• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE

BERBASIS MASYARAKAT DI DESA PASAR BANGGI,

KABUPATEN REMBANG

PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konsep Pengembangan Ekowisata Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA. Konsep Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI.

Kabupaten Rembang merupakan salah satu kabupaten yang berada di pesisir Utara Jawa Tengah yang mempunyai potensi kawasan rekreasi pantai. Salah satu potensi kawasan rekreasi pantai di Kabupaten Rembang adalah kawasan rehabilitasi mangrove. Ekosistem mangrove di Kabupaten Rembang dapat ditemui salah satunya di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang. Pada tahun 2014, kawasan konservasi hutan mangrove Pasar Banggi mendapat perhatian besar dari pemerintah sebagai objek wisata mangrove dengan pembangunan beberapa fasilitas wisata. Namun, aktivitas wisata tersebut saat ini kurang melibatkan partisipasi masyarakat sehingga menimbulkan kerusakan pada ekosistem mangrove. Oleh karena itu, dibutuhkan konsep pengembangan ekowisata hutan mangrove berbasis masyarakat di Desa Pasar Banggi sebagai alternatif pemecahan masalah. Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1) mengevaluasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi melalui analisis kelayakan ekowisata, 2) mengidentifikasi kesiapan masyarakat Desa Pasar Banggi dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove, dan 3) menyusun konsep pengembangan ekowisata mangrove berbasis masyarakat di kawasan Hutan Mangrove Pasar Banggi sebagai bahan rekomendasi untuk pemerintah Kabupaten Rembang. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Mei 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan mangrove di Desa Pasar Banggi layak untuk menjadi kawasan ekowisata, penilaian SBE menunjukkan bahwa kawasan mangrove Desa Pasar Banggi memiliki banyak lanskap dengan estetika tinggi. Masyarakat Desa Pasar Banggi memiliki nilai kesiapan yang baik dalam mendukung pengembangan ekowisata. Diperlukan beberapa pelatihan untuk masyarakat lokal dalam mendukung program ekowisata mangrove berbasis masyarakat dalam kaitannya bentuk kerjasama dengan pemangku kebijakan. Selain itu, program wisata pendidikan dan penerapan kebijakan sangat diperlukan dalam menjaga keberlangsungan kawasan mangrove.

Kata kunci: Berbasis masyarakat, ekosistem mangrove, ekowisata, konsep pembangunan.

ABSTRACT

PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA. The Concept of Mangrove Ecotourism Development Community-based, in Pasar Banggi village of Rembang Region. Supervised by TATI BUDIARTI.

(5)

Banggi relatively limited and visitors are too many causes newly constructed facilities and mangroves were damaged. The development of Community-based mangrove ecotourism expected to support the sustainability of mangrove rehabilitation. This study aims to : (1) evaluate the suitability of mangrove forest through ecotourism feasibility analysis, (2) identify community readiness in development and management of mangrove ecotourism, and (3) arrange the concept of mangrove ecotourism development community-based as a recommendation items for Rembang government. The study was conducted from February to May 2015. The results of this research showed that the mangrove area at Pasar Banggi feasible for ecotourism, SBE evaluation indicated that area has many potential good view. The local people of Pasar Banggi support mangrove ecotourism, some training for people required to support mangrove ecotourism program, cooperation with stakeholders needs to be done. Mangrove educational programs need to be developed and regulation must be implimented that the mangrove areas can be maintained continuity.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur Lanskap

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

KONSEP PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE

BERBASIS MASYARAKAT DI DESA PASAR BANGGI,

KABUPATEN REMBANG

PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Konsep Pengembangan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang”ini dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari bulan Februari 2015.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan serta saran demi terwujudnya karya ilmiah ini. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Pak Sahal selaku ketua kelompok tani mangrove “Sidodadi Maju”, warga Dukuh Kaliuntu serta pihak pemerintah dinas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) serta BLH (Badan Lingkungan Hidup) Kabupaten Rembang. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orangtua, teman-teman Arsitektur Lanskap 2011, keluarga HKRB 48 serta semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan karya ilmiah ini.

Penulis memahami sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna. Namun, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pesisir secara Berkelanjutan 3

Hutan Mangrove dan Ekosistemnya 4

Wisata dan Ekowisata 5

Konsep Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut 7

METODE 8

Lokasi dan Waktu 8

Alat dan Bahan 8

Metode Penelitian 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Aspek Fisik 16

Aspek Legal 18

Aspek Biofisik 18

Aspek Sosial Ekonomi 20

Analisis 24

SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 56

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data yang diperlukan 9

2 Penilaian indicator kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000) 10 3 Standar nilai kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000) 11

4 Penilaian Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) 11

5 Penilaian aspek kondisi sosial ekonomi 12

6 Keadaan faktor penunjang pengembangan ekowisata 13 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) 14 8 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari 15 9 Tata guna lahan lokasi penelitian Dusun Kaliuntu, Desa Pasar

Banggi 17

10 Jenis pohon hutan mangrove Desa Pasar Banggi 18 11 Jenis vegetasi-satwa kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi 21 12 Jumlah penduduk Desa Pasar Banggi berdasarkan kelompok umur 22 13 Penilaian aspek kondisi ekologi berdasarkan IKW 24

14 Hasil penilaian aspek penerimaan masyarakat 25

15 Hasil penilaian aspek kesehatan masyarakat Desa Pasar Banggi 26 16 Hasil penilaian aspek budaya masyarakat di Desa Pasar Banggi 27 17 Hasil penilaian aspek pendidikan masyarakat di Desa Pasar Banggi 28 18 Hasil penilaian aspek keamanan di Desa Pasar Banggi 29 19 Hasil penilaian kriteria sosial ekonomi masyarakat di Desa Pasar

Banggi 31

20 Hasil penilaian aspek lapangan pekerjaan di Desa Pasar Banggi 31 21 Keadaan faktor penunjang pengembangan ekowisata di Desa Pasar

Banggi 32

22 Hasil analisis kelayakan pengembangan ekowisata berbasis

masyarakat di Desa Pasar Banggi 33

23 Penilaian faktor strategi internal 42

24 Tingkat kepentingan faktor strategis eksternal 42 25 Tingkat kepentingan faktor strategis internal 42

26 Penilaian faktor strategi eksternal 43

27 Matriks Internal Factor Evaluation 44

28 Matriks Eksternal Factor Evaluation 44

29 Matriks SWOT 45

30 Peringkat alternatif strategi pengembangan ekowisata Hutan

Mangrove Desa Pasar Banggi 46

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Struktur formasi hutan mangrove 5

(11)

4 Tahapan penelitian 10 5 Fasilitas eksisting pendukung kawasan (a) jembatan mangrove, (b)

gazebo, (c) gapura masuk kawasan hutan 17

6 Mangrove eksisting Desa Pasar Banggi (a) Rhizophora mucronata, (b) Sonneratia alba, (c) Avicennia marina dan (d) Rhizophora

apiculata 19

7 Peta persebaran jenis mangrove Desa Pasar Banggi 19 8 Satwa eksisting kawasan pesisir Desa Pasar Banggi (a) Burung

kuntul putih, (b) Kepiting bakau, (c) Ikan gelodok 20 9 Vegetasi eksisting kawasan pesisir Desa Pasar Banggi (a) Lantana

camara, (b) Wedelia biflora, (c) Pluchia indica 20 10 Diagram kualitas usia produktif (18-56) berdasarkan tingkat

pendidikan masyarakat Desa Pasar Banggi, 2011 22 11 Diagram mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Banggi 23

12 Kegiatan sedekah bumi Kabupaten Rembang 23

13 Grafik kualitas estetika lanskap kawasan hutan mangrove Desa Pasar

Banggi dengan penilaian SBE 34

14 Foto lanskap dengan estetika (a) tinggi, (b) rendah, dan (c) sedang 35 15 Peta persebaran kualitas estetika lanskap kawasan hutan mangrove

Desa Pasar Banggi 36

16 Diagram domisili pengunjung kawasan hutan mangrove 37 17 Peta rencana konsep jalur wisata hutan mangrove Desa Pasar

Banggi 38

18 Diagram perbandingan pengunjung berdasarkan pekerjaan dan

gender 39

19 Diagram motivasi berkunjung, aktivitas wisata dan spot favorit pengunjung hutan mangrove Desa Pasar Banggi 40 20 Diagram pendapat pengunjung mengenai rencana pengembangan

ekowisata, program wisata, serta bentuk dukungan pengunjung terhadap vandalisme dan konsumen produk lokal 41

21 Matriks IFE-EFE 43

22 Peta zonasi kawasan ekowisata hutan mangrove Desa Pasar Banggi 50 23 Ilustrasi penerapan silvofishery pada Kawasan Ekowisata Hutan

Mangrove Desa Pasar Banggi 52

DAFTAR LAMPIRAN

1 Media promosi ekowisata berupa leaflet 56

2 Lembar kuisioner wisatawan 57

3 Lembar kuisioner masyarakat 60

4 Lembar kuisioner SBE 66

5 Tabel pengelompokan estetika lanskap hutan mangrove Desa Pasar

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pesisir merupakan kawasan alam yang memanjang di wilayah Indonesia. Menurut Badan Informasi Geospasial (2014), Indonesia terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.093 km (2013). Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun yang sangat luas dan beragam. Kawasan pesisir umumnya mempunyai potensi sumberdaya alam yang cukup beragam dan melimpah, sehingga bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal. Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir adalah kegiatan wisata. Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan yang bertanggung jawab di kawasan alami dan berpetualang yang dapat menciptakan kawasan industri pariwisata (Yulianda 2007).

Kabupaten Rembang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Pesisir Utara Jawa Tengah yang mempunyai kawasan rehabilitasi mangrove cukup luas. Ekosistem mangrove di Kabupaten Rembang dapat ditemui salah satunya di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang. Kondisi ekosistem mangrove disana tergolong sebagai salah satu ekosistem mangrove yang terbaik di Pantai Utara Jawa Tengah. Usaha pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Pasar Banggi dimulai sejak tahun 1960 dengan melakukan rehabilitasi terutama secara swadaya oleh masyarakat. Potensi-potensi yang dimiliki hutan mangrove Pasar Banggi membuat masyarakat berinisiatif membangun suatu kawasan wisata yang mempunyai nilai ekonomi. Kabupaten Rembang sendiri memiliki beberapa wisata unggulan dengan bertemakan pantai seperti misalnya Pantai Kartini, Pantai Caruban, Pantai Karangjahe, dan Pantai Binangun. Lokasi wisata pantai tersebut tersebar di beberapa kecamatan yang berbatasan langsung dengan pesisir dan terletak di sepanjang jalan pantura. Namun, keseragaman tema wisata yang diangkat kurang mendapat antusiasme baik dari warga lokal maupun pengunjung. Wisata pantai yang ditawarkan di Kabupaten Rembang mempunyai basis yang sama yaitu rekreasi pantai berpasir tanpa ada spesialisasi di masing-masing lokasi wisata pantai, sehingga dirasa sangat berpeluang apabila objek wisata pantai dengan tema yang berbeda dapat dikembangkan di Kabupaten Rembang. Potensi alami hutan mangrove di Desa Pasar Banggi dapat menjadi wisata alternatif bagi pengunjung yang menginginkan nuansa lain dalam berwisata pesisir. Saat ini pembangunan wisata hutan mangrove sedang dirintis oleh pemerintah daerah, namun belum mempunyai arah tujuan yang jelas karena pembangunan yang setengah-setengah. Sehingga timbul permasalahan awal yaitu kegiatan yang salah sasaran, yang pada akhirnya justru menurunkan kualitas ekosistem hutan mangrove Desa Pasar Banggi akibat kegiatan wisata yang kurang bijak membuat beberapa pohon mangrove rusak dan mati.

(14)

masyarakat agar dilibatkan dalam pengembangan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kepedulian terhadap aset alam yang dimiliki desa serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan. Dari permasalahan tersebut dibutuhkan konsep pengembangan ekowisata hutan mangrove berbasis masyarakat di Desa Pasar Banggi. Dalam perkembangannya, diharapkan konsep pengembangan ekowisata hutan mangrove dapat dijadikan sebagai salah satu tindakan nyata mangrove action plan untuk mewujudkan lanskap pesisir yang lebih baik.

Tujuan Penelitian

Terdapat beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu :

a. mengevaluasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi melalui analisis kelayakan ekowisata;

b. mengidentifikasi kesiapan masyarakat Desa Pasar Banggi dalam pengelolaan ekowisata hutan mangrove;

c. menyusun konsep pengembangan ekowisata mangrove berbasis masyarakat di kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi secara deskriptif dan spasial berupa blockplan, sebagai bahan rekomendasi untuk pemerintah Kabupaten Rembang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan rekomendasi bagi pemegang kebijakan Kabupaten Rembang serta jajaran SKPD yang terkait, khususnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) dalam pengembangan pariwisata wilayah pesisir berbasis masyarakat untuk menjaga kualitas hutan mangrove yang berkelanjutan. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan dan saran kepada masyarakat Desa Pasar Banggi untuk meningkatkan kesejahteraan desa dengan mengembangkan potensi lanskap pesisir yang bernilai ekonomi.

Kerangka Pikir Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pesisir secara Berkelanjutan

Pesisir adalah jalur yang sempit dimana terjadi interaksi darat dan laut. Artinya, kawasan pesisir meliputi kawasan darat yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut (gelombang, pasang surut) dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami dan aktivitas manusia di daratan (sedimentasi, pencemaran). Wilayah pesisir dalam geografi dunia merupakan tempat yang sangat unik, karena di tempat ini air tawar dan air asin bercampur dan menjadikan wilayah ini sangat produktif serta kaya akan ekosistem yang memiliki keanekaragaman lingkungan laut. Pesisir tidak sama dengan pantai, karena pantai merupakan bagian dari pesisir.

Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga kelompok :

a. Sumber daya dapat pulih (renewable resources). Hutan mangrove, ekosistem terumbu karang, rumput laut, sumber daya perikanan laut, merupakan ekosistem

(16)

utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrient bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, Sumber daya pulih yang terdapat di pesisir juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan, dan lain-lain.

b. Sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources). Sumber daya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, antara lain minyak gas, granit, emas, timah, Bouksit, tanah liat, pasir, dan Kaolin.

c. Jasa-jasa lingkungan (environmental services). Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya.

Secara umum, tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia antara lain:

1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan kerja

2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan 3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian

lingkungan

4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan lautan.

Hutan Mangrove dan Ekosistemnya

Hutan mangrove adalah hutan pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Macnae 1968). Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa jenis pohon dan semak khas yang berkemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken 1988). Ekosistem Mangrove didominasi oleh tumbuhan dari jenis Rhizophora, Avicennia, Bruguiera,dan Sonneratia (Nybakken 1988). Selain itu pada ekosistem mangrove juga ditemukan tumbuhan jenis Ceriops, Xylocarpus, Acrostichum, Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora, dan Nypa (Soerianegara 1993).

(17)

Secara ekologis, hutan mangrove berperan sebagai pelindung pantai dari bahaya tsunami, penahan abrasi dan perangkap sedimen, pendaur hara, menjaga produktivitas perikanan, peredam laju intrusi air laut, penyangga kesehatan, menjaga keanekaragaman hayati dan menopang ekosistem pesisir lainnya (Nybakken 1998) terutama dalam keterkaitannya dengan ekosistem lamun dan terumbu karang. Ekosistem mempunyai fungsi sebagai detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dapat dibawa oleh arus ke ekosistem padang lamun dan terumbu karang. Ekosistem lamun berfungsi sebagai perangkap sedimen sehingga sedimen tersebut tidak terbawa atau bahkan mengganggu kehidupan terumbu karang. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat atau tempat tinggal, tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun atau terumbu karang (Tomascik et al 1997).

Komunitas flora fauna mangrove telah mengalami adaptasi terhadap kondisi alam ekosistem mangrove. Situasi ini sebagai mekanisme untuk mencari tahu tingkat harapan hidup flora fauna di lingkungan tersebut. Setiap spesies memiliki ketahanan yang berbeda terhadap faktor-faktor alam hutan mangrove, misalnya sifat fisik dan kimia tanah, salinitas air tanah, drainase, pasang surut, serta periode genangan. Perbedaan tersebut mengakibatkan adanya zonasi dalam hutan mangrove, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.

Wisata dan Ekowisata

Wisata merupakan perjalanan dan tinggal di suatu tempat (bukan tempat tinggal dan bekerja). Wisata memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah wisata alam. Menurut PP No 18 Tahun 1994, wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagaian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam. Kegiatan dalam wisata alam berhubungan erat dengan alam itu sendiri. Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata alam.

Menurut Pendit (1981), ekowisata merupakan kegiatan mengunjungi kawasan alamiah yang relatif tidak terganggu dengan tujuan melihat, mempelajari, dan mengagumi wajah keindahan alam, flora, fauna dan aspek budaya baik di masa lampau maupun sekarang yang terdapat di kawasan tersebut. Secara konseptual ekowisata menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia (2009) dapat didefinisikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan

(18)

tujuan menikmati dan mempelajari alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, yang pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam.

Menurut Weaver (2001), ekowisata telah dipadupadankan dengan beberapa jenis wisata sejak tahun 1980-an, yaitu sebgai berikut :

a. Nature-based tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada lingkungan alami. Ekowisata telah menjadi bagian penting dari nature-based tourism. b. Cultural tourism, merupakan wisata yang menitikberatkan pada budaya dan

sejarah suatu kawasan. Di dalam cultural tourism, ekowisata menjadi alternatif namun sering terjadi overlap sehingga tidak mudah menentukan wisata mana yang menjadi tujuan mana.

c. Adventure tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada kegiatan yang berisiko, menantang fisik sehingga wistawan harus memiliki kemampuan tertentu.

d. Alternative and mass tourism merupakan model wisata berskala kecil yang dimaksudkan untuk dapat menyediakan suatu alternatif yang lebih sesuai dengan wisata massal. Wisata ini didefinisikan sebagai suatu bentuk wisata yang menekankan tanggung jawab terhadap kelestarian alam, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat.

Dari keempat wisata ini, bentuk alternatif dan mass tourism merupakan bentuk yang paling cocok untuk dipadupadankan dengan ekowisata yang memberikan efek berkelanjutan (sustainable). Sustainable tourism merupakan wisata yang memiliki prinsip pengembangan yang berkelanjutan dan untuk menggabungkan kriteria dari lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi (Weaver 2001).

Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi, Pariwisata Departemen kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia (2009) ekowisata memiliki lima prinsip sebagai berikut :

1. Nature-based

Produk dan pasar yang berdasar dari alam. Wisata alam merupakan bagian atau keseluruhan alam itu sendiri. Konservasi sumberdaya alam merupakan hal mendasar dalam pengembangan dan pengelolaan wisata alam.

2. Ecologycally sustainable

Kestabilan ekologi merupakan perencanaan dan manajemen kawasan berkelanjutan ecara ekologi. Semua fungsi lingkungan baik biologi, fisik, maupun sosial tetap berjalan dengan baik.

3. Environmentally educative

Pendidikan lingkungan ditujukan bagi pengelola dan pengunjung. Pendidikan adalah inti dari ekowisata yang membedakan dengan wisata alam lainnya. Pendidikan menciptakan suasana yang menyenangkan, bermakna, berkepedulian, dan apresiatif terhadap lingkungan. Kelestarian lingkungan dalam jangka panjang dapat berjalan dengan kegiatan pendidikan.

4. Bermanfaat untuk masyarakat lokal

(19)

Manfaat tidak langsung berupa bertambahnya wawasan wisatawan atau pengelola.

5. Kepuasan bagi wisatawan

Kepuasan merupakan pemenuhan harapan wisatawan terhadap segala sesuatu yang ditawarkan.

Konsep Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut

Pengembangan ekowisata pesisir dan laut harus mempertimbangkan dua aspek, yaitu aspek tujuan wisata dan aspek pasar (Tuwo 2011). Meskipun pengembangan ekowisata menganut konsep pangarusutamaan produk atau pasar, namun pengembangan produk wisata tetap menjamin kelestarian sumberdaya alam dan budaya masyarakat pesisir dan laut. Pengembangan ekowisata pesisir dan laut lebih dekat kepada aspek pelestarian, karena di dalamnya sudah terkandung aspek keberlanjutan. Pelestarian sumberdaya alam dan budaya masyarakat akan menjamin terwujudnya keberlanjutan pembangunan. Dalam pelaksanaannya, ekowisata pesisir dan laut hampir tidak dilakukan eksploitasi sumberdaya alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan.

Bahkan dalam berbagai aspek, ekowisata pesisir dan laut merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Artinya, ekowisata pesisir dan laut tidak menjual tujuan atau objek, tetapi menjual filosofi dan rasa. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

Menurut Tuwo (2011) ada beberapa prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi, yaitu : pertama, mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wiasatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal. Pencegahan dan penanggulangan dampak harus dapat disesuaikan dengan karakter bentang alam dan budaya masyarakat lokal. Kedua, mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi. Ketiga, mengatur agar kawasan yang digunakan ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan dan pendapatan. Retribusi dan pajak konservasi dapat digunakanan secara langsung untuk membina, melestarikan, dan meningkatkan kualitas kawasan pelesatarian. Keempat, masyarakat dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata. Kelima, keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata dari kegiatan ekowisata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian kawasan pesisir dan laut. Keenam, semua upaya pengembangan fasilitas dan utilitas, harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Ketujuh, pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan. Kedelapan, apabila suatu kawasan pelesatrian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah.

(20)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini berlokasi di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Desa Pasar Banggi terletak di pesisir utara, dengan jarak mencapai 5 km dari ibukota kabupaten kearah timur. Luas wilayah desa adalah 411 ha dan panjang pantai ± 3 km. Luas lokasi penelitian yang telah didelineasi sebesar 39.37 ha. Adapun batas-batas wilayah desa meliputi ; sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Padaran, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tritunggal, sebelah barat berbatasan dengan Desa Tireman (Gambar 3).

Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama empat bulan, yaitu dari bulan Februari 2015 hingga Mei 2015. Jadwal penelitian meliputi kegiatan persiapan, inventarisasi, analisis dan evaluasi, penyusunan konsep pengembangan, dan penyusunan tugas akhir.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan terdiri dari kamera digital untuk mengambil gambar lokasi dan inventarisasi, laptop dan internet untuk input data dan pengolahan data dari google earth. Digunakan pula lembaran kuisioner untuk masyarakat dan pengunjung, peta dasar kawasan pesisir Kabupaten Rembang, serta beberapa software perangkat pengolah data digital.

(21)

Bahan yang digunakan berupa foto lokasi penelitian untuk merepresentasikan kondisi lingkungan hutan mangrove kawasan pesisir Kabupaten Rembang serta informasi sekunder seperti tertera pada Tabel 1.

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tahapan inventarisasi, analisis dan evaluasi, dan konsep pengembangan (Gambar 4).

Tahap Inventarisasi

Inventarisasi adalah pengumpulan data primer dan sekunder dari suatu lokasi pada saat ini. Data primer dan sekunder terdiri dari aspek fisik, biofisik, dan aspek sosial. Data diperoleh dengan cara berikut:

1) Observasi lapang dilakukan untuk mengetahui kondisi tapak, meliputi kondisi fisik, kondisi biofisik, karakter lanskap, dan aktivitas masyarakat pengguna dan sekitarnya;

2) Wawancara yang dilakukan kepada pengunjung, masyarakat, dan pengelola; 3) Studi pustaka yang didapat dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang

serta Peraturan Desa Pasar Banggi. Tabel 1 Jenis data yang diperlukan

Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Kegunaan Analisis

Aspek fisik lanskap Lokasi (letak dan luas) dan kondisi geografis

Deskriptif dan spasial Bappeda Posisi wilayah

Iklim Deskriptif dan spasial BMKG Kualitas lingkungan dan

pendukung ekowisata Aspek Biofisik

(Vegetasi, satwa)

Tabular Survei Kualitas ekologi

kawasan Aspek sosial

budaya, ekonomi dan kelembagaan

Deskriptif Survei dan wawancara Kesiapan masyarakat

Aksesibilitas Deskriptif Survei dan spasial Penunjang ekowisata Fasilitas Pendukung Deskriptif Survei dan spasial Penunjang ekowisata Kebijakan

pemerintah

Deskriptif Deparbud dan Bappeda Penunjang ekowisata

Kualitas view Deskriptif Survei Atraksi ekowisata

Kearifan lokal Deskriptif Survei dan wawancara Atraksi ekowisata Karakter dan

preferensi pengunjung

(22)

Tahap Analisis dan Evaluasi

Analisis Kelayakan Ekowisata

Penilaian analisis kondisi dan kelayakan ekowisata dapat ditentukan melalui kriteria ekowisata yang dikembangkan Clark and Salm (2000), yaitu kriteria ekologi, kriteria sosial ekonomi dan kriteria penunjang (Tabel 2). Selanjutnya, dilakukan penentuan kategori untuk penilaian setiap aspek berdasarkan standar pembagian nilai Clark and Salm (2000) pada Tabel 3.

Gambar 4 Tahapan penelitian

IN

Aspek Fisik Aspek Biofisik Aspek Sosial Aspek Legal

Konsep Pengembangan Ekowisata Mangrove berbasis Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang

Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang

Tabel 2 Kriteria indikator kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000)

No Uraian Skor Bobot S*B

1 Kriteria Ekologi 0.53

2 Kriteria Sosial Ekonomi 0.33

3 Kriteria Penunjang (Kelembagaan dan sarana wilayah) 0.14

Total Penilaian

(23)

1. Analisis kriteria ekologi dengan Indeks Keseuaian Wisata (IKW)

Menurut Yulianda (2007) analisis kesesuaian lahan (suitability analysis) dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian lahan wisata pantai dengan menggunakan konsep evaluasi lahan menggunakan bobot dan skoring. Parameter kesesuaian wisata kategori wisata mangrove terdiri atas: ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota (Tabel 4).

IK W = [∑ Ni/Nmaks] x 100 %

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Nilai maksimum = 52

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80% – 100 % S2 = Sesuai, dengan nilai 60% - < 80%

S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35% - < 60% TS = Tidak sesuai, dengan nilai < 35%

Parameter ketebalan mangrove dilakukan pengamatan langsung di lapang melalui pengukuran secara manual dengan mengambil beberapa titik plot stasiun secara acak. Pengukuran tingkat kerapatan mangrove diukur dengan pengambilan sampel plot contoh seluas 10 x 10 m2 di beberapa titik stasiun di hutan mangrove yang diambil secara acak. Parameter jenis mangrove dan objek biota dilakukan melalui survey dan inventarisasi secara langsung serta identifikasi dari sumber dan literatur yang ada. Data pasang surut air laut didapatkan melalui pengamatan langsung dengan menggunakan tiang ukur yang diletakkan di sisi paling berdekatan Tabel 3 Standar nilai kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000)

Nilai Kelayakan (%) Kategori Kelayakan

81.26 – 100.0 Sangat sesuai Sangat baik

62.52 – 81.25 Sesuai Baik

43.76 – 62.50 Kurang sesuai Kurang baik

25.00 – 43.75 Tidak sesuai Tidak baik

Tabel 4 Penilaian Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) No Parameter Bobot Kategori

(24)

dengan laut dan sisi paling berdekatan dengan daratan. Pengamatan ini dilakukan di beberapa sampel lokasi yang diambil secara acak selama 1 x 24 jam.

2. Kriteria kondisi sosial ekonomi menurut Tuwo et al. (2009)

Kegiatan ekowisata harus dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengembangan ekowisata perlu dilakukan analisis terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat agar dapat dikenali kekuatan dan kelemahan yang ada dalam masyarakat, sehingga dapat diketahui apa yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan ekowisata. Kriteria sosial ekonomi terdiri atas : (1) penerimaan masyarakat; (2) kesehatan masyarakat; (3) budaya; (4) pendidikan; (5) keamanan; dan (6) lapangan pekerjaan. Setiap aspek yang dinilai memiliki ketentuan uraian sebagai tolak ukur dengan bobot penilaian masing-masing seperti tertera pada Tabel 5. Hasil penilaian kondisi sosial ekonomi dapat menentukan tingkat kesiapan masyarakat dalam menanggapi rencana pengembangan ekowisata.

Tabel 5 Penilaian aspek kondisi sosial ekonomi

No Tanggapan Skor Nilai Bobot S*B

Sikap penerimaan masyarakat

1 Pemahaman ekowisata 0.12

2 Persetujuan atas rencana pengembangan 0.56

3 Minat terlibat 0.17

4 Harapan atas realisasi program 0.15

Kesehatan masyarakat

1 Pemahaman kesehatan lingkungan 0.19

2 Kondisi kesehatan masyarakat 0.23

3 Frekwensi kunjungan berobat ke RS/puskesmas 0.13

4 Kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan 0.18

5 Perilaku membuang sampah 0.11

6 Harapan atas perlindungan kesehatan 0.16

Budaya

1 Pemahaman nilai-nilai tradisi 0.21

2 Keterlibatan dalam acara ritual 0.18

3 Keterlibatan dalam atraksi seni dan budaya 0.18

4 Keterlibatan dalam kegiatan perlombaan 0.09

5 Minat dan kebutuhan aktualisasi diri dalam pentas seni & budaya

0.16

6 Harapan atas pengakuan adat istiadat dan pelestariannya 0.18

Pendidikan

1 Pemahaman atas pentingnya pendidikan 0.34

2 Dukungan sarana pendidikan 0.29

3 Dukungan latar belakang pendidikan 0.17

4 Ketrampilan/kecakapan hidup yang dimiliki 0.21

Keamanan

1 Pemahaman atas pentingnya keamanan lingkungan pesisir/laut 0.16

2 Pengalaman atas rasa aman di lingkungan sekitar 0.11

3 Ancaman lingkungan 0.18

4 Gangguan dan abrasi lingkungan 0.22

5 Konflik Perebutan Sumberdaya 0.15

6 Harapan atas peningkatan perlindungan keamanan 0.08

7 Ketersediaan/kebutuhan fasilitas pengamanan lingkungan 0.09

Lapangan pekerjaan

1 Kepuasan atas kondisi pekerjaan saat ini 0.2

2 Keterampilan/keahlian yang dimiliki 0.2

3 Pengalaman 0.2

4 Kebutuhan/minat terhadap pekerjaan 0.2

5 Harapan atas peningkatan pekerjaan 0.2

TOTAL PENILAIAN Kategori penilaian

(25)

3. Kriteria kelayakan kelembagaan dan sarana wilayah (penunjang) menurut Tuwo et al. (2009)

Aspek kelembagaan, baik pemerintah maupun masyarakat, juga perlu dianalisis agar tidak menjadi hambatan dalam pengembangan ekowisata. Begitu pula dengan sarana wilayah seperti jalan, listrik, air bersih, dan lain-lain harus tersedia agar kegiatan ekowisata dapat berkembang dengan baik. Untuk itu, sebelum dilakukan pengembangan ekowisata, perlu dilakukan analisis kondisi kelembagaan dan sarana wilayah yang terkait dengan pengembangan ekowisata. Sarana penunjang yang perlu diperhatikan menurut Tuwo et al. (2009) antara lain seperti empat uraian parameter yang tertera pada Tabel 6.

Penilaian kualitas estetika lanskap dengan SBE (Scenic Beauty Estimation)

Pendugaan nilai kualitas view dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE) yang dikemukakan Daniel dan Boster (1976). Prosedur yang digunakan antara lain dilakukan pemotretan seluruh kawasan dengan beberapa titik view yang dianggap mewakili. Hasil foto selanjutnya dipresentasikan dalam bentuk slide untuk dinilai para responden dengan rentang nilai skor 1 – 10 untuk setiap objek foto. Data kuantitatif responden kemudian diolah dengan menggunakan rumus SBE sebagai berikut :

Zij = ܴ݆ܴ݆݅ / ݆ܵ Keterangan :

Zij = standar penilaian untuk nilai respon ke ith oleh responden j Rj = nilai rata-rata dari semua nilai oleh responden j

Rij = nilai ith dari responden j

Sj = standar deviasi dari seluruh nilai oleh responden j

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai SBE yaitu indeks kuantitas pendugaan keindahan suatu lanskap (Daniel dan Boster 1976), formulasi yang digunakan dalam analisa adalah sebagai berikut.

SBEx = (ZLS-x – ZLS-p) x 100 Keterangan :

SBEX = Nilai pendugaan keindahan pemandangan ke – x

ZLS-x = Rata-rata nilai z untuk gambar atau foto ke – x

ZLS-p = Rata-rata nilai z untuk gambar atau foto pembanding

Tabel 6 Keadaan faktor penunjang pengembangan ekowisata

No Uraian Penilaian Indikator skor Nilai Bobot S*B

sanitasi lingkungan Baik Sedang Kurang baik Buruk

0,40

(26)

Seluruh nilai SBE yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kualitas estetika rendah SBE < (Y – s), sedang nilai SBE antara (Y – s) dan (Y + s), dan tinggi SBE > (Y + s).

Analisis Daya Dukung Kawasan

Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut (Yulianda 2007).

DDK = K x Lp x Wt Lt Wp Keterangan:

DDK = Daya Dukung Kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Menurut Yulianda (2007) Daya Dukung Kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata selam ditentukan sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh pengunjung lainnya (Tabel 7).

Yulianda (2007) menuturkan waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 8).

Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Jenis Kegiatan K (Σ pengunjung)

Unit Area (Lt) Keterangan

Selam 2 1000 m2 Setiap 2 orang dalam 100 m x 10 m

Snorkling 1

250 m2 Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m

Wisata Lamun 1

250 m

2 Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m

Wisata Mangrove 1 50 m Dihitung panjang track, setiap orang sepanjang 50 m

(27)

Analisis Demand

Permintaan terhadap suatu komoditas timbul dari kemauan dan kemampuan dalam membeli komoditas tersebut. Demand dalam pariwisata didefinisikan sebagai permintaan konsumen yang ingin melakukan perjalanan menggunakan fasilitas pariwisata ditempat tujuan wisata. Data yang digunakan adalah data primer, didapatkan melalui penyebaran kuisioner dan wawancara pada wisatawan untuk mengetahui :

- Profil wisatawan : umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan asal wisatawan - Motivasi kunjungan

- Penilaian wisatawan tentang kualitas lingkungan di lokasi

Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya ekowisata dengan sumber daya yang lain. Selain itu, analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi manajemen program ekowisata. Analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan pemberian peringkat.

Langkah kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT menurut David (2008), antara lain :

a. Penentuan faktor internal dan faktor eksternal

Faktor internal atau Internal Factor Evaluation (IFE) ditentukan dengan cara mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal atau External Factor Evaluation (EFE) ditentukan untuk mengetahui sejauh mana ancaman dan peluang yang dimiliki.

b. Penentuan bobot faktor internal dan faktor eksternal

Pembobotan dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kawasan. Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1-4. Tabel 8 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari

(28)

c. Penentuan peringkat (rating)

Penentuan peringkat setiap faktor diukur dengan menggunakan nilai peringkat berskala 1-4. Setiap faktor memiliki maksud yang berbeda dari setiap peringkat.

d. Pembuatan matriks faktor internal dan eksternal

Setelah menentukan bobot dan peringkat setiap faktor, langkah selanjutnya adalah menentukan skor. Skor merupakan hasil perkalian dari bobot dengan peringkat. Jumlah skor dari faktor internal dan eksternal dapat menentukan langkah dalam pembuatan strategi

e. Penentuan tindakan strategi

Allen dalam David (2008), mengembangkan cara dalam menentukan tindakan strategi. Tindakan tersebut ditentukan dengan Matriks IFE dan EFE. Kuadran I, II, dan IV dipersepsikan sebagai tindakan grow dan build. Strategi yang intensif dan integratif dapat dijadikan pendekatan yang sesuai. Kuadran III, V, dan VII menunjukkan tindakan hold dan maintain. Pendekatan yang cocok adalah pengembangan pasar dan produk. Kondisi yang kurang baik ditunjukkan dalam kuadran VI, VII, dan IX. Tindakan harvest dan divest menjadi pendekatan yang baik.

f. Penyusunan alternatif strategi dan penentuan prioritas alternatif strategi

Penyusunan alternatif dilakukan dengan mengkombinasikan antara faktor internal dengan faktor eksternal. Kombinasi tersebut antara lain SO (kekuatan dan peluang), ST (kekuatan dan ancaman), WO (kelemahan dan peluang) dan WT (kelemahan dan ancaman). Penentuan prioritas alternatif strategi dilakukan dengan cara menjumlah semua skor dari faktor-faktor penyusunnya. Strategi yang memiliki skor paling tinggi menjadi prioritas utama.

Tahap Penyusunan Konsep

Rekomendasi konsep pengembangan dihasilkan dari penentuan alternatif strategi melalui analisis SWOT yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil akhir penelitian ini berupa rekomendasi secara deskriptif dan rekomendasi spasial meliputi pembagian zona-zona ruang ekowisata berupa blockplan. Konsep yang telah disusun diuraikan secara terstruktur disertai ilustrasi sebagai bahan rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Rembang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Fisik

Kabupaten Rembang merupakan wilayah pesisir utara Pulau Jawa yang terletak di ujung paling timur Provinsi Jawa Tengah dan memiliki panjang pantai 62.5 km. Berdasarkan informasi tersebut, maka Kabupaten Rembang mempunyai potensi sumberdaya pesisir yang unggul. Wilayah Kabupaten Rembang mempunyai ketinggian yang beragam, yaitu antara 0 - 500 mdpl. Secara umum, kondisi iklim Kabupaten Rembang memiliki suhu rata-rata berkisar antara 23 oC

(29)

hujan rata-rata di tahun 2013 mencapai 2710 mm dengan curah hujan maksimal di bulan Februari, dan untuk tahun 2014 curah hujan Pelabuhan Rembang berada di angka 2014 mm dengan curah hujan maksimal berada di bulan Januari.

Desa Pasar Banggi adalah salah satu desa di Kabupaten Rembang yang berlokasi di daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan garis Pantai Utara Jawa. Desa ini tergolong strategis karena terletak di sisi jalan utama Pantura. Luas Desa Pasar Banggi mencapai 411 ha, dengan panjang garis pantai 3 km. Ketinggian desa dari permukaan air laut berada pada batas 2 mdpl, dengan jenis tanah dominan gromosol berpasir (Profil Data Desa Pasar Banggi 2011). Batas administrasi Desa Pasar Banggi sebelah utara berbatasan langsung dengan Pantai Utara Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Sungai Sepeking dan Desa Tritunggal, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Padaran, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Tireman. Hutan mangrove Pasar Banggi telah ada sejak tahun 1960 yang diinisiasi dan ditanam oleh masyarakat desa sendiri, akibat keresahan abrasi air laut yang menghantam tambak ikan masyarakat.

Desa Pasar Banggi mempunyai peruntukan lahan dengan beberapa kepentingan antara lain area pemukiman, lahan tambak, hutan mangrove, dan lahan persawahan. Pembagian tata guna lahan Desa Pasar Banggi dilihat pada Tabel 9.

Hutan mangrove Desa Pasar Banggi saat ini telah dibuka menjadi area rekreasi dengan fasilitas yang sederhana karena masih berada pada konsep pengembangan perencanaan. Beberapa fasilitas rekreasi eksisting hutan mangrove antara lain, area lahan parkir sementara karena masih meminjam lahan pribadi milik warga, area pembibitan, signage konservasi mangrove, jembatan/dek kayu sebagai sarana sirkulasi pejalan kaki, gazebo, dan gapura pintu masuk kawasan mangrove (Gambar 5). Sarana pelayanan loket belum ada di kawasan ini, karena pengunjung yang ingin berekreasi di hutan mangrove tidak dipungut biaya, hanya dikenakan biaya parkir sebesar Rp 2000,00 untuk sepeda motor dan Rp 4000,00 untuk mobil. Kondisi jalan menuju lokasi masih menggunakan perkerasan makadam.

Tabel 9 Tata guna lahan lokasi penelitian Dusun Kaliuntu, Desa Pasar Banggi

No Guna Lahan Luas (ha)

1 Pemukiman 2.69

2 Sawah 4.71

3 Tambak 24.42

4 Mangrove 6.20

5 Gudang 1.35

Sumber : Laporan Akhir Perencanaan BLH (2014)

(30)

Aspek Legal

Kawasan mangrove Desa Pasar Banggi sudah ditetapkan sebagai Kawasan Pusat Pelestarian Mangrove oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dalam sebuah Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 sehingga kawasan mangrove yang dikelola oleh masyarakat ini sudah memiliki payung hukum namun batas wilayah kawasan mangrove ini masih belum dipetakan dengan jelas. Kebijakan dalam menjaga kualitas lingkungan desa diatur dalam Peraturan Desa Pasar Banggi no 03 tahun 2014 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang. Terkait aspek pelarangan dan sanksi diatur dalam Perdes no. 03 tahun 2014 pada pasal 20 dan 21 BAB IX. Kawasan hutan mangrove Pasar Banggi dikelola oleh Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan Kabupaten Rembang. Sejak bulan Juni 2014, Pemerintah Kabupaten Rembang telah menetapkan kawasan mangrove Desa Pasar Banggi sebagai kawasan rekreasi umum sehingga menambah fungsi kawasan mangrove ini yang sebelumnya hanya memiliki fungsi konservasi, saat ini menjadi fungsi konservasi dan rekreasi. Saat ini Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang sedang menyusun dokumen perencanaan (masterplan) untuk kawasan wisata hutan mangrove Desa Pasar Banggi.

Aspek Biofisik

Kondisi biofisik hutan mangrove Desa Pasar Banggi memiliki tingkat keragaman yang berlimpah. Luas ekosistem mangrove eksisting di Desa Pasar Banggi mencapai ± 60 ha/m2 (Profil Desa dan Kelurahan 2011). Beberapa spesies pohon mangrove yang dapat ditemukan di Desa Pasar Banggi antara lain Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, dan Avicennia marina (Tabel 10 dan Gambar 6).

Berdasarkan penelitian Wicaksono (2014) dapat diketahui bahwa vegetasi yang paling dominan di hutan mangrove adalah jenis Rhizophora mucronata, karena jenis ini hampir selalu ditemui di sepanjang kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi. Jenis persebaran pohon mangrove Desa Pasar Banggi terdistribusi menyebar merata, namun ada satu jenis yang mengelompok yaitu Avicennia marina, karena mempunyai karakteristik tumbuh baik di daratan berpasir sehingga jenis ini mengelompok di muara sungai yang memiliki sifat tanah berpasir di bagian paling timur hutan mangrove. Peta persebaran jenis mangrove Desa Pasar Banggi dapat dilihat pada Gambar 7.

Selain vegetasi utama hutan mangrove, di area lahan tambak juga ditumbuhi Tabel 10 Jenis pohon hutan mangrove Desa Pasar Banggi

Nama Latin Nama Lokal

Rhizophora mucronata Bakau

Rhizophora apiculata Bakau

Sonneratia alba Pedada

Avicennia marina Api-api putih

(31)

beberapa vegetasi yang khas untuk lanskap pesisir yang didominasi oleh kategori semak dan groundcover menjalar. Beberapa jenis tanaman pesisir yang ditemui di Desa Pasar Banggi antara lain, Lantana camara, Wedelia biflora, Casuarina equisetifolia, Ipomoea pes-caprae, babandotan (Ageratum conizoides), Sesuvium portulacastrum, Canavalia maritima dan sejenisnya (Gambar 9).

Satwa yang ada di kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi umumnya masih dalam kondisi baik. Sebagian besar satwa yang berhabitat di area hutan mangrove berjenis reptil dan amphibia yaitu jenis ular, kepiting mangrove, kadal, katak dan biawak. Berdasarkan hasil wawancara, biawak sering sesekali muncul di lahan tambak milik warga, namun satwa ini tidak cukup membahayakan. Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Jenis moluska banyak ditemukan, baik yang mempunyai habitat di dalam lumpur maupun menempel di batang-batang pohon mangrove. Untuk jenis ikan, sering dijumpai jenis ikan penetap sejati yaitu

Gambar 6 Mangrove eksisting Desa Pasar Banggi (a) Rhizophora mucronata, (b) Sonneratia alba, (c) Avicennia marina dan (d) Rhizophora apiculata

Gambar 7 Peta persebaran jenis mangrove Desa Pasar Banggi

Sumber : Wicaksono (2014)

(a) (b)

(32)

iklan yang seluruh siklus hidupnya dilakukan di hutan mangrove seperti ikan gelodok serta beberapa jenis ikan penetap sementara, yaitu jenis ikan belanak dan ikan kapasan. Sedangkan beberapa fauna yang menjadi komoditas budidaya di lahan tambak warga adalah jenis udang, tongkol/cakalang dan ikan bandeng.

Pada saat terjadinya perubahan pasang surut merupakan suatu masa yang ideal bagi berlindungnya burung (dunia burung), dan merupakan waktu yang ideal bagi burung untuk melakukan migrasi, sehingga banyak jenis burung ditemui di hutan mangrove (Saenger et al. 1954). Fauna jenis burung yang ditemui di hutan mangrove Pasar Banggi antara lain burung jenis kuntul-kuntulan, burung kedidi dan burung layang-layang. Daftar vegetasi dan satwa kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi dapat dilihat pada Tabel 11.

Aspek Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Desa Pasar Banggi, menurut Profil Desa Pasar Banggi pada tahun 2011 mencapai 2.945 jiwa dengan total kepala keluarga 855 KK. Pembagian usia produktif penduduk 20-59 tahun sekitar 1.745 jiwa atau 59.25% dari total penduduk Desa Pasarbanggi (Gambar 10). Jumlah laki-laki dan perempuan relatif hampir sama yaitu 1.511 orang (51%) laki-laki dan 1.471 orang (49%) perempuan (Tabel 12).

Terdapat dua dusun di Desa Pasar Banggi, yaitu Dusun Banggi dan Dusun Kaliuntu. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh desa, hanya Dusun Kaliuntu yang berhubungan langsung dengan pengelolaan hutan mangrove karena letak pemukiman yang berdekatan dengan lokasi wisata. Dusun Kaliuntu terdiri dari tiga RT, namun warga yang berpartisipasi aktif dalam pengelolaan hutan mangrove hanya warga RT 1 dan RT 2 karena sebagian besar warganya mempunyai lahan tambak yang terletak diantara area pemukiman dan hutan mangrove. Warga RT 1 Gambar 9 Vegetasi eksisting kawasan pesisir Desa Pasar Banggi (a) Lantana

camara, (b) Wedelia biflora, (c) Pluchia indica

(33)

dan 2, merasakan manfaat keberadaan hutan mangrove untuk menjaga kestabilan lahan tambak dan produktivitas hasil budidaya ikan, maka keberadaan hutan mangrove dianggap penting. Sedangkan warga RT 3 kurang antusias terhadap pengelolaan hutan mangrove karena letak pemukiman berada di seberang jalan raya Pantura, sehingga kurang dirasakan nilai manfaat langsung dari hutan mangrove. Sebagian besar warga RT 3 bermata pencaharian sebagai petani dan mempunyai lahan sawah, sehingga sedikit yang bekerja di kawasan pesisir.

Mata pencaharian masyarakat yang paling dominan adalah nelayan sebanyak 753 orang, selanjutnya terdapat dua mata pencaharian dengan porsi yang sama yaitu petani dan peternak, diikuti oleh pegawai swasta, dan porsi paling kecil ditempati oleh PNS dan pedagang. Mayoritas lapangan pekerjaan masyarakat Desa Pasar Banggi adalah sebagai nelayan dan petani tambak (Gambar 11). Masyarakat Desa Pasar Banggi mengeluhkan permasalahan ekonomi dan pekerjaan yang layak. Sebagian besar mereka merasa tidak puas dengan hasil pendapatan dan pekerjaan yang digeluti saat ini. Masyarakat mengharapkan dengan adanya pengembangan ekowisata hutan mangrove di Desa Pasar Banggi dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Fasilitas pendidikan Desa Pasar Banggi antara lain 1 sekolah TK/PAUD, 2 gedung SD dan 1 unit SMA/sederajat. Sedangkan tingkat pendidikan masyarakat masih rendah yaitu rata-rata hanya lulusan SD, karena pada saat itu fasilitas sekolah tingkat lanjut kurang terjangkau oleh masyarakat. Namun saat ini fasilitas sekolah Tabel 11 Jenis vegetasi-satwa kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi

Nama latin Nama lokal

Vegetasi

Lantana camara Tembelekan

Wedelia biflora Widelia, seruni

Casuarina equisetifolia Cemara laut

Ipomoea pes-caprae Tapak kuda, batata pantai

Ageratum conizoides Babandotan

Sesuvium portulacastrum Gelang laut

Canavalia maritima Kekara laut

Eragrostis unioloides Rumput udang

Pluchea indica Beluntas

Satwa

Boiga dendrophila Ular mangrove

Scylla Serrata Kepiting bakau

Varanus sp. Biawak

Periopthalmus sp. Ikan gelodok

Mugilidae Ikan belanak

Carangidae Ikan kuweh

Crustacea Udang-udangan

Chanos chanos Ikan bandeng

Egretta sp Burung kuntul putih

Calidris sp. Burung kedidi

Aerodramus fuciphagas Burung layang-layang

(34)

sudah cukup mendukung dengan adanya gedung sekolah tingkat SMP yang terjangkau masyarakat desa.

Dari segi kelembagaan Desa Pasar Banggi memiliki kelembagaan yang cukup baik. Kelembagaan yang terdapat di Desa Pasarbanggi antara lain perangkat desa, BPD (Badan Perwakilan Desa), LPMD, Karang Taruna, PKK, BKD/UKM Desa, Kelompok Nelayan Sidomulyo, Kelompok Wanita Nelayan Margo Utomo, dan Kelompok Tani Mangrove Sidodadi Maju. Kelompok Tani Mangrove Sidodadi Maju dibentuk berdasarkan SK Keputusan Kepala Desa Pasar Banggi No.10/Ds010/I/2010 pada tanggal 1 Januari 2010. Kelompok Tani Sidodadi Maju saat ini diketuai oleh Pak Sahal, seorang nelayan sekaligus petani yang telah menyelesaikan masa pendidikan di tingkat sarjana. Lembaga desa ini mempunyai periode pergantian pengurus setiap 5 tahun. Saat ini belum ada periode pergantian kepengurusan, sehingga pengurus pertama masih memiliki kendali sampai akhir tahun 2015. Sidodadi Maju merupakan kelompok tani yang berperan dalam pengelolaan mangrove di Pasar Banggi.

Sarana infrastruktur dan aksesibilitas di Desa Pasar Banggi cukup bagus dilihat dari kondisi desa yang ada pada saat penelitian. Namun, berdasarkan data Kecamatan Rembang tahun 2009 terdata bahwa dari 679 jumlah rumah yang ada di

Gambar 10 Diagram kualitas usia produktif (18-56) berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat Desa Pasar Banggi (2011)

Tabel 12 Jumlah penduduk Desa Pasar Banggi berdasarkan kelompok umur Umur (tahun) Laki-laki (orang) Perempuan

(orang)

Jumlah Penduduk (orang)

0 – 4 94 88 182

5 – 9 115 128 243

10 – 14 107 118 225

15 – 19 130 129 259

20 – 24 128 127 255

25 – 29 137 128 265

30 – 34 151 146 297

35 – 39 119 115 234

40 – 44 101 97 198

45 – 49 125 80 205

50 – 54 83 81 164

55 – 59 68 59 127

60 – 64 47 46 93

65+ 106 92 198

Jumlah 1511 1434 2.945

(35)

Desa Pasar Banggi terdapat sekitar 354 rumah penduduk tidak menggunakan jamban dirumahnya sehingga masih banyak penduduk yang membuang air besar di sekitar pantai. Hal ini membuat pemandangan di sekitar tepi pantai terlihat kotor. Selain itu, kurangnya fasilitas tempat pembuangan sampah/tong sampah terkadang membuat beberapa pemandangan di sudut desa terlihat kumuh. Adanya balai pertemuan di Desa Pasar Banggi menjadi fasilitas masyarakat untuk mengadakan pertemuan desa, terutama untuk kelompok tani mangrove Sidodadi Maju. Kelompok ini mempunyai jadwal pertemuan seminggu sekali di balai pertemuan dengan anggotanya untuk membahas kondisi hutan mangrove atau terdapat tindakan insidental sehingga perlu diadakannya pertemuan. Acara pertemuan kelompok tani ini didampingi oleh BLH untuk memantau kondisi terkini hutan mangrove Desa Pasar Banggi.

Peran serta masyarakat Desa Pasar Banggi dalam pembangunan desa dan semangat kegotongroyongan penduduk cukup tinggi. Beberapa upacara adat istiadat tradisional juga masih melekat dalam kehidupan masyarakat Desa Pasar Banggi seperti upacara ”sedekah bumi” dan upacara ”sedekah laut” atau dikenal dengan istilah “larung laut” (Gambar 12). Upacara ini diselenggarakan setahun sekali biasanya saat bulan syawal setelah lebaran. Adat ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur petani dan nelayan atas hasil bumi dan laut yang melimpah, selain itu agar dihindarkan dari musibah alam

Gambar 11 Diagram mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Banggi

(36)

Analisis

Analisis dan Evaluasi Kelayakan Ekowisata

Analisis dilakukan untuk mengetahui potensi dan kesesuaian kawasan hutan mangrove untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata berbasis masyarakat. Data kuantitatif didapatkan dari hasil penilaian kuisioner masyarakat Desa Pasar Banggi sebanyak 47 responden. Pengolahan data dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan ekowisata menurut Clark and Salm (2000) yang meliputi : Analisis kondisi ekologi, analisis kondisi sosial ekonomi dan analisis kriteria penunjang.

Analisis Kondisi Ekologi

Kegiatan ekowisata bertujuan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan, sehingga kelestarian ekosistem dapat terjaga. Dalam pengembangan ekowisata terdapat persyaratan ekologis yang harus dipenuhi agar ekowisata tetap terlihat menarik.

IKW = [39/52] x 100 % = 75%

Parameter pertama yaitu ketebalan mangrove dengan standar bobot dan kriteria tertera pada tabel. Ketebalan hutan mangrove Desa Pasar Banggi mencapai rata-rata 116.5 m2 yang termasuk kategori kesesuaian S3 dengan nilai 2. Angka ini menunjukkan bahwa ketebalan mangrove Desa Pasar Banggi masih kurang, dengan tingkat kesesuaian rendah untuk kepentingan ekowisata. Aspek ketebalan mangrove dapat menjadi pertimbangan dalam analisis daya dukung agar tidak terjadi kerusakan yang permanen. Indikator kedua yaitu tingkat kerapatan mangrove, diukur dengan pengambilan sampel plot contoh seluas 10 x 10 m2. Didapatkan data kerapatan mangrove rata-rata Desa Pasar Banggi mencapai angka 18 yang berada di kategori S1 yaitu sangat sesuai dengan nilai 4. Dipandang dari kerapatan mangrove, semakin rimbun tanaman magrove maka akan semakin banyak pula spesies biota yang ada di ekosistem mangrove tersebut.

Parameter jenis mangrove, Desa Pasar Banggi mempunyai 4 jenis spesies mangrove antara lain Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia Tabel 13 Penilaian aspek kondisi ekologi berdasarkan IKW

No Parameter Bobot S1 Nilai S2 Nilai S3 Nilai TS Nilai Skor

(37)

alba, dan Avicennia marina. Keragaman jenis mangrove Desa Pasar Banggi masuk dalam kategori S2 sesuai dengan skor 3. Nilai keragaman yang tinggi mempunyai keuntungan dalam pengembangan ekowisata sebagai objek atraksi dan edukasi yang menarik. Data pasang surut didapatkan dari hasil pengamatan melalui tiang ukur untuk mengetahui selisih pasang surut air laut. Pasang surut maksimal hutan mangrove Desa Pasar Banggi terjadi di sekitar pukul 14.00 – 15.00, sedangkan pasang surut minimal pada saat pukul 08.00 – 09.00 pagi. Selisih pasang surut hutan mangrove Desa Pasar Banggi berada di 0.57 m, sehingga masuk kategori sangat sesuai untuk kegiatan ekowisata dengan skor 4. Aspek selisih pasang surut air laut berpengaruh dalam menentukan waktu kunjungan wisatawan untuk mengurangi resiko bahaya. Parameter selanjutnya yaitu objek biota hutan mangrove, pengamatan dilakukan melalui tahap inventarisasi satwa. Di kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi ditemukan beberapa jenis biota mangrove yaitu, kepiting, burung kuntul, ikan, reptil, dan moluska. Hasil pengamatan biota dimasukkan kategori sesuai S1 karena mempunyai keragaman jenis biota yang tinggi dengan skor 4. Berdasarkan kelima parameter tersebut dijumlahkan dan didapat hasil skor 39 (Tabel 13), dengan persentase 75% dari total nilai sempurna yang menyatakan bahwa secara ekologis hutan mangrove Desa Pasar Banggi masuk kategori S2 atau sesuai untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata (Yulianda 2007). Data persentase tersebut akan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan hasil penilaian kesesuaian ekowisata hutan mangrove secara keseluruhan.

Analisis Kondisi Sosial Ekonomi

Analisis sosial ekonomi mengacu pada kriteria kelayakan ekowisata yang dikemukakan oleh Tuwo (2009). Beberapa kriteria yang menjadi indikator dalam keberlangsungan ekowisata pesisir dan laut dapat menjadi bahan analisis kondisi masyarakat Desa Pasar Banggi saat itu, sehingga dapat dievaluasi agar tercapai ekowisata berbasis masyarakat lokal. Responden terdiri dari 47 warga Desa Pasar Banggi, Dukuh Kaliuntu yang bersinggungan langsung dengan kawasan konservasi hutan mangrove.

Sikap Penerimaan Masyarakat. Pada analisis aspek penerimaan masyarakat terhadap rencana pengembangan ekowisata, terdapat beberapa parameter yang Tabel 14 Hasil penilaian aspek penerimaan masyarakat

No Tanggapan Penilaian Indikator skor Nilai Bobot S*B

1 Pemahaman

4 Harapan atas realisasi program

SBh Bh KBh TBh

17 28 2 0 82.98 7.06 0.15 12.45

TOTAL NILAI 73.56

Kategori Penilaian BAIK

(38)

diamati yaitu tingkat pemahaman ekowisata, persetujuan atas rencana pengembangan, minat terlibat dan harapan atas realisasi program.

Dari hasil analisis diketahui bahwa secara umum sikap penerimaan masyarakat Desa Pasar Banggi atas pengembangan ekowisata di daerahnya adalah baik dengan nilai 73.56. Sebagian besar masyarakat setuju atas rencana pengembangan, berminat terlibat, dan mempunyai harapan besar atas realisasi rencana pengembangan ekowisata, namun sebagian besar masyarakat belum memahami definisi ekowisata.

Masyarakat yang setuju dengan rencana pengembangan ekowisata hutan mangrove Desa Pasar Banggi umumnya berharap dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik. Sedangkan masyarakat yang kurang setuju dan kurang berminat atas rencana pengembangan mempunyai keresahan akan alih fungsi lahan tambak pribadi menjadi kawasan wisata umum.

Kesehatan Masyarakat. Aspek kesehatan yang baik tercermin pada kondisi kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat yang baik pula (Tuwo 2011). Kesehatan lingkungan diperlukan untuk menghindari ancaman atau resiko yang timbul dari kondisi lingkungan yang kurang baik, seperti bahaya polusi air, udara, sampah, dan kekumuhan. Kesehatan masyarakat yang baik diperlukan untuk mengurangi resiko kesehatan seperti gangguan penyakit akibat kondisi lingkungan dan iklim yang berubah-ubah, keracunan, penyakit kulit akibat limbah air, serta perilaku yang kurang baik bagi kesehatan.

Dari hasil analisis terhadap faktor kesehatan yang didasarkan pada pemahaman masyarakat terhadap kesehatan lingkungan, kondisi kesehatan masyarakat, perilaku membuang kotoran/sampah, frekuensi kunjungan berobat, kebutuhan fasilitas layanan dan harapan atas perlindungan kesehatan didapatkan hasil yang baik dengan nilai 76.23. Secara umum kondisi kesehatan masyarakat Desa Pasar Banggi dapat dikatakan baik, hal ini dipengaruhi juga dengan pemahaman kesehatan lingkungan masyarakat yang baik pula. Namun demikian, hasil analisis menunjukkan bahwa frekwensi kunjungan masyarakat untuk berobat Tabel 15 Hasil penilaian aspek kesehatan masyarakat Desa Pasar Banggi

No Tanggapan Penilaian Indikator skor Nilai Bobot S*B

1 Pemahaman kesehatan

Kategori Penilaian BAIK

(39)

ke RS/Puskesmas masih kurang, masyarakat hanya akan berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan apabila sakit saja. Hal ini dilatarbelakangi karena fasilitas pelayanan kesehatan di Desa Pasar Banggi masih kurang, hanya ada puskesmas desa sedangkan rumah sakit berada di Kota Rembang. Sehingga fasilitas pelayanan kesehatan yang terjangkau sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Pasar Banggi. Dari segi kesehatan lingkungan, masyarakat cukup mempunyai perilaku hidup sehat. Sebanyak 38.29% dari jumlah responden mengaku membuang sampah di TPS, sebesar 57.45% masyarakat Desa Pasar Banggi mempersiapkan kantong pembuangan sampah sendiri atau lubang sampah di belakang rumah, dan sebagian kecil dari responden masih membuang sampah sembarangan namun tidak ada masyarakat yang membuang di pantai/laut. Meskipun begitu, masyarakat masih mengharapkan perlindungan kesehatan lingkungan di Desa Pasar Banggi ditetapkan untuk menjamin kualitas hidup yang lebih baik.

Budaya. Faktor budaya merupakan salah satu faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pengembangan ekowisata. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa karakteristik kehidupan masyarakat pesisir biasanya memiliki nilai-nilai tradisi dan kepercayaan yang dapat menunjang upaya pelestarian lingkungan. Masyarakat pesisir juga biasanya memiliki seni dan atraksi budaya yang dapat menjadi daya tarik wisatawan.

Menurut hasil kajian terdapat enam faktor budaya, antara lain pemahaman nilai-nilai tradisi, keterlibatan dalam acara ritual, keterlibatan dalam acara-acara atraksi budaya dan seni, keterlibatan dalam kegiatan perlombaan, minat mengaktualisasikan diri dalam pentas seni dan budaya, dan harapan atas pengakuan adat istiadat, maka diketahui bahwa nilai capaian faktor budaya masyarakat terhadap pengembangan ekowisata hutan mangrove di Desa Pasar Banggi dikategorikan kurang baik dengan capaian nilai hanya 47.39.

Tabel 16 Hasil penilaian aspek budaya masyarakat di Desa Pasar Banggi

No Tanggapan Penilaian Indikator skor Nilai Bobot S*B

1 Pemahaman nilai-nilai

5 Minat & kebutuhan aktualisasi diri dalam

Kategori penilaian KURANG BAIK

Gambar

Grafik kualitas estetika lanskap kawasan hutan mangrove Desa Pasar
Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Tabel 1  Jenis data yang diperlukan
Gambar 4  Tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara konseptual pengembangan desa ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya

Masyarakat Desa Tongke-tongke dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove banyak menyumbangkan partisipasinya, diantaranya partsipai buah pikiran yang dimana masyarakat

Kandungan Nitrat Dan Fosfat Sedimen Serta Keterkaitannya Dengan Kerapatan Mangrove Di Kawasan Desa Pasar Banggi Dan Desa Tireman, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah

Visusalisasi rencana ruang pendukung kegiatan wisata alam ekowisata mangrove Tapak .... Visusalisasi rencana ruang pendukung kegiatan wisata alam ekowisata mangrove

109 Tabel 3 menunjukkan Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (J’) untuk kategori pohon dari masing-masing lokasi transek di Desa Pasar Banggi, Pasar

yang diperoleh dari manfaat hutan mangrove adalah berupa jasa ekowisata

Hutan mangrove sangat penting keberadaannya bagi keseimbangan biota laut, namun hutan mangrove yang menjadi tempat ekowisata di Pantai Cengkrong mengalami

Selain faktor-faktor kunci yang mempengaruhi pengembangan dan pengelolaan Desa Ekowisata Pampang, peneliti juga menemukan faktor-faktor pendukung keberhasilan Desa Ekowisata Pampang