik sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuan, bila seseorang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, seharusnya seseorang tersebut mampu menerapkan yang baik pula (Khoiron 2012).
Faktor yang Memengaruhi Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Penyakit
Peran serta masyarakat diperlukan dalam pengendalian penyakit di daerah tersebut. Menurut Loran (2015) salah satu faktor keberhasilan dalam pengobatan penyakit adalah bergantung pada pengetahuan dan peran serta masyarakat. Faktor yang memengaruhi berjalannya peran serta masyarakat adalah dengan adanya kemitraan kerja pemerintah dalam pengendalian penyakit (Bahtiar 2012). Faktor lainnya adalah motivasi keluarga dan penjelasan dari penyuluh yang mampu meningkatkan pengetahuan sehingga masyarakat secara sadar akan berpartisipasi dalam pengendalian penyakit.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 hingga Juni 2015 di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Analisis data dilakukan di Lab Epidemiologi FKH IPB.
Metode Penelitian
Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka konsep penelitian 1. Karakteristik peternak sapi
perah
2. Manajemen pemeliharaan 3. Manajemen kesehatan 4. Riwayat kejadian dan
pengendalian bruselosis 5. Akses informasi 6. Tingkat keterlibatan
4
Desain Penelitian
Penelitian dirancang menggunakan kajian lapang lintas seksional (cross-sectional study). Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner yang disusun secara terstruktur.
Penarikan Sampel
Populasi penelitian adalah peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Besaran sampel yang diambil adalah tiga puluh peternak sapi perah sebagai responden. Dalam penelitian sosial besaran sampel yang ditentukan minimal adalah tiga puluh (Sugiarto 2003). Sampel diambil mengunakan teknik penarikan contoh acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan tiga puluh responden yang terpilih ke dalam balai desa kemudian dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Selain wawancara untuk memperdalam informasi dilakukan pengamatan praktik pengendalian bruselosis menggunakan borang checklist.
Kuesioner
Kuesioner berisi pertanyaan tentang karakteristik peternak, manajemen pemeliharaan, manajemen kesehatan dan reproduksi ternak, riwayat kejadian dan pengendalian bruselosis, akses informasi, tingkat keterlibatan peternak dalam organisasi, pengetahuan, sikap, dan praktik peternak terhadap pengendalian bruselosis. Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data, dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas terhadap kuesioner telah dilakukan dengan metode Pearson, yaitu mengkorelasikan skor peubah jawaban responden dengan total skor masing-masing peubah. Hasil korelasi dibandingkan dengan nilai kritis pada taraf signifikan 0.05. Menurut Sugiyono (2006) uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi dari suatu instrumen (kuesioner), dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu pendidikan agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan didadakannya pengukuran tersebut. Kuesioner penelitian terlampir pada Lampiran 1.
Pengodean
Penilaian tingkat pengetahuan responden dirancang dengan menggunakan sebelas pernyataan. Pernyataan terdiri dari pernyataan postitif dan pernyataan negatif. Setiap jawaban yang benar dari pernyataan mengenai pengetahuan bruselosis secara umum diberikan nilai satu, adapun jawaban yang salah dan tidak tahu diberikan nilai nol. Nilai maksimum tingkat pengetahuan adalah sebelas dan nilai minimumnya adalah nol. Berdasarkan kriteria penilaian diatas, maka untuk menilai tingkat pengetahuan peternak sapi perah adalah sebagai berikut :
Pengetahuan buruk jika nilai < 4
Pengetahuan sedang jika nilai antara 4-7
Pengetahuan baik jika nilai >7
Penilaian tingkat sikap peternak sapi perah dirancang dengan menggunakan sepuluh pernyataan yang terdiri dari pernyatan positif dan pernyataan negatif.
Penilaian sikap menggunakan skala ‘setuju’ , ‘ragu-ragu’, ‘tidak setuju’. Setiap
5
(Palaian et al. 2006). Dengan demikian untuk tingkat sikap, nilai maksimumnya adalah dua puluh dan nilai minimumnya adalah nol. Berdasarkan kriteria penilaian diatas, maka untuk menghitung tingkat sikap peternak sapi perah adalah sebagai berikut:
Sikap buruk jika nilai < 7
Sikap sedang jika nilai antara 7-14
Sikap baik jika nilai >14
Penilaian tingkat praktik peternak sapi perah terhadap pengendalian bruselosis dirancang dengan menggunakan sepuluh pertanyaan. Nilai maksimumnya adalah sepuluh dan nilai minimumnya adalah nol. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, maka untuk menilai tingkat praktik peternak sapi perah adalah sebagai berikut:
Praktik buruk jika nilai < 4
Praktik sedang jika nilai antara 4 – 7
Praktik baik jika nilai > 7
Definisi Operasional (DO)
Definisi operasional yang digunakan di dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Definisi operasional peubah yang digunakan pada penelitian Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Kategori
Umur Umur peternak
sapi perah :
Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir Tujuan beternak Kepentingan usaha
ternak sapi perah
Jumlah ternak Jumlah sapi yang dimiliki peternak
6
Tabel 1 Definisi operasional peubah yang digunakan pada penelitian (Lanjutan) Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Kategori
Frekuensi aktif di koperasi
Keaktifan peternak sapi perah dalam kegiatan koperasi
Kuesioner Wawancara Interval 1=Sehari sekali Tingkat pengetahuan Pengetahuan peternak
sapi perah terhadap Tingkat sikap Sikap peternak sapi
terhadap bruselosis Tingkat praktik Praktik peternak sapi
terhadap pengendalian bruselosis
Checklist Pengamatan Ordinal 1= Buruk 2= Sedang 3= Baik
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan uji khi kuadrat dan korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan antara peubah yang diamati. Menurut Wardana (2007), kekuatan korelasi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu lemah (0.10-0.29), sedang (0.30-0.49), dan kuat (0.50-1.00). Sedangkan, arah korelasi bernilai negatif dan positif. Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Ngabab terbagi menjadi tiga Dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun Lembungrejo, dan Dusun Torongrejo. Jumlah penduduk yang ada di Desa Ngabab berjumlah 7412 orang. Jumlah keseluruhan kepala keluarga yang ada di Desa Ngabab adalah 2185 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Ngabab adalah Petani (3087 orang), pekerja sektor jasa/perdagangan (65 orang), dan pekerja sektor industri (41 orang).
7
Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak di Desa Ngabab meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, tujuan budidaya ternak, dan jumlah ternak yang dimiliki dapat dilihat secara rinci pada Tabel 2. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 50% responden berusia 25-45 tahun, dan sisanya berusia lebih dari 45 tahun. Sebagian besar (73.3%) responden memiliki pendidikan terakhir di tingkat Sekolah Dasar (SD). Menurut Baba (2011) semakin tinggi umur dan tingkat pendidikan seseorang, mereka memiliki tingkat pengetahuan baik.
Sebanyak (63.3%) responden menyatakan bahwa tujuan budidaya ternak merupakan usaha sampingan. Hal tersebut mengakibatkan peternak cenderung tidak menerapkan praktik yang baik karena kehidupannya tidak bergantung pada kegiatan budidaya ternak. Selain sebagai usaha sampingan, peternak juga memiliki usaha pokok diantaranya sebagai pengawas dan pegawai koperasi, buruh tani, pegawai swasta dan pedagang. Sebesar 56.7% responden memelihara sapi kurang dari lima ekor. Hal tersebut dipengaruhi oleh lamanya waktu usaha yang telah dijalankan. Responden yang memelihara sapi kurang dari lima ekor dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki dan baru menekuni usaha ternak kurang dari lima tahun.
Tabel 2 Karakteristik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
Karakteristik peternak Jumlah (n=30)
n %
Jumlah ternak yang dimiliki
- Kurang dari 5 ekor 17 56.7
- Lebih dari 5 ekor 13 43.3
Manajemen Pemeliharan Ternak
8
penduduk tetapi mudah dicapai, kandang harus dipisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal sepuluh meter (BPTPJ 2010).
Tabel 3 Manajemen pemeliharaan ternak pada peternak di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
Manajemen pemeliharaan ternak Jumlah (n=30)
n %
Tipe pemeliharaan
- Digembalakan 0 0
- Dikandangkan 30 100.0
- Digembalakan siang hari, dikandangkan
malam hari 0 0
Lokasi kandang dekat dengan pemukiman
- Ya 30 100.0
- Tidak 0 0
Bahan atap yang digunakan
- Asbes atau seng 17 56.7
- Kayu dan jerami 2 6.6
- Genteng 11 36.7
Bahan dinding yang digunakan
- Bambu 8 26.7
- Batu bata 22 73.3
Bahan lantai yang digunakan
- Tanah 30 40.0
Kepadatan hewan ternak /6m²
- 1 Hewan Ternak 1 3.3
Sebagian besar (56.7%) responden menggunakan asbes sebagai atap untuk kandang sapi perahnya. Sisanya, sebanyak 36.7% responden menggunakan bahan genteng. Sebanyak 73.3% responden menggunakan batu bata sebagai dinding kandang dan seluruh alas kandang yang dimiliki oleh responden masih menggunakan tanah. Bahan atap kandang yang ideal digunakan di negara Indonesia adalah genteng karena tahan lama, mudah didapat, serta di antara genteng terdapat celah-celah, sehingga sirkulasi udara baik (Sasono 2003).
9
kandang 6m2. Kapasitas tampung ternak yang ideal dalam kandang model kelompok adalah satu ekor untuk luas kandang 6m2. (Rasyid 2007).
Sebanyak 20% responden menggunakan sumber air PDAM untuk memenuhi kebutuhan ternaknya dan sebagian besar responden (80%) menggunakan sumber air swadaya. Swadaya merupakan cara yang dipilih peternak untuk mengumpulkan air dari beberapa sumber diantaranya adalah sungai, sumber air pegunungan, selokan, dan sumur. Menurut LeJune (2010) beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menyediakan air agar mengurangi sumber kontaminan adalah paparan sinar matahari, temperatur dan kompetisi mikroorganisme.
Manajemen Kesehatan Ternak
Keseharian peternak diamati untuk mengetahui tingkat praktik dalam pengendalian bruselosis. Manajemen kesehatan ternak di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang disajikan pada Tabel 4. Manajemen kesehatan ternak yang diamati meliputi pengelolaan limbah padat dan limbah cair, tindakan saat pembelian ternak baru, adanya kandang khusus karantina dan induk bunting tua. Tabel 4 Manajemen kesehatan ternak pada peternak di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang
Manajemen kesehatan ternak Jumlah (n=30)
n %
Pengelolaan limbah padat (feses dan sisa pakan)
- Ditimbun di atas permukaan tanah 5 16.7
- Ditimbun di dalam tanah (septic tank) - Diolah untuk dijadikan biogas - Dibuang di perairan umum
1 Pengelolaan limbah cair (urin dan sisa air minum)
- Dibuang di perairan umum 28 93.3
- Diolah 2 6.7
Tindakan pada saat pembelian ternak baru
- Langsung dicampur dengan ternak lama 29 96.7 - Dipisahkan selama 2 minggu dari ternak lama 1 3.3 Kandang khusus karantina
- Ada 4 13.3
- Tidak ada 26 86.7
Kandang khusus untuk induk bunting tua
- Ada 2 6.7
- Tidak ada 28 93.3
10
buruk, diantaranya adalah mengurangi nilai estetika lingkungan, tercemarnya tanah, air dan udara, serta memudahkan terjadinya penularan penyakit (Khoiron 2012). Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air menyatakan bahwa pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Pencemaran air oleh air limbah dan feses yang mengandung organisme dapat menimbulkan penyakit, termasuk bruselosis.
Pada saat pembelian ternak baru, sebagian besar (96.7 %) peternak menempatkan ternak barunya berdekatan dengan ternak lama. Sisanya (3.3 %) peternak menempatkan ternak baru secara tertutup dan terpisah dari ternak lama selama dua minggu. Sebanyak 86.7% peternak tidak menyediakan kandang khusus untuk ternak yang sakit, sisanya (13%) peternak sapi perah menyediakan kandang khusus untuk ternak yang sakit. Sebanyak 93.3% peternak juga tidak menyediakan kandang khusus untuk induk sapi yang sedang bunting tua. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomer 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik, pemeliharaan induk bunting (umur 15 bulan hingga melahirkan umur 24 bulan) harus dikelompokkan dan dipisahkan di kandang yang bersih, kering, dan terang. Pemisahan kandang untuk pemeliharaan induk sapi yang sedang bunting tua bertujuan untuk menjaga proses pembibitan.
Riwayat Kejadian dan Pengendalian Bruselosis
Prevalensi bruselosis di Indonesia berkisar antara 0% hingga 46% dengan prevalensi yang tinggi di sebagian besar provinsi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Putra 2006). Salah satu upaya pencegahan bruselosis dilakukan dengan memonitor secara rutin dan berkelanjutan (surveilans). Berdasarkan hasil wawancara ditemukan sebanyak 10% responden memiliki ternak yang mengalami keguguran dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Keguguran merupakan salah satu gejala klinis yang khas pada hewan yang menderita bruselosis, namun memerlukan uji serologis untuk memastikan kejadian penyakit tersebut (Bahri 2010 ).
11
Tabel 5 Jumlah kejadian pada ternak yang mengalami keguguran dalam kurun waktu satu tahun terakhir di lingkungan sekitar peternak
Kejadian pada ternak Jumlah (n=30)
n %
Akses Informasi terhadap Bruselosis
Pemberian informasi mengenai bruselosis sangat penting dilakukan agar peternak lebih paham risiko, bahaya dan cara pengendalian bruselosis bila mewabah di daerah peternakannya. Akses informasi peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang terhadap bruselosis dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% responden telah mengikuti penyuluhan bruselosis yang dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang, sedangkan 20% lainnya tidak mengikuti penyuluhan. Tabel 6 Akses informasi yang dimiliki peternak di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang
Akses informasi Jumlah (n=30)
n % Mendapatkan informasi dari sumber lain
- Ya 2 8.4
12
itu pemerintah harus aktif menyediakan informasi dengan memberikan penyuluhan secara rutin dan berkelanjutan. Pemerintah juga harus meningkatkan kualitas penyuluhan agar pengetahuan masyarakat meningkat. Menurut Rahmawati (2007) mengadakan penyuluhan dengan media audio visual terbukti mampu meningkatkan pengetahuan responden.
Tingkat Keterlibatan Peternak dalam Organisasi
Sebagian besar peternak sapi perah merupakan anggota koperasi SAE Pujon. Koperasi SAE Pujon merupakan salah satu organsiasi yang aktif di desa tersebut. Tabel 7 akan menjelaskan keaktifan peternak sapi perah Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
Tabel 7 Tingkat keterlibatan peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam Organisasi
Akses informasi Jumlah (n=30)
N %
Frekuensi aktif pada kegiatan koperasi
- Minimal sehari sekali 11 36.7
- Minimal seminggu sekali - Minimal sebulan sekali
9
Dari hasil penelitian, seluruh responden merupakan anggota aktif koperasi susu SAE Pujon, Kabupaten Malang. Sebagian besar (36.7%) responden aktif pada kegiatan koperasi dengan frekuensi minimal sehari sekali. Sebanyak (30.0%) responden aktif pada kegiatan koperasi dengan frekuensi minimal seminggu sekali, dan sisanya (26.7%) responden aktif pada kegiatan koperasi dengan frekuensi minimal setahun sekali. Hanya sebagian kecil saja (3.3%) responden aktif pada kegiatan koperasi hanya dengan frekuensi minimal sebulan sekali dan tidak menentu. Menurut Yunasaf (2006) keaktifan anggota memiliki hubungan positif yang nyata dengan kesejahteraan peternak sapi perah. Beberapa kegiatan dalam Koperasi Susu SAE Pujon diantaranya adalah Rapat Akhir Tahunan (RAT), rapat mingguan terkait pelaksanaan teknis pemeliharaan sapi perah oleh tim koperasi beserta penanggung jawab kelompok dan halal bihalal.
Pengetahuan, Sikap dan Praktik Peternak terhadap Pengendalian Bruselosis
13
Kiruhura, Uganda yang memiliki tingkat pengetahuan mengenai bruselosis pada kategori sedang.
Tabel 8 Sebaran berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik peternak sapi perah Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
Kategori Jumlah (n=30)
n %
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan pengetahuan peternak sapi mengenai bruselosis di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang ini diantaranya dengan adanya program penyuluhan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang. Media penyuluhan yang sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh peternak mempunyai pengaruh yang baik terhadap tingkat pengetahuan peternak sapi perah (Satmoko 2006). Keaktifan sebagai anggota koperasi juga mampu meningkatkan pengetahuan peternak, karena lebih mudah dalam mendapatkan informasi mengenai bruselosis. Sebaran tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 8.
Sebesar 56.7% dari 30 peternak sapi perah di Desa Ngabab memiliki sikap yang dikategorikan baik, sedangkan sisanya memiliki sikap yang dikategorikan sedang (40%) dan buruk (3.3%). Sikap peternak sapi terhadap bruselosis di Desa Ngabab termasuk dalam kategori baik. Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian Grahn (2013) yang menyatakan bahwa sikap peternak sapi terhadap bruselosis di daerah Tajikiztan dikategorikan buruk dengan persentase yang tinggi mencapai 90%.
14
Karakteristik Peternak yang memengaruhi Pengetahuan dan Praktik Pengendalian Bruselosis
Data karakteristik peternak yang memengaruhi pengetahuan dan praktik pengendalian bruselosis berikut disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Berdasarkan penelitian ini, didapatkan hasil yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara umur dengan pengetahuan terntang bruselosis yang dinyatakan pada taraf nyata (p>0.05). Karakteristik lain seperti pendidikan, tujuan budidaya ternak, jumlah ternak dan frekuensi aktif di kegiatan organisasi juga tidak memiliki hubungan yang nyata dengan pengetahuan tentang bruselosis (Tabel 9).
Tabel 9 Hasil analisis hubungan antara karakteristik peternak sapi perah terhadap pengetahuan *berbeda nyata pada p<0.05
15
menyatakan bahwa produksi susu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan pengetahuan dan praktik adalah produksi susu.
Tabel 10 Hasil analisis hubungan antara karakteristik peternak sapi perah terhadap praktik pengendalian bruselosis
Karakteristik *berbeda nyata pada p<0.05
Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik
16
Tabel 11 Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik peternak sapi perah terhadap pengendalian penyakit
*berbeda nyata pada p < 0.05
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat pengetahuan dan sikap peternak sapi perah terhadap pengendalian bruselosis di desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang pada umumnya berada pada kategori sedang hinga baik. Mayoritas responden memiliki tingkat praktik pengendalian bruselosis dalam kategori sedang. Dari analisis data diperoleh hasil yaitu pengetahuan dapat memengaruhi sikap dan praktik peternak dalam pengendalian bruselosis.
Saran
Peningkatan pengetahuan peternak merupakan cara untuk memengaruhi sikap dan praktik terhadap pengendalian bruselosis. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan peternak adalah melalui penyuluhan. Diharapkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan diantaranya adalah memperluas cakupan peserta penyuluhan, kualitas materi penyuluhan ditingkatkan, dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Baba S, Isbandi, Mardikanto T, Waridin. 2011. Faktor-faktor ang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Peternak Sapi Perah dalam Penyuluhan di Kabupaten Enrekang. JITP. 1(3):193-208.
Bahri S, Eny M. 2010. Kebijakan pengendalian penyakit strategis dalam rangka mendukung program kecukupan daging sapi 2010. Prosiding Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. hlm 12-22; [diunduh 2015 Agustus 24]. Tersedia pada: http: http://peternakan. litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/lpeny062.pdf?secure=1.
Peubah Praktik Pengetahuan
r p r P
Pengetahuan 0.450 0.013*
17
Bahtiar Y. 2012. Hubungan Pengetahuan, dan Sikap Tokoh Masyarakat dengan Perannya dalam Pengendalian Demam Berdarah di Wilayah Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya. J Aspirator 4(2):73-84.
[BPTPJ] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2010. Teknologi Pembibitan Ternak Sapi. Yusri A, editor. Jambi (ID): Balai Pengkajian Teknologi Jambi.
Corbel J, Banai M. 2010. Taxonomy of Brucella. J Open Veterinary Science. 4:85-101.doi: 1874-3188/10.
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta (ID): Depkes RI.
[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013. Kementerian Pertanian [Internet]. [diunduh 2015 Juli 27].Tersedia pada: http://www.mediafire.com/ view/50036o4mlxjx1wy/Statistik_PKH_Tahun_2013.pdf.
Grahn C. 2013. Brucellosis in small ruminants – an investigation of knowledge, attitude and practices in peri-urban farming around the region of Dushanbe, Tajikistan [tesis]. Upsalla (SE): Swedish University of Agricultural Sciences. Hanafi H, Kurnianita T, Susanti H. Pengkajian respon peternak terhadap program swasembada daging sapi (psds) 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014 [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Yogyakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 250-255; [diunduh 2015 September 18]. Tersedia pada: http://digilib.litbang. pertanian.go.id/v2/repo sitory/download/4056/2035.
Ipa M, Lasut D, Yuliasih Y, Delia T. 2009. Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Masyarakat Serta Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. J Aspirator. 1(1):16-21.
[Kemen LH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01/2010. Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta (ID): Kemen LH.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2014.Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 100/Permentan/OT.140/7/2014. Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik. Jakarta (ID): Kementan.
Khoiron. 2012. Perilaku Peternak Sapi Perah Dalam Menangani Limbah Ternak. J Ikesma. 8(2):90-97.
Le June JT, Besser TE, Merrill NL, Ricet DH, Hancock DD. 2010. Livestock Drinking Water Microbiology and the Factors Influencing the Quality of Drinking water Offered to Cattle. J Dairy Sci. 84(8):1856-1862.
Loran F. 2011. Perilaku Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Larat Tanimbar Utara Kabupaten Maluku Tenggara Barat [skripsi]. Makassar (ID); Universitas Hasannudin Makassar.
18
Februari 28 [diunduh 2015 Agustus 10]; 12:242: http://www.biomed central.com/1471-2458/14/242.
Noor SM 2006a. Epidemiologi dan pengendalian brucellosis pada sapi perah di pulau jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): PUSLITBANGNAK. hlm 75-81; [diunduh 2015 Juli 27]. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/lpeny06-8.pdf Noor SM. 2006b. Bruselosis: Penyakit zoonosik yang belum banyak dikenal di
Indonesia. Wartazoa 16: 31-39.
Notoadmojo S. 2008. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Notoadmojo S. 2010. Promosi Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Novita R. 2014. Perencanaan Surveilans Brucellosis pada Manusia di Jawa Barat
dengan Menggunakan Metode Geographical Information System GIS. J Biotek Med Ind. 3(1):1-10.
[OIE] Office International des Epizooties. 2011. Evaluation of veterinary services.OIE. Terrestrial animal health code. Chapter 3.2 [Internet].[diunduh pada 2015 Juli 13]. Tersedia pada http://www.oie.int/index.php?id=169&L= 0&htmfile=chapitre_1.3.2.htmPutoetal2010.
Palaian S, Acharya LD, Rao PGM, Ravi P, Nair NM, Nair NP. 2006. Knowledge, attitude, and practices outcomes: evaluating the impact of counseling in hospitalized diabetic patiens in india. J Pharmacol. 7: 383-396.
Putra. 2006. Brucellosis di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahayu S, Purwaningsih D, Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi
Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan beserta Aspek Sosio Kulturalnya J Inotek. 13(2):150-160.
Rahmawati I, Sudargo T, Paramastri I. 2007. Pengaruh Penyuluhan dengan Media Audio Visual terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. J Gizi Klinik Indo. 4(2): 1-7.
Sasono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Depok (ID): Agromedia Pustaka
Satmoko S, Astuti HT. 2006. Pengaruh Bahasa Booklet pada Peningkatan Pengetahuan Peternak Sapi Perah tentang Inseminasi Buatan di Kelurahan Nongkosawit, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Jurnal Penyuluhan. 2(2):78-82.
Shinta, Sukowati, Sapardiyah T. 2005. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Malaria di Daerah Non Endemis, Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. J Ekologi Kesehatan. 4(2);254-264.
Sugiarto. 2006. Teknik Sampling, Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003 Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif
dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta
19
Wardana A. 2007. Menggunakan SPSS dalam penelitian Sosial. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
20
21
Lampiran 1 Lembar Kuesioner
FORMULIR PERSETUJUAN PENELITIAN
Informed Consent
Assalamualaikum wr wb,
Saya adalah mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor angkatan 2011-2012 yang sedang melakukan penelitian tentang
Pengetahuan, Sikap dan Praktek Peternak Sapi Perah di Desa Ngabab,
Kecamatan Pujon dalam Pengendalian Bruselosis. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada program (S1) Sarjana Pendidikan Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan praktik peternak dalam upaya pengendalian bruselosis di Kecamatan Pujon serta mengidentifikasi faktor-faktor yang berasosiasi terhadap praktik peternak. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Bapak/Ibu peternak untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Pengisian kuesioner dilakukan dengan jujur dan apa adanya. Jika Bapak/Ibu bersedia, silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Bapak/Ibu.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.
Bogor, April 2015
Peneliti Responden
Widya Putra R ( )
22
KUESIONER PENELITIAN
A. Keterangan Pemilik Hewan
1. No responden : ... 2. Nama :... 3. Umur : ...tahun
4. Pendidikan formal terakhir (sederajat) SD / SLTP / SLTA / Diploma / PT (lingkari yang dipilih)
5. Alamat Tempat Tinggal
Dusun : ... Desa : ...
Kecamatan : ... 6. Jumlah sapi dipelihara: ... ekor
7. Apa tujuan Bapak/Ibu dalam budidaya ternak sapi yang dilakukan ?
Sebagai usaha pokok
Sebagai usaha sambilan
Lain lain,sebutkan... 8. Apakah Bapak/Ibu pernah membeli sapi pada 1 tahun terakhir ?
Ya
Tidak (Lanjut ke bagian pertanyaan no. 10)
9. Jika Ya, dari mana asal sapi tersebut?
Dari kabupaten yang sama
Luar kabupaten di provinsi yang sama
Luar provinsi, sebutkan ...
B. Manajemen Kandang
10.Tipe pemeliharaan yang diterapkan
Digembalakan
Dikandangkan
Digembalakan siang hari, kemudian dikandangkan malam hari
Lain-lain, sebutkan... 11.Apakah lokasi kandang berada dekat dengan pemukiman penduduk ?
Ya
23
12.Apa bahan atap yang digunakan ?
Asbes atau seng
Kayu dan jerami
Tripleks
Lain-lain,
sebutkan... 13.Apa bahan dinding kandang yang digunakan ?
Seng
Tripleks
Bambu
lain-lain,
sebutkan... 14.Tipe lantai
Miring (memudahkan untuk pembuangan limbah)
Tidak miring (pembuangan limbah dilakukan secara manual) 15.Apa bahan lantai yang digunakan ?
Tanah
Pasir cement (PC) atau beton
Kayu
Lain-lain, sebutkan... 16.Kepadatan hewan ternak / 6 m2
1 hewan ternak
2 hewan ternak
3 hewan ternak
>3 hewan ternak
lain-lain, sebutkan... 17.Darimana asal sumber air yang digunakan ?
Sumur
Sungai
Air PDAM
lain-lain, sebutkan...
C. Manajemen Kesehatan dan Reproduksi Ternak
18.Bagaimana Bapak/Ibu mengelola limbah padat (kotoran dan sisa pakan) ?
Ditimbun di atas permukaan tanah (open dumping)
Ditimbun di dalam tanah
Dijual ke penampung
24
19.Bagaimana Bapak/Ibu mengelola limbah cair (urin dan sisa air minum) ?
Ditampung di tempat penampungan limbah cair khusus (septic tank)
Ditimbun di dalam tanah
Dibuang di perairan umum
Lain-lain, sebutkan... 20.Jika Bapak/Ibu melakukan pembelian ternak baru, tindakan apa yang biasa
Bapak/Ibu lakukan ?
Langsung menempatkan ternak baru tersebut berdekatan dengan ternak lama
Menempatkan ternak baru secara tertutup dan terpisah dari ternak lama (tanpa kontak) selama kurang lebih 2 minggu
Lain-lain, sebutkan... 21.Apakah tersedia kandang khusus karantina untuk hewan ternak yang
sedang sakit ?
Ya
Tidak
22.Apakah tersedia kandang pemeliharaan khusus untuk induk atau calon induk yang siap melahirkan (8-9 bulan) sampai menyapih pedetnya ?
Ya
Tidak
23.Apakah terdapat hewan ternak yang mengalami keguguran dalam kurun waktu 1 tahun terakhir ?
Ya
Tidak (Lanjut ke pertanyaan no. 31)
24.Apakah Bapak/Ibu melaporkan ke petugas Dinas setempat jika ternak Bapak/Ibu jika hewan ternak Bapak/Ibu mengalami keguguran ?
Ya
Tidak, alasannya : ...
(Langsung ke pertanyaan no. 26)
25.Jika Ya, bagaimana menurut Bapak/Ibu respon/tanggapan petugas Dinas setempat terhadap laporan Bapak/Ibu?
Sangat cepat
Cepat
Lambat
25
26.Jika Tidak, tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mengatasi ternak yang mengalami keguguran ?
Menjual ternak yang sakit
Memotong ternak yang sakit
Segera memisahkan ternak yang sakit dari yang sehat dan ditangani sendiri
Lain-lain, sebutkan... 27.Jika ditangani sendiri, apa yang Bapak/Ibu lakukan ?
Memberikan obat-obatan
Membersihkan sisa-sisa keguguran Jawaban boleh lebih dari 1
28.Jika diberikan obat-obatan, obat apa yang biasa Bapak/Ibu berikan ?
(jawaban boleh lebih dari 1) ... ... ... 29.Jika sisa-sisa keguguran dibersihkan, apakah peralatan-peralatan yang
digunakan untuk menangani sendiri kasus keguguran juga dibersihkan dengan baik sesudah atau sebelum pemakaian ?
Ya
Tidak
30.Bagaimana penanganan limbah keguguran (cairan placenta, janin hewan, darah dll) yang dilakukan ?
Ditampung di tempat penampungan limbah khusus (septic tank)
Ditimbun di dalam tanah
Dibuang di sungai
Lain-lain, sebutkan... 31.Apakah hewan ternak Bapak/Ibu pernah dilakukan vaksinasi bruselosis ?
Ya
Tidak (Lanjut ke pertanyaan no. 36)
32.Kapan pemberian vaksin anti bruselosis diberikan terkahir kali ?
6 bulan yang lalu
1 tahun yang lalu
2 tahun yang lalu
Belum pernah diberikan
33.Apakah pernah dilakukan pengulangan pemberian vaksin ?
Ya
26
34.Siapa yang melakukan pemberian vaksin pada hewan ternak Bapak/Ibu ?
Mantri
Petugas Dinas Peternakan
Dokter Hewan
Lain-lain, sebutkan... 35.Apakah setelah pemberian vaksin anti bruselosis, masih dapat ditemukan
hewan yang keguguran ?
Ya
Tidak
36.Bagaimana cara perkawinan pada hewan ternak yang Bapak/Ibu miliki ?
Kawin alam (Lanjut ke pertanyaan no. 40)
IB (Inseminasi Buatan)
Campuran ( Kawin alam kemudian di IB) 37.Apakah pernah dilakukan IB kembali ?
Ya
Tidak
38.Berapa kali rata-rata peternak melakukan IB pada hewan ternak hingga terjadi proses kebuntingan ?
1x
2x
3x
>3x
39.Siapa yang melakukan IB untuk hewan ternak Bapak/Ibu ? Inseminator / Petugas Dinas Peternakan setempat
Dokter Hewan
Mantri
Lain-lain, sebutkan...
D. Higiene dan Sanitasi
40.Berapa frekuensi biasanya Bapak/Ibu membersihkan kandang hewan ternak ?
Sehari sekali
Beberapa kali dalam seminggu
Seminggu sekali
Beberapa kali dalam sebulan
Sebulan sekali
27
41.Bagaimana cara Bapak/Ibu membersihkan kandang ? (Jawaban boleh lebih dari 1)
Disapu saja
Menyiram dengan air dan saja
Menyiram dengan air dan sabun
Menyiram dengan air, sabun dan desinfektan
Lain-lain, sebutkan... 42.Apakah Bapak/Ibu membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan di kandang?
Ya
Tidak
43.Dengan apa Bapak/Ibu mencuci tangan
Air saja
Air dan sabun
Air , sabun dan desinfektan
Lain-lain, sebutkan... 44.Apakah Bapak/Ibu memakai pakaian khusus (pakaian kandang) saat
melakukan pekerjaan di kandang ?
Ya
Tidak
E. Informasi dan Penyuluhan
45.Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan penyuluhan terkait bruselosis ?
Ya
Tidak (Lanjut ke pertanyaan no.52)
46.Kapan terakhir kali Bapak/Ibu mendapat penyuluhan tersebut ?
1 bulan yang lalu
3 bulan yang lalu
6 bulan yang lalu
>1 tahun yang lalu
47.Siapa yang melaksanakan penyuluhan tersebut ?
Mantri
Petugas Dinas Peternakan setempat
Dokter Hewan
Lain-lain, sebutkan... 48.Menurut Bapak/Ibu bagaimana isi materi penyuluhan ?
Sangat menarik
Menarik
Biasa saja
28
49.Apakah Bapak/Ibu mendapatkan info mengenai bruselosis dari sumber yang lain ?
Ya
Tidak (Lanjut ke pertanyaan no. 52)
50.Sebutkan sumber informasi mengenai bruselosis yang Bapak/Ibu dapatkan
Majalah / koran
Internet
Artikel dan Leamflet
Tv / radio
Lain-lain, sebutkan... 51.Informasi yang Bapak/Ibu dapatkan dari sumber tersebut, apakah jelas dan
praktis untuk dilakukan ?
Ya
Tidak
52. Apakah Bapak/Ibu aktif dalam kegiatan koperasi
Ya
Tidak
53.Seberapa sering Bapak/Ibu aktif dalam kegiatan koperasi
Sehari sekali
Beberapa kali dalam seminggu
Seminggu sekali
Beberapa kali dalam sebulan
29
F. Pengetahuan Peternak Tentang Bruselosis
Untuk mengisi form pengetahuan terhadap penyakit keluron (bruselosis), Bapak/Ibu dimohon membaca pernyataan-pernyataan berikut dengan teliti. Setelah membaca setiap pernyataan, silahkan berikan jawaban Bapak/Ibu sejujurnya terhadap pernyataan tersebut. Jawaban dilakukan dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang disediakan (Benar/Salah/Tidak tahu)
No. Pernyataan Benar Salah Tidak
tahu 54 Bruselosis dapat menular ke hewan lain
selain hewan ternak.
55 Leleran vagina, ari-ari janin, susu dan darah dari sapi yang menderita bruselosis merupakan sumber penularan utama ke hewan ternak lain.
56 Bruselosis dapat menular ke manusia 57 Manusia yang tertular bruselosis dapat
menularkan penyakit tersebut ke manusia lain.
58 Bila manusia tertular bruselosis akan menunjukkan gejala demam tinggi, kelelahan, kehilangan berat badan, radang pada saluran kelamin hingga keguguran untuk wanita yang sedang hamil.
59 Kontaminasi kuman dari sapi yang terkena bruselosis sering ditemukan pada susu yang dihasilkan hewan ternak tersebut.
60 Mengonsumsi susu yang belum di pasteurisasi pada sapi yg menderita bruselosis tidak mempengaruhi kesehatan manusia.
61 Jika ada hewan bunting mengalami keguguran peternak tidak wajib melapor kepada Petugas Dinas Peternakan.
62 Hewan ternak yang menderita Bruselosis harus segera dipotong untuk mencegah penyebaran bruselosis.
63 Resiko kejadian penyakit bruselosis pada sapi betina yang dikawinkan dengan di IB lebih tinggi daripada kawin alam.
30
G. Sikap Peternak Tentang Bruselosis
Untuk mengisi form sikap terhadap penyakit keluron (bruselosis), Bapak/Ibu dimohon membaca pernyataan-pernyataan berikut dengan teliti. Setelah membaca setiap pernyataan, silahkan Bapak/Ibu memberikan tanggapan/komentar tentang pernyataan tersebut dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang disediakan (Setuju/Tidak setuju/Ragu-ragu)
No. Pernyataan Setuju Tidak setuju
Ragu-ragu
65. Bapak/Ibu yakin bahwa bruselosis dapat menular ke hewan lain selain hewan ternak. 66. Bapak/Ibu yakin bahwa leleran vagina,
ari-ari janin, susu dan darah dari-ari sapi yang menderita bruselosis merupakan sumber penularan utama ke hewan ternak lain. 67. Bapak/Ibu percaya bahwa Bruselosis dapat
menular ke manusia.
68. Bapak/Ibu percaya bahwa bila manusia tertular bruselosis akan menunjukkan gejala demam tinggi, kelelahan, kehilangan berat badan, radang pada saluran kelamin hingga keguguran untuk wanita yang sedang hamil. 69. Bapak/Ibu yakin bahwa kontaminasi kuman dari sapi yang terkena bruselosis sering ditemukan pada susu yang dihasilkan hewan ternak tersebut.
70. Bapak/Ibu percaya bahwa mengonsumsi susu yang belum di pasteurisasi pada sapi yg menderita bruselosis tidak mempengaruhi kesehatan manusia.
71. Bapak/Ibu yakin bahwa Jika ada hewan bunting mengalami keguguran peternak tidak wajib melapor kepada Petugas Dinas Peternakan.
72. Bapak/Ibu yakin bahwa hewan ternak yang menderita Bruselosis harus segera dipotong untuk mencegah penyebaran bruselosis. 73. Bapak/Ibu percaya bahwa Resiko kejadian
penyakit bruselosis pada sapi betina yang dikawinkan dengan di IB lebih tinggi daripada kawin alam.
31
CHECKLIST OBSERVASI
NO KONDISI PADA SAAT
WAWANCARA HASIL OBSERVASI
1 Bagaimana sapi dipelihara?
Dikandangkan
Diumbar di area khusus
Berkeliaran bebas 2 Apakah posisi kandang dekat dengan
pemukiman? 4 Apakah ada kandang khusus hewan
sakit?
Ada
Tidak 5 Apakah ada sarana untuk mencuci
tangan?
Ada
Tidak 6 Apakah persediaan sabun tercukupi
pada sarana mencuci tangan?
Ada
Tidak 7 Apakah vaksinasi bruselosis
dilakukan?
Ya
Tidak 8
Apakah ketika membeli ternak baru , kemudian diletakkan di kandang yang terpisah
Ada
Tidak 9 Apakah disediakan kandang khusus
untuk hewan yg sedang bunting tua
Ya
Tidak 10 Apakah rutin dilakukan pemeriksaan
kesehatan?
Ya
Tidak 11 Pernah melaporkan hewan sakit
kepada dokter hewan?
Pernah
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 27 April 1993 dari ayah Drs Ketut Widjana Putra dan Ibu Ir Sri Widyastuti. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari RSBI SMA Negeri 3 Madiun dan pada tahun yang sama penulis lulus masuk seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.