• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Biomassa Dan Karbon Atas Tanah Pada Tegakan Pinus Di Lahan Paska Tambang Silika Holcim Educational Forest,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Biomassa Dan Karbon Atas Tanah Pada Tegakan Pinus Di Lahan Paska Tambang Silika Holcim Educational Forest,"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN BIOMASSA DAN KARBON ATAS TANAH

PADA TEGAKAN PINUS DI LAHAN PASKA TAMBANG

SILIKA HOLCIM EDUCATIONAL FOREST

BERRY OKTAVIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Biomassa dan Karbon Atas Tanah pada Tegakan Pinus di Lahan Paska Tambang Silika Holcim Educational Forest adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Berry Oktavianto

(3)

RINGKASAN

BERRY OKTAVIANTO. Pendugaan Biomassa dan Karbon Atas Tanah pada Tegakan Pinus di Lahan Paska Tambang Silika Holcim Educational Forest, dibimbing oleh BASUKI WASIS dan SRI WILARSO BUDI R.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi biomassa, stok karbon CO2 -ekuivalen dan net O2 relase (pelepasan oksigen) tanaman, yaitu jenis tanaman (kualitas klorofil dan luas daun), umur tanaman, suhu, sinar matahari dan kualitas lahan (ketersediaan air dan nutrisi). Alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan dapat menurunkan kualitas lahan dan dapat menurunkan kemampuan tanaman dalam menyerap dan menyimpan karbon. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan reklamasi di lahan paska tambang, khususnya tambang silika, maka dilakukan pengukuran terhadap biomassa, stok karbon, CO2-ekuivalen dan pelepasan oksigen pada tanaman yang ditanam pada lahan paska kegiatan reklamasi. Data pengukuran yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan data tanaman dari jenis dan umur yang sama yang ditanam pada lahan dengan gangguan minimal (non-reklamasi).

Jenis tanaman yang diukur adalah jenis Pinus merkusii. Pengukuran dilakukan di areal bekas tambang silika Holcim Educational Forest (HEF) dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Ada dua kelas umur tegakan yang menjadi fokus penelitian, yaitu tahun tanam 2005 sebagai tegakan tua dan 2012 sebagai tegakan muda. Pendugaan biomassa dan karbon pada penelitian ini dilakukan dengan metode non-destruktif, menggunakan model alometrik dari penelitian sebelumnya dengan jenis, tipe ekosistem dan kisaran diameter yang sama. Pengukuran parameter pohon dilakukan secara sensus dan dengan metode

purposive sampling, yaitu dengan memilih tegakan yang paling mewakili secara umur dan jumlah pohon. Selain biomassa dan karbon, penelitian ini juga membandingkan kualitas lahan dengan uji fisik, kimia dan biologi tanah, serta dengan mengamati solum tanah kedua kondisi dan kelas umur.

(4)

SUMMARY

BERRY OKTAVIANTO. Above Ground Biomass and Carbon Estimation on Pine Stands in Holcim Educational Forest Post Silica Mining Area, supervised by BASUKI WASIS dan SRI WILARSO BUDI R.

There are several factors affecting plant biomass, carbon stock, CO2 -equivalent, and net O2 release, such as plant species (chlorophyll quality and leaf area), plant age, temperature, sunlight and land quality (water and nutrient availability). To estimate how much reclamation activity in post mining area has succeed in restoring plant biomass, carbon stock, CO2-equivalent, and net O2 release, especially post silica mining, a study to measure Pinus merkusii biomass, carbon stock, CO2-equivalent, and net O2 release planted in the area is undertaken. The study took place in Holcim Educational Forest (HEF) post silica mine reclamation area and Gunung Walat Education Forest (HPGW) as comparison site (non-reclamation). There are two age classes of Pinus merkusii

being studied, those planted in 2005 and 2012.

Study result shows that biomass and carbon stock of pine stand planted in 2005 on HPGW non-reclamation area are higher than on HEF reclamation area of 141.79 ton/ha and 66.64 ton/ha in comparison with 57.45 ton/ha and 27 ton/ha. The same result is also occur on net O2 release and CO2-equivalent measurement, respectively 177.71 ton/ha and 244.35 ton/ha, in comparison with 72 ton/ha, and 99.01 ton/ha. However, pine stand planted in 2012 on HEF reclamation area have higher biomass and carbon stock of 4.13 ton/ha and 1.94 ton/ha compared to pine stand planted in HPGW non-reclamation area, respectively 0.7 ton/ha and 0.33 ton/ha. CO2-equivalent and net O2-release of pine stand planted in 2012 on HEF reclamation area are also higher, of 5.18 ton/ha and 7.12 ton/ha, compared with 2012 pine stand in HPGW non-reclamation area, of 0.88 ton/ha and 1.21 ton/ha. Overall soil quality analysis result, especially macro nutrient and micro nutrient, shows that on both site and both stand ages have relatively low macro nutrient content, except for high P-available on 2005 pine stand in HPGW non reclamation, high Mg content on 2012 pine stand in HPGW non reclamation area and very high S-available content in HEF reclamation area on both age classes. Almost all micro nutrient analysis shows that on both age classes and on both area have medium micro nutrient content, except for very high Al content and very high Mn content.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

PENDUGAAN BIOMASSA DAN KARBON ATAS TANAH

PADA TEGAKAN PINUS DI LAHAN PASKA TAMBANG

SILIKA

HOLCIM EDUCATIONAL FOREST

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(7)
(8)

Judul Tesis : Pendugaan Biomassa dan Karbon Atas Tanah pada Tegakan Pinus di Lahan Paska Tambang Silika Holcim Educational Forest

Nama : Berry Oktavianto NIM : E451110101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Basuki Wasis, MS Ketua

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Silvikultur Tropika

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Biomassa, dengan judul Pendugaan Biomassa dan Karbon Atas Tanah pada Tegakan Pinus di Lahan Paska Tambang Silika Holcim Educational Forest.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Basuki Wasis dan Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R selaku pembimbing, juga kepada pihak Holcim Educational Forest dan Hutan Pendidikan Gunung Walat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan dan pengolahan data, serta penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Pinus (Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese) 5

Biomassa dan Karbon 6

Reklamasi 7

3 METODE 8

Waktu dan Tempat Penelitian 8

Alat dan Bahan 8

Metode Pengambilan Data 8

Penentuan Petak Contoh 14

Inventarisasi Tegakan 15

Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon 15

Perhitungan CO2-ekuivalen 16

Biomassa Serasah dan Tumbuhan Bawah 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Hasil 18

Pembahasan 37

5 SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 43

(11)

DAFTAR TABEL

1 Medium untuk isolasi mikroba, cendawan dan aknomicetes 12 2 Indikator kesuburan tanah tegakan pinus 2005 dan 2012 berdasarkan sifat

kimia tanah 26

3 Rataan bulk density, porositas, permeabilitas tegakan pinus 2005 dan 2012 serta kisaran ambang kritisnya menurut PP no. 150 tahun 2000, tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa 32 4 Hasil analisis jumlah mikroba tegakan pinus 2005 dan 2012 serta kisaran

ambang batas kritis menurut PP no. 150 tahun 2000, tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa 34

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Titik pengambilan contoh tanah pada penelitian 10

3 Tahapan pengambilan contoh tanah utuh menggunakan ring tanah 11

4 Tahapan prosedur pengenceran contoh tanah 13

5 Layout disain petak contoh penelitian di lapangan 15

6 Grafik hasil pendugaan biomassa, stok karbon, pelepasan O2 dan CO2

-ekuivalen tegakan pinus 2005 19

7 Grafik hasil pendugaan biomassa, stok karbon, pelepasan O2 dan CO2

-ekuivalen tegakan pinus 2012 20

8 Grafik hasil anlisis unsur hara makro tegakan pinus 2005 21 9 Grafik hasil analisis unsur hara makro tegakan pinus 2012 21 10 Grafik unsur S-tersedia pada tegakan pinus 2005 dan 2012 22 11 Grafik hasil analisa unsur hara mikro pada tegakan pinus 2005 23 12 Grafik hasil analisa unsur hara mikro pada tegakan pinus 2012 23 13 Grafik hasil analisis pH, KTK dan KB tanah pada tegakan pinus 2005 24 14 Grafik hasil analisis pH, KTK dan KB tanah tegakan pinus 2012 25 15 Grafik hasil analisis tekstur tanah tegakan pinus 2005 dan 2012 25 16 Grafik rataan hasil analisis bulk density tegakan pinus 2005 dan 2012 27 17 Grafik rataan hasil analisis porositas tanah tegakan pinus 2005 dan pinus

2012 27

18 Grafik rataan analisis kadar air (% volume) pada pF tegakan pinus 2005 dan

2012 29

19 Grafik rataan hasil analisis air tersedia tegakan pinus 2005 dan 2012 30 20 Grafik rataan hasil analisis pori drainase tanah tegakan pinus 2005 dan 2012 31 21 Grafik rataan hasil analisis permeabilitas tegakan pinus 2005 dan 2012 31 22 Grafik hasil analisis respirasi tanah tegakan pinus 2005 dan 2012 33 23 Grafik hasil analisis total mikroorganisme tanah pinus 2005 dan 2012 33 24 Grafik hasil analisis total fungi pinus 2005 dan 2012 34 25 Grafik biomassa serasah dan tumbuhan bawah pinus 2005 dan 2012 35

26 Profil tanah tegakan pinus 2005 36

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil inventarisasi tegakan pinus 2005 dan 2012 43

2 Hasil perhitungan biomassa, stok karbon, CO2-ekuivalen dan net O2

release tegakan pinus 2005 dan 2012 43

3 Hasil pengukuran biomassa serasah dan tumbuhan bawah tegakan pinus

2005 dan 2012 43

4 Hasil pengukuran suhu, kelembaban tanah dan ketinggian tempat

tegakan pinus 2005 dan 2012 44

5 Hasil analisis sifat kimia tanah 44

6 Hasil analisis sifat fisik tanah 45

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kenaikan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer bumi merupakan permasalahan dunia yang paling mengkhawatirkan saat ini. GRK terdiri dari gas-gas seperti Karbon Dioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrogen Oksida (N2O), Hidroflourokarbon (HCFC), Kloroflourokarbon (CFC) dan uap air (H2O). Sebagian besar GRK secara alami terbentuk melalui proses-proses alami seperti penguapan tubuh air di bumi (H2O), hasil respirasi hewan dan manusia (CO2), dan proses dekomposisi bahan organik (CH4) (EPA 2015).

Kehadiran GRK sangat dibutuhkan untuk mempertahankan suhu bumi agar tetap hangat. Hal ini dimungkinkan karena GRK dapat memantulkan kembali energi panas dari sinar infra merah radiasi matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi ke atmosfer kembali ke bumi, sehingga sinar infra merah terperangkap di dalam atmosfer bumi. Namun peningkatan populasi manusia dan aktivitasnya meningkatkan konsentrasi GRK hingga melebihi ambang batas.

Menurut data yang dikeluarkan Observatorium Mauna Loa di Hawaii, konsentrasi CO2 yang merupakan konsentrasi GRK paling besar setelah H2O pada pada bulan Maret 2015 adalah sebesar 401,52 ppm (Tans 2015). Jumlah ini jauh di atas ambang batas konsentrasi CO2 yang ditetapkan para peneliti Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC 2006) yaitu sebesar 350 ppm agar dapat mempertahankan kenaikan suhu rata-rata bumi di bawah 20C pada abad ke 21. Akibat tingginya konsentrasi GRK kenaikan suhu bumi akan mencapai 10C -6,40C antara tahun 1990 sampai 2100 yang pada akhirnya akan berdampak pada pemanasan global. Dampak dari pemanasan global diantaranya perubahan iklim global, mencairnya es di kutub (sehingga permukaan laut meningkat) dan punahnya beberapa spesies.

Kenaikan konsentrasi GRK oleh manusia terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil, aktivitas industri dan laju deforestasi. Food and Agricultural Organization (FAO 2007) memperkirakan laju deforestasi di Indonesia antara tahun 2000-2005 mencapai angka 1.800.000 ha per tahun atau setara dengan 300 ton emisi CO2 per Ha-nya. Laju deforestasi disebabkan oleh aktivitas pembalakan kayu, perladangan berpindah, pertanian, perkebunan dan pertambangan, sedangkan emisi GRK yang dihasilkan dari aktivitas manusia bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil (NO2 dan CO2), pembakaran limbah padat dan kayu (CO2), industri pertambangan batu bara, gas alam, minyak bumi, dan peternakan (CH4), pertanian (NO2), industri alumunium, busa, dan pendingin (CFC dan HCFC).

(14)

Kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan paska aktivitas pertambangan diharapkan dapat mengurangi emisi gas buang secara langsung dari penyerapan CO2 tanaman dan secara tidak langsung dengan mengurangi laju deforestasi melalui penanaman kembali lahan paska tambang dengan tanaman hutan. Dalam metabolismenya, tanaman berklorofil dengan bantuan energi sinar matahari dan asupan air (H2O), menyerap karbon dan melepas oksigen melalui proses fotosintesis. Karbon (CO2) yang diserap melalui fotosintesis akan diubah menjadi makanan (Karbohidrat) yang dipakai untuk energi respirasi dan pertumbuhan, sedangkan sisanya disimpan dalam bentuk biomassa tanaman.

Biomassa dan kandungan karbon tanaman dipengaruhi beberapa faktor, terutama jenis tanaman dan kualitas lahan. Alih fungsi lahan hutan menjadi peruntukan yang bernilai ekonomi lebih tinggi tidak hanya menyebabkan berkurangnya tutupan lahan hutan, akan tetapi alih fungsi lahan hutan seperti pertanian ekstensif, perkebunan dan pertambangan juga dapat menurunkan kualitas lahan dan pada akhirnya akan menurunkan kemampuan tanaman dalam menyerap dan menyimpan karbon.

Untuk mengetahui pengaruh kegiatan reklamasi, revegetasi dan ameliorasi tanah perlu dilakukan pengukuran terhadap biomassa dan kandungan karbon pada tanaman yang di tanam pada lahan paska kegiatan reklamasi, revegetasi dan ameliorasi tanah. Data yang diperoleh dari pengukuran tersebut kemudian akan dibandingkan dengan biomassa dan kandungan karbon tanaman dengan jenis dan umur yang sama yang ditanam pada lahan dengan gangguan minimal, seperti hutan tanaman dan hutan alam, sehingga didapatkan gambaran atau perbandingan biomassa dan kandungan karbon pada tanaman yang tumbuh di kedua kondisi yang berbeda tersebut.

Biomassa total tanaman merupakan bobot hidup kering tanur seluruh bagian tanaman (batang, daun, cabang, ranting, buah dan akar) atau bobot total tanaman setelah dikurangi kadar airnya. Biomassa tanaman dan cadangan karbon dapat dihitung dengan citra satelit atau melalui pengukuran langsung di lapangan. Biomassa dan cadangan karbon berdasarkan pengukuran di lapangan terbagi atas biomassa di atas tanah (batang, cabang, ranting, daun dan buah), dan biomassa di bawah tanah (akar, sisa kayu mati, serasah dan tanah).

(15)

Perumusan Masalah

Ada banyak faktor yang mempengaruhi biomassa dan stok karbon tanaman Pinus yang juga mempengaruhi pelepasan oksigen dan CO2-ekuivalen, yaitu jenis tanaman (kualitas klorofil dan luas daun), umur tanaman, suhu, sinar matahari dan kualitas lahan (ketersediaan air dan nutrisi). Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah biomassa dan stok karbon tanaman Pinus yang tumbuh di areal reklamasi sebaik biomassa dan stok karbon areal non-reklamasi (dengan jenis dan umur yang sama),

2. Apakah pelepasan oksigen dan CO2-ekuivalen tanaman Pinus yang tumbuh di areal reklamasi sebaik tanaman Pinus yang tumbuh di areal non-reklamasi (dengan jenis dan umur yang sama),

3. Apa saja yang mempengaruhi kualitas tanah reklamasi dan tanah non-reklamasi dengan cara membandingkan hasil analisis tanah (fisika, kimia, dan biologi) di kedua tempat.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1 Membandingkan biomassa dan stok karbon Pinus merkusii yang tumbuh di areal reklamasi dengan yang tumbuh di areal non-reklamasi,

2 Membandingkan pelepasan oksigen dan CO2-ekuivalen Pinus merkusii yang tumbuh di areal reklamasi dengan yang tumbuh di areal non-reklamasi,

3 Menganalisis perbedaan kualitas tanah (kimia, fisika dan biologi) pada tanah tegakan pinus di lahan reklamasi dan non-reklamasi.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan informasi mengenai biomassa, stok karbon, pelepasan oksigen dan CO2-equivalen tegakan Pinus, baik yang ditanam di areal reklamasi HEF, maupun di areal non-reklamasi HPGW.

2. Memberikan informasi mengenai keadaan tanah, baik sifat fisik, kimia dan biologi pada tegakan Pinus di areal reklamasi HEF maupun di areal non-reklamasi HPGW.

3. Memberikan masukan untuk perbaikan kualitas lahan, sebagai pertimbangan perlakuan dalam meningkatkan produksi biomassa, stok karbon, pelepasan oksigen dan CO2-ekuivalen tanaman Pinus yang di tanam di areal reklamasi HEF dan areal non-reklamasi HPGW.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

(16)

2. Kajian biomassa, stok karbon, pelepasan O2 dan CO2-ekuivalen tegakan Pinus di areal lahan reklamasi HEF, Desa Sekarwangi, Cibadak, Sukabumi.

3. Analisis keterkaitan antara kualitas lahan dengan biomassa, stok karbon dan produksi oksigen tanaman Pinus merkusii di lahan reklamasi HEF, Desa Sekarwangi, Cibadak, Sukabumi.

Kerangka Pemikiran

Biomassa, stok karbon, dan produksi oksigen tanaman dipengaruhi beberapa faktor antara lain, jenis tanaman (kualitas klorofil dan luas daun), umur tanaman, suhu, cahaya matahari dan kualitas lahan (ketersediaan air dan nutrisi). Alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan dapat menyebabkan kualitas lahan dan akhirnya menurunkan produktifitas biomassa, stok karbon, dan produksi oksigen tanaman. Untuk mengetahui pengaruh kualitas lahan terhadap kualitas biomassa, stok karbon, dan produksi oksigen tanaman, khususnya Pinus merkusii, maka pengukuran terhadap parameter tersebut dilakukan. Sebagai perbandingan, pengukuran biomassa, stok karbon,pelepasan oksigen dan CO2-ekuivalen tanaman Pinus merkusii juga dilakukan di areal non-reklamasi, sebagai acuan kondisi lahan yang minim gangguan. Penelitian juga dilakukan di dua umur tegakan, yaitu Pinus dengan tahun tanam 2005 dan 2012. Hal ini untuk mengetahui pengaruh umur tegakan dengan kualitas biomassa, stok karbon dan produksi oksigen. Kerangka pikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

(17)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pinus (Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese)

Pinus merkusii bersinonim dengan Pinus sumatrana Junghuhn dan Pinus merkusiana. Pinus di Indonesia memiliki beberapa nama lokal seperti tusam, damar batu, damar bunga, uyam (Aceh, Sumatra). Nama lokal pinus di negara lain yaitu merkus pine, mindoro pine, sumatran pine (Inggris), tapulau (Filipina), son-song-bai, son-haang-maa, kai-plueak-dam (Thailand), thoong nhuwja, thoong hai (Vietnam).

Penyebaran pinus mulai dari bagian timur Burma, Indo-cina, Cina Selatan, Thailand Utara, Filipina (Mindoro, Luzon Selatan), Sumatera (Aceh, Tapanuli, Gunung Kerinci), dan biasa ditanam di Asia Tenggara. Kegunaan dari pinus adalah kayunya yang serba guna, baik untuk kayu pertukangan, lantai kayu (parket), maupun bahan baku pembuatan perahu karena sifat kayunya yang awet dan berbobot. pinus juga dapat menghasilkan Oleoresin yang biasanya dihasilkan dari hutan tanaman pinus. Pohon pinus juga dapat digunakan sebagai pohon pelindung dari alang-alang, karena dapat menghalangi sinar matahari dengan baik.

Pohon pinus termasuk pohon yang dapat tumbuh besar, pohon ini dapat tumbuh sampai 50 m bahkan pada kondisi optimal dapat mencapai 70 m. Memiliki ciri batang yang lurus dan silindris, bebas cabang sampai ketinggian 15-25 m. tetapi kaku dengan panjang helai daun 16-25 cm, dan memiliki sarung pada pangkal helai daun jarum yang cukup kuat. Buah pinus jumlahnya satu hingga sepasang, bersisik tebal, berbentuk silindris dengan panjang 5-11 cm, buah setelah merekah akan menjadi 2 kali lebih tebal dan semakin oval, umumnya pada fase ini akan jatuh dari pohonnya. Buah akan merekah, membuka lebar secara tetragonal. Biji berukuran kecil dengan sayap yang mudah gugur, memiliki panjang 2.5 cm.

Pinus merkusii daratan Asia dan Filipina sedikit berbeda dengan Sumatera. Pinus Sumatera memiliki fase rumput, yaitu menyerupai rumput sewaktu semai, daun jarum sedikit lebih panjang, buah lebih tidak silindris dan bijinya dua kali lebih berat. Pinus merkusii umumnya ditemukan di Sumatera Utara pada ketinggian 2000 m dpl. Pohon ini merupakan Pinus yang tumbuh di bagian paling selatan bumi dan satu-satunya jenis pinus yang memiliki distribusi alami di bagian paling selatan bumi (Soerianegara & Lemmens 1993).

Taksonomi Pinus digolongkan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Viridaeplantae (tumbuhan hijau) Infrakingdom : Streptophyta (tumbuhan darat) Divisi : Tracheophyta (berpembuluh)

(18)

Kelas : Pinopsida (konifer)

Biomassa adalah total berat kering dari bahan organik yang dinyatakan dalam satuan berat, kilogram ataupun ton. Biomassa dapat dibagi dua bagian, yaitu biomassa pohon bagian atas atau biomassa atas tanah yang merupakan total berat kering tanur bagian pohon di atas permukaan tanah meliputi batang, kulit, cabang, ranting daun, bunga dan buah, sedangkan biomassa pohon bagian bawah atau biomassa bawah tanah adalah total berat kering tanur bagian pohon di bawah permukaan tanah yang meliputi akar pohon (Krisnawati et al. 2012).

Menurut Brown (1997), biomassa dapat diartikan sebagai jumlah total kering tanur bahan organik hidup di atas permukaan pada pohon yang dinyatakan dalam ton per satuan luas. Biomassa hutan didefinisikan sebagai jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering oven per satuan area (ton/unit area) (Wibowo et al. 2010).

Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool atau kantong karbon yang diperhitungkan setidaknya ada empat kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah (Sutaryo 2009).

 Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.

 Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

 Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak

Menurut Hairiah et al. (2011), ada empat tahap pengukuran di hutan dan lahan pertanian yaitu:

(19)

2. Mengukur volume dan biomassa semua tanaman dan kayu mati yang ada pada suatu luasan lahan,

3. Mengukur kadar total karbon tanaman di laboratorium,

4. Menaksir kandungan karbon tersimpan pada lahan yang bersangkutan berdasarkan tahap 1 -3.

Pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu:

1. Metode non destruktif. Metode ini dapat diterapkan jika jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus alometriknya maupun dengan menggunakan citra satelit,

2. Metode destruktif. Metode ini dilakukan terutama pada jenis-jenis yang belum diketahui persamaan alometriknya. Metode destruktif dilakukan dengan menebang pohon contoh dan mengukur diameter, panjang serta berat massanya.

Model alometrik biomassa pohon umumnya disajikan dalam bentuk fungsi pangkat (Krisnawati et al. 2012):

Keterangan:

X = peubah bebas (Dbh, atau kombinasi dari Dbh dan tinggi),

Y = peubah tak bebas (biomassa)

a = koefisien model alometrik,

b = exponen model alometrik

Reklamasi

Reklamasi menurut Lamb dan Gilmour (2003), adalah pemulihan produktivitas pada suatu lahan terdegradasi. Hal ini tidak serta merta mengembalikan keragaman hayati. Pada umumnya kegiatan reklamasi justru menggunakan jenis pohon eksotis atau jenis-jenis monokultur. Tanaman asli tidak ditanam kembali dan hamparan keberagaman hayati jarang terjadi. Reklamasi bertujuan untuk menghadirkan keuntungan bagi sosial dan ekonomi sekitar dan juga pengembalian fungsi lindung serta banyak jasa ekologi lainnya, termasuk peningkatan terhadap perlindungan DAS.

(20)

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2014 sampai dengan Maret 2015. Penelitian ini dilakukan pada tegakan Pinus milik PT Holcim Tbk. atau sekarang dikenal dengan Holcim Educational Forest (HEF) yang berada di wilayah Kampung Tanjung Sari, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat, seluas 74,46 Ha. Secara geografis kawasan HEF terletak pada koordinat 6º54’55”LS – 106º46’39”BT. Jenis-jenis tanaman yang ditanam di areal HEF antara lain Pinus, Karet, Trembesi, Beringin, Gmelina dan Kaliandra, akan tetapi jenis paling banyak adalah Pinus merkusii yang ditanam pada tahun 2005 dan 2012 dengan keseluruhan areal yang sudah ditanam adalah seluas 16,72 Ha.

Pengukuran biomassa areal non-reklamasi dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Lokasi ini berbatasan dengan 4 desa, di Utara berbatasan dengan Desa Batununggul dan Desa Sekarwangi, sebelah Timur dengan Desa Cicantayan dan Cijati, Selatan dengan Desa Hegarmanah dan sebelah Barat dengan Desa Hegarmanah. Secara geografis terletak antara 6o54’23” - 6o55’35” LS dan 106o48’27”- 106o50’29” BT Pengukuran biomassa serasah, tumbuhan bawah, dan berat jenis dilakukan di Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Analisis sifat fisik, kimia dan biologi tanah di lakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Analisis respirasi tanah dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh cabang pohon dari tegakan Pinus, dan contoh tanah dari setiap petak contoh.

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain; kompas, haga hypsometer,

altimeter, clinometer, termo-hygrometer, ring tanah, pita ukur, meteran 50 m, patok, golok, cangkul, sekop kecil, tali rafia, tally sheet, clipboard, trash bag (kantong sampah), kantong plastik 2 kg dan 5 kg, timbangan digital, GPS, oven, penggaris, kaliper, galah ukur 1,5 m, kamera, label dan alat tulis.

Metode Pengambilan Data

Pengumpulan Data Sekunder

Data-data penunjang seperti curah hujan harian, suhu dan kelembaban harian diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (Stasiun Klimatologi Dramaga). Data-data penunjang lain seperti tahun tanam, diperoleh dari pusat informasi HEF dan Kantor HPGW.

Pengumpulan Data Primer

1. Pengambilan data pohon

(21)

tanaman tua merupakan pinus dengan tahun tanam 2004-2005 sedangkan yang termasuk tanaman muda yaitu pinus dengan tahun tanam antara 2012-2013. Parameter yang diukur antara lain; tinggi total, tinggi bebas cabang (untuk tanaman tua), diameter setinggi dada (1,3 m dari tanah untuk tanaman tua), diameter 2 cm di atas tanah (untuk tanaman muda atau berdiameter < 20 cm), selain itu contoh cabang dari tiap tegakan juga diambil untuk ditimbang berat basah dan berat keringnya (untuk perhitungan berat jenis). Selain pengukuran pohon juga dibuat petak contoh berukuran 1 m x 1 m pada tiap kelas umur di kedua lokasi untuk menghitung biomassa serasah, dan tumbuhan bawah.

Pengambilan data pohon dilakukan dengan cara sensus dan menggunakan metode purposive sampling. Untuk tegakan pinus HEF yang ditanam tahun 2005 dilakukan sensus. Bentuk dan ukuran petak ukur disesuaikan dengan batas ujung tajuk dari pohon paling pinggir yang ada di areal yang akan diukur sedangkan pada pengukuran tegakan pinus tahun tanam 2005 di HPGW bentuk dan ukuran petak disesuaikan dengan petak ukur yang dibuat di HEF yang dipilih secara subjektif menggunakan metode purposive sampling (yang dianggap paling mewakili dalam segi umur dan jumlah pohon). Sebaliknya untuk pengukuran tegakan Pinus tahun tanam 2012 di HPGW dilakukan sensus, sedangkan petak ukur untuk tegakan Pinus tahun tanam 2012 di HEF bentuk dan ukuran menyesuaikan dengan petak ukur yang dibuat di tegakan Pinus HPGW tahun tanam 2012 dengan metode purposive sampling (dianggap paling mewakili dalam segi umur dan jumlah pohon).

Data tersebut diolah untuk kemudian dihitung volume pohon, biomassa pohon, stok karbon pohon, dan potensi oksigen pohon. Biomassa serasah dan tumbuhan bawah juga diukur. Pengambilan contoh serasah dan tumbuhan bawah menggunakan petak 1 x 1 m yang juga dipilih secara purposive sampling. Pada setiap ujung dan tengah petak akan di tandai dengan GPS dan dibuat waypoint untuk pembuatan peta penelitian.

2. Pengambilan contoh tanah untuk analisis fisika, kimia dan biologi tanah

Untuk menentukan kandungan hara tanah mineral dan analisis biologi tanah, diambil contoh tanah terganggu pada lapisan tanah atas, yaitu pada kedalaman 0 – 20 cm. Pertimbangan menggunakan kedalaman tersebut karena lebih mudah dilakukan dan dapat dibandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang sudah dilakukan.

Untuk mendapatkan contoh yang dapat mewakili dari seluruh area, contoh tanah yang diambil merupakan hasil komposit yang diambil secara dengan metode

purposive sampling (keempat ujung petak ukur dan tengah petak). Contoh tanah diambil masing-masing sebanyak 2 kg berat basah (kondisi tanah segar) dan kemudian diuji di Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB untuk analisis kimia dan biologi tanah. Khusus untuk respirasi tanah pengujian di lakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan IPB.

(22)

dengan aktivitas jasad renik tanah. Untuk analisis fisika tanah, contoh tanah yang diambil adalah contoh tanah utuh menggunakan ring tanah, yang kemudian dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Pengambilan contoh tanah utuh juga dilakukan secara purposive di empat ujung petak dan tengah-tengah petak ukur. Parameter fisika tanah yang dianalisis antara lain; bulk density, kadar air pada berbagai pF, pori drainase, % porositas, % air tersedia, dan permeabilitas. Pada setiap titik pengambilan tanah akan ditandai juga dengan GPS.

Prosedur Pengambilan Contoh Tanah

Alat dan bahan: sekop atau sendok tanah, kantong plastik contoh, golok, kertas/karton label, ring tanah dan spidol permanen. Pengambilan contoh tanah tidak utuh untuk analisis sifat kimia dan biologi tanah pada penelitian ini menggunakan metode komposit. Cara pengambilan contoh tanah ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran umum berbagai atribut mikroba, fungi dan respirasi tanah pada areal yang relatif homogen. Contoh tanah komposit merupakan campuran dari setiap titik pengambilan contoh tanah secara diagonal (Gambar 2). Pemilihan titik contoh tanah dilakuan secara purposive sampling, dimana letak titik pengambilan contoh dianggap paling mewakili keadaan tanah pada petak contoh penelitian (Balittanah 2007).

Gambar 2 Titik pengambilan contoh tanah pada penelitian

(23)

Pada analisis sifat fisik tanah, contoh tanah yang diambil adalah contoh tanah utuh menggunakan ring tanah. Titik pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Gambar 2. Metode yang digunakan adalah dengan pengambilan contoh tanah secara sistematis (Balittanah 2007). Sampel yang diambil sebanyak lima sampel untuk setiap petak contoh penelitian. Tahapan pengambilan contoh tanah utuh menggunakan ring tanah untuk analisis sifat fisika tanah dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan pengambilan contoh tanah utuh menggunakan ring tanah (sumber: Balittanah 2006)

Metode Analisis Biologi Tanah

Teknik yang digunakan untuk menghitung total mikroba dan fungi tanah adalah metode agar cawan. Metode agar cawan biasa disebut juga cawan pengenceran (dilution-plate atau dilution-count). Prinsip dasar metode cawan pengenceran adalah tiap sel mikroba atau fungi yang hidup dalam suspensi tanah akan berkembang dan membentuk suatu koloni dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Asumsi utama dari metode agar cawan ini adalah penyebaran contoh merata, medium tumbuh cocok dengan mikroba atau fungi, dan tidak ada interaksi antara mikroba pada medium. Hitungan total yang diperoleh menunjukkan jumlah sel yang berkembang pada medium yang dipakai pada kondisi inkubasi tertentu.

Untuk menumbuhkan mikroba atau fungi hasil pengenceran di dalam cawan Petri dapat dilakukan dengan metode sebar (spread plate count) atau metode tuang (pour plate count). Metode tuang dilakukan dengan cara menuang 20 ml medium steril dengan suhu kira-kira 45-500C di atas 1 ml inokulum yang sudah dimasukkan ke dalam cawan Petri steril. Selanjutnya cawan Petri tersebut digoyang berputar dengan tangan di atas permukaan meja, lalu didinginkan biar agar menjadi beku.

(24)

Tabel 1 Medium untuk isolasi mikroba, cendawan dan aknomicetes.

- Medium nutrien agar (NA)

Timbang 31 g nutrien agar dan masukkan ke dalam 1 L akuades. Sterilisasi medium dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 0,1 Mpa selama 15 menit. Tambahkan 50 ml larutan siklo-heksamida (67 mg per 100 ml H2O) yang telah disterilisasi dengan filter ukuran 0,2 µm ke medium steril yang bersuhu 60oC. Selanjutnya tuang ke cawan Petri.

- Medium peptonized milk-actidione agar (PMA)

Timbang 1 g peptonized milk, 15 g agar, dan 0,1 g antifungal (antibiotik

actidione). Sterilisasi medium dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 0,1 Mpa selama 15 menit.

- Ekstrak tanah

Aduk 1 kg tanah dengan 1,5 L akuades. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 0,1 MPa selama 15 menit. Setelah dingin, saring supernatan dengan filter yang dimasukkan ke dalam corong. Bila larutan tanah dengan cara ini sukar diperoleh, masukkan suspensi tanah yang keruh tersebut ke dalam labu Erlenmeyer. Simpan di dalam lemari es pada suhu 4oC selama satu malam. Larutan jernih merupakan larutan tanah.

- Medium agar ekstrak tanah

Masukkan 20 g agar; 0,5 g K2HPO4; dan 0,1 g dekstrosa ke dalam 1 L ekstrak tanah. Sesuaikan pH larutan antara pH 6,8-7,0 dengan HCl atau NaOH encer. Kemudian sterilisasi medium dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 0,1 MPa selama15 menit.

- Medium rose bengal–streptomycin agar

Timbang 10 g glukosa; 5 pepton; 1 g K2HPO4; 0,05 g MgSO4. 7H2O; 0,033 g rose bengal; 15 g agar dan masukkan ke dalam 1 L akuades. Sterilisasi medium dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 0,1 MPa selama 15 menit. Tambahkan 0,2 µL streptomisin (disterilisasi dengan filter) ke dalam medium yang sudah steril dan pada suhu 60oC.

- Medium rose bengal-malt extract agar

(25)

rose bengal (1 per 15.000); 20 g agar dan masukkan ke dalam 1 L akuades pH 6,0– 6,2. Sterilisasi medium dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 0,1 MPa selama 15 menit.

- Medium humic acid-vitamin agar (HV agar)

Timbang 1 g asam humik acid; 0,02 g CaCO3; 0,01 g FeSO4. 7H2O; 1,71 g KCl; 0,05 g MgSO4.7H2O; 0,5 g Na2HPO4; 50 g siklohesamida; 20 g agar dan masukkan ke dalam 1 L akuades pH 7,2. Sterilisasi medium dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 0,1 MPa selama 15 menit. Tambahkan 5 ml vitamin B dan 20 ppm asam nalidixic ke dalam medium steril.

Prosedur Pengenceran contoh tanah.

- Timbang 10 g tanah dan masukkan ke dalam botol bertutup yang berisi 95 ml larutan NaCl 0,85% dan satu tetes Tween 80 steril (Beberapa buku manual menggunakan 90 ml larutan pengencer). Beberapa metode pengenceran menggunakan 0,1% pepton sebagai pengencer. Catat berat tanah. Kocok selama 2 menit, beri label pada botol pengenceran 10-1. Setelah dikocok, pindahkan 1 ml larutan tanah ke tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan NaCl steril. Kocok dengan vortex, dan beri label pengenceran 10-2. Gunakan pipet yang baru pada setiap pemindahan 1 ml larutan. Pengenceran dilakukan sampai pada pengenceran 10-7

(26)

Penyebaran (plating) mikroba

- Pipet 0,1 ml larutan tanah pada pengenceran serial 10-4-10-7(bakteri), 10-2-10-5 (cendawan), dan 10-3-10-6 (aktinomisetes) dan teteskan di bagian tengah cawan Petri pada permukaan agar. Setiap pengenceran diulang dua kali (duplo). Pemindahan dimulai dari pengenceran 10-7. Selanjutnya sebar dengan batang penyebar steril (celupkan batang penyebar dalam etanol dan bakar, setelah diperkirakan dingin baru digunakan). Beri label di bagian pinggir tiap cawan Petri (gunakan kode singkatan pengenceran). Inkubasi cawan Petri pada posisi terbalik selama 3-4 hari (bakteri), 5-7 hari (cendawan), dan 10-12 hari (aktinomisetes) pada suhu 25oC. Lakukan semua proses pengenceran dan penyebaran secara aseptis.

Penghitungan koloni.

- Bakteri dihitung hanya dari cawan Petri yang mempunyai 30-300 koloni, cendawan 10-100 koloni, dan aktinomisetes 30-300 koloni.

Perhitungan

Keterangan:

fp = faktor pengenceran pada cawan Petri yang koloninya dihitung

bk = berat kering contoh tanah (g) = berat basah x (1 – kadar air) (Balittanah 2007)

3. Pengamatan solum tanah

Pengamatan solum tanah dilakukan di kedua lokasi penelitian (HEF dan HPGW di kedua kelas umur) dengan menggali tanah berukuran 2 m x 2 m dan mengamati solum dari kedua lokasi. Solum tanah kemudian dicatat ciri-cirinya dan didokumentasi dengan kamera.

Penentuan Petak Contoh

(27)

Gambar 5 Layout disain petak contoh penelitian di lapangan.

Inventarisasi Tegakan

Inventarisasi tegakan dilakukan dengan mencatat lokasi, jenis pohon dan kelas umur pohon pada tiap lembar tally sheet, tinggi bebas cabang (khusus untuk tegakan tua), tinggi total, dan dbh (diameter at breast height) untuk tegakan tua atau diameter 2 cm diatas tanah untuk tanaman pada tingkatan pancang dan semai. Khusus untuk tingkatan pancang dan semai Pinus, tinggi total diukur hanya sebatas batang kayu tertinggi, sedangkan ekor tupai yang merupakan daun Pinus yang tegak keatas tidak diukur. Kriteria masing-masing tingkatan untuk semai, pancang, tiang dan pohon mengacu pada klasifikasi menurut Soerianegara dan Indrawan (2005). Definisi pohon adalah tanaman berkayu berdiameter ≥ 20 cm, tingkatan tiang adalah tanaman berkayu dengan diameter 10 cm ≥ 20 cm, tingkatan pancang adalah tanaman berkayu berdiameter 2 cm ≥ 10 cm dan tingkatan semai adalah tanaman berkayu berukuran ≤ 2 cm.

Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon

Pendugaan biomassa dan stok karbon tanaman mengacu pada Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia dari BALITBANG Kehutanan (Kemenhut 2013). Tahapan prosedur pendugaan biomassa dan stok karbon dilakukan dengan langkah berikut:

1. Persiapan,

(28)

Volume pohon dihitung dengan pendekatan diameter (diameter at breast height (Dbh) atau diameter 2 cm diatas tanah), tinggi total dan angka bentuk dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

V = Volume (m3) Π = 3,14

Dbh = Diameter Setinggi Dada (cm)/ Diameter 2 cm diatas permukaan tanah. H = Tinggi Total (m)

F = Angka Bentuk (0,6)

Model alometrik biomassa pohon yang dipilih adalah model alometrik dengan jenis tanaman, dan tipe ekosistem yang sama serta berada dalam kisaran diameter yang ditentukan. Rumus yang digunakan untuk pendugaan biomassa adalah model alometrik untuk jenis Pinus merkusii di tipe ekosistem hutan tanaman dengan kisaran diameter 0,4-44 cm (Siregar 2007 dalam Krisnawati et al. 2012):

BBA = 0.0936 D1.9834 Keterangan:

BBA = Biomassa Bagian Atas

D = Dbh atau diameter 2 cm diatas tanah

Untuk perhitungan stok karbon pohon digunakan rumus konversi biomassa yang dikeluarkan IPCC (2006) sebagai berikut:

Keterangan:

C = Karbon B = Biomassa

Perhitungan CO2-ekuivalen

Penghitungan CO2– ekuivalen menggunakan perbandingan massa atom relatif C (12) dengan massa molekul relatif CO2 (44), dirumuskan dengan (Kemenhut 2013):

CO2 – ekuivalen = (44/12) x Stok Karbon

Perhitungan pelepasan oksigen (net O2 release) didasarkan pada jumlah oksigen yang dihasilkan selama fotosintesis dikurangi dengan jumlah oksigen terpakai selama respirasi tanaman. Jumlah produksi oksigen dapat diduga dari sekuistrasi karbon berdasarkan berat atom (Ross & Salisbury 1978):

⁄ Keterangan:

(29)

Biomassa Serasah dan Tumbuhan Bawah

Pengukuran biomassa serasah dan tumbuhan bawah diukur dengan memungut serasah pada sub petak 1 x 1 m dan ditimbang berat basahnya di lapangan. Setelah itu serasah dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label untuk kemudian dibawa ke laboratorium guna menghitung berat keringnya dengan mengoven serasah dengan suhu 800C selama 48 jam. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah dilakukan setelah sub petak bersih dari serasah. Tumbuhan bawah yang ada di sub petak 1 x 1 m ditimbang berat basahnya di lapangan dan seperti halnya serasah, tumbuhan bawah yang dipanen dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label untuk kemudian dibawa ke laboratorium guna menghitung berat keringnya dengan mengoven serasah dengan suhu 800C selama 48 jam. Biomassa serasah dan tumbuhan bawah didapat dengan mengurangi berat basah dengan berat keringnya. Konversi biomassa serasah dihitung menggunakan rumus (Hairiah & Rahayu 2007):

Keterangan:

(30)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pendugaan biomassa dan stok karbon pada penelitian ini merupakan hasil dari pendekatan dari diameter (dbh atau diameter pangkal 2 cm dari permukaan tanah). Jumlah pohon yang disensus pada tegakan pinus dengan tahun tanam 2005 pada areal reklamasi HEF berjumlah 58 pohon, dengan luasan petak 0,0567 ha, sedangkan pengukuran yang dilakukan pada tegakan Pinus dengan tahun tanam 2005 di areal non-reklamasi HPGW menggunakan purposive sampling dengan luasan yang sama dan dengan jumlah pohon 38 batang.

Pendugaan biomassa, stok karbon, CO2-ekuivalen dan pelepasan oksigentegakan Pinus merkusii yang ditanam pada tahun 2012 di areal non-reklamasi HPGW dilakukan secara sensus dengan luasan 1,5 ha dan jumlah pohon 915 batang, sedangkan pada areal reklamasi HEF hanya berjumlah 665 batang dengan luasan yang sama. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jarak tanam di kedua tempat dan banyaknya pohon yang mati pada petak contoh purposive di areal reklamasi HEF.

Dari data-data tersebut, biomassa diduga menggunakan model alometrik dari penelitian sebelumnya, dengan jenis yang sama, tipe ekosistem yang sama dan berada pada kisaran diameter yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siregar (2007), sesuai dengan pedoman pendugaan biomassa dari BALITBANG Kehutanan (Kemenhut 2013). Model alometrik yang terpilih hanya menggunakan parameter diameter (BBA = 0.0936.D2.4323), sehingga hanya diameter yang dipakai pada pendugaan biomassa. Selanjutnya nilai stok karbon dihitung dengan rumus default konversi stok karbon dari biomassa pohon berdasarkan pedoman IPCC (2006), dimana stok karbon dihitung dengan rumus C = 0,47 x Biomassa.

Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Tegakan Pinus

(31)

Gambar 6 Grafik hasil pendugaan biomassa, stok karbon, pelepasan O2 dan CO2-ekuivalentegakan pinus 2005.

Pada pendugaan biomassa dan stok karbon tegakan pinus yang ditanam tahun 2012, data menunjukkan bahwa tegakan pinus tahun tanam 2012 di areal reklamasi HEF memiliki biomassa dan stok karbon yang lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan pinus tahun tanam 2012 di areal non-reklamasi HPGW, yaitu 4,13 ton/ha dan 1,94 ton/ha, sedangkan biomassa dan stok karbon tegakan pinus tahun tanam 2012 di areal non-reklamasi HPGW hanya sebesar 0,7 ton/ha dan 0.33 ton/ha. Perhitungan pelepasan oksigen dan CO2-ekuivalen pada tegakan pinus yang ditanam tahun 2012 di areal reklamasi HEF juga lebih besar bila dibandingkan dengan pelepasan oksigen dan CO2-ekuivalen tegakan pinus yang ditanam tahun 2012 di areal non-reklamasi HPGW, berturut-turut 5,18 ton/ha dan 7,12 ton/ha berbanding 0,88 ton/ha dan 1,21 ton/ha. Perbandingan hasil pendugaan biomassa, perhitungan stok karbon, pelepasan oksigen dan CO2-ekuvalen tegakan pinus yang ditanam tahun 2012 di kedua tempat dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 7.

(32)

Gambar 7 Grafik hasil pendugaan biomassa, stok karbon, pelepasan O2 dan CO2-ekuivalen tegakan pinus 2012.

Analisis Sifat Kimia Tanah

a. Unsur Makro

Hasil analisis sifat kimia tanah, terutama pada unsur makro, menunjukkan bahwa unsur hara makro di tanah tegakan Pinus yang ditanam tahun 2005 di areal reklamasi HEF memiliki unsur C-organik, N-total, Ca, Mg, dan S-tersedia yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tegakan Pinus yang di tanam tahun 2005 di areal non-reklamasi HPGW, berturut-turut 2,36 %; 0,15 %; 0,96 me/100 g; 0,92 me/100 g; dan 383,40 ppm berbanding 2,28 %; 0,13 %; 0,76 me/100 g; 0,75 me/100 g; dan 37,40 ppm. Sebaliknya unsur P-tersedia di tanah tegakan Pinus yang ditanam tahun 2005 di areal non-reklamasi HPGW memiliki hasil analisis lebih tinggi bila dibandingkan dengan tegakan Pinus yang ditanam tahun 2005 di areal reklamasi HEF, yaitu 7,30 ppm berbanding 11,60 ppm, sedangkan unsur H dan K di kedua tempat memiliki nilai yang sama yaitu 0,32 me/100 g dan 0,19 ppm. Untuk menggambarkan perbandingan unsur hara makro di kedua tempat, grafik analisis unsur hara makro (kecuali unsur S) disajikan pada Gambar 8.

(33)

Gambar 8 Grafik hasil analisis unsur hara makro tegakan pinus 2005.

Analisis unsur hara makro pada tegakan pinus 2012 menunjukkan bahwa hampir semua unsur makro yang dianalisis, baik C-organik, N-total, P-tersedia, Ca, Mg, dan K nilainya lebih tinggi pada tegakan pinus 2012 HPGW dibandingkan tegakan pinus 2012 HEF, terkecuali pada unsur H dan unsur S yang lebih tinggi di areal reklamasi HEF tegakan pinus 2012. Hasil analisis C-organik, N-total, P-tersedia, Ca, Mg, dan K pada tegakan pinus 2012 HPGW berturut-turut 2,56 %; 0,18 %; 4,3 ppm; 8,74 me/100 g; 2,08 me/100 g; dan 0,29 me/100 g; sedangkan pada tegakan pinus 2012 HEF yaitu 0,43 %; 0,04 %; 3,3 ppm; 0,65 me/100 g; 0,37me/100 g; dan 0,15me/100 g.

Unsur H dan S dari hasil analisis pada tegakan pinus 2012 di areal reklamasi HEF sebesar 0,36 me/100 g dan 403,9 ppm; sedangkan pada tegakan pinus 2012 di hutan tanaman HPGW sebesar 0,24 me/100 g dan 39,4 ppm. Hasil analisis unsur makro ini akan disajikan dalam bentuk grafik (kecuali unsur S) pada Gambar 9.

Gambar 9 Grafik hasil analisis unsur hara makro tegakan pinus 2012. 2.36

(34)

Berdasarkan hasil analisis, unsur S pada tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF nilainya sangat tinggi, untuk itu penyajian grafik untuk unsur S akan disajikan secara terpisah agar memudahkan dalam membandingkan besaran unsur S di kedua tempat. Unsur S pada tegakan pinus 2005 mencapai 383,4 ppm, jauh di atas unsur S pada tegakan pinus 2005 HPGW yang hanya 37,4 ppm atau lebih dari 10 kali jumlah unsur S di tegakan pinus 2005 HPGW. Begitu juga pada tegakan pinus 2012, unsur S di areal reklamasi HEF mencapai 403,9 ppm, sedangkan di HPGW sebesar 39,4 ppm. Hasil analisis unsur S-tersedia pada tegakan pinus 2005 dan tegakan pinus 2012 di kedua tempat disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik unsur S-tersedia pada tegakan pinus 2005 dan 2012.

b. Unsur Hara Mikro

Pada hasil analisis unsur hara mikro, unsur Al, Fe, Cu, Zn dan Na pada tegakan pinus 2005 HEF menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan pinus 2005 HPGW, sebaliknya unsur Mn di tegakan pinus 2005 HPGW lebih tinggi dari yang di tegakan pinus 2005 HEF. Hasil unsur hara mikro di kedua tempat disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 11.

383.40

37.40

403.90

39.40

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00

Pinus 2005 HEF Pinus 2005 HPGW Pinus 2012 HEF Pinus 2012 HPGW

(35)

Gambar 11 Grafik hasil analisa unsur hara mikro pada tegakan pinus 2005.

Pada hasil analisis unsur hara mikro tegakan pinus 2012 di kedua tempat menunjukkan baik unsur Al, Fe, Cu, Zn, dan Mn lebih tinggi di areal reklamasi HEF dibandingkan HPGW. Nilai Al, Fe, Cu, Zn, dan Mn di areal reklamasi HEF berturut-turut 3,42 me/100 g; 9,90 ppm; 3,75 ppm; 6,95 ppm dan 25,49 ppm, sedangkan di hutan tanaman HPGW 1,28 me/100 g; 1,11 ppm; 0,63 ppm; 3,16 ppm dan 24,58 ppm. Namun hasil analisis Na lebih tinggi pada tegakan pinus 2012 HPGW dibandingkan tegakan pinus 2012 HEF, yaitu 0,47 me/100 g berbanding 0,37 me/100 g. Analisis unsur hara mikro pada tegakan pinus 2012 di kedua tempat disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 12.

Gambar 12 Grafik hasil analisis unsur hara mikro pada tegakan pinus 2012.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Al (me/100g)

(36)

c. Analisis pH, KTK dan KB tanah

Nilai pH, KTK dan KB merupakan salah satu indikator kesuburan tanah, dimana semakin tinggi nilai ketiganya maka semakin subur tanahnya. Analisis pH, KTK dan KB pada pinus 2005 di kedua lokasi akan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 13.

Gambar 13 Grafik hasil analisis pH, KTK dan KB tanah tegakan pinus 2005.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa baik pH, KTK dan KB pada tegakan pinus 2005 lebih tinggi di areal reklamasi HEF dibandingkan dengan hutan tanaman HPGW. Nilai pH, KTK dan KB tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF berturut-turut 4,30; 10,70 me/100 g dan 21,50 %; sedangkan di hutan tanaman HPGW 4,10; 9,55 me/100 g; 19,90 %. Sebaliknya analisis pH, KTK dan KB pada tegakan Pinus 2012 nilainya lebih tinggi pada hutan tanaman HPGW dibandingkan dengan di areal reklamasi HEF yaitu 4,40; 24,45 me/100 g dan 47,40 % berbanding 4,00; 9,55 me/100 g; 16,10 %. Hasil analisis pH, KTK dan KB pada tegakan pinus 2012 di kedua tempat akan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 14.

4.30

3.30

10.70

21.50

4.10

3.20

9.55

19.90

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

H2O KCL

pH 1:1 KTK (me/100g) KB (%)

(37)

Gambar 14 Grafik hasil analisis pH, KTK dan KB tanah tegakan pinus 2012.

d. Analisis Tekstur Tanah

Hasil analisis tekstur tanah di kedua tempat menunjukkan bahwa tekstur tanah pada tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF memiliki 28,34 % pasir; 33,79 % debu dan 37,87 % liat, sedangkan di HPGW memiliki 25,99 % pasir; 19,12 % debu dan 54,89 % liat. Hasil analisis tekstur tanah tegakan pinus 2012 di areal reklamasi HEF menunjukkan prosentase sebesar 69,51 % pasir; 19,82 % debu dan 10,67 % liat, sedangkan di HPGW memiliki 14,2 % pasir; 25,36 % debu dan 60,64 % liat. Grafik tekstur tanah pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di kedua lokasi dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Grafik hasil analisis tekstur tanah tegakan pinus 2005 dan 2012.

Pinus 2005 HEF Pinus 2005 HPGW Pinus 2012 HEF Pinus 2012 HPGW

(38)

Ringkasan kriteria tingkat kesuburan tanah berdasarkan analisis sifat kimia

Kriteria penelitian hasil analisis kimia tanah berdasarkan Balittanah (2009).

Analisis Sifat Fisik Tanah

Analisis sifat fisik tanah yang dilakukan pada penelitian ini adalah contoh tanah utuh di kelima titik pengambilan contoh tanah. Analisis sifat fisik tanah meliputi bulk density, porositas, persen air tersedia, permeabilitas, kadar air pada pF dan pori drainase tanah.

a. Bulk density tanah (g/cm3)

Bulk density atau bobot isi tanah menunjukkan berat tanah kering per satuan volume tanah dan dinyatakan dalam satuan g/cc. Bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total tanah (Hardjowigeno 2003). Hasil analisa tanah, rata-rata bulk density pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di areal reklamasi sebesar 1,24 g/cm3 dan 1,06 g/cm3, sedangkan pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di HPGW sebesar 0,98 g/cm3 dan 0,92 g/cm3. Data tersebut menunjukkan bahawa bulk density

(39)

Gambar 16 Grafik rataan hasil analisis bulk density tegakan pinus 2005 dan 2012.

b. Porositas tanah (%)

Porositas tanah adalah total jumlah pori dalam tanah dan dapat menunjukkan kemudahan air dan udara untuk menembus tanah. Hasil analisis porositas tanah, menunjukkan rata-rata porositas tanah pada tegakan pinus 2005 dan pinus 2012 di areal reklamasi HEF sebesar 53,15 % dan 59,792 %; sedangkan di HPGW sebesar 61,46 % dan 65,24 %. Dari data tersebut menunjukkan bahwa porositas di hutan tanaman HPGW lebih besar dari porositas di areal reklamasi HEF. Grafik hasil analisis porositas tanah pada tegakan Pinus 2005 dan 2012 di kedua tempat dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Grafik rataan hasil analisis porositas tanah tegakan pinus 2005 dan pinus 2012.

1.066

0.988

1.066

0.922

0.85 0.9 0.95 1 1.05 1.1

Pinus 2005 HEF Pinus 2005 HPGW Pinus 2012 HEF Pinus 2012 HPGW Bulk Density (g/cm3)

53.146

61.458 59.792

65.242

0 10 20 30 40 50 60 70

(40)

c. Kadar air pada pF (% volume)

Kadar air tanah dinyatakan dalam persen, yaitu nilai yang menunjukkan prosentase volume air terhadap volume tanah, sedangkan pF atau potential free energy adalah logaritma dari tegangan air tanah yang menunjukkan besarnya tekanan atau isapan tanah. Kadar air pada berbagai kurva pF (1-4,2) menunjukkan berbagai arti, pF 1 menunjukkan pori tanah dengan dengan daya drainase cepat, pF 2 menunjukkan pori tanah dengan drainase lambat, pF 2,54 air kapiler tersedia untuk tanaman dan pF 4,2 menunjukkan air tidak tersedia untuk tanaman. Banyaknya air yang tersedia bagi tanaman dapat dihitung dengan penentuan kandungan air pada kapasitas lapang (pF 2,54) dikurangi dengan persentase keadaan tanah pada titik layu permanen (pF 4,2).

Grafik rata-rata hasil analisis kadar air pada berbagai pF disajikan pada Gambar 18. Dari rata-rata hasil analisis kadar air pada berbagai pF, yang dilakukan pada 5 titik pengambilan contoh berbeda menunjukkan hasil sebagai berikut:

 pF 1. Kadar air tertinggi pada pF 1 dengan prosentase 52,98 % pada tegakan pinus 2012 di HPGW, sedangkan kadar air terendah 47,19 % pada tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF. Kondisi pF 1 merupakan kondisi air tanah yang dipengaruhi oleh porositas total tanah.

 pF 2. Kadar air tertinggi pada pF2 dengan prosentase 43,72 % pada tegakan pinus 2005 di hutan tanaman HPGW, sedangkan kadar air terendah pada pF 2 sebesar 39,68 % pada tegakan pinus 2012 di areal reklamasi HEF.

 pF 2,54. Persen kadar air pada pF 2,54 menggambarkan jumlah maksimum air yang dapat ditahan oleh partikel tanah. Kondisi air pada pF 2,54 dipengaruhi oleh jumlah bahan organik tanah yang bersifat mengikat air. Tegakan pinus 2012 di HPGW memiliki persen kadar air pada pF 2,54 paling besar yaitu 35,69 %; sedangkan tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF menunjukkan persen kadar air terendah pada pF 2,54 yaitu 32,54 %.

(41)

Gambar 18 Grafik rataan analisis kadar air (% Volume) pada pF tegakan pinus 2005 dan 2012.

d. Persen air tersedia (%)

Air tersedia bagi tanaman merupakan selisih dari kandungan air kapasitas lapangan (pF 2,5) dengan kandungan air pada titik layu permanen (pF 4,2). Jumlah air tersedia bagi tanaman pada suatu lahan mencerminkan kondisi kesuburan tanah di lahan tersebut. Tanah yang dapat mengikat air dalam jumlah yang cukup banyak, belum tentu dapat dimanfaatkan secara keseluruhan oleh tanaman, karena sebagian dari air akan tetap tinggal dalam tanah.

Rata-rata air tersedia pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di areal reklamasi HEF adalah sebesar 8,16 % dan 9,53 %; sedangkan rata-rata air tersedia di HPGW sebesar 13,59 % dan 13 %. Berdasarkan data tersebut persen air tersedia di areal non reklamasi HPGW, baik pada tegakan pinus 2005 maupun pinus 2012, menunjukkan persen air tersedia yang lebih besar dari persen air tersedia di areal reklamasi HEF. Grafik persen air tersedia pada tegakan pinus 2005 dan pinus 2012 dapat dilihat pada Gambar 19.

47.196 51.754 48.838

52.98

41.072 43.716 39.688

42.072

32.538 34.908 33.646

35.696

24.38 21.312

24.118 22.672

0 10 20 30 40 50 60

Pinus 2005 HEF Pinus 2005 HPGW Pinus 2012 HEF Pinus 2012 HPGW

Kadar Air (%) pF 4.2 Kadar Air (%) pF 2.54

(42)

Gambar 19 Grafik rataan hasil analisis air tersedia tegakan pinus 2005 dan 2012.

e. Pori drainase (% volume)

Pori-pori drainase terdiri atas pori drainase cepat atau pori aerasi, dan pori drainase lambat. Pori drainase cepat adalah selisih kandungan air pada ruang pori total dan pF 2. Jika contoh tanah diambil dalam keadaan kandungan air tanah jauh di bawah kapasitas lapang, maka untuk tanah-tanah yang bersifat mudah mengembang dan mengkerut, persentase ruang pori total akan lebih rendah daripada pori pada pF 1. Dalam hal ini pori drainase cepat adalah selisih kandungan air pada pF 1 dan pF 2. Pori drainase lambat adalah selisih kandungan air pada pF 2 dan pF 2.54. Pori air tersedia adalah selisih kandungan air antara pF 2,54 (kapasitas lapang) dan pF 4,2 (titik layu permanen). Pori drainase sangat cepat merupakan selisih dari persen porositas dan pF 1.

Rata-rata hasil analisis pori drainase tanah menunjukkan rata-rata hasil analisis pori drainase sangat cepat paling tinggi ditunjukkan oleh tegakan pinus 2012 di areal non reklamasi HPGW yaitu 12,26 %; sedangkan pori drainase sangat cepat paling rendah ditunjukkan oleh tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF yaitu 5,94 %. Rata-rata pori drainase cepat tertinggi sebesar 10,9 % juga ditunjukkan oleh tegakan pinus 2012 di hutan tanaman HPGW, dan terendah 6,12 % pada tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF. Rata-rata pori drainase lambat tertinggi ditunjukkan oleh tegakan pinus 2005 di HPGW sebesar 8,8 %; sedangkan terendah pada tegakan pinus 2012 di areal reklamasi HEF. Grafik rata-rata hasil analisis pori drainase disajikan pada Gambar 20.

8.158

13.596

9.526

13

0 2 4 6 8 10 12 14 16

(43)

Gambar 20 Grafik rataan hasil analisis pori drainase tanah tegakan pinus 2005 dan 2012.

f. Permeabilitas (cm/jam)

Permeabilitas tanah dapat menunjukkan kecepatan air untuk memasuki tanah (merembes) melalui pori makro dan pori mikro tanah ke arah vertikal maupun horizontal. Permeabilitas tanah dinyatakan dalam satuan cm/jam. Rata-rata hasil analisis permeabilitas tanah pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di areal reklamasi HEF menunjukkan sebesar 8,09 cm/jam dan 9,62 cm/jam; sedangkan di areal non reklamasi HPGW sebesar 23,25 cm/jam dan 17,31 cm/jam. Kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa permeabilitas tanah di HPGW lebih besar dari permeabilitas tanah di areal reklamasi HEF. Untuk mempermudah perbandingan nilai tersebut, rata-rata hasil analisis permeabilitas tanah pada tegakan pinus 2005 dan pinus 2012 akan disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21 Grafik rataan hasil analisis permeabilitas tegakan pinus

Pori Drainase (% Volume) Lambat Pori Drainase (% Volume) Cepat

Pori Drainase (% Volume) Sgt Cepat

(44)

Hasil analisis sifat fisika pada tegakan pinus 2005 dan 2012, terutama bobot isi, dan porositas total secara keseluruhan masih dibawah ambang kritis yang ditetapkan PP No. 150 tahun 2000, tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa, terkecuali pada permeabilitas yang sudah diatas ambang kritis. Rata-rata hasil analisis bulk density, porositas total dan permeabilitas di kedua lokasi, berikut dengan kisaran ambang kritisnya menurut PP No. 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa akan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan bulk density, porositas, permeabilitas tegakan pinus 2005 dan

2012 serta kisaran ambang kritisnya menurut PP no. 150 tahun 2000, tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa

Parameter

Respirasi tanah dapat menunjukkan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah yang biasanya terdiri dari mikroba dan fungi. Respirasi dapat dihitung dengan mengukur jumlah karbondioksida yang dilepaskan organisme tanah dalam selang waktu tertentu. Semakin besar respirasi maka semakin besar pula jumlah organisme tanah yang dikandung tanah. Total respirasi tanah biasanya dinyatakan dalam gram/jam. Berdasarkan hasil analisis respirasi tanah, respirasi tertinggi ditunjukkan oleh tegakan pinus 2012 di areal non reklamasi HPGW, yaitu 10,26 gram/jam; sedangkan repirasi terendah ditunjukkan oleh tegakan pinus 2005 yaitu 4,2 gram/jam.

(45)

Gambar 22 Grafik hasil analisis respirasi tanah tegakan pinus 2005 dan 2012.

b. Total mikroorganisme (ΣMO)

Total mikroorganisme umumnya dilakukan dengan metode plate count dan dinyatakan dengan satuan pembentuk koloni (SPK/g 106). Besaran ΣMO menunjukkan total mikroba yang terkandung di dalam tanah. Berdasarkan analisis total mikroorganime tanah, tegakan pinus 2012 di areal reklamasi HEF memiliki ΣMO paling besar yaitu 58 SPK/g 106, sedangkan tegakan pinus 2005 di hutan tanaman HPGW memiliki ΣMO paling rendah yaitu 9 SPK/g 106. Grafik hasil analisis total mikroorganisme tanah pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di kedua lokasi penelitian akan disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23 Grafik hasil analisis total mikroorganisme tanah pinus 2005 dan 2012.

Pinus 2005 HEF Pinus 2005 HPGW Pinus 2012 HEF Pinus 2012 HPGW Respirasi (Gram/Jam)

(46)

c. Total fungi (Σ Fungi)

Analisis total fungi umumnya dilakukan dengan metode pour plate dan dinyatakan dengan satuan SPK/g 104. Total fungi menunjukkan banyaknya aktifitas fungi dalam tanah. Dari hasil analisis total fungi, tegakan pinus 2012 di areal reklamasi HEF memiliki Σ Fungi paling tinggi yaitu 3 SPK/g 104, sedangkan tegakan pinus 2005 HEF memiliki Σ Fungi paling rendah yaitu 0,03 SPK/g 104. Grafik hasil analisis Σ Fungi pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di kedua tempat akan disajikan pada Gambar 24.

Gambar 24 Grafik hasil analisis total fungi pinus 2005 dan 2012.

Hasil analisis sifat biologi tanah, baik pada tegakan pinus 2005 maupun tegakan Pinus 2012 menunjukkan jumlah mikroba dan fungi yang lebih besar pada areal reklamasi HEF. Sebaliknya hasil analisis respirasi menunjukkan nilai yang lebih besar pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di hutan tanaman HPGW. Hasil analisis biologi tanah (jumlah mikroba) dan kisaran ambang batas kritis menurut PP No. 150 tahun 2000, tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa akan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis jumlah mikroba tegakan pinus 2005 dan 2012, serta kisaran ambang batas kritis menurut PP No. 150 tahun 2000, tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa

Berdasarkan tabel diatas baik tegakan Pinus tahun tanam 2005 maupun 2012 di kedua lokasi memiliki jumlah mikroba yang masih diatas ambang batas kritis yang

(47)

produksi biomassa.

Biomassa Serasah dan Tumbuhan Bawah

Biomassa serasah dan tumbuhan bawah dilakukan dengan membuat sub petak contoh 1 x 1 m secara purposive sampling yang berjumlah satu petak pada setiap petak contoh penelitian. Pemilihan lokasi sub petak dilakukan di tengah-tengah petak contoh penelitian yang secara subjektif dan dianggap paling mewakili keadaan tumbuhan bawah maupun serasah keseluruhan petak contoh penelitian. a. Biomassa serasah

Hasil pengukuran biomassa serasah menunjukkan bahwa tegakan pinus 2005 HPGW memiliki biomassa serasah paling tinggi yaitu 3,32 ton/ha. Secara visual serasah di bawah tegakan pun sangat berlimpah yang didominasi oleh daun pinus mati. Biomassa serasah paling rendah terdapat pada pinus 2012 HPGW yaitu sebesar 1,18 ton/ha. Hal ini dimungkinkan karena secara visual di lapangan ditemukan sangat sedikit serasah karena naungan pada tegakan ini terdiri dari semak, perdu dan pohon muda.

b. Biomassa tumbuhan bawah

Pada hasil pengukuran biomassa tumbuhan bawah, tegakan pinus 2012 di areal reklamasi HEF memiliki biomassa paling tinggi yaitu sebesar 4,82 ton/ha; sedangkan biomassa tumbuhan bawah paling rendah dimiliki oleh tegakan pinus 2005 di areal reklamasi HEF yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan biomassa tumbuhan bawah pada tegakan pinus 2005 di areal non reklamasi HPGW. Kondisi dilapangan secara visual juga menunjukkan sedikitnya tumbuhan bawah yang terdapat dibawah tegakan pinus 2005 akibat banyaknya serasah daun Pinus. Serasah pinus diketahui mengandung zat alelopati dan dapat membunuh tumbuhan bawah. Grafik hasil perhitungan biomassa serasah dan tumbuhan bawah pada tegakan pinus 2005 dan 2012 di kedua lokasi penelitian disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25 Grafik biomassa serasah dan tumbuhan bawah pinus 2005 dan 2012.

Pinus 2005 HEF Pinus 2005 HPGW Pinus 2012 HEF Pinus 2012 HPGW

Gambar

Grafik hasil pendugaan biomassa, stok karbon, pelepasan O2 dan CO2-
Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 3  Tahapan pengambilan contoh tanah utuh menggunakan ring tanah
Tabel 1  Medium untuk isolasi mikroba, cendawan dan aknomicetes.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar kebutuhan ini, dibuatlah aplikasi marketplace untuk kalangan Mahasiswa dan Alumni Universitas Kristen Petra sebagai wadah informasi dan perantara untuk

Bila persyaratan sudah lengkap, Kepala Bidang Pemanfaatan Hutan membuat konsep Surat Keputusan Kepala Dinas tentang Pengangkatan P2LHP yang memuat nama, NIP,pangkat, jabatan,

The method manipulates the redundancy inherent in line pair-relations to generate artificial 3D point entities and utilize those entities during the estimation process to improve

Apabila calon pemenang, calon pemenang cadangan 1 (satu) dan/atau calon pemenang cadangan 2 (dua) yang tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi dengan alasan

Sampai dengan batas waktu penutupan pemasukan dokumen penawaran per tanggal 15 Maret 2017 pukul 23.59 WIB, jumlah calon Penyedia Barang/Jasa yang telah melakukan upload

Pihak lain yang bukan Direktur Utama/ Pimpinan Perusahan/Pengurus Koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain tersebut adalah

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Pembangunan Gedung Pos SAR Saumlaki Nomor : BA.15/PL.004-ULP/V/SAR AMB-2015 Tanggal 22 Mei 2015, Pokja Pekerjaan

Peserta yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada Pokja Pekerjaan Konstruksi ULP