• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ovine Pregnancy Associated Glycoprotein (ovPAG) as a marker of pregnancy on Garut Sheep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ovine Pregnancy Associated Glycoprotein (ovPAG) as a marker of pregnancy on Garut Sheep"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

DOMBA GARUT

ENNY TANTINI SETIATIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Ovine Pregnancy-Associated Glycoprotein (ovPAG) sebagai Penanda Kebuntingan pada Domba

Garut adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di setiap akhir bab dalam disertasi ini

Bogor, Maret 2010

Enny Tantini Setiatin

(3)

ENNY TANTINI SETIATIN. Ovine Pregnancy-Associated Glycoprotein (ovPAG) as a Marker of Pregnancy on Garut Sheep. Under direction of DONDIN SAJUTHI, BAMBANG PURWANTARA, and CHALID TALIB.

Pregnancy-Associated Glycoprotein (PAG) structurally related to aspartic proteinase, expressed in the outer epithelial cell layer (trophectoderm) of ungulate placenta. Ovine PAG synthesized by mono- and binucleic trophoblast before complete implantation at day 14-15. Of this, ovPAG could be used as a marker for early pregnancy and foetal wellbeing. The research was started with extraction and isolation of PAG from placenta of garut sheep collected at parturation and to characterize their molecular weight. The procedures included extraction of protein at neutral pH (cotyledon was thawed, minced, added PBS, blended and centrifuged), acidic (H3PO41M, pH 4,5; centrifuged) and ammonium sulfate (40% and 80% (NH4)SO4, centrifuged) precipitation ; gel filtration (Sephadex-G75), anion exchanged chromatography (DEAE- cellulose). Cotyledone’s extract was subjected to Sephadex-G75 and DEAE cellulose, and their fractions were measured their absorbances. Sephadex-G75 and DEAE fractions at peak absorbances were assayed for protein concentration (Bichinconinic protein assay). Continuously, these fractions were subjected to monogel SDS-PAGE and stained by Commassie Brilliant Blue. Then, isolate was used to produce polyclonal antibody ( rabbit anti-ovPAG). Polyclonal antibody production was carried out in accordance with Animal Care and Use Committee of PT Indoanilab No: 03-IA-ACUC-08, 15th Nopember 2008. Rabbit anti-ovPAG DN32 gave the best immune response using Modified ELISA technique also could differenciate ovPAG in the urine of pregnant and non pregnant ewes using Western Blot Technique. Simultaneously, modified ELISA was developed started by producing ovine PAG standard, carried out by developing serial dilution at concentration 0,344; 0,172; 0,0688; 0,0344 and 0,0172 ng/ml, continued with intra- and inter-assay validation. Validation of standard showed coefficient variation intra-inter-assay on QC-H and QC-L were 9,97 % and 5,87 %, respectively. Moreover, coefficient variation inter-assay on QC-H and QC-L were 16,95 % and 13,9 %, respectively. Using Western blot technique, protein at 31 kDa molecular weight appeared in pregnant’s urine whereas protein around 71 kDa became a common protein. Modified ELISA technique could differentiate the concentration of ovPAG in between pregnant and non pregnant urine at 55,56 % of nine ewes.

(4)

ENNY TANTINI SETIATIN. Ovine Pregnancy-Associated Glycoprotein (ovPAG) sebagai Penanda Kebuntingan pada Domba Garut. Dibimbing oleh DONDIN SAJUTHI, BAMBANG PURWANTARA, and CHALID TALIB.

Pregnancy-associated glycoprotein (PAG) merupakan famili aspartik protease, terdapat di dalam sel trofektoderm plasenta ungulata. OvinePAG

disintesa oleh sel mono- dan binukleat trofoblas sesaat menjelang implantasi pada hari ke 14-15. Oleh karena itu, PAG digunakan sebagai indikator penanda kebuntingan dini dan juga kesehatan fetus. Tujuan penelitia ini adalah ekstrasi dan isolasi ovPAG dalam kotiledon plasenta; memproduksi antibodi poliklonal (Rabbit anti-ovPAG); mendeterminasi ovPAG dalam urine domba bunting, dan pembuatan standar ovPAG. Kegiatan penelitian diawali dengan melakukan ekstraksi dan isolasi PAG dari plasenta domba garut yang dikoleksi pada saat melahirkan dan mengkarakterisasi PAG berdasarkan berat molekulnya. Pada saat melahirkan, kotiledon dikoleksi dari plasenta, disimpan pada -200C sampai seluruh induk domba (n=9 ekor) melahirkan. Selanjutnya kotiledon diekstrak dengan perlakuan presipitasi asam (H3PO41M, pH 4,5 ; sentrifus) dan garam (40% (NH4)SO4 dilanjutkan 80% (NH4)SO4, dan disentrifus). Berikutnya dilakukan isolasi protein melalui gel filtrasi (Sephadex G-75) dan kromatografi pertukaran anion (DEAE-cellulose). Fraksi yang ditampung diukur absorbansinya, fraksi yang memiliki absorbansi tinggi, diukur total proteinnya. Kemudian, dimasukkan dalam monogel SDS-PAGE utuk diukur perkiraan berat molekulnya berdasarkan pita protein yang muncul setelah diwarnai dengan Commassie Brilliant Blue. Isolat yang didapat dipergunakan untuk memproduksi antibodi poliklonal (Rabbit anti-ovPAG) dengan melakukan imunisasi pada kelinci New Zealand White

(n=12 ekor). Pembuatan antibodi poliklonal dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komisi Pengawasan dan Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Percobaan (KPK-PHP) PT INDOANILAB No.:03-IA-ACUC 2008, Tanggal 15 Nopember 2008. Rabbit anti-ovPAG dideterminasi spesifitasnya terhadap

ovPAG dalam urin untuk membedakan domba bunting dan tidak bunting menggunakan teknik Western Blot dan ELISA. ELISA termodifikasi , dikembangkan dengan diawali pembuatan standar ovPAG yang dibuat dengan melakukan pengenceran pada konsentrasi 0,344; 0,172; 0,0688; 0,0344 dan 0,0172 ng/ml, dilanjutkan dengan menghitung koefisien variasi intra- dan inter-asai. Kelinci memberikan respon imun terbaik dari DN32 ( Rabbit anti-ovPAG

DN32). Determinasi Rabbit anti-ovPAG DN32 menggunakan teknik Western Blot

(5)
(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

(ovPAG) SEBAGAI PENANDA KEBUNTINGAN PADA

DOMBA GARUT

ENNY TANTINI SETIATIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada

Ujian Tertutup

:

1.

Dr. drh. M. Agil, M.Sc.Agr.

2. Dr. drh. Diah Iskandriati

Penguji Luar Komisi pada

Ujian Terbuka

:

1.

Ir. Polmer Situmorang, Ph.D.

(9)
(10)

Alhamdulillaahirobbil ‘alamiin penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT yang banyak memberi kenikmatan dan kemudahan lahir maupun batin. Hanya berkat rahmat,

hidayah dan izinNYA, penulis dalam menyelesaikan disertasi dengan judul Ovine

Pregnancy-Associated Glycoprotein (ovPAG) sebagai Penanda Kebuntingan pada

Domba Garut”. Disertasi ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Fakultas Peternakan IPB, Unit Rehabilitasi Reproduksi dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP, LPPM-IPB serta PT Indoanilab Bogor, yang penelitiannya dilaksanakan mulai Oktober 2006 sampai dengan Oktober 2009.

Disertasi ini memuat satu bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang akan diterbitkan di jurnal ilmiah. Bab 3 berjudul Ekstraksi dan isolasi

ovine pregnancy associated glycoprotein (ovPAG) dari kotiledon plasenta domba garut pada saat melahirkan sedang menunggu penerbitan di Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 14(3):208-215.

Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada : Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.ST. Ph.D. selaku Ketua Komisi Pembimbing; Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc. dan Dr. Chalid Talib selaku Anggota Komisi Pembimbing atas kesabaran sumbangan pemikiran; pengarahan; perhatian, dan nasihat mulai dari awal perencanaan; pelaksanaan penelitian serta selesainya penulisan disertasi ini. Penulis mendapatkan karunia terindah karena atas izinNYA, Allah berkenan memberi penulis Para Pembimbing yang tidak hanya membimbing di bidang keilmuan tetapi juga spiritual dan finansial.

(11)

Selanjutnya terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP); Dekan; Kajur Produksi Ternak; Kolega di Laboratorium Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan UNDIP yang telah mengizinkan; memberi semangat; mendoakan, serta memberi bantuan dana penelitian dan penulisan disertasi sehingga penulis dapat melanjutkan studi lanjut Strata 3. Tak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB); Dekan dan Staf Sekolah Pascasarjana IPB; Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB; Ketua Program Studi Biologi Reproduksi beserta dosen; teknisi dan petugas administrasi, atas pelayanan yang baik selama penulis mengikuti pendidikan. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Dirjen Dikti Depdiknas; Pengelola Penelitian Kerjasama Kemitraaan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) TA 2007 dan 2009; Hibah Penelitian Program Doktor 2009, dan Dana Bantuan Disertasi UNDIP untuk bantuan perkuliahan dan penulisan disertasi sehingga disertasi ini dapat terselesaikan.

Penghormatan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ibu bapak tercinta Ibunda Moertati (Almh); Ayahanda N.S. Setiakomara (Alm); Ibunda Suryati (Almh) dan Ayahanda Adi Siswoyo (Alm); suami Drs. Mulyo Suprapto, Akt.; anak-anak M. Luthfiadi Setiapratama dan M. Rezky Setiapraptadi, serta saudara-saudara penulis atas segala kasih sayang; pengertian; doa bantuan immateriil dan materiil sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.

(12)

pengerjaan penelitian di lapangan; Dr. drh. Ita Juwita; drh. Wahono Esthi, MS.; Wahyu; Dr. drh. M. Agil, MSc.Agr.; Dr. drh. Hera Maheswari, MSc.; Dr.drh. Puji Astuti, MSc.; Dr. drh. Diah Iskandriati; Uus Saefulloh, SSi. M.Biomed.; Dra. Isti KS; Dra. Maryati, MSi.; Silmi Mariya, SSi.; Rahmita, SKH; drh. Dede; Tri; Ririn; Iin; Dr. Ir. Nuril Hidayati, MSc.; Willy Praira, SSi., selama pengerjaan penelitian di laboratorium. Penulis harus menyampaikan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Nani, Wiwid, Ayu, Sri, Dewi, Yanti, Rima dan Yana yang telah membantu secara administrasi.

Kepada rekan-rekan seperjuangan Dr. Ir. Thomas Mata Hine, M.S.; Ir. Bayu Rosadi, M.S., dan Ir. Satya Gunawan, M.S. , yang selalu bersama dalam penyelesaian studi doktor ini. Terima kasih dan maaf penulis sampaikan bagi teman-teman di Wacana Biologi Reproduksi terutama Raden Harry Murti S.Si.; drh. Sri, M.S.; dra. Ekayanti, M.Si.; Tatan Kastaman, S.Si.; Ir. Heri Sujoko, M.S.; Ir. Asri, M.S, dan Ir. Gholib. Kepada rekan-rekan dari Fakultas Peternakan UNDIP yang telah memberikan semangat dan doa, Prof. Dr. Ir. Joelal Achmadi, MSc.; Dr.Ir. Syaiful Anwar, MS.; Ir. Trisetyo Edi, MS. Dr. Ir. Irene Sumeidiana, MS.; Dr.Ir. Sri Wuwuh, MS.; Dr.Ir. Yon Supri Ondho, MS.; Ir. Barep Sutiyono, MS.; Dr.Ir. Seno Jauhari, MSc.; Dr.Ir. Edi Kurnianto, MSc.; Dr.Ir. Sutopo, MSc.; Dr.Ir. Agung Purnomoadi, MSc.; Dr.Ir. Endang Purbowati, MS.; Dr.Ir. Eko Pangestu, MS.; Ir. Heni Rizki, MS.; Ir. Yani; Ir. Susilo Budiyanto, MS.; Ir. Mulyono, MS., Ir. Titik Ekowati, MSc.; Dra. Sunarsih, MSi. Rekan-rekan Genesis, terimakasih dorongan dan doanya. Disertasi ini juga penulis dedikasikan untuk Ir. Bambang Srigandono, M.Sc. (Alm) dan drh. Rita Miranda, M.Sc. (Almh) yang telah mendorong penulis untuk melanjutkan studi S3.

(13)

Bogor, Maret 2010

(14)

Penulis dilahirkan di Semarang pada 12 September 1961 sebagai anak keempat dari pasangan Moertati (Almh) dan N.S. Setiakomara (Alm). Menikah dengan Drs. Mulyo Suprapto, Akt pada 1993 dan dikaruniai dua orang anak bernama M. Luthfiadi Setiapratama dan M. Rezky Setiapraptadi.

Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan IPB diselesaikan pada tahun 1986. Pada tahun 1993, penulis diterima pada program S2 Animal and Forage Science, Reading University, UK dan lulus pada tahun 1994. Kesempatan untuk melanjutkan program doktor pada program studi Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2004 yang dibiayai oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui Program BPPS.

Sejak 1989, penulis terdaftar sebagai Staf di Laboratorium Pemuliaan dan Reproduksi Ternak, Jurusan Produksi Ternak Fakultas Perternakan Universitas Diponegoro sampai saat ini serta staf peneliti Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro sampai tahun 2001. Mata kuliah yang diajarkan adalah Dasar Reproduksi Ternak, Ilmu Reproduksi Ternak, Reproduksi dan Inseminasi Buatan, Kesuburan dan Kemajiran Ternak serta Kesehatan Hewan.

Artikel ilmiah yang berkaitan dengan penelitian disertasi serta dipublikasikan adalah :

(15)

xv

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xxi

DAFTAR SINGKATAN xxii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Aktivitas Reproduksi Domba ... 5

Siklus Estrus... 5

Masa Kebuntingan ... 5

Fertilisasi ... 5

Implantasi ... 6

Penanda Kebuntingan ... 8

Sekresi Plasenta ... 9

Progesteron ... 9

Estrogen ... 10

Pregnancy-Associated Glycoprotein (PAG)... 11

Mekanisme Sintesis Protein Pregnancy-Associated Glycoprotein (PAG)... 12

Isolasi ovPAG... 18

Filtrasi Gel ... ... 18

Kromatografi Pertukaran Anion ... 18

(16)

xvi

Pewarnaan Commassie Brilliant Blue ... 21

Pengukuran Konsentrasi Protein ... 21

Antibodi Poliklonal ... 22

Determinasi Rabbit anti-ovPAG menggunakan Metode Western Blot ... 24

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ... 25

EKSTRAKSI DAN ISOLASI OVINE PREGNANCY ASSOCIATED GLYCOPROTEIN (ovPAG) DARI KOTILEDON PLASENTA DOMBA GARUT PADA SAAT MELAHIRKAN ... 29

Abstrak ... 29

Abstract ... 29

Pendahuluan ... 30

Metode Penelitian ... 33

Hasil dan Pembahasan ... 38

Kesimpulan ... 45

Daftar Pustaka ... 45

PEMBUATAN POLIKLONAL ANTIBODI RABBIT OVINE PREGNANCY-ASSOCIATED GLYCOPROTEIN (Rabbit anti-ov PAG) 48 Abstrak ... 48

Abstract ... 48

Pendahuluan ... 49

Metode Penelitian ... 52

Hasil dan Pembahasan ... 55

Kesimpulan ... 63

(17)

xvii (ovPAG) MENGGUNAKAN TEKNIK ENZYME LINKED

IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) TERMODIFIKASI ... 66

Abstrak ... 66

Abstract ... 66

Pendahuluan ... 67

Metode Penelitian ... 69

Hasil dan Pembahasan ... 71

Kesimpulan ... 74

Daftar Pustaka ... 75

PEMBAHASAN UMUM ... 76

KESIMPULAN DAN SARAN UMUM ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(18)

xviii

Halaman

1 Jumlah Fraksi dan Konsentrasi Protein pada Kolom

Sephadex-G75 dan DEAE-cellulose ... 41

2 Isolat ovPAG dan Konsentrassinya yang Diimunisasikan pada

Kelinci New Zealand White ... 52 3 Rerata Konsentrasi ovPAG dalam Urin dan Plasma Domba

Bunting dan Tidak Bunting terhadap Uji Antibodi Positif dan

Negatif ... ... 73

4 Konsentrasi ovPAG dalam Urin Domba Garut Tidak Bunting

(19)

xix

Halaman

1 Alur kerangka pemikiran penelitian ovPAG 4

2 Tahapan awal kebuntingan domba ... 8

3 Pola hormon dalam plasma darah domba ... 11

4 Sel binukleat, kontribusinya terhadap plasenta ruminansia yang definitif dan karakteristik endokrinnya ... 13

5 Konsentrasi rata-rata ovPAG dalam plasma (± SEM) selama kebuntingan dan postpartum pada domba (A) Churra dan (B) Merino ... 15

6 Diagram ekspresi ovPAG sepanjang usia kebuntingan ... 17

7 Proses Filtrasi Gel ... 19

8 Proses Kromatografi Pertukaran Anion ... 19

9 Perbedaan respon primer dan sekunder antigen yang disuntikan 24 10 Prosedur Metode Western Blot ... 25

11 Alur kerangka pemikiran penelitian ekstraksi dan isolasi ovPAG... 32

12 Tipe plasenta sinepiteliochorion pada domba ... 34

13 Proses Pembuatan Monogel SDS-PAGE ... 37

14 Kemiringan persamaan linear perhitungan migrasi relatif untuk menentukan berat molekul protein ovine pregnancy-associated glycoprotein (ovPAG) ... 39

15 Pita protein dari isolat hasil ekstraksi kotiledon yang terpapar pada monogel SDS-PAGE dengan pewarnaan Commassie Brilliant Blue ... 40

16 Absorbansi protein dalam fraksi dari kolom Sephadex-G75 (NH4HCO3) dan DEAE-cellulose (Tris-HCl 0,01 M, NaCl 20,40,80,160,320 mM dan 1M) ... 42

(20)

xx DEAE-Cellulose ... 44

19 Alur kerangka pemikiran penelitian pembuatan antibodi

poliklonal rabbit anti- ovPAG ... 51 20 Respon imun poliklonal antibodi rabbit anti-ovPAGterhadap

berbagai sumber isolat ovine pregnancy-associated glycoprotein

(ovPAG) ... ... 58 21 Perbandingan potensi DN16 dan DN32 sebagai sumber rabbit

anti-ovPAG ... 59 22 Determinasi rabbit anti-ovPAG negatif (Ab -) maupun positif

(Ab +) terhadap berbagai sumber ovPAG (K, DN32, DN16,

DN8, DT, S) ... 60

23 Determinasi rabbit anti-ovPAG DN32 positif dan negatif terhadap ovPAG dalam urin domba garut bunting dan tidak

bunting ... 62

24 Alur kerangka pemikiran penelitian pengujian ovPAG

menggunakan teknik ELISA Termodifikasi ... 68 25 Kemiringan dan persamaan linear standar DN32 pada tiga

(21)

xxi

Halaman

1 Persetujuan Komisi ACUC ... 89

2 Sodium dedocyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis

(SDS-PAGE) ... 90

3 Pewarnaan Commassie Brilliant Blue ... 91 4 Perhitungan berat molekul protein dalam monogel SDS-PAGE 92

5 Makalah Publikasi ... 93

6 Uji Beda t-student antara Konsentrasi ovPAG dalam Urin

(22)

xxii % : persen

(NH4)2SO4 : amonium sulfat

µl : mikroliter

0

C : derajat Celcius

1 CV : 1 column volume

2N H2SO4 : 2 Normalitas asam sulfat

Ab : antibodi

Ag : antigen

AMP : Adenosin mono phosphate

APS : Amonium per sulphate

ATP : adenosin tri phosphate

BCA : bichinconinic acid

BICP : 5-bromo-4-chloro-3-indolyl phosphate disodium salt

BM : berat molekul

boPAG, bPAG : bovine pregnancy-associated glycoprotein caPAG, cPAG : caprine pregnancy-associated glycoprotein CBB : commassie brilliant blue

cDNA : cyclic deoxiribonucleic acid

COOH : karboksil

DEAE : diethylaminoethane

dH2O : deionized water

DN : DEAE-NaCl

DT : DEAE-Tris HCl

ELISA : enzyme linked immuno sorbent assay FCA : Freud’s complete adjuvant

FICA : Freud’s Incomplete adjuvant

g : gravitasi

H2SO4 : asam sulfat

(23)

xxiii ICM : inner cell mass

Interferon-τ : Interferon-tau kDa : kilo Dalton

KOH : kalium hidroksida

KPA : kromatografi pertukaran anion

M : molar

Mg2+ : ion magnesium positif 2

ml : mililiter

mM : milimolar

mRNA : massenger ribonucleic acid

MRP : maternal recognition of pregnancy NaCl : natrium chlorida

NBT : nitrotetrazolium blue chlorine-98%

ng : nanogram

NH4HCO3 : amonium bikarbonat

NZW : New Zealand White

OD : optical density OH : hidroksil

ovPAG : ovine pregnancy-associated glycoprotein PAG : pregnancy-associated glygoprotein PBS : phosphate buffer saline

PEG : polietilen glikol

pH : derajat keasaman

QC-H : Quality Control-Hihgh

QC-L : Quality Control-Low

RIA : radio immuno assay

S : Sephadex

SBN : sel binukleik

(24)

xxiv TEMED : Tetra methyl ethylene diamine

TMB : 3,3’,5,5’ tetra methyl benzidine dihydrochloride

Tris- HCl : tris-asam chlorida

tRNA : transfer ribonucleic acid

(25)

Latar Belakang

Populasi domba di Indonesia saat ini berjumlah 7.549.316 ekor sedangkan

di Jawa Barat mencapai 4.221.806 ekor atau 55,92% populasi nasional.

Pemotongan domba yang tercatat di Jawa Barat pada tahun 2006 mencapai

3.343.365 ekor (Disnak Prov Jabar 2008). Peningkatan populasi domba menjadi

lambat karena di lapangan masih banyak ditemukan pemotongan hewan betina

dalam keadaan bunting. Hal ini terjadi oleh karena belum adanya alat deteksi

kebuntingan pada ruminansia kecil yang mudah dan cepat dilakukan di lapangan.

Belum berkembangnya metode deteksi kebuntingan dini pada ruminansia kecil

secara tidak langsung akan berakibat pada rendahnya efisiensi manajemen

reproduksi.

Metode deteksi kebuntingan pada ruminansia kecil khususnya domba

perkembangannya belum seperti pada hewan besar. Beberapa metode deteksi

kebuntingan pada ternak lain telah diadopsi untuk domba, tetapi hasilnya belum

memuaskan. Penentuan kebuntingan dengan mengamati early pregnancy factor yang dapat dideteksi 24 jam setelah perkawinan dengan metode rossette inhibition sulit diterapkan di lapangan (Jainudeen & Hafez 2000). Aktivitas ovine trophoblast protein 1 (oTP-1) disebut juga ovine interferon tau (oIFN- ) adalah

memperpanjang fase luteal dengan produksi yang sangat tinggi

(Geisert & Malayer 2000; Ezashi & Roberts 2004) hanya berlangsung beberapa

hari antara hari ke 12-21 setelah perkawinan (Roberts et al. 1992; Demmers et al. 2001, Spencer & Bazer 2004). Interferon- terutama berfungsi sebagai sinyal penanda kebuntingan (Gray et al. 2006) serta mempersiapkan endometrium untuk implantasi yang terjadi pada hari ke-18 usia kebuntingan

(Klein et al. 2006; Dunlap et al. 2005).

Progesteron dan estrogen sebagai penanda kebuntingan pernah dilaporkan

oleh Spencer et al. (2004) tetapi konsentrasi kedua hormon tersebut yang tidak berbeda sesaat setelah implantasi. Akibatnya sulit dibedakan antara domba

(26)

Senger 1999). Transrectal ultrasonography (USG), merupakan metode yang

aplikatif di lapangan (Pierson & Ginther 1988;

Wodzicka-Tomaszewka et al. 1991; Strmśnik et al. 2002), tetapi diperlukan peralatan dan keahlian khusus serta dilakukan secara invasive yang dapat menyebabkan terjadinya stres (Karen et al 2003a). Selain itu, sekitar 35% kematian embrio dapat terjadi di awal kebuntingan sehingga pemanfaatan USG

untuk deteksi kebuntingan dini akan sulit (Szafranska et al. 2006). Oleh karena itu perlu dikembangkan metode deteksi kebuntingan dini yang aplikatif di

lapangan; akurat; non-invasive (Monfort et al. 1997; Karen et al 2003b; Chelini et al. 2005); cepat, dan aman (Verbeckmoes et al. 2004).

Pregnancy-associated glygoprotein (PAG) merupakan famili aspartik protease yang disekresikan oleh sel binukleat trofoblastik sesaat menjelang

implantasi (Wooding 1992; Sousa et al. 2006). Substansi ini telah berhasil dipurifikasi dari plasenta domba; kambing; sapi; babi; kerbau; zebu, dan dengan

berat molekul berkisar antara 35 – 75,8 kDa bison (El Amiri et al. 2004; Xie et al. 1996; Garbayo et al. 1998; Zoli et al. 1991; Szafranska et al. 2003; Barbato et al. 2008; Sousa et al. 2002; Kiewisz et al. 2008). Konsentrasi PAG dapat terdeteksi dalam darah induk pada awal kebuntingan dengan akurasi 76,6 –

100% (Szafranska et al. 2006). Konsentrasi PAG meningkat sejalan dengan berkembangnya plasenta yang mengindikasikan bahwa perkembangan embrio

berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, PAG memiliki fungsi ganda yaitu sebagai indikator kebuntingan maupun kesehatan feto-plasental (Karen et al. 2003b; Boscos et al. 2003; Jonker 2004).

Kerangka Pemikiran

.

Metode deteksi kebuntingan pada ruminansia kecil khususnya domba

belum berkembang dibandingkan dengan ruminansia besar. Pregnancy-Associated Glycoprotein (PAG) merupakan protein yang disekresikan oleh sel binukleid tropoblas dari ternak diawal masa kebuntingan, dan konsentrasinya

terus meningkat hingga mencapai 300-400 ng/ml pada saat sel chorion

(27)

potensial sebagai penanda kebuntingan. Substansi ini dapat diisolasi dari plasenta

pada saat melahirkan sehingga tidak ada hewan yang dikorbankan.

Konsentrasinya akan mencapai basal sekitar dua minggu setelah melahirkan,

dengan demikian tidak akan bias dengan PAG bunting dan dapat dideteksi sebelum siklus berikutnya

Selama ini, pengukuran konsentrasi ovPAG masih memanfaatkan teknik RIA, akan tetapi teknik ini menggunakan bahan radioaktif yang saat ini sudah

mulai ditinggalkan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu teknik untuk

mendeteksi ovPAG yang aplikatif, aman, sederhana, fleksibel, mudah dengan volume sampel yang kecil tetapi mempunyai tingkat akurasi yang tinggi seperti

teknik ELISA.

Berdasarkan kondisi di atas maka dilakukan serangkaian penenlitian yang

dimulai dengan ekstraksi dan isolasi ovPAG dar kotiledon plasenta; dilanjutkan dengan memproduksi antibodi poliklonal pada kelinci (rabbit anti-ovPAG), serta mengembangkan teknik ELISA Termodifikasi agar dapat mengukur konsentrasi

ovPAG dalam urin dan plasma (Gambar 1).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) purifikasi ovPAG dalam kotiledon plasenta (2) memproduksi anti bodi poliklonal (Rabbit anti-ovPAG) (3) mendeterminasi ovPAG dalam urin domba bunting (4) menentukan konsentrasi ovPAG terendah dalam urin domba bunting.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan (1) dapat memurnikan ovPAG yang ada di dalam kotiledon plasenta domba garut berdasarkan berat molekulnya (2) dapat

dikembangkan menjadi penanda deteksi kebuntingan (3) mendapatkan metode

(28)

Hipotesis

Ovine Pregnancy-associated glycoprotein (ovPAG) ditemukan pada domba bunting dan dapat diisolasi dari kotiledon plasenta. OvinePAG, berdasarkan berat molekulnya berbeda pada setiap spesies.

Sel Binukleik Trofoblas

Implantasi

ovPAG

Ekstraksi Kotiledon

Isolasi ovPAG

Pembuatan Antibodi Poliklonal

Deteksi ovPAG dalam urin dan plasma

(29)

Aktivitas Reproduksi Domba Siklus Estrus

Siklus estrus domba berkisar antara 14-19 hari (Jainudeen et al. 2000).

Domba garut yang dipelihara secara intensif mempunyai siklus estrus antara

17-20 hari sedangkan yang dipelihara secara tradisional adalah 14-30 hari

(Hastono & Masbulan 2001).

Siklus estrus terdiri dari dua fase yaitu fase folikuler dan luteal. Fase

folikuler terbagi menjadi proestrus dan estrus sedangkan fase luteal terbagi

menjadi metesrus dan diestrus. Fase folikeluler paling dominan ditandai dengan

produksi hormon estrogen oleh folikel sedangkan fase luteal didominasi oleh

pertumbuhan korpus luteum yang ditandai dengan diproduksinya progesteron

(Senger 1999).

Masa Kebuntingan

Kebuntingan adalah serangkaian proses fisiologis yang dimulai dari

terjadinya fertilisasi dan diakhiri dengan kelahiran (Jainudeen & Hafez 2000).

Lama kebuntingan pada domba bervariasi bergantung pada bangsanya yaitu

berkisar antara 144 – 153 hari (Johnson & Everitt 2000; Senger 1999) dengan

rata-rata 148 hari.

Fertilisasi

Pembentukan suatu individu baru dimulai dari penggabungan antara

spermatozoa dan ovum yang dikenal dengan fertilisasi yang terjadi di dalam

oviduk. Fertilisasi diakhiri dengan terbentuknya satu sel kompleks yang disebut

embrio. Embrio akan mengalami pembelahan sel sampai terbentuk suatu jaringan

yang berbeda disebut dengan blastosis. Blastosis memiliki dua populasi sel yang

(30)

mengelilingi ICM. Embrio akan tumbuh dari perkembangan ICM sedangkan

plasenta dan membran ekstraembrionik tumbuh dari trofektoderm. Interaksi

antara blastosis dan epitel endometrium induk merupakan awal terjadinya

implantasi (Senger 1999: Dey et al. 2004).

Konseptus memasuki uterus pada hari ke-4, blastosit terbentuk pada hari

ke-6 dan menetas dari zona pelusida pada hari ke 8-9 (Gambar 1). Blastosit

berkembang dari bentuk sperikal menjadi tubuler pada hari ke-11 kemudian

mengalami elongasi berbentuk filamen antara hari ke-12 dan 16. Elongasi dari

blastosit menandakan terjadinya implantasi yang melibatkan proses aposisi dan

penempelan (hari 12-15) serta mengalami adesi secara ketat pada hari ke-16

(Spencer et al. 2004).

Pembentukan trofektoderm yang diikuti dengan perkembangan lebih lanjut

menjadi trofoblas merupakan tahapan yang penting untuk dimulainya implantasi

dan terjadinya kebuntingan. Sebelum embrio menempel pada dinding uterus,

embrio akan mengalami tiga tahapan penting yaitu : perkembangan awal embrio,

preimplantasi yang meliputi perkembangan embrio lebih lanjut serta terjadinya

membran ekstraembrionik, dan terbentuknya fetus (telah mempunyai bentuk yang

definitif spesies tertentu) serta plasenta (Senger 1999).

Implantasi

Implantasi pada ruminansia (sapi, domba, kambing) terjadi pada tahap

blastosis. Waktu terjadinya implantasi berbeda-beda pada setiap spesies yaitu

pada babi hari ke-13, sapi hari ke-20, domba hari ke-16 dan kambing hari ke-19

(Dey et al. 2004; Spencer & Bazer 2004). Implantasi merupakan proses yang

sangat rumit dan melibatkan interaksi yang sangat dekat antara blastosit dan

penerimaan uterus terhadap embrio. Tempat terjadinya implantasi terletak pada

area karunkular (Johnson & Everitt 2000; Dey et al. 2004; Lee & DeMayo 2004).

Blastosis berkembang dari embrio tahap awal, morula, sebagai hasil dari

penyatuan dan mengisi blastocoele yang dikelilingi oleh selapis sel embrio atau

trofektoderm (Gambar 2). Trofektoderm terlibat dalam adhesi dengan epitel

endometrium sehingga terjadi implantasi. Penerimaan uterus yang terjadi pada

(31)

sangat kondusif untuk menerima blastosis dan implantasi. Interaksi dua arah

antara blastosis dan epitel endometrium induk memicu terjadinya implantasi,

suatu proses dimana pembuluh darah embrio berkomunikasi dengan sirkulasi

darah induk untuk meneguhkan fungsi plasenta dan kebuntingan. Sirkulasi induk

mempunyai barier khusus yang dapat menyeleksi dengan jalan menembus

plasenta untuk melindungi dan memberi makan embrio (Dey et al. 2004;

Wodzicka-Tomaszewka et al. 1991).

Plasentasi pada ruminansia seperti sapi dan domba adalah superfisial, yang

dikenal sebagai kotiledon sinepiteliokhorial (Wooding 1992). Sinepiteliokhorial

adalah sinsisium feto-maternal yang merupakan fusi sel binukleat trofoblas dan

sel epitel uterus. Sedang kotiledon merupakan struktur kasar dari plasenta dan

vili trofoblas yang membentuk kripta karunkel induk. Fusi seluruhnya atau

sebagian kotiledon fetus dengan karunkel induk disebut plasentom yang

merupakan tempat utama terjadinya pertukaran nutrien dan gas dalam plasenta

(Green et al. 1998; Xie et al. 1996).

Domba dengan tipe plasenta sinepiteliochorial akan mengalami

pre-implantasi pada hari ke 8-15 diikuti dengan pemanjangan periode aposisi dan

penempelan. Menurut Spencer et al. (2004), pada domba implantasi dan plasentasi

dimulai pada hari ke 15-16 tetapi prosesnya akan terus berlanjut sampai hari ke

50-60 usia kebuntingan. Keberhasilan implantasi dapat dideteksi paling lambat 14

hari setelah ovulasi atau sekitar hari ke 5-15 (Wilcox et al. 1999;

Johnson & Everitt 2000; Aplin & Kimber 2004).

Sejak terjadinya fertilisasi sampai implantasi, aktivitas ini juga

dipengaruhi oleh aktivitas hormonal terutama progesteron dan estrogen

(Gambar 1). Estradiol mencapai konsentrasi 10 pg/ml pada saat puncak estrus

yang merupakan saat yang paling baik untuk perkawinan, yang konsentrasinya

berfluktuasi sampai terjadi implantasi. Sementara konsentrasi progesteron sejak

terjadinya fertilisasi sampai terbentuk blastosis pada hari ke-8 mengalai

peningkatan konsentrasi sampai mencapai 10 ng/ml. Konsentrasi ini tetap

bertahan sampai terjadinya implantasi. Keberhasilan implantasi dan kebuntingan

didukung oleh adanya interaksi antara progesteron dan estrogen yang disekresikan

(32)

Penanda Kebuntingan

Saat yang paling kritis dalam siklus reproduksi ternak ditentukan oleh

kemampuan induk untuk menerima sinyal yang dikirimkan oleh konseptus untuk

menghalangi terjadinya luteolisis dan mempertahankan kebuntingan yang disebut

dengan maternal recognition of pregnancy atau MRP (Senger 1999;

Geisert & Malayer 2000) . Pada ruminansia sinyal penanda kebuntingan yang

[image:32.612.90.530.87.445.2]

utama adalah interferon tau (Johnson & Everitt 2000; Spencer & Bazer 2004). Gambar 2 Tahapan awal kebuntingan domba. Fertilisasi terjadi di dalam tuba

Fallopii dan tahap morula memasuki uterus pada hari ke-4. Blastosis dibentuk pada hari ke-6 dan ditetaskan dari ZP pada hari ke 8-9. Berkembang dari bentuk spherical menjadi tubular pada hari ke-11, perpanjangan ke filamenus pada hari ke 12-15. Perpanjangan blastosis menandakan dimulainya implantasi yang melibatkan aposisi dan penempelan secara cepat pada hari ke 12-15 dan pelekatan secara kuat pada hari ke-16 (Spencer et al. 2004).

P o s isi Uteru s P e rtu m g uha n dan Pe rk e m ba nga n b las to si s Masuk ke uterus

Pemanjangan Aposisi Adhesi

Kornua uteri Lumen uteri

Terlepas dari ZP

Uterotubal

Oviduk

Hari Sesudah Perkawinan

P rog ester on (ng/ ml ) Progesteron

Gambar 2 Tahapan awal kebuntingan domba (Spencer et al. 2004). Keterangan :

A. Fertilisasi terjadi di dalam tuba Fallopii dan tahap morula memasuki uterus pada hari ke-4.

B. Blastosis dibentuk pada hari ke-6 dan ditetaskan dari ZP pada hari ke 8-9. Berkembang dari bentuk spherical menjadi tubular pada hari ke-11, perpanjangan ke filamenus pada hari ke 12-15. C. Perpanjangan blastosis menandakan dimulainya implantasi

yang melibatkan aposisi dan penempelan secara cepat pada hari ke 12-15 dan pelekatan secara kuat pada hari ke-16

A

B

(33)

Penanda kebuntingan berbeda-beda sesuai dengan bangsanya akan tetapi

mempunyai fungsi yang sama yaitu mencegah terjadinya luteolisis agar tidak

terjadi abortus. Pada primata (CG); manusia (HCG) maupun kuda (PMSG)

sekresinya berupa choriogonadotrophin. Domba maupun sapi disekresikan

interferon-tau maupun early pregnancy factor yang berfungsi untuk menekan

peningkatan reseptor oksitosin, sedangkan pada babi disekresikan estrogen untuk

menekan sekresi prostaglandin. Substansi penand akebuntingan ini akan menurun

konsentrasinya atau bahkan menghilang pada saat implantasi telah terjadi

bersamaan dengan mulai terbentuknya plasenta.

Pada saat implantasi sempurna, akan diikuti dengan plasentasi yaitu proses

terbentuknya plasenta (chorion, alantois dan amnion). Plasenta berfungsi sebagai

pelindung konseptus dengan jalan mensekresikan cairan plasenta. Sekresi

plasenta berupa steroid (progesteron dan estrogen), laktogen plasenta

(Devlin 2002) serta PAG (Green et al. 1998, Xie et al. 1996). Substansi yang

disekresikan oleh plasenta akan bertahan sampai kebuntingan berakhir.

Sekresi Plasenta Progesteron

Progesteron merupakan hormon penjaga kebuntingan. Keberadaan

progesteron di dalam uterus akan menstimulir dan menjaga fungsi uterus sehingga

dapat dipergunakan untuk tempat perkembangan embrio dini, implantasi,

plasentasi serta keberhasilan perkembangan fetus dan plasenta sampai akhir masa

kebuntingan (Spencer et al. 2004).

Pada ternak domba, sudah dapat dinyatakan bunting jika konsentrasi

progesteron dalam darah minimal 2,5 ng/ml (Boscos et al. 2003) sedangkan

peneliti lainnya menyatakan bahwa konsentrasi tertinggi progesteron pada fase

luteal pada 2-4 ng/ml dibandingkan dengan saat estrus pada 1,5-0,8 ng/ml

(Ranilla et al. 1994). Peningkatan yang drastis dari 2-4 ng/ml menjadi 12-20

ng/ml terjadi pada kebuntingan hari ke 60-125 (Edqvist & Stabenfeldt 1980),

(34)

sama terlihat level progesteron meningkat dengan konsentrasi tertinggi 16 ng/ml

(Johnson & Everitt 2000).

Korpus luteum domba memproduksi progesteron dalam jumlah yang

relatif rendah pada 50 hari pertama kebuntingan, tetapi setelah melewati masa ini

plasenta merespon terhadap lueteinizing hormon maupun prolaktin, untuk

mempersiapkan diri sebagai sumber utama progesteron sampai kebuntingan

berakhir. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi progesteron baru terukur

setelah hari ke-60 (Schoenecker et al. 2004).

Apabila plasenta telah berfungsi dengan sempurna maka meskipun

dilakukan ovariektomi produksi hormon yang menjaga kebuntingan tetap

disekresikan karena fungsinya telah digantikan oleh plasenta (Gambar 3). Domba

apabila dilakukan ovariektomi setelah hari ke-50 tidak akan menyebabkan

terjadinya abortus (Senger 1999; Johnson & Everitt 2000).

Estrogen

Aktivitas utama estrogen adalah menunjukkan tanda berahi saat estrus,

meningkatkan ukuran uterus, aliran darah uterus, meningkatkan ekspresi reseptor

progesteron terhadap oksitosin, mendorong perkembangan organ fetus,

menstimulir produksi protein hepar induk serta meningkatkan massa jaringan

mammae dan adipose (Hirako et al. 2003; Senger 1999; Johnson & Everitt 2000).

Estrogen merupakan hormon yang selain diproduksi oleh ovarium juga

diproduksi oleh kotiledon fetus bersama-sama dengan karunkula induk

(Teng et al. 2002). Salah satu produk deteksi kebuntingan (DEEA Gestdect®)

dengan memanfaatkan ikatan fenol yang terikat pada gugusestrogen dalam urin,

mempunyai mempunyai akurasi pada domba dan sapi berturut-turut 60-70 % dan

90 % (Samsudewa et al. 2005). Hal ini menunjukan bahwa estrogen terukur

(35)

Pregnancy-Associated Glycoprotein (PAG)

Pregnancy-Associated Glycoprotein (PAG) merupakan glikoprotein asam

(pI 4.4-5.4), sebagai anggota famili aspartik proteinase yang memperlihatkan

sekuen yang paling dekat dengan pepsin (Green et al. 2000).

Pregnancy-associated glycoprotein disintesa oleh sel mono- dan binukleat trofoblas (Gambar

3). Sel binukleik (SBN) fetus merupakan sel unik pada ruminansia, sumber utama

protein plasenta seperti laktogen plasenta dan hormon steroid yang

bertanggungjawab terhadap keberhasilan kebuntingan (Atkinson et al. 1993).

Selanjutnya SBN migrasi melalui apical tight junction epitelium chorion,

melintasi microvillar junction fetomaternal, kemudian fusi ke dalam sinsisium

uterus. Sinsisium berhubungan erat dengan sirkulasi darah induk, pada fusi lebih

lanjut granula SBN dilepas oleh proses eksositosis ke dalam sinsisium. Adanya

perpindahan produk plasenta sepanjang kebuntingan kemungkinan erat kaitannya

[image:35.612.134.506.97.354.2]

Usia kebuntingan (hari)

Gambar 3 Pola hormon dalam plasma darah domba saat bunting. Garis panah menunjukkan saat dimana ovariektomi (Johnson & Everitt 2000).

(36)

dengan keberhasilan proses metabolisme dan atau imunologi antara induk dan

fetus (Wooding 1992). Perubahan pada sistem ini akan menurunkan kapasitas

konseptus dalam memproduksi sinyal biologis yang berkaitan dengan kebuntingan

yang diperlukan untuk perkembangan dan pertumbuhan fetus

(Regnault et al. 1999).

Pada domba, sel-sel ini berdiferensiasi dari sel mononukleik trofektoderm

sesaat sebelum kontak antara epitel uterus dengan plasenta yang umumnya terjadi

pada hari ke-13 (Green et al. 2000) atau ke 14-15 kebuntingan

(Dunlap et al. 2005).

Mekanisme Sintesis Protein Ovine Pregnancy-Associated Glycoprotein (ovPAG)

Asam amino bereaksi dengan ATP membentuk kompleks AMP dan

pirofosfat. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim aminoacyl-tRNA synthetase dengan

adanya Mg2+. Enzim yang dipergunakan berbeda untuk setiap asam amino . Pada

pemisahan fosfat grup dari ATP akan melepas banyak energi yang tersimpan

dalam kompleks asam amino AMP. Kompleks asam amino AMP-enzim disebut

asam amino teraktivasi sementara pirofosfat dihidrolisis menjadi dua organik

fosfat ( Zubay 1993; Champe et al. 2008).

Kompleks asam amino AMP-enzim berikatan dengan tempat pengikatan

asam amino ( AA binding site) dari spesifik tRNAnya sementara COOH berikatan dengan OH. Katalisator dari reaksi ini adalah enzim yang sama yaitu yang

menghasilkan tRNA-amino acid complex disebut sebagai charged tRNA.

Sementara AMP dan enzim dilepaskan yang dapat dipergunakan untuk

mengaktivasi dan mengikat molekul tRNA lainnya. Selanjutnya kompleks asam

amino-tRNA bergerak menuju ribosom sebagai tempat sintesa protein. Aktivasi

ribosom oleh mRNA memerlukan Mg2+ pada konsentrasi yang sesuai.

Sel trofoblas menyimpan protein ini dalam granula (Gambar 4) dan

melepaskannya ke dalam organisme induk setelah terjadinya fusi dengan sel epitel

endometrium induk (Dunlap et al. 2006). Molekul mRNA terletak pada sel mono-

maupun binukleat trofoblas. Dengan memanfaatkan antibodi monoklonal

(37)

(Garbayo et al. 2008), selanjutnya melalui proses glikolisasi terbentuk PAG

(Klisch et al. 2008). Pregnancy-Associated Glycoprotein dilepaskan dari sel

trofoblas dan terikat pada reseptor sel permukaan spesifik pada sel target induk.

Embrio memulai transkripsi gen spesifik di dalam massa sel bagian dalam

blastosis, mRNA yang mengatur sintesis PAG di dalam trofoblas. Selanjutnya

PAG akan mendorong respon induk melalui reseptor pada endometrium

(Lambert et al. 2005). Variasi derajat glikosilasi pada PAG berbeda-beda

tergantung dari kadar karbohidrat yang berkaitan dengan usia kebuntingan, yang

merupakan faktor penting pada saat menentukan waktu paruhnya dalam plasma

[image:37.612.133.501.298.588.2]

induk (Klisch et al. 2005; Sousa et al. 2006).

Gambar 4 Sel binukleat, kontribusinya terhadap plasenta ruminansia yang definitif dan karakteristik endokrinnya (Wooding 1992)

Keterangan : (a) Bagian plasenta matang yang memperlihatkan vili kotiledon fetus memasuki kripta karunkel induk

(38)

Pregnancy-Associated Glycoprotein, awalnya dikenal sebagai antigen

plasenta yang ditemukan pada serum induk sapi sesaat setelah implantasi

(Zoli et al. 1992, Sousa et al. 2006). Perkembangan lebih lanjut PAG telah

berhasil dipurifikasi dari plasenta domba; kambing; sapi; babi; kerbau; zebu, dan

bison (El Amiri et al. 2004; Garbayo et al. 1998; Zoli et al. 1991;

Szafranska et al. 2003; Sousa et al. 2002; Kiewisz et al. 2008). Berat molekul

PAG berbeda pada beberapa spesies yaitu domba pada 55-66 kDa

(El Amiri et al. 2004) bahkan mempunyai berat molekul lebih tinggi pada 70 kDa

(Xie et al. 1996); kambing pada 55; 59, dan 62 kDa (Garbayo et al. 1998); sapi

pada 67 kDa (Zoli et al. 1992); babi pada 35-72 kDa (Szafranska et al. 2003);

kerbau pada 59,5-75,8 kDa pada pertengahan kebuntingan dan 57,8-73,3 kDa

pada akhir kebuntingan (Szafranska et al. 2003); zebu pada 51-69 kDa

(Sousa et al. 2002), dan bison pada 50;55;60;67, dan 71 (Kiewisz et al. 2009).

Profil PAG domba garut belum ditemukan oleh karena itu, sebagai

pembanding dipilih domba Merino. Konsentrasi ovPAG pada domba Merino

mulai terukur pada minggu ketiga yang terlihat setara konsentrasinya pada

minggu ke-23atau dua minggu setelah melahirkan (Gambar 5). Setelah minggu

ke-3 , konsentrasinya terus meningkat secara signifikan dan mencapai puncak

pertama pada minggu 9. Kemudian mengalami penurunan sampai minggu

ke-13, tetapi konsentrasinya masih lebih tinggi dari minggu ke-3maupun minggu

ke-23. Selanjutnya konsentrasi ovPAG meningkat kembali dan mencapai puncak

kedua pada minggu ke-17. Mulai minggu ke 17-21konsentrasinya terlihat sama

dan tetap bertahan sampai seminggu setelah melahirkan kemudian menurun dan

mencapai konsentrasi basal sekitar tiga minggu setelah partus (Ranilla et al. 1994)

dibandingkan dengan sapi pada hari ke 80-90 (Haugejorden et al. 2006). Peneliti

ini menemukan bahwa waktu paruh ovPAG dalam plasma adalah 4,5 hari setelah

partus dibandingkan sapi selama 9 hari.

Berdasarkan fluktuasi konsentrasi ovPAG sepanjang usia kebuntingan

maka pada domba mengikuti pola sekresi dua fluktuasi (Szafranska et al. 2006)

yaitu meningkat (300 – 400 ng/ml) di sepanjang dua bulan awal kebuntingan

yaitu ketika sel chorion secara intensif berproliferasi serta terbentuknya plasenta.

(39)

meningkat sampai akhir masa kebuntingan yaitu 300 ng/ml pada Merino dan 600

ng/ml pada Churra (Ranilla et al. 1994).

Pregnancy-Associated Glycoprotein dikenal sebagai antigen spesifik yang

disekresikan oleh plasenta sehingga keberadaannya dalam serum dapat

dipergunakan sebagai metode serologis untuk menguji kebuntingan dini pada sapi

dimulai dari 28 hari setelah dikawinkan (Zoli et al. 1992). Pada domba,

konsentrasi ovPAG dapat didiagnosa pada hari ke-22 setelah IB menggunakan

metode RIA (Karen et al. 2003), sedangkan peneliti lain menemukan bahwa

analisis PAG dapat dilakukan pada saat usia kebuntingan dimulai pada minggu

ke-4 setelah IB menggunakan heterologous (anti-caPAG(55+59) antisera

(Ledezma-Torres et al. 2006). Waktu pengukuran yang lebih cepat pada akhirnya

ditemukan oleh Green et al. (2000) menggunakan metode ribonuclease

[image:39.612.139.440.354.649.2]

protection assay pada hai ke-13 setelah dikawinkan.

Gambar 5 Konsentrasi rata-rata ovPAG dalam plasama (± SEM) selama kebuntingan dan postpartus pada domba (Ranilla et al. 1994) Keterangan : (A) Churra

(40)

Green et al. (2000) melaporkan berdasarkan ekspresi gen pada cDNA

menggunakan analisis filogenetik dengan metode ribonuclease protection assay

(RPA) terdapat 9 ovPAG yang muncul sepanjang lapisan luar epitel. Pada saat

terbentuknya PAG, sekuen DNA mengalami perubahan pada tiga kodon dari CAG

AAT CTC menjadi GAG CCT GTC (Hughes et al. 2003). Ekspresi gen ini erat

kaitannya dengan pembentukan granul dari sel binukleat sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai dasar deteksi kebuntingan. Teknik ini sangat sensitif dan

spesifik sehingga dapat mendeteksi keberadaan ovPAG sepanjang usia

kebuntingan (Gambar 6). Prinsip teknik RPA adalah mendeteksi keberadaan

mRNA dengan cara melabel cDNA menggunakan bahan radio aktif. Tangan DNA

yang sekuennya tidak homolog akan gagal berhibridasi dengan mRNA, dengan

pemberian RNAse akan didapat satu sekuen gel yang terdiri dari RNA yang

terlindungi dan tidak. Adanya pita protein yang terlindungi menunjukkan adanya

mRNA yang diidentifikasi berdasarkan ukurannya. Meskipun teknik ini dapat

mendeteksi keberadaan mRNA secara spesifik dan sensitif tetapi selama proses

dapat terjadi denaturasi RNA serta kemungkian terjadinya kontaminasi terhadap

bahan radioaktif yang dipergunakan.

Berdasarkan ekspresi ovPAG (Gambar 5), ovPAG-2 terdeteksi paling cepat yaitu

pada hari ke-13 (Green et al. 2000) atau hari ke-14 sebagai PAG tunggal. Pada

hari ke-16, dapat terdeteksi ovPAG-1; ovPAG-5 dan ovPAG-7 (Green et al. 2000)

serta pada hari ke-17, selain ovPAG-1 juga ditemukan ovPAG-10 dan ovPAG-11

(Garbayo et al. 2008). Setelah kebuntingan hari ke-88 semua ovPAG dapat

terdeteksi. Metode ini memberikan gambaran bahwa ovPAG dapat dideteksi

sebelum memasuki siklus berahi terutama pada ovPAG-1; ovPAG-2; ovPAG-5;

ovPAG-7; ovPAG-10 dan ovPAG-11. Dengan demikian dimungkinkan untuk

melakukan isolasi ovPAG pada semua fase kebuntingan.

Selain bertambahnya usia kebuntingan, konsentrasi PAG dipengaruhi juga

oleh jumlah maupun jenis kelamin fetus. Induk domba dan kambing yang

mengandung 2 fetus mempunyai konsentrasi PAG lebih tinggi dari yang

mengandung fetus satu. Perbedaannya, pada domba konsentrasi PAG meningkat

dimulai dari minggu ke-12 sampai lahir sedangkan pada kambing konsentrasi

(41)

dimulai dari minggu ke-12 sampai lahir sedangkan pada kambing konsentrasi

PAG meningkat secara nyata pada saat implantasi seperti yang terjadi pada sapi

(Ranilla et al. 1994; González et al. 2004; Ledezma-Torres et al. 2006). Induk

yang mengandung fetus jantan mempunyai konsentrasi PAG akan lebih tinggi

pada 3 minggu terakhir masa kebuntingan dibandingkan dengan yang

mengandung fetus betina (Ranilla et al. 1994 ). Sedangkan peneliti lain

mengungkapkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi konsentrasi ovPAG

tetapi dipengaruhi oleh total berat fetus saat dilahirkan (Vandaele et al. 2003;

Bertolini et al. 2006).

Konsentrasi ovPAG diukur dengan menggunakan semi-purified ovPAG

sebagai standar, tracer maupun imunogen untuk memproduksi antibodi pada

kelinci. Antisera R780 (campuran α-ovPAG(57+59kDa)) dan R805 (campuran α -ovPAG5(58+61kDa) pada metode RIA merupakan antisera homolog yang sesuai

untuk mengukur konsentrasi ovPAG dalam plasma dari hari ke-18 setelah

inseminasi (El Amiri et al. 2007). Konsentrasi PAG dalam air susu maupun

[image:41.612.148.498.82.351.2]

plasma darah pada sapi (boPAG) maupun kambing (caPAG) menunjukan Gambar 6 Diagram ekspresi ovPAG sepanjang usia kebuntingan

(Green et al. 2000)

ovPAG-9 ovPAG-8 ovPAG-7 ovPAG-6 ovPAG-5 ovPAG-3 ovPAG-2 ovPAG-1

(42)

peningkatan setelah hari ke-28 dan peningkatan konsentrasi secara cepat terjadi

menjelang melahirkan (Gajewski et al. 2008).

Konsentrasi ovPAG dimungkinkan untuk diukur dengan jalan

memproduksi anti-ovPAG. Molekul PAG yang diuji terhadap protein lain

(caPAG maupun ovPAG) memberikan hasil yang spesifik (Perényi et al. 2002;

Green et al. 2000). Perkiraan waktu paruh ovPAG dalam plasma adalah 9 dan 4.5

hari pada sapi dan domba, sedangkan konsentrasi basal baru tercapai pada hari ke

80-90 pada sapi dan hari ke 17-21 domba (Haugejorden et al. 2006).

Isolasi ovPAG

Isolasi ovPAG meliputi pemisahan dan karakterisasi protein. Pemisahan

protein dapat dilakukan menggunakan metode sentrifugasi, presipitasi garam dan

kolom kromatografi. Kolom kromatografi terdiri dari filtrasi gel dan pertukaran

ion (Nelson & Cox 2000; Abbas et al. 2007; Lodish et al. 2000).

Filtrasi Gel

Filtrasi gel merupakan metode yang umum dilakukan untuk menyeleksi

protein berdasarkan ukuran dan bentuk protein (Nelson & Cox 2000;

Lodish et al. 2000). Protein dengan berat molekul besar akan tertahan pada

lapisan serabut yang membentuk gel sedangkan protein yang akan diisolasi akan

lepas dan tertampung dalam fraksi yang dielusi dari kolom (Gambar 7).

Kromatografi Pertukaran Anion

Kromatografi pertukaran ion (Nelson & Cox 2000; Lodish et al. 2000).

bergantung pada interaksi muatan-muatan ion antara protein dalam sampel

(protein terikat pada molekul ovPAG) dengan muatan imobil dalam resin dari

kolom yang dipilih. Ada dua jenis kromatografi pertukaran ion yaitu kation dan

anion yang ditentukan dari karakter protein atau enzim juga pH bufer yang

digunakan untuk melarutkan enzim. Kekuatan ikatan ion larutan dan total

konsentrasi garam merupakan faktor penentu agar kromatografi pertukaran ion

(43)

adanya interaksi antara muatan negatif protein sampel dan muatan positif resin

[image:43.612.142.468.150.406.2]

yang dipergunakan sedangkan kromatografi pertukaran kation bekerja sebaliknya.

[image:43.612.104.547.478.683.2]
(44)

Kromatografi pertukaran anion seperti DEAE (diethylaminoethyl)

mempunyai muatan positif sehingga akan mengikat ion bermuatan negatif. Grup

pertukaran anion akan terikat secara kovalen pada matriks selulosa atau sephadex

(modifikasi serbuk). Protein dapat dielusi dengan konsentrasi garam bertingkat

yang memungkinkan ion untuk berkompetisi pada fase ini. Oleh karena itu,

seluruh hasil elusi (fraksi) harus didialis untuk menghilangkan garam yang

terkandung di dalamnya.

Resin diethylaminoethane merupakan salah satu resin yang umum

dipergunakan sebagai kolom kromatografi pertukaran anion. Matrik resin dalam

kolom DEAE dapat mengikat 10 sampai 100 mg protein per ml dan mempunyai

kemampuan untuk meningkatkan kemampuan dan memisahkan fragmen protein

dari ’slurry’ pembuka. Bufer yang dipergunakan mempunyai pH antara 7-10 dan

larutan yang dipergunakan sebagai ’runnning gradient’ adalah 1 M NaCl. Garam

dalam larutan berkompetisi untuk mengikatan muatan imobil dalam matrik dan

melepas protein dari tempat ikatan pada konsentrasi yang telah dikondisikan.

Variasi konsentrasi garam diperlukan untuk memisahkan muatan protein yang

diisolasi dari protein kontaminan (Gambar 8).

Elektroforesis Gel pada Monogel Sodium Dedocyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

Protein yang ada dalam fraksi terikat dengan SDS dalam ikatan yang telah

didenaturasi. Selama elektroforesis komplek protein-SDS melewati PAGE.

Protein yang lebih kecil akan lebih mudah melewati pori dan cepat dibandingkan

dengan yang lebih besar. Protein terpisahkan dalam gel berdasarkan ukurannya

sepanjang melewati gel. Pita protein yang terbentuk diwarnai dengan Commassie

Brilliant Blue (El Amiri et al. 2004).

Sodium dedocyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE)

berfungsi untuk menghilangkan protein yang mengkontaminasi enzim yang

dipergunakan untuk purifikasi protein. Protein yang akan dipurifikasi ditambah

mercaptoethanol kemudian dipanaskan dengan tujuan untuk memotong ikatan

disulfid dan denaturasi protein. Sedangkan SDS sebagai suatu deterjen untuk

menyamakan muatan listrik (SDS mengikat stoichiometrically, 1 SDS per 1.4

(45)

tersambung, protein akan bermigrasi melalui pori-pori di dalam gel poliakrilamid.

Gel akan memisahkan protein berdasarkan kemampuan protein untuk bergerak

yang setara dengan nilai logaritmik berat molekulnya (Stryer 1995;

Champe et al. 2008).

Pewarnaan Commassie Brilliant Blue

Commassie Brilliant Blue (CBB) merupakan pewarnaan anion yang umum

dipergunakan untuk pewarnaan protein. Struktur CBB adalah non-polar sehingga

biasanya digunakan dalam campuran metanol 40 % dan asam asetat 7 %.

Protein dalam gel difiksir oleh asam asetat dan secara simultan diwarnai.

Zat warna yang berlebih dihilangkan dengan larutan yang sama tanpa ditambah

CBB. Protein terdeteksi dengan terbentuknya pita biru, akan tetapi karena SDS

bersifat anion juga maka untuk menghindari intervensinya pada saat pewarnaan

maka volume larutan harus benar-benar merendam gel.

Pita proteinyang terlihat pada monogel diukur jaraknya untuk menentukan

migrasi relatifnya. Selanjutnya berdasarkan berat molekul standar (Broad Range

Standard®) dapat ditentukan persamaan regresinya dan dari migrasi relatif yang

diperoleh dapat ditentukan estimasi berat molekul protein yang diuji.

Pengukuran Konsentrasi Protein

Bicinchoninic Acid (BCA) Protein Assay merupakan metode deteksi

kolorimetri dan penghitungan total protein, yang dimodifikasi dari metode Lowry.

Prinsip utamanya adalah reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ olehprotein dalam medium

alkalin oleh asam bichinconinic. Tahap awal, dikenal sebagai reaksi biuret yaitu

peptida yang mengandung beberapa asam amino berikatan dengan ion Cu1+

membentuk warna biru. Tahap kedua adalah reaksi perubahan warna

menggunakan BCA. Warna kuning terbentuk dari pengikatan dua molekul BCA

dengan satu ion Cu1+ (Pierce ®). Warna yang terbentuk diukur absorbansinya

(46)

Antibodi Poliklonal

Antigen adalah molekul yang bereaksi dengan antibodi sedangkan

imunogen merupakan molekul yang dapat memberikan respon imum. Keduanya

mempunyai makna yang sama. Substansi yang mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan respon imun yang spesifik, seperti protein. Antigen baru akan

dikenali oleh limfosit B maupun T apabila epitopnya dikenali. Epitop merupakan

sisi aktif antigen yang dapat berikatan dengan reseptor sel B maupun T

(Goldsby et al. 2000) .

Respon imun yang dihasilkan bergantung dosis dan rute penyuntikan

antigen atau imunogen. Respon imun merupakan upaya inang untuk

mempertahankan diri yang prosesnya terdiri atas 1) pengenalan, organisme asing

dikenali oleh sel imun spesifik, 2) aktivasi, mengaktivasi sel imun untuk

memproduksi respon spesifik seperti antibodi, 3) respon, yang secara spesifik

merusak organisme (Goldsby et al. 2000; Lordish et al. 2000 ). Respon imun

primer adalah IgM, antigen reseptor pada sel B, sedangkan IgG adalah respon

imun IgG yang melintas plasenta. Respon imun primer berjalan lambat sekitar

7-10 hari tergantung kemunian dan dosis Ag serta rute penyuntikannya. Ig M

levelnya lebih cepat turun dibadingkan dengan IgG.

Apabila hewan diberi booster dengan antigen yang sama setelah respon

primer, respon imun yang terbentuk cepat (3-5 hari) dan mempunyai level respon

imun yang lebih tinggi dari respon primer. Selama respon sekunder, IgM yang

diproduksi sama dengan setelah kontak dengan Ag (Gambar 9). Sementara, IgG

lebih besar diproduksi dan levelnya tertahan jauh lebih lama dari respon primer

(Abbas et al. 2007; Goldsby et al. 2000).

Pada produksi antibodi diperlukan adjuvant untuk meningkatkan respon

imun terhadap aktivitas sel imunogen. Adjuvant merupakan campuran mineral

oil, linoloid dan mikrobakteria yang telah dilemahkan (Freud’s adjuvant) yang

menstimulasi pembentukan granuloma lokal agar pembentukan antibodi berjalan

dengan baik. Apabila hewan disuntik antigen yang telah ditambah adjuvant

maka normalnya limfosit B akan menghasilkan satu tipe antibodi yang mengenali

(47)

Akan tetapi karena secara alami antigen mempunyai beberapa epitop sehingga

apabila antigen disuntikkan pada hewan maka akan menstimulasi beberapa klonal

limfosit yang berbeda dan masing-masing akan menghasilkan antibodi yang

berbeda. Campuran antibodi yang dapat mengenali beberapa epitop pada antigen

yang sama disebut antibodi poliklonal (Goldsby et al. 2000; Abbas et al. 2007).

Kekuatan interaksi antigen dan antibodi bergantung dari seberapa dekat

kecocokan antara antigen dan antibodi. Total kekuatan interaksi nonkovalen

antara tempat terikatnya antigen (single antigen-binding site) pada antibodi

dengan suatu epitop tersebut afinitas antibodi. Semakin tinggi afinitas antibodi,

kemampuan antibodi untuk mengikat semakin kuat dan ikatannya bertahan lama,

sebaliknya semakin rendah afinitas ikatan antibodi dan epitop makin lemah dan

ikatannya mudah lepas. Reaksi silang (cross-reactivity ) terjadi apabila antigen

yang sama muncul pada tipe sel atau jaringan yang berbeda, munculnya epitop

yang identik pada permukaan dua antigen yang tidak identik, dua antigen

memiliki dua epitop sama tetapi tidak identik sehingga bisa terjadi salah satu

epitop akan mengikat lebih kuat daripada epitop lainnya, dua bahan yang berbeda

secara kimiawi seperti protein dan karbohidrat tetapi mempunyai epitop yang

sama atau bisa juga terjadi dua antibodi yang satu memiliki epitop A sedangkan

yang satunya memiliki epitop A dan B (Huebner 2004).

Prosedur pembuatan antibodi poliklonal sangat sederhana dibandingkan

dengan antibodi monoklonal meskipun demikian antibodi yang dihasilkan sangat

bermanfaat. Kelebihan antibodi poliklonal selain metode produksi yang sederhana

juga dapat mengikat semua antigen yang menjadi target reaksi. Sedangkan

kelemahan antibodi poliklonal yang utama adalah karena antibodinya dapat

bereaksi dengan semua epitop yang ada pada antigen yang direaksikan maka akan

mendapatkan reaksi silang yang tinggi. Oleh karena itu hal yang harus

diperhatikan saat memproduksi antibodi poliklonal, isolat yang akan

(48)

Determinasi Rabbit anti-ovPAG menggunakan Metode Western Blot

Western Blot (WB) merupakan teknik analisis untuk mendeteksi protein

spesifik yang terkandung dalam ekstrak atau jaringan. Dimulai dengan

elektroforesis untuk memisahkan protein yang kemudian ditransfer ke dalam

membran, umumnya digunakan membran nitroselulose (Gambar 10). Prinsipnya

adalah protein dideteksi menggunakan antibodi spesifik (monoklonal maupun

poliklonal) terhadap protein target (Lodish et al. 2000; Majewska et al. 2005;

[image:48.612.132.512.75.348.2]

Bella et al. 2009).

Gambar 9 Perbedaan respon primer dan sekunder antigen yang disuntikkan (humoral response). Hewan disuntik antigen akan memproduksi antibodi primer serum pada konsentrasi rendah dan waktu yang singkat dengan puncak pada hari ke 10-17 . Imunisasi kedua dengan antigen yang sama akan menghasilkan respon imun yang lebih besar dengan puncak yang diperoleh dalam waktu lebih singkat hari ke 2-7 dan lebih lama bertahan (bulanan sampai tahunan daripada antibodi primer (Goldsby et al. 2000)

Hari Lev el A n ti b o di Ser u m Respon Anti-A

Kedua Respon Anti-B

Primer

Respon Anti-A Primer

Gambar 9 Perbedaan respon primer dan sekunder antigen yang disuntikkan (Goldsby et al. 2000)

Keterangan :

A. Antigen A disuntikan, akan diproduksi antibodi primer anti-A pada konsentrasi rendah dan waktu yang singkat dengan puncak pada hari ke 10-17 .

B. Antigen A + Antigen B, akan menghasilkan respon imun yang lebih besar dengan puncak yang diperoleh dalam waktu lebih lama bertahan (bulanan sampai tahunan daripada antibodi primer (anti-A), imun respon antibodi primer anti-B lebih singkat hari ke 2-7

(49)

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Enzyme Linked Immunosorbent Assay secara umum dikenal sebagai

ELISA atau EIA. Prinsip dasarnya sama dengan Radio immuno assay (RIA)

tetapi pada ELISA digunakan enzim sedangkan pada RIA menggunakan bahan

radioaktif yang dilabel. Enzim yang dikonjugasikan pada antibodi bereaksi

dengan substrat untuk menghasilkan reaksi warna sehingga disebut sebagai

chromogen substrat. Beberapa enzim yang umum dipakai pada ELISA antara lain

alkalin fosfatase dan horseradish peroxidase (Crowther 2001;

O’Connor et al. 2003; Goldsby et al. 2000).

Keunggulan metode ELISA dibandingkan dengan metode RIA selain

memiliki sensitifitas yang sama juga waktu pengukuran cepat karena diperlukan

kira-kira 15 menit untuk 100 sampel; aman karena tidak memerlukan substansi

[image:49.612.139.509.75.378.2]
(50)

dipergunakan berbeda (serum, plasma, urine maupun feses), peralatan yang

diperlukan sederhana terutama untuk membaca hasil menggunakan

spektrofotometer (O’Connor et al. 2003; Munro et al. 1991).

Ada bermacam-macam tipe ELISA yang dikembangkan berdasarkan

deteksi kualitatif dan kuantitatif terhadap antigen dan antibodi yang

dikandungnya (Goldsby et al. 2000, Crowther 2001, Pier et al. 2004). Ada tiga

metode yang mendasari semua metode ELISA yaitu Direct ELISA; Indirect

ELISA dan Sandwich ELISA.

Direct ELISA

Teknik Direct ELISA merupakan teknik ELISA yang paling sederhana.

Antigen diencerkan dalam bufer karbonat-bikarbonat atau phosphate buffer saline

(PBS). Bufer yang digunakan tidak mengandung protein lain yang dapat

berkompetisi dengan antigen target yang akan ditempelkan pada fase solid

lempeng ELISA. Setelah diikunbasi, antigen yang tidak terikat pada fase solid

dicuci menggunakan bufer. Antibodi spesifik terhadap antigen (Ab1), dilabel

dengan enzim (konjugasi), ditambahkan dan diinkubasi. Antibodi terkonjugasi

(Ab2) diencerkan dalam bufer yang mengandung substansi yang dapat

menghambat penyerapan protein secara pasif. Substansi yang ditambahkan untuk

berkompetisi dengan pori-pori dalam fase solid yang tidak terisi antigen disebut

dengan bufer penahan atau blocking buffer. Selama inkubasi antibodi akan

berikatan dengan antigen. Antibodi yang tidak berikatan dengan antigen

dihilangkan dengan cara dicuci menggunakan bufer. Kemudin ditambahkan

substrat atau chromogen antispesies. Reaksi ini bertujuan untuk mengembangkan

reaksi warna melalui proses katalisis enzim.

Interaksi antara antigen dan antibodi yang dideteksi dengan menggunakan

konjugat (enzim yang dikonjugasikan ke antibodi), antara lain horseradish

peroxidase dan substrat disebut chromogen karena mempunyai kemampuan untuk

menyerap warna antara lain benzidin akan menimbulkan warna biru. Reaksi

dihentikan apabila sudah terjadi perubahan warna dari biru menjadi kuning

(51)

terjadi diukur menggunakan spektrofotometer (ELISA Reader, Biorad®) pada

panjang gelombang 450 nm (O’Connor et al. 2003; Crowther 2001 ).

Indirect ELISA

Tahap awal teknik ini sama dengan Direct ELISA, hanya Ab1 yang

ditambahkan adalah antibodi yang tidak dilabel enzim. Antibodi diencerkan

menggunakan bufer penghambat untuk menjaga adanya penempelan nonspesifik

dari protein antiserum. Diinkubasi dan dicuci untuk menghilangkan kelebihan

antibodi yang tidak terikat agar didapatkan ikatan yang spesifik. Antibodi yang

telah dilabel (Ab2 atau konjugat) berupa antibodi antispesies yang telah

diencerkan dalam bufer, selanjutnya diinkubasi dan dicuci untuk mendapatkan

ikatan yang spesifik. Substrat ditambahkan untuk mengikat konjugat dan setelah

terjadi perubahan warna, reaksi dihentikan. Selanjutnya warna yang terjadi dibaca

pada spektrofometer (O’Connor et al. 2003; Crowther 2001) .

Sandwich ELISA

Teknik ini dibagi menjadi dua yaitu Direct Sandwich dan Indirect

Sandwich ELISA (Crowther 2001, Harlow & Lane 1988).

Direct Sandwich ELISA

Prinsip utamanya adalah memaksimalkan aktivitas antibodi (Ab1) yang

ditempelkan pada fase solid lempeng ELISA untuk menangkap antigen.

Kemudian antigen dideteksi menggunakan serum spesifik yang telah dilabel

enzim (Ab2), diinkubasi dan dicuci. Antibodi yang menangkap antigen (capture

antibody) dan antibodi yang mendeteksi (detecting antibody) bisa sama atau dari

hewan berbeda dari spesies yang sama atau berbeda spesies. Setelah ditambahkan

konjugat (Ab3 ), diinkubasi, konjugat bebas dicuci. Penambahan substrat sampai

(52)

warnanya menggunakan spektrofotometer. Antigen yang dipergunakan paling

tidak harus memiliki dua epitop (Crowther 2001; Harlow & Lane 1988).

Indirect Sandwich ELISA

Prinsip utamanya sama hanya antibodi untuk mendeteksi antigen tidak

dilabel enzim. Setelah antigen berikatan dengan antibodi (Ab1) pada fase solid

lempeng ELISA, ditambahkan antibodi (Ab2) yang berasal dari spesies yang

berbeda dengan Ab1. Selama inkubasi terjadi ikatan Ag-Ab, antibodi bebas

dicuci. Konjugat antispesies (Ab3) ditambahkan yang dapat mengikat serum yang

berasal dari spesies yang sama dengan Ab2 tetapi tidak dapat bereaksi dengan

antibodi fase solid ELISA. Penambahan substrat sampai terjadi perubahan warna

kemudian reaksi dihentikan dan diukur kuantitas warnanya menggunakan

spektrofotometer (Crow

Gambar

Gambar 1  Alur kerangka pemikiran penelitian purifikasi   ovPAG
Gambar 2   Tahapan awal kebuntingan domba (Spencer Hari  Sesudah  Perkawinan
Gambar 3  Pola hormon dalam plasma darah domba saat bunting. Garis panah                     menunjukkan saat dimana ovariektomi (Johnson & Everitt 2000)
Gambar 4  Sel binukleat, kontribusinya terhadap plasenta ruminansia yang definitif    dan karakteristik endokrinnya (Wooding 1992)  Keterangan : (a) Bagian plasenta matang yang memperlihatkan vili kotiledon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat pentingnya pembuktian kualifikasi ini diharapkan kepada Bapak/Ibu Pimpinan Perusahaan atau yang diwakilkan dengan menunjukkan Surat Kuasa untuk

[r]

Peningkatan tersebut didukung keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran siklus I (73%), menjadi siklus II (84%) melalui model pembelajaran make a match dapat

Sumber : Anonim, 1997, Konsep Laporan Akhir Penyusunan Rencana Detail Kawasan Ratu Boko Tahap II, hal: II - 20. Tabel 7 : TeIjemahan Arsitektural Vegetasi Kawasan

Trichoderma yang dikultur dapat tumbuh cepat pada suhu 25-30 °C, namun pada suhu 35 °C cendawan ini tidak dapat tumbuh.. Perbedaan suhu mempengaruhi produksi beberapa enzim

Kualitas adalah suatu konsep yang luas, sehingga dalam melakukan pengkajian kualitas pelayanan kesehatan perlu diperhatikan berbagai dimensi dari kualitas pelayanan

Keterlibatan Pemuda Pancasila dalam Pilkada Surabaya merupakan sebuah bentuk tanggung jawab Pemuda Pancasila sebagai ormas menjaga proses politik yang ada di

3) Melatih siswa untuk bertanggung jawab dan mendorong untuk membangun kepentingan bersama. Partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat penting untuk menciptakan