PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki
keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling bervariasi. Di Indonesia
perkiraan luas mangrove juga sangat beragam. Menurut FAO (2007) luas hutan
Mangrove di Indonesia adalah 3.062.300 ha atau 19% dari luas hutan mangrove di
dunia dan yang terbesar di dunia.
Salah satu dari sumber yang mendapat perhatian di wilayah pesisir adalah
ekosistem mangrove. Hutan mangrove sebagai sumber daya alam hayati
mempunyai keragaman potensi yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Manfaat yang dirasakan berupa berbagai produk dan jasa. Pemanfaatan produk dan
jasa tersebut telah memberikan tambahan pendapatan dan bahkan merupakan
penghasilan utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Salah satu jasa
yang diperoleh dari manfaat hutan mangrove adalah berupa jasa ekowisata (Satria,
2009).
Pemanfaatan mangrove untuk ekowisata sejalan dengan pergeseran minat
wisatawan dari old tourism menjadi new tourism yang mengelola dan mencari
daerah tujuan ekowisata yang spesifik, alami, dan memiliki keanekaragaman
hayati. Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem mempunyai potensi keindahan
alam dan lingkungan berupa komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari
vegetasi, biota atau organisme asosiasi, satwa liar, dan lingkungan sekitarnya
(Wijayanti, 2011).
Model ekowisata tersebut menunjukkan bahwa kegiatan ekowisata
mengintregasikan kegiatan pariwisata, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat
lokal, sehingga masyarakat setempat dapat ikut serta menikmati keuntungan dari
kegiatan wisata tersebut melalui pengembangan potensi-potensi lokal yang dimiliki.
Selanjutnya melalui penyelenggaraan kegiatan ekowisata diwilayah pesisir,
keberadaan hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir yang penting,
dilindungi sekaligus dikembangkan sebagai atraksi wisata dengan berbagai
kegiatan yang menarik. Di Sumatera Utara, pemanfaatan hutan mangrove untuk
ekowisata, salah satunya telah dilakukan di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan
Berandan Barat, Kabupaten Langkat. Menurut Bakosutarnal (2011), kawasan
ekosistem hutan mangrove di pesisir Lubuk Kertang memiliki luas mencapai
638,47 Ha. Masih dijumpai permasalahan pencurian kayu untuk bahan baku
pembuatan arang dan konversi hutan menjadi perkebunan sawit. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, masyarakat Lubuk Kertang membentuk kawasan ekowisata
mangrove secara swadaya yang dikelola oleh Kelompok Tani Bakau Mas. Kawasan
hutan mangrove Desa Lubuk Kertang memiliki tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi, sehingga perlu dijaga kelestariannya.
Kawasan ekosistem mangrove di pesisir Lubuk Kertang perlu diidentifikasi
potensinya guna menerapkan strategi pengembangan ekowisata yang tepat. Adapun
dua faktor yang diidentifikasi meliputi faktor sosial dan biologi dimana kajian
strategi pengembangan ekowisata mangrove tersebut diperoleh dengan
menggunakan data observasi langsung (primer) dan data sekunder kemudian data
tersebut dikaji dengan menganalisis potensi ekosistem mangrove, serta kesesuaian
dan daya dukung ekosistem mangrove dan terakhir dengan menggunakan analisis
SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)terhadap kegiatan
ekowisata ini. Berdasarkan hasil identifikasi yang diperoleh, maka dapat disusun
suatu strategi pengembangan untuk pengelolaan ekowisata mangrove secara lestari.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan yakni sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi kondisi kawasan ekosistem mangrove Lubuk Kertang sebagai
kawasan ekowisata.
2. Mengidentifikasi potensi wisata kawasan ekosistem mangrove dari nilai daya
dukung kawasan dan indeks nilai kesesuaian ekosistem mangrove di Desa
Lubuk Kertang.
3. Merumuskan strategi yang tepat untuk pengembangan ekowisata mangrove
berbasis partisipasi mayarakat pengelola ekowisata mangrove.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat memberikan informasi dan masukan bagi pengambil keputusan dalam
mengelola ekowisata mangrove.
2. Memperkaya kajian pengembangan ekowisata di Sumatera Utara.