• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik Dan Media Perkecambahan Terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica Fragrans)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik Dan Media Perkecambahan Terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica Fragrans)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKNIK SKARIFIKASI FISIK DAN MEDIA

PERKECAMBAHAN TERHADAP DAYA BERKECAMBAH

BENIH PALA (

Myristica fragrans

)

DWI GERY FEBRIYAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik dan Media Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica fragrans) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DWI GERY FEBRIYAN. Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik dan Media Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica fragrans). Dibimbing oleh ENY WIDAJATI.

Percobaan ini bertujuan mempelajari perlakuan skarifikasi fisik kulit benih pala dan penggunaan media perkecambahan dalam upaya mempercepat perkecambahan dan meningkatkan viabilitas benih pala. Percobaan dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Mei 2014 di rumah kaca Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Percobaan terdiri dari dua faktor dengan masing-masing faktor terdiri tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan skarifikasi fisik kulit benih dengan tiga taraf perlakuan, yaitu tanpa perlakuan skarifikasi, skarifikasi satu lubang bagian pangkal benih, dan skarifikasi dua lubang bagian ujung dan pangkal benih. Faktor kedua adalah jenis media perkecambahan benih yang terdiri dari tiga taraf, yakni pasir, arang sekam, dan campuran antara pasir dengan kompos 1:1 (v/v). Hasil percobaan menunjukkan perlakuan skarifikasi fisik dua lubang dapat meningkatkan perkecambahan benih pala berdasarkan kemunculan akar dan tunas yang lebih awal. Media pasir merupakan media yang nyata lebih baik berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan tinggi tunas. Skarifikasi benih pala dua lubang yang ditanam di media pasir menunjukkan jumlah akar lateral nyata lebih banyak sejumlah enam buah. Pertumbuhan bibit pala selama 7 minggu setelah pindah tanam dengan kecambah yang berasal dari media pasir lebih baik dibandingkan kecambah yang berasal dari media arang sekam pada parameter diameter batang, tinggi bibit, jumlah daun, lebar tajuk, dan warna daun.

Kata kunci: Myristicaceae, kecambah benih pala, perlakuan kulit benih

ABSTRACT

DWI GERY FEBRIYAN. The Effects of Physical Scarification Technique and Germinating Substrate on Nutmeg (Myristica fragrans) Seed Germination Potency

.

Supervised by ENY WIDAJATI.

The objective of this experiment is studying the effect of physical scarification of nutmeg seed coat and germination media to accelerating germination rate and enhancing nutmeg seed viability. This experiment was conducted in December 2013 until May 2014 at Leuwikopo Experimental Field’s green house and Seed Laboratory of Agronomy and Horticulture Department, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. This experiment was using factorial design and randomize complete block design with 3 replications. The first factor was physical scarification on the seed coat with three levels: without scarification, one hole scarification on seed’s base, and two holes scarifications on

seed’s base. The Second factor was the seed germination substrate that consist of

(5)
(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGARUH TEKNIK SKARIFIKASI FISIK DAN MEDIA

PERKECAMBAHAN TERHADAP DAYA BERKECAMBAH

BENIH PALA (

Myristica fragrans

)

DWI GERY FEBRIYAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 hingga bulan Mei 2014 ini ialah perkecambahan benih pala, dengan judul Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik dan Media Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica fragrans). Penelitian ini merupakan rangkaian dalam penelitian BOPTN tahun 2013 yang diketuai oleh Ibu Dr Ir Faiza C Suwarno, MS dengan anggota Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen pembimbing skripsi, Ibu Dr Ir Faiza C Suwarno, MS selaku dosen penguji, Bapak Dr Ir Eko Sulistyono, MSi selaku dosen wakil urusan komisi pendidikan, serta Bapak Dr Ir Abdul Qadir, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Wartono, Ibu Prihartati, Kakak Eka Wati Ning Puspita, SKep serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah membantu, Nailan Nabila, Mita Dianasari, Sundari, Listya Pramudita, Siti Nur Apriyani, dan seluruh teman-teman Edelweiss AGH 47. Penulis tak lupa memberikan apresiasi dan ungkapan terima kasih kepada pihak Bogor International Club (BIC) yang telah memberi beasiswa kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Perkecambahan Benih 2

Perlakuan Pra Perkecambahan terhadap Kulit Benih 3

Media Perkecambahan Benih 4

METODE 5

Lokasi dan Waktu Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Rancangan Percobaan Penelitian 5

Pelaksanaan Penelitian 6

Pengamatan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pengamatan Viabilitas Benih Pala 8

Pengamatan Pertumbuhan Bibit Pala di Polibag 12

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

(14)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi sidik ragam pengeruh skarifikasi fisik dan media perkecambahan terhadap perkecambahan benih pala 8 2 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal skarifikasi fisik terhadap

perkecambahan benih pala setelah 88 HST 9

3 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal media perkecambahan terhadap

perkecambahan benih pala setelah 88 HST 10

4 Pengaruh interaksi skarifikasi fisik dan media perkecambahan pada jumlah akar lateral kecambah benih pala setelah 88 HST 11 5 Pertumbuhan bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media

pasir dan media arang sekam 12

DAFTAR GAMBAR

1 Kecambah pala setelah 88 hari setelah tanam 7

2 Pengukuran diameter batang dan tinggi bibit pala yang berasal dari

perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□) 13

3 Pengukuran jumlah daun dan luas daun bibit pala yang berasal dari

perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□) 13

4 Pengukuran lebar tajuk dan warna daun bibit pala yang berasal dari

perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□) 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakter benih pala yang berasal dari tiga lokasi yang berbeda di

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pala (Myristica fragrans) merupakan komoditas rempah asli Indonesia yang sebagian besar berasal dari daerah Maluku. Pala memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebab komoditas ini menjadi andalan sumber devisa bagi ekspor non migas dalam bentuk biji pala, fuli, dan pala glondong. Indonesia mampu memenuhi permintaan pasar dunia terhadap pala sebesar 60% hingga 75% serta mengungguli negara-negara pengekspor pala lainnya, seperti Grenada, India, Sri Langka, dan Papua New Guinea (Bustaman 2008; Alegantina dan Mutiatikum 2009). Volume ekspor pala di Indonesia berupa biji kering dan fuli kering pada tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami fruktuasi. Ekspor pala tertinggi terjadi pada tahun 2011 yakni mencapai 14 985 ton sedangkan pada tahun 2012 volume ekspor pala mengalami penurunan menjadi 12 849 ton (Kementan 2014).

Penurunan mutu dan produksi pala di Indonesia disebabkan oleh usia tanaman yang sedang berproduksi semakin tua, pemeliharaan yang jarang dilakukan, penggunaan benih atau bibit yang tidak unggul, kelembagaan petani yang lemah, dan mutu produksi yang rendah. Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan rencana untuk pengembangan potensi pala dalam rangka peningkatan produksi pala nasional yakni dengan perluasan wilayah penanaman pala, penggunaan bahan tanam yang unggul, dan pendampingan petani pala. Perluasan lahan untuk bertanam pala pada tahun 2012 telah direncanakan sebesar 3 600 ha yang tersebar di lima provinsi di Indonesia, yaitu Maluku, Maluku Utara, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Utara (Ditjenbun 2012).

Pengembangan wilayah penanaman pala yang cukup luas tersebut tentunya akan membutuhkan bahan tanam yang cukup banyak. Penggunaan bibit pala yang baik akan meningkatkan produksi dan keberhasilan usaha tani tanaman pala. Perbanyakan tanaman pala yang umumnya dilakukan hingga saat ini adalah perbanyakan generatif menggunakan benih sebab perbanyakan secara vegetatif belum memberikan hasil yang memuaskan (Arif 2010). Penggunaan bibit pala yang berasal dari benih mempunyai kelebihan yakni sistem perakaran yang lebih kuat dan mampu berumur panjang. Bibit pala asal benih juga memiliki arti penting dalam menyediakan batang bawah yang diperlukan untuk memproduksi bibit okulasi atau penyambungan (Asare dan Bennett-Lartey 2000).

(16)

2

air panas (0.00%) pada 100 hari setelah tanam (Ramadhan 2007). Penelitian lain pada benih palahar (Dipterocarpus retusus BL) yang dilakukan oleh Sartika (2003) dengan perlakuan pengupasan kulit benih berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan daya berkecambah benih sebesar 14.47% dibandingkan pada benih yang tidak dikupas kulitnya sebesar 5.26% pada pengamatan selama 81 hari. Perlakuan pematahan dormansi selain penghilangan kulit benih yang keras juga dapat dilakukan dengan cara skarifikasi, yakni pengikisan kulit benih. Benih aren pada penelitian Saleh et al. (2008) yang diberi perlakuan skarifikasi + perendaman KNO3 0.5% 36 jam + suhu 40 ºC yang ditanam pada media campuran tanah dari

hutan aren dan bahan organik (1:1) menghasilkan daya berkecambah nyata lebih baik sebesar 86.67% pada 90 hari setelah tanam.

Faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah media perkecambahan. Media perkecambahan juga memiliki peranan penting dalam membantu mempercepat perkecambahan dan setiap benih akan memiliki respon yang berbeda-beda untuk perkecambahan terhadap media tertentu. Penelitian terhadap pengaruh jenis media perkecambahan secara spesifik bagi benih pala belum banyak dilakukan di Indonesia. Khandekar et al. (2006) melakukan penelitian mengenai media perkecambahan benih pala di Maharashtra, India menyatakan media dedak padi dapat mempercepat benih pala berkecambah pada 27.2 hari setelah tanam, kemudian diikuti oleh media campuran pasir dan dedak padi (28.1 hari) serta media pasir (28.5 hari). Penelitian lain oleh Abirami et al. (2010) mengenai media perkecambahan benih pala yang menggunakan media campuran vermikompos dan serabut kelapa mampu mempercepat kemunculan kecambah pada 42.10 hari setelah tanam yang dilakukan di Kerala, India. Kombinasi perlakuan dalam penelitian ini yakni skarifikasi fisik dengan alat gerinda listrik diharapkan mampu membantu mempercepat imbibisi air dan perkecambahan benih pala serta media perkecambahan yang tersedia dan mudah ditemukan di wilayah Indonesia dapat meningkatkan viabilitas benih pala.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari perlakuan skarifikasi fisik kulit benih pala dan penggunaan media perkecambahan dalam upaya mempercepat perke-cambahan dan meningkatkan viabilitas benih pala.

TINJAUAN PUSTAKA

Perkecambahan Benih

(17)

3 meningkatkan perkecambahan benih pala dengan tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), dan kecepatan tumbuh (KCT). Buah

yang telah masak fisiologi tersebut ditandai dengan kulit buah berwarna kuning tua kusam, getah tangkai buah hampir tidak ada, daging buah berwarna kuning kecokelatan, tidak getas dan sudah merekah, serta warna fuli merah tua seluruhnya.

Perkecambahan merupakan suatu proses benih berkembang menjadi kecambah yang mencapai pada stadia munculnya bagian dari struktur-struktur esensial benih. Kecambah tersebut akan menunjukkan kemampuan untuk berkem-bang lebih lanjut menjadi tanaman normal dalam kondisi optimal (BPMPTPH 2006). Kuswanto (1996) menambahkan benih dikatakan berkecambah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula dari embrio. Kecambah normal benih pala belum memiliki kriteria pengujian oleh International Seed Testing Association (ISTA). Tanaman pala tergolong dalam tanaman tahunan dikotil memiliki perkecambahan yang sangat lambat. Kecambah dapat dikatakan normal apabila penjumlahan panjang akar primer dan hipokotil adalah empat kali atau lebih dari panjang benih dengan kriteria kecambah lainnya normal (BPMPTPH 2005). Pengamatan perhitungan kecambah normal benih pala yang telah masak fisiologis dapat dilakukan pada hari pengamatan pertama adalah hari ke-60 setelah tanam dan hari pengamatan kedua adalah hari ke-100 setelah tanam (Ramadhan 2007).

Perlakuan Pra Perkecambahan terhadap Kulit Benih

Faktor internal yang berasal dari benih itu sendiri dan dapat mempengaruhi perkecambahan benih salah satunya adalah adanya sifat dormansi suatu benih. Widajati et al. (2013) menyatakan dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecam-bahan walaupun faktor lingkungan optimum untuk perkecamperkecam-bahannya. BPMPTPH (2005) menyatakan struktur kulit benih sering sekali menjadi faktor pembatas pada dormansi benih. Pembatasan tersebut dapat berupa penghambatan dalam pemasukan air dan oksigen serta pembatasan mekanik sehingga meng-hambat pembesaran embrio. Benih pala memiliki kulit benih yang cukup tebal dengan ukuran 0.4 mm hingga 0.6 mm dan keras karena tersusun atas sel-sel Malphigi kompak seperti jaringan palisade (Parimala dan Amerjothy 2013). Hal ini diduga benih pala mengalami dormansi fisik dari kulit benih yang keras.

(18)

4

Penelitian pada benih aren yang dilakukan oleh Widyawati et al. (2009) menyatakan dengan pengikisan kulit benih mampu memperbaiki perkecambahan benih aren. Pengikisan kulit benih aren yang semakin luas menyebabkan pening-katan kadar air, penambahan berat benih, dan daya hantar listrik larutan rendaman benih. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak testa (kulit) benih yang dihilangkan melalui pengikisan semakin berkurang hambatan mekanis dari jaringan tersebut untuk melakukan imbibisi sehingga benih lebih cepat terhidrasi. Penelitian lain pada benih semangka non biji oleh Sunarlim et al. (2012) menun-jukkan perlakuan pelukaan benih mampu meningkatkan daya berkecambah (DB) sebesar 64.54% nyata lebih tinggi dibandingkan benih tanpa pelukaan sebesar 38.28%. Pelukaan kulit benih semangka tersebut mampu meningkatkan laju perkecambahan dan mematahkan dormansi fisik (mekanik) akibat kulit benih yang keras sehingga pertukaran air dan gas dapat berjalan dengan baik yang kemudian membantu memperbaiki DB benih semangka.

Media Perkecambahan Benih

Perkecambahan benih tentu dipengaruhi juga oleh faktor eksternal yang berasal dari lingkungan tumbuh benih tersebut. Media perkecambahan sebagai substrat yang digunakan dalam menopang pertumbuhan benih menjadi kecambah akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kecambah. Sutopo (2002) menyatakan kondisi fisik dari media sangat penting bagi kehidupan kecambah menjadi tanaman dewasa. Persyaratan media tumbuh yang baik sehingga mendukung pertumbuhan tanaman antara lain cukup kompak agar kuat menopang tegaknya batang, memiliki kapasitas pegang air yang baik, dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan.

(19)

5

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di green house Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2013 hingga bulan Mei 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pala yang telah mencapai masak fisiologi dan dipanen pada minggu kedua bulan Desember 2013. Benih tersebut berasal dari tiga lokasi yang berbeda di Provinsi Maluku, yakni Liliboi, Toisapu, dan Wakal dengan keterangan benih tercantum pada Lampiran 1. Media yang digunakan adalah kompos, arang sekam, dan pasir serta fungisida yang berbahan aktif mankozeb 80%. Bahan lain yang digunakan antara lain hidrogel, polibag, paranet, dan label. Alat-alat yang digunakan antara lain bak plastik ukuran 38 cm × 32 cm × 10 cm, boks plastik besar, mesin gerinda tipe bench grinder MD-150, oven, desikator, cawan aluminium, gembor, timbangan digital, jangka sorong, bor listrik, pisau, saringan alumunium, dan alat tulis.

Rancangan Percobaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial dengan rancangan lingkungan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Percobaan terdiri atas dua faktor dengan tiga kali ulangan setiap faktornya. Faktor pertama adalah perlakuan skarifikasi fisik kulit benih dengan tiga taraf perlakuan, yaitu tanpa perlakuan skarifikasi (S0), skarifikasi satu lubang bagian pangkal benih (S1), dan skarifikasi dua lubang bagian ujung dan pangkal benih (S2). Faktor kedua adalah jenis media perkecambahan benih yang terdiri dari tiga taraf, yakni pasir (M1), arang sekam (M2), dan campuran antara pasir dengan kompos 1:1 (v/v) (M3). Penelitian ini terdiri atas 9 kombinasi percobaan dengan 27 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 25 benih sehingga jumlah benih yang dibutuhkan sebanyak 675 benih pala. Model aditif linier yang digunakan yakni:

Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij + ρk + εijk

Keterangan:

Yijk = respon perlakuan skarifikasi fisik ke-i, media perkecambahan ke-j dan

ulangan ke-k

µ = rataan umum percobaan

αi = perlakuan skarifikasi fisik ke-i (i= 1,2, dan 3)

βj = perlakuan kombinasi media perkecambahan ke-j (j= 1, 2, dan 3) (αβ)ij = pengaruh interaksi skarifikasi fisik ke-i dan kombinasi media

perkecambahan ke-j

(20)

6

εijk = galat percobaan dari perlakuan skarifikasi fisik ke-i, media

perkecambahan ke-j dan ulangan ke-k

Uji F dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dan akan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test (DMRT) apabila terdapat perbedaan nyata pada taraf 5%. Pengolahan data untuk pengujian tersebut menggunakan perangkat lunak statistical analysis system (SAS).

Data yang diperoleh dari pengamatan pembibitan pala hasil perkecambahan sebelumnya dilakukan Uji-t dengan selang kepercayaan 95% dan dibandingkan antar perlakuan setiap minggunya dengan menggunakan perangkat lunak SAS.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan wadah media berupa bak plastik dilubangi menggunakan bor listrik sebanyak 6 lubang dengan jarak 15 cm antar lubang pada bagian bawah bak sebagai lubang pengeluaran limpahan air. Media pasir diayak dengan saringan alumunium secara manual agar partikel pasir lebih seragam. Media pasir dan kompos dicampurkan dengan proporsi masing-masing media setengah dari volume bak plastik. Media arang sekam langsung diisikan ke dalam bak plastik. Media diberi fungisida 2 g per liter air dan disiramkan ke media secara merata agar mengurangi potensi serangan cendawan.

Benih pala diekstraksi dengan membelah buah menggunakan pisau dan fuli (selaput benih) dipisahkan dari kulit benih. Benih diambil 6 butir dan diiris menggunakan mesin pengiris dari masing-masing lokasi untuk diukur kadar airnya dengan metode oven suhu 105 ºC selama 17 jam. Benih-benih lainnya dikumpulkan dalam boks plastik besar yang sudah berisi hidrogel untuk menjaga kelembapan benih pala. Beberapa benih diambil untuk ditimbang bobot benih menggunakan timbangan digital. Benih tersebut juga diukur panjang dan diameter benih menggunakan jangka sorong. Benih kemudian diberi fungisida dengan konsentrasi 2 g per liter air yang telah dilarutkan dalam bak plastik dan direndam selama 10 menit. Benih kemudian dicuci dengan air bersih dan ditiriskan lalu dikeringanginkan agar mudah dilakukan skarifikasi fisik.

Perlakuan skarifikasi benih dilakukan menggunakan mesin gerinda listrik dengan cara menempelkan kulit benih ke piringan gerinda yang berputar dengan kecepatan 2950 rpm. Kulit benih dicek setiap rentang waktu beberapa detik agar proses skarifikasi tidak sampai merusak bagian permukaan embrio benih dan mencegah kegosongan. Benih yang telah diskarifikasi diberi fungisida kembali dan ditanam sebanyak 25 butir per bak serta ditempelkan kertas label identitas perlakuan. Benih ditanam seperti metode di atas pasir (top of sand) yaitu benih hanya ditekan di atas permukaan media sedalam 2 cm. Paranet diberikan selama proses pengujian dalam green house agar kondisi tetap teduh. Pemeliharaan rutin dilakukan setiap satu hari sekali terhadap kondisi media perkecambahan agar tetap lembap. Media perkecambahan disiram air dengan menggunakan gembor setiap hari.

(21)

7 masing-masing berisi satu kecambah. Pembibitan pala ini dilakukan di dalam green house dan dinaungi oleh paranet. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiraman dan pengendalian gulma secara manual.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi dalam tiga waktu pengamatan, yakni pengamatan saat kecambah masih dalam bak perkecambahan, pengamatan saat pindah tanam kecambah, dan pengamatan saat di pembibitan. Parameter yang diamati saat kecambah masih dalam bak perkecambahan yaitu:

1. Hari kemunculan akar (hari), pengamatan dilakukan dengan mengangkat benih dari media secara hati-hati dengan interval waktu dua hari sekali. 2. Hari kemunculan tunas (hari), pengamatan dilakukan dengan melihat

kemunculan tunas menembus media dengan interval waktu dua hari sekali. 3. Potensi tumbuh maksimal (PTM), pengamatan dilakukan dengan menghitung

jumlah benih yang berkecambah hingga akhir waktu pengamatan (hari ke-88). Potensi tumbuh maksimum dihitung menggunakan rumus:

PTM % =Total benih yang berkecambah

Jumlah benih yang ditanam × 100 %

4. Daya berkecambah (DB), pengamatan dilakukan dengan menghitung persen-tase kecambah normal (KN) pada hari ke-52 (hitungan 1) dan hari ke-88 (hitungan 2). Kriteria kecambah normal pala dapat terlihat pada Gambar 1. Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus:

DB % =Σ KN hitungan 1 + Σ KN hitungan 2

Jumlah benih yang dikecambahkan ×100%

Keterangan: (A) kecambah normal; (B) kecambah abnormal

Gambar 1 Kecambah pala setelah 88 hari setelah tanam

5. Kecepatan tumbuh (KCT), pengamatan dimulai saat 10 hari setelah benih

ditanam hingga 88 hari setelah tanam dengan interval pengamatan setiap 5 hari sekali.

KCT = N1 W1

+ N2 W2

+ ⋯ + Nn Wn

Keterangan: Nn = banyak kecambah hari ke-n (n= 1, 2, dan seterusnya) Wn = etmal (24 jam) hari ke-n (n = 1, 2, 3, dan seterusnya)

(22)

8

Pengamatan selanjutnya pada saat pindah tanam kecambah yakni hari ke-88 setelah tanam. Parameter yang diamati antara lain diameter akar yang diukur 1 cm dari bawah kotiledon benih, panjang akar yang diukur dari batas antara akar dan tunas hingga ujung akar, jumlah akar lateral, diameter tunas yang diukur 1 cm di atas kotiledon benih, tinggi tunas yang diukur dari batas antara akar dan tunas hingga ujung tunas, dan jumlah daun. Pengamatan terakhir dilakukan saat di pembibitan dengan interval waktu pengamatan satu minggu sekali hingga tujuh minggu setelah pindah tanam (MSP). Parameter yang diamati pada bibit pala meliputi diameter batang yang diukur di pangkal batang, tinggi bibit yang diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh bibit pala, jumlah daun yang telah membuka sempurna, luas daun dengan metode gravimetri, lebar tajuk yang diukur pada lebar rentangan daun bibit pala, dan warna daun yang diukur menggunakan bagan warna daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Viabilitas Benih Pala

Hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan faktor tunggal skarifikasi fisik berpengaruh nyata pada parameter hari kemunculan akar, hari kemunculan tunas, dan tinggi tunas serta berpengaruh sangat nyata pada jumlah akar lateral. Faktor tunggal media perkecambahan memberikan pengaruh nyata pada parameter potensi tumbuh maksimum (PTM) serta berpengaruh sangat nyata pada jumlah akar lateral dan tinggi tunas. Interaksi antara skarifikasi fisik dan media perkecambahan berpengaruh sangat nyata pada jumlah akar lateral (Tabel 1).

(23)

9 Perlakuan skarifikasi fisik dengan pelukaan mekanik kulit benih dapat membantu imbibisi air akibat impermeabilitas kulit benih. Tabel 2 menunjukkan perlakuan skarifikasi dua lubang mempercepat kemunculan akar karena perlakuan tersebut memberikan celah untuk imbibisi air. Kemunculan akar dapat diinisiasi pada hari ke-33 setelah benih disemai. Akar yang lebih awal muncul dan berkembang dapat diduga memicu kemunculan tunas dari kecambah pala menjadi lebih cepat. Hal ini ditunjukkan akibat perlakuan tunggal skarifikasi dua lubang pada Tabel 2. Tunas muncul pada hari ke-59 setelah penyemaian benih atau 26 hari setelah kemunculan akar.

Penelitian Widyawati et al. (2009) pada benih aren yang telah diampelas di bagian operkulumnya berpengaruh nyata meningkatkan pemunculan embrio pada 7 hari setelah semai (HSS) sebesar 36.67% dan pada 10 HSS sebesar 78.33% dibandingkan dengan perlakuan benih tanpa diampelas yang menunjukkan persentase nol pada 7 HSS dan 10 HSS. Perlakuan skarifikasi pada benih aren dalam penelitian Maryani dan Irfandri (2008) yang dilakukan di tempat keluarnya embrio nyata mempercepat umur berkecambah benih tersebut yakni pada 40.57 HSS dibandingkan benih aren tanpa perlakuan skarifikasi pada 56.58 HSS. Hal ini disebabkan perlakuan skarifikasi dapat menipiskan kulit benih aren sehingga kebutuhan benih terhadap air dan oksigen cepat tersedia dalam jumlah yang cukup untuk perkecambahan.

Penelitian Mistian et al. (2012) juga menunjukkan hasil yang sama, yakni pada benih pinang yang dilakukan skarifikasi pada sisi yang berbeda-beda nyata meningkatkan laju perkecambahan benih. Benih pinang yang dilakukan skarifikasi bagian pangkal benih lebih cepat berkecambah yaitu pada 9.43 HSS sedangkan skarifikasi benih bagian perut 16.21 HSS, skarifikasi benih bagian ujung 22.18 HSS, dan tanpa skarifikasi 26.46 HSS. Hal ini diduga perlakuan skarifikasi kulit benih pada bagian pangkal lebih dekat dengan embrio benih sehingga proses imbibisi yang merangsang terjadinya hidrolisis dan pengaktifan enzim-enzim yang mendorong perkecambahan lebih cepat ditranslokasikan dan membuat benih lebih cepat berkecambah dibandingkan perlakuan skarifikasi pada bagian lainnya dan benih yang tidak mendapatkan perlakuan skarifikasi.

Tabel 2 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal skarifikasi fisik terhadap perkecambahan benih pala setelah 88 HST

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); HST: hari setelah tanam.

(24)

10

awal mula pertumbuhan akar lembaga (radikula) yang lebih cepat daripada pucuk lembaga (plumula) memberikan keuntungan bagi pertumbuhan kecambah barli tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh akumulasi berat kering pada pucuk lebih besar dibandingkan pada akar dalam waktu 21 hari setelah semai (Gardner et al. 1991).

Hasil penelitian Saleh et al. (2008) menunjukkan benih aren yang diberi perlakuan skarifikasi + perendaman KNO3 0.5% selama 36 jam + suhu 40 ºC

nyata meningkatkan tinggi kecambah menjadi 11.88 cm dibandingkan pada perlakuan skarifikasi + suhu 40 ºC sebesar 11.07 cm. Perlakuan skarifikasi pada benih aren dalam penelitian Maryani dan Irfandri (2008) juga nyata meningkatkan tinggi bibit aren pada pengamatan pembibitan. Hal ini sejalan dengan pengamatan umur berkecambah yang lebih cepat sehingga bibit yang berasal dari perlakuan ini juga membuat plumula lebih cepat muncul ke permukaan media yang dapat menyebabkan pertumbuhan bibit yang cepat pula.

Media pasir menghasilkan potensi tumbuh maksimum (PTM) yang sama dengan media arang sekam pada perkecambahan benih pala (Tabel 3). Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian benih leci yang ditanam pada media pasir memiliki nilai PTM yang sama dengan media arang sekam yakni 73.81% dan 83.33% pada tujuh hari setelah tanam (De Andrade et al. 2004). Hasil penilitian lain oleh Rofik dan Murniati (2008) dengan tolok ukur PTM dan daya berkecambah (DB) pada benih aren yang telah diberi perlakuan deoperkulasi (pengikisan kulit benih tepat pada titik tumbuh) dan ditanam pada media pasir memiliki nilai 95.00% dan 88.33% menunjukkan pengaruh yang sama pada media arang sekam dengan nilai 86.67% dan 85.00%.

Tabel 3 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal media perkecambahan terhadap perkecambahan benih pala setelah 88 HST

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); HST: hari setelah tanam.

(25)

11 Kecambah pala yang ditanam pada media pasir dan media campuran pasir dan kompos memiliki pertumbuhan tinggi tunas yang nyata lebih tinggi diban-dingkan pada media arang sekam (Tabel 3). Perkecambahan benih pala pada media pasir menunjukkan tinggi tunas yang tinggi dapat diduga karena kecambah tersebut telah berkembang menjadi kecambah normal dan memiliki jumlah akar lateral yang cukup baik. Media campuran antara pasir dan kompos mampu meningkatkan kondisi fisik dan komposisi nutrisi media sehingga diduga dapat mempengaruhi tinggi tunas kecambah pala. Penelitian pada bibit pala yang ditanam pada kombinasi media organik, berupa vermikompos dan serabut kelapa nyata lebih baik dengan tinggi bibit mencapai 26.98 cm (Abirami et al. 2010). Hasil penelitian serupa ditunjukkan pada perkecambahan benih mengkudu yang ditanam pada media campuran tanah dan kompos memiliki panjang epikotil sebesar 4.90 cm nyata lebih baik dibandingkan panjang epikotil pada media pasir (0.80 cm) dan media arang sekam (0.20 cm) (Murniati dan Suminar 2006).

Tabel 4 Pengaruh interaksi skarifikasi fisik dan media perkecambahan pada jumlah akar lateral kecambah benih pala setelah 88 HST

Perlakuan Perlakuan media

skarifikasi Pasir Arang sekam Pasir + kompos

Jumlah akar lateral (buah)a

Tanpa skarifikasi 1.86c 0.94d 0.00d

Skarifikasi satu lubang 0.32d 0.40d 0.00d

Skarifikasi dua lubang 6.00a 1.07cd 3.00b

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); HST: hari setelah tanam.

Benih pala yang diberi perlakuan skarifikasi dua lubang dan ditanam pada media pasir menunjukkan jumlah akar lateral yang paling banyak dibandingkan pada perlakuan lainnya (Tabel 4). Hal ini diduga kemunculan akar yang lebih awal dapat memicu pertumbuhan akar lateral dan dipermudah pertumbuhannya pada media pasir. Kemunculan akar yang lebih awal pada perlakuan tersebut menyebabkan bagian-bagian lain kecambah pala berkembang lebih dahulu, termasuk akar lateral. Gardner et al. (1991) menyatakan fungsi penting akar yaitu berperan dalam penyerapan air dan mineral yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

(26)

12

Pengamatan Pertumbuhan Bibit Pala di Polibag

Kecambah pala yang dilanjutkan pengamatannya pada fase pembibitan ditentukan berdasarkan ketersediaan bahan tanam asal proses perkecambahan sebelumnya. Kecambah pala yang masih memiliki jumlah kecambah yang cukup dan ulangan yang sama berasal dari perlakuan skarifikasi satu lubang dengan media perkecambahan berupa pasir dan arang sekam. Kecambah tersebut juga memiliki keunggulan potensi tumbuh yang cukup baik. Tabel 5 menunjukkan bahwa kecambah yang berasal dari kedua perlakuan awal benih pala memiliki pertumbuhan bibit yang baik selama tujuh minggu pengamatan. Hal ini diduga kecambah-kecambah tersebut mampu beradaptasi dengan baik setelah dipindahtanamkan ke fase pembibitan. Perbandingan antara asal perlakuan benih pala tampak berbeda pada parameter diameter batang saat 2 masa setelah pindah tanam (MSP) serta parameter warna daun pada 6 MSP (Tabel 5).

Tabel 5 Pertumbuhan bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media pasir dan media arang sekam

Parameter pengamatan Umur tanaman (MSP)

1 2 3 4 5 6 7

MSP: minggu setelah pindah tanam; tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, ̶ : tidak dilakukan pengamatan.

Kegiatan pra perlakuan benih untuk menghasilkan kecambah normal dapat dilakukan dengan mengikir atau mengampelas kulit benih akan mempermudah penyerapan air ke dalam benih (BPMPTPH 2005). Pertumbuhan vegetatif tanaman pada pertumbuhan batang dan daun dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti ketersediaan air dan hara (Gardner et al. 1991). Media tumbuh yang baik bagi pertumbuhan tanaman hendaknya memberikan komponen antara faktor abiotik dan faktor biotik yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Diameter batang dan tinggi bibit

(27)

13 Gambar 2 Pengukuran diameter batang dan tinggi bibit pala yang berasal dari

perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□) Pertumbuhan tinggi bibit pala setelah masa perkecambahan dapat terlihat pada Gambar 2. Tinggi bibit pada kecambah yang berasal dari media pasir menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertambahan tinggi bibit ini terus meningkat setiap minggunya. Tinggi bibit pada perlakuan ini mencapai 14.19 cm pada akhir pengamatan. Kecambah yang berasal dari media arang sekam juga menunjukkan peningkatan pada parameter tinggi bibit yang mencapai 10.10 cm pada akhir pengamatan (Gambar 2). Bibit pala yang berasal dari kecambah pada media arang sekam juga menunjukkan peningkatan yang cukup baik setiap minggunya.

Jumlah daun dan luas daun

Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan jumlah daun bibit pala selama pembibitan tujuh minggu. Bibit pala hasil perkecambahan dengan media pasir mengalami pertumbuhan yang stagnan pada 3 MSP hingga 5 MSP sebesar 1.67 helai. Perhitungan akhir jumlah daun pada perlakuan ini mencapai 3.33 helai daun. Perlakuan awal benih pala yang ditanam pada media arang sekam memulai pertumbuhan jumlah daunnya pada 2 MSP. Peningkatan jumlah daun pada perlakuan ini meningkat setiap minggunya akan tetapi menunjukkan pertumbuhan yang stagnan pada periode 6 MSP hingga 7 MSP dan mencapai 2.33 helai daun pada 7 MSP.

(28)

14 memulai perkembangannya pada 2 MSP. Perkembangan luas daunnya cenderung lambat pada 3 MSP hingga 4 MSP akan tetapi lonjakan peningkatan luas daun terjadi saat 5 MSP hingga 7 MSP. Luas daun tersebut meningkat dari 12.27 cm2 menjadi 72.73 cm2.

Lebar tajuk dan warna daun

Perkembangan lebar tajuk dapat terlihat pada Gambar 4 yang menggam-barkan penambahan luas daun bibit pala. Daun yang semakin luas dapat diamati penutupan tajuknya juga yang semakin lebar. Bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media pasir memulai perkembangannya pada 2 MSP sebesar 1.66 cm. Perkembangannya semakin meningkat hingga 7 MSP sebesar 23.47 cm. Lebar tajuk bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media arang sekam dimulai saat 3 MSP yang terus meningkat perkembangannya hingga mencapai 16.79 cm pada 7 MSP.

Gambar 4 Pengukuran lebar tajuk dan warna daun bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□)

Warna daun pada bibit pala mengalami perubahan pada 1 MSP hingga 7 MSP (Gambar 4). Perubahan tersebut dinyatakan dengan nilai bagan warna daun yang meningkat setiap minggunya. Warna daun pada bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media pasir dapat diukur setelah daun tumbuh pada 2 MSP. Warna daun bibit tersebut mengalami peningkatan dan mencapai skala 3.43 pada 7 MSP yang menandakan daun semakin hijau. Bibit pala hasil perkecambahan pada media arang sekam mulai tampak perubahan warna daunnya pada 3 MSP hingga 7 MSP. Pengukuran akhir warna daun pada bibit tersebut mencapai skala 2.07 saat 7 MSP dan daun terlihat hijau dibandingkan minggu-minggu sebelumnya.

(29)

15 warna daun. Hal ini menunjukkan media pasir merupakan media yang paling baik digunakan pada saat perkecambahan benih pala. Kecambah yang tumbuh normal pada saat perkecambahan mampu tumbuh baik pada fase berikutnya karena bagian-bagian esensial dari suatu tanaman sudah terbentuk dari awal dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan skarifikasi fisik dua lubang dapat meningkatkan perkecambahan benih pala berdasarkan kemunculan akar (33.17 HST) dan kemunculan tunas (59.74 HST). Media pasir merupakan media yang nyata lebih baik berdasarkan tolok ukur daya berkecambah (2.67%) dan tinggi tunas (7.13 cm). Skarifikasi benih pala dua lubang yang ditanam di media pasir menunjukkan jumlah akar lateral nyata lebih banyak sejumlah enam buah. Pertumbuhan bibit pala selama tujuh minggu setelah pindah tanam dengan kecambah yang berasal dari media pasir menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan kecambah dari media arang sekam pada parameter diameter batang, tinggi bibit, jumlah daun, lebar tajuk, dan warna daun.

Saran

Perlakuan skarifikasi fisik dua lubang dan media pasir merupakan kombinasi perlakuan yang paling cocok untuk meningkatkan perkecambahan benih pala.

DAFTAR PUSTAKA

Abirami K, Rema J, Mathew PA, Srinivasan V, Hamza S. 2010. Effect of different propagation media or seed germination, seedling growth and vigor of nutmeg (Myristica fragrans). J Med Plant Res. 4(19):2054–2058.

Alegantina S, Mutiatikum D. 2009. Pengembangan dan potensi pala (Myristica fragrans). J Kefarmasi Indo. 1(2):64–70.

Aklibasinda M, Tunc T, Bulut Y, Sahin U. 2011. Effects of different growing media on scotch pine (Pinus sylvestris) production. J Anim Plant Sci. 21(3):535–541.

Arif N. 2010. Pembibitan tanaman pala secara generatif [Internet]. [diunduh 2013 Nop 4]. Tersedia pada: http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pembibitan-tanaman-pala-secara-generatif

Arrijani. 2005. Biologi dan konservasi marga Myristica di Indonesia. Biodiversitas. 6(2):147–151.

(30)

16

[BPMPTPH] Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2005. Evaluasi Kecambah, Pengujian Daya Berkecambah. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Perbenihan.

Bustaman S. 2008. Prospek pengembangan minyak pala banda sebagai komoditas ekspor Maluku. J Litbang Pert. 27(3):93–98.

De Andrade RA, Martins ABG, De Morais Oliveira IV. 2004. Influence of the substrate in germination of lychee seeds. Rev Bras Frutic. 26(2):375–376. [Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Perluasan

Tanaman Pala Tahun 2012. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perkebunan, Kementerian Pertanian.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2014. Ekspor pala per negara tujuan [Internet]. [diunduh 2014 Jun 8]. Tersedia pada: http://database.deptan.go.id /eksim/index1.asp

Khandekar RG, Dashora LK, Joshi GD, Haldankar PM, Gadre UA, Jain MC, Haldavnekar PC, Pande VS. 2006. Effect of rooting media on germination and seedling growth of nutmeg (Myristica fragrans Houtt). J Spic Aromatic Crops. 15(2):100–104.

Kuswanto H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi, dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI.

Lestari R, George E, Huyskens-Keil S. 2011. Growth and physiological responses of salak cultivars (Salacca zalacca (Gaertn) Voss) to different growing media. J Agric Sci. 3(4):261–271.

Maryani AT, Irfandri. 2008. Pengaruh skarifikasi dan pemberian giberelin terhadap perkecambahan benih tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). SAGU. 7(1):1–6.

Mistian D, Meiriani, Purba E. 2012. Renspons perkecambahan benih pinang (Areca catechu L.) terhadap berbagai skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3). J Online Agroekoteknologi. 1(1):15–25.

Murniati E, Suminar M. 2006. Pengaruh jenis media perkecambahan dan perlakuan pra perkecambahan terhadap viabilitas benih mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan hubungannya dengan sifat dormansi benih. Bul Agron. 34(2):119–123.

Parimala N, Amerjothy S. 2013. Histological and histochemical investigations of Myristica fragrans Houtt. (Myristicaceae). J Pharmacog and Phytochem. 1(5):107–112.

Prameswari D, Tata MHL. 2004. Effect of planting media on the growth of Shorea pinanga Scheff. seedlings. J Forestry Research. 1(1):25–30.

Ramadhan R. 2007. Pematahan dormansi pada tingkat kemasakan dalam upaya mempercepat perkecambahan benih pala banda (Myristica fragrans Houtt) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

17 Saleh MS, Adelina E, Murniati E, Budiarti T. 2008. Pengaruh skarifikasi dan media tumbuh terhadap viabilitas benih dan vigor kecambah aren. J Agroland. 15(3):182–190.

Sartika C. 2003. Pengaruh media semai dan perlakuan kulit biji terhadap kinerja perkecambahan palahar (Dipterocarpus retusus BL) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sumiasri N, Setyowati N. 2006. Pengaruh beberapa media pada pertumbuhan bibit eboni (Diospyros celebica Bakh) melalui perbanyakan biji. Biodiversitas. 7(3):260–263.

Sumiasri N, Priadi D, Kabinawa INK. 2010. Pertumbuhan biji palem putri (Veitchia merilli (beec) h.f. moors) pada berbagai media tumbuhan. J Agrikultura. 21(1):51–55.

Sunarlim N, Zam SI, Purwanto J. 2012. Pelukaan benih dan perendaman dengan atonik pada perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman semangka non biji (Citrullus vulgaris Schard L.). J Agroteknologi. 2(2):29–32.

Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Ed ke-5. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Pr.

(32)

18

Lampiran 1 Karakter benih pala yang berasal dari tiga lokasi yang berbeda di Provinsi Maluku

Parameter yang diamati

Sumber benih

Liliboi Toisapu Wakal

Asal wilayah sumber benih

Desa Liliboi, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah

Dusun Toisapu, Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon

Desa Wakal, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah

Bentuk benih Oval Oval Bulat

Bobot benih (g) 8.09 7.91 8.88

Diameter benih (cm) 2.22 2.22 2.37

Panjang benih (cm) 2.76 2.63 2.64

Kadar air benih (%) 33.73 41.37 42.78

(33)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Lampung Tengah pada tanggal 28 Februari 1992 dari Bapak Wartono dan Ibu Prihartati. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Penulis memiliki seorang saudara bernama Eka Wati Ning Puspita, SKep. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bandar Lampung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Sosiologi Umum pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, asisten praktikum Biologi Dasar pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, dan asisten praktikum Ilmu Tanaman Perkebunan semester genap tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi, diantaranya International Association of Student in Agriculture and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB sebagai anggota Project Department periode 2010-2012, Bina Desa BEM KM IPB sebagai anggota Departemen Pendampingan Masyarakat periode 2010-2011 dan ketua Departemen Pendampingan Masyarakat periode 2011-2012, serta Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) sebagai staff Departemen Internal periode 2012-2013.

Gambar

Gambar 1  Kecambah pala setelah 88 hari setelah tanam
Tabel 1  Rekapitulasi sidik ragam pengaruh skarifikasi fisik dan media
Tabel 2  Nilai tengah pengaruh faktor tunggal skarifikasi fisik terhadap              perkecambahan benih pala setelah 88 HST
Gambar 2  Pengukuran diameter batang dan tinggi bibit pala yang berasal dari
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada cluster masalah yang telah diolah dan dianalisa, didapatkan nilai kesepakatan dari kelima responden secara keseluruhan dengan tingkat kesepakatan W=0.36 yang menyatakan

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan informasi dari guru-guru atau pihak sekolah yakni di MAN 2 Model Pekanbaru, di dapat informasi bahwa tingkat kecemasan

Dengan dasar ini jelas bahwa bila Tergugat/Termohon pada hari yang telah ditentukan tidak hadir, meskipun ia telah dipanggil dengan sepatutnya tetapi ia tetap tidak hadir dan

Semakin lama waktu ekstraksi maka akan memberikan hasil yang diperoleh lebih besar, karena kontak antara pelarut dan bahan yang diekstraksi juga semakin lama

Dari data pada tabel 1 terlihat bahwa pada kadar NaHSO yang sama, kenaikan F/S akan mengakibatkan kenaikan kadar papain dalam ekstrak(Y) karena semakin banyak jumlah papain yang

Jika dicermati banyaknya frekuensi (f) responden, mereka yang memiliki nilai rendah, nilai sedang, dan nilai tinggi ( 5 % : 16 % : 79 % ), artinya disini siswa yang

Dari berbagai pengetahuan tentang pemanfaatan media pembelajaran tersebut, nampak bahwa guru perlu menggunakan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar agar